You are on page 1of 8

TEKNOLOGI WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL

ABSTRACT
Digital watermarking is a method of embedding identifying information in an image, in such a manner that
it cannot easily be removed. This method have been used to join data of multimedia specially audiovideo.
In this paper, we will concentrate on digital image watermarking techniques, highlights problem of how to
improve the parameters of watermarking : fidelity, robustness, and security aspect.
Key word : Digital watermarking, fidelity, robustnes, security.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi digital serta internet saat ini telah memberi kemudahan untuk melakukan akses
serta mendistribusikan berbagai informasi dalam format digital. Beberapa faktor yang membuat data
digital (seperti audio, citra, video dan text) banyak digunakan antara lain:
 Mudah diduplikasi dan hasilnya sama dengan aslinya.
 Murah untuk penduplikasian dan penyimpanan,
 Mudah disimpan dan kemudian untuk diolah atau diproses lebih lanjut,
 Serta mudah didistribusikan, baik dengan media disk maupun melalui jaringan seperti internet.
Kemudahan tersebut akhirnya dapat digunakan secara “negatif” tanpa memperhatikan aspek hak cipta
(Intellectual Property Right).
Perlindungan hak cipta terhadap data digital memang sudah menjadi perhatian orang-orang sejak dulu.
Banyak cara yang sudah ditempuh untuk memberikan atau melindungi data digital, seperti: encryption,
copy protection, visible marking, header marking, dan sebagainya, tetapi semua cara tersebut memiliki
kelemahannya masing-masing.
Teknologi watermarking merupakan suatu solusi didalam melindungi hak cipta kepemilikan terhadap
data-data digital, yang akhir-akhir ini dikembangkan para peneliti [8], yang memiliki sifat-sifat invisibility
dan robustness yang dapat diatur serta data yang terwatermark dapat diduplikasi seperti layaknya data
digital.
Ide awal teknologi watermarking muncul pada tahun 1990 dan pada tahun 1993 Tirkel et al mulai
menggunakan kata 'watermark' dalam papernya.
2. DIGITAL WATERMARKING
Istilah watermarking ini muncul dari salah satu cabang ilmu yang disebut dengan steganography.
Stegranography merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyembunyikan
suatu informasi “rahasia” di dalam suatu informasi lainnya. Perbedaan stegranograpy dengan
cryptography terletak pada bagaimana proses penyembunyian data dan hasil akhir dari proses tersebut.
Cryptography melakukan proses pengacakan data aslinya sehingga menghasilkan data terenkripsi yang
benar- benar acak / seolah-olah berantakan (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) dan berbeda
dengan aslinya, sedangkan stegranography menyembunyikan dalam data lain yang akan ditumpanginya
tanpa mengubah data yang ditumpanginya tersebut sehingga data yang ditumpanginya sebelum dan
setelah proses penyembunyian hampir sama. Dengan kata lain keluaran stegranography ini memiliki
bentuk persepsi yang sama dengan bentuk aslinya, tentunya persepsi disini oleh indera manusia, tetapi
tidak oleh komputer atau perangkat pengolah digital lainnya.
Watermarking (tanda air) dapat diartikan sebagai suatu teknik penyembunyian data atau informasi
“rahasia” kedalam suatu data lainnya untuk “ditumpangi” (kadang disebut dengan host data), tetapi orang
lain tidak menyadari kehadiran adanya data tambahan pada data host-nya. Jadi seolah-olah tidak ada
perbedaan antara data host sebelum dan sesudah proses watermarking.
Watermarking ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan
telinga. Jadi watermaking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data/informasi
tertentu (baik hanya berupa catatan umum maupun rahasia) kedalam suatu data digital lainnya, tetapi
tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran), dan
mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital yang tidak merusak kualitas data yang ter-
watermark sampai pada tahap tertentu.

Ralph Nazaret, Page 1 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


Disamping itu data yang ter-watermark harus tahan (robust) terhadap serangan-serangan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja untuk menghilangkan data watermark yang terdapat
didalamnya.

Mutu dari teknik watermarking meliputi beberapa parameterparameter utama yang berikut ini [2]:
a. Fidelity : Perubahan yang disebabkan oleh tanda (mark) semestinya tidak mempengaruhi nilai isi,
idealnya tanda harusnya tidak dapat dilihat, sehingga tidak dapat dibedakan antara data yang ter-
watermark dan data yang asli. Salah satu trade-off antara karakteristik watermarking yang sangat
kelihatan adalah antara robustness dengan fidelity. Dalam beberapa literatur fidelity kadang disebut
dengan invisibility untuk jenis data citra dan video. Yang dimaksud dengan fidelity disini adalah derajat
degradasi host data sesudah diberi watermark dibandingkan dengan sebelum diberi watermark. Biasanya
bila robustness dari watermark tinggi maka memiliki fidelity yang rendah, sebaliknya robustness yang
rendah dapat membuat fidelity yang tinggi. Jadi sebaiknya dipilih trade-off yang sesuai, sehingga
keduanya dapat tercapai sesuai dengan tujuan aplikasi. Untuk host data yang berkualitas tinggi maka
fidelity dituntut setinggi mungkin sehingga tidak merusak data aslinya, sedangkan host data yang memiliki
noise (kualitas kurang) maka fidelitynya bisa rendah.
b. Robustness : watermark di dalam host data harus tahan terhadap beberapa operasi pemrosesan
digital yang umum seperti pengkonversian dari digital ke analog dan dari analog ke digital, dan
manipulasi data. Pada robust watermark, data disisipkan dengan sangat kuat, sehingga jika ada yang
berusaha menghapusnya maka gambar atau suara yang disisipi akan ikut rusak dan tidak punya nilai
komersial lagi.
c. Security : Watermarking harus tahan terhadap usaha segaja memindahkan/mencopy watermark dari
satu multimedia data ke multimedia data lainnya. Pada ketiga kriteria diatas, fidelity merupakan kriteria
paling tinggi.
3. STRUKTUR DARI WATERMARKING
Penerapan watermarking pada data digital seperti text, citra, video dan audio, dilakukan langsung pada
jenis data digital tersebut (misalnya untuk citra dan video pada domain spasial, dan audio pada domain
waktu) atau terlebih dahulu dilakukan tranformasi ke dalam domain yang lain.
Berbagai transformasi yang dikenal dalam pemrosesan sinyal digital seperti: FFT (Fast Fourier
Transform), DCT (Discreate Cosine Transform), DWT (Discreate Wavelet Transform), dan sebagainya
[2].
Penerapan watermaking pada berbagai domain dengan berbagai transform turut mempengaruhi berbagai
parameter penting dalam watermarking.
Terdapat 3 sub-bagian watermarking yang membentuknya yaitu:
1. Penghasil Label Watermark
2. Proses penyembunyian Label
3. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang terwatermark.

Ralph Nazaret, Page 2 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


Gambar 2. Proses watermark dan menghasilkan kembali label watermark [1, hal 1083]
Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang
ingin di-watermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan :
a. Text biasa : Label watermark dari text biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-
masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini
adalah, kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan text
sebenarnya.
b. Logo atau Citra atau Suara : Berbeda dengan text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat
memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita,
tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar. Key pada gambar 2 diatas digunakan
untuk mencegah penghapusan secara langsung watermark oleh pihak tak bertanggung jawab,
dengan menggunakan metoda enkripsi yang sudah ada. Sedangkan ketahanan terhadap proses-
proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking yang digunakan [2]. Tetapi
dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metoda watermarking ideal yang
bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital yang mungkin. Biasanya masing-masing
penelitian menfokuskan pada hal-hal tertentu yang dianggap penting.
4. WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL
Terdapat banyak metoda watermarking untuk citra digital yang sudah diteliti. Teknik watermarking pada
image digital dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu teknik domain spatial (spatial watermark)
dan teknik domain frekuensi (spectral watermark) [3].
Pada watermarking untuk citra yang dilakukan pada domain spatial, penyisipan dilakukan dengan sedikit
mengubah nilai pixel- pixel tertentu

Ralph Nazaret, Page 3 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


Sedangkan jika menggunakan domain frekuensi, maka citra tersebut diubah dahulu ke dalam domain
transform (biasanya dengan DFT atau DCT) kemudian penyisipan data dilakukan dengan sedikit
mengubah nilai koefisien tertentu yang dipilih. Beberapa teknik-teknik yang sudah diteliti akan dijelaskan
dibawah ini.
4.1. LSB (Least Significant Bit) Coding [1,3]
Metoda ini menggunakan teknik domain spatial dan merupakan metoda yang paling sederhana tetapi
yang paling tidak tahan terhadap segala proses yang dapat mengubah nilai-nilai intensitas pada citra.
Metoda ini akan mengubah nilai LSB (Least Significant Bit) komponen luminansi atau warna menjadi bit
yang bersesuai dengan bit label yang akan disembunyikan. Memang metoda ini akan menghasilkan citra
rekonstruksi yang sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi
sayang tidak tahan terhadap proses-proses yang dapat mengubah data citra terutama kompresi JPEG.
Metoda ini paling mudah diserang, karena bila orang lain tahu maka tinggal membalikkan nilai dari LSB-
nya maka data label akan hilang seluruhnya.

4.2. Secure Spread Spectrum Watermarking for Multimedia [4]

Ralph Nazaret, Page 4 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


Metode yang diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox dkk ini didasarkan pada domain frekuensi, dengan
menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan
menghitung/mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT N x N. Bilangan tersebut
ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling penting/besar, tidak termasuk komponen DC.
4.3 Improved Spread Spectrum : A new modulation technique for robust watermarking. [5]
Metode ini diusulkan oleh Henrique S. Malvar, memperkenalkan teknik yang disebut Improved Spread
Spectrum (ISS), meningkatkan metode yang telah diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox. Dalam prakteknya
memindahkan signal yang menjadi sumber inteferensi, untuk menghasilkan peningkatan kualitas dari
proses watermarking. Dari hasil yang didapatkan metode ini memiliki karakteristik yang lebih robust dari
metode Spread Spektrum yang sudah pernah dilakukan.
4.4. Data Hiding for Copyright Protection of Still Images [6,7]
Metode ini diusulkan oleh J.R. Hernandez, Sinyal Host Source Encoder bersesuaian dengan image yang
akan di-watermark. Sumber Informasi yang disembunyikan membangkitkan suatu pesan yang
mengidentifikasi kedua-duanya issuer dan penerima host data, dan secara bebas pilih informasi
tambahan. Pesan ini kemudian dipetakan ke suatu bentuk gelombang yang dimodulasi yang
ditambahkan pada image. Salah satu tujuan dari skema watermark ini adalah untuk membuatya sulit
untuk ditebak pemetaan yang tepat antara informasi dan bentuk gelombang yang dimodulasi. Untuk
maksud ini proses modulasi mempunyai suatu kunci rahasia K sebagai salah satu parameter.
Pada model ini perubahan bentuk oleh image selama distribusi dan hak pemakaian oleh penerima yang
diharapkan, image yang dikirimkan dapat diinterupsi dan digerakkan oleh suatu agen yang tidak sah atau
bahkan oleh penerima yang diharapkan yang menghapus atau merusak watermark dan secara tidak sah
mendistribusikan image tersebut.

Ralph Nazaret, Page 5 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


Dalam rangka untuk menjamin proses watermark yang terjamin, sinyal yang disembunyikan harus tidak
dapat dipisahkan dari image yang asli. Dengan kata lain, harus sukar untuk menaksir image yang asli dari
image yang diwatermark dengana kunci rahasia yang tidak dikenal.

4.5. Patchwork [7]


Metoda ini diusulkan oleh Bender et al. [7] dengan pendekatan statistik, yang dikenal sebagai Patchwork,
didasarkan pada suatu pseudorandom proses statistik. Patchwork dengan cara tidak kelihatan (invisibly)
melekatkan pada host image dengan pendekatan statistik spesifik, yang mempunyai suatu distribusi
Gaussian. Metoda ini menanamkan label 1 bit pada citra digital dengan menggunakan pendekatan
statistik. Dalam metoda ini, sebanyak n pasang titik (ai,bi) pada citra dipilih secara acak. Brightness dari
ai dinaikkan 1 (satu) dan brightness dari pasangannya bi diturunkan satu. Nilai harapan dari jumlah
perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n. Ketahanan metoda ini terhadap kompresi JPEG dengan
parameter kualitas 75%, maka label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85%.

Dua patch dipilih secara pseudorandom, yang pertama A, yang kedua B. Data image dalam patch A
diterangi sedang data dalam patch B digelapkan. Statistik unik ini menandai adanya ketidakhadiran atau
kehadiran suatu tandatangan. Patchwork tidak terikat pada content/isi host image.

Ralph Nazaret, Page 6 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


4.6. Pitas & Kaskalis
Mengusulkan metoda yang hampir sama dengan metoda yang diusulkan oleh Bender [2]. Metoda ini
membagi sebuah citra atas dua bagian (subsets) sama besar (misalnya dengan menggunakan random
generator) atau dengan sebuah digital signature S yang merupakan pola biner dengan ukuran N x M
dimana jumlah biner "1" (satu) sama dengan jumlah biner "0" (nol). Kemudian salah satu subset
ditambahkan dengan faktor k (bulat positif). Faktor k diperoleh dari perhitungan variansi dari kedua
subset.
Verifikasi dilakukan dengan menghitung perbedaan rata-rata antara kedua subset. Nilai yang
diharapkan adalah k bila ada label yang ditanamkan. Metoda ini hanya tahan terhadap kompresi JPEG
dengan ratio 4:1 (faktor kualitas kira-kira lebih dari 90%).
4.7. Caroni [10]
Mengusulkan metoda penyembunyian sejumlah bit label pada komponen luminansi dari citra dengan
membagi atas blok-blok, kemudian setiap pixel dari satu blok akan dinaikan dengan faktor tertentu bila
ingin menanamkan bit '1', dan nilai-nilai pixel dari blok akan dibiarkan bila akan menanamkan bit '0'.
Untuk mendapatkan labelnya kembali, maka brightness setiap titik dari citra yang terlabel akan
dikurangkan dengan citra asli. Jika rata-rata dari satu blok pixel melewati suatu nilai (threshold) tertentu,
maka akan dinyatakan sebagai bit '1', bila tidak maka dinyatakan sebagai bit '0'. Setelah mengalami
kompresi JPEG, metoda ini dapat tahan terhadap faktor kualitas sebesar 30%.
4.8. Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC) [10,11]
Diusulkan oleh Zhao & Koch, bekerja pada domain DCT seperti metoda Cox. Berbeda dengan metoda
Cox, metoda ini berdasarkan prinsip format citra JPEG, membagi citra menjadi blok-blok 8x8 dan
kemudian dilakukan transforamsi DCT, kemudian menggunakan prinsip spread spectrum (metoda
frequency hopped) dan RSPPMC (Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code),
koefisienkoefisien DCT tersebut diubah sedemikian rupa sehingga akan mengandung informasi 1 bit dari
label, seperti dipilih tiga koefisien untuk disesuaikan dengan bit label yang ingin ditanamkan. Contohnya
untuk menanamkan bit '1' ke dalam suatu blok koefisien DCT 8x8, koefisien ketiga dari ketiga koefisien
yang terpilih harus diubah sedemikian rupa sehingga lebih kecil dari kedua koefisien lainnya.
4.9. Multimedia Rights Protection Digital Image Watermarking Techniques [9]
Metode yang dibahas oleh James Padgett, mengemukakan suatu cara digital image dapat diwatermark
dengan menggunakan image yang utuh teknik transformasi DCT spread spektrum untuk melindungi hak
kepemilikan data multimedia. Variasi dalam faktor skala á (embedding strength) dan memberi panjangnya
watermark n yang telah diuji dengan algoritma yang mula-mula diusulkan oleh Cox ( 1995) dan kemudian
( Cox 1997). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor skala mempunyai efek yang sangat besar
pada ketahanan algoritma. Sebagai faktor skala (embedding strength) meningkatkan
ketahanan melawan terhadap serangan.
Dalam paper Cox ( 1997) menyatakan " .... watermark yang lebih panjang mungkin digunakan untuk
suatu image yang terutama sensitif pada modifikasi besar dari komponen spektralnya... " Pada paper ini
statement tersebut telah dibuktikan.
5. KESIMPULAN
Teknik watermaking yang memiliki parameter-parameter utama fidelity, robustness dan security,
merupakan suatu alat yang tampaknya cukup menjanjikan dalam menangani masalah pengkopian secara
ilegal atau hak cipta citra digital dengan menanamkan atau menyembunyikan informasi ke dalam suatu
data (host). Biasanya watermarking dikaitkan dengan masalah robustness dan fidelity, tetapi masih
banyak faktor-faktor lainnya yang turut mempengaruhi atau mendukung keberhasilan sistem
watermarking tersebut. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan satu dengan yang lainnya dalam
menentukan aplikasi sistem watermarking tersebut. Sebuah aplikasi memiliki faktor-faktor persyaratan
yang tentunya berbeda dengan aplikasi yang lain. Jadi satu cara penilaian terhadap suatu aplikasi
watermarking belum tentu cocok untuk aplikasi yang berbeda.

Ralph Nazaret, Page 7 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021


DAFTAR PUSTAKA
1) Frank Hartung, Student member IEEE, and Martin Kutter, “Multimedia watermarking Techniques”,
Proceeding of the IEEE, vol. 87, No. 7, July 1999.
2) Lesley R.Matheson, Stephen G. Mitchell, and Talal G. Shamoon, “Robustness and Security of
Digital Watermarks”, STAR Lab InterTrust Technologies Corporation.
3) Chang-Hsing Lee and Yeuan-Kuen Lee, “An Adaptive Digital Image Watermarking Technique for
Copyright Protection”, IEEE Transactions on Consumer Electronics”, vol.45,No.4, November
1999.
4) Ingemar J. Cox, Joe Kilian, Tom Leightonz and Talal Shamoon, “Secure Spread Spectrum
Watermarking for Multimedia”, Published in IEEE Trans. on Image Processing, 6, 12, 1673- 1687,
(1997).
5) Henrique S. Malvar, Fellow, IEEE, and Dinei A.F. Florencio, Member IEEE, “Improved Spread
Spectrum : A New Modulation Tecnique for Robust Watermarking”, IEEE Transaction on Signal
Processing, vol. 51, No.4, April 2003.
6) J. R. Hernandez, F. Perez-Gonzalez, and J. M. Rodriguez, “Data Hiding for Copyright Protection
of Still Images”, submitted to IEEE J. Select. Areas Commun.
7) W. Bender, D. Gruhl, N. Morimoto and A. Lu, “Techniques for data hiding”, IBM System Journal,
Vol.35, NOS 3&4, 1996.
8) Alexander Herrigel, Joseph Ruanaidh, Holger Petersen, Shelby Pereira, and Thierry Pun,
“Secure Copyright Protection Techniques for Digital Images”, to appear in Workshop on
Information Hiding, LNCS, Springer Verlag.
9) James Padgett, “Multimedia Rights Protection Digital Image Watermarking Techniques”, MSc
Distributed Multimedia Systems, Session: 2001/2002.
10) Suhono H. Supangkat, Kuspriyanto dan Juanda, “Watermarking sebagai Teknik Penyembunyian
Label Hak Cipta pada Data Digital”, Majalah Teknik Elektro, Vol. 6, No. 3, 2000.
11) E. Koch & J. Zhao, “Towards Robust and Hidden Image Copyright Labeling”, IEEE Workshop on
Nonlinear Signal and Image Processing (Neos Marmaras, Greece, June 20-22, 1995).

Ralph Nazaret, Page 8 of 8, 42004799.doc, 12/7/2021

You might also like