You are on page 1of 6

Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan

Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 1


PENGEMBANGAN DAN MENAJEMEN SUMBERDAYA AIR
BERWAWASAN TERPADU DAN BERKELANJUTAN
(Sedikit pemikiran untuk penyusunan RPJMN 2010 – 2014)
Djoko Legono
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, UGM
E-mail: djokolegono@yahoo.com, Website: www.djokolegono.com
Ringkasan
Perjalanan pengembangan sumberdaya air dalam masa satu decade terakhir sangat
banyak
diinspirasi oleh adanya krisis multidimensi yang melanda negeri sejak tahun 1997. Sejak
masa itu, sektor-sektor kepemerintahan yang terkait dengan pengembangan sumberdaya
air
mulai melakukan pembenahan di berbagai bidang di lingkup masing-masing sektor, yang
umumnya dilakukan dengan mempertimbangkan dua hal utama, yaitu era
kepemerintahan
(berupa era otonomi) serta paradigma air (sosial-budaya-lingkungan dan ekonomi).
Paper singkat ini mengulas sedikit tentang beberapa pikiran dan pemandangan yang
terkait
dengan pengembangan dan manajemen sumberdaya air selama kurun waktu satu dekade
terakhir di Indonesia. Beberapa hal yang terkait dengan isu global, regional, nasional
serta
lokal juga disinggung dalam rangka memperluas pemandangan tentang persoalan
sumberdaya air yang ada di sekitar kita. Era otonomi merupakan era baru di mana pada
masa sebelumnya Indonesia belum pernah mengenal, sehingga penyelenggaraan era
otonomi tersebut secara benar seperti halnya di negara tetangga (misalnya Jepang),
memerlukan proses pembelajaran.
Bagian akhir dari paper singkat ini menyajikan beberapa saran tentang sikap yang
sebaiknya ditempuh ataupun ditindak lanjuti oleh pemerintah, khususnya dalam
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia dalam kurun waktu lima
tahun kedepan. Kekhawatiran akan terjadinya penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya
air yang kurang adil, yang sesungguhnya lebih banyak dipicu oleh adanya perbedaan
persepsi dan aspirasi terhadap rencana implementasi Undang-Undang No. 7 Tahun 2004,
merupakan bagian yang harus diselesaikan dengan sistematis selama lima tahun ke
depan.
Resume atau simpulan dari paper kecil ini diujudkan dalam beberapa butir pemikiran
berupa langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka mendukung pembangunan
yang berkelanjutan melalui program pengelolaan sumberdaya air secara tepat dan terpadu
pada jangka lima tahun kedepan.
PENDAHULUAN
Gagasan tentang penyelengaraan sumberdaya air secara terpadu telah dimulai sejak awal
tahun 1990 melalui beberapa pertemuan ilmiah baik pada tingkat nasional maupun
internasional. Proses-proses tersebut tidak saja diikuti oleh sector-sektor pemerintah yang
terkait dengan pengelolaan sumberdaya air, namun juga dari para pemerhati air seperti
halnya akademisi serta lembaga swadaya masyarakat atau LSM. Pertemuan-pertemuan
yang diselenggarakan pada masa-masa itu sangat menginspirasi hadirnya tiga pilar
penting
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 2
dalam pengelolaan sumberdaya air, yaitu kegiatan konservasi, kegiatan pendaya-gunaan,
serta kegiatan pengendalian daya rusak). Selanjutnya sejak krisis ekonomi (dan krisis
multi
dimensi?) pada tahun 1998, berbagai reformasi struktur organisasi pada hampir semua
sektor kepemerintahan dilakukan untuk memulihkan kondisi perekonomian negara.
Reformasi di bidang sumberdaya air ditandai dengan diluncukannya Undang-Undang
No.7
Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air dengan semua bentuk turunan produk hukumnya,
sebagai pengganti Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.
PENGELOLAAN SDA UNTUK KEGIATAN KONSERVASI
Kegiatan konservasi sumberdaya air merupakan kegiatan yang diharapkan dapat
mengurangi permasalahan-persalahan erosi dan sedimentasi pada suatu daerah
tangkapan,
baik kegiatan di sistem lahan maupun di sistem alur. Kegiatan konservasi ini dapat
berupa
kegiatan pembangunan pekerjaan sipil (sumur resapan, gully plug atau dam parit, ataupun
bangunan pengendali dasar), pekerjaan vegetasi, pekerjaan penataan lahan (terrasering),
maupun pekerjaan pengolhan lahan). Intensitas kegiatan konservasi tersebut tentunya
juga
mempunyai keterbatasan-keterbatasan, baik karena kendala teknis (kondisi fisik lahan),
maupun kondisi sosial-ekonomi masyarakat di wilayah kegiatan dan sekitarnya.
Keberhasilan kegiatan konservasi sudah barang tentu sangat terletak pada keterpaduan
berbagai sektor di lingkungan institusi pemerintah maupun masyarakat, serta
keberlanjutan
dari kegiatan yang diterapkan dalam kegiatan tersebut. Beberapa kriteria keberhasilan
kegiatan perlu ditetapkan, dan untuk ini suatu mekanisme pemantauan dan evaluasi
terhadap kegiatan konservasi perlu dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Upaya
yang dinilai mempunyai prospek keberhasilan yang tinggi adalah kegiatan konservasi
berbasis masyarakat, di mana masyarakat diharapkan dapat mengikuti secara terus
menerus
pembelajaran tentang arti penting kegiatan konservasi. Namun demikian secara umum
pembelaran ini akan dapat berlangsung secara terus menerus manakala masyarakat dapat
mendapatkan manfaat atas kegiatan konservasi yang terselengara di sekitarnya.
Mengingat
pengaruh konservasi ini dapat merupakan proses yang panjang (antara 3 s/d 5 tahun),
maka
dalam tahap pertama sebaiknya tidak memilih kawasan kegiatan yang kompleks (baik
fisik
maupun non-fisik), dan dengan kawasan yang relatif kecil untuk memudahkan
penyelengaraan pemantauan dan evaluasi. Persoalan konservasi perlu dipahami sebagai
persooalan multisektor yang harus ditangani berbagai pihak. Namun demikian pembagian
atau demarkasi tugas pokok dan fungsi hendaknya tetap disusun dengan tegas dan jelas.
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 3
10,50
11,00
11,50
12,00
12,50
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Year
Harvesting Area (x1000 - Ha)
46,00
48,00
50,00
52,00
54,00
Pruduction (x1000 - Ton)
PENGELOLAAN SDA UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DAN LISTRIK
Pada saat ini telah dibangun sejumlah lebih dari 235 bendungan dengan klasifikasi seperti
berikut (BAPPENAS, 2003):
− 100 bendungan dengan tinggi lebih dari 15 m serta kapasitas tampung lebih dari
100.000 m3,
− 135 bendungan dengan tinggi kurang dari 15 m serta kapasitas tampung lebih 500.000
m3.
Dari sekian banyak bendungan tersebut 40 (17,02%) dalam kondisi jelek, 29 (12,34%)
kondisi sedang, 50 (21,28%) dalam kondisi baik, sedangkan 116 (49,36%) sisanya belum
teridentifikasi. Hampir semua bendungan mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi. Namun secara keseluruhan baru memenui 10% dari seluruh kebutuhanair
irigasi
secara nasional. Sementara kebutuhan penyediaan pangan semakin meningkat dengan
kebutuhan penduduk akan pangan. Pada Gambar 1 disajikan gambaran tentang usaha
pengembangan irigasi selama tahun 1996 – 2002. Perlu diketahui bahwa lahan sawah
yang
berada di Pulau Jawa mencakup 40% dari seluruh lahanirigasi yang ada di Indonesia.
Sementara pengusahaan pangan melalui pengembangan irigasi di Pulaiu Jawa semakin
sulit seiring dengan kebutuhan lahan akan permukiman. Alih fungsi lahan sawah yang
terjadi di Indonesia selama 1996 – 2002 adalah sebesar 6,5%.
Gambar 1 Luas Panen dan Produksi Padi/Beras
PENGELOLAAN SDA UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN DMI
Diantara sekitar 250 juta penduduk Indonesia, 100 juta diantaranya masih mempunyai
kesulitan dalam mengakses air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Beberapa
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 4
diantaranya bahkan menggunakan sungai untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Jumlah
orang yang mempounyai akses ke air (air bersih – bukan air minum) serta sarana sanitasi
diperkirakan sekitar 47%, 55%, and 63,5% berturut-turut pada tahun 1990, 2000, and
2002. Terminologi air minum mulai diartikan sebenarnya (sebagai air siap diminum)
pada
tahun 2004 semenjak diluncurkannya Undang-Undang No.7 Tahun 2004 Tentang
Sumberdaya Air. Terminologi air bersih sebelum waktu itu masih terbatas pada air yang
diperoleh dari sumur dangkal, mata air, serta air hujan. Adapun cakupan dari pelayanan
air
bersih di perkotaan diperkirakan masih sekitar 36,09%, sementara di tingkat rural
(pedesaan) masih berkisar dia angka 6,27%. Ini berarti bahwa pada umumnya masyarakat
di desa masih kesulitan mendapatkan akses ke air bersih, ataupun sanitasi. Hal ini
dibuktikan dengan masih dijumpainya cara-cara masyarakat di desa dalam mendapatkan
air, antara lain dengan cara mengambil langsung dari sumur dangkal atau mata air
(dengan
slang atau ember dan mengangkutnya ke rumah).
PENGELOLAAN SDA UNTUK PENGENDALIAN DAYA RUSAK
Daya rusak yang terkait dengan fenomena keairan sangat beragam, baik dari sisi jumlah,
kualitas, maupun interaksinya dengan material padatan seperti halnya tampang basah di
mana air tersebut berada. Dengan demikian jenis kegiatan pengendalian daya rusak air
sangat bervariasi, dapat merupakan salah satu atau kombinasi dari beberapa
permasalahan
berikut;
− banjir,
− kekeringan,
− aliran lahar,
− tanah longsor,
− erosi tebing,
− sedimentasi sungai,
− sedimentasi waduk,
− erosi bangunan sungai,
Perlu diingat bahwa berbagai daya rusak tersebut ada yang bersifat berlangsung secara
natural/alami, maupun secara campur tangan manusia. Batasan diantara fenomena natural
dan campur tangan manusia akan sangat sulit manakala kegiatan pemantauan dan
evaluasi
fenomena tersebut dilakukan secara sistematik.
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 5
31,80
7,38
1,07 0,04
78,92
18,32
2,66 0,10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Irrigation Dam, small dam,
weirs
Flood control
and coastal
protection
DMI
Infrastructure Category
Investment Cost (Billion, USD) and Ratio of
Investment Cost (%)
Inv estment Cost (Billion, USD)
Ratio of Inv estment Cost (%)

Pada Gambar 2 ditunjukkan perbandingan nilai investasi yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah sampai dengan 2002, sekedar contoh seberapa besar perhatian pemerintah
dalam usaha pemenuhan kebutuhan air. Tampak bahwa dari nilai investasi sebesar USD
40,29 milyar untuk pengembangan infrastruktur sumberdaya air, hanya USD 0,04 milyar
(0,10%) diantaranya berupa pengembangan infrastruktur untuk pemenuhan air DMI.
Sedangkan yang lainnya, infrastruktur irigasi USD 31.80 milyar (78,92%), infrastruktur
bendungan dan bendung USD 7,38 milyar (18,32%), dan infrastruktur pengendalian
banjir
dan pengaman pantai USD 1,07 milyar (2,66%).
Gambar 2 Investasi pengembangan infrastruktur SDA s/d 2002
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai kesimpulan untuk arahan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di
masa
mendatang, berikut disampaikan beberapa hal;
1). Air merupakan sumber yang sangat potensial di mana setiap pihak (individu maupun
kelompok) mempunyai hak untuk dapat mengakses dengan mudah serta berkeadilan .
2). Kebijakan pengembangan sumberdaya air dalam lingkup nasional perlu diarahkan
sedemikian sehingga nuansa dan karakteristika terpadu dan berkelanjutan dapat
terwujud/terselengara.
3). Pengembangan sumberdaya air secara terpadu perlu diartikan sebagai pengembangan
sumberdaya air yang menerapkan konsep one river-one plan–one management,
melibatkan banyak sektor dan stakeholders terkait, malalui proses peran serta
termasuk proses pembuatan keputusan.
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 6
4). Pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan perlu memasukan pertimbangan
aspek ekonomi secara pemahaman yang holistik, dimana paradigma sosial (termasuk
lingkungan dan budaya) dan paradigma ekonomi dapat dipertimbangkan secara
proporsional.
5). Pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai kebutuhan (irigasi, domestik, munisipal,
dan industri) harus disusun sedemikian hingga keberlanjutan atas ketersediaan air dan
kebutuhan air selalu berada pada imbangan yang baik, memperhitungkan
pertumbuhan jumlah penduduk dan distribusinya.
6). Dalam hal distribusi penyaluran air dalam fungsi ruang, metode struktural dan
nonstruktural
perlu dikembangkan dalam rangka menyediakan air yang mempunyai
keberlanjutan tinggi, serta memperhitungkan kondisi lokal (baik sumberdaya
manusia, sumberdaya peralatan, serta kemampuan/kapasitas pendanaan), baik untuk
masyarakat rural, sub-urban, maupun urban.
7). Karena bencana air diduga akan menjadi sangat intensif (karena dampak pemanasan
global dan perubahan cuaca), maka alokasi anggaran yang diperuntukan untuk
mengantisipasi bencana air (terutama banjir dan kekeringan) sudah sewajarnya
ditingkatkan. Namun demikian suatu pendekatan (metode, instrumen hukum, dll)
untuk menilai manfaat terhadap usaha mitigasi dampak tersebut perlu disiapkan.
8). Hal-hal yang terkait dengan pengembangan institusi perlu diartikan sebagai tidak saja
menyediakan institusi baru namun juga memberdayakan institusi secara utuh berikut
aset yang dimilikinya. Keistimewaan (feature) era otonomi dan paradigma ekonomi
pengelolaan sumberdaya air sangat tergantung pada kinerja institusi, sehingga
pengembangan institusi secara utuh berupa human and institution development sangat
diperlukan.
9). Dalam hal pengembangan kesadaran dan kemampuan masyarakat, mengingat
heterogenitas kapasitas (kemampuan ekonomi, intelktualitas, budaya, serta sifat lokal
masyarakat), teknik pengembangan peran serta masyarakat perlu di lakukan dengan
sistematis dan kontinyu. Model-model pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
air melalui pengembangan dan peran serta masyarakat (community development)
merupakan langkah jitu dalam rangka usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui sektor sumberdaya air.
Pengembangan dan Manajemen Sumberdaya Air Berwawasan Terpadu dan Berkelanjutan
Djoko Legono, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT-UGM 7
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada Bapak Dr.Ir. Donny Azdan M.A., M.S., Direktur
Pengairan dan Irigasi, Badan Perencanan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), atas
kesempatan yang diberikan kepadan penulis untuk ikut menyumbangkan sedikit
pemikiran
tentang penyusunan RPJMN 2010-2014 Bidang Sumberdaya Air. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada segenap Panitia Penyelengara Diskusi Pakar dalam Penyusunan
RPJMN 2010-2014 Bidang Sumberdaya Air, atas kesabarannya menunggu sampai
dengan
makalah ini selesai disusun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asia Pacific Water Forum, Message from Beppu, 1st Asia-Pacific Water Summit,
Beppu-Japan, December, 2007.
2. BAPPENAS, Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Skala
Besar, 2003
3. Legono, D., Important issues on sediment-related disaster management in Indonesia,
International Symposium on Fluvial and Coastal Disaster, Kyoto University,
Japan, December 1-2, 2005.
4. Legono, D., Research on sedimentation issues and countermeasures in some
reservoirs
in Central Java and DIY, Second Workshop on Countermeasures for
Sedimentation in the Wonogiri Multipurpose Dam, Solo, Indonesia, September 8,
2005.
5. Loebis, J., Soeharto, Mahbub, B., and Ilyas, M.A., Review of the problem of reservoir
sedimentation in Indonesia, Workshop on Reservoir Sedimentation, Bandung,
Indonesia, September 22-24, 1987.
6. Mahmood, K., Reservoir sedimentation: impact, extent, and mitigation, World Bank
Technical Paper Number 71, ISBN-0-8213-0952-8, 1987.
7. Mardjono, S., and Sutadi, G., Case study on planning and design of the Wonogiri Dam,
Workshop on Reservoir Sedimentation, Bandung, Indonesia, September 22-24,
1987.
8. Salter, Shifting paradigm in emergency management, Australian Journal in Emergency
Management, 1998
9. Whitten, A.J., The ecology of Java and Bali, Oxford University Press, 1997.

You might also like