You are on page 1of 25

ANALISIS KESALAHAN UNGKAPAN BERI-TERIMA BAHASA

JEPANG TERHADAP MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MANADO


Nama : Johnly Harly Tangkilisan
Nim : 019686

Abstrak
Ungkapan beri-terima di dalam bahasa Jepang adalah ungkapan yang
menyatakan tindakan beri maupun terima barang dan jasa yang di dalamnya
terkandung leksikal kata kerja beri-terima. Faktor utama pada saat menyatakan
ungkapan ini terletak pada pemakaian kata kerja, tetapi tidak serta-merta dengan
mengerti kata kerjanya kita dapat menyatakannnya dengan baik. Di lain pihak
pemakaian kata kerjanya sangat tergantung kepada kehadiran pronomina persona
(persona pertama, kedua, dan ketiga) dari pemberi dan penerima. Itu sebabnya,
di dalam menyatakan ungkapan ini kedudukan leksikal kata kerja dan persona
harus dapat dipahami dengan baik di samping faktor lain yang ada seperti
performansi berbahasa dan lain-lain.
Analisis kesalahan adalah suatu proses kerja yang biasanya digunakan oleh
para peneliti dan guru bahasa. Kegiatan analisis kesalahan yang dilakukan oleh
guru, sesungguhnya memberikan manfaat tertentu untuk proses ke depan.
Menurut Pateda (1989:35) analisis kesalahan dapat membantu guru untuk
mengetahui jenis kesalahan yang dibuat pembelajar yaitu daerah kesalahan, sifat
kesalahan, sumber serta penyebab kesalahan. Temuan-temuan terhadap kesalahan
tersebut dapat menjadi umpan balik dalam pengevaluasian, perencanaan
penyusunan materi dan strategi pengajaran. Apabila pengajar telah menemukan
aneka ragam kesalahan maka pengajar dapat mengubah metode dan teknik
pengajaran yang dia gunakan sebelumnya, dan dapat menekan aspek bahasa yang
perlu diperjelas atau membuat rencana pengajaran remedi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut yaitu; (a)
Bagaiamana kesalahan dan kekeliruan yang dibuat oleh para pembelajar dalam
menyusun ungkapan beri-terima barang/jasa bahasa Jepang dengan
memperhitungkan aspek gramatikal dan kontekstual pertuturan. (b)

106
Kecenderungan kesalahan dan kekeliruan yang dibuat oleh pembelajar. (c)
Tendensi terjadinya kesalahan berbahasa dalam ungkapan ini.
Mencermati rumusan masalah yang dibuat di atas maka tujuan penelitian ini,
yakni; (a) Memperoleh gambaran mengenai kesalahan dan kekeliruan
penggunaan gramatikal pada tataran leksikal kata kerja. (b) Memperoleh
gambaran mengenai kesalahan dan kekeliruan penempatan gramatikal pada
tataran pronomina persona. (c) Memperoleh gambaran mengenai terjadinya
interferensi ke dalam bentuk kalimat pasif. (d) Memperoleh gambaran mengenai
kekeliruan dalam pertuturan secara kontekstual. (e) Memperoleh informasi
mengenai tendensi terjadinya kesalahan secara umum.

1. Gambaran Umum mengenai Ungkapan Beri-terima Bahasa Jepang


Dalam buku Atarashii Nihongogaku Nyuumon karangan Iori (2001:115)
dijelaskan bahwa ungkapan beri-terima adalah ungkapan yang di dalamnya
terkandung kata kerja beri-terima. Iori mengklasifikasikan jenis kata kerja beri-
terima yang digunakan dalam ungkapan beri-terima ke dalam dua bagian yaitu
hikeigokei atau bentuk kurang hormat dan keigokei atau bentuk hormat. Kata kerja
beri-terima yang termasuk hikeigokei seperti yaru, ageru, kureru, morau
sedangkan yang termasuk keigokei seperti sashiageru, kudasaru, itadaku. Uraian
ini akan mengingatkan kita akan seorang Jepang yakni Yoshida yang
mengungkapkan pandangan tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah diutarakan
oleh Isao tadi. Yoshida (1990:202) mengungkapkan bahwa ketiga kata kerja yaitu
kelompok keigokei merupakan pasangan bentuk hormat dari ketiga kata kerja
kelompok hikeigokei yang digunakan dalam menyatakan rasa hormat karena
perbedaan status, kedudukan, atau umur.
Yoshida (1990:202) mengutarakan bahwa di dalam menyatakan ungkapan
beri-terima faktor utama di dalam memilih kata kerjanya adalah gramatikal orang
atau kata ganti orang yakni orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga dari si
pemberi dan si penerima. Horikawa (1993:53) memberikan batasan pemikiran
mengenai apa yang dimaksud dengan kata ganti orang yakni;

107
“Ninshodaimeshi wa, aru hanashi no baai de, hanashite ga jibun
to no kankei ni oite hito (hanashite wo fukumete) wo sashiarawasu
kotoba deatte,……… ninshoudaimeishi niwa, hanashite ga
hanashi no naka de, hanashite jishin wo sashishimesu no ni
mochiiru daiichi ninshou (jishou to mo iu) to, aite wo
sashishimesu no ni dainininshou (taishou to mo iu) to, daisansha
wo sashishimesu no ni mochiiru daisanninshou (tashou to mo iu)
yo ga aru.”

Pendapat di atas tadi memberikan gambaran bahwa pemahaman ungkapan


beri-terima juga akan mendapat pengaruh selain dari pemakaian kata kerja beri-
terima, juga kata ganti persona yang melibatkan penggunaan aspek linguistik
maupun sosiolinguistik (kontekstual pertuturan).

1.1 Kata Kerja Beri-terima


1.1.1 Yaru
Brown (1987:140) mengatakan bahwa, “Yaru is normally used in
refering to giving something to an animal or an inanimate object in certain
it can be used to mean that someone gives something to a family member,
a very close friend, a relative, or child.” Dapat disimpulkan bahwa kata
kerja yaru dipakai bila si penerima lebih rendah statusnya dari si pemberi
atau biasanya dipakai dalam lingkungan keluarga. Selain itu dapat dipakai
pula pada hewan atau tumbuhan. Matsumura (1989:2249) menambahkan,
“Tanin ni mono wo ataeru. Douto matawa sore ika no hito ni mono wo
ataeru. Tooku ni iru hito ni shinamono ya tegami, uta wo okuru.”
Berdasarkan pandangan di atas berikut dapat lihat contoh kalimat yang
memakai kata kerja yaru:

1. Mago ni kozukai wo yaru.


(memberikan uang jajan kepada cucu)
2. Inu ni esa wo yaru.
([saya] memberikan makanan kepada anjing)
3. Ueki ni mizu wo yaru.
([saya] menyiram tanaman)

108
Kata kerja yaru dapat berfungsi sebagai kata kerja bantu dalam
ungkapan beri-terima. Seperti yang diungkapkan oleh Matsumura
(1989:2449) bahwa fungsi dan pembentukannya adalah “(hojodoushi)
doushi no renyoukei ni setsuzokujoshi [-te] {matawa [-de]} no soeta
katachi ni tsuku. Nanraka no dousa no hoka ni taishite okonau i wo
arawasu. Hanashitejishin ga tsuyoi kimochi de nageyariteki ni iihanatsu i
wo arawasu.” Jadi pada dasarnya, konjugasi bentuk [-te] kata kerja lain
dengan yaru [-te yaru] dipakai untuk menyatakan suatu perbuatan atau
tindakan terhadap orang lain (apakah teman, anak kecil, atau pada hewan
dan tumbuhan), misalnya:

4. Shoutaijo wo kaite yaru.


([saya] akan menuliskan surat undangan [untuk-nya])
5. Tegami no henji wo kakanaide, hotteoite yatta.
(Tidak usah menjawab suratnya, biarkan saja)

1.1.2 Ageru
Brown (1987:140) mengatakan bahwa, “ageru--- means someone gives
something to an equal or to an interior.“ Sedangkan secara leksikal
Matsumura (1989:31) mengatakan bahwa, “ageru, [ataeru] [yaru] no teinei
na iikata.” Dapat dikatakan bahwa kata kerja ini lebih sopan dari kata kerja
sebelumnya yaitu yaru dan dipakai bila diri sendiri atau orang lain
memberi sesuatu kepada pihak lain yang sederajat, misalnya:

6. Kono hon, anata ni agemasu.


(Buku ini akan [saya] berikan kepada kamu)

Di samping itu, kata kerja ini dapat berfungsi sebagai kata kerja bantu.
Matsumura (1989:31) menegaskan bahwa, “(hojoudoshi) doushi no
renyoukei ni setsuzokujoshi [-te] no tsuita katachi ni tsuku. Aite ni taishite,

109
onkei tonaru youna dousa wo suru koto wo, dousasha no tachiba kara iu.
Kore wa [-te yaru] to kotonari, ukete ni taisuru karui kei i ga ippanteki
dearu.” Pendek kata, seseorang melakukan suatu tindakan (yang
merupakan jasanya) untuk kepentingan teman atau lawan bicaranya.
Secara kontekstual ini berbeda dengan bentuk [-te yaru] di mana pelaku
hanya memandang enteng si penerima jasa, misalnya:

7. Tanakasan wa okadasan ni hon wo agemashita.


(Tn. Tanaka memberikan buku kepada Nn. Okada)

1.1.3 Kureru
Matsumura (1989:729) mengatakan bahwa, “Kureru, tanin ga hanashite
matawa wadai no jinbutsu ni mono wo ataeru.” Hal ini lebih diperjelas
oleh pendapat Brown (1987:141) yang mengatakan bahwa, “Kureru---
means an equal or an inferior gives something to the speaker or his
immediate family or group.” Jadi kata kerja ini dipakai bila pihak lain
memberi sesuatu kepada figur yang menjadi pembicaraan (orang dalam
kelompok si pembicara) atau si pembicara itu sendiri, misalnya:

8. Kare ga boku ni hon wo kureta.


(Dia memberi sebuah buku kepada saya)

Seperti fungsi kata kerja sebelumnya, [kureru] juga dapat berfungsi


sebagai kata kerja bantu. Dalam hal ini pihak lain melakukan suatu
tindakan yang menguntungkan bagi figur yang menjadi pokok
pembicaraan (orang yang ada dalam kelompok si pembicara) atau si
pembicara itu sendiri. Matsumura (1989:729) mengatakan bahwa,
“Kureru, (hojodoushi) doushi no renyoukei ni joshi [-te] ga tsuita katachi
ni tsuite, sono dousasha ga hanashite matawa wadai no jinbutsu no tame ni
nanraka no dousa wo suru koto wo arawasu.

110
Hal senada diutarakan Yukiko (1998:252) bahwa bentuk [-te kureru],
“hanashite (matawa hanashite no gawa no hito) no tame ni dareka ga
nanika no koui wo suru to iu koto wo, koui wo suru hito wo shugo ni shite
noberu hyougen. Sonohito ga jibun kara susunde koui wo shita toki ni
tsukau.” Pada dasarnya tindakan yang diberi adalah sesuatu yang menjadi
keuntungan bagi si penerima, misalnya:

9. John ga bokura wo shokuji ni yonde kureta.


(John mengajak kita untuk makan)

1.1.4 Morau
Brown (1987:141) mengatakan “Morau----means receive. The
honorific form of morau is omorai ni naru, but it is better to avoid this
form. The humble form, itadaku, is used when someone receives
something form a superior. Lebih spesifik lagi pendapat dari Matsumura
(1989:2413) bahwa, “Morau, hoka kara atararete jibun no mono tosuru.”
Kata kerja morau dipakai apabila penerima memperoleh sesuatu dari pihak
teman atau luar yang memiliki status sederajat atau di bawahnya,
misalnya:

10. Okadasan wa Itousan ni hon wo moraimashita.


(Nn. Okada menerima buku dari Sdr. Ito)

Fungsi dan pembentukan kata kerja ini sama dengan kata kerja
sebelumnya yaitu sebagai kata kerja bantu dengan mengikuti pola [-te]
kata kerja lain ditambah morau [-te morau]. Seperti yang diungkapkan
pula oleh Matsumura (1989:2413) bahwa,
“Morau, (hojodoushi) doushi no renyoukei ni joshi [-te/-de] wo
soeta katachi ni tsuku. Tanin no koui ni yori, matawa jibun kara
irai shite okonawareta koui ni yotte mizukara ga rieki wo ukeru i
wo arawasu. Mata tanni irai shite tanin ni koui wo saseru i wo
arawasu---jibun no koui ni yori matawa tanin no irai ni yotte jibun
no okonatta koui ga tanin nirieki wo motarasu i wo arawasu.”

111
Dalam hal ini, bentuk [-te morau] untuk menyatakan suatu perbuatan
(kebaikan) dari pihak luar terhadap si pembicara (pihak luar pula) yang
memang diharapkan (penerima), misalnya:

11. Uekisan ni niwa no teire wo shite morau.


(Ueki mendekorasikan halaman rumah saya)

1.1.5 Sashiageru
Matsumura (1989:969) mengatakan bahwa, “Sashiageru, [ataeru] [yaru]
no kenjogo. Kentei suru. Ukete wo uyamau kimochi wo komete iu go.”
Kata kerja sashiageru dipakai apabila si pembicara atau si pemberi merasa
hormat kepada si penerima. Hal serupa diutarakan oleh Brown (1987:140)
bahwa, “Sashiageru----means someone gives something to a superior. It
can also be used in place of ageru to make one‟s speech more polite.”
Contoh:

12. Watashi wa sensei ni omiyage wo sashiagemashita.


(Saya memberikan oleh-oleh kepada Pak guru)

Kata kerja ini dapat berfungsi pula sebagai kata kerja bantu. Di mana
kata kerja ini ditempelkan pada kata kerja lain bentuk [-te]. Yukiko
(1998:253) mengatakan bahwa bentuk [-te sashiageru], adalah “Hoka no
hito no tame ni hanashite (matawa hanashite nogawa no hito) ga nanika no
koui wo suru koto wo arawasu. Koui woukeru noga meue ka teido no
shitakunai hito no baai ni tsukau koto ga ooku……..”
Pada dasarnya pemakaian kata kerja [–te sashiageru] untuk menyatakan
suatu pemberian jasa (tindakan kebaikan) terhadap teman atau pihak luar
yang dirasa perlu dihormati. Oleh karena itu pemaikaian kata kerja ini
akan lebih sopan tinimbang [ageru]. Contoh:

112
13. Gaijin ni kanji wo yonde sashiagemashita.
(Saya membacakan kanji untuk orang asing)

1.1.6 Kudasaru
Brown (1987:141) menjelaskan bahwa, “Kudasaru----means a superior
gives something to the speaker or his immediate family or group it can
also be used in place kureru to make one‟s speech more polite.” Menurut
Matsumura (1989:697) “Kudasaru, [ataeru] [kureru] no sonkeigo; otae ni
naru.” Kata kerja ini dapat digunakan tatkala si pembicara (orang yang ada
dalam kelompok si pembicara) diberi sesuatu oleh pihak teman atau pihak
luar. Dalam hal ini, si penerima lebih rendah statusnya dari pada si
pemberi atau karena si penerima bermaksud merendahkan diri (memiliki
rasa hormat) terhadap si pemberi.

14. Sensei ga kanjijiten wo kudasatta yo.


(Pak guru memberi saya kamus kanji lo!)

Kata kerja ini dapat berfungsi pula sebagai kata kerja bantu. Yukiko
(1998:249) menegaskan bahwa “hanashite aruiwa hanashite gawa no hito
no tame ni, dareka ga nanika no koui wo suru to iu koto wo, koui wo suru
hito wo shugo ni shite noberu hyogen. Koui wo suru hito ga hanashite yori
meue matawa amari shitashikunai kankei no toki ni tsukau.”
Fungsi dan pembentukannya adalah pihak luar menyatakan suatu
perbuatan yang menguntungkan bagi pembicara (orang dalam kelompok si
pembicara) sebagai si penerima jasa. Dalam hal ini si penerima dengan si
pemberi memiliki hubungan yang tidak terlalu akrab atau karena ada
perbedaan status. Contoh:

15. Yamadasan ga wazawaza uchimade kite kudasaru koto ni natta.


(Yamada sudah menetapkan datang ke rumah)

113
1.1.7 Itadaku
Matsumura (1989:132) mengatakan bahwa, “Itadaku, [morau] no
kenjogo. Meue no hito kara hinshin wo morau koto ya onkei to naru you
na dousa wo uketeiru koto wo, ukete wo hikumete iu iikata.” Dalam
pemakaian kata kerja ini, si penerima bermaksud merendahkan diri atau
karena sesuatu yang diperoleh dari pihak yang lebih tinggi statusnya.

16. Buchou ni nengajou wo itadaitan desu.


(Saya memperoleh kartu ucapan selamat Tahun Baru dari Bos)

Kata kerja ini dapat berfungsi sebagai kata kerja bantu. Di mana kata
kerja ini akan ditempelkan pada bentuk [-te] kata kerja lain atau dalam
bentuk [-te itadaku]. Yukiko (1998:243) mengatakan bahwa, bentuk [-te
itadaku], [….te morau] no kenjogo. Dare ka ga hanashite aruiwa hanashite
gawa no hito no tame ni aru koui wo suru to iu ami wo arawasu. Futsuu,
onkei wo uketa to iu kimochi ga fukumareru.”
Pendek kata, bentuk ini dipakai apabila si pembicara (seseorang)
mendapat perlakuan jasa (tindakan kebaikan) dari pihak luar (teman) yang
lebih tinggi statusnya. Dengan kata lain, si penerima bermaksud
merendahkan diri karena sesuatu yang diharapkan dia akan atau telah
peroleh. Contoh:

17. Watashi wa kono e wo sensei kara homete itadakimashita yo.


(Saya mendapat pujian dari Pak guru oleh karena gambar ini)

Di luar ketujuh kata kerja di atas (misalnya; [ataeru], [ukeru] dan lain-
lain) tidak dapat digunakan dalam ungkapan beri-terima bahasa Jepang. Di
samping itu kata kerja yang diuraikan di atas tidak dapat dikonjugasikan
ke dalam bentuk pasif (ukemi) karena beberapa di antaranya memiliki
kesesuaian dalam kalimat pasif. [Yaru], [ageru], [sashiageru] ada
kesesuaian dengan kalimat aktif, [morau], [itadaku] ada kesesuaian dengan

114
kalimat pasif, sedangkan [kureru], [kudasaru] memiliki kesesuaian baik
kalimat aktif maupun pasif (Iori, 2001:120).

1.2 Pronomina Persona dalam Ungkapan Beri-terima


Secara fundamental, pronomina persona dalam bahasa Jepang merupakan
satu hal yang cukup substansial dalam setiap ungkapan. Artinya, dalam satu
kalimat, kepada siapa dan apa isi percakapan itu, perlu dipertimbangkan,
agar baik si pembicara maupun pendengar saling berterima. Hal ini berarti
eksistensi kata ganti persona dalam satu ungkapan secara struktural maupun
kontekstual sangat berpengaruh. Kondisi seperti ini dikandung dalam
ungkapan beri-terima bahasa Jepang.
Sebelum melihat keterkaitannya dengan ungkapan beri-terima ada baiknya
jika melihat beberapa pandangan umum mengenai pronomina persona ini dari
beberapa ahli bahasa. Menurut Horikawa (1993:53) kata ganti persona adalah
kata yang menunjukkan orang, di mana pembicara ada dalam hubungan
dengan pribadi yang ada dalam suatu cerita. Hal itu kadang tidak ditunjukkan
secara nyata. Matsumura (1989:1454) mengatakan bahwa, “Bunpou de,
gengo shutai ga hanashite ka kikite ka, matawa sore igai no daisan ninshou
(tashou) no sanshu ga aru. Nihongo dewa, ippanteki ni daimeishi no bunrui ni
kore wo mochii, sanshu no hoka ni futeishou wo tateru.”
Berkenaan dengan hal di atas, Horikawa (1993:53) menjelaskan lagi
bahwa, orang yang muncul dan menunjukkan si pembicara adalah persona
pertama. Orang yang muncul dan menunjukkan teman atau lawan bicara
adalah persona kedua. Sedangkan orang yang muncul dan menunjukkan
orang ketiga adalah persona ketiga.
Pada persona ketiga, Horikawa masih membagi lagi dalam empat
kelompok, yaitu pertama kelompok kinshou atau persona yang muncul dan
menunjukkan orang yang ada hubungan dekat dengan si pembicara. Kedua,
kelompok chuushou atau persona yang muncul dan menunjukkan orang yang
memiliki hubungan dengan teman atau lawan bicara. Ketiga, kelompok
enshou atau persona yang muncul dan menunjukkan hubungan yang tidak

115
dapat dijelaskan apakah dekat dengan lawan bicara atau si pembicara.
Sedangkan keempat, kelompok futeishou atau persona yang muncul dan
menunjukkan hubungan yang tidak dapat diberikan posisi seperti kelompok-
kelompok sebelumnya.
Alfonso dan Niimi (1977:321) memberi pemahaman secara bersahaja
bahwa masyarakat Jepang sering menggunakan pronomina persona yang
umumnya dibedakan atas tiga kategori persona, yakni persona pertama,
persona kedua, dan persona ketiga. Orang yang masuk dalam persona
pertama adalah diri saya sendiri, keluarga saya, teman saya, kelompok saya.
Orang yang masuk dalam persona kedua adalah diri anda, keluarga anda,
teman anda, kelompok anda. Sedangkan orang yang masuk dalam persona
ketiga adalah orang yang dikenal baik atau pada dasarnya orang yang ada di
luar si pembicara dan si pendengar.
Pemaparan pronomina persona seperti di atas akan memberikan
keterangan kepada proses realisasi ungkapan beri-terima bahasa Jepang.
Dalam ungkapan ini pemilihan kata kerja sangat tergantung pada kehadiran
personanya. Itulah sebabnya seperti yang sudah disebutkan oleh Yoshida
(1990:202) bahwa di dalam menyatakan ungkapan beri-terima faktor utama
dalam memilih kata kerja adalah gramatikal „orang‟. Gramatikal orang yang
dimaksudkan adalah pronomina persona yaitu, persona pertama, persona
kedua, dan orang ketiga dari pemberi dan penerima.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, pronomina persona yang dalam
kaitannya dengan realisasi ungkapan beri-terima dapat penulis simpulkan
dalam tabel sebagai berikut:

116
Tabel 1:
Batasan Pronomina Persona dalam Ungkapan Beri-terima

POSISI PRONOMINA PERSONA

Watashi, boku, jibun, ore, Orang-orang yang ada di dalam


PERSONA watashitachi, bokutachi, kelompok sendiri, misalnya;
PERTAMA jibuntachi, oretachi, wareware, keluarga, grup, dan lain-lain.
dan lain-lain.
Anta, anta, kimi, omae, Orang-orang yang ada di dalam
PERSONA anatagata, antatachi, kimitachi, kelompok teman, misalnya; keluarga
KEDUA omaetachi, dan lain-lain. teman, grup teman dan lain-lain.
Pemakaian nama teman, misalnya;
Johnsan,dan lain-lain.
Anokata, kare, kanojo, Orang-orang dalam kaitannya tidak
PERSONA anohitotachi, karera, kanojotachi, dapat diposisikan seperti di atas.
KETIGA dan lain-lain. Pemakaian nama persona ketiga,
misalnya; Smith-san, dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka kedudukan kata


kerja dan pronomina persona dalam ungkapan beri-terima bahasa Jepang
dapat disimpulkan sebagai berikut ini;
1. Kata kerja yaru, ageru, sashiageru digunakan apabila pelakunya
adalah;
a. p.1 (atasan/sederajat/bawahan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.2 (bawahan/sederajat/atasan)
b. p.1 (atasan/sederajat/bawahan/) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.3 (bawahan/sederajat/atasan)
c. p.2 (atasan/sederajat/bawahan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.3 (bawahan/sederajat/atasan)
d. p.3 (atasan/sederajat/bawahan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.3 (bawahan/sederajat/atasan)
Pola kalimat yang dapat digunakan, adalah;
…………ga…………ni…………wo yaru/ageru/sashiageru
…………ga…………ni…………wo ~te yaru/~teageru/~tesashiageru
2. Kata kerja morau, itadaku digunakan apabila pelakunya adalah;
a. p.1 (atasan/sederajat, bawahan) dinyatakan satu barang atau
jasa oleh p.2 (bawahan, sederajat/atasan)

117
b. p.1 (atasan/sederajat, bawahan) dinyatakan satu barang atau
jasa dari p.3 (bawahan, sederajat/atasan)
c. p.2 (atasan/sederajat, bawahan) dinyatakan satu barang atau
jasa oleh p.3 (bawahan, sederajar/atasan)
d. p.3 (atasan/sederajat, bawahan) dinyatakan satu barang atau
jasa oleh p.3 (bawahan, sederajat/atasan)
Pola kalimat yang dapat digunakan, adalah;
…………ga…………ni/kara……….wo morau/itadaku
…………ga…………ni/kara……….wo ~te morau/~te itadaku
3. Kata kerja kureru, kudasaru digunakan apabila pelakunya adalah;
a. p.3 (bawahan, sederajat/atasan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.1 (atasan/sederajat, bawahan)
b. p.3 (bawahan, sederajat/atasan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.1 (atasan/sederajat, bawahan)
c. p.3 (bawahan, sederajat/atasan) menyatakan satu barang atau
jasa kepada p.2 (atasan/sederajat, bawahan)
Pola kalimat yang dapat digunakan adalah;
………….ga………….ni…………..wo kureru/kudasaru
………….ga………….ni…………..wo ~te kureru/~te kudasaru
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa di dalam bahasa Jepang
satu hal yang substansial adalah bagaimana menyatakan ekspresi yang
sewajarnya (perbedaan status) kepada lawan bicara agar saling terima.
Tanimichi (1997:17) mengatakan bahwa dalam bahasa Jepang sangat penting
menempatkan ekspresi secara psikologi pada siapa dan keadaan yang
bagaimana kita bicara. Oleh karena itu, sangat wajar jika realisasi ungkapan
ini dibuat dengan mempertimbangkan (apakah kata ganti persona atau kata
kerja) sebaik mungkin.
Tetapi, menurut Tomita (1991: 189) bahwa dalam bahasa Jepang jika kita
berbicara kepada pihak luar (orang lain) mengenai yang terjadi dalam
lingkungan keluarga sendiri, biasanya tidak perlu memakai bentuk sopan.
Misalnya ada pertanyaan demikian;

118
18. Anata wa imoutosan ni nani wo agemashita ka?
(Kamu memberi apa kepada adikmu?)

Maka sebaiknya dijawab:

19. Watashi wa imouto ni hon wo yarimashita.


(Saya memberi sebuah buku untuk adik saya)

Dalam ungkapan beri-terima antara kata kerja yaru dan ageru, kata kerja
ageru lebih mengandung makna yang sopan tinimbang kata kerja yaru.
Logika pengungkapan beri-terima baik barang maupun jasa (tindakan
kebaikan) pada dasarnya sama, hanya objeknya yang berbeda. Beri-terima
barang yang menjadi objek adalah barangnya. Sedangkan beri-terima
jasa/tindakan kebaikan, yang menjadi objek (langsung) adalah tindakan.
Penyataan beri-terima jasa dengan pola [~te kata kerja beri-terima] adalah
satu pola pembentukan kata kerja beri-terima sebagai kata kerja bantu. Tetapi,
ada pula pernyataan dengan beberapa kata kerja lain tanpa kemunculan kata
kerja beri-terima yaitu (kasu, kau, uru dan sebagainya) yang menghadirkan
dua valensi di dalamnya (pemberi dan penerima). Meski demikian, tidak
berarti kata kerja tersebut akan luput dari pola [~te kata kerja beri-terima] jika
dalam pernyataan ada sesuatu yang berpindah tangan atau ada satu tindakan
jasa terjadi (Tomita, 1992:189).

1.3 Istilah Kesalahan Berbahasa


Istilah kesalahan menurut Parera (1993:74) adalah kesalahan yang
berlatarkan pengetahuan tentang bahasa yang memang sudah susah, dan
kesalahan itu dilakukan berulang-ulang karena pengetahuan tentang kaidah
bahasa yang sudah tidak benar. Sedangkan istilah kekeliruan menurut Corder
(1981:10) adalah, “ It will be usefull therefore here after to refer to the
systematic errors of performance as mistake.” Kesalahan yang terjadi
mengarah kepada kesalahan sistem performansi dan itu merupakan suatu

119
kekeliruan. Tarigan dan Jago Tarigan (1990:75-76) memberikan ciri-ciri
kekeliruan itu sendiri sebagai berikut;
1) penyebab kekeliruan umumnya faktor performansi, yang meliputi
keterbatasan mengingat sesuatu atau lupa, keliru melafalkan fonem,
urutan kata, tekanan kata, atau kalimat
2) kekeliruan bersifat acak, artinya dapat terjadi pada setiap tataran
linguistik
3) kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh para pembelajar
apabila mereka lebih sadar, waspada atau memusatkan perhatian
4) kekeliruan tidak berlangsung lama
Adapun ciri-ciri kesalahan (error) dapat dipaparkan sebagai berikut;
1) penyebab kesalahan adalah faktor kompetensi. Artinya, pembelajar
memang belum menguasai sistem linguistik bahasa yang
digunakannya
2) kesalahan biasanya terjadi secara konsisten
3) perbaikan biasanya dilakukan oleh pengajar, misalnya melalui latihan,
praktek dan sebagainya
4) kesalahan berlangsung lama apabila tidak langsung ditindak lanjuti,
dilakukan usaha eleminasi atau diperbaiki
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat ditarik satu
kesimpulan sederhana mengenai pengertian kesalahan (error) dan kekeliruan
(mistake) ke dalam satu formulasi tabel di bawah ini;

Tabel 2:
Kategori Pengertian error dan mistake
No Kategori Kesalahan Kekeliruan
(Error) (Mistake)
1 Sumber Kompetensi Performansi
2 Sifat Sistematis Tidak Sistematis
3 Sistem Linguistik Belum Dikuasai Sudah Dikuasai
4 Jangka Waktu Cukup Lama Sementara
5 Dampak/Hasil Penyimpangan Penyimpangan
6 Proses Eleminasi Dibantu Guru Siswa Sendiri

120
Kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi artinya pembelajar memang
belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakan. Kesalahan
biasanya terjadi secara konsisten, secara sistematis. Kesalahan tersebut dapat
berlangsung lama apabila tidak segera diperbaiki. Proses perbaikan biasanya
dilakukan oleh pihak guru, misalnya melakukan pengajaran remedi, latihan,
praktek dan sebagainya. Bila tahap pemahaman pembelajar terhadap sistem
bahasa semakin meningkat, maka kesalahan yang akan terjadi akan semakin
berkurang.
Kekeliruan disebabkan oleh faktor performansi, keterbatasan dalam
mengingat sesuatu atau faktor kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam
melafalkan bunyi, urutan kata, struktur kalimat, dan sebagainya. Kekeliruan
ini bersifat acak, artinya dapat terjadi pada setiap tataran linguistik.
Kekeliruan yang terjadi di pihak pembelajar biasanya dapat diperbaiki oleh
pembelajar itu sendiri misalnya, lebih mawas diri, sadar dan peka terhadap
bahasa yang dipelajarinya. Pembelajar sebenarnya sudah mengetahui aspek-
aspek penggunaan bahasanya, tapi karena faktor performansi yang tak
dikendalikan sehingga tak luput pula dari kekeliruan.

3. Metodologi
3.1 Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dalam rangka
menjelaskan sesuatu yang terjadi pada masa sekarang. Metode deskriptif
menurut Surakhmad (1984:140) memusatkan diri pada pemecahan masalah
yang aktual, data disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. Wasito (1997:10)
mempertegas bahwa, penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya merupakan
penyingkapan fakta.
Sifat penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksploratif. Alasan yang sesuai dengan tuntutan penggunaan metode ini,
adalah; (a) Masalah yang diteliti adalah masalah yang sedang dihadapi pada
situasi sekarang, yakni kesalahan pengungkapan beri-terima bahasa Jepang

121
oleh pembelajar. (b) Berkenaan dengan tujuan penelitian yang diangkat,
yakni memperoleh gambaran mengenai kesalahan pembelajar dalam ungkapan
tersebut. (c) Melalui langkah-langkah penelitian yang meliputi pengumpulan
data, klasifikasi data, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

3.2 Teknik
Adapun jenis intrumen penelitian yang dibuat berdasarkan tujuan
penelitian dan hasil kajian dari sumber-sumber kepustakaan yang dianggap
relevan dalam mendapatkan informasi atau data yang akurat yaitu; Tes
Tertulis dan Angket.

4. Temuan Penelitian
Berdasarkan data kesalahan pada bagian terdahulu, maka kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh pembelajar diformulasikan melalui satu klarifikasi kesalahan
dalam kategorisasi yakni kesalahan penggunaan gramatikal pada tataran leksikal
kata kerja (kategori I), pada tataran leksikal kata ganti persona (kategori II),
pengungkapan secara kontekstual (kategori III), dan interferensi bentuk pasif
(kategori IV).
Lewat informasi yang diperoleh di lapangan, kesalahan yang ditemui dalam
ungkapan beri-terima tidak hanya pada kategori-kategori tersebut juga pada
tataran lain seperti pada penggunaan kata bantu (pada bagian ini tidak dibahas)
dan lain-lain.
Sebagai representasi temuan penelitian, di bawah ini adalah jenis kesalahan
yang dibuat pembelajar berdasarkan kategorisasi;
4.1. Kategori I
Contoh kesalahan:
1. Johnsan wa anata ni hon wo agemashita ne?!
(lihat 1)
2. Watashi wa anata ni hon wo kudasaru.
(lihat 8)
3. Kono ningyou wa, sensei ga agemashita.

122
(lihat 18)
4. Kono Mayumisan wa watashi ni yakimeshi wo tsukutte yarimasu.
(lihat 27)
5. Sensei wa Takashi ni kashite kudasaimashita.
(lihat 32)
6. Shachou wa watashi ni uta wo utatte ageru.
(lihat 62)
Pada kalimat 1, kesalahan pada penggunaan leksikal kata kerja ageru. Sebab
penyampaian makna di sini adalah Johnsan sebagai si pemberi [(p.3) figur yang
ada di luar dari pembicara dan pendengar] memberi sesuatu kepada pihak lawan
bicara atau pendengar [(p.2) sebagai penerima] sehingga dengan tidak musti
melanggar kaidah maka penggunaan leksikal yang benar adalah kureru atau
kudasaru. Pada kalimat 2, merupakan kesalahan juga pada pemakaian leksikal
kata kerja. Secara logika tidak dapat diterima aturan gramatika bahasa Jepang, di
mana makna yang akan disampaikan di sini adalah watashi sebagai penerima (p.1)
diberi sesuatu oleh pemberi/pendengar (p.2) atau lawan bicara. Oleh karena itu
dengan tidak harus merubah makna sesungguhnya penggunaan kata kerja yang
baik pada kalimat tersebut adalah ageru atau sashiageru.
Kalimat 3, adalah kalimat yang melanggar kaidah gramatika bahasa Jepang
pada penggunaan leksikal kata kerja. Hal ini merupakan pertimbangan dari
penyampaian makna yang sebenarnya di mana watashi sebagai pembicara (p.1)
sekaligus bertindak sebagai penerima dari sensei sebagai pemberi [(p.3) figur
yang berada di luar pembicara dan pendengar]. Sehingga untuk memenuhi kaidah
gramatikalnya maka pada kalimat tersebut sangat tepat jika penggunaan kata
kerjanya adalah kudasaru. Kalimat 4, kesalahan ditunjukkan oleh penggunaan
kata kerja bantu beri-terima. Dalam pengungkapan beri-terima barang,
pengungkapan beri-terima jasa (tindakan kebaikan) juga mengikuti kaidah
gramatikal yang sama. Jadi, makna yang akan disampaikan di sini adalah (p.3)
sebagai pemberi (bertindak sesuatu kebaikan) terhadap (p.1) sebagai penerima
maka tidak dapat memakai kata kerja ageru atau yaru. Dalam hal ini harus
menggunakan kata kerja kureru atau kudasaru.

123
Kalimat 5, secara kaidah, penggunaan leksikal kata kerja beri-terimanya keliru.
Sebab penyampaian maknanya adalah sensei (p.3) bertindak sebagai pemberi jasa
kebaikan terhadap Takashi (p.3) sebagai penerima jasa kebaikan [berada di luar
hubungan pembicara (p.1) dan pendengar (p.2)]. Sehingga pada kalimat tersebut
haruslah menggunakan leksikal kata kerja ageru. Sedangkan pada kalimat 6, ini,
sama halnya pada kasus sebelumnya (lihat 60), di mana penerima merupakan
pokok pembicaraan dalam ungkapan tersebut sehingga jelas bahwa dalam
ungkapan tersebut tidak dapat menggunakan leksikal kata kerja ageru atau
sejenisnya. Dalam hal ini akan menggunakan leksikal kata kerja kudasaru.

4.2 Kategori II
Contoh kesalahan:
7. Watashi wa Johnsan ni hon wo kuremashita.
(lihat 77)
8. Machisensei wa Keikosan ni tabemono wo katte agemasu.
(lihat 85)
9. Watashi wa chichi ni shatsu wo katte moraimasu.
(lihat 86)
Kalimat 7, menunjukkan satu kekeliruan pada penggunaan leksikal kata kerja,
tetapi tanpa memperhitungkan eksistensinya maka kesalahan disebabkan oleh
karena penempatan persona yang tidak relevan. Ada sebagian kasus pada contoh-
contoh sejenisnya di atas yang dapat terpahami oleh karena tidak ditemukan
penyalahgunaan kaidah gramatika bahasa Jepang yang mengaturnya tetapi dengan
satu konsekuensi terjadi peralihan makna seperti pada kalimat 8, dan 9.
Penyampaian makna sesungguhnya pada 8, Keiko (p.3) bertindak sebagai pemberi
jasa dan Machisensei (p.3) sebagai penerima jasa yang keduanya ada di luar
pembicara (p.1) dan pendengar (p.2). Sedangkan pada 9, bertindak sebagai
penerima jasa adalah chichi [(p.3) figur yang ada di dalam kelompok pembicara
(p.1)] dan sebagai pemberi jasa adalah watashi [(p.1) sebagai pembicara]. Jadi
pada dasarnya keberadaan penerima dan pemberi pada kalimat terdahulu
dipertukarkan dan akan merefleksikan makna yang diharapkan.

124
4.3 Kategori III
Contoh kesalahan:
10. Watashi (kohai) wa anata (senpai) ni kono hana wo agemasu.
(lihat 110)
11. Takashisan wa Profesor ni hon wo kashite moraimashita.
(lihat 113)
12.Watashi wa (watashi no) ojiisan ni shinbun wo yonde sashiagemasu.
(lihat 118)
Kalimat 10 merupakan ilustrasi bagian pertama no. 3a) di mana pemberi
(kohai) adalah bawahan dari penerima (senpai). Jadi dalam bahasa Jepang
keadaan seperti itu selayaknya pemberi menggunakan bahasa halus terhadap
penerima. Sebaliknya pada kalimat 11, (ilustrasi percakapan no 7b dalam
instrumen penelitian) menyatakan satu keadaan di mana pemberi maupun
penerima jasa yang berada di luar pembicara dan pendengar. Dan dalam hal ini
penerima jasa lebih rendah statusnya dari pada pemberi jasa, demikian pula
keberadaan pembicara sederajat dengan penerima jasa. Jadi, alangkah baiknya
kalau pembicara menyatakan ungkapan beri-terima sesuai dengan keadaan
perkara itu terjadi (terutama di dalam melihat kedudukan pemberi dan penerima).
Lain halnya pada contoh kesalahan kalimat 12, (ilustrasi percakapan no 9b)
pemberi bertindak sebagai pembicara kepada penerima yang lebih tinggi status
tapi figur pemberi merupakan anggota keluarga/kelompok penerima, maka dalam
bahasa Jepang sebaiknya tidak menggunakan bentuk halus meskipun dalam
situasi di mana pemberi (sebagai pembicara) menyatakan ungkapan tersebut
kepada figur (di luar dari penerima) yang sederajat. Tapi bila penerima (yang
lebih tinggi status dari pemberi) adalah anggota keluarga atau kelompok lawan
bicara pendengar, maka harus memakai bentuk halus.

4.4 Kategori IV
Contoh kesalahan:
13. Watashi wa sensei ni hon wo kasarete itadakimashita.

125
(lihat 133)
14. Anata wa Mayumisan kara yakimeshi wo tsukutte moraremasu.
(lihat 130)
15. Anata wa Mayumisan ni yakimeshi wo tsukuraremashita.
(lihat 129)
Pada kalimat 13, kesalahan pengungkapan terlihat bukan pada penggunaan
kata kerja beri-terima, tetapi pada kata kerja lain (bentuk [~te]) yang
dikonjugasikan ke dalam bentuk pasif. Sebaliknya pada kalimat 14, kesalahan
pengungkapan terlihat pada penggunaan kata kerja beri-terima yang oleh sebagian
responden dikonjugasikan ke dalam bentuk pasif. Sedangkan pada kalimat 15,
secara gramatika tidak menunjukkan suatu kesalahan, tetapi menunjukkan satu
situasi yang berbeda dengan kaidah ungkapan beri-terima. Kalimat 15, merupakan
kalimat pasif kata kerja yang ditunjukkan oleh konjugasi kata kerja tsukuru. Pada
kalimat 15, meskipun secara gramatika bahasa Jepang dapat dipahami, tetapi
dalam keadaan beri-terima jasa (kebaikan), maka kalimat tersebut tidak harus
terlepas dari kaidah bahasa yang mengaturnya. Pada kalimat tersebut menyatakan
suatu tindakan yang mana terhadap tindakan pemberi, itu bukan suatu hal yang
diharapkan oleh penerima (mungkin menjadi satu halangan/gangguan bagi
penerima).
Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dan setelah dianalisa, kesalahan-
kesalahan mencolok yang sering dibuat oleh para pembelajar pada tataran
penggunaan leksikal kata kerja beri-terima yang mengakibatkan kesalahan secara
gramatika maupun makna. Dominasi kesalahan penggunaan leksikal kata kerja
beri-terima pada umumnya pada kata kerja ageru, sashiageru dan kureru,
kudasaru. Hal ini dikarenakan kata kerja tersebut saling berkonfrontasi
penggunaannya di dalam kalimat (walaupun mengandung makna sama).
Kesalahan semacam ini menjadi satu kasus tata bahasa dependensi atau
dependency grammar yaitu satu teori gramatikal yang memperlakukan kata kerja
sebagai unit yang perlu diperhatikan. Kesalahan gramatikal pada penempatan kata
ganti persona dalam ungkapan ini pada umumnya juga akibat konfrontasi kata
kerja tadi, di samping itu kesalahan penempatan persona mengakibatkan

126
kesalahan makna yang membawa pada satu proses salah kaprah. Kesalahan
semacam ini menjadi satu kasus tata bahasa transformasi yakni deskripsi kaidah-
kaidah yang mengatur secara kompetensi diharapkan dapat mengenali kesalahan
performansi agar dapat memahami penyampaian makna yang sesungguhnya.
Kesalahan penggunaan secara kontekstual pada bagian ini bukanlah merupakan
satu kesalahan tata bahasa sehingga tidak menjadi satu kasus tata bahasa,
melainkan satu kasus mengenai perlakuan pemakai bahasa terhadap bahasa yang
dipakainya dalam berkomunikasi. Artinya kasus tersebut akan memperlihatkan
satu performansi berbahasa seseorang dalam hal ini para pembelajar bahasa
Jepang Unima yaitu sampai sejauh mana pembelajar memperlakukan bahasa yang
sedang dipelajari. Kesalahan lain yang terjadi dalam ungkapan beri-terima adalah
terjadinya interferensi ke dalam bentuk pasif. Kesalahan ini menjadi satu kasus
tata bahasa pada tataran pembentukan leksikal kata kerja menurut kaidahnya.
Dengan kata lain, kapan leksikal kata kerja dapat dikonjugasikan ke dalam bentuk
tertentu sesuai dengan kaidah yang diharapkan bahasa terebut bukan aturan yang
diharapkan oleh pemakai bahasa.
Dalam setiap tataran sistem gramatika terdapat tagmen yang memperlihatkan
hubungan antara fungsi gramatikal dan kelas-kelas butir linguistik yang dapat
mengisi fungsi tersebut. Tagmen yang dimaksud adalah unit atau kesatuan yang di
dalamnya terdapat suatu hubungan antara fungsi gramatikal. Misalnya dalam
ungkapan beri-terima fungsi subjek, objek, dan predikat (kata kerja) dalam
realisasinya harus diperhatikan.
Setelah menyimak hasil temuan yang ada, pada bagian ini akan membahas
tendensi atau latar belakang kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa Jepang
semester IV Universitas Negeri Manado. Di samping itu melakukan diagnosa
tendensi kesalahan yang terjadi tersebut berdasarkan hubungannya dengan
pemahaman(A), kesadaran(B), dan persepsi(B) pembelajar melalui data penelitian
yang diformulasikan ke dalam tabel berikut ini:

127
Tabel 3:
Pemahaman(A), Kesadaran(B), dan Persepsi(C)
Pembelajar Secara Umum

A Setuju (a) Ragu (b) Tidak (c)

1 35 - -
2 26 7 2
3 32 3 -
4 15 17 3
5 8 19 8
B Setuju (a) Ragu (b) Tidak (c)
1 21 13 10
2 29 5 1
3 23 10 2
4 28 4 3
5 29 6 -
C Setuju (a) Ragu (b) Tidak (c)
1 16 16 3
2 24 10 1
3 21 12 2
4 9 16 10
5 12 15 8
6 34 1 -

Berdasarkan analisis kesalahan dan informasi yang berhubungan dengan


pemahaman, kesadaran dan persepsi para pembelajar terhadap realisasi ungkapan
beri-terima bahasa Jepang, maka secara garis besar kesalahan yang sering
dilakukan pembelajar adalah…
a) Dalam situasi orang ketiga menyatakan suatu tindakan kepada orang
pertama dengan pola [(watashi ni) ~te ageru]
b) Dalam pengunaan kata kerja kau, perlu diperhatikan bahwa kata kerja ini
juga membutuhkan kata kerja bantu di mana ada perlakuan jasa yang
dinyatakan oleh valensinya.
c) Pengungkapan situasai pada pola [~te yaru, ~te ageru, ~te sashiageru].
d) Bentuk [(watashi wa) ~te morau] dan [(watashi ni) ~te kureru] adalah
sama, tapi dalam situasi (watashi) sebagai penerima sering dipertukarkan.
e) Pengungkapan situasi pada pola [~te morau] dan [~te itadaku].

128
f) Dalam situasi orang pertama memberi satu jasa kepada orang ketiga,
pembelajar cenderung menggunakan pola [p3 ga watashi ni nanika wo
shite moratta] dari pada pola [watashi ga p3 ni nanika wo shite ageta].
g) Bentuk [(watashi ni) ~te kudasaru] dan [(watashi wa) ~te itadaku] adalah
sama, tapi dalam situasi (watashi) sebagai penerima sering dipertukarkan.
h) Pengungkapan situasi pada pola [~te kureru] dan [~te kudasaru].
i) Dalam situasi beri-terima jasa pembelajar mengkonjugasikan kata kerja
yang mengikuti kata kerja bantu beri-terima ke dalam bentuk pasif.
Misalnya; kasu  kasareru, tsukuru  tsukurareru.
j) Dalam pola seperti [subjek ga objek ni barang/jasa wo ~te kata kerja beri-
terima] kedudukan subjek dan objek sering dipertukarkan sehingga
muncul kesalahan pada penempatan persona.

5. Saran
Sebagai tindaklanjut dari penelitian ini perlu dilakukan terapi untuk
memperbaiki kesalahan yang masih sering terjadi. Terapi yang dimaksudkan
berupa pengajaran remedial yang dapat mengacu pada usaha eleminasi dalam
mengurangi tingkat kekeliruan pembelajar dalam belajar. Akan tetapi terhadap
kesalahan yang ditemukan, penulis mengusulkan kepada para pelaksana di dalam
kelas baik yang mengajar maupun yang belajar, agar melakukan hal-hal sebagai
berikut;
a). Mencoba memformulasikan bagian kaidah bahasa yang
diperkirakan sulit diterima pembelajar.
b). Mengemukakan kaidah gramatika berikut penjelasannya yang baik
dan benar.
c). Memberikan latihan untuk mendeskriminasikan bagian-bagian
yang berkonfrontasi dalam bahasa yang dipelajari.
d). Dapat membedakan aspek atau unsur penggunaan bahasa yang
dipelajari dengan bahasa yang ada di dalam lingkungan pergaulan.

129
e). Menghindari sikap spekulatif (sikap tanpa pertimbangan unsur-
unsur penggunaan bahasa yang mengatur) dalam pengungkapan
bahasa yang hanya membawa pada kesalahan.
f). Secara umum perlu meningkatkan efektifitas pengajaran dan
pembelajaran mata kuliah struktur bahasa.
Hal-hal di atas perlu dilakukan sebagai ancang-ancang dalam kegiatan belajar-
mengajar di dalam kelas. Karena dengan diketahuinya jenis kesalahan, maka
pengajar dapat memberikan bobot materi yang penting kepada pengajarannya.
Sedangkan bagi pembelajar dapat menyadari bahwa apa yang dipelajarinya
sebagai satu bagian bahasa yang sifatnya tidak temporer.

130

You might also like