You are on page 1of 13

c 


  
 c   
R
Y   
Y YR 
¦  
Dra. Salmah Orbayinah,Apt.,M.Kes
(orbayinah_salmah@yahoo.com)
Sebenarnya ada gak siiy hubungan kimia dan pernapasan? Emangnya kalo gak
ada proses kimia kita gak bisa bernapas? Mau tau jawabannya? Oke deh, selamat
mempelajari kimia pernapasan«^_^



 
 


Mahasiswa dapat memahami proses pernapasan dan gangguan pernapasan serta
akibat dari gangguan tersebut pada tubuh manusia


 
 ¦


1. Mahasiswa dapat menjelaskan komposisi udara inspirasi dan ekspirasi
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pengangkutan gas-gas pernapasan
3. Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi kimia yang terjadi pada proses
pernapasan
4. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan pernapasan, penyebab, dan akibatnya
pada keseimbangan asam-basa tubuh. Pernapasan diartikan sebagai pertukaran gas
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara badan dan lingkungan sekitarnya.
Pernapasan dibagi menjadi 4 proses yaitu:
1. Pertukaran udara paru-paru, yaitu keluar masuknya udara atmosfer dengan
alveoli
2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah
3. Transport O2 dan CO2 ke dan dari sel-sel melalui darah
4. Pengaturan ventilasi
Terdapat perbedaan kandungan udara atmosfer dengan udara ekspirasi. Pada
udara atmosfer (inspirasi) terdapat O2 20,96%, CO2 0,04%, dan nitrogen 79%, sisanya
gas²gas lain yang secara fisiologis kurang berperan. Udara ekspirasi mengandung gas
nitrogen yang kurang lebih sama dengan udara inspirasi, tetapi O2 turun 15 %
sedangkan CO2 meningkat 5%.
?
  
 

Udara inspirasi dapat melewati membran alveoli berdasarkan hokum fisika difusi
akibat adanya perbedaan tekanan masing-masing gas. Tekanan gas disimbolkan
sebagai P, misalnya PCO2. Sebagai gambaran pertukaran gas alveoli dengan darah
dapat dilihat sebagai berikut:
PO2 di udara alveolar 107 mmHg
Po2 darah vena 40 mmHg
Adanya perbedaan tekanan sebesar 67 mmHg tersebut membuat aliran O2
darivalveolar paru ke darah vena. Sebaliknya dengan CO2:
PCO2 udara alveolar 36 mmHg
PCO2 darah vena 46 mmHg
Perbedaan tekanan sebesar 10 mmHg cukup untuk membuat CO2 mengalir dari
darah ke paru-paru. Tekanan nitrogen antara darah vena dan paru relatif tidak
berubah, sehingga dikatakan secara fisiologis dalam keadaan inert. Gas-gas yang
masuk ke alveoli selanjutnya masuk ke darah arteri dengan cara difusi sederhana.
    
Oksigen beredar ke sel-sel tubuh dibawa oleh hemoglobin dengan ikatan
yang sederhana bukan sebagai ikatan oksida, sesuai persamaan berikut :
Hb + O2 HbO2 Hb=hemoglobin tereduksi
HbO2= oksihemoglobin
Derajat kombinasi oksigen dengan hemoglobin atau disosiasi oksihemoglobin
ditentukan oleh tekanan O2 pada media sekitar hemoglobin. Pada tekanan 100 mmHg
atau lebih, Hb dalam keadaan tersaturasi total. Pada keadaan ini sekitar 1,34 ml O2
berkombinasi dengan 1 gram Hb, sehingga bila diasumsikan konsentrasi Hb pada darah
sebanyak 14,5 g%, maka total oksigen yang dibawa sebagai oksihemoglobin sebesar
14,5 x 1,34 = 19,43ml%.
Hubungan antara saturasi oksigen dengan tekanan oksigen telah dapat
dirumuskan dan ditunjukkan dengan kurva disosiasi oksihemoglobin. Bentuk kurva
bervariasi tergantung tekanan CO2. Bentuk kurva pada tekanan CO2 40 mmHg
menunjukkan keadaan fisiologis. Darah arteri yang mengandung O2 dengan tekanan
100 mmHg mengandung Hb yang tersaturasi 95-98%, pada keadaan ini hampir semua
Hb membentuk oksiheoglobin. Peningkatan tekanan O2 selanjutnya hanya sedikit
meningkatkan saturasi Hb.
Sejalan dengan tekanan O2 yang menurun, saturasi Hb menurun perlahan. Pada
saat tekanan O2 menjadi 50 mmHg penurunan menjadi sangat cepat. Dalam jaringan
yang terdapat O2 dengan tekanan 40 mmHg, oksihemoglobin terdisosiasi dan oksigen
menjadi mudah digunakan oleh sel. Terdapat penurunan isi oksigen darah dari 20%
menjadi hanya 15%. Penurunan ini masih menyisakan cadangan oksigen yang diperlukan
pada keadaan paruparu kekurangan oksigen.
Kurva disosiasi oksihemoglobin dapat bergeser ke kanan atau ke kiri.
Pergeseran kurva disosiasi ke kanan mengakibatkan pembebasan oksigen yang
lebih banyak dari oksihemoglobin, atau berarti mengurangi afinitas hemoglobin
untuk oksigen. Sebaliknya pergeseran kek kiri menambah afinitas hemoglobin
untuk oksigen. Pergeseran ke kanan dipengaruhi oleh faktor :
1. Peningkatan ion hidrogen atau penurunan pH. Hal ini terjadi pada larutan elektrolit
dibandingkan pada larutan murni.
2. Peningkatan tekanan CO2 yang menyebabkan pembentukan asam karbonat
meningkat. Asam yang meningkat ini menyebabkan penurunan pH.
3. Peningkatan suhu. Pada suhu yang meningkat saturasi hemoglobin menurun. Contoh
pada PO2 100 mmHg, Hb tersaturasi 93% pada suhu 38°C, tetapi pada suhu
25°C tersaturasi 98%.
4. Peningkatan konsentrasi 2,3-bisfosfogliserat (BPG) eritrosit, dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
BPG
HbO2 Hb + BPG + O2
Keadaan no 1-3 terjadi pada saat kebutuhan oksigen jaringan meningkat,
akibatnya memperbesar pembebasan oksigen. Konsentrasi BPG yang meninggi terjadi
pada keadaan tekanan atmosfer yang rendah. Pergeseran kurva disosiasi ke kanan oleh
penigkatan tekanan CO2 dinamakan  , terjadi akibat peninggian ion H akibat
banyaknya asam karbonat. (lihat grafik 1)

Hemoglobin yang tidak mengandung oksigen (deoksigenated) mempunyai warna


merah yang lebih gelap dibandingkan dengan oksihemoglobin, sehingga warna darah
arteri lebih cerah daripada darah vena. Penurunan oksigenasi normal darah akan
mengakibatkan warna kebiruan pada kulit disebabkan peningkatan Hbdeoksigenasi. Hal
ini disebut sianosis, dan dapat terjadi pada keracunan sianida. Penampakan sianotik
tergantung dari keadaan paling sedikit 5 g Hb deoksigenasi perdesiliter darah kapiler.
Pada anemia berat, konsentrasi Hb demikian rendah sehingga tidak nampak sianotik.
Pada keracunan gas CO terbentuk HbCO (karboksihemoglobin) yang berwarna merah
cerry. Apabila hemoglobin telah berikatan dengan gas CO, maka O2 sukar terikat
dengan Hb karena ikatan CO dengan Hb lebih besar (210 kali lebih cepat) daripada
dengan O2. Jika gas CO terhirup sebesar 0,02% maka akan timbul pusing-pusing,
apabila konsentrasi CO sampai 0,1% maka dapat timbul kematian dalam 4 jam.
  !  "
CO2 dibawa oleh darah baik di sel atau di plasma. Sejumlah besar CO2 tidak
secara fisik larut dalam plasma, tetapi terdapat dalam beberapa bentuk yaitu:
1. Sebagian kecil sebagai asam karbonat
2. Ikatan karbamino CO2 yang ditransportasikan dengan protein (terutama hemoglobin)
3. Sebagai bikarbonat yang berikatan dengan Na atau K
4. CO2 terlarut.
Walaupun jumlah CO2 yang terlarut secara fisik hanya kecil, tetapi berpengaruh pada
keseimbangan persamaan reaksi berikut ini:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Reaksi diatas dikatalisis oleh enzim  #   suatu enzim kompleks zink-
protein yang terdapat di eritrosit. Dalam jumlah yang sedikit, enzim ini ditemukan di otot,
tubuklus renalis, pankreas, dan spermatozoa, sedangkan dalam jumlah besar enzim
karbonik anhidrase terdapat di sel parietal lambung yang terlibat dalam sekresi HCl.
Efek pengubahan CO2 menjadi asam karbonat akan berpengaruh pada pH
darah. Diketahui bahwa paru-paru dalam 24 jam harus mengeluarkan 20-40 liter 1N
asam karbonat pada pH darah yang bervariasi, dan sebagian besar asam karbonat
segera diubah menjadi bikarbonat yang berikatan dengan logam/kation seperti Na dan
K.       # #     #  (dihitung dengan persamaan
Henderson-Hesselbalch) pada pH darah normal (7,40) harus berada pada perbandingan
!$%" Perubahan perbandingan konsentrasi tersebut akan berpengaruh pada pH darah
yaitu isa menjadi asam (acidemia) atau basa (alkalemia).

#
  
Meskipun darah vena banyak mengandung CO2, tetapi adanya system buffer
menyebabkan perubahan pH darah hanya 0,01-0,03 unit. Buffer darah ini antara lain
oleh adanya protein plasma, hemoglobin, oksihemoglobin, bikarbonat, dan fosfat
inorganik. Pada keadaan masuknya CO2 ke darah, maka terjadi pergeseran rasio asam
menjadi garamnya, sehingga diperlukan kation. Efek pembufferan dalam hal ini lebih
banyak dilakukan oleh protein plasma karena dapat melepaskan banyak kation, yaitu
sebesar 10% dari sistem buffer. Sistem buffer fosfat yang terdapat dalam eritrosit
bertanggung jawab sekitar 25% jumlah total CO2 yang masuk ke darah. Walau
demikian buufer terpenting adalah sistem buffer oleh hemoglobin dan oksihemoglobin
yang bertanggungjawab sekitar 60% pengangkutan CO2.
Sistem buffer oleh hemoglobin adalah berdasar kenyataan bahwa dalam bentuk
oksi bersifat lebih asam daripada bentuk deoksi. Pada paru-paru, pembentukan
oksihemoglobin dengan demikian harus melepaskan ion H yang bereaksi dengan
bikarbonat membentuk asam karbonat. Karena tekanan CO2 yang rendah di paru-paru
maka reaksi bergeser ke pembentukan CO2 yang kemudian dilepaskan lewat udara
ekspirasi.
Meskipun tekanan O2 di jaringan rendah, tetapi bentuk oksihemoglobin akan
melepaskan O2 ke sel dan terbentuk deoksihemoglobin (dibantu CO2;ingat efek Bohr).
Pada saat yang sama CO2 hasil metabolisme memasuki darah, dan terbentuk H2CO3
yang selanjutnya membentuk ion H+ dan HCO3-. Hb tereduksi bertindak selaku anion
menerima ion H+ membentuk Hb tereduksiasam HHb. HHb selanjutnya masuk ke pulmo
dan melepaskan H ion karena pembentukan asam yang lebih kuat oksihemoglobin. Ion
yang terlepas kemudian bergabung dengan HCO3 ion membentuk asam karbonat yang
selanjutnya membebaskan CO2 yang dilepaskan keluar melalui udara ekspirasi. (lihat
gambar 1)
Telah dijelaskan di atas bahwa kapasitas buffer Hb sekitar 60% dan 25% lagi
dari fosfat eritrosit, sehingga jumlah total kapasitas buffer darah 85%, terbesar
dibandingkan plasma atau serum. Hampir semua CO2 berbentuk sebagai asam karbonat
dengan bantuan enzim karbonik anhidrase yang terdapat di eroitrosit. Asam karbonat
yang terbentuk di eritrosit kemudian dibuffer oleh fosfat dan hemoglobin dibantu oleh
kalium. Ion bikarbonat yang terjadi kemudian kembali ke plasma bertukar dengan
klorida ion, yang masuk ke eritrosit jika tekanan CO2 darah meningkat. Proses ini
reversibel, dan dengan demikian klorida meninggalkan eritrosit menuju plasma jika
tekanan CO2 menurun. Fakta ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa lebih banyak ion
klorida di darah arteri daripada darah vena.
CO2 masuk ke sel eritrosit dari jaringan berbentuk asam karbonat. Sebagian
asam karbonat kembali ke plasma, sisanya bereaksi dengan system buffer hemoglobin
membentuk bikarbonat, kemudian kembali ke plasma bertukaran dengan klorida. Na-
bikarbonat terbentuk di plasma dan ion klorida masuk ke sel bereaksi dengan kalium
intrasel.
Pada keadaan normal sel eritrosit impermeabel terhadap natrium atau kalium,
tetapi permeabel terhadap hidrogen, bikarbonat dan ion klorida. Kation intraselular
(kalium) secara tidak langsung berperan dalam plasma karena pertukaran klorida
(chlorida shift) Hal ini menguntungkan karena plasma dapatmembawa kelebihan CO2
(dalam bentuk NaHCO3) (lihat gambar 2)

Gambar 1 Buffer Hemoglobin


Gambar 2. Chlorida Shift

¦#    #  
Telah dijelaskan di muka, bahwa pH darah tidak berpengaruh atau tetap normal
selama rasio bikarbonat:asam karbonat= 20:1. Perubahan rasio ini akan membawa
akibat berubahnya pH darah menjadi alkalosis atau asidosis. Kandungan asam karbonat
(H2CO3) darah tergantung dari pasokan CO2 respirasi. Adanya gangguan dalam
pasokan CO2 berakibat pada 
#       # . Perubahan ini disebut
sebagai  "Asidosis respiratorik terjadi akibat penumpukan asam karbonat di
darah, sedangkan alkalosis respiratorik terjadi apabila eliminasi CO2 berlebihan,
sehingga terjadi pengurangan asam karbonat darah. Perubahan pH tak terjadi bila
terjadi keseimbangan rasio bikarbonat:asam karbonat menjadi 20:1 kembali. Hal ini
disebut asidosis atau alkalosis respiratorik terkompensasi. Penyesuaian rasio pada
asidosis respiratorik dapat dilakukan oleh reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal. Pada
alkalosis respiratorik penyesuaian dilakukan dengan ekskresi bikarbonat ke urin.
Gangguan pH juga dapat terjadi karena 
#      # #    ,
yang disebut sebagai  #"   # terjadi jika terjadi 


# #  &  ##  tanpa perubahan pada asam karbonat, sebaliknya
   # terjadi jika kadar # #  ## " Kompensasi dilakukan
dengan cara pengubahan asam karbonat yaitu dengan eliminasi CO2 (hiperventilasi)
pada kasus yang pertama atau retensi CO2 (depresi pernapasan) pada kasus kedua.
Kandungan CO2 plasma terlihat lebih rendah pada asidosis metabolik dan lebih tinggi
pada alkalosis metabolik. (lihat gambar 3)
Penyebab gangguan keseimbangan asam-basa dapat dikelompokkan menjadi
kelompok berikut:
1. Asidosis metabolik disebabkan oleh penurunan bikarbonat pada diabetes tak
terkontrol dengan ketosis, beberapa kasus muntah yang mengeluarkan cairan alkali,
penyakit ginjal, keracunan garam asam, kehilangan berlebihan cairan intestinal pada
diare atau kolitis, kehilangan berlebih elektrolit. Tanda penting bagi yang tak
terkompensasi adalah hiperpneu.
2. Asidosis respiratorik disebabkan peningkatan relatif asam karbonat. Terjadi pada
gagal napas seperti pneumonia, emfisema, congestive failure, asma, atau depresi pusat
napas karena keracunan morfin.
3. Alkalosis metabolik terjadi karena peningkatan bikarbonat pada keadaan ingesti
berlebihan alkali (seperti makan antasida pada kasus obstruksi pilorus), muntah
berkepanjangan, kehilangan berlebih asam lambung pada kuras lambung (disebut
sebagai hipokloremik alkalosis). Defisiensi kalium sering terjadi pada hipokloremik
alkalosis, juga pada penyakit Cushing·s, dan selama pengobatan dengan kortikotropin
atau kortison.
4. Alkalosis respiratorik terjadi pada penurunan asam karbonat. Hal ini terjadi pada
keadaan hiperventilasi (histeri, gangguana sistem saraf pusat yang mengenai sistem
pernapasan, tahap awal keracunan salisilat, penggunaan respirator) dan koma
hepatikum.
Semua keadaan alkalosis tak terkompensasi ditandai dengan pernapasan
yang dangkal dan lambat, urin mungkin alkali tapi biasanya memberi reaksi
asam meskipun bikarbonat darah meningkat. Hal ini karena defisit natrium dan
kalium yang mengikutinya.
Perhatikan kembali gambar 3. di bawah ini. Gambar ini menerangkan perubahan
rasio karbonat dan bikarbonat pada asidosis dan alkalosis. Atau secara sederhana
gangguan terhadap keseimbangan asam basa bisa diringkas dalam tabel 1. di bawah
ini.

#%"' 
   #    #  
 Nilai Asidosis Alkalosis
normal  
 Metabolik Respiratorik Metabolik Respiratorik
U C U C U C U C
pH 7,4 m 7,4 m 7,4  7,4  7,4
[HCO3-]/[CO2 terlarut] 20 m 20 m 20  20  20
[HCO3-] ( mmol/L) 25-26 m m 25-26    25-26 m
pCO2 ( mm Hg ) 40 40 m   40  m m
CO2 total, (mmol/L) 26-27 m m 26-27    m m

' 
¦#     
Pada kebanyakan situasi ketakseimbangan asam basa yang sederhana tersebut,
fungsi normal dari paru-paru dan ginjal dapat diperkirakan. Juga kejadian simultan dari
dua gangguan primer belum ditinjau, situasi semacam ini sering ditemui. Pada kasus-kasus
seperti ini skema sederhana seperti pada table 1. di atas tidak berlaku, meski mekanisme
kompensasi bekerja pada kapasitas penuh. Evaluasi sifat dan besaran kondisi-kondisi
semacam ini memerlukan catatan-catatan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
menyeluruh bersamasama dengan analisis data laboratorium. Contoh-contoh macam-
macam gangguan tersebut diberikan dalam tabel 2. berikut.

#!" ' 
  #    #  

No. pCO2 arteri Bikarbonat
Kasus dalam pH (mmol/L) Komentar
mmHg kPa 
1 40 (5,33) 7,40 24,5 Normal
2 25 (3,33) 7,60 24,5 Alakalosis respiratorik berat (penderita diberi
pertukaram udara buatan)
3 31 (4,13) 7,51 24,5 Alakalosis respiratorik sedang (hiperventilasi
ringan)
4 60 (8,00) 7,22 24,5 Asidosis respiratorik tidak terkompensasi, missal
hipoventilasi akibat narkotik dengan dosis terlalu
tinggi
5 60 (8,00) 7,37 35,0 Asidosis respiratorik terkompensasi sebagian
olehalkalosis metabolik (berasal renal), misal
penderitadengan obstruksi paru-paru kronik
6 32 (4,27) 7,65 35,0 Campuran alkalosis dan metabolik, penderita
dalamkasus 5 pada ventilasi mekanik
diperpanjang
7 22 (2,93) 7,35 11,0 Asidosis metabolik dengan alakalosis
respiratorik sekunder, misal penderita dengan
diabetik berat
8 50 (6,67) 7,07 15,0 Campuran asidosis metabolik dan respiratorik
misalnya penderita pada kasus 7 yang
pertukaran udaranya sangat tertekan oleh
sedasi berat.

Y  
Y Y Y D 


You might also like