You are on page 1of 2

60

BAB EMPAT

PENUTUP

Dari pembahasan yang telah penulis kemukakan dalam bab-bab

sebelumnya, maka dalam bab penutup ini penulis kemukakan beberapa

kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Imam Abu Hanifah, tidak disyaratkan wali harus adil (‘adl ) sebagai syarat

bagi sahnya perwalian dalam aqad nikah, Mereka berpendapat bahwa

perwalian dalam aqad nikah bukan wajib, tetapi sunat. Artinya orang fasik

boleh menjadi wali dalam aqad nikah.

2. Imam Syafi’i bependapat bahwa wali nikah harus disyaratkan adil ( tidak

fasik), sedangkan orang fasik (tidak adil) tidak dapat dipercaya membina

dan untuk menemtramkan jiwa orang yang ada di bawah perwalianya.

3. Imam Abu Hanifah menafsirkan bahwa ayat tersebut menggunakan fi’il

mabni ma’lum (kata kerja yang menunjukkan pelakunya telah diketahui)

yang menunjukkan fi’ilnya (pelaku) merujuk pada perempuan. Untuk itu,

dalam ayat tersebut fa’il haqiqinya adalah perempuan itu sendiri, bukan

wali, sehingga keberadaan hanya memandang adil cukup dengan lahirnya

tanpa melihat bathinnya.

4. Al-Qur’an (amar) yang mengungkapkan syariat perwalian nikah ini dalam

bentuk perintah, maka imam Syafi’i yang memang berprinsip bahwa

lafard amar yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 232 adalah
61

perintah wajibnya persaksian wali nikah dan surat an-Nahl ayat 90 yang

menunjukan penting kriteria adil wali nikah, sehingga beliau mewajibkan

wali adil dalam persaksian aqad nikah.

B. Saran-saran

1. Orang tua/wali nikah hendaknya harus cukup waspada dan penuh arif

bijaksana dalam masalah mengawinkan anak gadis atau perempuan di

bawah perwaliannya, agar tercapai tujuan perkawinannya dan sesuai

dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan RasulNya.

2. Para orang tua dan pendidik hendaknya harus saling berkonsultasi atau

saling memberi dan menerima tuntunan agama, agar manusia dalam hidup

tidak meraba-raba, begitu juga dalam pelaksanaan akad nikah agar nikah

tersebut mempunyai kekuatan hukum syara’yang kuat, tiada meragukan

lagi keabsahannya.

3. Hendaknya semua lapisan masyarakat baik unsur pemerintahan, ulama,

tokoh masyarakat, generasi muda dan ormas-ormas Islam lebih bersikap

pro-aktif serta bahu membahu dalam menyuarakan aspirasi masyarakat

Islam, mendukung dan mensosialisasikan hukum Islam di tengah

kehidupan sosial kemasyarakatan, sehingga apa yang telah menjadi

cita-cita bersama menwujudkan Aceh yang bermartabat, aman sejahtera

dan berkeadilan tidak sekedar menjadi retorika dan harapan belaka.

You might also like