You are on page 1of 15

PRODUKTIFITAS BAHASA MELALUI TEKNIK ELISITASI

Oleh: Harly Tangkilisan

I. PENDAHULUAN
Manifestasi mengenai bahasa mempunyai sifat produktif menunjukkan bahasa
itu dapat menghasilkan suatu yang kreatif. Oleh karena dengan bahasa kita
dapat mengutarakan tentang apa saja yang mungkin terjadi atau yang tidak
mungkin terjadi yang berlawanan dengan realita. Bahasa merupakan intuisi
yang dapat menimbulkan pertentangan dari si pemberi informasi dan si
penerima informasi. Bahasa juga menghasilkan emosional yang hampir tak
hanya dapat diutarakan dengan bahasa verbal, sehingga dapat dikatakan
mempengaruhi intuisi setiap insan untuk berbuat, bertindak, bekerja dan
sebagainya.
Dalam kehidupan keseharian kita memiliki frekuensi dalam mengutarakan
kalimat-kalimat baru yang mungkin belum pernah ada sebelumnya. Ataupun
tatkala kita mendengar kalimat orang lain yang mungkin belum pernah didengar
membuat kita semakin liberal atau fulgar dalam berbahasa tentunya dengan
tidak mengabaikan kaidah-kaidah berbahasanya.
Produktifitas bahasa dalam hal berbicara ditunjukkan oleh munculnya kata-kata
atau istilah-istilah baru. Tidak perlu dipermasalahkan apakah penciptaan kata
baru itu adalah kombinasi dari bahasa si pembicara dengan bahasa asing,
ataupun gabungan dua bagian kata atau lebih yang penting dapat dirterima,
disetujui kebermaknaannya oleh pihak lain. Sifat arbiter „manasuka‟ atau dalam
bahasa Jepang disebut shiikei dari suatu bahasa mendukung manisfestasi
produktifitas bahasa yang kreatif dan dinamis.
Bukan untuk menciptakan insan-insan yang dapat menghasilkan istilah-istilah
baru tersebut, namun bagaimana kita dapat menciptakan produktifitas
berbahasa seseorang tatkala mempelajari bahasa diluar bahasa ibunya atau

1
bahasa kedua. Belajar bahasa kedua tidak sekadar mendalami kemampuan
menerima saja atau reseptif namun yang penting juga menciptakan sifat
produktif bahasa yang dipelajari itu terutama kemampuan berbicara. Tentunya
ada berbagai macam cara dalam menciptakan kemampuan berbicara yang
efektif dan efisien. Fenomena ini pula menjadi bagian pembahasan dalam
pengajaran bahasa di sekolah-sekolah bahasa.

II. ISI
Berbicara mengenai teknik elisitasi berarti kita membahas mengenai
kemampuan berbicara seseorang terhadap bahasa yang dipelajarinya. Teknik
elisitasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Parera bahwa, teknik elisitasi
adalah teknik pancingan yaitu memancing orang untuk berbicara atau
mempergunakan bentuk-bentuk bahasa tertentu. Nic Underhill lebih
menegaskan lagi bahwa yang dimaksud dengan teknik elisitasi adalah cara
bagaimana agar mereka itu bicara tanpa memberikan konsep yang telah
tersusun rapih. Dari konsep ini dapat disimpulkan bahwa teknik elisitasi
merupakan cara atau suatu penciptaan yang sifatnya produktif dalam hal
berbicara. Mau tidak mau kualifikasi seorang guru sangat substansial dalam
proses penciptaannya.
Jika kita sebagai seorang guru, bagaimanakah kita harus berbuat agar sifat
produktif dari bahasa (dalam pengajaran bahasa kedua) tak terabaikan. Nic
Underhill dalam bukunya yang berjudul Testing Spoken Language, A Hanbook
Of Oral Testing Technique memberikan gambaran mengenai teknik elisitasi itu
sendiri sebagai salah satu cara penciptaan sifat produktif bahasa dalam hal
berbicara. Kegiatan ini juga dapat dipakai untuk kepentingan pengetesan
bahasa dalam kemampuan berbicara pembelajar dikelas maupun diluar kelas.
Adapun teknik elisitasi yang dimaksudkan dalam pembahasan tulisan ini adalah;
conversation (percakapan), oral report (laporan lisan), role-play (bermain peran),
interview (wawancara).

2
Secara rinci keempat teknik elisitasi tersebut akan diuraikan sebagai berikut;

a. Conversation (percakapan)
Dalam suatu diskusi atau percakapan, pewawancara memegang kontrol
keseluruhan namun ia harus berkeinginan untuk memunculkan inisiatif orang
untuk membahasa topik baru atau mengendalikan percakapan. Akan lebih
efektif bila topik yang dibahas dan arah pembiraan merupakan hasil interaksi
antar orang yang terlibat dalam suatu negosiasi atau permukaan
pembicaraan. Nada suara, titik nada dan intonasi, ekspresi muka serta
bahasa tubuh berperan terhadap negosiasi diatas. Kesemuanya itu
merupakan ciri khas percakapan alamiah yang membuat proses itu menjadi
komunikatif dan otentik manakala kesemuanya itu berjalan baik.
Keberhasilan teknik ini sangat bergantung pada kemampuan pewawancara
untuk menciptakan suasana yang kondusif dalam hal ini berkaitan dengan
kepribadian manusia. Ini pun tidak mempunyai kaitan dengan pengujian
konvensional. Merupakan tantangan tersendiri untuk menciptakan suasana
yang baik dalam waktu yang pendek, begitupun merupakan tantangan bagi
orang untuk meresponnya. Ketika hal ini terjadi, tes mendadak berubah
menjadi hubungan manusia, pertemuan antara dua orang. Biasanya hanya
mereka dengan tingkat penguasaan bahasa yang tinggi yang akan merasa
cukup percaya diri untuk memulai inisiatif suatu pembicaraan.
Mempunyai inisiatif bertanya, menyatakan ketidaksetujuan kesemuanya
mensyaratkan perintah ciri khas bahasa tertentu. Ciri khas tersebut bisa
dipelajari seperti halnya ciri khas bahasa lainnya. Tetapi ciri khas
tersebutjuga mensyratkan jenis kepribadian yang berkeinginan untuk
melakukan suatu percakapan dimana anda tahu bahwa anda sedang dinilai.
Dengan kata lain, suatu keinginan untuk mengambil resiko. Pengambilan
resiko dapat digunakan sebagai strategi belajar bahasa sebagai bagian dari

3
program untuk mendorong mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
Bagaimana pun juga seorang hanya akan berupaya menerapkannya dalam
sebuah tes jika ia sadar bahwa upayanya itu dianggap positif dan bukan
suatu hukuman dalam proses belajar bahasa.
Naluri sebagian besar kita hanya berdiam diri, berbicara hanya sewaktu
diperintahkan dan tidak pernah berusaha untuk melakukan sesuatu yang
cerdas. Oleh karenanya, merupakan suatu petaka ketika suatu diskusi atau
percakapan seorang guru menghargai orang yang berkepribadian cerewet
dan materias bukan menghargai orang yang sepatutnya agar senantiasa dia
merasa percaya diri dan tidak enggan untuk berbicara sekalipun kemampuan
berbeda dengan teman yang lain.
Jika kita hendak memberikan inisiatif kepada seseorang dan berharap
mereka akan mulai berprilaku normal dan berbeda. Banyak hal yang dapat
dilakukan oleh pewawancara untuk keluar dari bias diatas agar menjadi
sensitif mungkin terhadap perilaku dan kepribadian orang. Salah satu rumus
sederhana adalah jangan berbicara banyak, bersiaplah untuk menghilangkan
jeda pendek atau masa diam yang panjang bagi mereka untuk memutuskan
apa yang akan diungkapkannya, untuk memahami kata-kata atau untuk
memancing keberanian mereka untuk berbicara.
Variasi yang dapat dilakukan untuk teknik percakapan ini adalah dari segi
waktu yaitu jangan merasa terpaku dengan waktu yang ditetapkan selama
pembicaraan menarik. Tempat yaitu cobalah melaksanakan percakapan
diluar kelas atau di tempat-tempat umum agar dapat terlihat suatu
percakapan yang benar-benar alamiah tidak dibuat-buat.
Pada dasarnya teknik ini amatlah kreatif namun cukup repot juga karena
membutuhkan lebih dari dari satu orang pewawancara atau pengontrol.
Dengan teknik ini seperti yang sudah teruraikan diatas bahwasannya akan
terlihat suatu ciri khas percakapan yang benar-benar alamiah yang dapat kita

4
temui dari nada suara, intonasi, ekspresi wajah, gesture atau bahasa
nonverbal dan unsur-unsur lainnya.

b. Oral Report (laporan lisan)


Dengan teknik ini seseorang mempersiapkan dan melaksanakan presentasi
lisan selama kira-kira sepuluh menit. Penggunaan alat-alat bantu sederhana
seperti OHP, papan tulis dan lain-lainnya yang dapat digunakan dalam
melakukan presentasi sangat dianjurkan selama alat bantu itu bernmanfaat.
Pada akhir presentasi, presenter diharapkan menjawab sejumlah pertanyaan
yang diberikan oleh para pendengar. Presentasi merupakan aktifitas yang
komunikatif dan otentik baik untuk tujuan akademik maupun untuk
profesional.
Dalam prosedur tes formal, seseorang melangsungkan presentasi secara
langsung dihadapan pewawancara. Dalam situasi kurang formal, presentasi
mini dapat dijadikan bagian rutin dari jadwal perkuliahan dan juga dapat
diguanakan untuk kepentingan-kepentingan pengetesan. Setiap hari seorang
demi seorang secara bergiliran melakukan presentasi dihadapan teman-
temannya, yang lainnya diharapkan dapat mengajukan pertanyaan dan
membahas permasalahan yang muncul dipermukaan pada akhir presentasi.
Persentasi dalam situasi kurang formal ini dapat dilakukan sebagai salah
satu kepentingan agar seseorang itu terbiasa dan manakala melangsungkan
presentasi secara langsung dihadapan pewawancara secara formal naluri
ketegangan tak akan menjadi penghambat terjadinya aktifitas oral.
Ketika prosedur ini dilangsungkan, seluruh aktifitas mulai dari perkenalan
pembicara pada permulaan berlanjut ke presentasi dan sesi tanya jawab
sampai pada sesi kesimpulan dapat ditangani oleh pemelajar tanpa
intervensi pengajar. Presentasi ini dapat diterapkan untuk menilai atau untuk
menganalisa kelas selanjutnya.

5
Pemilihan topik memegang peranan penting dan harus disesuaikan dengan
tujuan atau kebutuhan pemelajar dan setidaknya harus memuat informasi
baru atau menuangkan sudut pandang baru. Ini tidak ditujukan agar hanya
mereka sendiri yang tertarik atau bahkan tidak perlu digenaralisasikan bahwa
pemilihan topik ini tidak mempunyai tujuan yang jelas, tidak lebih dari
sekedar latihan berbahasa. Idealnya topik dipilih oleh mereka dengan
melakukan konsultasi kepada guru yang nantinya akan membantu
menyesuaikan kemampuan mereka dengan tingkat kesulitan topik yang
diberkan. Sebagian mereka akan merasa aman dan nyaman dengan topik
yang mereka pilih atau topik yang mereka kenali, namun meskipun demikian
bukan berarti mereka tidak harus mengenali atau memahami topik lain yang
dipilih teman-temannya. Penilai harus hati-hati untuk mempertimbangkan,
apakah topik itu sendiri merupakan topik yang rumit, terlepas dari kefasihan
pembicaranya.
Ketika presentasi berlangsung, penilai harus mampu membangun,
memberikan kesannya dengan memperhatikan dampak pembicara terhadap
pendengar dalam hal pemahaman, reaksi dan pertanyaan yang diajukan
pendengar.
Variasi yang dapat dilakukan dalam presentasi adalah mempersiapkan
presentasi mini dengan waktu terbatras. Artinya dapat memberikan
kesempatan kepada beberapa orang dalam satu kali tatap muka.
Mengidentifikasi topik personal tentang minat. Umumnya topik bersifat
general namun harus dibentuk dalam frase sehingga dapat memotifasi
mereka untuk mengungkapkan opini pada aspek tertentu dari topik tersebut.

c. Role Play (bermain peran)


Teknik ini berimplikasi pada sifat berpura-pura, yakni anda berusaha menjadi
seorang yang benar-benar bukan anda.

6
Dalam teknik ini seseorang diminta untuk mengambil satu peran tertentu dan
membayangkan dirinya dalam peran tersebut dalam situasi tertentu. Diapun
harus berbicara dengan pewawanvcara dengan gaya atau cara yang sesuai
dengan peran dan situasi yang ada. Mereka diberikan serangkaian perintah
sebelum tes dilangsungkan dan dijelaskan dengan bahasa yang sederhana
mengenai apa yang akan diinginkan. Perintahnya dapat dijelasakan dalam
bentuk situasi umum. Misalnya membayangkan bagaimana anda menjadi
seorang turis aing di Jepang, dan anda ingin mengunjungi suatu tempat
terkenal di Jepang katakanlah Tokyo Tower. Anda sedang berbicara dengan
agen atau biro perjalanan, kemudian cari tahu bagaimana cara untuk bisa
sampai kesana. Putuskan apa saja yang harus dilalui untuk pergi kesana.
Uraian diatas merupakan sejenis instruksi yang mungkin dapat dibuat lebih
spesifik sebagai suatu arahan kepada mereka agar dapat berbicara dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan mereka.
Kemampuan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan sangatlah penting
dalam aktifitas bermain drama ini.
Apabila ada seseorang yang tidak atau belum paham dengan bermain peran,
maka prosedur dan tujuan harus dijelaskan sebelumnyadengan baik, dan
instruksi untuk setiap drama harus dituangkan dalam tulisan. Jika perlu
dalam bahasa ibu bila diperlukan. Apabila ada yang ragu, penguji harus
memastikan apakah ia memahami prosedur umum dan instruksi yang
diberikan. Namun perlu diketahui bahwa bermain peran bukanlah tes
pemahaman instruksi.
Situasi bermain peran dapat digunakan untuk mengetes cara memerintah
orang dalam bahasa sosial secara umum atau untuk menggunakan jenis-
jenis bahasa tertentu, misalnya mengeluh, bertanya, memberikan petunjuk.
Situasi yang ditentukan untuk bermain peran bisa jadi sederhana atau
bahkan rumit. Yang dimaksud denga situasi sederhana adalah stereotip
kejadian kehidupan sehari-hari yang sering dialami mereka dengan

7
mengsyaratkan penggunaan bahasa sehari-hari nichijokaiwa. Situasi yang
rumit atau kompleks mempunyai ciri khas tambahan yakni tidak lazim, tidak
biasanya dalam kehidupan kehidupan kesehariannya seperti menjadi
seorang bisnisman mendapat tawaran atau kejutan mendadak, gangguan,
wawancara kerja atau kecelakaan karena kadang teknik ini melibatkan
tingkat keharusan terhadap peran. Itu artinya bahwa teknik bermain peran
mengaharuskan orang dalam hal ini pemelajar untuk melakukan suatu peran
yang mungkin tidak ia inginkan, sehingga bisa membuat mereka terjebak
dalam peran yang tidak ia pahami mengakibatkan terjadinya ketidak efektifan
suatu kominikasi.
Variasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan bermain peran ini salah satunya
adalah untuk menghindari terjadinya efek, di mana pewawancara atau
pengetes bermain peran dengan pemelajar memungkinkan terjadinya
hambatan dikarenakan perbedaan psikologi dari kedua bela pihak seperti
status, umur dan sebagainya maka pengetes dapat membuat suasana
bermain peran antara pemelajar dengan pemelajar. Tentu saja pengetes
memberikan instruksi kepada kedua partisipan mengenai peran berbeda
yang mereka terima. Pengetes tidak perlu terlibat dalam proses bermain
drama selama masih berjalan lancar, mereka dipersilahkan untuk
berimprofisasi terhadap peran yang diperolehnya.
Dalam bermain peran atau suatu aktifitas berpura-pura penggunaan alat
bantu sangat relevan agar benar-benar mereka itu dapat berperan
sewajarnya.

d. Interview (wawancara)
Wawancara merupakan tes lisan yang paling umum digunakan oleh banyak
orang. Wawancara hanyalah sejenis tes lisan, dan merupakan transaksi
langsung antara pemelajar dengan pewawancara. Di dalam tes wawancara
terdapat struktur yang telah ditentukan sebelumnya yang harus diikuti,

8
namun masih memungkinkan tingkat kebebasan untuk mengungkapkan apa
yang mereka pikiran. Teknik diskusi/percakapan dan tanya jawab dapat
dikatakan juga sebagai teknik wawancara, karena di dalamnya ada aktifitas
langsung dari pengetes dan pemelajar. Perbedaan dengan teknik wawancara
ini seringkali membias pada praktiknya akan tetapi perbedaan ini sudah
cukup jelas dalam hal prinsip.Wawancara mensyaratkan kontrol ketat dan
mempertahankan inisyatif. Apapun yang dikatakan pemelajar kurang lebih
merupakan respon langsung dari pertanyaan atau pernyataan pewawancara.
Tapi mereka masih mempunyai kebebasan untuk menjawab sesuka hatinya
atau dapat mengembangkan komentar, opininya pada saat diwawancarai.
Ketika mereka telah usai menjawab, memberikan komentar terhadap suatu
pertanyaan, selanjutnya pewawancara berkompeten untuk beranjak ke tahap
berikutnya untuk menanyakan topik atau pertanyaan baru.
Pertanyaan dan toopik yang diangkat oleh pewawancara ditentukan sebelum
pelaksanaan wawancara demi suksesnya pembuatan sampel yang
representatif. Peawancara membuat daftar pertanyaan terhadap topik yang
akan dibahas secara tertulis atau sudah dihafalkan untuk ditanyakan kepada
pemelajar. Daftar tertulis atau daftar mental akan memuat beragam
pertanyaan dan topik untuk menghindari repitisi konstan dan kompromi.
Pilihan akhir topik dan pertanyaan yang digunakan akan diserahkan kepada
pewawancara selama proses wawancara.
Tahap-tahap dalam wawancara
Pewawancara harus dapat mulai bekerja dengan menyusun rencana yang
terencana. Untuk wawancara dengan media lima sampai delapan menit,
perencanaan dapat berupa;
a) pengantar (pertanyaan-pertanyaan sosial untuk memudahkan
partisipan)
b) menemukan level (serangkaian pertanyaan-pertanyaandan topik
untuk menetapkan tingkat melalui skala yang spesifik)

9
c) mengecek, memeriksa pertanyaan (baik yang berada di level atas
atau bawah yang telah ditentukan, dilakukan untuk meyakinkan
kebenarannya)
Pewawancara memilih pertanyan dan komentarnya untuk menetapkan dan
mencoba tujuan dari setiap tahapan. Ketika dia merasa bahwa fungsi dari
satu tahapan telah dapat dicapai maka dia melanjutkannya pada tahap
berikut, dan mencoba untuk membuat sebuah transisi atau perubahan sebaik
mungkin.
Dalam tahap awal wawancara, pewawancara harus berupaya menjaga untuk
membantu tumbuhnya rasa percaya diri dengan mengisi, menyelingi ketika
mereka berhenti berbicara. Bantulah mereka dengan memberikan kata-kata
yang dicari atau yang hendak dikatakannya, agar akan tetap berproduktif di
dalam beragumen tanpa harus membuang-buang waktu percuma.

III. PEMBAHASAN
Penciptaan sifat produktif bahasa dalam berbicara melalui teknik elisitasi yang
digunakan dalam kepentingan pengetesan tentunya bertujuan untuk melihat
tingkat penguasaan seseorang terhadap unsur-unsur bahasa yang sudah
dipelajari dengan menggunakan teknik pengukuran yang ditetapkan. Pengujian
bahasa dengan menggunakan teknik elisitasi, mensyaratkan bahwa apa yang
ditanyakan kepada seseorang adalah tidak lebih dari apa yang sudah diajarkan
atau dipelajari.
Dengan teknik elisitasi, seseorang diharapkan dapat berperan mengungkapkan
pandangan, gagasannya kepada orang lain atau kepada pengetes. Teknik
elisitasi tidak sekedar seseorang dapat berbicara namun setidaknya tercipta
suasana komunikasi yang sewajarnya. Oleh karena itu perlu menjadi catatan
bahwa sesungguhnya komunikasi hanya dapat terjadi secara efektif bila kedua
belah pihak partisipan mempunyai pengetahuan yang kurang lebih sama

10
tentang media yang digunakan. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa
yang dipakai, makna kata yang dipakai merupakan dasar kemungkinan
terjadinya komunikasi. Pengetahuan semacam ini disebut kompetensi bahasa.
Namun demikian kompetensi bahasa yang dimiliki seseorang tidak sertamerta
dapat diterapkan sebagai media komunikasi yang efektif. Diluar dari pada itu
makna denotatif, unsur nonkebahasaan, gesture atau bahasa nonverbal harus
dapat menyertai kompetensi bahasa dalam proses komunikasi lisan. Realisasi
kompetensi bahasa beserta unsur-unsur nonkebahasaan dalam konteks
komunikasi secara efektif itu disebut performans komunikasi.
Sekiranya hal ini juga yang diharapkan dalam teknik elisitasi, agar orang tidak
sekadar berbicara memakai bahasa kedua tapi lebih dari pada itu dapat
memahami unsur-unsur nonkebahasaannya dengan baik. Teknik elisitasi yang
kita gunakan selalu mensyaratkan kepada seseorang untuk dapat bicara, dan
satu hal yang harus diperhatikan adalah kita sebagai pengetes dapat
mengabaikan kepentinggan pengetesan agar orang dapat berbicara dengan
lepas terkontrol tidak merasa tegang bahwa sesungguhnya dia sedang diuji atau
dinilai. Situasi ujian akan sangat mempengaruhi keadaan psikologi orang
apalagi dalam mengetes kemampuan oralnya. Oleh karena itu usaha
pengetesan bahasa dapat dilakukan secara tersembunyi atau tanpa memberi
tahu kepada yang bersangkutan bahwa mereka akan diuji dengan cara elisitasi
tertentu.
Yang paling esensial dalam teknik elisitasi adalah bagaimana kita melihat,
memperoleh proses dari pada hasil semata. Dengan mengutamakan proses
otomatis mensyaratkan produktifnya seseorang terhadap bahasa yang
dipelajarinya. Seorang pengetes akan mampu memberikan hasil yang objektif
apabila proses berjalan baik.
Pengetes harus menyadari bahwasannya proses komunikasi akan berjalan
lancar dan efektif apabila orang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
kurang lebih sama. Sebaliknya apabila pengalaman dan pengetahuan orang itu

11
tidak sama maka bisa terjadi berbagai hambatan. Hambatan ini terjadi karena
adanya perbedaan pendidikan, profesi, usia, pengalaman dan sebagainya. Oleh
karena itu, pengetes atau guru harus dapat menyadari posisinya tatkala dia
harus memberikan pancingan kepada seseorang agar bicara. Tanpa sadar guru
atau pengetes memberikan pancingan kepada seseorang dengan bahasa yang
cukup rumit atau dengan unsur-unsur bahasa yang belum pernah dipelajari,
sehingga wajarlah jika mereka tidak sanggup meresponinya. Dan dengan
demikian teknik elisitasi dengan cara seperti ini tidak akan berguna dalam
menciptakan produktifitas bahasa akan tetapi merusak reputasinya.
Dalam mewujudkan penciptaan produktifitas bahasa melalui teknik elisitasi, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu komunikasi yang
kondusif, yakni posisi „diri‟ kita. Kita mungkin dapat belajar menyadari akan
keadaan diri kita di saat berkomunikasi, tentunya setelah menyimak beberapa
faktor dibawah ini yang penulis rangkum dari pendapat A. Harris dalam bukunya
Sujianto, yakni;

a. “I‟m not ok, you‟re ok”


ungkapan ini sama maknanya dengan orang yang merasa dirinya
tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan orang lain. Orang
yang tergolong kelompok ini selalu akan merasa rendah diri dari pada
mereka yang dianggap inferior. Sikap mental semacam ini sangat
mempengaruhi akifitas komunikasi.

b. “I‟m not ok, you‟re not ok”


ungkapan semacam ini sama maknanya dengan orang yang juga
merasa dirinya tidak ada apa-apa dan menganggap juga sama
dengan orang lain. Sehingga beranggapan apa yang disampaikannya,
orang lain tidak terlalu berguna baginya, orang lain.

12
c. “I‟m ok, you‟re not ok”
ungkapan ini sama maknanya dengan orang yang menganggap
dirinya paling… dari pada orang lain, sehingga merasa percaya diri
yang berlebihan dengan tidak menghargai suport dari orang lain.

d. “I‟m ok, you‟re ok”


ungkapan ini merupakan posisi yang dewasa dan normal. Dia akan
merasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan tidak memandang
remeh pandangan atau suport orang lain.

Ketiga jenis kategori di atas, masing-masing mempunyai kekurangan beberapa


hal dari ciri-ciri komunikator yang baik seperti yang dimiliki oleh kategori
keempat. Setiap orang yang belajar bahasa kedua akan berkomunikasi dengan
tingkat penguasaan bahasa yang dimilikinya, dan kemnungkinan hal ini akan
bersinggungan dengan faktor-faktor diatas secara relatif.
Sehubungan dengan hal tersebut bagaimana mengatasi ketegangan atau rasa
takut tatkala kita harus berbicara di depan pengetes atau umum. Yang pertama
adalah siap mental, jika kita telah mengetahui kekuatan dan kelemahan kita,
maka paling tidak kelemahan tersebut dapat dikendalikan pada saat kita akan
mulai bertindak. Perasaan atau sikap yang sering mengganggu terjadinya
komunikasi yang baik dalam diri kita adalah sikap ambivalensi, nervous, grogi
dan sebagainya. Tenangkan perasaan dengan mengatakan kepada diri kita
sendiri bahwa orang-orang yang cakap sekalipun tidak mungkin kalau tidak
merasakan perasaan seperti yang kita rasakan. Kita mengakui kelemahan kita
tapi tidak harus terjebak dengan kelemahan tersebut sehingga hilanglah rasa
percaya diri kita.
Jika kita siap mental, isi dan tujuan yang jelas, mengetahui bagaimana
menyampaikan isi pesan serta pencapaian tujuan kita akan sanggup berbicara
dengan baik. Dalam hal ini juga, kita musti menguasai media bahasa sedapat

13
mungkin, dan cobalah menerapkan pola-pola bahasa yang sudah dipelajari ke
dalam komunikasi oral. Kesalahan yang kita lakukan akan menunjukkan suatu
kemajuan yang signifikan, karena pada dasarnya kita belajar dari kesalahan-
kesalahan yang dilakukan dengan berbagai usaha remedial yang ada.

IV. PENUTUP
Sifat produktif bahasa mensyaratkan supaya orang dapat berkreasi, bermain
kata dan sebagainya. Teknik elisitasi mengharapkan bahasa yang dipelajari
dalam hal ini bahasa kedua dapat diaplikasikan secara produktif oleh setiap
yang belajar. Dari beberapa teknik elisitasi yang dipaparkan tadi, sekiranya
dapat diterapkan dalam pengajaran bahasa dengan melihat kesesuaian yang
ada. Artinya pilihlah mana teknik yang dianggap baik untuk tingkatan, kelas
tertentu.
Unsur-unsur yang mempengaruhi kemampuan berbicara orang sekiranya juga
menjadi perhatian pengajar, bahwa sesungguhnya baik mereka yang memiliki
kemampuan cepat maupun lamban harus diberikan kesempatan yang sama
secara seimbang dengan tidak mengindahkan pihak tertentu saja. Hal ini perlu
menjadi catatan agar teknik elisitasi benar-benar membawa orang lebih
produktif dengan bahasa yang dipelajarinya. Pendek kata, teknik elisitasi akan
berjalan efektif bila sifat produktif bahasa dari tiap orang diutamakan tanpa
memandang perbedaan seperti dalam situasi yang konvensional.

14
V. SUMBER BACAAN
Parera, J.D. 1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia
Sujianto, J. Ch. 1988. Ketrampilan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud
Takeshi, H. 1999. Disukoosu. Tokyo: KurishioShuppan
Underhill, N. 2000. Testing Spoken Language.

15

You might also like