Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Mursid
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan pegawai pabrik gula
Agama : Islam
Alamat : Gondang Legi
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 2 Oktober 2010
B. ANAMNESIS
2
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat sakit gula (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi obat/makanan (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
C. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-).
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut tidak rontok, luka (-), benjolan
(-).
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur
(-), ketajaman penglihatan normal.
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (+), batuk (+), mengi (+)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (+).
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan turun
(-), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan.
3
11. Genitourinaria : BAK lancar, warna kuning jernih dan jumlah
dalam batas normal
12. Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
13. Psikiatri : emosi stabil (+), mudah marah (-)
14. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan
dan kaki (-), nyeri otot (-)
15. Ekstremitas Atas : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari tangan dingin (-),
telapak tangan pucat (-)
16. Ekstremitas Bawah : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari kaki dingin (-),
telapak kaki pucat (-)
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak Lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
kurang.
2. Tanda Vital
BB : - kg
TB : - cm
BMI :-
BBBR :-
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 70 x / menit
Pernafasan : 25 x /menit
Suhu : 36,5 oC
3. Kulit
Warna gelap, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-),
petechie (-), spider naevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi
m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah /
bells palsy (-).
5. Mata
4
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea (+/+),
warna kelopak (coklat), arkus senilis (-/-), radang (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah
atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal.
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan abdominothoracalis, retraksi (-), spider
naevi (-), sela iga melebar (-).
Cor : (Dalam batas normal)
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-), murmur
(-), gallop (-).
5
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan paru kiri
Palpasi : fremitus raba paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler menurun, suara tambahan :
Ronchi Wheezing Suara dasar vesikuler
+ + + +
+ +
+ + + +
+ +
12. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
- Palpasi : Supel (-), Nyeri tekan (-).
- Perkusi : tympani
- Auskultasi : bising usus (+) normal
13. Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
- - - -
- - - -
6
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap (3 oktober 2010)
• Hb : 14,7 g/dL
• Lekosit : 19.480 /cm3
• LED : 35 mm/jam
• PCV/Hct : 44 %
• Diff.Count : - / - / 2 / 77 / 10 / 11
• GDS : 84 mg/dL
• SGOT : 56 U/L
• SGPT : 14 U/L
• Ureum : 35
• Kreatinin : 0,77
7
F. DIAGNOSIS
• COPD
G. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Tirah baring
b. Diet makanan lunak karena pasien lemah
c. Menghilangkan kebiasaan merokok.
d. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
dan penatalaksanaannya.
8
H. FLOW SHEET
Nama : Tn. Mursid
Umur : 60 tahun
Alamat : Gondanglegi
9
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning Therapy
04/10-10 Batuk riak putih T: 100/70 COPD - • O2 3 liter/menit
kental (+), dada N:101 x/mnt • Infs RL 16 tpm
sakit, panas. RR:28x/mnt • Drip. Cravox 29
Auskultasi: tpm
Ronkhi : • Combivent :
+ + Nebul
+ +
+ +
Wheezing :
+ +
+ +
+ +
Wheezing :
+ +
+ +
+ +
B. PERMASALAHAN DI INDONESIA
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
11
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
C. FAKTOR RISIKO
12
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
13
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
E. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
14
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
15
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
16
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat.
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
-Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
17
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.
F. DIAGNOSIS BANDING
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal. Pneumotoraks
• Gagal jantung kronik
• Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
18
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda.
G. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.
19
H. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
20
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
21
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
22
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (
slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
23
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit : (dapat dipilih)
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
24
25
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
26
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
27
28
BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
diagnosis dari penderita adalah COPD.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) - Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia :2003
2. Ilmu Penyakit Dalam , FK UI : 2005
3. Antariksa Budhi, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Bagian
Pulmonologi & Ilmu Kedokeran Respirasi – FKUI RS Persahabatan Jakarta :
2009.
30