You are on page 1of 20

MAKALAH ILMU HADITS

DISUSUN OLEH:
-EMIR SURYA KAUTSAR
-RESKI AMALIAH
-FITRIAMA

JURUSAN PENDIDIDKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pengetahuan

kita

terhadap

hadits

yang

begitu

minim

untuk

mengidentifikasinya apakah hadits tersebut adalah hadits Shahih, Hasan, Dhaif,


ataupun maudhu (palsu) merupakan kelemahan yang tak perlu kita tutupi. Tapi
melihat fenomena ini setidaknya ada upaya kita untuk mempelajari seluk-beluk hadits
dan bagaimana kualitasnya.
Tampaknya, di antara pembahasan-pembahasan menyangkut studi Hadits,
pembahasan ini dapat dikatagorikan sebagai pembahasan yang urgen. Mengapa
tidak? Seiring dengan ketidaktahuan terhadap status sebuah hadits, jangan-jangan
dikhawatirkan kita malah berpedoman pada sebuah hadits yang ternyata itu bukanlah
hadits, melainkan pemalsuan yang telah terjadi.
Namun, kekhawatiran ini ternyata direspon lebih ekstrim dari segelintir
oknum yang menamai diri mereka dengan golongan Inkar al-Sunnah. Akibat dari
efek hadits palsu yang begitu merajalela menimbulkan suatu sifat yang tidak percaya
lagi terhadap suatu hadits dan dengan serta-merta menjustifikasi bahwa Hadits
bukanlah suatu hal yang tepat untuk dijadikan sebagai hujjah dan argumentasiargumentasi sandaran hukum.
Ironis memang, tapi inilah yang terjadi. Mengingat fenomena yang telah
kita rasakan saat ini, penulis merasa penting untuk menyusun suatu makalah
presentatif yang menyinggung perihal Inkar al-Sunnah

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.Bagaimana pengertian inkar al-sunnah?
2.Bagaimana sejarah perkembangan inkar al-sunnah?
3.Bagaimana argumentasi kelompok inkar al-sunnah
4.Bagaimana bantahan ulama terhadap kelompok inkar al-sunnah?
5.Bagaimana perkembangan inkar al-sunnah di indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi Inkarus-Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut
bahasa, artinya menolak atau mengingkari, berasal dari kata kerja, ankara-yunkiru.
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah,
jalan yang dijalani, terpuji atau tidak, suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai
sunnah, meskipun tidak baik. Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat diartikan
sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam
yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber sandaran
syariat Islam.1
Kata Ingkar Sunnah dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham
yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai
sumber kedua hukum Islam.2
Menurut Imam Syafii, Sunnah Nabi saw ada tiga macam:
1. Sunnah Rasul yang menjelaskan seperti apa yang di nash-kan oleh al-Quran.
2. Sunnah Rasul yang menjelaskan makna yang dikehendaki oleh al-Quran.
Tentang kategori kedua ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama.
3. Sunnah Rasul yang berdiri sendiri yang tidak ada kaitannya dengan al-Quran.
B.Sejarah perkembangan inkar al-sunnah
1. Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
1 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, (Jakarta :Gaung Persada Pressta, 2008) hal:
200

2 Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, (Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2006) Hal : 275.

Pertanda munculnya Ingkar Sunnah sudah ada sejak masa sahabat, ketika
Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk
tidak perlu mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Quran saja.
Menanggapi pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa kita tidak bisa
membicarakan ibadah (shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya
kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw. Mendengar penjelasan tersebut, orang itu
menyadari kekeliruannya dan berterima kasih kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang
dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2
Hijriyah pada awal masa Abbasiyah.3
Pada
masa
ini
bermunculan
kelompok
ingkar
assunnah.Menurut imam Syafii ada tiga kelompok ingkar as-sunnah
seperti
telah
dijelaskan
di
atas.
Antara
lain:
a) Khawarij
Dari sudut kebahasaan, kata khawarij merupakan bentuk
jamak dari kata kharij yang berarti sesuatu yang keluar. Sementara
menurut pengertian terminologis khawarij adalah kelompok atau
golongan yang pertama keluar dan tidak loyal terhadap pimpinan
yang sah. Dan yang dimaksud dengan khawarij disini adalah
golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin
Abi Thalib r.a.
Ada sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh para sahabat sebelum terjadinya fitnah yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara. Yaitu perang jamal
(antara sahabat Ali r.a dengan Aisyah) dan perang Siffin ( antara
sahabat Ali r.a dengan Muawiyah r.a). Dengan alasan bahwa
sebelum kejadian tersebut para sahabat dinilai sebagai orang-orang
yang adil (muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat
3 Ibid, hlm. 277.

maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah


kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas
sahabat Nabi SAW sudah keluar dari islam.
Akibatnya, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
setelah kejadian tersebut mereka tolak. Seluruh kitab-kitab tulisan
orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya
mazhab khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah yang masih
termasuk golongn khawarij. Dari sumber (kitab-kitab) yang ditulis
oleh golongan ini ditemukan Hadits nabi saw yang diriwayatkan
oleh atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin
Malik, dan lainnya. Oleh karena itu,pendapat yang menyatakan
bahwa seluruh golongan khawarij menolak Hadits yang
diriwayatkan oleh Shahabat Nabi saw,baik sebelum maupun
sesudah peristiwa tahkim adalah tidak benar.

b) Syiah
Kata syiah berarti para pengikut atau para pendukung.
Sementara menurut istilah ,syiah adalah golongan yang
menganggap Ali bin Abi Thalib lebih utama
daripada khalifah yang sebelumnya, dan berpendapat bahwa albhait lebih berhak menjadi khalifah daripada yang lain. Golongan
syiah terdiri dari berbagai kelompok dan tiap kelompok menilai
kelompok yang lain sudah keluar dari islam. Sementara kelompok
yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna
asyariyah. Kelompok ini menerima hadits nabawi sebagai salah
satu syariat islam. Hanya saja ada perbedaan nmendasar antara
kelompok syiah ini dengan golongan ahl sunnah (golongan
mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadits. Golongan
syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW mayoritas para
sahabat sudah murtad kecuali beberapa orang saja yang menurut

menurut mereka masih tetap muslim. Karena itu, golongan syiah


menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh mayoritas para
sahabat tersebut. Syiah hanya menerima hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh ahli baiat saja.

c) Mutazilah
Arti kebahasaan dari kata mutazilah adalah sesuatu yang
mengasingkan diri. Sementara yang dimaksud disini adalah
golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat islam karena
berpendapat bahwa seorang muslim yang fasiq tidak dapat disebut
mukmin atau kafir. Imam SyafiI menuturkan perdebatannya dengan
orang yang menolak sunnah, namun beliau tidak menjelaskan siapa
orang yang menolak sunah itu. Sementara sumber-sumber yang
menerangkan sikap mutazilah terhadap sunnah masih terdapat
kerancuan, apakah mutazilah menerima sunnah keseluruhan,
menolak keseluruhan, atau hanya menerima sebagian sunnah saja.
Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat islam,
tetapi mungkin ada beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal
tersebut berlawanan dengan pemikiran mazhab mereka. Hal ini
tidak berarti mereka menolak hadits secara keseluruhan, melainkan
hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar assunnah klasik yaitu, bahwa ingkar as-sunnah klasik kebanyakan
masih merupakan pendapat perseorangan dan ha itu muncul akibat
ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan hadist. Karena
itu, setelah diberitahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya
menerimanya kembali. Sementara lokasi ingkar as-sunnah klasik
berada di Irak, Basrah.

Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan muncul isu


adanya sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya
terhadap
Sunnah
Nabi
Muhammad
SAW.
Dan
tidak
menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Pada
akhir tujuh puluhan, kelompok tersebut tampil secara terangterangan menyebarkan pahamnya dengan nama, misalnya, Jamaah
al-Islamiah al-Huda, dan Jamaah al-Quran dan Ingkar Sunnah,
sama-sama hanya menggunakan al-Quran sebagai petunjuk dalam
melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun
hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari sunnah sebagai
landasan agama.
Imam Syafii membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
2. Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan
petunjuk al-Quran.
3. Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah
yang berstatus Mutawatir.4

Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas


Banyak alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini untuk mendukung

pendiriannya, baik dengan mengutip ayat-ayat al-Quran ataupun alasan-alasan yang


berdasarkan rasio. Diantara ayat-ayat al-Quran yang digunakan mereka sebagai
alasan menolak sunnah secara total adalah surat an-Nahl ayat 89 :

Artinya:Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu.

4 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa 1991, hlm. 141.

Kemudian surat al-Anam ayat 38 yang berbunyi: Tidaklah kami alpakan sesuatu
pun dalam al-Kitab
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Quran telah
mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu
penjelasan dari al-Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam
al-Quran, misalnya surat al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra ayat 78
dan lain-lain.5
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Quran diturunkan dengan berbahasa
Arab yang baik dan tentunya al-Quran tersebut akan dapat dipahami dengan baik
pula.

Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits
Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Quran

sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:



Artinya: Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap
.kebenaran
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat
dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan
agama harus didasarkan pada dalil yang qathI yang diyakini dan disepakati bersama
kebenarannya. Oleh karena itu hanya al-Quran dan hadits mutawatir saja yang dapat
dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.

5 Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta :
Gema Insani Press, hlm. 16.

2.Ingkar Sunnah pada Periode Modern


Tokoh-tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20)
yang terkenal adalah Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir, Ghulam Ahmad Parvez dari
India, Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan Kasim
Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia. Mereka adalah tokoh-tokoh
yang tergolong pengingkar Sunnah secara keseluruhan.Argumen yang mereka
keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada periode
klasik.
Tokoh-tokoh Ingkar Sunnah yang tercatat di Indonesia antara lain adalah
Lukman Saad (Dirut PT. Galia Indonesia) Dadang Setio Groho (karyawan Uniliver),
Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan Dalimi Lubis
(karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).6
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen
baik dalil naqli maupun aqli untuk menguatkan pendapat mereka, begitu juga
kelompok ingkar sunnah Indonesia.7 Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai
rujukan adalah surat an-Nisa ayat 87 :



Menurut mereka arti ayat tersebut adalah Siapakah yang benar haditsnya dari pada
Allah.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:

6 M. Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Mahad ad-Dirasati al-Islamiyah,


1986, hlm. 1

7 Ibid, hlm. 45 dan 27.

Menurut mereka arti ayat tersebut adalah Maka kepada hadits yang manakah selain
firman Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya.
Selain kedua ayat di atas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan
Rasul kepada umat manusia hanyalah al-Quran dan jika Rasul berani membuat
hadits selain dari ayat-ayat al-Quran akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai
putus dan ditarik jamulnya, jamul pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi
Muhammad tidak berhak untuk menerangkan ayat-ayat al-Quran, Nabi Hanya
bertugas menyampaikan.
C. Argumentasi Kelompok Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah klasik ataupun
modern memiliki argument-argumen yang dijadikan landasan
mereka. Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak
berpengaruh apa-apa. Argument mereka antara lain:
1. Agama bersifat konkrit dan pasti Mereka berpendapat bahwa
agama harus dilandaskan pada hal yang pasti. Apabila kita
mengambil dan memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak
pasti. Al-quran yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti.
Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadits , ia tidak
akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan),
dan tidak sampai pada peringkat pasti.
2. Al-Quran sudah lengkap Jika kita berpendapat bahwa al-quran
masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara jelas
mendustakan al-quran dan kedudukan al-quran yang membahas
segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak
mungkin diambil pegangan lain, kecuali al-quran.
3. Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya al-

quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Mereka


menganggap bahwa al-quran cukup memberikan penjelasan
terhadap segala masalah.
Adapun dalil-dalil atau alasan-alasan inkar sunnah dibagi
menjadi dua macam, yaitu dalil Al-Quran dan alasan akal. Yang
berupa dalil Al-Quran diantaranya:
1. Al-Quran surat An-nahl ayat 89
Artinya Kami turunkan kepadamu Al-Quran untuk menjelaskan
segala sesuatu.
2. Al-Quran surat al Anam ayat 38
Artinya Tidak ada sesuatupun yang kami luputkan didalam AlQuran.
3. Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3
Artinya Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan
telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridloi Islam itu
sebagai agamamu.
Dari ketiga ayat diatas menunjukan bahwa Al-Quran telah
menunjukan semuanya (segala sesuatu). Al-Quran tidak
membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya
tentang islam sebagai agama yang telah sempurna.
4. Al-Quran surat An-Najm ayat 3-4
ArtinyaDan ia (Muhammad) tidak bertutur menurut hawa
nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Menurut mereka yang diwahyukan itu sudah tertuliskan dalam AlQuran.
5. Al-Quran surat Ali Imran ayat 20, Al-Maidah ayat 92, Ar-Rad ayat
40, An-Nahl ayat 35 dan 82, An-Nur ayat 45, Al-Angkabut ayat 18,

Asy-Syura ayat 48.


Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa tugas nabi Muhammad
hanyalah menyampaikan pesan Allah dan tidak berhak memberikan
penjelasan apapun.
6. Al-Quran surat Al-Fathir ayat 31
Artinya Dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu yakni AlQuran itulah yang benar (haq)
7. Al-Quran surat Yunus ayat 36
Artinya Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali ahli
persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak
sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Jadi hadits itu
hanyalah persangkaan yang tidak layak untuk dijadikan hujjah.
Adapun dalil akal diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Quran dalam bahasa arab yang jelas, maka orang yang faham
bahasa arab maka faham terhadap Al-Quran.
2. Perpecahan umat islam karena berpegang pada hadits yang
berbeda-beda.
3. Hadits hanyalah dongeng karena baru muncul pada zaman tabiin
dan tabiittabiin.
4. Tidak satu haditspun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode
sebelumnya pencatatan hadits, manusia berpeluang berbohong.
5. Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad wafatnya
Nabi.
6. Konsep tentang seluruh sahabat adil, muncul setelah abad ketiga
Hijriyah.
7. Analisis terhadap argument inkar sunnah dalil-dalil naqli dan
argumen aqli inkar sunnah itu seluruhnya lemah. Hal ini dapat

diperkuat dengan argumen-argumen tokoh ikar sunnah dari


Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara
saintifik membuktikan ketulenan Al-Quran sebagai perutusan Tuhan
kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara dan menarik
perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, kelengkapannya,
dan keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan
buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Lebih dari ini, Kassim
Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan
Rosyhad Khalifa terhadap sunnah, yakni bahwa hadits merupakan
penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh
diterima sebagai sumber perundang-undangan adalah benar.

D.Bantahan ulama terhadap argumen kelompok inkar alsunnah


Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar
sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai
dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah
satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk menolak sunnah secara
keseluruhan. Menurut al-SyafiI ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban
tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini
fungsi hadits adalah menerangkan secara teknis tata cara pelaksanaannya.
Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai
salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya
hadits.
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad
sebagai hujjah dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni

adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu


berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama
sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat
kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan
didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat
dipertanggung jawabkan.8

E.Perkembangan Inkar Al-sunnah Di Indonesia


Paham Ingkar Sunah muncul di Indonesia secara terangterangan kira-kira terjadi pada tahun 1980-an. Persisnya menurut
Zufran Rahman (seorang peneliti pemikiran Ingkar Sunah dan
Dosen
IAIN
Jambi)
pada
tahun
19821983. Tetapi bukti menunjukkan, bahwa pada 1981 paham ini
sudah ada seperti yang terjadi di Bogor pimpinan oleh H. Endi
Suradi dan 1982 aliran sesat yang diajarkan H. Sanwani asal
kelahiran Pasar Rumput itu sudah berlangsung sejak November
1982.Kemungkinan
besar
jauh
sebelum
itu
sudah
ada
penyebarannya secara sembunyi-sembunyi seperti yang dilakukan
oleh orientalis di Indonesia Snouck Hourgronje. Buku-buku
orientalis atau kaki tangannya sudah bertebaran jauh sebelumnya.
Indonesia memang menjadi sasaran gerakan modern Ingkar
Sunah setelah India dan Mesir. Dalam sejarah penetesan Ingkar
Sunah era modern di India dalam rangka melemahkan semangat
jihad umat Islam dan menghancurkan Islam dari dalam melalui ideide kaum emperealis Inggris bekerja sama dengan para tokoh-tokoh
8 Mustafa SibaI, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan
oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993, hlm. 122-125.

Islam India yang koperatif. Kemudian dikembangkan lagi melalui


pemikiran orientalis yang bertebaran di Mesir, karena mereka tahu
benar bahwa Mesir adalah pusat informasi dunia Islam baik bagi
yang berkedok research ilmiah yang dituangkan ke dalam bukubuklu mereka maupun berhadapan langsung dengan para
mahasiswa maupun dosennya melalui pengajaran di al-Azhar Mesir.
Gerakan pemikiran modern Ingkar Sunah di Indonesia menjadi
target mereka setelah Mesir, karena Indonesia berpenduduk
mayoritas Islam terbanyak di seluruh dunia Islam.
Sekitar tahun 1980-an paham pemikiran modern Ingkar Sunah
Indonesia bergerak di beberapa tempat dan pada tahun 1983-1985
mengcapai puncaknya sehingga menghebohkan masyarakat Islam
dan memenuhi halaman berbagai harian koran dan majalah. Pusat
pergerakan mereka di Jakarta yang mendominasi jumlah
pembawanya yang mayoritas, kemudian di Bogor Jawa Barat, Tegal
Jawa Tengah dan Padang Sumatra Barat.
Penyebaran paham pemikiran modern Ingkar Sunah melalui
berbagai cara di antaranya ada yang melalui pengajian di beberapa
Masjid, diktat tulisan tangan, ceramah melalui kaset, dan
buku. Banyak di antara umat Islam yang terbawa dan terpengaruh
pemahaman tersebut baik sebagai tokoh, pembantu dan
pengikut. Di antaranya ; Lukman Saad (Dirut PT Ghalia
Indonesia ), Mawardi Saad, Edria Zamora, Boni Alamsyah (ketiganya
karyawan PT Ghalia Indonesia), Ansor W.A. Gani, Husni Nasution,
Imran Nasution, Ali Sarwani Basry, Zainal Arifin, Muhammad Umar
(Sekretaris BPMI), Dadang Satiogroho (karyawan Unilever Bogor),
Selamet Sumedi (Grogol), Teguh Esha (Cipete Dalam), Dahlan
(Sawangan Depok), Uas dan istrinya (Sawangan Depok), Rohadi
(Pondok Cina), H. Abdurrahman (Parung), Mahmud (manantu
Abdurrahman, Kebembem), H. Abdullah (Cileduk), H. Sanwani (Pasar
Rumput), Safran Batu Bara (Guru SMP Yayasan Waqaf Muslim Tanah
Tinggi), Manirus Taka (Indo-Jerman tinggal Depok Timur), Ishak
Saleh (Cirebon), Dalimi Lubis (Sumatra Barat), Nazwar Syamsu
(Sumatra Barat), Asad bin Ali Baisa (usia 60 tahun di Tegal Jawa
Tengah) dan H. Endi Suradi (Bogor Jawa Barat).

Paham Ingkar Sunah di Indonesia terlarang beredar dengan


terbitnya Keputusan Mahkamah Agung RI No : KEP-169/J.A/9/1983
dan Nomor : KEP-059/J.A/3/1984. Namun, paham ini masih tetap
eksis pada masa berikutnya sampai skarang. Terkadang masih
muncul paham ini secara sembunyi di berbagai media, baik buku,
Koran, bulitin dan lain-lain. Agar pemikirannya dapat ditelaah
dengan baik, artilkel yang singkat ini akan membahas ; siapa
Ingkar Sunah di Indonesia ? Bagaimana pemikirannya ? Bagaimana
tingkat keingkaran mereka terhadap Sunah ?. Berikut ini akan
dipaparkan secara singkat di antara tokoh Ingkar Sunah
Indonesia dan pemikirannya yang sangat menonjol dan berperan
penting dalam sejarah.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Faham inkar sunnah adalah paham yang mengingkari


keberadaan hadits-hadits Rasulullah SAW .
2. Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang
sahabat setelah wafatnya Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah
zaman dahulu diantaranya adalah golongan Khawarij, golongan
Mutajilah serta golongan Syiah, sedang pada zaman modern tokoh
inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari
Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari
Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia
3. Alasan mendasar yang mereka kemukakan untuk menolak
keberadaan hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran Islam yang
kedua setelah al-Quran adalah statement al-Quran yang
menyatakan bahwa al-Quran telah menjelaskan segala sesuatu
yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. al-Nahl [16]: 89).Di
samping itu mereka juga meragukan keabsahan kitab-kitab hadis
(yang memuat hadis-hadis Nabi saw.) yang kodifikasinya baru
dilakukan jauh setelah Nabi saw. wafat.
4. Menurut para ulama, seperti al-Syafii, argumentasi mereka
tersebut adalah keliru. Kekeliruan sikap mereka itu sejauh ini
diidentifikasi sebagai akibat kedangkalan mereka dalam memahami
Islam dan ajarannya secara keseluruhan.
5. Paham Ingkar Sunah muncul di Indonesia secara terangterangan kira-kira terjadi pada tahun 1980-an. Persisnya menurut
Zufran Rahman (seorang peneliti pemikiran Ingkar Sunah dan
Dosen IAIN Jambi) pada tahun 1982-1983.

B.Saran
Penulis menyarankan kepada para pembaca agar lebih baik memahami
tentang inkar al-Sunnah supaya umat islam tidak terjerumus kedalam paham
tersebut,kemudian Sebaiknya pembahasan mengenai Sunnah nabawiyah tidak hanya
dilakukan oleh kalangan tertentu saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan
dan dikaji lebih mendetil lagi agar kita lebih jelas dalam membedakan mana hadist
yang shahih dan mana hadist yang palsu

DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, Amin, Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: Mahad ad-Dirasati alIslamiyah, 1986.
Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Ismail, Syuhudi, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan pemalsunya,
Jakarta: Gema Insani Press.
SibaI, Mustafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, , Jakarta:
Pustaka Pirdaus, 1993.
Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadits, Cet. I, Pnerbit. Gaung Persada Press, Jakarta,
2008.
Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Cet. I, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2006.

You might also like