You are on page 1of 5

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

Pendahuluan
Sikap keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan
atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga
dilandasi oleh pendalaman pengartian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama
yang dianutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan
sekedar ikut-ikutan. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini, kami akan membahas
mengenai perkembangan jiwa beragama pada masa dewasa.
I. Pengertian Dewasa dan Ciri-ciri Kedewasaan
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya
hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah
memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[1] Dengan kata lain,
orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-
nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:[2]
a. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif
yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi
social, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40
tahun.
b. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh
tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya
merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan
prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri
jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan
dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama
ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.
c. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini
dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri
yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut;
perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan
dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
II. Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada
orang dewasa antara lain memiliki cirri sebagai berikut:[3]
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang,
bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri
hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama
selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-
masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami
serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social,
sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah
berkembang.
III. Kriteria Orang yang Matang dalam Beragama
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak
pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku
merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi, kematangan beragama terlihat dari
kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta serta mengaplikasikan nilai-
nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bukunya The Varieties Of Religious Experience William James menilai
secara garis besar sikap dan prilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua
tipe, yaitu:[4]
1. Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James,sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui pada
mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu.
Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak
didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia
kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada
perkembangan secara normal. Mereka meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya
penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun
sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu
umumnya cenderung menampilkan sikap:[5]

a. Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada
nasib yang telah mereka terima.
b. Intovert
Sifat pesimis membawa mereka untuk bersikap objektif. Segala marabahaya dan
penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah
diperbuat.
c. Menyenagi paham yang ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal
ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih
konservatif dan ortodoks.
2. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang
dikemukakan oleh W. Houston Clark dalm bukunya Religion Psychology adalah:[6]
a. Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan
optimis. Pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payah yang
diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan yang dianggap
sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai
peringatan Tuhan terhadap dosa manusia.
b. Ektrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jasmani ini menyebabkan
mereka mudah melupakankesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai
ekses agamis tindakannya.
c. Menyenagi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadaian yang ekstrovet maka mereka cenderung;
- Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kakuk
- Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas
- Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara social.
IV. Masalah-masalah Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan
pada masa dewasa sebagai berikut;
a. Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan
diambildengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b. Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan
hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan
secara konsisten.
c. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan
kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang
sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
[1]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 hal. 105
[2] Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004 hal. 83

[3]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 hal. 107-
108
[4]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 hal. 124
[5]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama,…. hal. 126
[6]Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 hal. 130
reply share

You might also like