Professional Documents
Culture Documents
Hubungan diplomatik Indonesia – Malaysia kembali memanas seiring dengan ditangkapnya tiga
petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia oleh Marine Police Malaysia di Perairan Tanjung
Berakit pada tanggal 13 Agustus 2010 silam. Insiden tersebut sontak menuai reaksi dari kedua negara.
Berbagai aksi dan protes pun dilancarkan. Publik Indonesia yang sudah sejak lama menaruh geram
terhadap Malaysia, kembali terbakar amarahnya.
Melalui metode deskriptif analisis dengan pendekatan analisis kualitatif yang bertumpu pada data
sekunder, tulisan ini akan mencoba untuk mengkaji permasalahan, (1) bagaimana penangkapan tiga
petugas DKP Indoonesia dalam perspektif hukum internasional? serta (2) bagaimana pengaruh
penangkapan tersebut dengan hubungan diplomatik Indonesia – Malaysia?
Penutup
Di tengah memanasnya hubungan Indonesia Malaysia, saatnya Bangsa Indonesia berdiri tegak
meninggalkan rasa rendah diri. Ada alasan yang sangat kuat untuk mengatakan bahwa kita bangsa
Indonesia tidak perlu merasa rendah diri dan dilecehkan oleh bangsa lain, apalagi oleh Malaysia. Namun
tentu saja, alih-alih disikapi secara reaksioner, sejatinya berbagai permasalahan antara Indonesia-
Malaysia harus kita sikapi secara dewasa dengan mengedepankan rasionalitas sebuah bangsa yang
beradab.
Dalam konteks dunia modern, hubungan yang terjalin antar bangsa yang beradab haruslah
ditempatkan ke dalam posisi yang ordinatif. Sejatinya, pola hubungan dalam tataran dunia internasional
didasarkan pada sebuah pemikiran adanya suatu masyarakat Internasional yang terdiri atas sejumlah
negara yang berdaulat dalam hubungan yang sederajat.6 Kini saatnya kita menyadari bahwa sikap
superioritas Indonesia sebagai ‘abang’ terhadap Malaysia sebagai ‘adik’ sudah tidak lagi dapat
didudukkan dalam konteks kekinian. Karena itu, rasionalitas hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia
seharusnya menjadi prinsip hubungan ke depan. Dalam hal ini, persoalan-persoalan yang masih ada
dalam hubungan Indonesia - Malaysia hendaknya diselesaikan secara tuntas, bukan diakhiri dengan
berbagai seremonial simbolik semata.
Dalam konteks hubungan Indonesia – Malaysia, komunikasi juga menjadi salah satu variable yang
penting digunakan untuk meredam konflik. Jangan sampai berbagai kesalahpahaman yang terjadi akan
berujung kepada konflik yang lebih besar antara kedua negara serumpun. Di samping itu, Pemerintah
harus bisa menentukan skala prioritas dan tegas dalam menentukan kebijakan politik luar negeri yang
berorientasi kepada perlindungan setiap warga negara Indonesia.
4
Hidayat Mukmin, TNI dalam Politik Luar Negeri: Studi Kasus Penyelesaian Konfrontasi Indonesia – Malaysia (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1991), hal. 92 – 93.
5
Azyumardi Azra, “Psikologi Ambivalensi RI – Malaysia”, Kompas 5 September 2007.
6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT. Alumni, 2003), hal. 9.