Professional Documents
Culture Documents
JF Palilingan
GAGAL NAFAS
Gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang
terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas difusi
CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi dapat
dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal. Hiperkapnia
adalah proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global
atau general) dan biasanya terjadi bersama dengan hipoksemia.
Hipoksemia:
Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri atau
bersama-sama.
1. Tekanan partial O2 yang dihirup (PIO2) menurun. Terjadi pada tempat yang
tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer, inhalasi
gas toksik atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi O2.
2. Hipoventilasi. Hipoventilasi akan menyebabkan PAO2 dan PaO2 menurun. Bila
pertukaran gas intrapulmonal tidak terganggu, penurunan PaO2 sesuai dengan
menurunnya PAO2.
3. Gangguan Difusi. Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru
interstisial) atau menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler.
4. Ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional. Keadaan ini
selalu menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit paru
yang ventilasinya jelek ketimbang perfusinya menyebabkan desaturasi, yang
efeknya sebagian tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang menurun
menyebabkan keadaan hipoksemia menjadi lebih jelek. Penyebab terbanyak
adalah keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun atau obstruksi saluran
nafas, atelektasis, konsolidasi, udema kardiogenik atau nonkardiogenik).
Pemberian O2 dapat memperbaiki keadaan hipoksemia apabila penyebabnya
adalah gangguan ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi atau gangguan difusi
oleh karena PAO2 meningkat, walaupun pada daerah yang ventilasinya jelek.
Apabila penderita mendapat O2 100%, hanya daerah yang samasekali tidak
mendapat ventilasi (shunt) yang menyebabkan hipoksemia.
5. Shunt. Pada shunt terjadi darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasi
arterial. Shunt dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung kongenital
sianotik right-to-left atau di dalam paru darah melalui jalur vaskuler abnormal
(arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah penyakit paru yang
menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi regionalnya hampir atau
samasekali tidak ada.
6. Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan darah arterial (SVO2).
Keadaan ini akan menurunkan PAO2 pada penderita dengan penyakit paru dan
menyebabkan gangguan di pertukaran gas intrapulmonal. Campuran saturasi O2
vena langsung dipengaruhi oleh setiap imbalans antara konsumsi O2 dan
penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak dapat dikonsumsi oleh peningkatan
output jantung atau output jantung yang insufisien untuk kebutuhan metabolisme,
dapat menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.
Hiperkapnia.
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hiperkapnia adalah:
Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump, beban kerja yang sedemikian
besar sehingga terjadi kecapaian pada otot pernafasan dan penyakit intrinsik paru
dengan ketidakseimbangan V/Q yang berat. Keadaan hiperkapnia hampir selalu
merupakan indikasi adanya insufisiensi atau gagal nafas.
PaCO2 = k X VCO2 / VA
Meningkatnya VCO2 dapat disebabkan oleh febris, kejang, agitasi atau faktor lainnya.
Keadaan ini biasanya terkompensasi dengan meningkatnya VA secara cepat.
Hiperkapnia terjadi hanya apabila VA meningkatnya sedikit.
Hipoventilasi.
Hipoventilasi merupakan penyebab hiperkapnia yang paling sering. Selain
meningkatnya PaCO2 juga terdapat asidosis respirasi yasng sebanding dengan
kemampuan bufer jaringan dan ginjal. Menurunnya VA, pertama dapat disebabkan oleh
karena menurunnya faktor minute ventilation (VE) yang sering disebut sebagai
hipoventilasi global atau kedua, karena meningkatnya dead space (VD). Penyebab
hipoventilasi global adalah overdosis obat yang menekan pusat pernafasan.
Patogenesis ARDS
Pada fase awal ARDS, ditandai adanya edema paru dan hipoksemia, denudasi sel
epitel, pembengkakan sel endotel, membrane hialin dan inflamasi neutrofilia. Lavas
bronkus banyak mengandung protein serum, neutrofil, sitokin, marker inflamasi
neutrofilik akut. Terdapat juga hipertensi pulmonal dan penurunan komplains. Fase
berikutnya, yaitu fase fibroproliferatif, berupa proliferasi epitel alveoli tipe II dan sel
mesenkim, angiogenesis dan resolusi inflamasi neutrofilik. Hipoksemia berlanjut dengan
komplains yang memburuk karena terjadinya hiperselularitas. Bila terjadi kesembuhan,
pertukaran gas akan membaik dan arsitektur paru menjadi normal atau mendekati normal,
dengan fibrosis interstisial dan obliterasi mikrovaskulatur. Ada 4 peristiwa yang terjadi,
kerusakan sel paru, jejas oleh sitokin tumor necrosing factor (TNF)-α, interleukin (IL)-
1β, IL-6, IL-8 (dengan apoptosis), disregulasi vaskuler pulmonal dan fibroproliferasi.
Klinis ARDS:
Diagnosis ditegakkan dengan kombinasi anamnesis dan kelainan fisis dengan
eksklusi kelainan lainnya yang menyerupai ARDS. ARDS terjadi selama 12-48 jam dan
dapat berlangsung sampai beberapa hari, berupa dispnea, hipoksemia dengan pernafasan
yang cepat dan dangkal. Pada umumnya kebanyakan penderita membutuhkan intubasi
dan ventilator.
KEPUSTAKAAN:
1. Fishman’s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders (Fishman AP, Elias JA,
Fishman JA et al). 3rd edition. 2002
3. Textbook of Respiratory Medicine. 3rd edition (Eds. Murray JF, Nadel JA,
Mason RJ and Boushey, Jr HA). 2000