You are on page 1of 19

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA

DENGAN MULTIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PROSES


PERSALINAN KALA I DI RUMAH BERSALIN
NGUDI SARAS JATEN KARANGANYAR
Fitria Hayu Palupi
Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar
Jl Achmad Yani No.167. Papahan, Tasikmadu, Karanganyar
Email : akbid_mitra@yahoo.co.id
ABSTRAK
Setiap melahirkan seorang wanita pasti akan mengalami kecemasan.
Akan tetapi kecemasan dapat diatasi oleh diri sendiri atau orang lain yang
mampu memenangkan, Data di RB Ngudi Saras Jaten Karanganyar pada
tahun 2011 ada 200 persalinan, 50 dirujuk (dengan diagnosa; Kala I Lama 5
%; Kala II Lama dan BBLR masing-masing 5 %; KPD dan Retensio Placenta
masing-masing 8 %; perdarahan 4 %; presentase bokong, kejang dan asfiksia
3 %). Berdasarkan pengamatan penulis, hampir semua ibu yang akan
melahirkan mengalami kecemasan baik tingkat ringan, sedang maupun berat.
Tujuan dari penelitian in adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat
kecemasan primigravida dengan multigravida dalam menghadapi proses
persalinan kala I.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yang dilakukan di Rumah Bersalin Ngudi Saras
Jaten Karanganyar, dengan jumlah populasi 20 orang primigravida dan 20
orang primigravida.
Analisis data penelitian dibedakan antara nilai kecemasan kelompok
responden primigravida dan multigravida dalam menjalani persalinan tanpa
membedakan umur, tingkat pendidikan, status perkawinan dan lama
perkawinan. Kemudian dilakukan uji beda antara nilai kecemasan kedua
kelompok sampel penelitian. Pada taraf signifikan 5 % dengan derajat
kebebasan (dk) = (N1 + N2) 2 = (20 + 20) 2 = 38, diperoleh t tabel =
2,024. Berdasarkan analisis statistik didapatkan 5%, to : tt = 8,3373 > 2,024.
Dengan demikian dikatakan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan antara
primigravida dan multigravida dalam mengahdapi persalinan kala I.
Perbedaan tingkat kecemasan antara primigravida dan multigravida
dalam proses persalinan terkait dengan pengalaman persalinan, yaitu semakin
banyak mengalami proses persalinan, tingkat kepercayaan diri semakin
meningkat, sehingga tingkat kecemasan cenderung berkurang.

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

54

PENDAHULUAN
Persalinan
merupakan
suatu hal yang alamiah bagi ibu
hamil, sehingga dalam menjalani
persalinan sangat diperlukan
kondisi kesehatan yang prima.
Kondisi yang sehat bagi ibu
bersalin
dapat
memberikan
dampak yang baik bagi ibu dan
janin. Pada saat proses persalinan
kadang ibu mengeluh merasakan
kesakitan
yang
berlebihan,
merasa kecapaian, nafsu makan
menurun, merasa takut, khawatir,
risau ataupun cemas. Keluhan
psikologis
ditandai
dengan
gejala-gejala
tingkah
laku
gelisah, sukar tidur, gugup, otot
tegang,
palpitasi
(jantung
berdebar keras) telapak tangan
dingin berkeringat, rasa tidak
aman, lekas terkejut dan banyak
mengeluh, bahkan sampai ada
yang berteriak-teriak (Sunaryo,
2004).
Keluhan-keluhan
fisiologis dan psikologis tersebut
dialami baik oleh para ibu yang
belum
pernah
mengalami
kehamilan atau baru akan
mengalami proses kehamilan
1
pertama (primigravida)
maupun
para ibu yang pernah mengalami
proses kehamilan lebih dari satu
kali (multigravida). Keluhankeluhan fisiologis dan psikologis
dapat berdampak pada proses
persalinan,
karena
otot-otot
sekitar panggul tegang, timbul
nyeri, mual ingin muntah, badan
lemas dan letih, sehingga dalam
kala pengeluaran tidak mampu
meneran (Sunaryo, 2004).
Sebagai tenaga kesehatan,
khususnya bidan yang langsung

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

menangani persalinan, perlu


mengetahui tanda dan gejala
kecemasan agar dapat memberi
asuhan yang tepat sehingga
proses persalinan dapat berjalan
lancar, ibu dan bayi selamat serta
sehat.
Fitriyani
(2006),
menjelaskan
bahwa
:
Mendampingi ibu yang akan
melahirkan memang sama halnya
dengan mengharapkan persalinan
normal bisa terlaksana. Idealnya
dokter, bidan atau petugas medis
bisa menunggui, menjaga dan
menjadi teman bagi wanita yang
hendak melahirkan dan dituntut
selalu siap memberi semangat
dan dorongan si ibu yang mulai
lelah, cekatan mengatasi kelainan
yang setiap saat bisa muncul.
Gangguan
kecemasan
ibu
melahirkan
hanya
bisa
ditenangkan oleh seseorang yang
bisa memahami perasaan dan
kekhawatirannya.
Kecemasan
hanya bisa diatasi oleh rasa
percaya diri dan itu bisa
meningkat
jika
penolong
memang benar-benar menguasai
bidangnya.
Lebih
lanjut
Fitriyani menyatakan, bahwa:
Kepercayaan pasien pada dokter
konon dapat mengenyahkan
hambatan yang besar.
Mochtar
(1998),berpendapat
bahwa
dampak kecemasan yang dialami
oleh ibu saat persalinan yaitu ibu
akan menjadi lebih lelah,
kehilangan kekuatan sehingga
dapat
mengganggu
proses
persalinan
yang
bisa
mengakibatkan salah satunya
kala I lama ataupun kala II lama.

55

Data di RB Ngudi Saras Jaten


Karanganyar pada tahun 2011 ada
200 persalinan, 50 dirujuk (dengan
diagnosa; Kala I Lama 5 %; Kala II
Lama dan BBLR masing-masing 5
%; KPD dan Retensio Placenta
masing-masing 8 %; perdarahan 4 %;
presentase bokong, kejang dan
asfiksia
3
%).
Berdasarkan
pengamatan penulis, hampir semua
ibu yang akan melahirkan mengalami
kecemasan baik tingkat ringan,
sedang maupun berat. Oleh karena
itu penulis ingin mengetahui lebih
lanjut perbedaan tingkat kecemasan
ibu
yang
mengalami
proses
kehamilan
yang
pertama
(primigravida)
dengan
tingkat
kecemasan ibu yang mengalami
proses kehamilan lebih dari satu kali
(multigravida) dalam menghadapi
proses persalinan kala I.
a. Adapun Tujuan Umum
adalah mengetahui perbedaan tingkat
kecemasan ibu yang menjalani
proses
kehamilan
pertama
(primigravida)
dengan
tingkat
kecemasan ibu yang mengalami
proses kehamilan lebih dari satu kali
(multigravida) dalam menghadapi
proses persalinan kala I dan Tujuan
Khusus adalah Mengetahui tingkat
kecemasan
pada
primigravida,
mengetahui tingkat kecemasan pada
multigravida, mengetahui perbedaan
tingkat kecemasan pada primigravida
dan multigravida.
b.
BAHAN DAN METODE
A. Tinjauan Teori
1. Persalinan
a. Pengertian
Menurut Mochtar (1998), persalinan
adalah suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi yang dapat hidup
kedunia luar (viable) dari rahim

melalui jalan lahir atau jalan lain.


Sedangkan menurut Prawiroharjo
(1999), persalinan adalah suatu
proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar.
Pengertian persalinan yang lain
menurut Liewellyn (2002) adalah
proses mendorong janin dan
plasenta keluar dari uterus oleh
kontraksi-kontraksi
miometrium
yang terkoordinasi.
Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa
persalinan
adalah
proses
pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup kedunia luar dari uterus
oleh karena adanya kontraksi
miometrium yang terkoordinasi.
b. Persiapan persalinan
Persiapan ibu dalam menghadapi
persalinan telah dimulai sejak
kehamilan dengan sebaik-baiknya,
tidak hanya dari aspek fisiologis
tetapi juga dari aspek psikologis.
Pada masa kehamilan harus
ditanamkan rasa percaya diri kepada
ibu hamil dan memberi informasi
5
apa yang harus
diketahuinya,
khususnya kepada primigravida
yang
belum
berpengalaman
melahirkan, karena ketidaktahuan,
rasa takut dan cemas dapat
menyebabkan rasa sakit yang
berlebihan pada waktu persalinan.
Dampak kecemasan yang dialami
oleh ibu saat persalinan yaitu ibu
akan
menjadi
lebih
lelah,
kehilangan kekuatan sehingga dapat
mengganggu proses persalinan yang
bisa mengakibatkan salah satunya
kala I lama ataupun kala II lama.
Seorang ibu hamil yang mengetahui
apa yang akan terjadi pada waktu
persalinan akan lebih kooperatif dan
merasakan nyeri yang lebih ringan

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

56

(Mochtar, 1998). Hal ini dapat


dilakukan pada saat Ante Natal Care
(ANC), serta didukung dengan
pemberian gizi seimbang, senam
hamil, imunisasi, merencanakan
tempat dan penolong persalinan,
persiapan perlengkapan bayi dan ibu
agar persalinan dapat berjalan
lancar.
Menurut Mochtar (1998), untuk
menghilangkan rasa cemas harus
ditanamkan
kerjasama
pasienpenolong dalam hal ini dokter atau
bidan dan diberikan penerangan
selagi hamil dengan tujuan untuk
menghilangkan
ketidaktahuan,
latihan-latihan fisik dan kejiwaan,
mendidik cara-cara perawatan bayi
dan berdiskusi tentang peristiwa
persalinan psikologis.
c. Faktor-faktor yang berperan
dalam persalinan
Faktor utama yang berperan dalam
proses persalinan adalah :
1) Kekuatan mendorong janin
keluar (power), yaitu his (kontraksi
uterus), kontraksi otot-otot dinding
perut, kontraksi diafragma, terutama
ligamentum rotundum.
2) Faktor janin (passenger) yaitu
letak, posisi janin serta besar janin.
3) Faktor jalan lahir (passage)
yaitu ukuran panggul ibu baik
ukuran panggul luar maupun dalam,
otot-otot disekitar dasar panggul
serta alat-alat kandungan itu sendiri.
Selain tiga faktor utama tersebut,
masih ada faktor lain yang tidak
kalah pentingnya, yaitu faktor
psikologis ibu dalam menjalani
persalinan. Perasaan cemas, takut
akan membuat ibu tidak tenang
dalam
menjalani
persalinan.
Disamping itu, penolong persalinan
seperti dokter, bidan atau paramedis
lainnya juga sangat berpengaruh

pada kelancaran proses persalinan,


sehingga diperlukan kerjasama,
pengertian dan kepercayaan antara
penolong dan ibu yang akan
bersalin.
Penolong
persalinan
sebaiknya memberikan empati, rasa
simpati dan kepercayaan kepada ibu
dalam persalinan.
(Liewellyn,
2002).
d. Proses persalinan
Berdasarkan pendapat Mochtar
(1998), proses persalinan terdiri dari
empat kala, yaitu :
1) Kala I atau kala pembukaan :
waktu serviks mulai membuka
sampai pembukaan lengkap (10
cm), dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase latent sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung selama 7 8 jam; dan
fase aktif pembukaan 4 10 cm,
berlangsung 6 jam. Dalam fase aktif
dibagi atas 3 subfase yaitu periode
akselerasi, berlangsung 2 jam,
pembukaan
berlangsung
cepat
menjadi 9 cm dan periode
deselerasi, berlangsung lambat
dalam waktu 2 jam, pembukaan jadi
10 cm atau lengkap.
2) Kala II atau kala pengeluaran
janin yaitu waktu pembukaan
lengkap sampai dengan bayi lahir
(pada primigravida 1,5 2 jam dan
pada multigravida kira-kira 0,5 1
jam). Pada kala pengeluaran janin,
his terkoordinir kuat, cepat dan
lebih lama kira-kira 2 3 menit
sekali. Karena kepala janin telah
turun, masuk ruang panggul
sehingga terjadi tekanan pada otototot dasar panggul yang secara
reflektoris
menimbulkan
rasa
meneran. Dan oleh karena tekanan
para rektum, maka ibu terasa seperti
mau buang air besar dan anus
tampak membuka dan perineum
meregang.

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

57

3) Kala III disebut juga kala uri,


yaitu waktu pelepasan plasenta dari
dinding uterus dan dilahirkan,
berlangsung 6 15 menit. Setelah
bayi lahir, kontraksi rahim istirahat
sebentar, uterus teraba keras dengan
fundus uteri setinggi pusat dan
berisi plasenta yang menjadi tebal 2
kali sebelumnya. Beberapa saat
kemudian timbul his pelepasan dan
pengeluaran uri atau plasenta yang
terdorong kedalam vagina dan akan
lahir spontan dengan sedikit
dorongan dari atas simfisis atau
fundus uteri. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah
kira-kira 100 200 cc.
4) Kala IV, setelah lahirnya
plasenta selama 1 2 jam perlu
diadakan pengawasan kontraksi
uterus, tanda-tanda vital dan
perdarahan.
Berkaitan dengan proses persalinan
sebagaimana dijelaskan diatas,
maka agar proses persalinan dapat
berlangsung secara lancar, ada
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan,
yaitu
tempat
persalinan
dan
suasana
lingkungannya. Tempat persalinan
sebaiknya dirancang sebagaimana
kamar tidur yang berisi sebuah
tempat tidur ukuran dobel yang
kokoh dengan kain tenun yang
berwarna lembut, kursi dan perabot,
perlengkapan medis dan resusitasi
bayi yang diperlukan disimpan rapi.
Tempat persalinan dibuat sejauh
mungkin dari suasana klinis. Ayah
dari bayi atau orang dekat lainnya
dapat tinggal bersama ibu yang
sedang bersalin untuk memberikan
dukungan. Kehadiran orang-orang
yang dicintai selama persalinan
akan
memberikan
dukungan
psikologis. Persalinan diawasi oleh

staf yang terlatih yaitu dokter atau


bidan, sehingga dapat mengurangi
perasaan cemas ibu yang akan
melahirkan dan memungkinkan
mengatasi proses persalinan secara
lebih efisien. Tempat persalinan
dilingkungan yang tenang dan bila
bayinya sudah lahir dapat segera
diberikan kepada ibunya untuk
disusui sambil merayakan kelahiran
bayi tersebut.
Selama proses persalinan ibu harus
dibuat merasa senyaman mungkin
dan diperbolehkan memilih posisi
yang ibu sukai yaitu tetap ditempat
tidur atau berjalan-jalan. Jika bagian
bawah belum masuk panggul
sebaiknya ibu tetap berada ditempat
tidur dengan berbaring setengah
duduk sehingga beban berat seluruh
uterus
tidak
menekan
aorta
desenden dan vena cava inferior dan
menghambat aliran darah ke uterus
dan aliran darah balik ke jantung
yang dapat menyebabkan bayi
menjadi
hipoksia.
Pekerjaan
penolong harus menanamkan rasa
percaya diri dan semangat kepada
ibu serta mengadakan pengawasan
dengan sebaik-baiknya.
Pada persalinan kala dua, seorang
staf medis dan suami harus
mendampingi ibu untuk membantu
memberikan dorongan, semangat
untuk meneran pada setiap kali
uterus berkontraksi dan beristirahat
disela-sela
kontraksi.
Karena
pengeluaran energi yang besar,
pengeluaran keringat yang banyak
merupakan hal yang lazim dan ibu
akan merasa lebih senang apabila
wajahnya diusap dengan kain dingin
untuk menyeka keringatnya. Pada
umumnya ibu lebih suka berbaring
setengah duduk diatas tempat tidur
dengan ditopang oleh pasangannya,

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

58

tetapi ada beberapa ibu memilih


untuk berdiri, berjongkok atau
berlutut sampai kepala janin tampak
divulva.

2. Primigravida dan Multigravida


a. Pengertian
Primigravida adalah seorang ibu
yang mengalami proses kehamilan
untuk
pertama
kali,
sedang
multigravida adalah seorang ibu
yang mengalami proses kehamilan
lebih dari satu kali
(Laksman,
2007).
b. Perbedaan antara primigravida
dan multigravida
Secara umum antara primigravida
dan multigravida memiliki tandatanda
yang
sama
yaitu
amenorea,perut
membesar,
merasakan gerakan janin, payudara
membesar dan tegang. Secara
khusus langsung adalah perut lebih
tegang, striae gravidarum livida,
payudara tegang, bagian terbawah
janin sudah turun kepintu atas
panggul pada usia kehamilan 4 6
minggu terakhir. Sedang pada
multigravida tanda-tanda kehamilan
yang tampak adalah perut longgar,
striae
gravidarum
albicans,
payudara kurang tagang dan
menggantung, penurunan bagian
terbawah janin terjadi pada saat
menjelang persalinan (Mochtar,
1998).
3. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan adalah hasil dari proses
psikologis dan fisiologis dalam
tubuh manusia yang dirasakan
sebagai reaksi terhadap bahaya yang
mungkin menimbulkan bencana,
terutama jika ada tekanan perasaan

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

atau takanan jiwa yang amat sangat


dan orang yang bersangkutan
kehilangan kendali dalam situasi
yang dialami (Ramaiah, 2003).
Kecemasan dapat terjadi pada
semua pengalaman baru seperti
masuk sekolah, memulai pekerjaan
baru, kelahiran anak/persalinan dan
sebagainya. (Kaplan dan Sadock,
1998).
Kecemasan juga suatu sinyal yang
menyadarkan,
memperingatkan
adanya bahaya yang mengancam
dan
memungkinkan
seseorang
mengambil
tindakan
untuk
mengatasi
ancaman
yang
sumbernya tidak diketahui, internal,
samar-samar atau konfliktual. Pada
tingkat yang rendah kecemasan
memperingatkan ancaman cidera
pada tubuh, rasa takut, keputusasaan
kemungkinan hukuman atau frustasi
dari kebutuhan sosial, status
seseorang
yang
akhirnya
mengancam
pada
keutuhan
seseorang. Kecemasan patologis
atau abnormal adalah respon yang
tidak sesuai terhadap stimulus yang
diberikan
berdasarkan
pada
intensitas atau durasinya.
Kecemasan harus dibedakan dengan
rasa takut yang merupakan respon
dari suatu ancaman yang asalnya
diketahui, eksternal, jelas dan bukan
bersifat konflik.
Kecemasan ibu primigravida dan
multigravida, yaitu hasil proses
psikologis dan fisiologis dalam
tubuh manusia sebagai reaksi
terhadap bahaya persalinan yang
mungkin menimbulkan bencana dan
orang
yang
bersangkutan
kehilangan kendali dalam situasi
persalinan
yang
dialami
primigravida dan multigravida.

59

b. Gejala-gejala kecemasan
Ramaiah (2003), menyatakan bahwa
gejala-gejala yang paling lazim
dialami oleh seseorang yang
mengalami kecemasan adalah :
1) Kejengkelan
umum
yang
dilanjutkan dalam bentuk rasa
gugup, jengkel, tegang dan rasa
panik yang berakibat keadaan tidak
bisa tidur, selama siang hari mudah
merasa lelah.
2) Sakit kepala dan gejala-gejala
ketegangan otot khususnya kepala
daerah
tengkuk
dan
tulang
punggung.
3) Gemeteran
seluruh
tubuh,
khususnya lengan dan tangan.
4) Aktivitas
sistem
otonomik
meningkat,
berakibat
keringat
bercucuran, khususnya ditelapak
tangan, wajah memanas dan
memerah.
Sensasi kecemasan sering dialami
oleh hampir semua manusia.
Perasaan cemas ditandai oleh rasa
ketakutan
yang
difus,
tidak
menyenangkan dan samar-samar,
seringkali disertai adanya gejala
otonomik. Kumpulan gejala tertentu
selama
mengalami
kecemasan
cenderung bervariasi dari orang satu
dengan orang lain. Kecemasan
cenderung
menghasilkan
kebingungan, distorsi persepsi yang
tidak hanya pada ruang dan waktu
tetapi pada orang serta anti suatu
peristiwa.

c. Sebab-sebab kecemasan
Penyebab
kecemasan
individu
meurut Ramaiah (2003), adalah :
1) Lingkungan mempengaruhi cara
berfikir dalam arti bahwa cara
berfikir
dipengaruhi
oleh

pengalaman yang diperoleh dari


lingkungan keluarga, sahabat, rekan
sekerja, terutama pengalaman yang
berkenaan rasa tidak aman terhadap
lingkungan.
2) Emosi yang ditekan, yaitu
kecemasan bisa terjadi karena tidak
mampu menemukan jalur keluar
dalam hubungan interpersonal,
terutama jika menekan rasa marah
atau frustasi jangka waktu lama.
3) Sebab-sebab
fisik
sebagai
interaksi antara pikiran dan tubuh
bisa menimbulkan kecemasan,
misalnya pada kehamilan, semasa
remaja dan waktu pulih dari suatu
penyakit.
4) Keturunan, yaitu kecemasan
seseorang bisa timbul dalam
keluarga yang sering mengalami
kecemasan, walaupun keterikatan
antara kecemasan seseorang dengan
keadaan keluarga tidak meyakinkan.
Terkait dengan sebab terjadinya
kecemasan
tersebut,
Syaifudin
(2002), menjelaskan bahwa episode
kehamilan juga ada hubungannya
dengan reaksi psikologis yang
dialami oleh ibu hamil, yaitu :
1) Trimester pertama sering terjadi
fruktuasi aspek emosional lebar
sehingga periode ini mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya
pertengkaran atau rasa tidak aman.
2) Trimester
kedua,
fruktuasi
emosional sudah mulai rendah,
perhatian ibu hamil telah terfokus
pada berbagai perubahan tubuh
yang terjadi selama kehamilan,
kehidupan seksual keluarga dan
hubungan batiniah dengan bayi
yang dikandungnya.
3) Trimester ketiga, berkaitan
dengan bayinya, resiko kehamilan,
proses persalinan, sehingga ibu
hamil sangat emosional dalam

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

60

upaya
mempersiapkan
atau
mewaspadai segala sesuatu yang
mungkin akan terjadi dan harus
dihadapi.
Reaksi cemas pada kehamilan
ditandai dengan rasa cemas dan
ketakutan yang berlebihan, terutama
terhadap hal-hal yang masih
tergolong wajar. Kecemasan baru
terlihat
apabila
ibu
menggungkapkannya, karena gejala
klinik yang ada sangat tidak spesifik
umpamanya tremor, berdebar-debar,
kaku otot, gelisah dan mudah lelah.
Disamping itu juga dapat timbul
gejala-gejala somatik akibat dari
hiperaktifitas otonomi misalnya
sesak nafas, rasa dingin ditelapak
tangan, berkeringat, pusing dan rasa
mengganjal pada leher.
d. Tanda dan gejala atau cara
menilai kecemasan
Menurut Aside (1998), tanda dan
gejala yang timbul pada keadaan
cemas masing-masing terdiri dari 3
fase yaitu :
1) Fase I
Keadaan jiwa atau mood yang
berfariasi dari gelisah sampai panik
yang berlangsung terus menerus
atau rekuren. Walaupun berorientasi
kedepan, rasa kuatir dan rasa takut
pasti
ada,
tetapi
umumnya
berdasarkan pengalaman pada masa
lalu. Sering kali berupaya akan halhal yang menyakitkan sebagian
besar ditekan.
Keadaan fisik tubuh mempersiapkan
diri untuk fight or flight, berjuang
untuk melawan atau melarikan diri
dari keadaan secepatnya. Pada fase
ini tubuh berasa tidak enak sebagai
akibat peningkatan sekresi hormon
adrenalin dan non adrenalin. Maka
pada fase ini akan didapatkan tanda
dan gejala sebagai berikut :

a) Tonus otot skelet meninggi,


dimaksudkan supaya lebih mudah
dan cepat berkontraksi.
b) Redistribusi sirkulasi darah,
aliran darah ke kulit, usus dan ginjal
meninggi yang disertai pula aliran
darah ke otak, jantung dan otot
meninggi.
c) Denyut jantung meningkat,
nutrisi ke saluran organ-organ tubuh
meningkat.
d) Reflek
terhadap
rangsang
meninggi, individu akan menjadi
waspada dan mampu tereaksi lebih
cepat.
e) Pemecahan glikogen dihati
meningkat untuk menyediakan
nutrisi ke jantung, otot dan otak.
Gejala kecemasan dapat berupa rasa
tegang diotot dan kelelahan,
terutama diotot-otot dada, leher dan
punggung. Pada fase ini kecemasan
merupakan mekanisme peringatan
sistem saraf yang memperingatkan
individu bahwa fungsi saraf gagal
mengolah informasi secara benar.
2) Fase II
Pada fase ini disamping gejala klinis
dari fase I, seperti gelisah,
ketegangan otot, gangguan tidur dan
kelelahan perut, maka penderita
juga mulai tidak dapat mengontrol
emosinya dan tidak ada motivasi
diri.
Labilitas
emosi
dapat
bermanivestasi mudah manangis
tanpa sebab yang beberapa saat
menjadi tertawa. Cara yang tertawa
yang sedikit atau yang tidak terlalu
keras menunjukkan tanda stress fase
II. Stres fase II ini harus dibedakan
dengan depresi endogen yang
merupakan kelainan atau penyakit
jiwa yang primer.
Pada depresi endogen, penderita
merasa lemah dan lelah terutama
diwaktu pagi hari dan umumnya

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

61

merasa sedih sehingga dapat


mendorong penderita untuk bunuh
diri.
3) Fase III
Individu dengan gejala fase I dan II
yang tidak dapat teratasi sedangkan
faktor pencetus tetap saja berlanjut,
maka akan masuk dalam fase III.
Berbeda dari gejala-gejala yang
terdapat pada fase I dan II yang
mudah terlihat kaitannya dengan
stres, gejala fase III umumnya
berupa perubahan tingkah laku dan
sering kali tidak dilihat kaitannya
dengan stres.

ringan yang tidak teratasi ditandai


dengan adanya wawasan persepsi
dirinya
terhadap
lingkungan
menjadi menurun dan sempit dan
hanya mampu memperhatikan halhal yang bersifat kecil bila dengan
perintah. Fungsi panca indra
mengalami penurunan.

Pada fase ini terlihat hal-hal sebagai


berikut :
a) Intoleransi dengan rangsang
sensoris.
b) Kehilangan
kemampuan
toleransi terhadap suatu yang
sebelumnya toleran.
c) Gangguan
reaksi
terhadap
sesuatu yang sepintas lalu terlihat
sebagai gangguan kepribadian.
e. Klasifikasi tingkat kecemasan
Klasifikasi
tingkat
kecemasan
menurut DEPKES RI Pendidikan
Tenaga Kesehatan (1990), adalah
sebagai berikut :
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan adalah tingkat
kecemasan yang terjadi pada
kehidupan normal sehari-hari .
Kondisi ini membantu individu
menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan.
Pada tahap ini kecemasan dapat
memotivasi untuk belajar dan
mengembangkan kreativitas.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang merupakan
kelanjutan dari tingkat kecemasan

3) Kecemasan berat
Wawasan
persepsi
terhadap
lingkungan sangat menurun hanya
menfokuskan hal-hal yang khusus
saja dan tidak mampu berfikir lebih
berat lagi, tidak mampu melakukan
tindakan dan harus selalu disuruh
dan diatur. Pada tahap ini
prilakunya
ditujukan
untuk
mengurangi
kecemasan.
Pada
kecemasan berat tampak tremor
pada jari-jari tangan, mata melebar
dan bibir terasa kering.
4) Panik
Serangan panik berupa manifestasi
periode-periode
jelas
dari
kecemasan dan ketakutan dan
sekurang-kurangnya terdapat empat
dari gejala-gejala dibawah ini yang
muncul pada setiap serangan : sesak
nafas,
jantung
berdebar-debar.
Nyeri atau rasa tidak enak didada,
rasa tercekik atau sesak, pusing,
vertigo atau perasaan melayang,
perasaan seakan-akan diri atau
lingkungan tak realistic, kesemutan
(parestesia), rasa aliran panas
dingin (hot and cold flashes),
berkeringat banyak, rasa akan
pingsan, menggigil atau gemetar,
merasa takut mati, takut jadi gila
atau khawatir akan melakukan
sesuatu
tindakan
secara
tak
terkendali selama serangan.
f. Respon/reaksi dari kecemasan
1) Respon
fisiologis
terhadap
cemas

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

62

Sistim
kardiovaskuler,
sistim
pernafasan, sistim neurovaskuler,
sistim
gastrointestinal,
sistim
urinaria.
2) Respon prilaku, kognitif dan
afektif
a) prilaku : gelisah, ketegangan
fisik, tremor, gugup, bicara cepat,
kurang
koordinasi,
cenderung
mendapat cidera, menarik diri dari
hubungan
interpersonal,
menghalangi/menarik
diri
dari
masalah, menghindar.
b) Kognitif : perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, pelupa, salah
dalam
memberikan
penilaian,
hambatan berfikir, bidang persepsi
menurun, produktivitas menurun,
bingung, sangat waspada, kesadaran
diri
meningkat,
kehilangan
objektivitas,
takut
kehilangan
kontrol, takut pada gambaran visual,
takut cidera atau kematian.
c) Afektif : mudah terganggu, tidak
sabar, tegang, nervus, ketakutan,
gugup dan gelisah.
g. Faktor predisposisi cemas
1) Teori psikonalitik : ansietas
(konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian)
yaitu antara id dan super-ego.
2) Teori interpersonal : ansietas
timbul dari rasa takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal.
3) Teori
prilaku
:
ansietas
merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan
seseorang
untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga : gangguan
ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga.

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

5) Kajian
biologis
:
otak
mengandung reseptor khusus yang
dapat membantu mengatur ansietas
h. Cara
menguji/menilai
kecemasan
Tambunan (2002) berpendapat ;
Untuk mengukur tingkat kecemasan
adalah kuesioner dari Analog
Anxiety Scale (AAS). Analog
Anxiety Scale (AAS), adalah
instrumen yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan yang
dikembangkan oleh Kelompok
Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ)
yang merupakan modifikasi dari
Hamilton Rating Scale For Anxiety
(HRS-A). HRS-A merupakan suatu
skala State anxietas yang standar
dan diterima secara internasional.
Penilaian AAS mencangkup 6
gejala psikis kecemasan, yaitu:
cemas, tegang, takut, insomnia,
kesulitan atau gangguan intelektual,
perasaan depresi atau sedih, dengan
rentang nilai antara 0 sampai
dengan 100. Responden diminta
untuk memberi tanda pada kertas
bergaris untuk menunjukkan tingkat
kecemasan yang dialaminya. Angka
0
(nol),
menunjukkan
titik
permulaan atau keadaan tidak
mengalami gejala sama sekali,
sedangkan angka 100 (seratus)
menunjukkan keadaan ekstrim yang
luar biasa.
Adapun 6 item pertanyaan tentang
kecemasan tersebut meliputi:
1) Cemas
Tariklah garis antara 0 100 untuk
keadaan cemas. Tanda 0 berarti
sama sekali tidak terdapat perasaan
cemas, gelisah, perasaan tidak
menentu, gugup.
Tanda pada angka 100 bila merasa
cemas yang luar biasa, atau gelisah

63

yang sangat, perasaan tidak


menentu serta gugup sehingga tidak
dapat berbuat apa-apa.

0 1

2 3 4 5 6 7 8 9 1

2) Tegang
Tariklah garis antara 0 100 untuk
tegang. Tanda 0 berarti sama sekali
tidak tegang. Tanda 100 berarti
sangat tegang, tanda-tandanya:
jantung berdebar-debar, nafas cepat
dan pendek, dada terasa sesak, perut
melilit, jari-jari gemetar, suara agak
berubah.

0 1

terganggu oleh mimpi atau tidak


nyenyak dan mudah terbangun,
serta bangun terlalu dini, dan
perasaan tidak segar waktu bangun
tidur.

2 3 4 5 6 7 8 9 1

3) Takut
Tariklah garis antara 0 100 untuk
keadaan takut. Tanda 0 berarti sama
sekali tidak ada perasaan takut.
Tanda 100 berarti merasa takut luar
biasa, takut ini dapat berupa : takut
menghadapi orang banyak, takut
pada kesendirian, takut pada hal-hal
tertentu, ataupun suatu ketakutan
yang mengambang dan tidak
spesifik (tidak jelas), menyaksikan
hasil operasi (cacat, dan lain
sebagainya).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
5) Kesulitan konsentrasi
Tariklah garis antara 0 100 untuk
keadaan kesulitan konsentrasi.
Tanda 0 berarti konsentrasi, daya
ingat, kecepatan untuk berfikir
sangat baik. Tanda 100 berarti
pelupa, kecepatan berfikir sangat
lambat,
mengambil
keputusan
lambat dan lain sebagainya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
6) Depresi
Tariklah garis antara 0 100 untuk
keadaan depresi. Tanda 0 berarti
tidak depresi (tidak sedih berat),
atau bergembira, atau keadaan yang
cukup membesarkan hati. Tanda
100 berarti sangat depresi (sangat
sedih), atau sedang sedih sehingga
mudah menangis, menyesal, nafsu
makan berkurang, gairah kerja
menurun, letih, lesu dan ingin
bunuh diri.

4) Tidak bisa tidur


Tariklah garis antara 0 100 untuk
keadaan tidak bisa tidur. Tanda 100,
berarti sulit untuk masuk tidur, tidur

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
Pemberian skor untuk tingkat
kecemasan berdasarkan atas nilai
kumulatif dari 6 item pertanyaan
tentang gejala kecemasan yang
diberikan. Nilai kumulatif dari
jawaban pertanyaan tersebut di
kelompokkan sebagai berikut:

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

64

0 1

2 3 4 5 6 7 8 9 1

Tidak ada kecemasan: Skor < 150


Kecemasan ringan: Skor 151-199
Kecemasan sedang: Skor 200-299
Kecemasan berat: Skor 300-399
Panik: Skor > 400
Subjek penelitian didalam mengisi
kuesioner apakah dengan jujur dapat
diketahui dengan menggunakan Lie
Score yang terdiri dari 15
pertanyaan yang mengungkapkan
kekurangan-kekurangan kecil yang
terdapat pada setiap orang, yang
baginya
tiada
alasan
untuk
menyembunyikannya. Subjek yang
mempunyai skore diatas 10
dinyatakan
tidak
jujur
dan
dikeluarkan dari penelitian. Skor
tinggi pada skala ini merupakan
indikator jawaban subjek atas
pertanyaan lain kurang dapat
dipercaya
kebenarannya
(Tambunan, 2002). Adapun 15
pertanyaan tersebut dapat dilihat
pada halaman lampiran 6 yaitu,
Tabel Lie Score dengan 15
pertanyaan.
i. Cara mengatasi kecemasan
Ada beberapa metode untuk
mengatasi kecemasan. Diantara
beberapa metode untuk mengatasi
kecemasan, penggunaan metode
kognitif sangat efektif dalam
mengurangi
dan
menangani
kecemasan.
Selain
intervensi
kognitif,
banyak
orang
menggunakan latihan relaksasi,
metode penelitian dan prilaku yang
sangat
membantu
dalam
mengurangi
kecemasan.
(Greenbeger & Padesky, 2004).
1) Restruksi kognitif
Restruksi kognitif merupakan cara
mengurangi kecemasan dengan
menurunkan
persepsi
tentang
bahaya atau meningkatkan rasa
percaya diri dalam hal kemampuan

untuk
mengatasi
ancaman.
Kecemasan bisa berkurang apabila
kita memeriksa bukti-bukti yang ada
dan menemukan bahwa bahaya
yang kita hadapi tidak sebesar yang
kita pikirkan. Ketika terjadi
ancaman atau bahaya, penting sekali
untuk mengetahui strategi apa yang
paling tepat untuk mengatasi.
2) Latihan relaksasi
Latihan relaksasi dapat dibagi
menjadi
metode-metode
yang
terfokus pada relaksasi fisik dan
metode-metode yang terfokus pada
relaksasi mental. Ketika secara fisik
relaks maka mental juga akan relaks
dan ketika mental relaks, fisik akan
relaks juga. Latihan relaksasi dapat
mengurangi kecemasan. Hal ini
dapat dilakukan pada otot-otot dahi,
mata, leher, pundak, punggung atas,
bisep lengan bagian depan, tangan,
perut, kaki, pinggul, paha, pantat,
dan betis. Untuk setiap kelompok
otot dibuat tegang selama 5 detik
kemudian dibuat relaks selama 10
detik sampai 15 detik. Latihan
relaksasi yang kedua adalah
pengaturan nafas yaitu untuk
mendapatkan keseimbangan oksigen
dan karbondioksida, dengan cara
mengambil nafas dan mengeluarkan
nafas panjang, sama lamanya.
Menurut observasi bahwa banyak
orang yang bernafas pendek-pendek
atau tidak teratur ketika cemas atau
tegang akan menimbulkan tidak
seimbangnya
oksigen
dan
karbondioksida didalam tubuh yang
bisa menimbulkan gejala fisik
kecemasan.
3) Metode pemikiran
Metode pemikiran juga efektif
untuk
belajar
relaksasi
dan
menangani kecemasan. Pencitraan
meliputi visualisasi secara aktif

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

65

gambaran atau peristiwa yang


tenang dan membuat relaks.
Gambaran atau peristiwa bisa
berupa tempat nyata yang terasa
aman dan membuat relaks, misalnya
bila kita membayangkan berjalan
disepanjang jalan dipegunungan
dengan pepohonan yang rindang
dengan
burung-burung
yang
berkicau dan angin sepoi-sepoi yang
lembut menyentuh kulit maka kita
akan merasa nyaman, masingmasing indera kulit maka kita akan
merasa relaksasi.
4) Mengalihkan
perhatian
(distraksi)
Metode keempat untuk mengurangi
frekuensi dan intensitas kecemasan
adalah
dengan
mengalihkan
perhatian (distraksi) yaitu perhatian
dialihkan atau sensasi fisik yang
menyebabkan kecemasan kearah
lain yang menyenangkan, indah dan
aman.
Mengalihkan
perhatian
berbeda dengan menghindari situasi.
Menghindar dari situasi dalam
jangka
panjang
sebenarnya
menyuburkan kecemasan. Untuk
mengatasi kecemasan harus belajar
untuk
melakukan
pendekatan
terhadap situasi atau sesuatu yang
kita hindari. Malakukan pendekatan
dan mengatasi berbagai situasi
merupakan suatu cara untuk
menghilangkan kecemasan.

melawan atau melarikan diri dari


keadaan secepatnya. Kedua reaksi
ini muncul karena hormon adrenalin
dan hormon kortisol. Hormon
kortisol yaitu hormon yang muncul
karena
peningkatan
hormon
oxitosin.
Pada
saat
cemas
menghadapi
persalinan
darah
banyak
mengandung
hormon
adrenalin
dan
kortisol
yang
mengakibatkan
penyempitan
pembuluh darah.
Penyempitan
pembuluh
darah
mengurangi suplai oksigen sehingga
mengakibatkan rasa nyeri yang
lebih hebat pada ibu bersalin
(Thamrin, 2008).

j. Rentang respon kecemasan


Rentang respon kecemasan dapat
digambarkan dalam rentang renspon
adaptif dan mal-adaptif. Respon
adaptif, yaitu ringan, sedang, berat.
Respon mal-adaptif berupa panik.
k. Dampak Kecemasan Terhadap
Persalinan
Saat cemas tubuh akan bereaksi
untuk fight or flight, berjuang untuk

B. Hipotesa
Ada perbedaan tingkat kecemasan
ibu yang menjalani kehamilan
pertama (primigravida) dengan
tingkat kecemasan ibu yang
menjalani kehamilan lebih dari
satu kali (multigravida) dalam
menghadapi proses persalinan
kala I.
C. Metode
Penelitian ini menggunakan jenis
observasional analitik yang
bertujuan
untuk
meneliti
hubungan antara variabel faktor
resiko dan efek (Arief Tq, 2004).
Sedang
pendekatan
observasional analitik yang
digunakan adalah cross sectional
yaitu untuk memperoleh data
yang lebih lengkap yang
dilakukan dengan cepat.
Lokasi penelitian ini September Desember 2012 di Rumah
Bersalin Ngudi Saras Jaten
Kabupaten Karanganyar.
Populasi dalam penelitian ini
adalah Populasi penelitian ini

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

66

yaitu ibu primigravida dan


multigravida yang menjalani
proses persalinan di Rumah
Bersalin Ngudi Saras Jaten
Karanganyar. Sampel dalam
penelitian ini adalah Sampel
adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Sampel
diambil dengan porposive
sampling
(non-probability
sampling) yang pengambilan
sampel didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya
(Arikunto,
2006;
Notoatmodjo, 2002).
Sampel dari penelitian ini yaitu
sebagian
dari
populasi
primigravida
dan
multigravida yang menjalani
proses persalinan di RB
Ngudi
Saras
Jaten
Karanganyar.
Arikunto (2006) menegaskan
bahwa apabila subjeknya
kurang dari 100 lebih baik
diambil semuanya. Mengacu
pendapat
tersebut,
sifat
populasi yang homogen serta
rata-rata jumlah persalinan
yang terjadi setiap bulan
dalam tahun 2011 di Rumah
Bersalin Ngudi Saras Jaten
Karanganyar yaitu 24 orang
/bulan, maka jumlah sampel
penelitian ditetapkan 20
orang primigravida dan 20
orang multigravida yang
mengalami proses persalinan.
Mengingat
keterbatasan
waktu, maka penulis hanya
meneliti selama 3 bulan yaitu
bulan Oktober- Desember

2012.
Anggota
masingmasing kelompok sampel
dipilih
ibu-ibu
yang
mengalami proses persalinan
kala I dengan jenis persalinan
normal. Setiap ibu yang
mengalami proses persalinan
kala I tersebut dijadikan
anggota
sampel
dan
kemudian diberi kuesioner
baku untuk mengukur tingkat
kecemasan.
Instrumen yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan
adalah kuesioner dari Analog
Anxiety Scale (AAS). Analog
Anxiety Scale (AAS), adalah
instrumen yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan
yang
dikembangkan
oleh
Kelompok
Psikiatri
Biologi
Jakarta (KPBJ) yang merupakan
modifikasi dari Hamilton Rating
Scale For Anxiety (HRS-A).
HRS-A merupakan suatu skala
State anxietas yang standar dan
diterima secara internasional.
Subjek
penelitian
didalam
mengisi kuesioner apakah dengan
jujur dapat diketahui dengan
menggunakan Lie Score yang
terdiri dari 15 pertanyaan yang
mengungkapkan
kekurangankekurangan kecil yang terdapat
pada setiap orang, yang baginya
tiada
alasan
untuk
menyembunyikannya.
Subjek
yang mempunyai skore diatas 10
dinyatakan tidak jujur dan
dikeluarkan dari penelitian. Skor
tinggi pada skala ini merupakan
indikator jawaban subjek atas
pertanyaan lain kurang dapat
dipercaya kebenarannyaAnalisis
Data.
Sugiyono,
2006
berpendapat : Statistik parametrik

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

67

t=

yang digunakan untuk menguji


hipotesis komparatif dua sampel
independen. Rumusan t-test yang
digunakan
untuk
menguji
hipotesis komparatif dua sampel
independen ditunjukkan pada
rumus :
X1 - X 2
2

S1 S 2
+
n1 n2
Dimana :
X 1 : Rata-rata sampel 1 (ibu
primigravida)
X2
: Rata-rata sampel 2 (ibu
multigravida)
n1 : Jumlah sampel 1 (ibu
primigravida)
n2 : Jumlah sampel 2 (ibu
multigravida)
2
S1 : Varian sampel 1 (ibu
primigravida)
2
S1 : Varian sampel 2 (ibu
multigravida)
Langkah-langkah
analisis
data
penelitian adalah sebagai berikut
:
1. Melakukan
scoring
dan
tabulating jawaban kuesioner
primigravida
dan
multigravida. Skor jawaban
kuesioner primigravida diberi
kode 1 dan multigravida
dengan kode 2.
2. Menghitung nilai rata-rata
(Mean) dan nilai simpangan
baku (Standard Devisiasi)
skor
jawaban
kuesioner
primigravida
dan
multigravida.
3. Menghitung angka koefisien
atau nilai student - t.
4. Menentukan
derajad
kebebasan dengan rumus d.k.
= (N1 + N2) -2.

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

5. Mengambil keputusan dengan


cara membandingkan nilai t
hasil perhitungan atau harga t
dengan nilai t dalam tabel
berdasarkan d.k dan taraf
signifikan 5 %. Bilamana t
hasil perhitungan atau harga t
lebih besar dari t dalam tabel
maka hipotesis nol ditolak
dan
hipotesis
alternatif
diterima yang artinya ada
perbedaan antara tingkat
kecemasan
primigravida
dengan multigravida; atau
sebaliknya bilamana t hasil
perhitungan lebih kecil dari t
dalam tabel maka hipotesis
nol diterima dan hipotesis
alternatif ditolak yang artinya
tidak ada perbedaan antara
tingkat
kecemasan
primigravida
dengan
multigravida.
Menyimpulkan
berdasarkan
keputusan tentang penerimaan
atau penolakan hipotesis nol atau
hipotesis alternatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai jawaban kuesioner
sebagai nilai kecemasan subjek
penelitian, yaitu primigravida dan
multigravida dianalisis dengan
menggunakan teknik statistik uji
beda sampel dengan uji t. Dalam
hal ini uji t berfungsi untuk
membandingkan perbedaan mean
nilai kecamasan antara kelompok
primigravida dan multigravida
dalam persalinan.
Analisis data penelitian
dibedakan antara nilai kecemasan
kelompok
responden
primigravida dan multigravida
dalam menjalani persalinan tanpa
membedakan
umur,
tingkat

68

pendidikan, status perkawinan


dan lama perkawinan. Kemudian
dilakukan uji beda antara nilai
kecemasan kedua kelompok
sampel penelitian. Data nilai
kecemasan
masing-masing
anggota kelompok disajikan
dalam tabel kelompok responden
primigravida dan tabel kelompok
responden multigravida.
Distribusi
nilai
kecemasan kelompok responden
primigravida disajikan dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Nilai
Kecemasan
Kelompok
Responden Primigravida
No. Skore
Jumlah
Persentase
Responden
(%)
1
200
2
10
2
220
3
15
3
230
1
5
4
240
5
25
5
250
2
10
6
260
3
15
7
280
1
5
8
300
1
5
9
320
1
5
10
340
1
5
Total
20
100
Sumber : Data Primer 2012
Distribusi
nilai
kecemasan kelompok responden
multigravida disajikan dalam
tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Nilai


Kecemasan
Kelompok
Responden Multigravida
No. Skor Jumlah
Persenta
e
Responde se (%)
n

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

1
2
3
4
5
6
7

150
1
5
155
1
5
160
5
25
170
2
10
180
3
15
190
6
30
200
2
10
Tota
20
100
l
Sumber : Data Primer 2012
Hasil perhitungan uji t
(perhitungan terlampir pada
lampiran 10) adalah sebagai
berikut:
Pada taraf signifikan 5 %
dengan derajat kebebasan (dk)
= (N1 + N2) 2 = (20 + 20) 2
= 38, diperoleh t tabel = 2,024
Berdasarkan analisis statistik
didapatkan 5%, to : tt = 8,3373 >
2,024
Berarti signifikan, sehingga
hipotesis nol ditolak, hipotesis
alternatif diterima.
Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui
perbedaan
tingkat
kecemasan ibu yang menjalani
proses
kehamilan
pertama
(primigravida)
dan
ibu
yang
menjalani proses kehamilan lebih
dari satu kali (multigravida). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan tingkat kecemasan antara
keduanya.
Berdasarkan
kriteria
tingkat kecemasan, nilai rata-rata
(mean) kecemasan dari kedua
kelompok menunjukkan bahwa nilai
rata-rata
kecemasan
kelompok
primigravida yaitu 250,50 termasuk
dalam
kategori
mengalami
kecemasan sedang dan untuk
kelompok multigravida dengan nilai
rata-rata kecemasan yaitu 176,25
termasuk
kategori
mengalami
kecemasan ringan.

69

Hasil penelitian tersebut


Berkenaan
dengan
hal
sesuai dengan pendapat Kaplan dan
tersebut setiap petugas Rumah
Sadock (1998) bahwa kecemasan
Bersalin
Ngudi
Saras
Jaten
dapat terjadi pada pengalaman baru,
Karanganyar
sebagai
Rumah
seperti kehamilan, kelahiran anak
Bersalin swasta, telah memahami
atau persalinan. Hal ini berarti bahwa
kondisi perasaan para ibu yang akan
kelompok ibu yang mengalami
menjalani
persalinan.
Mereka
kehamilan baru pertama kali
berusaha memberikan pelayanan
(primigravida)
dan
mengalami
untuk mengurangi rasa cemas dengan
kecemasan yang lebih tinggi
cara menemani sambil memberikan
merupakan hal yang wajar dan biasa
bimbingan dan konseling serta
terjadi. Sedang bagi ibu yang
dorongan moril agar para ibu
menjalani kehamilan lebih dari satu
tersebut memiliki rasa percaya diri
kali (multigravida) dan mengalami
dan kesiapan mental.
kecemasan ringan juga merupakan
hal yang wajar atau biasa terjadi.
SIMPULAN DAN SARAN
Perbedaan tingkat kecemasan
A. Simpulan
antara primigravida dan multigravida
Berdasarkan hasil analisis data
dalam proses persalinan terkait
ada
perbedaan
tingkat
dengan pengalaman persalinan, yaitu
kecemasan antara primigravida
semakin banyak mengalami proses
dan multigravida yang menjalani
persalinan, tingkat kepercayaan diri
proses persalinan di Rumah
semakin meningkat, sehingga tingkat 41
Bersalin Ngudi Saras Jaten
kecemasan cenderung berkurang. Hal
Karanganyar.
Kelompok
ini
dialami
oleh
kelompok
primigravida
nilai
rata-rata
multigravida. Sedang kelompok
kecemasannya
250,50,
primigravida
yang
belum
sedangkan
kelompok
mempunyai pengalaman persalinan
multigravida menunjukkan nilai
dimungkinkan tingkat kepercayaan
rata-rata kecemasannya 176,25.
diri kurang, sehingga cenderung
Sehinga dapat disimpulkan
mengalami
rasa cemas
lebih
bahwa kelompok primigravida
besar/lebih tinggi.
menunjukkan tingkat kecemasan
Perbedaan tingkat kecemasan
lebih tinggi dibanding dengan
antara kelompok primigravida dan
kelompok multigravida.
multigravida terkait dengan reaksi
psikologis sebagaimana pendapat
B. Saran.
Saifudin (2002), bahwa reaksi
1. Bagi
tenaga
kesehatan,
psikologis yang dialami oleh ibu
khususnya
para
bidan
hamil pada trimester III berkaitan
hendaknya
selalu
dengan bayinya, resiko kehamilan,
memberikan
informasi
proses persalinan ibu hamil sangat
persalinan dan dukungan
emosional
dalam
upaya
moril kepada ibu yang
mempersiapkan atau mewaspadai
menjalani persalinan agar
segala sesuatu yang mungkin akan
mampu
meningkatkan
terjadi dan harus dihadapi.
kepercayaan
diri,
mempunyai rasa aman,

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

70

tenang
sehingga
dapat
mengurangi kecemasan.
2. Bagi
ibu-ibu
hamil,
khususnya
primigravida
agar tidak segan-segan
menanyakan hal-hal yang
berhubungan
dengan
persalinan kepada tenaga
kesehatan, misalnya dokter
atau
bidan
untuk
mengurangi rasa cemas.
Demikian
pula
kepada
multigravida yang sudah
mempunyai
pengalaman
persalinan agar dapat tetap
meningkatkan rasa percaya
diri.
3. Bagi keluarga pasien, baik
ibu primigravida maupun
ibu multigravida diharapkan
mendampingi ibu pada saat
menjalani proses persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief

Tq. Mochammad. 2004.


Pengantar
Metodologi
Penelitian
Untuk
Ilmu
Kesehatan. Klaten : The
Community Of Self Help
Group Forum. Halaman 9
10.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur


Penelitian
:
Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta. Halaman 26
7.
Aside. 1998. Tanda-Tanda Gejala
Kecemasan. Jakarta. Pustaka
Populer Obor. Halaman 24
6.
Anonim. 1990. Pendidikan Tenaga
Kesehatan. DEPKES RI.
Jakarta. Halaman 90 2.

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

Fitriyanti. T. 2012. Kebutuhan Psikis


Ibu
Saat
Persalinan.
www.pikiran.rakyat.20/05/20
012.
Greenberger. Dennis & Padesky,
Cristine A. 2004. Manajemen
Pikiran Terjemahan Yosep
Bambang Margono. Bandung
: Kaifa Mizan Pustaka.
Halaman 33 4.
Joni. Raka. 1998. Pengukuran dan
Penilaian
Pendidikan.
Malang : IKIP Malang Press.
Kaplan dan Sadock. 1998. Sinopsis
Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Prilaku Psikiatri Klinis. Alih
Bahasa
oleh
Widjaja
Kusuma. Editor I. Made
Wiguma S. Jakarta : Bagian
Psikatri Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti. Halaman
251 5.
Laksman Hendra T. 2007. Kamus
Kedokteran.
Djambatan.
Universitas
Indonesia.
Halaman 142.
Liewellyn. Derek Jones. 2001.
Dasar-Dasar Obstetri &
Ginekologi. Alih Bahasa
Hardyanto.
Jakarta
:
Hipokrates. Halaman 50 62.
Mochtar. R. 1998. Sinopsis Obstetri
Fisiologi Patokologi. Jilid I,
Edisi 2. Jakarta. Halaman 215
28.
Prawiroharjo.
S.
1999.
Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Bina
Pustaka
Sarwono
Prawiroharjo
Fakultas
Kedokteran UI. Halaman 171
8.

71

Ramaiah. S. 2003. Kecemasan :


Bagaimana
Mengatasi
Penyebabnya.
Jakarta
:
Pustaka
Populer
Obor.
Halaman 31 5.
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku
Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan
Neotanal. Jakarta : JNPKKR.
Halaman 89 90.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk
Penelitian.
Alfabeta.
Bandung. Halaman : 1 6.
Sunarjo. 2004. Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Halaman 146 50.
Surakhamad.
Winarno.
1998.
Pengantar Penelitian Ilmiah :
Dasar,
Metode,
Teknik.
Bandung
:
TARSITO.
Halaman 136 8.
Tambunan Ronilda. 2002. Hubungan
Stresor Psikososial Dengan
Anxietas Pada Mahasiswa
Program Studi Kebidanan
Jalur Reguler di Magelang.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Fakultas
Kedokteran.
Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. Halaman 17
Thamrin Ryan. 2012. Pelampiasan
Marah. Wanita Indonesia.
www.pikiran.rakyat.20/05/20
12

MATERNAL VOLUME 8 EDISI APRIL 2013

72

You might also like