You are on page 1of 33

PERTANYAAN HARI PERTAMA

1) Macam macam luka


1. Luka lecet (Vulnus Excoriatum)
Terjadi akibat jatuh bergeser pada permukaan yang keras dan kasar, timbul
binti binti kemerahan, paling sering karena jatuh terseret atau terkena percikan api.
Luka terjadi pada permukaan sehingga lapisan kulit sebelah atas terkelupas dan
membekas berupa daerah yang kasar dan lunak.
2. Luka iris (Vulnus Scissum)
Disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Bentuk luka
linear/memanjang dan jaringan di sekitar luka tidak mengalami kerusakan. Pembuluh
darah di tepi luka dapat terpotong.
3. Luka bacok ( Vulnus Caesum)
Berbentuk seperti luka iris tetapi lebih panjang, lebar dan dalam. Biasanya
luka bacok terjadi karena parang.
4. Luka robek (Vulnus Traumaticum)
Terjadi karena trauma seperti kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan lainnya.
Luka robek berbentuk tidak beraturan dengan tepi kasar dan jaringan kulit di sekitar
luka mengalami kerusakan.
5. Luka Tusuk (Vulnus Punctum)
Disebabkan oleh benda berujung runcing seperti paku, jarum, dan sebagainya.
Mulut luka lebih sempit disbanding kedalaman luka.
6. Luka hancur (Vulnus Laceratum)
Disebabkan oleh kecelakaan yang berat. Luka hancur mengenai permukaan
yang laus. Betuk luka hancur sangat tidak teratur.
7. Luka tembak (Vulnus Sklopetorum)
Luka ini dapat dibagi menjadi dua : luka tembak mengeram (vulnus penetrans)
dan luka tembak tembus(vulnus perforans).
2) Hubungan pasien tidak dapat menekuk jari ke 2 dan ke 3 dengan keluhan utama
Pada lengan terdapat tiga nervus yang nantinya akan menjalar untuk mempersarafi
jari jari.
1. Nervus radialis : untuk mempersafari ibu jari
2. Nervus medianus : untuk mempersarafi jari ke 2 dan ke 3
3. Nervus ulnaris : untuk mempersarafi jari kelingking
Jadi kemungkinan pasien di skenario mengalami cedera pada saraf medianusnya akibat
trauma yang di alami oleh pasien sehinnga pasien tersebut tidak dapat menekuk jari ke 2 dan
ke 3.

3) Apa yang dapat menyebabkan pus dan kemerahan


Pus dan kemerahan biasanya di sebabkan oleh suatu infeksi. Jika terjadi suatu infeksi
maka akan ada tanda tanda suatu inflamasi yaitu Kalor, Dolor, Rubor, Tumor dan
Fungsiolesa.

Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan

nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati.
Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang
mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan
jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, selsel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami
autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke
dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah
hilang.
4) Pengaruh dipijat dan diberi ramuan pada skeanrio
Di pijat dapat mengakibatkan penekanan pada tulang yang fraktur sehingga
memungkinkan tulang bergeser yang menyebabkan angulasi. Dalam keadaan tertentu dipijat
dapat terjadinya perdarahan pada pembuluh darah (compartement syndrome) yang
merupakan suatu keadaan akut jika tidak ditangani segera dapat mengancam jiwa (namun
pada pasien di skenario tidak terjadi hal tersebut), ramuan yang diberikan dapat menjadi
sumber infeksi, kemungkinan juga tangan dukun kotor sehingga kontaminasi mungkin terjadi
terjadi,
5) Penyebab luka lama sembuh
Adanya infeksi pada tempat fraktur dapat mengakibatkan timbulnya respon inflamasi
sehingga osteoblast yang seharusnya membentuk tulang mengalami penurunan fungsi yang
berdampak terhadap proses penyatuan fraktur.
6) Tatalaksana awal pasie di skenario
Pasien di istirahatkan
Pasang infuse untuk meresusitasi cairan
Pemberian antibiotik dan antitetanus
Melakukan debridement
Untuk menghilangkan nyerinya bisa di berikan analgesik

LO
ANATOMI EXTREMITAS ATAS
1. Otot lengan bawah

2. Tulang Extremitas Atas

3. Artery Extremitas Atas

4. Vena Extremitas Atas

AGEN INFEKSIUS PADA TULANG

Walaupun sistem muskuloskeletal dapat diinfeksi oleh berbagai macam agen,


tetapi yang paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri. Staphylococcus aureus,
Streptococcus, dan Haemophilus influenza adalah yang paling umum menyebabkan
osteomielitis hematogen pada anak-anak. Organisme bakteri yang jarang menyebabkan
osteomielitis

termasuk

Borrelia

burgdorferi

(penyakit

Lyme),

Mycobacterium

tuberculosis, Brucella, dan bakteri anaerob Clostridium dan Bacteroides. Organisme yang
tidak biasa menyebabkan infeksi secara umum tetapi bersimbiosis dengan penyakit
immunocomprimesed

seperti

jamur

(Blastomyces,

Cryptococcus,

Histoplasma,

Sporotrichum, dan Coccidioidomycoses) dan atipikal mikobakteri (kansasii, aviumintracellulare, fortuitum, triviale, dan scrofulaceum).
Peningkatan populasi immunocompromised karena penyebab iatrogenik
(misalnya, transplantasi organ) dan penyakit lain (misalnya, AIDS dan rheumatoid
arthritis) telah meningkatkan spektrum bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
muskuloskeletal. Beberapa bukti bahkan menunjukkan bahwa penyakit Paget merupakan
manifestasi lambat suatu infeksi tulang.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
OSTEOMIELITIS
Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan
struktur-struktur

disekitarnya

akibat

infeksi

dari

kuman-kuman

piogenik.

Infeksi

muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi; dapat melibatkan seluruh struktur
dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan
membahayakan jiwa.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula. Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering tibia diikuti oleh
femur, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis,

penyebab

tersering

adalah Staphylococcus

aureus (8990

%), Streptococcus (47

%), Haemophillus influenza (24 %), Salmonella typhi dan Escheria coli (12 %)

Klasifikasi
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Osteomielitis akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi
pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari
infeksi di dalam darah (osteomielitis hematogen).
2. Osteomielitis sub-akut, antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik
merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi
ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut
sekuester yang dibungkus involukrum.
3. Osteomielitis kronis, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi
karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi
pada tulang yang fraktur.

Osteomielitis Akut
Osteomielitis ialah suatu infeksi pada tulang dan medula tulang baik oleh karena
infeksi piogenik maupun non-piogenik seperti mikobakterium tuberkulosa. Dimana
penyebarannya dapat melalui eksogen maupun hematogen. Berikut penjelasan mengenai
osteomielitis hematogen akut:
Definisi
merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen
dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
Epidemiologi

Meningkat pada anak-anak, dewasa jarang

Laki-laki > Perempuan = 4 : 1

Etiologi

Staphylococcus Aureus Hemoliticus (koagulasi +) 90 %

Haemofilus Influenza (50 %) => sering pada anak < 4 tahun

Streptococcus Hemoliticus, E. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Penumococcus,


Salmonella Tifosa, Pseudomonas Aerogenus, Proteus Mirabilis, Brucella, dan bakteri
anaerobik yaitu bakteroides fragilis

Faktor Risiko

Usia dan jenis kelamin

Trauma hematom di metafisis merupakan predisposisi osteomielitis

Lokasi sering mengenai metafisis (daerah aktif tempat pertumbuhan tulang)

Nutrisi, imunitas, dan lingkungan yang buruk merupakan predisposisi

Patofisiologi
Penyebaran osteomielitis terjadi melalui 2 cara, yaitu:
1) Penyebaran Umum
a) Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia
b) Melalui embolus infeksi dan menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain
2) Penyebaran Khusus
a) Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost
b) Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai bawah kulit
c) Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
d) Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam
tulang terganggu. Hal ini mengakibatkan kematian tulang lokal dengan
terbentuknya tulang mati yang disebut 'sekuestrum'.
Teori perjalanan infeksi:
1) Teori Vaskular (Trutea)

Pembuluh darah di daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk sinus sehingga


mengakibatkan aliran darah menjadi lambat dan bakteri mudah berkembang
2) Teori Fagositosis (Rang)
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo endotelial. Fagosit
matur fagosit bakteri. Fagosit imatur tidak memfagosit bakteri, tapi malah
merupakan tempat berkembang biak yang baik.
3) Teori Trauma
Trauma artifisial hematom di daerah epifisis. Bila ada fokus infeksi yang berjalan
di darah terjadi infeksi di daerah hematom.
Patologi
Bakteremia Septikemia Embolus infeksi masuk ke dalam juksta epifisis pada
daerah metafisis tulang panjang hiperemi dan edem daerah metafisis terbentuk pus
akibatkan tekanan dalam tulang bertambah mengganggu sirkulasi dan timbul trombosis
pada pembuluh darah tulang nekrosis tulang.
Di samping itu, terjadi proses pembentukan tulang baru yang ekstensif pada bagian
dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak) sehingga terbentuk lingkungan
tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya.
Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu ke 2. Bila pus menembus tulang, maka terjadi
pengaliran pus (discharge) dari involucrum keluar melalui lobang yang disebut kloaka atau
nelalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.
Manifestasi Klinis

Progresif (cepat) tanda-tanda inflamasi terlihat, demam (febril), malaise, nafsu


makan turun.

Nyeri tekan

Gangguan pergerakan sendi karena pembengkakan sendi dan akan bertambah parah
bila terjaid spasme lokal. Gangguan ini juga bisa terjadi karena efusi oleh sendi atau
infeksi sendi (artritris septik)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah

Leukosit meningkat > 30.000, LED meningkat

Titer antibody anti-Staphylococcus

Kultur darah etiologi bakteri

CRP meningkat

Feses diperiksa dan dikultur bila dicurigai Salmonella


Biopsi
2. Pemeriksaan Radiologi

10 hari pertama tidak dapat terlihat kelainan radiologi, tapi terdapat


pembengkakan jaringan lunak

> 10 hari gambaran destruksi tulang: rarefaksi tulang yang bersifat


difus disertai pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang
terangkat.

3. USG melihat efusi pada sendi.


Tatalaksana
1.

Hilangkan rasa nyeri istirahat + analgetik

2.

Beri cairan IV & tranfusi darah

3.

Istirahat lokal bidai/ traksi

4.

Antibiotik causal umum sebelum hasil kultur keluar (untuk Staphylococcus)

5.

3-6 minggu KU & LED

bila LED normal beri 2 minggu lagi.

Drainage bedah dilakukan bila pemberian antibiotik tidak memperbaiki keadaan


umum selama 24 jam. Drainase untuk mengeluarkan pus menggunakan NaCl 0,9% +
antibiotik.

Komplikasi

Septikemia

Infeksi metastatik (menyebar ke organ lain)

Gangguan pertumbuhan (pada anak) oleh karena kerusakan epifisis

Atritis Supuratif

Osteomielitis kronik

Prognosis

Prognosis yang baik sangat bergantung pada usia, diagnosis dini, serta tatalaksana
yang diberikan kepada pasien sesegera mungkin.

Osteomielitis Sub Akut


Kelainan ini dapat ditemukan di beberapa negara dengan insiden yang hampir sama
dengan osteomielitis akut. Gejala osteomielitis subakut lebih ringan oleh karena organisme
penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten. Osteomielitis hematogen subakut
biasanya di sebabkan oleh Stafilokokus aureus dan umumnya berlokasi di bagian distal femur
dan proksimal tibia.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya
disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis
subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan
kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal.
Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang
sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma.
Gejala Osteomyelitis hematogen subacute lebih ringan oleh karena organisme yang
menyebabkan kurang purulen dan penderita lebih resisten.
Patologi
Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung
cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri atas sel-sel
inflamasi akut dan kronis dan biasanya terdapat penebalan trabekula.

Gambaran Klinis :
-

Atrofi otot
Nyeri local
Sedikit pembengkakan
Dan dapat pula penderita menjadi pincang
Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin

berbulan-bulan.
Suhu tubuh penderita biasanya normal

Pemeriksaan labratorium :
-

Leukosit normal
LED meningkat

Pemeriksaan Radiologi :
Foto roentgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm, terutama pada daerah
metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang.
Penataksanaan Osteomielitis subakut :
Pengobatan yang diberikan berupa pemberian antibiotik yang adekuat selam 6
minggu, apabila diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsy dan kuretase.

Osteomielitis Kronis
Definisi
Osteomielitis (osteo berarti tulang, mielo berarti sumsum tulang dan itis berarti
inflamasi). Osteomielitis adalah peradang tulang, dan medulla tulang, akibat infeksi biasanya
oleh organisme piogenik, micobacteria atau fungus. Osteomilelitis adalah suatu radang
tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik walaupun agen infeksi lain juga dapat
menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan
sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum. Osteomielitis kronis umumnya
merupakan lanjutan dari osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan
baik. Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan
operasi pada tulang.
Epidemiologi
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat ditemukan pada
bayi dan infant. Anak laki laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
infeksi tersering adalah didaerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna,
dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena : (1) daerah
metafisis merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel sel mudanya rawan terjangkit
infeksi; (2) metafisis kaya akan rongga darah sehingga resiko penyebaran infeksi secara
hematogen juga meningkat; (3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan
aliran darah didaerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti disini dan berproliferasi.

Dengan pengobatan yang tepat, <5% kasus osteomielitis hematogenous berkembang


menjadi osteomielitis kronis. Infeksi kronis lebih sering berkembang pada focus infeksi yang
berdekatan dari pada osteomielitis hematogenous.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus osteomielitis hematogenous disebabkan oleh organisme
tunggal, dengan Staphylococcus aureus terhitung sebanyak 50% kasus. Bakteri pathogen
penyebab pada anak adalah Streptococcus grup A dan, selama periode neonatal adalah
Streptococcus grup B dan dan Escherichia coli. Pada dewasa, vertebral osteomielitis
disebabkan oleh Escherichia coli dan Enteric bacilli lain pada 25% kasus. Staphylococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa, Serratia, dan candida albicans merupakan infeksi yang
berhubungan dengan penggunaan obat injeksi dan mungkin melibatkan sacroiliac,
sternoclavicular, atau pubic joint serta tulang belakang. Salmonella spp. Dan S. aureus
merupakan penyebab mayor dari osteomielitis tulang panjang pada sickle cell anemia dan
hemoglobinopathies lainnya. Tuberculosis dan brucellosis lebih sering mengenai tulang
belakang dari pada tulang lainnya. Bagian lain yang sering pada osteomielitis tuberculous
melingkupi tulang kecil pada tangan dan kaki, metaphyses pada tulang panjang, rusuk dan
sternum. Penyebab lain dari osteomielitis hematogenous adalah disseminated histoplasmosis,
coccidoidomycosis,

dan

blastomycosis

pada

daerah

endemic.

Seseorang

dengan

immunocompromised mungkin jarang mengalami osteomielitis yang disebabkan oleh


atypical microbacteria, Bartonella henselae, atau opportunistic fungi.
Patofisiologi
Mikroorganisme masuk ke tulang dengan cara penyebaran hematogen, dari focus
infeksi yang berdekatan, atau dari luka tembus. Trauma, iskemia dan benda asing
meningkatkan kerentanan tulang terhadap invasi mikroba pada bagian yang terkena untuk
dapat mengikat dan mengaktifkan host defenses. Bakteri dapat lolos dari host defenses
dengan memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan menyelimuti dirinya dengan
protective polysacchariderich biofilm.
Awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang. Jaringan
tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan
intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut
mengalami iskemia dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai atau infeksi tidak diobati,
osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar sendi dan sirkulasi

sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran kearah dalam akan menyebabkan infeksi
medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel.
Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai sekuester.
Sekuester akan meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru
yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini
disebut involukrum.
Manifestasi Klinik
Bentuk kronik dari osteomielitis seringkali timbul pada dewasa. Umumnya infeksi
tulang ini merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka, dan paling sering pada trauma
terbuka pada tulang dan jaringan sekitarnya. Biasanya terdapat riwayat osteomilitis
pada penderita. Nyeri tulang yang terlokalisir, kemerahan, dan drainase disekitar area yang
terkena seringkali timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sinus, fistel
atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan, deformitas, instabilitas, dan tanda-tanda dari
gangguan vaskularisasi, jangkauan gerakan, dan status neurologis . Mungkin dapat
ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar.
Penegakan Diagnosa
Diagnosis osteomyelitis berdasar pada penemuan klinis, laboratorium, dan radiologi.
Gold standar adalah dengan melakukan biopsi pada tulang yang terinfeksi untuk analisa
histologis dan mikrobateriologis
Pemeriksaan fisik sebaiknya berfokus pada integritas dari kulit dan jaringan lunak,
menentukan daerah yang mengalami nyeri, stabilitas abses tulang, dan evaluasi status
neurovaskuler tungkai.
Pemeriksaan laboratorium biasanya kurang spesifik dan tidak memberikan petunjuk
mengenai derajat infeksi. sedimentasi eritrosit (ESR) dan C-reactive protein (CRP)
meningkat pada kebanyakan pasien, akan tetapi leukosit hanya meningkat pada 35% pasien.
Terdapat banyak pemeriksaan radiologik yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi
osteomyelitis kronik; akan tetapi, tidak ada teknik satupun yang dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan diagnosis osteomyelitis. Pemeriksaan radiologik sebaiknya dilakukan untuk
membantu konfirmasi diagnosis dan untuk sebagai persiapan penanganan operatif. Radiologi
polos dapat memberikan informasi berharga dalam menegakkan diagnosis osteomyelitis
kronik dan sebaiknya merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan. Tanda dari destruksi
kortikal dan reaksi periosteal sangat mengarahkan diagnosis pada osteomyelitis.

Tomography polos dapat berguna untuk mendeteksi sequestra. Sinography dapat


dilakukan jika didapatkan jejak infeksi pada sinus. Pemindaian tulang dengan isotop lebih
berguna pada osteomyelitis akut dibanding dengan bentuk kronik. Pemindaian tulang
techentium 99m, yang memperlihatkan pengambilan yang meningkat pada daerah dengan
peningkatan aliran darah atau aktivitas osteoblastik, cenderung memiliki spesifitas yang
kurang. Akan tetapi pemeriksaan ini, memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk hasil yang
negatif,

walaupun

negatif

palsu

telah

dilaporkan.

Pemindaian

dengan

Gallium

memperlihatkan peningkatan pengambilan pada area dimana leukosit atau bakteria


berakumulasi. Pemindaian leukosit dengan Indium 111 lebih sensitif dibanding dengan
technetium atau gallium dan terutama digunakan untuk membedakan osteomyelitis kronik
dari arthropathy pada kaki diabetik.
CT scan memberikan gambaran yang sempurna dari tulang kortikal dan penilaian
yang cukup baik untuk jaringan lunak sekitar dan terutama berguna dalam identifikasi
sequestra. Akan tetapi, MRI lebih berguna dibanding CT scan dalam hal penilaian jaringan
lunak. MRI memperlihatkan daerah edema tulang dengan baik. Pada osteomyelitis kronik,
MRI dapat menunjukkan suatu lingkaran hiperintens yang mengelilingi fokus infeksi (rim
sign). Infeksi sinus dan sellulitis tampak sebagai area hiperintens pada gambaran T2weighted.
Gold standard dari diagnosis osteomyelitis adalah biopsi dengan kultur atau
sensitivitas. Suatu biopsi tidak hanya bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, akan tetapi
juga berguna menentukan regimen antibiotik yang akan digunakan.
Penatalaksanaan Osteomielitis kronik
Pemberian antibiotik Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik
semata-mata Pemberian antibiotik ditujukan untuk:

Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya


Mengontrol eksaserbasi
Tindakan operatif Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah
reda setelah pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Antibiotic yang digunakan spesifik sesuai hasil kultur yang didapat berikut regimen terapi
sesuai dengan mikroorganisme penyebab.

Operasi yang dilakukan bertujuan:

Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan


tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.Selanjutnya dilakukan

drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan

penanaman rantai antibiotik didalam bagian tulang yang infeksi


Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapaisasaran dan
mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut

Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh :

Pemberian antibiotic yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab


Dosis tidak adekuat
Lama pemberian tidak cukup
Timbulnya resistensi
Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
Antibiotic antagonis
Pemberian pengobatan supuratif yang buruk
Kesalahan diagnostic

Komplikasi
Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya infeksi dengan eksaserbasi akut.
Infeksi yang terus-menerus akan menyebabkan anemia, penurunan berat badan, kelemahan
dan amiloidosis. Osteomielitis kronik dapat menyebar ke organ-organ lain. Eksaserbasi akut
dapat dipersulit oleh efusi hebat ke dalam sendi di dekatnya atau oleh arhtritis purulenta.
Erosi terus-menerus dan kerusakan tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang yang
kadang-kadang menyebabkan fraktur patologis. Sebelum penutupan epifiseal, osteomielitis
dapat menimbulkan pertumbuhan berlebihan dari tulang panjang akibat hiperemia kronis
pada lempeng pertumbuhan. Destruksi fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat menimbulkan
pertumbuhan yang asimetrik. Jarang-jarang setelah terjadi drainase selama bertahun-tahun
pada jaringan yang terus-menerus terinfeksi timbul karsinoma sel skuamosa atau
fibrosarkoma.
Prognosis
Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan diagnosis dini
dan terapi yang agresif. Pada osteomielitis kronis kemungkinan kekambuhan infeksi masih
besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak komplitnya pengeluaran semua daerah parut
jaringan lunak yang terinfeksi atau tulang nekrotik yang tidak terpisah.

SELULITIS
Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke
dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma
dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada
anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan
tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti
bakterimia dan septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti
demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut
flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang
disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada
perbedaan yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh
Streptokokus. Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam
memberikan pengobatan.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue
Infection
Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan
Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah
Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang
jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan
ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun
hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada
imunokopromais lebih sering melalui aliran darah. Onset timbulnya penyakit ini pada semua
usia.
Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the


Condition

Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia
dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam
beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki peringkat
pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada
hubungan dengan jenis kelamin.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus,
malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat
komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara
mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik,
penyakit ginjal kronik atau hipostatik.
Gejala Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran

perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas
tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar
getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya
ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan
gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan
patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri
tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau
sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.Lokasi selulitis pada anak
biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa paling sering di ekstremitas
karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah
obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk
glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis,
endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.

Patogenesis
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan
kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk,
rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus
yang pengobatannya tidak adekuat.
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan
menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna
barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,


stapilokokus aureus)
Menyerang kulit dan jaringan subkutan
Meluas ke jaringan yang lebih dalam
Menyebar secara sistemik
Terjadi peradangan akut
Eritema lokal pada kulit

Edema kemerahan

Lesi

Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit

Gangguan rasa nyaman dan


nyeri

Gambar .Skema patogenesis

Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada
pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak
jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita
biasanya demam dan dapat menjadi septikemia.
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering
disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit
berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan
dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada
pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis
bergeser ke kiri.

Gejala dan tanda

Selulitis

Gejala prodormal
Daerah predileksi

: Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil


: Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan

genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi
: Batas tidak tegas
Penonjolan
: Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula
: Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema
: Edema
Hangat
: Tidak terlalu hangat
Fluktuasi
: Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar
pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan
juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada
selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated
cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang
membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan
Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.
Pengobatan
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM
selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam,
selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3
bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil
penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai
alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50
mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450
mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain
eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral
selama 7-10 hari.
Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat
berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan
indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat

fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah
dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.

ANALISIS SKENARIO
LENGAN BAWAHKU BERNANAH KARENA DITIUP DUKUN
Seorang pasien laki laki umur 25 tahun datang ke Poli Orthopaedi dengan luka di
lengan bawah kanan yang tidak sembuh sejak lama dan terlihat bengkok. Luka tersebut
panjang nya 1 cm dengan tepi luka berwarna kemerahan disertai bengkak, dari luka sering
keluar nanah. Luka tersebut terdapat pada lengan bawah bagian depan (ventral). Pada waktu
itu juga pasien tidak dapat menekuk ujung jari ke-2 dan ke-3 dan kulit terasa tebal disekitar
jari 2 dan 3. Luka tersebut timbul sejak 2 bulan lalu akibat kecelakaan lalu lintas, setelah
motor yang ditumpangi menabrak pohon kayu. Pasien pada waktu mengalami patah tulang
terbuka dengan panjang luka 2 cm, terlihat juga tendon yang putus. Pasien kemudian
dibawa ke dukun karena tidak berani ke dokter Puskesmas untuk diperiksa. Di dukun pasien
dirawat selama 1 minggu, dimana tiap harinya kaki pemuda tersebut dipijat dan ditiup ramuramuan.
Sekarang ini pasien merasakan lengan bawahnya masih bengkok, keluar nanah dan jika
tulang digerakkan akan terasa goyang. Setelah pemeriksaan di Poli RSUP NTB Pasien
rencananya akan di masukkan Rumah Sakit untuk dilakukan tindakan operasi pembersihan
luka.
Analisa Skenario :

Diagnosis Banding : Osteomielitis; Selulitis dan Fraktur Terbuka


Anamnesis : Riwayat kecelakaan lalu lintas 2 bulan yang lalu
Mekanisme cedera : Setelah motor yang ditumpangi menabrak pohon kayu
Pasien mengalami patah tulang terbuka dengan panjang luka 2 cm, terlihat juga
tendon yang putus. Luka di lengan bawah kanan yang tidak sembuh sejak lama dan
terlihat bengkok. Luka pada pasien harus dipastikan apakah luka yang terjadi akibat
benturan saat kecelakaan lalu lintas. Atau luka yang timbul diakibatkan tulang pasien
yang keluar dan menembus kulit sehingga menimbulkan luka. Luka pada fraktur
terbuka memiliki ciri-ciri seperti darah yang kental, kehitaman dan didapatkan
bagian-bagian berlemak berasal dari bagian tulang yang kemudian menimbulkan

luka terbuka. Tendon berfungsi untuk menghubungkan tulang dan otot, kerusakan

pada tendon dapat menimbulkan gangguan pergerakan pada pasien.


Luka tersebut panjangnya 1 cm dengan tepi luka berwarna kemerahan disertai
bengkak, dari luka sering keluar nanah. Nanah ini harus dibedakan apakah merupakan
nanah berupa pus akibat proses inflamasi (peradangan) pada selulitis atau berupa
sinus (nanah yang keluar dari tulang yang terinfeksi) pada osteomielitis. Pada kasus
ini kelompok kami mencurigainya sebagai sinus karena nanah yang keluar sering dan
berlangsungnya sudah dalam waktu yang lama. Sinus merupakan pertanda terjadinya

osteomielitis kronik.
Pada waktu itu juga pasien tidak dapat menekuk ujung jari ke-2 dan ke-3 dan kulit
terasa tebal disekitar jari 2 dan 3. Keluhan ini timbul akibat adanya gangguan
neurovascular pada pasien. Pada pasien yang mengalami fraktur, saat pemeriksaan
fisik, pemeriksaan neurovascular merupakan pemeriksaan yang penting. Pada lengan
bagian bawah atau antebrachii didapatkan 3 persarafan yaitu nervus radialis,

medianus dan ulnaris. Pada pasien ini telah terjadi kerusakan pada nervus medianus.
Pasien kemudian dibawa ke dukun karena tidak berani ke dokter Puskesmas untuk
diperiksa. Di dukun pasien dirawat selama 1 minggu, dimana tiap harinya kaki
pemuda tersebut dipijat dan ditiup ramu-ramuan. Pemijatan dan penahan dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan neurovaskuler pada pasien. Pemberian ramuan
dapat memungkin terjadinya infeksi pada pasien, karena ramuan yang diberikan oleh

dukun belum dapat dipastikan kandunggan dan manfaatnya secara klinis bagi pasien.
Sekarang ini pasien merasakan lengan bawahnya masih bengkok (angulasi), keluar
nanah dan jika tulang digerakkan akan terasa goyang. Hal ini bisa diakibatkan karena
fraktur pasien yang belum sembuh sehingga tulang pasien terasa goyang, keluarnya

nanah memungkinkan terjadinya infeksi yang sudah kronis.


Setelah pemeriksaan di Poli RSUP NTB Pasien rencananya akan di masukkan
Rumah Sakit untuk dilakukan tindakan operasi pembersihan luka. Tindakan operasi
pembersihan luka merupakan salah satu tindakan awal yang dapat diberikan pada
pasien di skenario untuk menghilangkan debris dan mengurangi nanah yang terus

keluar pada kulit pasien.


Diagnosis banding selulitis dapat disingkirkan dengan beberapa alasan : selulitis
biasanya terjadi secara akut (namun pada kasus diskenario sudah terjadi 2 bulan yang
lalu), selulitis mengenai hanya sampai lapisan subkutan (luka pada skenario
kemungkinan besar diakibatkan oleh tonjolan tulang yang keluar, sehingga infeksi
luka kemungkinan berasal dari bagian tulang, hal ini membuat kelompok kami lebih

memilih osteomielitis)
Diagnosis dari kelompok kami adalah : Osteomielitis Kronik. Hal ini didasarkan
pada beberapa alasan antara lain : pada pasien didapatkan manifestasi klinis berupa
keluarnya sinus dengan riwayat terjadinya fraktur terbuka. Gejala lainnya jika
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yang dapat timbul pada oseteomielitis kronik
antara lain : ada sinus, demam, nyeri (sulit untuk menggerakan bagian yang sakit),
ada tanda sclerosis tulang, penebalan periosteum, elevasi periosteum dan adanya
sekuesterum (hal ini bisa dilihat dari radiologi), pada laboratorium bisa didapatkan
peningkatan LED, leukositosis.

Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, cetakan ke-VII. Jakarta : Yarsif
Watampone. Hal: 133-137.
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2008
Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill: 2008

You might also like