Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN MAGANG
Oleh :
Amelia Febriani
Ayuningtyas
Briskha Bakhrudin H
Fatonah Winiasri
Hario Premono
Hendra Wijaya
Lukman Yan Martono
Nur Hasanah
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur selalu kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
limpahan berkah, rahmat, dan hidayatnya, penulis dapat menyelaesaikan magang dan dapat
menyusun laporan dengan judul “ Pembenihan Udang Galah ( Macrobrachium rosenbergii de
Man) di Unit Kerja Budidaya Air Payau Samas, Bantul”. Shalawat serta salam juga
senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabatnya, dan para pengikutnya sampai hari kiamat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang
telah memabntu selama pelaksanaan magang hingga penyusunan laporan, diantaranya adalah:
1. Dr. Ustadi selaku Ketua Jurusan Perikanan yang telah memberikan ijin.
2. Keluarga penulis yang telah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan moril
maupun materiil.
3. Staf akademik jurusan dan fakultas yang telah memberikan kelancaran dan
kemudahan dalam pengurusan ijin.
4. Bapak Rusmanto selaku Kepala Unit Kerja Budidaya Air Payau Samas yang telah
memerikn ijin kepada penulis untuk meakukan magang.
5. Bapak Sukiman, Sukamto, Wargiatno, Untoro, Sriyanto, Munanto, Sugiman,
Widayat atas bimbingan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan magang.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu sehingga laporan
ini dapat diselesaikan
Semoga bantuan dan kebaikan yang mereka berikan mendapatkan balasan yang
setimpal dari Allah SWT , amin.
Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa laporan magang ini belum
sempurna. Oleh karena itu penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan. Untuk
itu penulis siap menerima kritik dan saran yang membangun. Demikian laporan ini, semoga
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alikum Wr.Wb
Penulis
DAFTAR ISI
LAMPIRAN .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udang galah adalah jenis udang air tawar yang prospeknya cukup cerah untuk
dibudidayakan secara besar-besaran. Selain mudah dipelihara, keunggulan udang
galah lainnya adalah tahan yerhadap serangn hama dan penyakit. Udang galah sangat
layak untuk diekspor karena ukuran tubuhnya yang besar dan rasa dagingnya mirip
lobster. Karena itu, di pasar ekspor udang galah disebut dengan baby lobster.
Udang galah dapat dipelihara baik secara tunggal maupun terpadu dengan
komonditi lain (polikultur) bahkan dengan sektor pertanian. Hal ini sangat tepat
dilaksanakan mengingat daerah yang dapat diekspoitasi masih cukup luas. Sesuai
dengan sifat hidupnya udang galah tidak saja dapat dipelihara di perairan tawar, akan
tetapi juga di daerah pertambakan yang airnya mendekati tawar ( Hadie dan
Supriatna, 1984).
Proses pembenihan udang galah yang dilakukan melalui hatcery hingga saat
ini belum banyak dilakukan, sehinga hal ini menjadikan pembatas bagi pengusaha
yang secara tidak langsung mempengaruhi besarnya nilainya pemenuhan kebutuhan
benih, yang selanjunya berimplikasi pada permintaan akan pasar akan benih / larva
udang galah.
B. Tujuan
Larva stadium 1 : umur 1-2 hari sesudah menetas, panjang badan +1,92 mm,
panjang karapas + 0,51 mm, karapas tidak keras. Rostrum longitudinal, mata tidak
bertangkai, telson berbentuk segitiga dengan 7 duri berambut dengan 2 spina terluar
yang tak berambuT, chromatophora terdapat pada calon anus ( atau segmen ke 6 jelas
pada daerah tengah abdomen dan pangkal larva. Larva yang berwarna putih
transparan pereopoda I dan II telah tampak.
Larva stadium 2 : memiliki panjang badan + 1,99 mm, panjang karapas + 0,53
mm, bentuk rostrum longitudinal serta telah ada tangkai mata. Telson memiliki
bentuk segituga dengan 8 duri berambut, dengan pasangan terluar tanpa rambut dan
mulai tampak persendian dari uropoda. Chromatophora terlihat jelas pada dasar /
pangkal tangkai mata. Pereopoda III dan IV masih sebagai tunas.
Larva stadium 3 : memiliki panjang badan + 2,14 mm, panjang karapas + 0,56
mm, karapas dengan rostrum 1 gigi dorsal, telson dengan 8 pasang duri berambut, 1
pasang di bagian tengah dan 1 pasang di bagian pinggir dan tidak berambut.
Chromatophora terlihat lebih jelas dan lebih meluas. Pereopoda sudah lengkap
walaupun belum sempurna. Uropoda bercabang 2 atau berbentuk garpu dengan 6 duri
berambut. Eksopoda dan endopoda kecil.
Larva stadium 4 : memiliki panjang badan + 2,55 mm, panjang karapas + 0,58
mm dengan 2 gigi rostrum bagian dorsal, telson empat persegi panjang menyempit
dengan 5 pasang duri dorsal dan 2 pasang duri lateral. Uropoda bercabang 2 dan
eksopoda dengan 9-10 duri berambut dan endopoda dengan 6-7 duri berambut.
Perepoda kelimanya sudah semakin berkembang.
Larva stadium 5 : memiliki panjang badan + 2,81 mm, panjang karapas + 0,67
mm, telson empat persegi panjang lebih menyempit ke bagian belakan atau posterior,
duri posterior 4 pasang, duri lateral kecil tak berambut, dan sepasang duri tengah
tanpa rambut. Uropoda berambut, endopoda dan eksopoda hampir sama panjangnya
dengan telson. Chromatophora terlihat lebih nyata terutama pigmen biru kemerahan
pada pereopoda kedua dan bagian tengah ventral abdomen.
Larva stadium 6 : memiliki panjang badan + 3,75 mm, panjang karapas + 0,85
mm. Telson lebih sempit dan lebih memanjang, uropoda lebih berkembang, endopoda
dengan dengan 12-16 duri berambut. Chromatophora terlihat belum merata, tebal
pada pada bagian kepala dan oranye pucat pada bagian telson. Pleopoda mulai tampak
sebagai tunas.
Larva stadium 7 :memiliki panjang badan + 4,06 mm, panjang karapas + 1,07
mm. Telsonnya lebih memanjang dan menyempit. Chromatophora terlihat melas
dengan warna biru tua pada bagian pereopoda II dan sisi ventral abdomen dan bagian
pinggir dengan warna merah atau biru kuning. Pleopoda mulai bercabang dua dan
berkembang lebih lanjut.
Larva stadium 8 : memiliki panjang badan + 4,8 mm, panjang karapas + 1,16
mm. Telson lebih menyempit, duri terminal ( pada ujung telson ) menghilang.
Pleopoda lebih berkembang dan pada cabang luar mula berambut jarang.
Larva stadium 9 : memiliki panjang badan + 7,05 mm, panjang karapas + 1,82
mm. Rostrum dengan iga atau emat gigi dorsal. Telson lebih memanjang dan
menyempit, duri lateral menghilang. Pereopoda pada pasangan I dan II mula berjepit.
Pleopoda pada endopoda berambut dan exopoda berambut lebih tebal ( banyak )
Stadium post larva : panjang total + 8 mm, panjang karapas + 2,5 mm.
Rostrum bentuk lanset dengan 11 gig atas dan 3 – 5 buah gigi bawah, terdapat rambut
di antara gigi.Telsonnya ada 2 pasang duri pada ujung posterior, pasangan dalam
berambut . Secara morfologis bentuknya mirip dengan udang dewasa. Kelakuannya
suka mendasar ( bentik ), makanannya adalah hewan hewan kecil berupa cacing,
udang kecil, insecta dan bahan organik lainnya. Saat inilah dalam pemeliharaan di
hatchery panen dilaksanakan
Bak pemeliharaan larva di Unit Kerja Budidaya Air Payau ini berjumlah 33
buah yang berbentuk persegi panjang dengan berbahan beton dan terdapat sepuluh
titik aerasi pada tiap bak. Dalam beberapa jarak antara bak satu dengan bak yang lain
terdapat dua saluran yang berfungsi mengeluarkan air payau dan air tawar.
Bak yang akan di gunakan sebaiknya diisi air tawar kemudian diberi air
kaporit + 24 jam. Pemberian kaporit berfungsi untuk mematikan bakteri dan bakteri.
Setelah perendaman kaporit di bak dilakukan pencucian dengan menggunakan
deterjen, busa dan sikat. Pencucian bak diawali dengan mematikan aerasi dan
membuang air rendaman kaporit. Selang aerasi dan pinggir bak dibersikan dengan air
busa dan menyikatnya. Setelah pencucian bak dibilas dengan air tawar. Setelah
pembilasan bak dilakukan pembersihan batu aerasi dan pemberat dengan
menggunakan air mengalir kemudian batu dan pemberat yang sudah dibersihkan
kemudian dijemur. Batu aerasi dan pemberat yang telah kering kemudian di pasang
kembali.
Bak yang telah dicuci lalu di keringkan dan dapat digunakan bila diperlukan.
Menurut Hadie dan Supriatna (1991), udara atau blower dalam pembenihan udang
galah merupakan faktor pembatas karena tanpa aerasi pemeliharaan larva tidak akan
mungkin berjalan. Blower diperlukan pada pemeliharaan larva, dalam reservoil air
payau, penampungan juvenil dan pemeliharan pakan alami. Fungsi aerasi dalam bak
larva selain untuk menyebar pakan juga untuk menambah oksigen terhadap media
serta menekan terjadinya kanibalisme.
Selama pemeliharaan larva, bak ditutup dengan terpal. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga kestabilan suhu agar tidak terjadi fluktuasi yang drastis antara siang
dan malam hari. Selain itu, penutupan bak juga berfungsi untuk menghindari kotoran
dari luar masuk ke dalam bak dan menghindari tumbuhnya lumut.
2. Penebaran Nauplius
Menurut Hadie dan Supriatna (1991), penyebaran larva dilakukan setelah 1-2
hari dalam bak penetasan, larva dipindahkan ke dalam bak larva yang telah
dipersiapkan. Padat penebaran larva yang paling baik berkisar antara 100-150
ekor/liter. Pemeliharaan larva berakhir setelah larva mertamorfosis menjadi juvenil (
udang muda) dengan waktu antara 21-35 hari.
Cara tebar benih yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah secara
sampling. Larva yang berasal dari bak indukan dimasukkan ke dalam air media lebih
kurang 5 liter yang berada dalam baskom . larva dalam air media di ambil sebanyak
10 mL kemudian dihitung jumlah larvanya. Pengambilan larva dari bak indukan
menggunakan jaring yang mempunyai kerapatan sangat kecil.
3. Pemberian Pakan
Pakan yang di berikan untuk larva dan benur ada dua macam yaitu pakan
alami (artemia) yang mempunyai kandungan protein tinggi dan pakan buatan yang
terbuat dari campuran skim susu, terigu dan telur bebek yang dikukus selama lebih
kurang selama 2 jam.
a. Pakan alami
Pakan alami yang di berikan pada larva berupa artemi. Artemia mulai di berikan
pada larva yang berumur 1 – 2 hari dan diberikan terus sampai larva menjadi benur.
Manurut Khairuman dan amri (2006), larva yang baru menetas belum memerlukan
pakan tambahan karena masih ada persediaan makanan di dalam kuning telurnya
jumlah artemia yang di berikan di sesuaikan dengan umur tiap larva.
2. Artemia direndam di dalam air kurang lebih 30 menit – 1 jam yang bertujuan untuk
rehidrasi. Kemudian dimasukan ke dalam saringan dan dicuci dengan air.
3. Artemia yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam rendaman kaporit + ½ bagian
ember kemudian diaduk hingga berbusa.
4. Artemia dicuci kembali hingga bersih di masukan ke dalam ember lalu tambahakan
air kaporit, kemudian diiaduk hingga berwarna kemerahan.
Penetasan
Pemanenan artemia dilakukan jika mayoritas telur artemia sudah menetas. Cara
pemanenan artemia dilakukan dengan cara mematikan aerasi, sehingga artemia akan
berkumpul di permukaan air dan cangkangnya akan mengendap di dasar folikel.
Kemudian permukaan air disedot dengan selang hingga sebagian besar artemia
terambil. Kumpulan artemia dicuci dengan air tawar sampai bersih dan dimasukan ke
dalam ember yang sudah berisi air laut. Setelah pemanenan, dilakukan pembagian
artemia sesuai dengan kebutuhan dan umur larva.
b. Pakan Buatan
Pakan buatan ini berfungsi sebagai pakan tambahan. Komposisi pakan
tambahan ini yaitu, susu skim 500gr, tepung terigu 150-200gr, telur bebek 30 butir,
dan air 1 liter. Alat yang digunakan pada pembuatan pakan ini yaitu baskom,
timbangan, mixer, plastik dan gelas ukur.
Cara pembuatan pakan buatan sebagai berikut:
1. Menyiapkan kukusan panci yang telah diisi air, dengan nyala api kecil.
2. Menimbang susu skim dan terigu sesuai dengan takaran masing-masing.
3. Memecahkan 30 butir telur bebek, dicampur dengan 1 lt air dan dimixer hingga
homogen.
4. Memasukkan terigu dan susu skim secara perlahan, kemudian diaduk dngan
mixer hingga semua bahan tidak ada lagi yang menggumpal.
5. Memasukkan bahan adonan yang sudah jadi ke dalam plastik packing berukuran
0,03x35x50 cm.
6. Kemudian, dimasukkan kedalam panci kukusan selama + 1,5 jam, dengan
pembalikan adonan setelah 1 jam pengukusan.
Sebelum pakan di berikan kepada udang pakan tersebut di cetak sesuai dengan
bukaan mulut larva. Hal ini biasa di sebut dengan pengerusan. Penggerusan berfungsi
untuk membuat pakan udang menjadi butiran-butiran yang sesuai dengan bukaan
mulut larva. Pakan buatan ini dapat ditambah biovit sesuai dengan takaran pakan
tersebut. Hal ini bertujuan agar kandungan gizi yang didapatkan larva semakin banyak
sehingga larva akan tahan terhadap penyakit serta pertumbuhan larva semakin cepat.
Pemberian pakan dilakukan setiap dua jam sekali, yaitu pukul 08.00, 10.00,
12.00, 14.00, dan 16.00.
C. Kualitas Air
Di dalam media larva, terjadi suatu komles proses kimiawi yang mengakibatkan
adanya fluktuasi unsur kimia di dalamnya antara lain :
1. pH
Menurut Hadie dan Supriatna (1991), temperatur media juga merupakan salah
satu faktor penting dalam pertumbuhan larva. Temperatur media berpengaruh
terhadap kegiatan metabolisme, berarti berpengaruh pula terhadap sifat makan larva.
Semakin rendah temperatur, metabolisme dalam tubuh juga menurun demikian pula
terhadap nafsu makan larva. Temperatur media optimal selama pemeliharaan 29-
31oC, mengalami stres pada 24oC, dan akan mati total pada temperatur kurang dari
13oC atau di atas 33oC.
3. Salinitas
4. Kandungan DO
Oksigen yang terlarut dalam air (dissolved oxigen) merupakan sumber respirasi
bagi larva, oleh karenanya harus selalu terdapat dalam media. Walaupun demikian
dengan terus dipakainya aerator dalam media, maka masalah ini menjadi tidak begitu
penting, dengan syarat aerator selalu tersedia. Oksigen terlarut dalam media cukup
baik dengan kadar 5-7 ppm. Penentuan kadar DO dapat dilakukan dengan titrasi
metode Winkler (Hadie dan Supriatna, 1991).
5. Amonia ( NH3)
Amonia berasal dari hasil pembongkaran protein secara kimiawi. Protein yang
terurai berasal dari makanan buatan yang diberikan kepada larva atau juga dapat
bersumber dari sisa metabolisme. Kandungan amonia dalam air dipengaruhi oleh
temperatur , pH, dsb. Kenaikan pH dan penurunan suhu dapat meningkatkan
konsentrasi amonia dalam media.
Gangguan amonia terhadap larva mulai terlihat pada kadar 0,6 ppm. Untuk
menanggulangi terdapatnya amonia, usaha penggantian air tiap hari harus dilakukan
untuk mengeluarkan kotoran yang tertimbun.
Untuk menjaga kualitas air dilakukan penyiponan dan pergantian air secara
berkala.
Penyiponan
Alat penyiponan terbuat dari pipa dan ujung pipa yang diberi busa. Alat ini
membentuk huruf T. Alat yang digunakan dalam penyiponan ini adalah sipon, selang
air, ember,baskom, seser, dan kayu persegi. Hal pertama yang dilakukan adalah
membersihkan selang aerasi dan pinggiran bak serta mematikan aerasi tersebut agar
kotoran yang terdapat dalam bak tersebut akan mengendap. Kemudian menyambung
selang dengan alat siphon tersebut kemudian alat tersebut dimasukkan ke dalam bak
dan diarahkan ke tempat kotoran itu mengendap. Air yang keluar dari bak akan
tersaring menggunakan seser yang telah disiapkan. Hal itu dilakukan agar larva maupun
benur tidak ikut terbawa atau tersaring. Kemudian larva maupun benur yang tersaring
segera di cuci dengan air yang bersih kemudian mengembalikan kembali ke bak
semula. Kotoran yang telah tersaring dibuang ke saluran pembuangan. Kemudian aerasi
segera dihidupkan kembali.
Pergantian air
Pergantian air dilakukan bila air telah terlihat keruh. Pergantian air biasanya
mencapai 20 - 25 % volume air dalam bak dan menjelang larva menjadi benur
pergantian air 30 – 50 % volume air dalam bak tersebut karena benur yang siap dijual
membutuhkan air dengan salinitas 0 ppt.
D. Pemanenan dan Pengepakan Benur
1. Pemanenan
Larva udang di panen setelah berumur + 35 hari dan pada kondisi stadia post
larva. Cara pemanenan larva di UKBAP Samas adalah dengan cara:
2. Pengepakan
Plastik yang telah berisi benur kemudian diisi dengan oksigen dari tabung
oksigen dan diikat dengan karet agar air dalam plastik tidak tumpah. Pengepakan
larva yang akan dikirim ke luar daerah dan memerlukan waktu pengiriman lebih dari
12 jam biasanya menggunakan selter.
E. Pemasaran
a. Manajemen pemasaran Benur
Benur yang dijual di UKBAP Samas diberi harga Rp 35,- per benur yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DIY. Harga ini merupakan perhitungan
dari jumlah biaya di UKBAP Samas selama setahun dibagi jumlah benih udang galah
yang diproduksi.
b. Distribusi Benih
Distribusi benih di UKBAP Samas dilakukan langsung kepada pembeli
karena tidak menggunakan perantara. Sebelum distibusi benur, telah dilakukan
kesepakatan antara pihak UKBAP Samas dengan pihak pembeli mengenai biaya dan
penyaluran benur, apakah akan diambil sendiri oleh pembeli atau diantar.
Distribusi dilakukan dengan menggunakan bahan yang tidak mahal dan tidak
mengambil tempat. Distribusi ke luar Pulau Jawa dilakukan menggunakan pesawat
terbang dengan penaikan harga benur menjadi Rp 65,- per benur.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M.M. 2005. Laporan Praktek Kerja Lapangan: Managemen Pemeliharaan Larva
Udang Galah ( Macrobrachium rosenbergii de Man), di Balai Benih Udang Galah
Samas, Yogyakarta. Universitas Diponegoro, Semarang.
Chodijah, S. 2007. Laporan Magang Komoditas air Tawar : Pembenihan Udang Galah (
Macrobrachium rosenbergii de Man), di Unit Kerja Budidaya Air Payau, Samas,
Yogyakarta. Institut Pertanian Bogor.
Hadie, W dan Supriatna, J. 1991. Pengembangan Udang Galah dalam Hachery dan
Budidaya ( Edisis ke-2 ). Yogyakarta: Kanisius.
Khairuman dan Amri, K. 2004. Budidaya dang Galah Secara Intensif. Jakarta :
Agromedia pustaka.
LAMPIRAN