You are on page 1of 18

PENDAHULUAN

WUIua 'u!snuuw UUWU:5U1U){;::lUU;:DI !UU;::l:5U;::lW du){:5U;::lI :5UUA UU!ll;::l:5U;::ld q;::lI01;::ldW;::lW ){mun UUp 'UAUn){Ul!l;::ld UUp U!SnUUW :5uulU;::ll lUUJUUW1;::lq :5UUA !SUS!IU1;::lU;::l:5 UnSnAU;::lW uqusnl;::lq :5UUA U!SnUUW mum :5uUlU;::ll rprus qUJupu !:50IodollUU (L~t66 1) PUUJ!AUH rrunuojq 'nwl! nraroq :5UUA s0801 trap , U!SnUUUI nmroq :5UUA sodouuiun U1U){ !lUP !:50JOdOllUY

ID010dOI:J.1Ntt Nttl.11:J3DN3d "tt

'U!Vl nUll!-ntUl! uosuep ,8010do.lJuV uosunqnu truss 'l8010do.lJuV dn~8u!l Sunru uvp uV!J.la8uad uV~'(VSIP UV~V IU! qvq Ulvlva

'Olf\. ,'1766 [ 'lWO.lLfI JVLf!I) niueu»i tnsnutnu n~vll.lad nums l.lVP vAvpnq 8uv~vzaq .lVJVI !VUa8UaUl untu eSued Lfalo.ladwaUl ~mun trues 'msnutnu utmsopnqsx ,w8vq.laq Ivua8uaUl 'tnsnutnu uvvAvpnqa~ iouesueiu umutrutnusd Lfalo.ladwaUl indnp VMslsvLfvUl .lv8v 'svLf~ 8UVA unursspued apOJaUl uvp desuos -dssuos .iusdss 18010do.lJuV UlvlvP uvsvLfvq ~o~od uV~lvua~.ladUlaUl ~mun ~mun utmtnueq mqssiei 18010do.lJUV Lfvlln~ VJVUl vAuUlnUlfl '180JO~lsd sVJln~vJ uvP '~I1!l0d-lvISOS sVJln~vJ 'tutsns sVJln~vJ 'uv.laJ~opa~ smmso] 'Uln~nLf sV/ln~vJ suedes 'q!(VM Lfv!ln~ V/VUl Iv8vqas 18ol0do.l/uv UV~UlmUV:Juaw 8UVA lVlsOS nWl! sVJln~vJ '1VAuvq IU! ums vpvd

'!.lv(vlad,P sntun Suuusd JVUlV ipotusiu umsiueq 8uVA vAvpnq 8uv~vzaq .lvJvl musiiustu utnunutnued 'unr[nuep uv8uaa 'VAUSn.laJas uvp 'ppung Sutuo uosuep Iqv.laJl.laq ~VJv[J Sutuo 'sa.lold 8UV.lO unsuep !S'[v.l/u!.laq VMV[ 8uv.lQ 'VAuvAvpnq 8uv~vlaq .lVJVl vpaq.laq 8uvpv~.laJ 8UVA ulvl 8uvA unsusp ntos Iqv.laJul.laq sn.lvLf ntnu ~VPlJ ntnu vJ!~ mqeu»t uoopeqied-umrpeqied uv8uaa 'vsvLfvq uvp 'tnunsn 'tnpnust JVpv 'ntnnd umsiueq !~!l!UlaUl tnseuopuj os Suoq 'tnunis» VJI~ vUvwlv8vqas 'U!Vl 8UVA uosuep ntos uvvAvpnqa~ tutnun mpvlJs! -mpv unopeqied-uoopeqied VAUVPV uopuisusu: tndnp ~vP!1 VJI~ 'I.lVLf

-unues uvdnplLfa~ Ulvlva '18010~!sd VMslsvLfvUl »niun uV~I.laqlP sntun

nusd VSV.llP 18ol0do.lJUV usunu ndtueqsq v88ulLfas '180/odo.lJUV nUl/! uosuep !80/0~lsd nWl! tutnun uVJlv~ ndn vJ!~ ~vuaq wv/vP uon/uousd [noumu '!80I0do.lJUV »wu !vua8uaw uno! 11!qal sVLfvqwaw Ulnlaqas

uvrnnuvous« latta

pengertian studi yang mempelajari manusia, antropologi menurut Ember dan Ember (1985; 2) dapat bersifat akurat atau tidak akurat. Para ahli antropologi tertarik untuk untuk mempelajari kapan, dim ana, dan bagaimana manusia pada mulanya muncul di bumi, selain itu mereka juga mempelajari beraneka ragam ciri-ciri fisik manusia. Para ahli antropologi juga tertarik untuk mempelajari bagaimana dan mengapa suatu masyarakat memiliki pemikiran dan kebiasaan pada masa lampau dan mas a kini.

Ketidakakuratan pengertian sebagaimana pembagian di atas juga muncul karena dengan pengertian tersebut antropologi dapat digabungkan dengan disiplin ilmu manusia lainnya seperti sosiologi, psikologi, ilmu politik, ekonomi, sejarah, biologi manusia, dan bahkan dapat digabungkan dengan disiplin humanistik seperti filsafat dan sastra. Banyaknya disiplin lain yang juga memiliki perhatian dengan permasalahan manusia, tentu tidak akan merasa senang bila diterima sebagai bagian atau cabang ilmu antropologi. Memang kebanyakan dari ilmu-ilmu tersebut sudah terpisahkan sebagai disiplin sendiri lebih lama dari antropologi, dan masing-masing mempertimbangkan wilayah kajian mereka untuk menjadi berbeda dari yang lain.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI

Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996: 1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:

Fase Pertama (sebelum 1800). Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selama kurang lebih 4 abad. Orang-orang Eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum Nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tesebut berupa adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau ciri-ciri fisiko Oeskripsi tesebut kemudian disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnos berarti "bangsa").

3

Fase Kedua (Kim-kim Pertengahan Abad ke-19). Pada awal abad ke-19. ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beberapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut menyangkut masyarakat yang dianggap "primitif" yang tingat evolusinya amat larnbat, maupun masyarakat yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pad a sekitar tahun 1860, lahirlah antropologi setelah terdapat beberapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.

Fase Ketiga (Awal Abad ke-20). Pada awal abad ke-20, sebagian besar negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era kolonialisasi tersebut. ilmu antrolopogi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme. Pada fase ini mulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non-Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman ten tang masyarakat yang kompleks.

Fase Keempat (Sesudah Kim-kim 1930). Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Pengembangannya meliputi ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitif (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelah Perang Dunia II, menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitif non-Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan simposium internasional pada tahun 1950-an. guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.

Pada fase keempat ini antroplogi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) tujuan akademis, untuk mencapai pemahaman tentang manusia berdasarkan bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya;

4

dan (2) tujuan praktis, untuk kepentingan pembangunan.

C. RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI

Dalam buku "Anthopology", William A. Haviland (1985; 12) membahas antropologi yang secara garis besar terdiri dari empat cabang yaitu: Antropologi Fisik dan tiga bagian dari Antropologi Budaya yaitu: Arkeologi, Linguistik, dan Etnologi. Dari keempat bagian tersebut Haviland kemudian menjabarkannya ke dalam beberapa bagian yang meliputi: Evolusi Biologi Urnat Manusia, Evolusi Kultural Umat Manusia, serta Kebudayaan dengan segal a macam aspeknya seperti komunikasi, pengasuhan anak, pola penghidupan, sistem perekonomian, perkawinan dan keluarga, kekerabatan dan keturunan, organisasi politik dan pengendalian sosial, agama, kesenian, dan perubahan kebudayaan.

ETNOLOGI

LlNGUISTIK

ARKEOLOGI

ANTROPOLOGI

ANTROPOLOGI FISIK

ANTROPOLOGI BUDAYA

I

Gambar 1. Cabang-cabang llmu Antropologi Sumber: Haviland, 1985.

5

Antropolologi fisik (antropolologi ragawi) adalah bagian dari antropolologi yang memusatkan perhatiannya kepada manusia sebagai organisme biologis yang berkembang dan hendak ditentukan bagaimana dan apa sebabnya bangsa-bangsa berbeda menurut keadaan fisiknya. Salah satu yang menjadi perhatian dari antropolologi fisik adalah evolusi manusia (Haviland, 1985: 12 dan Ihromi, 1994; 5). Dua pertanyaan yang menyolok dari cabang antropolologi fisik adalah: pertama, ten tang munculnya manusia, dan perkembangannya kemudian ("paleontologi manusia"); dan kedua, mengenai bagaimana dan apa sebabnya manusia masa kini secara biologis berbeda ("variasi manusia") (Ihromi, 1994;4).

Antropolologi budaya meliputi etnologi, linguistik, dan arkeologi, yang ketiganya berhubungan langsung dengan kebudayaan manusia. Berikut ini ketiganya akan dibahas satu-persatu.

Etnologi atau ilmu bangsa-bangsa. Etnologi menurut Haviland ( 1985: 17) adalah cabang dari antrolopgi budaya yang memusatkan perhatian terhadap kebudayaan-kebudayaan jaman sekarang. Sub disiplin ini lebih mengkhususkan diri kepada perilaku manusia sebagaimana yang dapat disaksikan, dialami, dan didiskusikannya dengan orangorang yang kebudayaannya hendak dipahami. Sementara itu, Ihromi (1994; 10) berpendapat bahwa seorang ahli etnologi berusaha memahami bagaimana perbedaan dari cara berpikir dan cara berlaku yang sudah membaku pada orang-orang masa sekarang dan mas a lalu, serta memahami sebab-sebab dari perbedaan itu. Dengan kata lain etnologi mempelajari pola-pola kelakuan seperti adat-istiadat perkawinan, struktur kekerabatan, sistem politik dan ekonomi, agama, cerita-cerita rakyat, kesenian dan musik; serta bagaimana perbedaan di antara pola-pola itu dalam berbagai masyarakat mas a kini. Selain itu etnologi juga mempelajari dinamika kebudayaan bagaimana kebudayaan berkembang dan berubah serta bagaimana kebudayaan terse but dan kebudayaan lain saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai kepercayaan dan cara-cara melaksanakannya di dalam suatu kebudayaan dan pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang.

Arkeologi. Arkeologi menurut Haviland (1985; 14) adalah cabang antropologi budaya yang mempelajari benda-benda dengan maksud untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia. Sebagian

6

besar perhatiannya dipusatkan kepada mas a lampau, karena apa yang tertinggal di masa lampau seringkali hanya berupa benda dan bukan gagasan. Ahli arkeologi mempelajari alat-alat, tembikar, dan peninggalan lain yang tahan lama, yang masih ada sebagai warisan dari kebudayaan yang telah punah. Atau dengan kata lain, menurut Ihromi (1994; 7) berusaha merekonstruksikan dan me nyu sun kembali cara hidup seharihari dan adat-istiadat dari bangsa-bangsa mas a prasejarah, serta menelusuri perubahan kebudayaan dan mengajukan keterangan tentang kemungkinan sebab dari perubahan kebudayaan itu. Pokok perhatiannya sarna dengan ahli sejarah, hanya saja ahli arkeologi menelusuri masa lalu lebih jauh, karena para ahli sejarah hanya mempelajari kebudayaan yang mempunyai catatan-catatan tertulis dan hanya membatasi diri pada 5.000 tahun terakhir ini.

Antropologi Linguistik. Antropologi linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa-bahasa. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu ten tang bahasa ini agak lebih tua dibandingkan dengan antropologi. Kedua disiplin tersebut menjadi amat erat hubungannya, karen a ketika para ahli antropologi melakukan penelitian lapangan, mereka meminta bantuan tenaga-tenaga ahli bahasa untuk mempelajari bahasa-bahasa primitif. Terdapat perbedaan antara ahli linguistik dengan dengan ahliahli bahasa yang lain. Ahli linguistik lebih tertarik pada sejarah dan struktur bahasa-bahasa yang tidak tertulis. Pusat perhatian demikian memerlukan teknik analisa dan penelitian yang lebih luas jenisnya dibandingan dengan yang digunakan oleh para hali bahasa yang lain. Lebih jauh ahli linguistik juga tertarik untuk mempelajari timbulnya bahasa selama masa yang lalu dan juga pada variasi bahasa pada masa kini, sehingga dapat dikatakan bahwa ahli antropologi linguistik mempelajari timbulnya bahasa dan bagaimana terjadinya variasi dalam bahasa-bahasa selama dalam jangka waktu berabad-abad. Ketika antropologi linguistik tertarik mengenai bagaimana terjadinya perbedaan bahasa-bahasa sekarang, khususnya sehubungan dengan konstruksi dan cara penggunaannya, maka kemudian berkembang cabang ilmu bahasa deskriptif. Secara terinci, ilmu mengenai konstruksi bahasa disebut ilmu bahasa struktural, dan ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa dipergunakan dalam logat sehari-hari disebut sosiolinguistik atau etnolinguistik.

7

Ruang lingkup yang dibahas di atas adalah ruang lingkup yang dapat dikatakan kurang menyeluruh, mengingat dalam perkembangannya disipilin ilmu antropologi telah berkembang beragam cabang-cabang baru sebagaimana yang terlihat dalam gambar 2 berikut ini:

{ Paleoantropologi Antropologi

Biologi

Antropologi Fisik

Antropologi Prehistori

Etnolinguistik

{ Antropologi Diakronik

Antropologi Etnologi (Ethology)

Budaya

Antropologi Sinkronik

(Social Anthropology)

Etnopsikologi

Antropologi ekonomi Antropologi politik Antropologi kependudukan Antropologi kesehatan Antropologi kesehatan jiwa Antropologi pendidikan Antropologi perkotaan Antropologi hukum

Antropologi spesialisasi

Antropologi terapan

Gambar 2. Cabang-cabang Antropologi Menurut Koentjaraningrat Sumber: Kontjaraningrat (1996), diolah.

8

D. Hubungan Antropologi dengan IImu-ilmu Lain

Berdasarkan cabang-cabang ilmu antropologi sebagaimana disajikan dalam gambar 2 di atas, maka antropologi memiliki banyak hubungan timbal-balik dengan ilmu-ilmu lain seperti misalnya psikologi, soisiologi, geologi, paleontologi, anatomi, kesehatan masyarakat, psikiatri, linguistik, arkeologi , sejarah, geografi, ekonomi, hukum adat, administrasi, dan politik. Secara terinci hubungan-hubungan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1996; 20-27) adalah sebagai berikut:

Hubungan Antara Geologi dan Antropologi. Kontribusi ilmu geologi yang mempelajari ciri-ciri dari lapisan bumi beserta perubahanperubahannya, terutama dibutuhkan oleh sub ilmu paleoantropologi dan prasejarah, guna menetapkan umur relatif dari fosil-fosil makhluk primat serta fosil-fosil manusia jaman dahulu, dan juga artefak-artefak maupun bekas-bekas kebudayaan hasil galian para ahli arkeologi,untuk menganalisa umur dari lapisan bumi temp at benda-bend a itu tersimpan.

Hubungan Antara Paleontopogi dan Antropologi. Bantuan dari paleontopologi sebagai ilmu yang meneliti fosil makhluk-makhluk purba guna merekonstruksi proses evolusi yang terjadi pada manusia, tentu sang at diperlukan ilmu Antropolog. Pengertian tentang umur fosil-fosil kera dan manusia, serta umur artefak-artefak yang diperoleh dengan cara menggali, dapat juga dicapai dengan mengetahui umur relatif dari fosil-fosil paleontologi yang ditemukan di dekat situs yang bersangkutan.

Hubungan Antara lImu Anatomi dan Antropologi. Ilmu anatomi berfungsi untuk menentukan ciri-ciri dari berbagai bagian kerangka manusia, bag ian tengkorak, serta ciri -ciri dari bagian tubuh manusia pada umumnya sangat berguna bagi penelitian ahli antropologi fisik, yaitu untuk memahami asal-mula serta penyebaran manusia, dan hubungan an tara berbagai ras di dunia.

Hubungan Antara I1mu Kesehatan dan Antropologi. Bagi seorang dokter atau sarjana kesehatan masyarakat yang akan tinggal di suatu kebudayaan yang asing, antropologi juga memiliki metode-metode dan cara-cara untuk memahami serta menyesuaikan diri dengan kebudayaan serta adat-istiadat seternpat, misalnya sikap penduduk terhadap

9

kesehatan, sakit, dukun, obat-obatan tradisional, kebiasaan serta pantangan makan, dan lain-lain.

Hubungan Antara Ilmu Linguistik dan Antropologi. Ilmu linguistik (ilmu bahasa) mula-mula terjadi pada abad ke-18, ketika para ahli mulai menganalisis naskah-naskah klasik dalam bahasa-bahasa Indo-German (yaitu Latin, Yunani, Gotis, Avetis, Sansekerta, dan lain-lain). Pada mas a kini ilmu linguistik telah berkembang menjadi ilmu yang berusaha mengembangkan konsep-konsep dan rnetode-metode untuk mengupas segala macam bentuk bahasa secara global. Dengan demikian secara cepat dan mudah dapat dicapai suatu pengertian tentang ciri-ciri dasar semua bahasa di dunia.

Hubungan Antara Arkeologi dan Antropologi. Salah satu sub ilmu antropologi yang dinamakan prasejarah (prehistori) adalah cabang ilmu yang melakukan penelitian-penelitian pada jaman sebelum manusia mengenal huruf (jaman prasejarah) dengan menggunakan sisa-sisa dari benda-benda kebudayaan manusia yang ditemukan di dalam lapisanlapisan bumi sebagai bahan penelitian. Sementara itu, arkeologi (ilmu sejarah kebudayan manusia) pada awalnya dalam meneliti kebudayaankebudayaan kuno jaman purba. Bahan yang digunakan untuk meneliti adalah bekas-bekas bangunan kuno dan juga prasasti-prasasti atau bukubuku kuno. Peran dari sub-ilmu prasejarah dari antropologi dapat dikatakan memperpanjang jarak waktu dari sejarah kebudayaan manusia dengan bahan-bahan yang lebih tua dari yang dipakai oleh arkeologi.

Hubungan Antara llmu Sejarah dan Antropologi. Bagi seorang ahli sejarah, antropologi pada awalnya menyediakan bahan prasejarah, demikian pula berbagai masalah dalam historiografi dari sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode antropologi. Sumbersumber sejarah seperti prasasti, dokumen, naskah tradisional, dan arsip kuno, seringkali hanya dapat mengungkapkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terbatas pada bidang politik saja. Sementara seluruh latar belakang sosial dari peristiwa-peristiwa politik tidak hanya dapat diketahui dari sumber-sumber tadi. Konsep-konsep mengenai kehidupan masyarakat yang dikembangkan antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya dapat memberi pengertian kepada para ahli sejarah untuk mengisi latar belakang suatu peristiwa politik di masa lampau.

10

Sebaliknya para ahli antropologi memerlukan sejarah, terutama dari suku-suku bangsa penduduk daerah yang ditelitinya untuk memecahkan masalah-masalah yang diakibatkan oleh pengaruh kebudayaan asing. Dengan demikian pengertian tentang masalah-masalah itu hanya dapat diperoleh dengan mengetahui sejarah proses terjadinya pengaruh tadi.

Hubungan Antara Geografi dan Antropologi. Geografi atau ilmu bumi mencoba mencapai pengertian ten tang alam dunia ini dengan gambaran-gambaran tentang bumi dan ciri-ciri dari segal a bentuk hidup yang ada di bumi, seperti flora dan fauna. Salah satunya adalah makhluk manusia yang beraneka ragam rupa dan sifatnya. Karena antropologi adalah ilmu yang mampu menyelami keanekaragaman manusia, maka ahli geografi tentu tidak dapat mengabaikan antropologi. Sebaliknya, para ahli antropologi juga memerlukan sekedar pengertian tentang geografi, karena banyak masalah mengenai kebudayaan manusia berkaitan dengan keadaan lingkungan alamnya.

Hubungan Antara Ilmu Ekonomi dan Antropologi. Pada negaranegara dimana penduduk pedesaannya lebih besar jumlahnya daripada penduduk perkotaan, kekuatan, proses, dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam kehidupan ekonomi sangat dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan, cara berpikir, pandangan, serta sikap hidup warga masyarakat pedesaan tersebut. Pada negara-negara dengan kondisi masyarakat seperti ini, seorang ahli ekonomi tidak dapat menggunakan secara sempurna konsep-konsep dan teori-teori ekonomi. Untuk itu diperlukan pengetahuan tambahan mengenai sistem kemasyarakatan, cara berpikir, pandangan, dan sikap hidup warga masyarakat pedesaan, dimana bahan-bahan tersebut akan diperolah dari ilmu antropologi.

Hubungan Antara I1mu Hukum dan Antropologi. Sejak awal timbulnya ilmu hukum ad at di Indonesia pada permulaan abad ke-20, para ahli telah menyadari pentingnya antropologi sebagai ilmu bantu dalam melakukan penelitian-penelitiannya. Beberapa orang ahli hukum ad at secara nyata telah menggunakan metode-metode antropologi dalam upaya untuk menyelami latar belakang kehidupan hukum adat di berbagai daerah di Indonesia. Antropologi dianggap penting karena hukum ad at bukan suatu sistem hukum yang telah diabstraksikan sebagai aturan-aturan dalam buku-buku undang-undang, melainkan timbul dan

11

hidup langsung dari masalah-masalah perdata yang berasal dari aktivitas masyarakat.

Sebaliknya para ahli antropologi juga memerlukan bantu an ilmu hukum ad at Indonesia, karena setiap masyarakat, baik yang sangat sederhana maupun yang telah maju tentu mempunyai kegiatan-kegiatan yang berfungsi dalam lapangan pengendalian sosial, terutama adalah ilmu hukum. Konsep-konsep dalam antropologi yang menganggap hukum hanya sebagai salah satu aktivitas kebudayaan dalam lapangan pengendalian sosial itu menyebabkan seorang ahli antropologi juga harus memiliki pengetahuan umum tentang konsep-konsep hikum pada umumnya.

Hubungan Antara Ilmu Administrasi dan Antropologi. Dalam menghadapi masalah-masalah administrasi, katakanlah masalah-masalah yang berhubungan dengan pertanahan seperti penggusuran, sengketa tanah, pemilikan tanah, dan sebagainya, yang merupakan suatu masalah kompleks yang sang at penting dalam administrasi, antara lain dapat diperoleh dengan penelitian yang menggunakan metode-metode antropologi.

Hubungan Antara Ilmu Politik dan Antropologi. Kira-kira sejak tahun 1960-an atau pada saat dimana terdapat hubungan-hubungan antara kekuatan-kekuatan serta proses-proses politik berbagai negara dengan berbagai sistem pemerintahan, ilmu politik telah melebarkan perhatiannya kepada masalah-masalah yang menyangkut latar belakang sosial budaya dari kekuatan-kekuatan itu. Oleh karena itu, maka untuk dapat memahami latar belakang dan adat istiadat tradisional suatu suku bangsa tertentu diperlukan metode-metode antropologi bagi seorang ahli politik. Sebaliknya seorang ahli antropologi dalam mempelajari suatu masyarakat secara langsung juga akan berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dan proses-proses politik lokal, maupun aktivitasaktivitas dan cabang-cabang politik nasional. Oleh karena itu, untuk menganalisa gejala-gejala tersebut diperlukan konsep-konsep dan teoriteori ilmu politik.

Hubungan antara psikologi dan psikiatri dengan antropologi akan banyak dibahas dalam bab tersendiri.

12

E. ETNOGRAFI: METODE DALAM ANTROPOLOGI

Menurut Koentjaraningrat (1986) jenis karangan yang rnengandung bahan pokok dari pengolahan dan analisis antropologi adalah karangan etnografi. lsi dalarn sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi rnengenai kebudayaan suatu suku bangsa.

Batasan suku bangsa ini kernudian rnenjadi agak kabur karena di dunia ini terdapat suku-suku bangsa yang kecil yang hanya terdiri dari beberapa ratus orang rnaupun suku-suku bangsa yang besar yang hanya terdiri dari berjuta-juta orang, sehingga seorang antropolog yang rnernbuat karangan etnografi tentunya tidak dapat rnernbuat deskripsi yang kornprehensif pada suku-suku bangsa yang besar. R. Naroll yang kernudian disernpurnakan lagi oleh J .A. Clinton pada tahun 1968 (dalarn Koentjaraningrat, 1986; 330-331) rnencoba rnenyusun sernbilan prinsip yang biasanya dipergunakan oleh para antropolog untuk rnenentukan batas-batas dari rnasyarakat, bagian dari suku bangsa yang rnenjadi pokok dan lokasi yang nyata dari deskripsi etnografi rnereka. Ke-9 prinsip itu antara lain:

1. Kesatuan rnasyarakat yang dibatasi oleh satu desa at au lebih;

2. Kesatuan rnasyarakat yang terdiri dari penduduk yang rnengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa;

3. Kesatuan rnasyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politikal-administrarif;

4. Kesatuan rnasyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri:

5. Kesatuan rnasyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang rnerupakan kesatuan daerah fisik;

6. Kesatuan rnasyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi;

7. Kesatuan rnasyarakat dengan penduduk yang rnengalarni satu pengalarnan sejarah yang sarna;

8. Kesatuan rnasyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dengan yang lainnya rnerata dan tinggi:

9. Kesatuan rnasyarakat dengan susunan sosial yang seragarn.

13

Menurut Danandjaja (1988; 101-104) metode-rnetode yang sejak awal banyak digunakan para etnograf pada rnasa awal berkernbangnya ilrnu antropologi hingga kini adalah rnetode wawancara dan pengamatan.

Wawancara. Wawancara adalah rnetode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden. Caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap rnuka. Dalarn suatu penelitian, wawancara rnerupakan suatu teknik untuk rnelengkapi metode pengarnatan. Seorang peneliti yang dalarn penelitiannya dibantu oleh beberapa asisten peneliti yang dapat rnenggantikannya secara bergiliran dalarn pengarnatan, pada hakikatnya tidak dapat rnencakup aktivitas sernua warga suatu rnasyarakat secara terus-menerus selama 24 jam. Oleh karena itu, lowongan data yang tidak sernpat tercatat oleh pengarnatan dapat diatasi dengan wawancara (Paul dalarn Koentjaraningrat, 1994; 129). Teknik wawancara dapat digolongkan ke dalarn dua golongan yaitu: Wawancara terencana dan Wawancara tanpa rencana.

Untuk melakukan wawancara terencana seorang peneliti sebelum terjun ke lapangan harus menyusun terlebih dahulu suatu daftar pertanyaan. Kepada semua responden yang telah dipilih untuk ditanya akan diajukan daftar pertanyaan yang seragam dan dengan bahasa dan tat a urut yang seragam pula. Bila tidak seragam dikhawatirkan akan kemungkinan besar respon yang diperoleh tidak memiliki nilai yang seragam, sehingga sukar diperbandingkan satu sarna lain.

Untuk rnelakukan wawancara tak terencana, seorang peneliti tidak perlu rnenyusun daftar pertanyaan yang ketat. Sungguhpun demikian bukan berarti si peneliti tidak mempunyai pengetahuan mengenai cara atau aturan wawancara tertentu. Bahkan terdapat suatu rnetode wawancara tanpa rencana, yang mempunyai struktur yang cukup rumit seperti metode wawancara psikoanalisa, atau wawancara untuk mengumpulkan data riwayat hidup. Dari penjelasan tersebut, maka wawancara tak terencana dapat digolongkan rnenjadi dua yaitu: wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur.

Koentjaraningrat (dalam Danandjaja, 1988; 102-103) masih membagi wawancara tak berstruktur menjadi dua golongan yang lebih khusus, yaitu wawancara berfokus dan wawancara bebas. Wawancara

14

yang berfokus biasanya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki struktur tertentu, namun selalu terpusat pada satu pokok tertentu. Di lain pihak, wawancara bebas tidak memiliki pusat, sehingga pertanyaan dapat beralih-alih dari suatu pokok ke pokok lainnya. Akibatnya, data yang terkumpul dari suatu wawancara bebas dapat bersifat aneka ragam.

Menurut Danandjaja (1988; 103) masih terdapat satu teknik wawancara lain yang disebut wawancara sambil lalu. Wawancara sebenarnya termasuk wawancara tak terencana, tetapi perbedaannya adalah responden yang diwawancarai tidak diseleksi terlebih dahulu secara seksama. Mereka dapat ditemukan dimana saja selama penelitian sedang berlangsung. Cara wawancaranya dilakukan menu rut situasi dan kondisi, sehingga dapat berbentuk berstruktur, berfokus, maupun bebas.

Secara ringkas, jenis-jenis wawancara dapat dilihat pada skema di bawah ini:

Wawancara Terencana (Standardized Interview)

W. Berstruktur

Wawancara Tanp (Structured Interview)

Jenis Wawancara (Unstandardized

Interview) W. Tidak -[W. Terfokus (Focused Interview) Berstruktur

Wawancara Sambil Lalu (Unstructured W. Bebas (Free Interview)

(Casual Interview) Interview)

Gambar 3. Ienis-jenis Wawancara

Metode Genealogis. Metode genealogis (genealogical method) adalah metode wawancara yang tidak terencana tetapi berstruktur. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh para ahli antropologi psikologi W.H.R. Rivers, ketika ia terlibat dalam suatu ekspedisi antropologi Universitas Cambridge di Tores-Straits, antara Irian dan Australia pada tahun 1898. Metode ini mula-mula bertujuan untuk mengumpulkan istilah-istilah kekerabatan secara konkret dalam suatu

15

bahasa yang lain dari bahasa peneliti. Para informan dalam suatu masyarakat pedesaan biasanya tidak sadar akan seluk-beluk dari sistem kekerabatan dalam masyarakatnya sendiri, yang biasanya merupakan bahan penting bagi peneliti untuk mencapai pengertian tentang susunan masyarakat pedesaan yang sedang diteliti. Para informan ini tidak dapat ditanya langsung oleh peneliti dengan istilah-istilah yang lazim dalam antropologi seperti klen (clan), keluarga luas (extendedfamiliy), keluarga inti (nuclear family), dan sebagainya. Pengertian mengenai fenomenafenomena tersebut hanya dapat diperoleh apabila oleh peneliti secara tidak langsung dengan analisa dan abstraksi dari gejala dan peristiwa konkret dalam hubungan antarwarga desa dan dalam kehidupan masyarakat desa (dalam Koentjaraningrat, 1994; 146-147).

Selanjutnya dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1994; 147-148) bahwa untuk menganalisa fenomena tersebut dapat dilakukan dengan mengumpulkan istilah-istilah kekerabatan dalam bahasa asli masyarakat itu. Rivers dalam ekspedisi Cambridge di Torres-Straits sadar bahwa seorang informan biasanya tidak mempunyai suatu pengertian mengenai keseluruhan dari sistem kekerabatan dalam masyarakatnya sendiri, dan bahwa istilah-istilah kekerabatan dari satu bahasa tidak dapat diterjemahkan secara tepat sarna dengan istilah-istilah kekerabatan dalam bahasa lain. Oleh karena itu, untuk menghindari kesukaran wawancara yang berhubungan dengan pengumpulan daftar istilah kekerabatan dalam berbagai bahasa kepulauan di daerah Torres-Straits, maka River kemudian mengembangkan metode yang dikenal dengan metode genealogi. Metode ini tidak lain adalah metode wawancara untuk mencatat silsilah atau daftar asal-usul dari informan-informan dalam masyarakat yang dijadikan objek penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus dilakukan sekonkret mungkin.

Dalam pelaksanaannya metode ini terdiri dari tiga tahapan. Pada tahap pertama, si peneliti hanya menanyakan nama-nama kerabat informan. Nama-nama tersebut dicatat dalam suatu gambar bagan dengan nama informan sebagai pusat. Pada tahap kedua, ditanyakan hubungan hubungan kekerabatan dari semua anggota kerabat informan yang namanamanya telah tercatat di dalam bagan gambar tersebut. Pada tahap ketiga, apabila peneliti sudah mengumpulkan genealogi dari informan,

16

maka diadakan perbandingan dan kupasan dari daftar-daftar asal-usul tadi dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan sebanyak mungkin dari daftar-daftar tadi.

Pengamatan. Metode pengamatan yang disertai dengan partisipasi merupakan teknik pengumpulan data yang paling diutamakan di dalam ilmu antropologi. Untuk mengumpulkan data kebudayaan sebagaimana dalam buku Notes and Queries on Anthropology (dalam Danandjaja, 1988; 104) dapat dilakukan dengan cara pengamatan langsung (direct observation) dan pengamatan tidak langsung (indirect observation). Sedangkan cara yang paling ideal adalah pengamatan lansung yang disertai interogasi segera (immediate interrogation).

Menurut Vredenbregt (dalam Danandjaja, 1988; 104-105) wawancara berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi dua : pengamatan berstruktur atau formal dan pengamatan tak berstruktur atau informal atau partisipant observation (pengamatan terlibat).

Selanjutnya menurut Vredenbregt, berdasarkan sifat interaksinya pengamatan dibagi lagi menjadi dua: pengamatan dan pengamatan terlibat. Perbedaan dari kedua jenis pengamatan ini terletak pada ada dan tidaknya interaksi antara peneliti dengan responden atau informannya. Pada pengamatan terlibat interaksi antara peneliti dengan responden atau informannya berjalan secara intens, karena peneliti tinggal bersama-sama dalam satu rumah dengan responden atau informannya.

Pengamatan yang paling ideal dalam penelitian antropologi adalah pengamatan yang sifatnya informal dan yang melibatkan secara langsung penelitinya (pengamatan terlibat). Selain itu, bagi seorang peneliti dalam peneltian antropologi masih perlu digunakan rapport, yaitu menjalin hubungan yang baiuk dan mendalam dengan inforrnan, sehingga terjadi hubungan yang saling percaya-rnempercayai.

Secara ringkas, jenis-jenis pengamatan dapat dilihat pada skerna di bawah ini:

17

[ Pengamatan Langsung
Secara (Direct Observation)
Umum
Pengamatan Tak Langsung
(Indirect Observation)
[ Pengamatan Berstruktur
Berdasar (Formal)
Bentuk
Pengamatan Tak Berstruktur
(Informal)
Berdasar C Pengamatan
Sifat
Interaksi Pengamatan Terlibat
Gambar 4. Jenis-jenis Pengamatan Pengamatan dengan Menggunakan Alat Perekam. Berdasarkan pengalaman penelitinnya di desa Trunyan, Bali, James Danandjaja (dalam Danandjaja, 1988; 106) telah berhasil menyusun dua buku dengan pendekatan antropologi visual. Dalam penelitian tersebut ternyata hasil pengamatan yang direkam dengan menggunakan potret, slide, dan film gambar hidup (pita video), lebih akurat dan mendetil. Kamera dapat merekam lebih ban yak detail daripada kemampuan mata manusia.

Seorang ahli antropologi G. Bateson, dalam penelitiannya mengenai adat-istiadat pengasuhan anak di desa Bayung Gde, Bali telah menggunakan suatu metode pengamatan yang bersifat unik, yaitu pengamatan dengan menggunakan alat kamera. Selama satu tahun lamanya ia membuat lebih dari 25.000 gambar foto dari delapan anak Bali yang sedang tumbuh, dan penelitian ini menghabiskan 7.000 meter film ukuran 16 mm. Hasil penelitian ini kemudian dilaporkan ke dalam suatu buku yang memuat 159 gambar dari kedelapan anak Bali tersebut. Teksnya sebenarnya berisikan keterangan-keterangan gambar-gambar tersebut. Oleh Margaret Mead, hasil penelitian ini dikembangkan bersama dengan seorang ahli bedah plastik F. Cooke MacGregor. Keduanya tertarik pada pengembangan gerak-gerik tubuh anak-anak Bali tersebut (dalam Koentjaraningrat, 1990; 62).

18

You might also like