You are on page 1of 41

Ilmu Pertanian

USUL PENELITIAN UNGGULAN


UNIVERSITAS BENGKULU

PENGGUNAAN EKSTRAK-AIR DAUN KATUK SEBAGAI PENGGANTI FEED


ADDITIVE KOMERSIAL UNTUK MEMPRODUKSI MEAT AND EGG
DESIGNERS YANG EFISIEN

Ir. Urip Santoso, M. Sc.,Ph.D


Suharyanto, S.Pt., Msi.
Ir. Kususiyah, MP

UNIVERSITAS BENGKULU
JULI 2008
Halaman Pengesahan Usulan Riset Unggulan Universitas Bengkulu

1. Judul : Penggunaan Ekstrak-Air Daun Katuk sebagai Pengganti Feed Additive


Komersial untuk Memproduksi Meat and Egg Designers yang Efisien.
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ir. Urip Santoso, M.Sc., Ph.D
b. Jenis Kelamin : Laki-laki.
c. N I P : 131 619 670
d. Jabatan Struktural :-
e. Jabatan Fungsional : Guru Besar
f. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Peternakan
g. Pusat Penelitian :-
h. Alamat : Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian UNIB.
i. Telpon/Faks : (0736) 21170 eks. 219, 110
j. Alamat Rumah : Jl. Unib Permai II/47 Bengkulu 38125
k. Telpon/Faks/e-mail : (0736) 7310256
3. Jangka Waktu Penelitian : 2 tahun.
4. Pembiayaan
a. Jumlah biaya yang diajukan ke UNIB : Rp 80.160.000,-
b. Jumlah biaya tahun ke 1 : Rp 40.160.000,-
- Biaya tahun ke 1 yang diajukan ke UNIB: Rp 40.000.000,-
- Biaya tahun ke 1 dari Institusi Lain : Rp –

Bengkulu, 16 Juli 2008


Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Peneliti,

Ir. Yuwana, M.Sc., PhD) Ir. Urip Santoso, M.Sc., Ph.D


NIP. 131 627 052 NIP 131 619 670

Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian

Drs. Sarwit Sarwono, M. Hum.


NIP 131 601 662

1
I. Identitas Penelitian
1. Judul : Penggunaan Ekstrak-Air Daun Katuk sebagai Pengganti Feed Additive
Komersial untuk Memproduksi Meat and Egg Designers yang Efisien.
2. Ketua Peneliti
a) Nama Lengkap : Ir. Urip Santoso, M. Sc., Ph.D
b) Bidang Keahlian : Nutrisi Ternak Monogastrik.
c) Jabatan Struktural : -
d) Jabatan Fungsional : Guru Besar
e) Unit Kerja : Jurusan Peternakan, Faperta UNIB
f) Alamat Surat : Jl. Unib Permai II/47 Bengkulu 38125.
g) Telpon/Faks : (0736) 21170 eks. 219, 110.
h) E-mail : santoso@unib.ac.id
3. Anggota Peneliti : 1 orang
No. Nama dan Gelar Bidang Keahlian Instansi Alokasi Waktu
Akademik Jam/mg Bulan
1. Urip Santoso, Ph.D Nutrisi Monogastrik Peternakan 10 8
2. Suharyanto, S.Pt., MP Teknologi Hasil Peternakan 6 8
Ternak
3. Ir. Kususiyah, MP Produksi Unggas Peternakan 6 8
4. Objek penelitian:
Tahun Objek Penelitian Aspek Penelitian
1 Ayam broiler Penggunaan ekstrak daun katuk sebagai pengganti
feed additive komersial untuk memproduksi meat
designer yang lebih efisien dan alami.
2 Ayam petelur Penggunaan ekstrak daun katuk sebagai pengganti
feed additive komersial untuk memproduksi egg
designer yang lebih efisien dan alami.

5. Masa pelaksanaan penelitian:


- Mulai : Tahun 2008
- Berakhir : Tahun 2009
6. Anggaran yang diusulkan :
- Tahun pertama Rp. 40.160.000,-
- Anggaran keseluruhan : Rp 80.160.000,-

2
7. Lokasi Peneliti:
Tahun Lokasi Penelitian
2008 Laboratorium Peternakan, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu.
2009 Laboratorium Peternakan, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu.

8. Hasil yang ditargetkan:


Tahun Temuan baru/paket teknologi/hasil lain
2008 a) produk: ekstrak katuk, b) produk: meat designer, c) proses pembuatan
ekstrak katuk, d) formula pakan broiler, e) hak cipta.
2009 a) produk: egg designer, b) formula pakan petelur, c) hak cipta.

9. Institusi lain yang terlibat : Tidak ada.


10. Keterangan lain yang dianggap perlu:
Tahun Mahasiswa yang terlibat Publikasi
2008 tiga skripsi Satu publikasi internasional
2009 tiga skripsi Satu publikasi internasional

II. Substansi Penelitian


ABSTRAK
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak daun
katuk air panas (suhu 90oC) menurunkan penimbunan lemak, namun secara standar
USDA belum memenuhi standar tuntutan konsumen. Kondisi ini diduga karena air panas
merusak sebagian senyawa aktif yang ada dalam daun katuk. Selain itu, belum ada
penelitian tentang ekstrak katuk sebagai pengganti feed additive komersial. Berdasarkan
pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak
air katuk yang diekstraksi di bawah suhu 90oC sebagai pengganti feed additive komersial
untuk memproduksi daging dan telur sesuai tuntutan konsumen (meat and egg
designer) yang efisien. Pada tahun pertama, penelitian ini menggunakan broiler umur
20 hari (periode finisher). 180 ekor broiler dikelompokkan ke dalam 6 kelompok
perlakuan yaitu sebagai berikut: 1) Kontrol yaitu broiler yang diberi pakan yang
mengandung feed additive komersial sebesar 5 g/kg pakan: 2) Broiler diberi pakan
mengandung 2,5 g feed additve komersial /kg pakan plus 2,5 g ekstrak katuk yang
diekstrak pada suhu 90oC/kg pakan; 3) Broiler diberi pakan mengandung 5 g ekstrak
katuk yang diekstrak pada suhu 5oC/kg pakan; 4) Broiler diberi pakan mengandung 5 g
ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 30oC./kg pakan; 5) Broiler diberi pakan
mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 60oC/kg pakan; 6) Broiler
diberi pakan mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 90oC./kg pakan.
Setiap perlakuan terdiri dari 3 buah kandang yang berisi 10 ekor broiler. Broiler
dipelihara dalam kandang litter sampai dengan umur 42 hari. Jumlah ransum yang

3
dikonsumsi, FCR dan pertambahan berat badan diukur setiap minggu. Pada akhir
penelitian, 5 ekor broiler untuk setiap kelompok perlakuan disembelih dan berat organ,
lemak perut, lemak leher, daging dan bagiannya ditimbang. Karkas/daging paha untuk
masing-masing perlakuan dikoleksi untuk analisis kadar kolesterol, komposisi asam
lemak, asam amino dan -karotin. Jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli pada
daging juga dihitung. Hasil penelitian akan dianalisis ANOVA dan jika berbeda nyata
akan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test. Pada penelitian tahun kedua,
empat puluh delapan ekor ayam petelur dikelompokkan ke dalam 6 kelompok perlakuan
yaitu sebagai berikut: 1) Kontrol yaitu ayam petelur yang yang diberi pakan plus 5 g
feed additive komersial/ /kg pakan; 2) Ayam petelur diberi pakan mengandung ekstrak
katuk yang diekstraksi pada suhu 5oC sebesar 5 g/kg pakan; 3) Ayam petelur diberikan
pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 90oC sebanyak 2,5 g/kg
pakan plus 2,5 g feed additive komersial/kg pakan; 4) Ayam petelur yang diberi pakan
mengandung ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 30oC sebesar 5 g/kg pakan; 5)
Ayam petelur yang diberi pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstraksi pada suhu
60oC sebesar 5 g/kg pakan; 6) Ayam petelur yang diberi pakan mengandung ekstrak
katuk yang diekstrak pada suhu 90oC sebesar 5g /kg pakan. Setiap perlakuan terdiri dari
8 buah kandang yang berisi 1 ekor ayam petelur (individual cage). Variabel yang diukur
dan analisis statistik sama dengan pada penelitian pertama.

BABI. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dewasa ini industri unggas dihadapkan kepada permasalahan untuk
memproduksi daging dan telur yang rendah kolesterol, rendah total lipid dan rendah
asam lemak jenuh, tetapi kaya asam amino tertentu seperti asam aspartat, asam glutamat
dan arginin (yang akhir-akhir ini dibuktikan mempunyai peranan penting bagi
terjaganya kesehatan optimal manusia), rendah tingkat kontaminasi oleh mikrobia
patogen dan bebas residu senyawa kimia sintetik serta mengandung protein dan -
karotin yang tinggi. Produk daging dan telur dengan kriteria tersebut dinamakan meat
and egg designers. Permasalahannya adalah bahwa feed additive komersial yang beredar
di pasar selain mengandung senyawa kimia sintetik juga tidak mampu memproduksi
daging dan telur dengan kriteria tersebut di atas. Feed additive komersial yang dijual di
pasal, misalnya, produksi Medion (2007) hanya mengandung sejumlah vitamin, mineral
mikro, antioksidan dan antibiotik. Dari susunan feed additive tersebut tidak terdapat
senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk menghasilkan meat and egg designer seperti
-karotin, senyawa peningkat rasa (kalium, asam glutamat, IMP), senyawa penurun bau
amis, senyawa penurun kolesterol dan asam aspartat, asam glutamat serta arginin.

4
Selain itu, feed additive komersial ini juga tidak mampu menghasilkan produk daging
dan telur yang bebas mikrobia patogen. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Santoso et
al. (2001a,b,c; Santoso et al., 2002) yang menunjukkan bahwa pemberian feed additive
komersial menghasilkan daging dan telur yang tinggi kadar mikrobia patogennya. Pada
umumnya, feed additive komersial disusun oleh senyawa-senyawa sintetik, yang telah
dibuktikan mempunyai side effect yang tinggi seperti merusak sistem hormonal dan
kekebalan tubuh (Cao et al., 2004).
Selain permasalahan tersebut di atas, feed additive komersial tidak dirancang
untuk dapat mengatasi stress panas pada broiler dan ayam petelur yang dipelihara
pada suhu tinggi seperti daerah pesisir.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dicarikan alternatif feed
additive alami yang dapat menggantikan feed additive komersial dan mampu
memproduksi meat and egg designer yang efisien. Feed additive alami tersebut harus
mengandung senyawa aktif yang memberikan side effect yang lebih kecil dari pada
senyawa kimia sintetik serta berpotensi untuk digunakan sebagai feed additive alami
untuk memproduksi meat and egg designer serta mampu mengatasi stress panas pada
broiler dan petelur yang dipelihara di wilayah pesisir. Feed additive alami yang
berpotensi untuk menggantikan feed additive komersial antara lain adalah tumbuhan
obat. Salah satu tumbuhan obat yang memenuhi kriteria di atas untuk menghasilkan
meat and egg designer adalah daun katuk.

b. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh metode ekstraksi daun katuk dengan air pada suhu yang optimal.
2. Membandingkan ekstrak daun katuk sebagai feed additive dengan feed additive
komersial dalam memproduksi meat and egg designer yang efisien.
Hasil penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:
1. Kontribusi terhadap pembaharuan dan kemajuan ipteks.
a. Penelitian ini akan mengungkapkan metode ekstraksi dengan air pada suhu
yang tepat. Metode ekstraksi dengan air pada suhu yang tepat diharapkan
dapat memodifikasi komposisi asam lemak, -karotin, kolesterol,

5
trigliserida dan protein pada daging broiler secara optimal. Proses
pembuatan ekstrak daun katuk dapat dipatenkan.
b. Hal lain yang akan diungkap adalah kemungkinan ekstrak-air daun katuk
berperan dalam mencegah fatty liver syndrome pada broiler.
c. Belum ada penelitian metabolisme lemak dan modifikasi komposisi kimia
daging dan telur terutama komposisi asam lemak, asam amino dan -
karotin daging dan telur oleh ekstrak daun katuk.
2. Keunggulan untuk memecahkan masalah pembangunan
Penelitian ini dapat memecahkan 3 masalah utama dalam pembangunan yaitu:
a. Penggunaan ekstrak-air daun katuk dapat menggantikan feed additive
komersial dan memberikan efisiensi produksi yang lebih baik. Hal ini sangat
membantu dalam pengembangan usaha peternakan broiler dan petelur
dan peningkatan pendapatan peternak.
b. Memproduksi meat designer yaitu daging dan telur dengan kriteria rendah
kolesterol, trigliserida, asam lemak jenuh, bebas residu senyawa kimia sintetis
dan tinggi kadar protein dan -karotinnya. Produk hasil penelitian ini sangat
mendukung program pemerintah dalam penyediaan bahan pangan yang
bergizi tinggi dan aman dikonsumsi. Produk meat designer dapat
dipatenkan.
c. Memproduksi egg designer yaitu telur dengan kriteria rendah kolesterol,
trigliserida, asam lemak jenuh, bebas residu senyawa kimia sintetis dan tinggi
kadar protein dan -karotinnya. Produk hasil penelitian ini sangat mendukung
program pemerintah dalam penyediaan bahan pangan yang bergizi tinggi dan
aman dikonsumsi. Produk egg designer dapat dipatenkan.
d. Penggunaan ekstrak-air daun katuk dapat menurunkan polusi akibat feses
(kotoran) dan kandungan nitrogen dan fosfor yang tinggi dalam feses.
Nitrogen dapat diubah menjadi amoniak, nitrat dan nitrit yang dapat
mencemari udara, tanah dan air misalnya pH air dan tanah menjadi rendah.
e. Meningkatkan daya saing produk daging broiler dan petelur di pasar global,
karena meat and egg designer mutunya sesuai dengan tuntutan konsumen
global.

6
f. Menyumbang publikasi ilmiah internasional dari ilmuwan Indonesia di tingkat
internasional.
3. Memberikan sumbangan bagi kemajuan ipteks
a. Memberi sumbangan pengetahuan berupa komposisi asam lemak, asam
amino, -karotin dalam ekstrak-air dari daun katuk.
b. Teknologi ekstraksi daun katuk dengan air pada suhu yang optimal.
c. Pengembangan teknologi meat and egg designer.

c. Urgensi (Keutamaan) Penelitian


Kesulitan untuk memproduksi meat and egg designer tersebut dapat diatasi oleh
penggunaan ekstrak daun katuk sebagai pengganti feed additive komersial. Hal ini
dikarenakan daun katuk banyak mengandung senyawa aktif yang dapat berperan sebagai
feed additive. Daun katuk mengandung 6 senyawa utama yaitu monomethyl succinate
dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat, asam benzoat, asam fenil malonat, 2-pyrolidinon
dan methyl pyroglutamate (Agustal et al., 1997). Methyl pyroglutamate jika dikonsumsi
oleh unggas kemungkinan dapat meningkatkan sintesis asam amino dan meningkatkan
sintesis protein. Glutamate merupakan senyawa antara dalam sintesis protein. Sintesis
asam amino dan protein memerlukan energi tinggi, sehingga deposisi lemak menurun
sejalan dengan meningkatnya sintesis asam amino. Selain itu, glutamat mempunyai
peranan penting dalam penghambatan sintesis asam lemak. Monomethyl succinate dan
methylcyclopentanol acetate diduga dapat dikonversikan menjadi succinate dan acette.
Pemberian acetate dan succinate dapat berperan dalam siklus kreb sehingga dihasilkan
ATP yang lebih besar. Hal ini mengakibatkan efisiensi metabolisme energi menjadi
lebih baik. Efisiensi metabolisme yang lebih tinggi diduga akan meningkatkan efisiensi
pakan. Asam fenil malonat dapat dikonversikan menjadi malonil-KoA yang berperan
dalam metabolisme asam lemak. Selain itu acetate dan succinate berperan dalam
metabolisme lemak. Berdasarkan asumsi tersebut di atas, maka pemberian ekstrak daun
katuk diduga dapat memodifikasi komposisi asam lemak, kolesterol dan fraksinya,
trigliserida, dan meningkatkan deposisi protein serta memodifikasi komposisi asam
amino pada daging dan telur. Hal ini didukung oleh hasil penelitian berikut ini. Santoso
dan Sartini (2001) menemukan bahwa pemberian tepung daun katuk sebesar 3% dalam

7
ransum broiler mampu meningkatkan efisiensi ransum sebesar 10% dan menurunkan
akumulasi lemak perut sebesar 30% serta menurunkan kadar lemak karkas. Namun
pemberian tepung daun katuk sebesar 3% ini menurunkan pertambahan berat badan.
Santoso (2001a,b,c) menemukan ekstrak air panas (katuk diekstrak dengan air panas
bersuhu 90oC) juga mampu menurunkan akumulasi lemak pada abdomen sebesar 15%.
Jika dibandingkan dengan penelitian Santoso dan Sartini (2001), maka ekstrak katuk
cenderung meningkatkan pertambahan berat badan dan lebih efisien jika dibandingkan
dengan tepung katuk. Daya guna ekstrak akan lebih optimal jika diekstraksi dengan air
bersuhu lebih rendah (Risfaheri et al., 1997).
Daun katuk mengandung 10.010 g all-trans--carotene/100 g daun katuk
(Hulshof et al., 1997). Oleh sebab itu, pemberian daun katuk ke dalam ransum broiler
dapat meningkatkan kadar -karotin dalam karkas. Peningkatan senyawa tersebut dalam
karkas sangat penting selain berfungsi sebagai pigmen, ia juga berfungsi sebagai
prekursor sintesis vitamin A dan sebagai antioksidan alami. Introduksi -karotin ke
dalam karkas sebagai pigmen kuning alami masih kontradiksi di antara peneliti.
Misalnya, sementara Subekti menemukan bahwa -karotin secara signifikan mampu
meningkatkan warna kuning telur, namun penelitian lain ternyata tidak efektif (e.g.
Santoso et al., 2002). Kurang signifikannya peningkatan warna kuning telur pada
penelitian Santoso et al. (2002) disebabkan oleh metode ekstraksi yang menggunakan air
bersuhu 90oC yang menyebabkan sebagian -karotin rusak.
Selain itu, ada kemungkinan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat antibakteri.
Darise dan Sulaeman (1997) menemukan bahwa ekstrak daun katuk menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhosa, tetapi kurang
memberikan daya hambat terhadap Pseudomonas dan Escherichia coli.
Santoso (2001a,b,c) mengevaluasi penggunaan ekstrak daun katuk – yang
diekstraksi dengan air panas (suhu 90oC)-- juga mampu menurunkan jumlah Escherichia
coli dan Salmonella sp. daging dan meningkatkan efisiensi pertumbuhan. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian Santoso et al. (2001) yang menemukan ekstrak daun
katuk sebanyak 4,5 g/l air minum mampu menurunkan akumulasi lemak, jumlah
Salmonella sp. dan Escherichia coli dalam feses broiler serta meningkatkan
pertumbuhan. Hasil penelitian Santoso et al. (2002) menunjukkan bahwa dari berbagai

8
metode ekstraksi (pelarut: 95% etanol, 70% etanol dan methanol serta air bersuhu 90 oC)
ternyata air panas memberikan hasil yang terbaik.
Namun, masalahnya ekstraksi dengan air panas akan merusak beberapa senyawa
aktif pada daun katuk. Risfaheri et al. (1997) menemukan bahwa meskipun ekstraksi
dengan air panas (suhu 90oC) menghasilkan rendemen yang tinggi namun beberapa
senyawa penting mengalami kerusakan. Oleh sebab itu daya guna ekstrak daun katuk
dimungkinkan akan lebih baik jika menggunakan metode ekstraksi air dengan suhu air
yang lebih rendah.
Ekstrak daun kaya akan vitamin C dan vitamin E (Risfaheri et al., 1997).
Kedua vitamin ini telah terbukti merupakan senyawa antistress panas (Ipek et al.,
2007). Oleh sebab itu, penggunaan ekstrak daun katuk berpotensi mengatasi stress
panas pada broiler dan ayam petelur yang dipelihara di daerah pesisir.
Kelebihan ekstrak daun katuk jika dibandingkan dengan feed additive komersial,
disamping lebih kaya akan senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk menghasilkan
meat and egg designer, juga mempunyai kelebihan dalam aspek harga. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa harga jual ekstrak daun katuk adalah Rp 15.000,-/kg,
sedangkan harga feed additive komersial adalah sebesar Rp 30.000,-/kg. Jika dihitung,
setiap ekor ayam broiler membutuhkan 17,5 g feed additive. Jika kita menggunakan
feed additive komersial diperlukan biaya sebesar Rp 525,-, tetapi jika menggunakan
ekstrak katuk diperlukan biaya hanya Rp 262,5 per ekornya. Jika dalam industri broiler
skala menengah yang mengeluarkan broiler sebanyak 20.000 ekor setiap bulannya, maka
akan dihemat biaya sebesar Rp 5.250.000,-/bulan. Keuntungan lain penggunaan ekstrak
daun katuk adalah harga daging atau telur yang dihasilkan mempunyai harga lebih tinggi
antara 30-60% dari harga daging dan telur yang diberi feed additive komersial serta
mempunyai mutu internasional. Hasil pengamatan di pasar menunjukkan bahwa telur
bebas Salmonella sp saja dijual dengan harga Rp 1.000,-/butir, sementara telur biasa
hanya Rp 600,- - Rp 700,-. Padahal, produk dari penelitian ini bukan saja menghasilkan
daging dan telur yang bebas Salmonella sp., tetapi juga bebas Escherichia coli, rendah
kolesterol, kaya -karotin, kaya asam glutamat, asam aspartat, arginin, dan bebas residu
senyawa sintetik & antibiotik serta tinggi kelezatan tetapi rendah bau amisnya.

9
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut di atas, maka diduga bahwa
suplementasi ekstrak daun katuk yang diekstraksi dengan air bersuhu lebih rendah
daripada 90oC akan menghasilkan meat and egg designer dengan mutu lebih baik dan
lebih efisien jika dibandingkan dengan feed additive komersial.

BAB II. STUDI PUSTAKA


Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan
pakan adalah dengan menambahkan feed addtive ke dalam pakan broiler dan petelur.
Feed additive adalah zat atau bahan yang ditambahkan ke dalam pakan yang dapat
meningkatkan kesehatan ternak dan proses pemanfaatan gizi oleh ternak (Sinurat et al.,
2002). Salah satu feed additive yang dapat terdapat dalam feed additive komersial adalah
antibiotik. Meskipun antibiotic mampu meningkatkan produkyivitas, naum antibiotic
ternyata mempunyai efek negatif terhadap kesehatan manusia ketika mereka
mengkonsumsi daging dan telur (Barton dan Hart, 2001), sehingga banyak negara yang
kemudian melarang penggunaannya. Peneliti lain (Chen et al., 2005; Imik et al., 2006;
dan Kyriakis et al., 2003) juga menemukan bahwa meskipun antibiotika sebagai
perangsang pertumbuhan dengan cara mengurangi bakteri dan memodifikasi mikroflora
dalam saluran pencernaan, antibiotika juga tersimpan dalam produk ternak dan berpotensi
menyebabkan resistensi mikrobia patogen yang menyerang manusia. Hal ini diperkuat
oleh Khaksefidi dan Rahimi (2005) bahwa penggunaan antibiotic untuk meningkatkan
pertumbuhan, efisiensi pakan dan mencegah infeksi usus menyebabkan berkembangnya
bacteria yang resisten terhadap antibiotik dalam saluran pencernaan dan adanya residu
obat dalam daging, dan telur.
Feed additive komersial disamping mengandung antibiotik, ia juga mengandung
senyawa sintetik. Terdapat bukti bahwa penggunaan senyawa sintetik mempunyai efek
samping yang lebih besar daripada senyawa alami. Cao et al. (2004) menemukan bahwa
penggunaan senyawa sintetik ternyata lebih berpotensi untuk merusak sistem kekebalan
tubuh daripada senyawa alami. Mekanisme tentang lebih tingginya efek samping
senyawa sintetik masih belum diketahui. Selain itu, senyawa sintetik akan terakumulasi
dalam daging dan telur, dan ketika dikonsumsi, dapat mempunyai efek negatif terhadap
kesehatan manusia dalam jangka panjang.

10
Selain permasalahan tersebut di atas, feed additive komersial yang dijual di pasar
tidak mengandung senyawa-senyawa yang mampu meningkatkan warna karkas dan
kuning telur, dan rasa serta tidak mengandung senyawa-senyawa yang mampu
menurunkan Salmonella sp., Escherichia coli, kolesterol, trigliserida, dan bau amis
produk unggas (Medion, 2007). Pahadal konsumen dewasa ini menuntut produk unggas
dengan kriteria-kriteria di atas serta menuntut produk unggas bebas dari residu obat-
obatan. Untuk itu, diperlukan feed additive lain yang lebih aman, bebas residu obat-
obatan serta mampu memenuhi tuntutan konsumen.
Salah satu feed additive alami yang berpotensi untuk menggantikan feed additive
komersial adalah daun katuk. Berdasarkan hasil penelitian, daun katuk kaya akan -
karotin yaitu sebanyak 10.020 g (Depkes, 1982). Ini berarti pemberian daun katuk dan
ekstraknya dapat meningkatkan kadar pigmen terutama -karotin dalam karkas broiler.
Selain itu, -karotin sebagai provitamin A dapat diubah menjadi vitamin A. Jadi
pemberian daun katuk dan ekstraknya dapat meningkatkan kadar -karotin dan vitamin A
dalam karkas broiler. Hasil penelitian Santoso et al. (2002) menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak air panas (suhu 90oC) sebanyak 9 g/kg ransum cenderung
meningkatkan warna kuning telur. Pada penelitian ini, pigmentasi kurang efektif untuk
meningkatkan warna kuning telur. Hal ini diduga karena air panas (suhu air 90 o C)
merusak -karotin. Risfaheri et al. (1997) menemukan bahwa meskipun ekstraksi dengan
air panas (suhu 90oC) menghasilkan rendemen yang tinggi namun beberapa senyawa
penting mengalami kerusakan. Oleh sebab itu daya guna ekstrak daun katuk
dimungkinkan akan lebih baik jika menggunakan metode ekstraksi air dengan suhu air
yang lebih rendah. Namun belum diketahui suhu efektif yang dapat mengekstraksi
senyawa aktif tanpa merusak senyawa tersebut. Ekstraksi dengan air pada suhu tertentu
sangat penting artinya untuk menghilangkan efek negatif dari daun katuk. Menurut
Chang et al. (1998 ), Ger et al. (1997), Lai et al. (1996) dan Yong et al. (1997) bahwa
mengkonsumsi jus segar dari daun katuk dapat merangsang kelainan pada paru-paru yaitu
Bronchiolitis obliterans dan chronic obstructive pulmonary disease. Pengaruh negatif ini
dapat dikurangi dengan merebus daun katuk.
Senyawa lain yang penting dalam daun katuk yang kemungkinan berperan dalam
metabolisme zat gizi ditemukan oleh Agustal et al. (1997). Mereka menemukan bahwa

11
hasil GCMS terhadap ekstrak daun katuk, maka ditemukan ada 6 senyawa utama yaitu
monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol acetate (ester), asam benzoat dan
asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-pyrrolidinon dan methyl pyrroglutamate
(alkaloid). Apabila daun katuk dipanaskan dengan air, maka senyawa-senyawa ester yang
ada dalam daun katuk akan dihidrolisis menjadi asam karboksilat. Sedangkan Suprayogi
(2000) menemukan bahwa daun katuk mengandung androstan-17-one, 3-ethyl-3-
hydroxy-5 alpha (steroid). Depkes (1982) menemukan bahwa daun katuk kaya akan
vitamin C yaitu sebanyak 164 mg/100 gram daun katuk. Vitamin C berguna bagi
kesehatan broiler dan petelur yang dipelihara pada daerah tropis yang mempunyai suhu
dan kelembaban tinggi. Suplementasi vitamin C juga berguna bagi broiler dan petelur
yang mempunyai pertumbuhan dan produktivitas tinggi. Ipek et al. (2007) nenemukan
bahwa pemberian vitamin E dan C mampu meningkatkan produksi telur, efisiensi
penggunaan pakan dan pertambahan berat badan.
Ekstraksi dengan air panas (suhu di atas 90oC) akan merusak senyawa-senyawa
aktif dalam daun katuk (Risfaheri et al., 1997), sehingga efektivitasnya menjadi rendah.
Hal ini terungkap dalam penelitian Santoso et al. (2002) yang menemukan bahwa
meskipun pemberian ekstrak air panas pada ayam petelur (suhu ekstraksi 90oC) tersebut
memberikan efisiensi pakan yang lebih baik daripada ekstrak etanol maupun ekstrak
methanol, tapi kenaikkan efisiensi pakan tersebut belum signifikan. Pada penelitian
lainnya, Santoso (2001) juga menemukan bahwa ekstrak air panas kurang efektif
meningkatkan pertambahan berat badan. Padahal dengan adanya senyawa steroid
(Suprayogi, 2000) dan senyawa aktif lainnya (Agustal et al., 1997) seharusnya ekstrak
daun katuk sangat efektif untuk meningkatkan pertambahan berat badan. Ekstraksi
dengan air yang bersuhu lebih rendah diduga dapat mencegah terjadinya kerusakan
senyawa aktif, sehingga efektivitasnya menjadi lebih optimal.
Senyawa yang berperan dalam penurunan penimbunan lemak antara lain adalah
vitamin C, methyl pyrroglutamate dan -karotin. Hasil penelitian Santoso et al. (2002)
menunjukkan bahwa ekstraksi air panas (suhu ekstraksi 90oC) menurunkan kadar
kolesterol telur lebih baik daripada ekstrak etanol dan ekstrak methanol. Dalam penelitian
lain (Santoso et al., 2001), ekstrak air panas ini mampu menurunkan akumulasi lemak
abdominal sebesar 20% dan hanya menurunkan 10% kadar lemak dalam karkas. Food

12
and Drug Administration in the United States (1997) menyatakan bahwa untuk
menghasilkan suatu produk yang secara legal dinyatakan lebih rendah atau menurunkan
kadar zat gizi tertentu, produk tersebut harus mengandung zat gizi yang dinyatakan turun
tersebut minimal 25% lebih rendah daripada kadar zat gizi yang normal. Berdasarkan
pernyataan ini, maka ekstrak air panas belum efektif menurunkan penimbunan lemak
pada abdomen dan karkas. Untuk meningkatkan efektivitas ekstrak air panas dari daun
katuk, maka diperlukan metode ekstraksi air pada suhu yang lebih rendah. Memang hasil
penelitian Santoso dan Sartini (2001) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk
sebesar 3% mampu menurunkan lemak abdominal sebanyak 30%, namun menurunkan
pertambahan berat badan. Penurunan pertambahan berat badan ini dalam dunia industri
peternakan di negara berkembang dapat berdampak kecilnya keuntungan yang diperoleh
peternak. Hal ini dikarenakan penjualan broiler hanya berdasarkan berat badan dari pada
berorientasi kepada mutu karkas.
Hasil penelitian Santoso et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk
berpotensi untuk menurunkan jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli, dan
meningkatkan mikrobia efektif seperti Lactobacillus sp. Darise dan Sulaeman (1997)
menemukan bahwa ekstrak daun katuk mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dengan luas hambatan antara 11 mm – 21 mm. Selain itu juga
mampu menghambat pertumbuhan Salmonella typhosa dengan luas hambatan antara 7
mm – 25 mm. Oleh sebab itu, ekstrak daun katuk berpotensi sebagai pengganti
antibiotika yang biasanya terkandung dalam feed additive komersial. Daun katuk juga
kaya akan senyawa mineral seperti kalsium, kalium, fosfor dan besi (Oei, 1987) dan kaya
akan vitamin D, vitamin B6 dan vitamin B1. Mineral dan vitamin tersebut sangat berperan
dalam peningkatan mutu daging. Sebagai contoh mineral kalium – idsamping asam
glutamat dan IMP – merupakan senyawa aktif untuk rasa daging ayam. Belum terdapat
penelitian mengenai komposisi mineral mikro yang terkandung dalam ekstrak daun
katuk. Oleh sebab itu, perlu diteliti komposisi mineral mikro dan vitamin dari ekstrak
daun katuk dan kemungkinannya sebagai pengganti feed additive komersial. Feed
additive komersial biasanya mengandung antibakteri, senyawa mineral mikro dan
vitamin.

13
Berdasarkan uraian di atas, maka ekstrak daun katuk yang diekstraksi
dengan air bersuhu di bawah 90oC diduga mampu menggantikan feed additive komersial
dengan beberapa kelebihan yaitu penimbunan lemak yang lebih rendah, mutu daging
yang lebih baik dan efisiensi produksi yang lebih tinggi. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa biaya pembuatan ekstrak daun katuk pada skala rumah tangga sebesar Rp
15.000,-/kg, sedangkan harga feed additive komersial adalah Rp 30.000,-/kg. Jika
dihitung, setiap ekor ayam broiler membutuhkan 17,5 g feed additive. Jika kita
menggunakan feed additive komersial diperlukan biaya sebesar Rp 525,-, tetapi jika
menggunakan ekstrak katuk diperlukan biaya hanya Rp 262,5 per ekornya. Jika dalam
industri broiler skala menengah yang mengeluarkan broiler sebanyak 20.000 ekor setiap
bulannya, maka akan dihemat biaya sebesar Rp 5.250.000,-/bulan. Keuntungan lain
penggunaan ekstrak daun katuk adalah harga daging atau telur yang dihasilkan
mempunyai harga lebih tinggi antara 30-60% dari harga daging dan telur yang diberi
feed additive komersial serta mempunyai mutu internasional. Hasil pengamatan di pasar
menunjukkan bahwa telur bebas Salmonella sp saja dijual dengan harga Rp 1.000,-/butir,
sementara telur biasa hanya Rp 600,- - Rp 700,-. Jika, dihitung kenaikkan harga telur
40% saja, maka terdapat kenaikkan harga telur dari Rp 600,- menjadi Rp 840,- Jika
dalam satu peternakan ayam petelur dengan jumlah ayam petelur sebanyak 10.000 ekor
dengan tingkat produksi 80%, maka akan diperoleh tambahan keuntungan sebesar Rp
1.920.000,- per hari. Dalam satu bulan akan diperoleh tambahan keuntungan sebesar Rp
57.600.000,- Padahal, produk dari penelitian ini bukan saja menghasilkan daging dan
telur yang bebas Salmonella sp., tetapi juga bebas Escherichia coli, rendah kolesterol,
kaya -karotin, kaya asam glutamat, asam aspartat, arginin, dan bebas residu senyawa
sintetik & antibiotik serta tinggi kelezatan tetapi rendah bau amisnya.
Berdasarkan analisis dan sintesis telaah pustaka, maka diasumsikan bahwa ekstrak
daun katuk mampu menggantikan fungsi feed additive komersial. Selain itu, penggunaan
ekstrak daun katuk diduga akan mampu menghasilkan daging dan telur sesuai dengan
tuntutan konsumen.

BAB III. METODE PENELITIAN


Penelitian Tahun 1.

14
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Peternakan dan Agronomi, Fakultas
Pertanian, UNIB untuk analisis sampel.
Penelitian direncanakan melalui 4 tahap yaitu: 1). tahap pembuatan ekstrak daun
katuk; 2). tahap persiapan kandang dan pemeliharaan broiler; 3). Analisis laboratorium
dan; 4) Analisis data.
Tahap 1. Ekstraksi daun katuk
Metode 1.
Daun katuk segar ditambah air bersuhu 5oC dengan perbandingan 1:5. Diaduk dan
dibiarkan selama 20 menit, dan diblender sampai menjadi jus. Jus yang diperoleh
kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dikeringkan pada suhu 50oC selama 36 jam.
Metode 2.
Daun katuk dikering-anginkan sampai kering. Setelah kering daun katuk
ditumbuk menjadi tepung. Tepung yang diperoleh kemudian direbus pada suhu 30 oC
selama 20 menit dimana perbandingan daun katuk dengan air adalah 1:5. Setelah itu,
hasil rebusan diblender dan disaring. Ekstraksi dilakukan dua kali. Hasil saringan
kemudian dikeringkan pada suhu 50oC selama 36 jam.
Metode 3 dan 4.
Metode 3 dan 4 sama dengan metode 1 hanya perbedaannya pada suhu perebusan
yaitu masing-masing 60oC untuk metode 3 dan 90oC untuk metode 4.
Hasil ekstrak yang diperoleh dievaluasi warna dan baunya.
Tahap 2. Pemeliharaan broiler
Penelitian ini menggunakan broiler umur 20 hari (periode finisher). Ransum yang
digunakan mengandung protein kasar 19% dan ME 3200 kkal/kg. (NRC, 1994) tanpa
suplementasi antibiotika.
Pada umur 20 hari 150 ekor broiler dikelompokkan ke dalam 5 kelompok
perlakuan yaitu sebagai berikut:
1. Kontrol yaitu broiler yang diberi pakan yang mengandung feed additive komersial
sebesar 5 g/kg pakan.
2. Broiler diberi pakan mengandung 2,5 g feed additve komersial /kg pakan plus 2,5 g
ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 90oC/kg pakan.

15
3. Broiler diberi pakan mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 5oC/kg
pakan.
4. Broiler diberi pakan mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu
30oC./kg pakan.
5. Broiler diberi pakan mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu
60oC/kg pakan.
6. Broiler diberi pakan mengandung 5 g ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu
90oC./kg pakan.
Setiap perlakuan terdiri dari 3 buah kandang yang berisi 10 ekor broiler. Susunan
pakan tercantum pada Tabel 1. Broiler dipelihara dalam kandang litter sampai dengan

Tabel 1. Susunan ransum pada penelitian 1 (%)


Bahan Ransum Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Estrak
Air-5 oC Air-30oC Air-60oC Air-90oC
Jagung kuning 55,6 55,6 55,6 55,6 55,6 55,6
Minyak kelapa 6,53 6,53 6,53 6,53 6,53 6,53
Bungkil kedelai 29,6 29,6 29,6 29,6 29,6 29,6
Tepung ikan 4,7 4,7 4,7 4,7 4,7 4,7
Kalsium karbonat 1,32 1,32 1,32 1,32 1,32 1,32
Mineral mixuture 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35 1,35
Garam dapur 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
Feed additive 0,5 2,5 0 0 0 0
komersial (top mix)
Ekstrak katuk 0 2,5* 0,5 0,5 0,5 0,5
Komposisi kimia
Protein (%) 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
ME (kkal/kg) 3200 3200 3200 3200 3200
*Ekstrak katuk yang diekstrak pada suhu 90oC.

umur 42 hari. Pemeliharaan broiler sesuai dengan standar pemeliharaan yang berlaku.
Jumlah ransum yang dikonsumsi, konversi pakan dan pertambahan berat badan diukur

16
setiap minggu. Abnormalitas kaki juga diamati dan dinilai dari nilai 1 (normal) sampai
nilai 5 (sangat abnormal, ayam tidak dapat berjalan).

Tahap 3. Pengambilan sampel dan analisis laboratorium


Pada akhir penelitian, 4 ekor broiler untuk setiap kelompok perlakuan disembelih
dan berat organ dalam (hati, jantung, usus, limfa, rempelo dan pancreas), lemak perut,
lemak leher, daging dan bagiannya ditimbang. Untuk mengukur kejadian fatty liver
syndrome, maka warna hati dibandingkan dengan warna standar dari nilai 1 (normal)
sampai dengan 5 (fatty liver syndrome yang berat).
Daging paha untuk masing-masing perlakuan dikoleksi untuk analisis kadar
kolesterol, trigliserida, komposisi asam lemak, dan protein.

1. Analisis kolesterol daging


1. Timbang sample (0,01 – 0,1 g) ke dalam tabung. Centrifuge kering, tambahkan 12
ml campuran alcohol-ether (3:1) sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan batang
pengaduk, aduk terus + 1 menit batang pengaduk diangkat dan bilas dengan
sedikit campuran alcohol:ether (larutan pengekstrak).
2. Biarkan selama 30 menit.
3. Centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
4. Dekantasi larutan (supernatan) ke dalam beaker glass kecil yang kering dan
uapkan diatas penangas air sampai larutan pengekstrak habis. Residu adalah
kolesterol.
5. Ekstraksi residu (kolesterol) ke dalam tabung berskala dengan khloroform sedikit
demi sedikit sampai mencapai 5 ml (tepatkan).
6. Ke dalam 2 tabung gelas yang lain masing-masing masukan 5 ml standard
kolesterol dan 5 ml khloroform (untuk blanko).
7. Kemudian ke dalam 3 tabung tersebut tambahkan 2 ml asam asetat anhidrat dan
0,1 ml asam sulfat pekat. Kocok dan biarkan selama 15 menit dalam ruang gelap.
8. Baca absorbansinya pada Spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm,
set 0 absorbansi dengan blanko.

17
Perhitungan
. RU x 0,4 x 100 = ……….% kolesterol
RS mg sample

RU = pembacaan sample
RS = penbacaan standard
0,4 = kosentrasi kolesterol 0,4 mg

2 .Analisis total lipid daging


1. Timbang 2 g bahan yang telah dihaluskan. Untuk daging dicampur dengan pasir
yang telah dipijarkan. Campur dan ratakan di atas kertas saring, dan kertas saring
dilipat. Masukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam thimble.
2. Alirkan air pendidingin.
3. Pasang tabung ekstraksi pada alat distilasi Soxhlet dengan pelarut dietil-eter
secukupnya . Untuk daging ekstraksi cukup 10 jam dan untuk ekstrak daun katuk
selama 16 jam.
4. Dietil eter yang mengandung ekstrak lemak dipindahkan ke dalam botol timbang
yang bersih dan diketahui beratnya kemudian uapkan dengan penangas air sampai
agak pekat. Teruskan pengeringan dalam oven 100oC sampai berat konstan.
5. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak.

3. Analisis komposisi asam lemak


1. Timbang kira-kira 1 g daging. Kemudian larutkan ke dalam pelarut yang terdiri
dari 17,5 ml dietileter, 17,5 petroleum eter dan 6,5 ml etanol 95%. Pindahkan
seluruhnya ke dalam corong pemisah.
2. Tambahkan 12,5 ml larutan 1% Na2CO3 ke dalam corong pemisah yang berisi
sampel dan gojog sampai merata. Kemudian diamkan sampai dua cairan
memisah.
3. Pisahkan cairan bagian bawah (air) dan kumpulkan.
4. Bagian eter yang tertinggal dicuci lagi dengan 1,5 ml etanol 95% dan 7,5 ml
larutan 1% Na2CO3. Gojog dan diamkan. Pisahkan bagian bawah (air) dan
gabungkan lagi dengan bagian air yang terkumpul.

18
5. Bagian eter yang tertinggal dicuci lagi dengan 6,5 ml air. Gojog dan diamkan.
Pisahkan bagian bawah (air) dan gabungkan dengan bagian air yang telah
terkumpul.
6. Garam asam lemak yang terkumpul dalam bagian air dibebaskan dengan 1,5 ml
larutan 10% H2SO4. Gojong sampai merata dalam corong pemisah sampai merata
dan kemudian tambahkan 12,5 ml campuran dietileter: petroleum eter = 1:1.
Gojoglah dan diamkan sampai kedua cairan terpisah.
7. Pisahkan bagian eter (atas) dan kumpulkan. Sisa bagian air yang tertinggal, dicuci
lagi dengan campuran pelarut sampai tiga kali dan kumpulkan cairan eter yang
diperoleh.
8. Tambahkan 1 g Na2SO4 pada kumpulan cairan eter untuk mengikat air yang
terikut.
9. Saring cairan eter melalui kertas saring, cuci dengan campuran eter untuk
mencuci asam lemak yang menempel pada wadah dan kertas saring.
10. Keringkan filtrat yang diperoleh.
11. Tambahkan 2 ml larutan diazometan ke dalam filtrat dalam tabung reaksi ukuran
besar. Untuk mempercepat reaksi, tambahkan beberapa ml larutan methanol 10%
dalam dietil eter. Apabila cukup diazometan maka warna kuning tidak hilang
setelah gelembung udara yang terjadi waktu ada reaksi berhenti.
12. Setelah gelembung udara berhenti terbentuk, keringkan diazometan yang
berlebihan dan pelarut eternya dengan meniupkan gas N2.
13. Tambahkan pelarut dietil eter dalam volume yang diketahui secukupnya, sehingga
mendapatkan larutan ester asam lemak dengan konsentrasi tertentu.
14. Beberapa l disuntikkan ke dalam alat Gas Liquid Chromatography.
4. Analisis asam amino daging
Asam amino ditentukan setelah hidrolisis sample dalam 1 ml 6 mol/l distilled
hydrochloric acid yang mengandung 0,1% fenol dalam tabung gelas dalam kondisi
hampa selama 24 jam pada suhu 110oC. Asam amino kemudian diukur dengan HPLC
yang dikalibrasi dengan campuran asam amino yang diketahui konsentrasinya menurut
metode Morel et al. (2003). Kolesterol kuning telur dianalisis dengan modifikasi
Liebermann-Burchad sebagai berikut. Sampel kuning telur ditimbang (0,01-0,1 g) dan

19
dimasukkan ke dalam tabung yang ditambahkan 12 ml alcohol-eter (3:1) sedikit demi
sedikit sambil diaduk selama 1-2 menit. Kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu
dipusingkan pada 3000 rpm selama 10 menit. Dekantasi larutan (supernatan) ke dalam
tabung berskala dengan memasukkan kloroform sampai mencapai 5 ml. Ke dalam 2
tabung gelas yang lain masing-masing masukkan 5 ml standar kolesterol dan 5 ml
kloroform (untuk blanko). Kemudian ke dalam 3 tabung tersebut tambahkan 2 ml asam
asetat anhidrat dan 0,1 ml asam sulfat pekat. Kocok dan biarkan selama 15 menit, diukur
absorbsinya pada spectrophotometer dengan panjang gelombang 420 nm.

Untuk uji mutu daging, maka akan diuji meat-bone ratio, cooking loss, spot-spot
pada dada dan paha, berat karkas, warna karkas dan uji organoleptik. Untuk uji
organolepteik, sepuluh panelis sensori terlatih akan diminta untuk membandingkan
palatabilitas relatif dari rasa, termasuk bau, warna daging. Uji kualitas daging diukur
pada akhir penelitian. Uji warna karkas dilakukan dengan cara membandingkan warna
karkas dengan menggunakan yolk colour scale. Panelis juga diminta menilai bau dan
warna daging dada dari nilai 1 sampai dengan 5. Warna daging dinilai dengan
membandingkan warna daging dada dengan warna standar ID-DLO reference scale dari
1-5. Spot-spot pada daging dada dan paha juga dinilai berdasarkan standar ID-DLO
reference scale dari nilai 1 (normal) sampai dengan nilai 5 (cukup banyak spot). Bau
daging dinilai berdasarkan nilai 1 (sangat amis), nilai 2 (amis), nilai 3 (agak amis), nilai 4
(kurang amis) dan nilai 5 (tidak amis). Khusus untuk uji rasa, panelis sebelumnya dilatih
dengan cara mencicipi kaldu daging ayam bagian dada yang diperoleh dengan cara
merebus daging tersebut pada berbagai konsentrasi. Nilai 1 (rasa tidak enak) diperoleh
dengan membuat kaldu dari 1 g daging yang direbus dalam 50 ml air; nilai 2 (rasa kurang
enak) pada perbandingan 4 g daging/50 ml air; nilai 3 (rasa cukup enak) pada
perbandingan 7 g daging/50 ml air; nilai 4 (rasa enak) pada perbandingan 10 g daging/50
ml air; dan nilai 5 (sangat enak) pada perbandingan 13 g daging/50 ml air. Setelah panelis
dapat membedakan rasa daging seperti yang diharapkan, maka mereka kemudian diminta
untuk mencicipi dan menilai rasa daging dari tidak enak (nilai 1) sampai dengan sangat
enak (nilai 5). Untuk uji rasa, daging dikukus pada suhu 80 oC selama 20 menit,
didinginkan dan diuji rasa. Cooking loss diperoleh dengan cara mengukus daging bagian

20
dada pada suhu 80oC selama 20 menit dan kemudian didinginkan selama 30 menit.
Cairan yang terjadi di permukaan daging setelah pengukusan dikeringkan dengan kertas
hisap. Cooking loss dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Cooking loss = Berat sebelum – setelah dikukus x 100%
Berat daging sebelum dikukus

Untuk mengetahui pengaruh negatif dari daun katuk yang diberikan, maka organ
dalam (hati, ginjal, spleen, jantung dan paru-paru) diperiksa secara makroskopis.
Pemeriksaan secara makroskopis dilakukan dengan cara memeriksa keabnormalitasan
yang dapat dilihat dengan mata seperti warna, bentuk, berat, ada tidaknya spot.
Output yang diharapkan adalah diperolehnya ekstrak daun katuk terbaik untuk
memproduksi modified meat yang efisien. Selain itu diharapkan menghasilkan publikasi
ilmiah tingkat internasional dan 3 skripsi mahasiswa. Adapun keempat skripsi tersebut
berjudul sebagai berikut:
1. Pengaruh penggunaan ekstrak air dari daun katuk sebagai pengganti feed additive
komersial terhadap performans ayam broiler.
2. Pengaruh penggunaan ekstrak air dari daun katuk sebagai pengganti feed additive
komersial terhadap mutu daging broiler.
3. Pengaruh penggunaan ekstrak air dari daun katuk sebagai pengganti feed additive
komersial terhadap penimbunan lemak pada broiler.

Tahap 4. Analisis data


Hasil penelitian akan dianalisis ANOVA dan jika berbeda nyata akan diuji lanjut
dengan Duncan’s Multiple Range Test. Untuk menentukan metode yang paling efektif
berdasarkan variabel-variabel yang diukur, maka akan dilakukan uji kecocokan relatif
untuk variabel-variabel yang berbeda nyata.

Penelitian Tahun 2
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Peternakan dan Agronomi, Fakultas
Pertanian, UNIB untuk analisis sampel.

21
Penelitian direncanakan melalui 4 tahap yaitu: 1). tahap pembuatan ekstrak daun
katuk; 2). tahap persiapan kandang dan pemeliharaan ayam petelur; 3). Analisis
laboratorium dan; 4) Analisis data.

Tahap 1. Ekstraksi daun katuk


Ekstraksi daun katuk dilakukan dengan menggunakan metode yang sama pada
tahun pertama.
Tahap 2. Pemeliharaan ayam petelur
Penelitian ini menggunakan ayam petelur tahap produksi. Ransum yang
digunakan mengandung protein kasar 16,5% dan ME 2800 kkal/kg. (NRC, 1994) tanpa
suplementasi antibiotika.
Empat puluh delapan ekor ayam petelur dikelompokkan ke dalam 6 kelompok
perlakuan yaitu sebagai berikut:
1. Kontrol yaitu ayam petelur yang yang diberi pakan plus 5 g feed additive
komersial/ /kg pakan
2. Ayam petelur diberi pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstraksi pada
suhu 5oC sebesar 5 g/kg pakan.
3. Ayam petelur diberikan pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstrak pada
suhu 90oC sebanyak 2,5 g/kg pakan plus 2,5 g feed additive komersial/kg
pakan.
4. Ayam petelur yang diberi pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstrak
pada suhu 30oC sebesar 5 g/kg pakan.
5. Ayam petelur yang diberi pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstraksi
pada suhu 60oC sebesar 5 g/kg pakan.
6. Ayam petelur yang diberi pakan mengandung ekstrak katuk yang diekstrak
pada suhu 90oC sebesar 5g /kg pakan.
Setiap perlakuan terdiri dari 8 buah kandang yang berisi 1 ekor ayam petelur (individual
cage). Susunan pakan tercantum pada Tabel 1. Ayam petelur diberi pakan percobaan
selama 30 hari. Ransum diberikan sebanyak 100 g/hari/ekor. Jumlah ransum yang
dikonsumsi, konversi pakan dan produksi telur diukur setiap minggu.

22
Tabel 1. Susunan Ransum Percobaan (g/kg)
Bahan pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5
Jagung kuning 510 510 510 510 510 510
Bungkil kedelai 140 140 140 140 140 140
Dedak 200 200 200 200 200 200
Tepung ikan 70 70 70 70 70 70
Minyak 10 10 10 10 10 10
Kalsium karbonat 35 35 35 35 35 35
EDK 5oC 0 0 5 0 0 0
EDK 30oC 0 0 0 5 0 0
EDK 60oC 0 0 0 0 5 0
EDK 90oC 0 2,5 0 0 0 5
Mineral mix 30 30 30 30 30
Feed additive 5 2,5 0 0 0 0
komerisialm (top
mix)
Jumlah 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Komposisi

Tahap 3. Pengambilan sampel dan analisis laboratorium


Sebanyak 5 butir telur pada setiap kelompok dikoleksi, dan kemudian dianalisis
kadar protein, asam amino, mineral (kalsium, fosfor, kalium dan besi), kolesterol dan -
karotin pada kuning telur.
Asam amino ditentukan setelah hidrolisis sample dalam 1 ml 6 mol/l distilled
hydrochloric acid yang mengandung 0,1% fenol dalam tabung gelas dalam kondisi
hampa selama 24 jam pada suhu 110oC. Asam amino kemudian diukur dengan HPLC
yang dikalibrasi dengan campuran asam amino yang diketahui konsentrasinya menurut
metode Morel et al. (2003). Kolesterol kuning telur dianalisis dengan modifikasi
Liebermann-Burchad sebagai berikut. Sampel kuning telur ditimbang (0,01-0,1 g) dan
dimasukkan ke dalam tabung yang ditambahkan 12 ml alcohol-eter (3:1) sedikit demi
sedikit sambil diaduk selama 1-2 menit. Kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu
dipusingkan pada 3000 rpm selama 10 menit. Dekantasi larutan (supernatan) ke dalam

23
tabung berskala dengan memasukkan kloroform sampai mencapai 5 ml. Ke dalam 2
tabung gelas yang lain masing-masing masukkan 5 ml standar kolesterol dan 5 ml
kloroform (untuk blanko). Kemudian ke dalam 3 tabung tersebut tambahkan 2 ml asam
asetat anhidrat dan 0,1 ml asam sulfat pekat. Kocok dan biarkan selama 15 menit, diukur
absorbsinya pada spectrophotometer dengan panjang gelombang 420 nm. Kadar -
karotin dalam telur dianalisis dengan metode yang dijelaskan oleh Subekti (2003).
Untuk uji mutu telur, maka akan diuji berat telur, tebal kerabang, specific gravity,
Haught Unit, tinggi rongga udara, warna yolk dan uji organoleptik. Untuk uji
organolepteik, sepuluh panelis sensori terlatih akan diminta untuk membandingkan
palatabilitas relatif dari rasa dan bau amis. Uji kualitas telur diukur setiap 2 minggu. Uji
warna yolk dilakukan dengan cara membandingkan warna yolk dengan menggunakan
yolk colour scale. Panelis juga diminta menilai bau amis dan rasa dari nilai 1 sampai
dengan 5. Bau telur dinilai berdasarkan nilai 1 (sangat amis), nilai 2 (amis), nilai 3 (agak
amis), nilai 4 (kurang amis) dan nilai 5 (tidak amis). Untuk uji rasa, panelis diminta
untuk mencicipi dan menilai rasa telur dari tidak enak (nilai 1) sampai dengan sangat
enak (nilai 5). Untuk uji rasa, telur direbus pada suhu 80 oC selama 20 menit, didinginkan
dan diuji rasa.
Output yang diharapkan adalah diperolehnya level ekstrak daun katuk terbaik
untuk memproduksi egg designer yang efisien. Selain itu diharapkan menghasilkan
publikasi ilmiah tingkat internasional dan 3 skripsi mahasiswa.

Tahap 4. Analisis data


Hasil penelitian akan dianalisis ANOVA dan jika berbeda nyata akan diuji lanjut
dengan Duncan’s Multiple Range Test.

24
IV. PEMBIAYAAN
JENIS PENGELUARAN ANGGARAN ANGGARAN
TAHUN 1 TAHUN 2
Pelaksana (Gaji dan upah) 2.800.000 2.800.000
Peralatan 0 0
Bahan Aus (material penelitian) 26.060.000 30.712.000
Perjalanan 3.400.000 3.400.000
Pertemuan/seminar 800.000 800.000
Laporan dan publikasi 2.300.000 2.300.000
Lain-lain 600.000 600.000
Total Anggaran 35.960.000 40.612.000

DAFTAR PUSTAKA
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat
Indonesia 3 (3): 31-33.
A O A C. 1980. Official methods of analysis. 11 ed. Association of Official Analytical
Chemist, Washintong, D. C.
Anonimus. 1995. Khasiat katuk sebagai tanamaan obat. Trubus No 307. Jakarta.
Barton, M. D. dan W. S. Hart. 2001. Public health risks: Antibiotic resistance- A review.

Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 414-422.

Cao, J., K. Li, X. Lu and Y. Zhao. 2004. Effects of florfenical and chromium (III) on

humoral immune response in chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17: 366-370.

Chapman, H. and E. Saleh. 1999. Effect of different concentration of monensisn and


monensin withdrawal upon the control of coccidiosis in the turkey. Poultyry Sci.
78: 50-56.
Chang, Y. L., Y. T. Yao, N. S. Wang and Y. C. Lee. 1998. Segmental necrosis of small
bronchi after prolong intakes of Sauropus androgynus in Taiwan. Am. J. Respir.
Crit. Care Med., 157: 594-598.
Chen, Y. J., K. S. Son, B. J. Min, J. H. Cho, O. S. Kwon dan I. H. Kim. Effects of dietary
probiotic on growth performance, nutrients digestibility, blood characteristics

25
and fecal noxious gas content in growing pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci.
18:1464-1468.
Chiang, S. H. and W. M. Hsieh. 1995. Effect of direct-fed microorganisms on broiler
growth performance and liter ammonia level. Asian_Aus. J. Anim. Sci. 8:159-
162.
Collins, C. H., P. M. Lyne and J. M. Grange. 1989. Microbiological Methods. 6 th ed.
Butterworths, Oxford.
Convay, D. P., A. D. Dayton and M. E. KcKenzie. 1999. Comparative testing of
anticoccidials in broiler chickens. The role of coccidial lesion score. Poultry Sci.
78: 529-535.
Crawford, M. A., W. Doyle, P. Drury, K. Chebremeskel and G. Williams. 1988. The food
chain for n-6 and n-3 fatty acids with special refernce to animal production. In:
Dietary omega 3 and omega 6 fatty acids, biological effects and nutritional
essentiallly. Gall C. and A. P. Simopoulos eds. Plenum Press, New York and
London.
Dilworth, B. C. and E. J. Day. 1978. Lactobacillus culture in broiler diets. Poultry Sci.
57: 1101 (Abstr).
Hulshof, P. J. M., C. Xu, P. van de Bovenkamp, Muhilal dan C. E. West. 1997.
Application of a validated method for the determination of provitamin A
carotenoids in Indonesia foods of different maturity and origin. J. Agric. Foor
Chem. 45: 1174-1179.
Imik, H., A. Hayirli, L. Turgut, E. Lacin, S. Celebi, F. Koc dan L. Yildiz. 2006. Effects of
additive on laying performance, metaboloic profile, and egg quality of hens fed
a high level sorghum (Sorghum vulgare) during the peak layaing period. Asian-
Aust. J. Anim. Sci. 19: 573-581.
Ipek, A., O. Canbolat dan A. Karabulut. 2007. The effect of vitamin E and vitamin C on
the performance of japanese quails (Coturnix coturnix Japonica) reared under
heat stress during growth and egg production period. Asian-Aust. J. Anim. Sci.
20:252-256.
Israelsen, M., M. Virsod and I. D. Hore. 1996. Reducing Salmonella efficiency: Expander
plus pellet press. Feed Int. 17: 31-34.

26
Jones, G. P. D. and D. J. Farrell. 1992. Early life food restriction of broiler chickens. II.
Effect of food restriction on the development of fat tissue. Bri. Poultry Sci. 33:
589-601.
Khaksefidi, A dan Sh. Rahimi. 2005. Effect of probiotic inclusion in the diet of broiler
chickens on performance, feed efficiency and carcass quality. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 18:1153-1156.
Kyriakis, S. C., I. Georgoulakis, A. Spais, C. Alexopoulos, C. C. Miliotis dan S. K.
Kritas. 2003. Evaluation of toyocerin, a probiotic containing Bacillus toyoi
spores, on health status and productivity of weaned, growing and finishing pigs.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16: 1326-1331.
Lai, R. S., A. A. Chiang, M. T. Wu, J. S. Wang, N. S. Lai, J. Y. Lu and L. P. Ger. 1996.
Outbreak of bronchiolitis obliterans associated with consumption of Sauropus
androgynus in Taiwan. Lancet, 348: 83-85.
Mason, V. C. and A. Just. 1976. Bacterial activity in the hind gut of pigs. I. Its influence
on the apparent digestibility of dietary energy and fat. Zaitschrift fur
Tierphysiologie, Tierernahrung und Futtermittelkunde 36: 301-310.
Medion. 2007. Top Feed Supplement for Top Profit. Medion, Bandung.
Nishizawa, N. and Y. Fudamoto. 1995. The elevation of plasma concentration of high-
density lipoprotein cholesterol in mice fed with protein from Proso millet.
Biosci. Biotech. Biochem. 59: 333-335.
Rahayu, I. D. 1999. Sorgum, alternatif pengganti jagung dalam ransum broiler. Poultry
Indonesia 229: 34-38.
Risfaheri, S., Yuliani dan Anggraeni. 1997. Studi pembuatan simplisia dan ekstrak kering
daun katuk. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3 (3): 30-31.
Robinson, F. E., H. L. Classeen, J. A. Haufan and D. K. Onderka. 1992. Growth
performance, feed efficiency and the incidence of skeletal and metabolic disease
in full-fed and feed-restricted and roaster chickens. J. Appl. Poultry Res. 1: 33-
41.
Santoso, U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Carcass Quality of
Broiler Chicks. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan 7: 22-28.

27
Santoso, U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Performance of
Broiler. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan 7: 15-21.
Santoso, U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus Extract on Organ Weight, Toxicity
and Number of Salmonella sp and Escherichia coli of Broilers Meat. Buletin
Ilmu Peternakan dan Perikanan, 7 (2): 162-169.
Santoso, U. and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by
Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 14: 346-350.
Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky. 2002. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk untuk
Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah Lingkungan
pada Ayam Petelur. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 1. Jakarta.
Santoso, U., Y. J. Setianto, T. Suteky dan Y. Fenita. 2003. Penggunaan Ekstrak Daun
Katuk untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah
Lingkungan pada Ayam Petelur. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2.
Jakarta.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, M. H. Togatorop, T. Basaribu, I. A. K. Bintang, S.
Sitompul dan J. Rosida. 2002. Respon ayam pedaging terhadap penambahan
bioaktif tanaman lidah buaya dalam ransum: Pengaruh berbagai bentuk dan
dosis bioaktif dalam tanaman lidah buaya terhadap performans ayam pedaging.
JITV 7: 69-75.
Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk
dalam ransum. Program Pasca sarjana IPB. Bogor.
Williams, D. J. and R. Fuller. 1971. The influence of the intestinal microflora on
nutrition. In: D. J. Bell and B. M. E. Freemon ed., Physiology and Biochemistry
of the Domestic Fowl. Vol. 1. Academic Press. New York.
Winarno, F. G. dan M. Aman. 1974. Fisiologi Lepas Panen. Dep. THP Fatemeta, IPB>
Bogor, hal. 99-100.
Whyte, R. T. 1993. Aerial pollutans and the health of poultry farmers. Wordl’s Poultry
Sci. J. 49: 139-156.
LAMPIRAN
Penjelasan Tambahan

28
I. Pertimbangan Alokasi Biaya
Tahun 1
1.1. Anggaran untuk pelaksana:
No. Nama Alokasi Harga Satuan Jumlah (Rp)
Waktu
1 Urip Santoso, Ph.D 8 bulan 150.000 1.200.000
2 Ir. Kususiyah, MP 8 bulan 75.000 600.000
3 Suharyanto, S.Pt., MP 8 bulan 75.000 600.000
4. Isnani Murti 8 bulan 50.000 400.000
Jumlah 2.800.000

1.2. Anggaran untuk komponen peralatan


No. NAMA ALAT KEGUNAAN HARGA HARGA
DALAM SATUAN SELURUHNYA
PENELITIAN (Rp) (Rp)

1.3. Anggaran untuk bahan aus (material penelitian).


NO NAMA BAHAN KEGUNAAN HARGA HARGA
DALAM SATUAN (Rp SELURUHNY
PENELITIAN A (Rp)
1 2 rim Kertas HVS Administrasi, 30.000 60.000
laporan
2 1 boks CD Simpan data 100.000 100.000
4 1 buah Tinta printer Print 40.000 40.000
5 200 ekor Broiler Objek 5.000 1.000.000
penelitian
6 800 kg ransum Pakan 5.000 4.000.000
percobaan
7. Bahan untuk pembuatan Tempat broiler 600.000 600.000
kandang

29
1.3. Anggaran untuk bahan aus (material penelitian).
NO NAMA BAHAN KEGUNAAN HARGA HARGA
DALAM SATUAN (Rp SELURUHNY
PENELITIAN A (Rp)
8 50 m plastik Penutup 5.000 250.000
kandang
9 200 kg daun katuk Penelitian 5.000 1.000.000
10 2 liter Rodalon Desinfektan 25.000 50.000
11 2 botol Vaksin ND Vaksinasi 100.000 200.000
12 2 botol Vaksin Gumboro Vaksinasi 100.000 200.000
13 Vitachick 100.000
14 Obat-obatan lain 100.000
15 Tempat menjemur Jemur katuk 50.000 50.000
16 Kapas 10.000 10.000
17 Analisis kolesterol daging 100.000 3.000.000
(30 sampel)
18 Analisis asam lemak (30 200.000 6.000.000
sampel)
19 Uji organoleptik (30 20.000 600.000
sampel)
20 Analisis total lipid daging 40.000 1.200.000
(30 sampel)
21 Analisis asam amino 250.000 7.500.000
daging (30 sampel)
Jumlah 26.060.000

1.4. Anggaran untuk perjalanan


NO TUJUAN KEPERLUAN Biaya satuan BIAYA
SELURUHNY
A (Rp)
1 Transportasi lokal Bahan 500.000 500.000
penelitian
2 Kepahyang Bahan 200.000 400.000
penelitian
3. Curup Bahan 250.000 500.000
penelitian
4. Bogor Antar sampel 2.000.000 2.000.000
3.400.000

30
1.5. Pengeluaran lain-lain:
NO. JENIS PENGELUARAN BIAYA SELURUHNYA
1 Analisis data 200.000
2 Penyusunan dan perbanyakan laporan 800.000
3 Seminar 800.000
4 Publikasi 1.500.000
5 Bahan pustaka 200.000
6 Dokumentasi 200.000
Jumlah 3.700.000

Jumlah total biaya penelitian Rp 35.960.000,- (Tiga puluh lima juta sembilan ratus enam
puluh ribu rupiah).

Tahun 2
1.2. Anggaran untuk pelaksana:
No. Nama Alokasi Harga Satuan Jumlah (Rp)
Waktu
1 Urip Santoso, Ph.D 8 bulan 150.000 1.200.000
2 Ir. Kususiyah, MP 8 bulan 75.000 600.000
3 Suharyanto, S.Pt., MP 8 bulan 75.000 600.000
4. Isnani Murti 8 bulan 50.000 400.000
Jumlah 2.800.000

1.2. Anggaran untuk komponen peralatan


No. NAMA ALAT KEGUNAAN HARGA HARGA
DALAM SATUAN SELURUHNYA
PENELITIAN (Rp) (Rp)
1.

31
1.3. Anggaran untuk bahan aus (material penelitian).
NO NAMA BAHAN KEGUNAAN HARGA HARGA
DALAM SATUAN (Rp SELURUHNY
PENELITIAN A (Rp)
1 2 rim Kertas HVS Administrasi, 30.000 60.000
laporan
2 1 boks CD Simpan data 100.000 100.000
4 1 buah Tinta printer Print 40.000 40.000
5 50 ekor ayam petelur Objek 24.000 1.200.000
(sewa) penelitian
6 300 kg ransum Pakan 5.000 1.500.000
percobaan
7. Sewa kandang Tempat petelur 300.000 300.000
9 200 kg daun katuk Penelitian 5.000 1.000.000
10 2 liter Rodalon Desinfektan 25.000 50.000
11 2 botol Vaksin ND Vaksinasi 100.000 200.000
12 2 botol Vaksin Gumboro Vaksinasi 100.000 200.000
13 Vitachick 100.000
14 Obat-obatan lain 100.000
15 Tempat menjemur Jemur katuk 50.000 50.000
16 Kapas 12.000 12.000
17 Analisis kolesterol daging 100.000 3.000.000
(30 sampel)
18 Analisis karotin (24 250.000 7.500.000
sampel)
19 Uji organoleptik (30 20.000 600.000
sampel)
20 Analisis total lipid daging 40.000 1.200.000
(30 sampel)
21 Analisis vitamin A yolk (24 250.000 6.000.000
sampel)
22 Analisis asam amino 250.000 7.500.000
daging (30 sampel)
Jumlah 30.712.000

32
1.4. Anggaran untuk perjalanan
NO TUJUAN KEPERLUAN Biaya satuan BIAYA
SELURUHNY
A (Rp)
1 Transportasi lokal Bahan 500.000 500.000
penelitian
2 Kepahyang Bahan 200.000 400.000
penelitian
3. Curup Bahan 250.000 500.000
penelitian
4. Bogor Antar sampel 2.000.000 2.000.000
3.400.000

1.5. Pengeluaran lain-lain:


NO. JENIS PENGELUARAN BIAYA SELURUHNYA
1 Analisis data 200.000
2 Penyusunan dan perbanyakan laporan 800.000
3 Seminar 800.000
4 Publikasi 1.500.000
5 Bahan pustaka 200.000
6 Dokumentasi 200.000
Jumlah 3.700.000

Jumlah total biaya penelitian Rp 40.612.000,- (Empat puluh juta enam ratus dua belas
ribu rupiah).

II. Dukungan pada Pelaksanaan Penelitian


1. Dukungan aktif yang sedang berjalan.
a. Dukungan dana penelitian
Dukungan dana dari sumber lain tidak ada.
b. Penelitian dosen dan mahasiswa, seminar dan publikasi
Beberapa publikasi, seminar dan hasil penelitian telah dilakukan oleh Peneliti
Utama yang langsung mendukung penelitian yang diajukan (lihat biodata). Peneliti utama
telah banyak meneliti penggunaan tumbuhan obat bagi broiler. Demikian pula dengan
peneliti pendamping.

33
2. Dukungan yang sedang dalam tahap pertimbangan
Tidak ada
3. Proposal yang sedang direncanakan atau dalam taraf persiapan
Tidak ada

III. Sarana
3.1. Laboratorium:
NO LABORATORIUM KEMAMPUAN PENUNJANG
PENELITIAN
1 Nutrisi dan Makanan Ternak, Analisis proksimat 20%
Jurusan Peternakan dan kolesterol
2 Lab. Produksi Ternak, Jurusan Kandang dan 50%
Peternakan, Faperta UNIB peralatan untuk
1000 ekor broiler
3 Lab. Poteksi, Jurusan Budidaya Analisis mikrobia 10%
Pertanian
4 Lab. Agronomi, Jurusan Budidaya Analisis asam lemak 20%
Pertanian, Faperta UNIB menggunakan GLC

34
3.2. Peralatan Utama:
NO ALAT TEMPAT KEGUNAAN KEMAMPUAN
1. Spektofotometer Faperta UNIB Analisis 40 sampel/hari
kolesterol
2. GLC Faperta UNIB Analisis asam 40 sampel/hari
lemak
3. Soklet Faperta UNIB Analisis total 10 samel/hari
lipid
4. Satu set alat analisis protein Faperta UNIB Analisis 10 sampel/hari
protein
5. Ruang steril Faperta UNIB Analisis 20 sampel/hari
mikrobia

3.3. Keterangan Tambahan


Peneliti utama mempunyai satu set komputer beserta jaringan internet. Fasilitas
ini digunakan untuk analisis data, penelusuran pustaka dan laporan penelitian.

35
IV. Biodata Peneliti
PENELITI UTAMA

4.1. Nama Lengkap dan gelar Tempat/Tgl lahir


Ir. Urip Santoso, MSc, PhD Brebes, 21 September 1960

4.2. Pendidikan

UNIVERSITAS GELAR TAHUN BIDANG STUDI


DAN LOKASI
UGM, Yogyakarta Ir 1985 Peternakan
Gifu University, M.Sc. 1992 Nutrisi Ternak
Jepang
Gifu University, PhD 1995 Nutrisi Ternak
Jepang

4.3. Pengalaman kerja dalam penelitian

INSTITUSI JABATAN PERIODE KERJA


URGE (Dikti) Ketua peneliti 1996-1997
ITSF Ketua peneliti 1996
Uiversitas Bengkulu Ketua peneliti 1998
Penelitian Dasar (Dikti) Ketua peneliti 2001
Hibah Bersaing (Dikti) Ketua peneliti 2002-2003
Hibah Pekerti (Dikti) Ketua peneliti 2004

4.4. Daftar publikasi yang relevan dengan proposal penelitian yang diajukan
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk sebagai feed additive pada broiler. Poultry
Indonesia 242: 59-60.

Santoso, U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of


broiler chicks. Buletin Peternakan dan Perikanan, 7: 22-28

Santoso, U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of


broiler. Buletin Peternakan dan Perikanan, 7: 15-21.

Santoso, U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight, toxicity


and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. Buletin
Peternakan dan Perikanan, 7 (2): 162-169.

Santoso, U. 2002. Aplikasi Teknologi Ekstrak Daun Katuk pada Broiler. Public
Service. Bengkulu University, Bengkulu.

36
Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by
Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 14: 346-350.

Santoso, U., S. Ohtani and K. Tanaka. 2001a. Tu-chung leaf meal supplementation
reduced an increase in lipid accumulation of chickens stimulated by dietary
cholesterol. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 13: 1758-1763.

Santoso, U., Suharyanto and E. Handayani. 2001b. Effects of Sauropus androgynus


(Katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in
broiler chickens. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 6: 220-226.

Santoso, U., J. Setianto and T. Suteky. 2002a. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk
untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah
Lingkungan pada Ayam Petelur. Research Report, Bengkulu University,
Bengkulu.

Santoso, U., T. Suteky, Heryanto and Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian
ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas
karkas ayam pedaging. J I T V, 7: 143-148.

Bengkulu, 16 Juli 2008

Ir. Urip Santoso, M.Sc., Ph.D

37
ANGGOTA PENELITI I

4.1. Nama Lengkap dan gelar Tempat/Tgl lahir


Suharyanto, S.Pt. Lampung, 2 Juni 1973

4.2. Pendidikan

UNIVERSITAS GELAR TAHUN BIDANG STUDI


DAN LOKASI
UNIB, Bengkulu S.Pt. 1997 Peternakan
IPB, Bogor MSi 2007 Teknologi Hasil
Ternak

4.4. Pengalaman kerja dalam penelitian

INSTITUSI JABATAN PERIODE KERJA


SEMI-QUE Ketua Peneliti 2003
DIKS Ketua Peneliti 2005

4.4. Daftar publikasi yang relevan dengan proposal penelitian yang diajukan

Santoso, U., Suharyanto and E. Handayani. 2001b. Effects of Sauropus androgynus


(Katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in
broiler chickens. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 6: 220-226.

Bengkulu, 16 Juli 2008

Suharyanto, S.Pt., M.Si.

38
ANGGOTA PENELITI II

4.1. Nama Lengkap dan gelar Tempat/Tgl lahir


Ir. Kususiyah, MP Tulungagung, 6 Oktober 1963

4.2. Pendidikan

UNIVERSITAS GELAR TAHUN BIDANG STUDI


DAN LOKASI
IPB, Bogor Ir 1986 Peternakan
IPB, Bogor MP 1992 Produksi Unggas

4.5. Pengalaman kerja dalam penelitian

INSTITUSI JABATAN PERIODE KERJA


Dikti (Kajian Wanita) Ketua Peneliti 1997
Dikti (Penelitian Dasar) Anggota Peneliti 1999

4.4. Daftar publikasi yang relevan dengan proposal penelitian yang diajukan

Tidak Ada

Bengkulu, 16 Juli 2008

Ir. Kususiyah, MP

39
JADWAL KEGIATAN

No. KEGIATAN/PENANG BULAN


GUNG JAWAB
A. PERSIAPAN 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pertemuan awal tim/Ketua X
2 Penetapan rencana X
kerja/Ketua
3 Persiapan kandang/Teknisi x
4 Persiapan lay out/Peneliti x
dan teknisi
B. PEMELIHARAAN
1 Pemeliharaan ayam x
sebelum penelitian/Peneliti
2 Pemeliharaan ayam selama x x
penelitian
C. SAMPLING
1 Pemilihan sampel/Peneliti x
2 Penyembelihan x
ayam/Teknisi
3 Analisis/Peneliti dan x x x x
teknisi
D. PENYUSUNAN
LAPORAN
1 Analisis data/Peneliti x
2 Menyusun draft x x
laporan/Peneliti
3 Perbaikan laporan x x
I/Peneliti
4 Penggandaan Laporan x
akhir/teknisi
5 Pengiriman X
laporan/Teknisi

40

You might also like