You are on page 1of 9

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 1 BUDAYA ILMIAH


SKENARIO 2

PRINSIP EVIDENCE BASED MEDICINE DAN PENERAPANNYA


DALAM PENEGAKAN DIAGNOSIS PENYAKIT

Disusun Oleh :
Kelompok 9

Akhmad Miftahudin Fazri (G 0010011) Kevin Wahyudy P. (G 0010109)


Christian Ganda W.A (G 0010043) Madinatul Munawaroh (G 0010119)
Debora Marga P. (G 0010051) Nurul Wahda Aulia (G 0010145)
Fitria Rahma N. (G 0010083) Silvia Imnatika (G 0010177)
Ilma Anisa (G 0010099) Stephanie I. S. (G 0010181)

Tutor : Dra. Cr. Siti Utari, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam dunia medis yang semakin maju sekarang ini, berbagai penyakit dengan
gejala yang hampir sama telah bermunculan. Akan tetapi, sering kali diagnosis yang
diberikan seorang dokter adalah berdasarkan pengalaman yang telah beliau dapatkan. Hal
ini disebabkan belum dikenalnya istilah EBM (Evidence Based Medicine) dalam dunia
kedokteran. Padahal, EBM sangat berguna dalam membantu klinisi dalam membuat
diagnosis suatu penyakit. Pada skenario kali ini, kita dihadapkan pada keadaan tersebut.
Dalam skenario ini, seorang pasien laki – laki umur 35 tahun datang ke Puskesmas
Rawat Inap dengan keluhan sesak napas. Riwayat penyakit sekarang adalah tiga hari
sebelum datang ke puskesmas, penderita merasakan demam, kepala pusing, batuk-batuk
disertai dahak, badan terasa sakit semua, dan dua hari yang lalu mulai merasakan sesak
napas. Penderita tidak pernah merasa sakit seperti ini sebelumnya. Penderita bekerja di
peternakan ayam, di mana banyak ternak yang mati mendadak.
Pasien lalu dibawa ke Puskesmas di mana Dokter A sedang bertugas. Dokter A
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Karena sarana pemeriksaan penunjang di
Puskesmas tidak lengkap maka Dokter A merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang di laboratorium di luar Puskesmas. Pasien merasa keberatan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium, maka pasien datang ke praktek swasta Dokter B. Dokter B
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan langsung menetukan obatnya.
Kelompok kami berusaha untuk mengetahui dan mencari langkah penetapan
diagnosis dari Dokter A atau Dokter B yang benar dan sesuai dengan EBM (Evidence
Based Medicine) serta penyakit apa yang sebenarnya diderita oleh pasien tersebut.
Namun sebelum mencari pembenaran tersebut, kelompok kami memutuskan untuk
mencari apa itu EBM.

B. Rumusan Masalah
1. Apa prinsip, langkah, dan manfaat dari EBM (Evidence Based Medicine)?
2. Apakah penyakit yang diderita oleh pasien pasti flu burung dan apa saja pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan?
3. Apa itu evaluasi diagnosis dan bagaimana cara melakukannya?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami EBM (Evidence Based Medicine) secara keseluruhan.
2. Mengetahui penyakit apa yang sebenarnya diderita oleh pasien dan menemukan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
3. Mengetahui dan memahami pengertian dan langkah-langkah evaluasi diagnosis.

D. Manfaat
1. Mampu memanfaatkan dan menerapkan EBM (Evidence Based Medicine) dalam
menegakkan diagnosis.
2. Mampu membuat diagnosis secara tepat sesuai penyakit pasien.
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Evidance Based Medicine
Evidance Based Medicine (EBM) adalah proses mengamati, mengevaluasi, dan
menggunakan hasil penelitian klinis untuk membantu dalam pemberian perawatan klinis
yang optimal terhadap pasien. (www.whatisseries.co.uk,2009)
EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti klinis (best research
evidence), keterampilan klinis (clinical expertise), serta Patient Concerns, Values and
Expectation. (Sackett, et al, 2001)
Ilmu pengetahuan dewasa ini berkembang dengan pesat. Informasi mengenai
berbagai penelitian yang terbaru semakin mudah didapatkan dengan mengakses artikel-
artikel penelitian terbaru melalui internet secara cepat. Penanganan pasien selayaknya
selalu berdasarkan pengetahuan sahih yang terkini sehingga diharapkan akan tercapai
hasil pengobatan yang optimal. Untuk itu setiap dokter perlu meningkatkan kemampuan
mempraktekkan evidence-based medicine.
Penerapan EBM dalam praktek dilakukan dengan 5 langkah berikut:
1. Memberikan pertanyaan terhadap pasien dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
(mengenai prevensi, diagnosis, terapi, dan penyebab).
2. Mengumpulkan bukti-bukti terbaik yang dapat menjawab pertanyaan.
3. Melakukan telaah kritis (critical appraisal), menilai bukti yang ditemukan yaitu dari
segi validitas, besarnya efek serta kegunaannya dalam praktek.
4. Mengintegrasi hasil penilaian tersebut dengan ekspertis klinis dan situasi khas setiap
pasien.
5. Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi langkah-langkah yang telah dilakukan.
(Sackett, et al, 2001)
Pengambilan keputusan dalam bidang kedokteran antara lain pada diagnosis,
pengobatan, pencegahan, prognosis, etiologi. (repository.ui.ac.id,2008)

B. Evaluasi Diagnosis
Diagnosa dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menggunakan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang serta tes lain untuk
mengidentifikasi penyakit pada pasien. Ada beberapa cara yang digunakan dalam
mendiagnosis pasien, misalnya Algorithmic, Pattern recognition, dan masih banyak
yang lain. Untuk setiap cara mendiagnosis, yang penting adalah menggunakan informasi
yang akurat yang dikumpulkan dari pasien. Hal ini berarti harus mencari sebanyak-
banyaknya gejala, tanda-tanda, atau hasil-hasil tes yang dikumpulkan dari pasien
tersebut. Ini dimaksudkan untuk mencari atau menentukan kemungkinan terdapatnya
penyakit pada pasien tersebut (likelihood of a given disease). Proses inilah yang disebut
dengan revising the probability of disease. (DR. Hananto Wiryo, dr. SpA., Kajian Kritis
Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik Menurut Kedokteran Berbasis Bukti, 2008)
Sebuah evaluasi diagnosa yang baik akan mencakup sebuah gejala riwayat
penyakit secara komplit, antara lain, ketika mereka memulai, berapa lama mereka
mendapatkan gejala-gejala itu, perkembangan mereka, dan apakah mereka mendapatkan
gejala-gejala seperti itu sebelumnya. Jika gejala sudah diketahui perlakuan apa yang
harus diberikan. Sebuah cerita akan mencakup pertanyaan tentang anggota keluarga
yang menpunyai keluhan penyakit yang sama, apabila itu terjadi perlakuan apa yang
harus diberikan. (Gottlieb)
Untuk mendapatkan diagnosa sesuai EBM, maka lima langkah pelaksanaan EBM
harus dijalankan dengan baik. Dalam langkah pertama, memberikan pertanyaan,
pertanyaan harus relevan dengan masalah yang dihadapi pasien. Selanjutnya,
pertanyaan harus diungkapkan untuk mencari jawaban yang tepat. Dalam mencari
bukti-bukti literatur yaitu langkah kedua, dokter perlu memiliki keterampilan dan akses
yang mudah ke database bibliografi (William Rosenberg,clinical tutor in medicine,
Anna Donald, senior officer)
Dalam telaah kritis, yaitu menilai dan menafsirkan bukti dengan
mempertimbangkan validitas, hasil, dan kesesuaiannya secara sistematis terhadap hasil
kerja seseorang. Dalam hal ini dokter harus mengkritisi berbagai informasi dan bukti
yang diperoleh. Setelah melakukan langkah-langkat tersebut, maka dokter harus dapat
membuat keputusan. Keputusan ini adalah aplikasi hasil dari langkah-langkah
sebelumnya secara praktis. Dalam hal ini, keputusan yang diambil adalah diagnosis
terhadap pasien. (www.cebm.net,2009)
Diagnosis ditegakkan melalui beberapa tahap yakni anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Namun pemerikasaan penunjang hanya dilakukan pada
beberapa kasus tertentu, salah satu contohnya flu burung. Dalam kasus ini pemeriksaan
penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium (darah) diperoleh leukopenia, limfopenia,
trombositopenia, ringan sampai sedang dan kadar aminotransferase yang
meningkat sedikit atau sedang, kadar kreatinin juga meningkat.
2. Pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit diperlukan untuk mengetahui
status oksigenasi pasien, keseimbangan asam basa dan kadar elektrolit pasien.
3. Pemeriksan laboratorium untuk mendeteksi adanya avian influenza (H5N1)
antara lain dengan immunofluorescence assay, emzime immunoassay,
polimerase chain reaction (PCR) dan Real-time PCR assay, biakan virus dari
hsil pemeriksaan ini dapat ditentukan status pasien apakah termasuk curiga
(suspect), mungkin (probable), atau pasti (confirmed).
4. Pemerksaan radiologi dengan melakukan X-foto thoraks didapatkan gambaran
infiltrat yang tersebar atau terlokalisasi pada paru. Hal ini menunjukkan
adanya proses infeksi oleh karena virus atau bakteri di paru-paru atau yang
dikenal dengan pneunomia. Gambaran hasil radiologi tersebut dapat menjadi
inikator memburuknya penyakit avian influenza. (Depkes, 2007)
BAB III
PEMBAHASAN / DISKUSI

Dalam skenario dua ini, pasien mengalami gejala penyakit yaitu demam, kepala pusing,
batuk-batuk disertai dahak, badan terasa sakit semua, dan sesak napas. Dalam kasus ini, terdapat
perbedaan sikap dan cara dalam penanganan pasien dan penegakan diagnosis. Dokter A
menganjurkan diadakan pemeriksaan penunjang sebelum menegakkan diagnosis. Sedangkan
Dokter B langsung menegakkan diagnosis setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan gejala yang disebutkan dalam scenario dan jurnal yang kami temukan,
kemungkinan besar pasien tersebut menderita penyakit flu burung.
Apabila kita telaah lebih dalam lagi, Dokter A dan Dokter B sebenarnya telah melakukan
prinsip EBM yang pertama yaitu memberikan pertanyaan kepada pasien dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai gejala dan keluhan pasien. Namun setelah tahap ini, langkah
penanganan pasien yang dilakukan oleh Dokter A dan Dokter B sudah cukup berbeda.
Dokter B langsung menetapkan diagnosis hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang sudah dilakukan serta hanya berdasarkan pengalaman klinisnya. Sedangkan Dokter A
tidak langsung menetapkan diagnosis, namun beliau masih menyarankan pemeriksaan penunjang
untuk lebih memastikan diagnosis yang akan diberikan kepada pasien tersebut. Dengan
melakukan pemeriksaan penunjang, Dokter A sudah melakukan langkah kedua dan ketiga dalam
langkah EBM yaitu mengumpulkan bukti-bukti terbaik yang dapat menjawab pertanyaan serta
melakukan telaah kritis (critical appraisal) untuk menilai bukti yang ditemukan dari segi
validitas, besarnya efek serta kegunaannya dalam praktek.
Evaluasi diagnosis merupakan langkah terakhir dari prinsip EBM. Langkah ini digunakan
oleh dokter dalam rangka menetapkan diagnosis yang lebih akurat terhadap pasien dan
menambah ilmu serta pengalaman dokter tersebut. Untuk itu, dokter diharapkan dapat menggali
lebih banyak informasi dari berbagai sumber ilmiah seperti jurnal sehingga evaluasi diagnosis
dapat diterapkan sebagai salah satu langkah dalam EBM dan mampu memperbaharui
pengetahuan yang dulu pernah digunakan, namun sekarang sudah tertinggal dan kurang relevan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. EBM adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan subjek pasien dan
kejadian klinik dalam pembuatan keputusan klinis.
2. Dokter yang telah menerapkan prinsip EBM dalam menetapkan diagnosis adalah
dokter A sebab dokter B langsung memberi obat tanpa melakukan pemeriksaan
penunjang yang sebenarnya diperlukan.

B. SARAN
1. Setiap dokter diharapkan selalu menerapkan prinsip EBM dalam menegakkan
diagnosis suatu penyakit.
2. Pasien dalam skenario dua ini, diharapkan melakukan pemeriksaan penunjang
untuk benar-benar memastikan penyakit yang sedang diderita.
DAFTAR PUSTAKA
Menno D. de Jong, Bach Van Cam, Phan Tu Qui, Vo Minh Hien, Tran Tan Thanh, Nguyen
Bach Hue, Marcel Beld, Le Thi Phuong, Truong Huu Khanh, Van Vinh Chau, Tran Tinh Hien, Do
Quang Ha, and Jeremy Farrar. 2005. Fatal Avian Influenza (H5N1) in A Child Presenting With
Dirrhea Followed By Coma. N Engl J Med. 352:686-91.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical care untuk pasien flu burung.

Belsey, Jonathan. 2009. What is evidance-based medicine?.


http://www.whatisseries.co.uk/whatis/pdfs/What_is_EBM.pdf (15 September 2010).

Ohio University. 2000. Definition of Evidance-Based Medicine (EBM).

National Institute of Mental Health. 2009. Diagnostic evaluation and treatment.

You might also like