Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
“Refleksi Pengembangan Kompetensi Keguruan di Indonesia”
Belajar menjadi solusi tanpa terlibat emosi,
Menjadi guru dengan cara yang ikhlas akan memberi tabir kebermaknaan hidup yang lebih hakiki
…Seperti mentari engkau menyinari, dalam temaram keraguan dan kejahilan
Engkau tak pernah berhenti tuk mengabdi demi sebuah tuntutan profesi suci demi sebuah panggilan hati
Engkau yang sejati selalu di hati, di sanubari tuk hadirkan sebuah torehan perjalanan suci pencarian jati diri
Kau yang berjasa demi sebuah misi jayanya suatu negeri…
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita ilmu serta
pemahaman akan keilmuan yang kita miliki sehingga semoga kita termasuk salah satu
daripada golongan yang mendpatkan naungan rido-Nya saat di Mahsyar nanti. Dengan
ilmu pula dapatlah kita mengerti akan apa yang selama ini di ajarkan dan pelajaran yang
kita pelahari daripada bersumber kepada apa yang sudah diturunkan-Nya lewat tangan
suci Ruuh al-Amin yang disebarluaskan serta disyarahi dengan hadits Nabi Muhammad
SAW. Tentunya semuanya tidak akan pernah berarti apa apa tanpa peran strategis
seseorang yang kerap kali dilupakan atau terlupakan zaman sehingga namanya pun hanya
diabadikan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW yang
telah mengajarkan kita banyak hal tentang arti sebuah kebenaran, tentang arti serta makna
akan sebuah hidup dan kehidupan serta bagaimana seharusnya kita hidup dalam kehidpan
ini. Semoga dengan meyakini serta mempelajari dan mengamalkan segala ajaranya kita
bisa senantiasa berada atau ditempatkan dalam barisan antrian ahl al-jannah wa al-
maghfiroh. amin way a mujiba as-saailin.
“No teacher, no education and so no civilization” begitulah kurang lebih ungkapan yang
sangat sering sekali digemakan oleh Ho Chi Minh, seorang konseptor dan negarawan
Vietnam yang telah meletakan misi pembangunan negara pada sektor pendidikan, padahal
negara Vietnam termasuk negara shopisticated yang begitu konsen dan serius dalam
memperhatikan nasib dan kesejahteraan guru. Akan tetapi Indonesia, sebuah negeri besar
yang sangat banyak anehnya dengan segala keanehannya, terutama tentang apresiasinya
terhadap guru. Guru yang telah lahir dari goresan – goresan kapurnya dokter terkenal,
serta lain sebagainya. Padahal di negeri ini tidak ada orang besar tanpa partisipasi guru.
Pun ketika orang dimaksud telah memperoleh gelar atau jabatan dalam berbagai bidang
atau sektor yang digelutinya.
Soal apresiasi terhadap guru, sikap masyarakat termasuk para pemimpin di negeri ini
jangan disandingkan dengan masyarakat dan para pemimpin negara lain yang makmur
seperti; Jepang dan Amerika. Hirohito –kaisar jepang- sesaat setelah Hiroshima dan
Nagasaki diluluh lantakkan sekutu dengan bom atom, langsung dia menghitung berapa
banyak guru yang masih tersisa dan selamat dari terjangan bom. Jangan pula
disandingkan dengan Jhon F. Kennedy pada saat ia menjadi presiden USA ia langsung
geram dengan mempertanyakan kualitas belajar di dalam kelas, sesaat setelah
diluncurkannya satelit pertama Sputnik I oleh Uni Soviet pada oktober 1957.
Rendahnya apresiasi terhadap guru juga terlihat dalam dimensi psikologinya. Mungkin
hanya Indonesia sebagai satu – satunya negara yang memiliki banyak istilah pejorative
bagi guru yang secara ontologis mengurangi derajat guru itu sendiri sebagai sosok yang
seperti biasanya baik sebagai “tuhan” ataupun juga sebagai juru bicara Tuhan.
Pun demikian, ketika berbicara tentang rendahnya apresiasi terhadap profesi yang satu
ini, maka tentunya akan menjadi sendatan-sendatan tersendiri bagi pengembangan
kompetensi profesi keguruan walaupun memang secara implicit maupun eksplisit pola
pengembangan kompetensi profesi keguruan dikembalikan kepada tiap individu guru
tersebut, namun jika tidak ada pendorong terutama dari pihak pemerintah -sebagai
pemegang otoritas kekuasaan dalam mengemban amanat konstitusi untuk ikut serta
mencerdasakan banga seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945- lantas akan
bagaimana nasib pendidikan bangsa ini.
Dalam bahasan makalah kali ini kami akan coba suguhkan beberapa pembahasan yang
tentunya berkaitan erat dengan pengembangan kompetensi keguruan yang sudah menjadi
kewajiban kami sebagai kelompok delapan pada mata kuliah Etika Profsi Keguruan yang
sedang kami geluti dengan bimbingan dari Ibunda Dra. Hj. Suniti, M.Pd yang tidak
lelahnya membimbing kami untuk terus berusaha menjadi guru professional. Sedikit
banyaknya makalah ini, terlepas dari sempurna atau tidaknya hanya ini yang terbaik yang
bisa kami sampaikan. Hadanallaha wa iyyakum ‘ajmain.
BAB II
PEMBAHASAN
“Pengembangan Kompetensi Keguruan”
Di“gugu” dan di“tiru” begitulah sekiranya kata-kata yang mampu saya ungkapkan ketika
terbaca kata-kata atau terdengar ucapan “guru”. Guru bukan saja didefinisikan sebagai
seseorang yang mengajarkan kita banyak hal akan tetapi jauh daripada hal tersebut, guru
sering kali diartikan sebagai seseorang yang selayaknya seperti diposisikan pada posisi
“tuhan”. Guru selalu benar atau seperti di paksa untuk selalu bertindak benar, guru selalu
bisa atau dipaksa untuk selalu bisa sehingga tak elaknya posisi guru sama sejajar atau
bahkan selalu disejajarkan dengan posisi “tuhan” dalam konteks masyarakat yang
demikian.
Dalam konteks lain guru adalah juru bicara Tuhan (Allah) sebab dalam sebuah presfektif
guru sebagai orang berilmu dan mempunyai ilmu tepatnya mendapatkan legitimasi
sebagai pewaris para nabi1 yang sudah diakui baik secara de faco maupun de jure tentang
legitimasi tersebut. Tentunya sebagai juru bicara Tuhan, guru bukan saja dituntut able dan
kompeten dalam profesi yang digelutinya, akan tetapi dituntut untuk mampu
menjabarkan, membumikan seta mengimplementasikan segala apa yang disampaikannya
terhadap para khalifah fil ardhi ini seperti apa yang memang seperti itulah makna dasar
dia disatu sisi sebagai juru bicara Tuhan serta disisi lain sebagai khalifah itu sendiri.
artinya posisi dan fungsi utama guru adalah bagaimana dia benar – benar menjadi
khalifah fil ardhi2 secara total (kaffah)3.
“Lantas apa hubungannya dengan bahasan kita kali ini?” mungkin pertanyaan tersebut
cukup pantas muncul sampai saat ini setelah pengantar tersebut di atas. Tentu sangat
jelas, mengeja motivasi pada kalimat di atas tentunya akan membangun motivasi serta
mendorong guru untuk bersikap dan berkarakter progressive sehingga muncul harapan
apabila pola pendidikan yang dikonstruk demikian akan menumbuh kembangkan
peremajaan bangunan pendidikan Indonesia yang saat ini mulai rapuh4.
1
Hadits Nabi
2
Lihat Qs. Al Baqoroh ayat 30 - 32
3
Lihat Revolusi Peradaban Prof. Dr. Cecep Sumarna, M.Ag
4
Pernah disampaikan pada makalah mandiri pemakalah tentang “Guru Idaman Anatara Harapan dan
Tantangan” tentang gambaran kondisi guru dalam bingkai sejarah bangsa Indonesia.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa
yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa
sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya
semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata
lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan
gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah
masyarakat.
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian.
Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa5.
Sebagai makhluk sosial, guru diharapkan mengelola interaksi multi arah baik dalam
proses belajar-mengajar maupun pergaulan di masyarakat. Apalagi pemberlakuan School
Based Management, partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsure utama dalam
menentukan kemajuan sekolah. Di sinilah guru diharapkan dapat menjalin hubungan yang
harmonis dengan masyarakat. Bukan sebagai guru “sekolah” saja namun harus menjadi
guru “masyarakat”.
5
file:///F:/pampLets/Tugas%20dan%20Peran%20Guru.htm
”ditiru” sehingga keteladan dalam pikiran, ucapan, dan tindakan merupakan potret guru
masa depan.
Sebagai makhluk beragama, sudah barang tentu menempatkan guru sebagai pribadi yang
secara conditio sine qua non, harus beriman dan bertakwa kepada Sang Pencipta.
Pentingnya peningkatkan iman dan takwa didasari atas hakikat manusia sebagai makhluk
Tuhan dan saratnya beban yang harus ditanggung guru dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sudah kita banyak bicarakan dalam setiap temu muka diskusi kita baik secara
langsung ataupun tidak, disadari atau tidak sudah dapat kita ketahui bersama
sebenarnya tentang konsep sebuah profesionalisme guru yang tentunya pada
presfektif kita mempunyai sfesifikasi tersendiri sehingga seorang guru dikatakan
profesional serta layak dsebut sebagai seorang guru yang professional. Sama halnya
dengan yang di ungkapkan oleh Ornstein dan Levine juga oleh Peter Blau dan W.
Richardo Scott tentang konsepsi profesionalisme keguruan6 yang kemudian juga bisa
6
Lihat Prfesi Keguruan Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc
kita temui dalam amanat UU RI No. 14 tahun 2005 pada bab III tentang Prinsip
Profesioalitas tepatnya pada pasal 7 ayat 1a, 1b, 1c, 1d, 1e, 1f, 1g, 1h, 1i dan ayat 27.
Dengan demikian, atas dasar tersebut dapatlah kita ketahui sebuah jabatan profesi
tentang guru haruslah bena-benar memang melewati dan melalui proses pendidikan
khusus untuk profess guru seperti dengan jenjang pre service education dalam bentuk
PGSD/MI, IKIP, FKIP dan lain sebagainya sebab sebenarnya pada hakikatnya
sungguh tidak mudah untuk menjad guru yang professional tersebut.
2. Kompetensi Profesional
Kemampuan profesionalisme seorang guru meliputi beberapa hal sebagai berikut :
a. menuasai landasan pendidikan seperti dengan mengenal tujuan pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, mengenal fungsi sekolah dalam
7
UU RI No. 14 tahun 2005
8
Lengkapnya lihat Menjadi Guru Profesional Drs. Moh. Uzer Usman
Kualitas guru belakangan ini banyak diragukan oleh berbagai kalangan masyarakat.
Persoalan-persoalan yang menyangkut generasi muda selalu dikaitkan dengan kualitas
guru yang pernah mendidiknya. Jika ada siswa tawuran, narkoba, brutal, guru yang
pertama disalahkan. Oleh karena itu pemerintah telah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme guru sesuai dengan amanat
perundang-undangan guru dan dosen. Berbagai upaya ini antara lain adalah dengan
melakukan pelatihan, peningkatan pendidikan bergelar, sertifikasi, dan pemberian
tunjangan profesi guru (sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Majalah Suara
Guru edisi khusus Hari Ulang Tahun PGRI ke-63). Hal ini sebenarnya merupakan
bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan citra para guru di
hati masyarakat.
Tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas belajar wajib dilakukan oleh guru.
Kegiatan ini tercermin dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru akan lebih baik jika ditulis dalam bentuk karya
tulis PTK. Selain untuk memperbaiki kualitas belajar siswa, memperbaiki kualitas
pengajaran guru, juga melatih guru untuk berpikir ilmiah. Tujuan yang bagus ini tidak
didukung oleh semua guru, lantaran mereka merasa kesulitan menyusun karya tulis,
merasa tidak mampu, namun juga tidak mau belajar.
Guru memang profesi yang mulia, kepribadiannya pun juga harus mulia. Walaupun
masih ada oknum guru yang menentang hukum. Bahkan berita-berita di koran sering
memuat tindak asusila yang dilakukan oleh oknum guru. Guru yang semula harus
menjadi panutan akhirnya menjadi bahan hinaan masyarakat. Guru yang seperti inilah
yang mencoreng citra guru.
Upaya pemerintah
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru sudah dilakukan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Kegiatan tersebut, antara lain: berbagai bentuk pelatihan,
seminar untuk guru-guru mulai dari tingkat gugus hingga tingkat nasional sering
diselenggarakan. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru.
Harapannya para guru memperoleh wawasan yang luas dalam mengembangkan
karirnya sehingga ilmu-ilmu yang diperolehnya mampu diterapkan di tempat ia
bekerja. Guru tidak statis, selalu memperoleh dan mengembangkan ilmunya.
Ajang bergengsi untuk guru juga digelar setiap tahun di antaranya lomba keteladanan
guru, keteladanan kepala sekolah, lomba keberhasilan guru, dan sejenisnya. Dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat kompetisi tersebut akan mendorong guru untuk
meningkatkan kualitasnya, selalu berinovasi, memberikan semangat dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga kompetensi guru benar-benar teruji diajang
perlombaan tersebut.
Fasilitas untuk belajar mengajar yang diberikan pemerintah juga merupakan sarana
untuk meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran. Fasilitas tersebut akan sangat
membantu guru dalam menjalankan tugasnya seperti gedung sekolah, alat peraga,
buku-buku, bea siswa, dan sebagainya. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila
pembelajaran berlangsung dengan optimal. Pembelajaran akan optimal apabila sarana
dan prasarana tercukupi. Oleh karena itu fasilitas belajar mengajar sangat urgen
keberadaannya.
dunia pendidikan. Harus diakui bahwa seorang guru yang telah mendapat sertifikat
dalam proses sertifikasi harus mampu menunjukkan kinerja lebih optimal. Benarkah
sudah demikian? Sebuah pertanyaan yang patut untuk ditindakkritisi dengan
merumuskan seperangkat instrumen penilaian untuk menilai kinerja guru yang sudah
tersertifikasi.
Bagi sementara guru, menghadapi perubahan yang cepat dalam pendidikan dapat
membawa dampak kecemasan dan ketakutan. Perubahan dan pembaharuan pada
umumnya membawa banyak kecemasan dan ketidak-nyamanan. Implikasi perubahan
dalam dunia pendidikan, bukan perkara mudah, karena mengandung konsekwensi
teknis dan praksis, serta psikologis bagi guru. Misalnya perubahan kurikulum, atau
perubahan kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekedar perubahan struktur dan
isi kurikulum. Atau sekedar perubahan isi pembelajaran. Tetapi perubahan yang
menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya perubahan karakter,
mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran.
Sebagaimana dikenal istilah quantum teaching, quatum learing, dan enjoy learning
dalam praktek pembelajaran di sekolah, hakekatnya mengembangkan suatu model dan
strategi pembelajaran yang efektif dalam suasana menyenangkan dan penuh makna.
Guru efektif berarti guru demokratis. Guru demokratis biasanya memilih metode
pembelajaran dialogis. Guru dan murid secara bersama-sama sebagai subyek dalam
proses belajar. Proses belajar menjadi proses pencarian bersama. Proses itu dalam
kelas dilaksanakan dengan suasana menyenangkan dan saling membutuhkan. Untuk
mencapai kondisi pembelajaran seperti itu, membutuhkan adanya gerakan
pembaharuan pembelajaran. Dari pembelajaran tradisional-statis/monoton ke
pembelajaran aktif-kreatif dan menyenangkan. Menurut Paulo Freire pembelajaran
statis dan tradisional berupa pembelajaran "gaya bank". Secara sederhana Freire
menyusun antagonisme pembelajaran "gaya bank" seperti ini: guru mengajar - murid
belajar; guru tahu segalanya - murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir - murid
dipikirkan; guru bicara - murid mendengarkan; guru mengatur - murid diatur; guru
memilih dan memaksakan pilihannya - murid menuruti; guru bertindak - murid
membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru; guru memilih apa
yang akan diajarkan - murid menyesuaikan diri. Dalam pandangan Paulo Freire,
pendidikan "gaya bank", murid menjadi obyek penindasan pendidikan. Pendidikan di
mana guru tidak memerdekakan peserta didik.
Guru sebagai factor menentukan mutu pendidikan. Karena guru berhadapan langsung
dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru mutu
kepribadian mereka dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru kompeten, tanggung
jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi.
Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa kurikulum dan system pendidikan yang
ada, tanpa didukung kemampuan guru, semuanya akan sia-sia. Guru kompeten dan
efektif, tanggungjawab utamanya mengawal perkembangan peserta didik sampai
suatu titik maksimal. Tujuan akhir seluruh proses pendampingan guru adalah
tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh9.
9
Drs Anton Sunarto MPd : Homepage Pendidikan Network Kompetensi Pendidikan Efektif
10
Lengkap lihat Profesionalisme Keguruan Dras. A. Samana, M.Pd
BAB III
PENUTUP - KESIMPULAN
Lantaran sarat akan muatan idealis, menjadikan guru sebagai “ujung tombok” ketika ada
kompleksitas permasalahan membutuhkan daya, cipta, rasa, dan karsa. Padahal
sebenarnya, dunia pendidikan yang dihadapkan guru adalah hal-hal yang riil dan bersifat
aktual sehingga segala fenomena yang berkembang dalam dunia pendidikan merupakan
peluang dan tantangan bagi guru.
Begitu sangat urgen nya peran strategis seorang guru sehingga tak akan terlahir seorang
dokter tanpa pendidikannya, tak akan terlahir seorang insiPerkembangan dunia
pendidikan dewasa ini begitu cepat. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi -
(semakin merapatnya dunia menjadi satu, tanpa batas dan tanpa sekat waktu).
Perkembangan cepat itu perlu diimbangi kemampuan pelaku utama pendidikan dalam hal
ini Guru. Kemampuan professional dan ketrampilan mereka perlu ditingkatkannyur tanpa
polesan kapurnya, tak akan terlahir seorang profesor tanpa petuah – petuahnya.
Secara garis besar dapat disebut bahwa karena tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
serta tekhnologi yang selalu mengalami perkembangan dan justeru iramanya yang
semakin lama semakin cepat, maka agar peran guru dalam pengajarannya tetap bermutu
dan up to date dalam membimbing belajar siswa, maka wajib hukumnya bagi guru
tersebut untuk belajar dalam banyak hal yang terkait dengan pengajaran secara
berkesinambungan.
Tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas belajar wajib dilakukan oleh guru.
Kegiatan ini tercermin dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan guru akan lebih baik jika ditulis dalam bentuk karya tulis PTK. Selain
untuk memperbaiki kualitas belajar siswa, memperbaiki kualitas pengajaran guru, juga
melatih guru untuk berpikir ilmiah. Tujuan yang bagus ini tidak didukung oleh semua
guru, lantaran mereka merasa kesulitan menyusun karya tulis, merasa tidak mampu,
namun juga tidak mau belajar.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Kegiatan tersebut, antara lain: berbagai bentuk pelatihan, seminar untuk
guru-guru mulai dari tingkat gugus hingga tingkat nasional sering diselenggarakan. Hal
ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru. Harapannya para guru memperoleh
wawasan yang luas dalam mengembangkan karirnya sehingga ilmu-ilmu yang
diperolehnya mampu diterapkan di tempat ia bekerja. Guru tidak statis, selalu
memperoleh dan mengembangkan ilmunya.
REFERENCE