You are on page 1of 91

1.

Pendahuluan

Sejarah singkat komunikasi mobile

Komunikasi nirkabel mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam sejarah telekomunikasi.
Perkembangan teknologi ini di mulai di amerika. Penemuan radio yang dapat mengirimkan telegraph melewati
samudra atlantik oleh marconi menjadi awal dari perkembangan telekomunikasi radio pada umumnya.

Perbandingan sistem konvensional dan selular :

Sistem konvensional Sistem selular


Perbedaan
Daerah cakupan Dilayani oleh satu base sstation Daerah dibagi dalah dalam
dengan cakupan yang luas daerah yang lebih kecil yang
disebut sel
Handoff Handoff tidak diperlukan selama Hand off sangat penting dengan
masih dalam satu daerah layanan cara kerjasama antar base station
Daya pancar Daerah yang luas, BS Daerah yang kecil mengharuskan
menggunakan daya pancar yang daya BS diperkecil untuk
besar menghindar interferensi
Efesiensi spektrum Rendah, karena tidak ada Lebih besar karena ada
frequency reuse frequency reuse.
Berikut ini adalah titik-titik penting perkembangan teknologi nirkabel di amerika.

1946               : teknologi nirkabel pertama di amerika diperkenalkan pada masyarakat

1950               : FCC menggandakan jumlah kanal yang dapat digunakan untuk komunikasi nirkabel

1050-1960   : IMTS (improved mobile telecommunication) diperkenalkan dengan channel trunking. Awal
digunakan sistem sel.

1968               : proposal AT&T pada FCC diajukan

1983               : FCC mengalokasikan 666 kanal analog (AMPS)

1991               : USCD (US cellular digital) memperkenalkan sistem IS-54 dengan  kapasitas 3x AMPS

1992               : Sistem TDMA diperkenalkan

1995               : Diperkenalkannya sistem CDMA untuk komunikasi nirkabel.

Standar yang digunakan untuk sistem wireless sangat bervariasi dan bergantung dari kebijakan pemerintah
setempat. Berikut ini adalah standar-standar tersebut.  

STANDAR AMERIKA UTARA :

TYPE TAHUN MULTIPLE BAND MODULASI BWIDTH


STANDAR ACCESS
FREKUENSI KANAL
AMPS Seluler 1983 FDMA 824-894 M FM 30 K
NAMPS Seluler 1992 FDMA 824-894 M FM 30 K
USCD Seluler 1991 TDMA 824-894 M 180/4-DQPSK 30 K
CDPD Seluler 1993 FH/Packet 824-894 M GMSK 30 K
IS-95 Seluler/PCS 1993 CDMA 824-894 M QPSK/ 12.5 K

1.8-2.0 G BPSK
GSC Paging 1970-an Simplex Beberapa FSK 12.5 K
POCSAG Paging 1970-an Simplex Beberapa FSK 12.5 K
FLEX Paging 1993 Simplex Beberapa 4-FSK 15 K
DCS-1900 PCS 1994 TDMA 1.85-1.99 G GMSK 200 K

(GSM)
PACS Cordless/ 1994 TDMA/ 1.85-1.99 G 180/4-DQPSK 300 K

PCS FDMA
MIRS SMR/PCS 1994 TDMA Beberapa 16-QAM 25 K
STANDAR EROPA

TYPE TAHUN MULTIPLE BAND MODULASI BWIDTH


STANDAR ACCESS
FREKUENSI KANAL
E-TACS Seluler 1985 FDMA 900 M FM 25 K
NMT-450 Seluler 1981 FDMA 450-470 M FM 25 K
NMT-900 Seluler 1986 FDMA 890-960 M FM 12.5 K
GSM Seluler/ 1990 TDMA 890-960 M GMSK 200 K

PCS
C-450 Seluler 1985 FDMA 450-465 M FM 20 K/10 K
ERMES Paging 1993 FDMA Beberapa 4-FSK 25 K
CT2 Cordless 1989 FDMA 864-868 M GFSK 100 K
DECT Cordless 1993 TDMA 1880-1900 M GFSK 1.728 K
DCS-1800 Cordless/ 1993 TDMA 1710-1880 M GMSK 200 K

PCS
STANDAR JEPANG  

TYPE TAHUN MULTIPLE BAND MODULASI BWIDTH


STANDAR ACCESS
FREKUENSI KANAL
JTACS Seluler 1988 FDMA 860-925 M FM 25 K
PDC Seluler 1993 TDMA 810-1501 M 180/4-DQPSK 25 K
NTT Seluler 1979 FDMA 400/800 M FM 25 K
NTACS Seluler 1993 FDMA 843-925 M FM 12.5 K
NTT Paging 1979 FDMA 280 M FSK 12.5 K
NEC Paging 1979 FDMA Beberapa FSK 10 K
PHS Cordless 1993 TDMA 1895-1907 M 180/4-DQPSK 300 K
Indonesia memiliki kecenderungan mengikuti standar eropa (GSM), tetapi beberapa operator telah
menggunakan standar amerika (CDMA). Indonesia sebagai salah negara yang memeilik potensi pasar yang
sangat besar telah memiliki beberapa opeator seluler dengan berbagai macam servis yang ditawarkan.
Operator-opertor tersebut antara lain (GSM) Telkomsel, Satelindo, Indosat dan Excelcomindo sedangkan
operator CDMA2001x: Telkom Flexy, Bakrie Telecomm (Esia), Mobile 8 Telecomm (Fren), dan Indosat StarOne.
Vendor-vendor penyedia infrastruktur yang digunakan-pun sangat bervariasi, antara lain Motorola, Nokia,
Siemens, Samsung, Huawei, ZTE, dsb. Sehingga dapat di bayangkan begitu heterogennya implementasi
jaringan di Indonesia ini. Produk ponsel yang masuk ke pasaran indonesia memiliki variasi yang cukup banyak
antara lain : Nokia, Motorola, Ericsson, Siemens, Samsung dsb. Hal ini dapat dimengerti karena pengguna
ponsel di Indonesia tidak hanya mempermasalahkan kegunaan, melainkan juga masalah prestise dan status
sosial. Fenomena ini akan semakin berkembang dengan adanya teknologi generasi ketiga (3G) yang mulai
tahun 2006 akan di gelar di Indonesia.

Beberapa Istilah dalam Teknologi Nirkabel

·        Base Station     : Pemancar yang menjadi sentral penerimaan dan pengiriman sinyal yang terletak di
pusat sel.

·        Kanal kontrol      : kanal untuk call setup, call  request, inisiasi, dan kontrol lain.

·        Kanal forward      : kanal radio untuk transmisi dari BS ke MS.

·        Sistem Full Duplex : sistem komuniksi dua arah dengan kanal yang berbeda.

·        Sistem Half Duplex  : sistem komunikasi dua arah dengan satu kanal digunakan secara bergantian.

·        Handoff : mekanisme transfer MS dari satu kanal ke kanal yang lain.

·        Mobile station : Mobile station adalah pesawat telepon pengguna yang dapat bergerak (mobile).

·        Mobile switching Center : pusat koordinasi routing. GMSC menghubungkan BS dengan PSTN.

·        Page : pesan yang dibroadcast oleh BS (simulcast)

·        Kanal Reverse : kanal radio yang digunakan untuk transmisi dari MS ke BS.

·        Roamer : MS yang berada diluar daerah dia terdaftar.

·        Sistem Simplex : sistem komunikasi yang menyediakan komunikasi satu arah saja.

Integrasi jaringan telekomunikiasi nirkabel dengan komputer dan internet membuat teknologi nirkabel semakin
maju. WAP (wireless aplication protocol), WML (wireless markup language), J2ME, BREW serta perkembangan
teknologi bluetooth menjadi pendorong integrasi teknologi ini. Dengan semakin meningkatnya bandwidth sistem
ini maka aplikasi multimedia akan dapat di implementasikan pada sistem mobile ini.
 

elementary concept
2. Konsep Dasar
  
Frequensi Reuse
Pelayanan selular dicakup oleh beberapa kelompok sel yang disebut cluster. Satu
cluster terdiri dari beberapa sel (K sel). K bisa berharga 3, 4, 7, 9, 12.
 

Warna yang sama menunjukkan sel-sel co-channel yang menggunakan frekuensi


yang sama. Cara menentukan sel-sel co-channel dengan menggunakan rumus :

K = i2+j2+ij

 I = arah pergerakan awal

 j = arah awal diputar 60o

Contoh untuk K=7, I = 2, j = 1


 
Jarak pengulangan frekuensi ditentukan dengan :

(D/R)2 = 3N

D = Jarak pengulangan (reuse distance)

R = Jari-jari terjauh sel hexagonal (jarak terjauh dari pusat sel ke ujung sel)

K = cluster

Microcell Zone

Zone microcell merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas sistem
selular. Konsep ini diusulkan oleh Lee [1] untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
oleh konsep cell splitting dan sectoring. Cell splitting memerlukan penambahan
jumlah base station untuk meningkatkan kapasitas sedangkan pada sectoring, jumlah
handoff bertambah banyak dan efisiensi trunk berkurang.

Untuk sistem reuse 7 sel, konsep zone microcell mampu meningkatkan kapasitas
sampai 2,33 kali. Tiap sel terbagi atas tiga zone site yang terhubung ke suatu base
station dan memakai peralatan radio yang sama. Hubungan ke base station tersebut
dapat berupa: kabel koaksial, fiber optik, atau link microwave. Ketika user melewati
suatu sel, maka ia akan dilayani oleh zone dengan sinyal yang terkuat. Pendekatan
ini lebih unggul dibanding sectoring karena antena pada zone microcell ditempatkan
pada tepi luar sel dan tiap kanal dapat diberikan ke suatu zone oleh base station.

Saat user bergerak dari suatu zone ke zone yang lain dalam sel yang sama, ia tetap
medapat kanal yang sama. Jadi, tidak seperti sectoring, handoff tidak diperlukan pada
Mobile Switching Center (MSC) ketika user bergerak seperti di atas. Base station
hanyalah memindahkan kanal ke zone yang berbeda. Dengan cara ini, kanal yang
diberikan hanya aktif pada suatu zone dimana user tersebut berada, sehingga radiasi
base station terlokalisasi dan interferensi berkurang. Kanal-kanal tersebut terdistribusi
dalam waktu dan ruang oleh (keseluruh) ketiga zone dan juga di reuse pada sel co-
channel dalam cara yang normal. Cara ini sangat cocok untuk pemakaian pada
highways atau sepanjang urban traffic corridors.

Keuntungan teknik zone sel, sepanjang sel memiliki daerah lingkup tertentu, adalah
bahwa interferensi co-channel berkurang karena pusat base station yang besar
digantikan dengan beberapa transmitter (zone transmitter) berdaya rendah pada tepi
sel. Penurunan interferensi co-channel meningkatkan kualitas signal dan juga
mengakibatkan penambahan kapasitas, tanpa degradasi efisiensi trunking yang
disebabkan oleh sectoring.

Untuk sistem dengan persyaratan S/I = 8 dB, maka nilai D/R yang memenuhi adalah
4,6 atau N=7, dimana D adalah jarak antara sel co-channel, R adalah radius sel dan
N = jumlah sel dalam satu cluster.  Dengan menggunakan sistem zone microcell,
didapat Dz/Rz = 4,6 dimana Dz adalah jarak minimum antara zone co-channel yang
aktif dan Rz adalah radius zone. Nilai ini didapat karena transmisi sinyal pada suatu
waktu hanya berlaku untuk zone yang tertentu pula.

Pada gambar di bawah, dianggap bahwa tiap hexagon mewakili zone, sedangkan tiap
tiga hexagon mewakili suatu sel. Radius R z kira-kira sama dengan radius satu
hexagon. Sekarang, kapasitas sistem zone microcell secara langsung bergantung
pada jarak antara sel co-channel, bukan zone. Jarak ini diwakili oleh D pada gambar
tersebut. Untuk Dz/Rz = 4,6 maka dapat dilihat dari geometri gambar tersebut bahwa
nilai dari rasio reuse pada co-channel, D/R = 3, dimana R = radius sel dan sama
dengan dua kali panjang radius hexagon (2R z). Dengan menggunakan persamaan:

             

maka D/R = 3 memberikan N = 3. Pengurangan ukuran cluster ini, dari N= 7 ke N = 3,


mengakibatkan peningkatan efisiensi sebesar 7/3 atau sekitar 2,33 jika sistem
sepenuhnya menggunakan konsep zone microcell. Jadi, untuk persyaratan S/I yang
sama, 18 dB, sistem ini memberikan peningkatan kapasitas yang berarti atas sistem
selular yang konvensional.
Dengan mengamati gambar di atas, dan menggunakan persamaan,

                                                    

S/I terburuk untuk sistem zone microcell kira-kira 20 dB. Oleh karena itu, pada kasus
terburuk sistem memberikan margin sebesar 2 dB diatas S/I yang disyaratkan selain
juga meningkatkan kapasitas sebesar 2,33 dibanding sistem konvensional 7 sel yang
memakai antena omnidirectional. Kelebihan lain adalah tidak ada penurunan efisiensi
trunking. Arsitektur zone sel telah banyak diadopsi dalam sistem selular dan
komunikasi personal. 
 

channel capacity enhancement


    3. Kapasitas  dan Peningkatan Kanal

KAPASITAS KANAL

    Ketika jumlah trafik panggilan mulai meningkat, penggunaan frekuensi haruslah
seefisien mungkin dan diusahakan untuk menaikkan jumlah sel K pada sebuah pola
frekuensi reuse 7-sel. Jika nilai K meningkat, maka jumlah kanal frekuensi yang
ditujukan pada sebuah sel akan semakin mengecil (dengan mengasumsikan bahwa
jumlah kanal yang dialokasikan dibagi dengan K) dan efisiensi penerapan skema
reuse-frequency.

         Sebagai pengganti menaikkan jumlah K dalam sebuah set sel, mari kita ambil nilai
K tetap (misalkan nilai K=7) dan memperkenalkan pengaturan sebuah antena berarah.
Interferensi cochannel yang terjadi dapat dikurangi dengan menggunakan antena
berarah. Hal ini berarti bahwa setiap sel terbagi menjadi tiga atau enam sektor dan
menggunakan tiga atau enam antena berarah pada sebuah base station. Tiap-tiap
sektor ditujukan  pada sebuah set frekuensi (kanal). Interferensi yang terjadi antara dua
sel cochannel menurun seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Gambar 1.

     
Berikut ini akan dibahas mengenai kasus tiga sektor dan kasus enam sektor
dengan   K = 7, dan K = 4.

1.      Antena Berarah Pada Pola Sel K=7

·         K = 7, kasus tiga sektor     

               Kasus tiga sektor diilustrasikan oleh gambar 1. Unit mobile pada posisi E (lihat
gambar 2) akan mengalami interferensi yang lebih besar pada bagian lebih bawah
sektor sel yang diarsir daripada bagian yang lebih atas. Hal ini terjadi karena mobile
penerima menerima sinyal yang paling lemah dari selnya sendiri tetapi menerima
interferensi yang cukup kuat dari sel yang memberikan interfrensi. Pada kasus ini,
interferensi hanya efektif dalam satu arah saja karena rasio front-to-back sebuah sel
yang memiliki antena berarah paling sedikit adalah 10 dB atau lebih pada lingkungan
mobile radio. Interferensi cochannel yang paling buruk terjadi pada sektor antena
berarah dapat dihitung. Karena penggunaan antena berarah, jumlah interferensi yang
memberikan pengaruh berkurang dari enam menjadi dua. Hal ini dapat diamati pada
gambar 1 di bawah ini.         

     

                                                                                                             
Gambar 2.

C/I (cocahnnel interference) paling buruk terjadi ketika unit mobile berada pada posis E,
dimana jarak antara unit mobile dengan dua antena yang memberikan pengaruh
interferensi sekitar D + (R/2); tetapi, C/I dapat dihitung dengan lebih tepat lagi sebagai
berikut. Nilai C/I dapat diperoleh dengan persamaan berikut.

C/I (paling buruk)= R -4 / ((D  +  0.7R)-4 + D-4 )

                                 = 1 / ((q  +  0.7)-4 +  q-4 )    dimana q = D / R

                    Jika q = 4,6 (q = √ 3 K , K = 7), maka persamaan di atas akan memberikan

                    C/I (paling buruk) =    285  (=) 24.5 dB

C/I yang diterima oleh sebuah unit mobile dari sektor antena berarah 120° dapat
diekspresikan sebesar 24.5 dB yang melebihi C/I yang diterima pada kasus paling
buruk yakni sebesar 18 dB. C/I sebesar 24.5 dB menunjukkan bahwa dengan
menggunakan sektor antena berarah, rasio signal-to-interference  dapat  diperbaiki,
yakni, C/I dapat menjadi 6 dB lebih lemah dari 24.5 dB pada sebuah area trafik yang
padat sebagai akibat dari permukaan kontur dan lokasi site yang kurang baik.

                                                    

·         K = 7, kasus 6 sektor

              Kita juga dapat membagi sebuah sel menjadi 6 sektor dengan menggunakan antena
berarah 60° -beam seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.

 
Gambar 3.

        Pada kasus ini, hanya satu interferensi yang dapat terjadi pada setiap sektor
seperti yang diperlihatkan oleh gambar 1 di bawah ini.

        Karena nilai K yang sama, maka terjadi reduksi interferensi cochannel yang lebih
baik. Dalam hal ini, K = 7, nilai interferensi cochannel berubah dari 24.5 dB menjadi 29
dB. Jika C/I = 29 dB direduksi dengan 6 dB maka sisanya sebesar 23 db dan nilai ini
masih lebih dari cukup . Ketika terjadi trafik yang padat, konfigurasi sektor 60° dapat
digunakan untuk mengurangi interferensi cochannel. Tetapi, kanal yang lebih sedikit
secara umum diperbolehkan pada sebuah sektor 60° dan efisiensi trunking berkurang.
Pada kasus tertentu, kanal-kanal yang lebih banyak dapat dipakai pada pada sebuah
sektor 60° .

2.    Antena Berarah Pada Pola Sel K=4


·         K = 4, kasus 3 sektor

Untuk mendapatkan rasio carrier-to-interference, kita menggunakan prosedur yang


sama dengan  sistem pola sel K = 7. Antena berarah 120° yang digunakan pada pada
pola K = 4 ini mengurangi sel-sel yang memberikan interferensi menjadi dua kalinya
daripada sistem K = 7 seperti yang diperlihatkan oleh gambar 4.

Gambar 4.

Untuk nilai K = 4, nilai q = 3,46 sehingga C/I menjadi sebesar 20 dB. Jika ,
menggunakan alasan yang sama dengan perhitungan di atas yang menghasilkan C/I
sebesar 29 dB, 6 dB dikurangi dari hasil C/I = 20 dB, maka sisanya sebesar 14 dB tidak
dapat diterima.

·          K = 4, kasus 6 sektor

Hanya ada satu sel yang memberikan pengaruh yaitu pada jarak D + R seperti yang
diperlihatkan oleh gambar 4 dibawah ini. 

Dengan q = 3.46, kita memperoleh C/I (kasus paling buruk) sebesar 26 dB. Jika 6 dB
dikurangi dari hasil di atas, maka sisa 21 dB masih memadai. Di bawah kondisi trafik
yang padat, masih terdapat pertimbangan yang besar menggunakan pola sel K = 4
pada sebuah sektor 60°.

Perbandingan K = 7 dan K = 4

Sebuah sistem pola sel K = 7 merupakan sebuah cara yang logis untuk memulai
sebuah sistem omnicell. Jarak pengulangan cochannel lebih dari cukup, menurut
kriteria desain. Ketika trafik meningkat, sebuah sistem tiga sektor seharusnya
diimplementasikan, yakni, dengan tiga antena berarah 120° pada tempat tesebut. Pada
beberap titik tertentu, sektor 60° secara logika dapat digunakan  untuk meningkatkan
pemanfaatan kanal.

Jika area yang diberikan dilingkupi baik oleh pola sel K = 7 dan K = 4 dan kedua pola
tersebut m emiliki konfigurasi 6 sektor, maka sistem K = 7 memiliki total sektor sebesar
42, ttapi K = 4 hanya memiliki total sektor sebesar 25 dan, tentu saja, sistem K = 7
dengan 6 sektor memiliki interferensi cochannel yang lebih sedikit.

Satu keuntungan sektor 60° dengan K = 4 adalah sistem ini membutuhkan site sel
yang  lebih sedikit daripada sektor 120 ° dengan K = 7. Dua kerugian sektor 60° adalah
(1) sistem ini membutuhkan lebih banyak antena yang dinaikkan pada tiang antena dan
(2) sistem ini membutuhkan lebih banyak handoff karena unit mobile akan bergerak
melewati keenam sektor dari sel.

Lebih jauh lagi, menentukan frekuensi kanal yang tepat untuk unit mobile pada setiap
sektor lebih sulit kecuali tinggi antena pada site sel dinaikkan sehingga unit mobile
dapat dilokasikan lebih tepat. Pada kenyataannya, permukaan bumi tidaklah rata, dan
pencakupan tidak pernah terdistribusi secara merata; sebagai tambahan, rasio daya
front-to-back antena berarah pada keadaan tersbut lebih sulit untuk diprediksikan. Pada
sel yang kecil, interferensi dapat menjadi tidak terkontrol; sehingga penggunaan pola K
= 4 dengan sektor 60° pada sel yang kecil perlu dipertimbangkan hanya untuk
implementasi yang khusus seperti sistem selular portable atau aplikasi narrowbeam
Untuk sel yang kecil, sebuah skema alternatif adalah menggunkan K = 7 dengan sektor
120° ditambah dengan konfigurasi underlay-overlay.  

PENINGKATAN KAPASITAS  ( CAPACITY IMPROVEMENT )

1.CELL SPLITTING

Illustrasi

Cell splitting adalah suatu proses membagi suatu sel menjadi sel – sel yang lebih kecil,
dimana masing-masing mempunyai base station sendiri. Disini akan terjadi
pengurangan tinggi antena dan daya transmitter. Cell splitting meningkatkan kapasitas
sistem selular karena meningkatkan number of times dari channel yang digunakan.
Dengan mendefinisikan sel baru mempunyai radius yang lebih kecil dari sel mula-mula
dan dengan menerapkan sel yang lebih kecil diantara sel yang ada maka kapasitas
dapat ditingkatkan.

Contoh cell splitting ditunjukkan pada gambar 1, base station pada gambar ini
diletakkan pada pojok sel, dan area yang dilayani base station A diasumsikan tidak
mampu melayani trafik yang ada. Base station baru diperlukan untuk meningkatkan
jumlah channel pada area dan mengurangi area yang dilayani oleh satu base station.
Pada gambar telihat base station asli A telah dikelilingi 3 base station microcell. Pada
contoh 3 sel yang lebih kecil ditambahkan sedemikian rupa sehingga dapat melayani
frequency reuse plan dari sistem. Sebagai contoh, sel G sitempatkan ditengah-tengah
diantara dua station besar menggunakan set channel yang sama G.

Gambar 1 Illustrasi Cell Splitting

Untuk sel baru yang lebih kecil, transmit power dari sel harus dikurangi. Transmit power
untuk sel baru dengan radius setengah dari sel mula-mula dapat dicari dengan menguji
received power Pr pada sel yang baru dan sel yang lama
            Pr (pada batas sel yang lama)  ~  Pt1 R -n

Pr (pada batas sel yang baru)  ~  Pt2 (R/2)-n

Dimana Pt1 dan Pt2 adalah transmit power dari sel base satation besar dan kecil, dan n
adalah path loss exponent. Jika kita ambil n = 4 dan mengeset received power yang
sama antara keduanya maka

            Pt2 = Pt1 / 16

Dengan kata lain transmit power harus dikurangi dengan 12 dB untuk mengcover area
semula dengan microsel.

Dalam praktek, tidak semua sel split pada waktu yang sama. Seringkali susah untuk
service provider menemukan daerah yang sempurna untuk cell splitting. Sehingga, sel
yang berukuran beda disediakan secara simultan. Pada situasi seperti itu penanganan
khusus diperlukan untuk menjaga jarak diantara sel co-channnel minimum sehingga
penanganannya lebih rumit. Juga handoff juga harus diperhatikan sehingga trafik yang
high speed dan low speed  dapat diakomodasi secara simultan.

Rumus Cell Splitting


  UT  =

Dimana berlaku :

·        untuk ukuran cluster yang sama

·        small cells (microcells)

·        dengan bertambahnya sel pada service area maka  :

-         aC (luas sel) turun

-         M (jumlah sel) naik

-         UT (kapasitas) naik


  Gambar 2. Konsep Cell Splitting

Contoh Perhitungan

Suatu sistem selular (N=7) dengan offered traffic/user = 0,1 Erlang/user, jumlah sel 19,
total kanal 395 dan GOS 2 %.  Hitung perbandingan jumlah pelanggan yang bisa
dilayani oleh sistem untuk antena BS omnidirectional dan cell splitting dengan ukuran
radius sel baru = 0,55 x sel semula ?

Untuk BS Omni

C         =  CT/N           =  395/7           =  56,43

A         =  Erlang(56.43, 2%)                =  45,9 Erlang / sel

UC        =  A/AU            =  45,9/0,1       =  459 user / sel

UT        =  UC x M        =  459x19        =  8721 user

Dengan Cell Splitting


M’       =  x M

 x 19           =  63 sel

UT        = UC x M         = 459 x 63                   =  28917 user


 
Add content to your paragraph here.

interference reduction
4.
Red
uksi
Inter
    fere
nsi

Pen
dah
ulua
n

         
 
Interf
eren
si
pada
kom
unik
asi
selul
er
adal
ah
gang
guan
pada
kom
unik
asi
yang
dise
babk
an
oleh
ikut
diteri
man
ya
siny
al
freku
ensi
yang
lain
dari
yang
dike
hend
aki.
Mac
am-
mac
am
interf
eren
si 
pada
kom
unik
asi
selul
er
dapa
t
dilih
at
pada
baga
n 1.
Interf
eren
si
sang
at
berp
enga
ruh
pada
kriter
ia
perfo
rman
si
siste
m
kom
unik
asi
selul
er
yaitu
:
kuali
tas
suar
a(voi
ce
quali
ty),
kuali
tas
laya
nan(
servi
ce
quali
ty)
dan
fasilit
as
tamb
ahan
(spe
cial
featu
res),
dan
untu
k
men
yata
kan
perfo
rman
si
siste
m
terha
dap
interf
eren
si
dila
mba
ngka
n
deng
an
C/I
atau
carri
er to
interf
eren
ce
ratio.
Untu
k
voic
e
quali
ty
bias
anya
dipili
h
C/I=
18
db
seba
gai
bata
s
mini
mum
.
Tuju
an
dari
men
gana
lisa
peng
aruh
interf
eren
si ini
adal
ah
untu
k
meni
ngka
tkan
C/I,
itu
goal
nya!.
Kare
na
begit
u
bany
akny
a
fakto
r
interf
eren
si
yang
mem
peng
aruhi
perfo
rman
si
siste
m,
seba
gai
dasa
r
berpi
kir
akan
dipa
park
an
peng
aruh
redu
ksi
interf
eren
si
coch
anne
l
saja
seba
gai
fakto
r
interf
eren
si
yang
palin
g
besa
r
peng
aruh
nya
terha
dap
perfo
rman
si
siste
m
kom
unik
asi
selul
er.
Red
uksi
Inter
fere
nsi
Coc
han
nel

         
  
Meto
da
peng
ulan
gan
freku
ensi
atau
frequ
ency
reus

yang
digu
naka
n
dala
m
siste
m
kom
unik
asi
selul
er
mem
ang
berg
una
untu
k
meni
ngka
tkan
efisi
ensi
peng
guna
an
spek
trum
nam
un
disa
mpin
g itu
juga
meni
mbul
kan
peng
aruh
interf
eren
si
coch
anne
l
dikat
akan
co
disini
kare
na
kana
l
freku
ensi
yang
sam
a
digu
naka
n
seca
ra
bers
ama
an di
sel-
sel
coch
anne
l
yang
berb
eda. 
Seb
elum
kita
mula
i
pem
baha
san
deng
an
omni
direc
tiona
l
kasu
s
norm
al
untu
k
men
dapa
tkan
C/I
norm
al,
perlu
dijel
aska
n
terle
bih
dahu
lu
kons
ep
dasa
r
perhi
tung
anny
a.

Pad
a
gam
bar I
dapa
t
dilih
at
pem
odel
an
siste
m
kom
unik
asi
sel
deng
an
sel
reus
enya
.
Dias
umsi
kan
ukur
an
sel
sem
ua
sam
a,
mak
a
interf
eren
si
coch
anne
l
adal
ah
fung
si
para
mete
r q
yang
didef
inisik
an
seba
gai:

Para
mete
rq
dise
but
juga
fakto
r
redu
ksi
interf
eren
si
coch
anne
l.
Ketik
a
perb
andi
ngan
q
naik
mak
a
interf
eren
si
coch
anne
l
men
urun.
Lebi
h
jauh
lagi,
jarak
D
dala
m
pers
ama
an
(1)
adal
ah
fung
si
dari
Ki
dan
C/I,

D
iman
a Ki
adal
ah
juml
ah
sel
coch
anne
l
peny
ebab
interf
eren
si
dari
lingk
aran
utam
a(fir
st
tier)
dan
C/I
adal
ah
carri
er to
Inter
fere
nce
ratio
(per
band
inga
n
daya
carri
er
terha
dap
daya
interf
eren
si)
yang
diteri
ma
pada
pene
rima
yang
seda
ng
dian
alisa
.
Seca
ra
umu
m
C/I
dapa
t
ditur
unka
n
seba
gai
berik
ut:
 

Pers
ama
an
3.a
men
yata
kan
kead
aan
palin
g
umu
m
bah
wa
C/I
adal
ah
perb
andi
ngan
antar
a
daya
carri
er
yang
diteri
ma
deng
an
juml
ah
interf
eren
si
oleh
sel-
sel
coch
anne
l first
tier,
seco
nd,
third,
dan
seter
usny
a. 
Sed
angk
an g
pada
(3.b)
adal
ah
koefi
sien
reda
man
prop
agas
i
(pro
pag
ation
path
-loss
slop
e)
yang
diten
tuka
n
berd
asar
kan
kont
ur
daer
ah
yang
dian
alisa
dan
bias
anya
g
dias
umsi
kan
4
untu
k
kom
unik
asi
berg
erak.
Pen
garu
h
interf
eren
si
dari
6 sel
coch
anne
l di
seco
nd
tier,
third,
dan
seter
usny
a
jauh
lebih
lema
h
dari
peng
aruh
first
tier.
Oleh
kare
na
itu
untu
k
mem
udah
kan
perhi
tung
an,
hany
a
peng
aruh
dari
first
tier
yang
diper
hitun
gkan
sepe
rti
pada
pers
ama
an
(3.c).
kare
na qk
=
Dk/R,
dap
at
disi
mpu
lkan
bah
wa
untu
k
men
ghit
ung
baik
kasu
s
umu
m(n
orm
al),
terb
uruk
(wor
st)
atau
khu
sus(
spe
cial),
itu
han
yala
h
mas
alah
men
ghit
ung
jara
k(Dk)
dari
setia
p sel
coc
han
nel
first
tier
ke
mob
ile
rece
iver
yan
g
dian
alisa
. C/I
diper
hitun
gkan
deng
an
meli
hat
dari
dua
perti
mba
ngan
yaitu
: C/I
pene
rima
an
ante
na
base
di
sel
(cell
site)
dan
yang
kedu
a C/I
pene
rima
an
mobi
le
unit
(gam
bar
2).

C/I
dari
kasu
s
nor
mal
pad
a
siste
m
Ante
na
Omn
idire
ctio
nal

         
  
Jika
ante
na
isotr
opis
adal
ah
ante
na
yang
mem
anca
r ke
sega
la
arah
mak
a
ante
na
omni
direc
tiona
l
adal
ah
ante
na
yang
mem
anca
r ke
sega
la
arah
pada
bida
ng
horis
ontal
saja
atau
verti
kal
saja
(Gbr.
3).
Pen
garu
h
Nm
dan
Nb
(Gbr.
2)
bias
anya
sang
at
kecil
diba
ndin
gkan
deng
an
interf
eren
si,
oleh
kare
na
itu
dapa
t
diab
aika
n.
Jika
C/I
pene
rima
an
cell
site
dan
mobi
le
unit
sam
a
mak
a
dise
but
siste
m
seim
bang
.
Sep
erti
dise
butk
an
diata
s,
perhi
tung
an
yang
kita
laku
kan
adal
ah
men
ghitu
ng
jarak
dari
setia
p sel
coch
anne
l
pada
first
tier
ke
cell
site
dan
diper
oleh
jarak
yang
sam
a
dari
setia
p sel
yaitu
D.
Sehi
ngga
C/I
menj
adi
U
ntuk
mem
perol
eh
C/I
18
dB,
deng
an
perhi
tung
an
sede
rhan
a
dapa
t
diper
oleh

 
 

B
eriku
t
bebe
rapa
harg
a C/I
untu
k
kasu
s
norm
al
siste
m
seim
bang
:

C/I
dari
kasu
s
terb
uruk
pad
a
siste
m
Ante
na
Omn
idire
ctio
nal

         
  
Untu
k
kasu
s
terbu
ruk
terja
di
ketik
a
mobi
le
unit
men
erim
a
siny
al
yang
palin
g
lema
h
dari
cell
site-
nya
send
iri
tapi
men
dapa
t
interf
eren
si
yang
kuat
dari
sem
ua
sel-
sel
coch
anne
l
(gbr.
4a).
Dari
Gbr.
4a
dapa
t
dihit
ung
C/I
seba
gai
berik
ut:

 
S
edan
gkan
untu
k
kasu
s
khus
us
(Gbr.
4b)
hal
yang
unik
mun
gkin
terja
di
sede
miki
an
sehi
ngga
sem
ua
sel
coch
anne
l first
tier 
berja
rak
sang
at
deka
t
deng
an
pene
rima
yaitu 
D-R
,
sehi
ngga
C/I
untu
k
spec
ial
case
,
B
eber
apa
harg
a C/I
untu
k
kasu
s
terbu
ruk
dan
kasu
s
khus
us
ante
na
omni
:
D
ari
perhi
tung
an
diata
s,
baik
kasu
s
norm
al
atau
terbu
ruk,
dapa
t
disi
mpul
kan
bah
wa
cara
yan
g
pali
ng
sede
rhan
a
untu
k
men
ingk
atka
n C/I
adal
ah
den
gan
me
mpe
rbes
ar K
yan
g
bera
rti
me
mpe
rban
yak
freq
uen
cy
reus
e
atau
me
mpe
rkec
il
jari-
jari
sel.
Dari
dua
tabel
diata
s
kond
isi
C/I ³
18
dB
dipe
nuhi
untu
k K³
7
(kas
us
norm
al),
K³9
(kas
us
terbu
ruk),
K ³
12
(kas
us
khus
us).

Dala
m
keny
ataa
nnya
,
kare
na
ketid
akse
mpur
naan
loka
si
site
&
peta
kont
ur
yang
tidak
rata,
C/I
pene
rima
an
berh
arga
lebih
rend
ah
dari
hasil
perhi
tung
an.
Hal
ini
terja
di
juga
di
area
deng
an
trafik
yang
tingg
i;
kare
na
itu
siste
m
haru
s
dide
sain
deng
an
mem
perti
mba
ngka
n
kasu
s
terbu
ruk.
Sehi
ngga
,
peng
guna
an
K=7
menj
adi
kura
ng
terja
min
(dita
ndai
deng
an X
pada
tabel
).

Jadi
untu
k
siste
m
ante
na
omni
direc
tiona
l,
lebih
baik
jika
dipili
h
K=9
atau
K=1
2
untu
k
menj
amin
C/I
mini
mum
khus
unya
untu
k
kond
isi
trafik
yang
tingg
i. 

C/I
dari
siste
m
Ante
na
Dire
ctio
nal

-
Men
desa
in
siste
m
ante
na
direc
tiona
l

         
  
Dala
m
kom
unik
asi
selul
er,
peng
guna
an
K=7
atau
seve
n
cell
reus
e
tidak
lah
cuku
p
untu
k
men
ganti
sipa
si
interf
eren
si
coch
anne
l.
Cara
yang
term
udah
yaitu
meni
ngka
tkan
K³7
akan
men
gura
ngi
juml
ah
kana
l per
sel
(ukur
an
sel
menj
adi
lebih
kecil
sehi
ngga
kana
l
yang
dica
kup
juga
lebih
sedi
kit)
dan
juga
men
gura
ngi
efisi
ensi
spek
trum
(cak
upan
pela
ngga
n
juga
lebih
kecil
).
Oleh
kare
na
itu,
meto
da
yang
digu
naka
n
adal
ah
tetap
mem
perta
hank
an
K=7
tapi
deng
an
men
erap
kan
tekni
k
sect
orizi
ng
men
ggun
akan
ante
na
direc
tiona
l.
sect
orizi
ng
bera
rti
ante
na
omn
i di
sel
A
yan
g
tadi
nya
berj
uml
ah 1
dan
men
caku
p
selu
ruh
sel
diga
nti
den
gan
ban
yak
ante
na
seru
pa
yan
g
masi
ng2
me
milik
i
frek
uen
si(ka
nal)
sen
diri
di
sel
yan
g
sam
a
yan
g
kem
udia
n
caku
pan
nya
diat
ur
me
mbe
ntuk
sud
ut
terte
ntu
(bia
sany
a
300a
tau
600).
K
ondi
si ini
dipe
nuhi
oleh
tekni
k
yang
dise
but
slici
ng a
pie
(Gbr.
5)
terlih
at
bah
wa
desa
in
siste
m
ante
na
direc
tiona
l
dilak
ukan
deng
an
mem
bagi
sel
dala
m
siste
m 3-
sekt
or
(120
0
)
atau
6-
sekt
or(6
0 0)
deng
an 3
atau
6
ante
na
direc
tiona
l.
Setia
p
ante
na
sekt
or
men
amp
ung
satu
set
freku
ensi
sehi
ngga
ada
peni
ngka
tan
kapa
sitas
pela
ngga
n 3
atau
6
kali
lipat. 
Dan
kare
na
bea
m
ante
na
men
gara
h
pada
arah
terte
ntu
mak
a
tidak
sem
ua
sel
coch
anne
l
yang
akan
men
ginte
rfere
nsi
tapi
hany
a sel
coch
anne
l
yang
men
gara
h
pada
sel
yang
dian
alisa
saja.

-
Kasu
s
Dire
ction
al 3-
Sect
or

         
 
Kasu
s 3
sekt
or
diper
lihat
kan
di
gbr.6
.
Dala
m
kasu
s ini
kare
na
peng
guna
an
direc
tiona
l
ante
na
mak
a sel
peng
interf
eren
si
hany
a
ada
2,
dan
ini
berla
ku
untu
k K
bera
papu
n
(sila
kan
bukti
kan
send
iri!).
Kasu
s
terbu
ruk
C/I
pene
rima
an
terja
di
ketik
a
mobi
le
unit
bera
da
pada
posi
si E
(Gbr.
6a)
dima
na
jarak
kedu
a sel
peng
interf
eren
si
seca
ra
kasa
r
(D+
R/2)
dari
mobi
le
unit;
nam
un
untu
k
mem
udah
kan
perhi
tung
an,
dipili
h
mod
el
pend
ekat
an
sepe
rti
pada
gbr.6
.
kare
na
perb
edaa
n
hasil
perhi
tung
anny
a
kecil.

 
D
alam
keny
ataa
nnya
, C/I
pene
rima
an
menj
adi
sekit
ar 6
dB
lebih
rend
ah
dari
hasil
perhi
tung
an di
area
trafik
yang
tingg
i,
peta
kont
ur
yang
tidak
berat
uran
dan
ketid
akse
mpur
naan
letak
base
stati
on.

B
eber
apa
harg
a C/I
untu
k
direc
tiona
l
ante
na 3
sekt
or
jika
g=4:

(untu
k
kasu
s
norm
al
dias
umsi
kan
siste
m
seim
bang
dan
untu
k
kasu
s
khus
us
digu
naka
n
pend
ekat
an
jarak
D-
0.7R
)
Kita
lihat,
bah
wa
jika
deng
an
ante
na
omni
K=7
kura
ng
menj
amin
C/I,
tapi
deng
an
ante
na
direc
tiona
l 3
sekt
or,
K=7
masi
h
dapa
t
menj
amin
C/I >
18
dB.

-
Kasu
s
Dire
ction
al 6-
sekt
or

         
 
Pad
a
Gbr.
6b
dapa
t
dilih
at
bah
wa
sel
peng
interf
eren
si
untu
k
siste
m
ante
na 6-
sekt
or
hany
a
satu
sel
coch
anne
l first
tier.
Kare
nany
a C/I
dapa
t
dihit
ung
sbb,

         
         
   
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
         
                                

         
  
Beb
erap
a
harg
a C/I
untu
k
siste
m
ante
na
direc
tiona
l 6
sekt
or,
g=4:

         
  
(kas
us
norm
al
dias
umsi
kan
siste
m
seim
bang
dan
kasu
s
khus
us
men
ggun
akan
jarak
D-
0.7R
)

Kesi
mpu
lan

      
Siste
m
sel
K=7
adal
ah
cara
yang
mud
ah
untu
k
mem
bang
un
kom
unik
asi
selul
er
deng
an
sel
omni
.
Pad
a
saat
tingk
at
trafik
tingg
i,
lebih
baik
jika
digu
naka
n
siste
m 3
sekt
or
dan
untu
k
meni
ngka
tkan
peng
guna
an
kana
l
dapa
t
digu
naka
n
siste
m 6
sekt
or.

         
  
Kele
biha
n
siste
m
sel
K=7
misa
lnya
terha
dap
K=4,
untu
k sel
deng
an 6
sekt
or
men
gala
mi
peng
aruh
interf
eren
si
coch
anne
l
yang
lebih
kecil.

         
  
Kele
biha
n
dari
siste
m
K=4
untu
k sel
deng
an 6
sekt
or
adal
ah
mem
iliki
juml
ah
cell
site
yang
lebih
sedi
kit.

         
  
Sed
angk
an
keku
rang
an
dari
siste
m 6
sekt
or
send
iri
adal
ah
diper
luka
n 6
ante
na
terpa
sang
pada
satu
temp
at
dan
serin
gnya
mek
anis
me
han
doff
terja
di
kare
na
kem
ungk
inan
besa
r
mobi
le
unit
mela
lui
keen
am
sekt
or
pada
sel
terse
but. 
outdoor propagation
5. Outdoor Propagation

Overview

Mekanisme perambatan gelombang elektromagnetik secara umum sangat dipengaruhi oleh efek
pantulan(reflection), difraksi, dan hamburan(scattering). Model propagasi merupakan cara untuk
memprediksi daya sinyal rata-rata

Pada sistem transmisi radio komunikasi bergerak daerah yang dilayani biasanya berupa daerah yang tidak
teratur permukaannya. Karena itu diperlukan perhitungan yang cukup rumit untuk memperkirakan
redaman lintasannya. Beberapa model propagasi yang akan dikemukakan dibawah ini layak untuk
memperkirakan redaman lintasan sepanjang permukaan daerah yang tidak teratur. Kebanyakan model-
model propagasi ini didapatkan dari data hasil pengukuran yang dilakukan dalam jumlah besar dan cukup
lama.

Model Okumura

            Model Okumura merupakan salah satu model yang terkenal dan paling banyak digunakan untuk
melakukan prediksi sinyal di daerah urban (kota). Model ini cocok untuk range frekwensi antara 150-1920
    MHz dan pada jarak antara 1-100 km dengan ketinggian antenna base station (BS) berkisar 30 sampai
1000 m.

            Okumura membuat kurva-kurva redaman rata-rata relatif terhadap redaman ruang bebas (A
pada daerah urban melalui daerah quasi-smooth terrain dengan  tinggi efektif antenna base station (h
200 m dan tinggi antenna mobile station (h re) 3 m. Kurva-kurva ini dibentuk dari pengukuran pada daerah
yang luas dengan menggunakan antenna omnidirectional baik pada BS maupun MS, dan digambarkan
sebagai fungsi frekuensi (range 100-1920 MHz) dan fungsi jarak dari BS (range 1-100 km). Untuk
menentukan redaman lintasan dengan model  Okumura, pertama kita harus menghitung dahulu redaman
ruang bebas (free space path loss), kemudian nilai A mu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam
factor koreksi untuk menentukan tipe daerah. Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut:

                        L (dB) = LF + Amu(f,d) – G(hte) – G(hre) - GAREA

Dimana L adalah nilai rata-rata redaman lintasan propagasi, L F adalah redaman lintasan ruang bebas,
Amu adalah rata-rata redaman relatif terhadap redaman ruang bebas, G(h te) adalah gain antena BS, G(h
adalah gain antena MS, dan GAREA adalah gain tipe daerah. Gain antena disini adalah karena berkaitan
dengan tinggi antena dan tidak ada hubungannya dengan pola antena. Kurva A mu(f,d) untuk range
frekuensi 100-3000 Mhz ditunjukkan oleh gambar 5.1, sedangkan nilai G AREA untuk berbagai tipe daerah
dan frekuensi diperlihatkan pada gambar 5.2. 
Gambar 5.1 Gambar 5.2
Lebih jauh, Okumura juga menemukan bahwa G(h te) mempunyai nilai yang bervariasi dengan perubahan
20 dB/decade dan G(hre) bervariasi dengan perubahan 10 dB/decade pada ketinggian antena kurang dari
3 m.

                        G(hre) = 20log(hre/200)            100 m > hre > 10 m

                        G(hre) = 20log(hre/3)                   10 m > hre > 3 m

                        G(hre) = 10 log(hre/3)                  hre  3 m 

         Beberapa koreksi juga dilakukan terhadap model Okumura. Beberapa parameter penting seperti
tinggi terrain undulation (Dh), tinggi daerah seperti bukit atau pegunungan yang mengisolasi daerah,
kemiringan rata-rata permukaan daerah, dan daerah transisi antara daratan dengan lautan juga harus
diperhitungkan. Jika parameter-parameter tersebut dihitung, maka factor koreksi yang didapat dapat
ditambahkan untuk perhitungan redaman propagasi. Semua faktor koreksi akibat parameter-parameter
tersebut juga sudah tersedia dalam bentuk kurva Okumura.

            Model Okumura ini, semuanya berdasarkan pada data pengukuran dan tidak menjelaskan secara
analitis hasil perhitungan yang diperoleh. Untuk kondisi tertentu, kita dapat melakukan ekstrapolasi
terhadap kurva Okumura untuk mengetahui nilai-nilai di luar rentang pengukuran yang dilakukan Okumura,
tetapi validitas dari ekstrapolasi yang kita lakukan sangat bergantung kepada keadaan dan kehalusan
kurva ekstrapolasi yang kita buat.

            Model Okumura merupakan model yang sederhana tetapi memberikan akurasi yang bagus untuk
melakukan prediksi redaman lintasan pada sistem komunikasi radio bergerak dan sellular untuk daerah
yang tidak teratur. Kelemahan utama dari model ini adalah respon yang lambat terhadap perubahan
permukaan tanah yang cepat. Karena itu model ini sangat cocok diterapkan pada daerah urban dan
suburban, tetapi kurang bagus jika untuk daerah rural (pedesaan). Secara umum standar deviasi hasil
prediksi model ini dibanding dengan nilai hasil pengukuran  adalah sekitar 10 dB sampai 14 dB.

Model Hatta dan COST-231

            Model Hatta merupakan bentuk persamaan empirik dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh
Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hatta. Model ini valid untuk
daerah range frekuensi antara 150-1500 MHz. Hatta membuat persamaan standard untuk menghitung
redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe daerah lain
(suburban, open area, dll), Hatta memberikan persamaan koreksinya. Persamaan prediksi Hatta untuk
daerah urban adalah:

    L(urban)(dB) = 69,55 + 26,16logfc – 13,82loghte – a(hre) + (44,9 – 6,55loghre) logd

Dimana fc adalah frekuensi kerja antara 150-1500 MHz, h te adalah tinggi effektif antena transmitter (BS)
sekitar 30-200 m , hre adalah tinggi efektif antena receiver (MS) sekitar 1-10 m, d adalah jarak antara Tx-
Rx (km), dan a(hre) adalah faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS sebagai fungsi dari luas daerah
yang dilayani.

Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) diberikan oleh persamaan:

a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre – (1,56logfc – 0,8) dB

sedangkan untuk kotta besar:

a(hre) = 8,29 (log1,54hre)2 – 1,1 db untuk fc < 300 MHz

a(hre) = 3,2 (log11,75hre)2 – 4,97 dB untuk fc > 300 MHz

            Untuk memperoleh redaman lintasan di daerah suburban dapat diturunkan dari persamaan
standar Hatta untuk daerah urban dengan menambahkan faktor koreksi, sehingga diperoleh persamaan
berikut:

L(suburban)(dB) = L(urban) – 2[log(f c/28)]2 – 5,4

dan untuk daerah rural terbuka, persamaannya adalah:

L(open rural)(dB) = L(urban) – 4,78 (logfc)2 – 18,33logfc – 40,98

            Walaupun model Hatta tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang disediakan model
Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis untuk digunakan dan memiliki akurasi yang
sangat baik. Hasil prediksi dengan model Hatta hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk
jarak d lebih dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem mobile dengan ukuran sel besar, tetapi kurang
cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.

               European Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-COST) membentuk
komite kerja COST-231 untuk membuat model Hatta yang disempurnakan atau diperluas. COST-231
mengajukan suatu persamaan untuk menyempurnakan model Hatta agar bisa dipakai pada frequensi 2
GHz. Model redaman lintasan yang diajukan oleh COST-231 ini  memiliki bentuk persamaan:

L(urban) = 46,3 + 33,9logfc – 13,82 loghte – a(hre) + (44,9-6,55loghte)logd +CM

Dimana a(hre) adalah faktor koreksi tinggi efektif antenna MS sesuai dengan hasil Hatta, dan

              0 dB untuk daerah kota sedang dan suburban


CM =                              
              3 dB untuk daerah pusat metropolitan

Model Hatta COST-231 hanya cocok untuk parameter-parameter berikut:


-         f : 1500 – 2000 MHz
-         hte : 30-200 m
-         hre : 1-10 m
-         d : 1-20 km

Model Lee

-    Didasarkan pada data hasil pengukuran di Amerika Serikat


      -    Frekuensi kerja : 900 MHz
      -    Model bisa digunakan untuk penerapan prediksi area to area atau point to point
      -    Sesuai untuk daerah urban, suburban, dan rural.

Persamaan prediksi Lee:

L = Lo + glogd + Fo

Dimana: Fo = F1.F2.F3.F4.F5
F1 = faktor koreksi ketinggian antena BS
F2 = faktor koreksi daya pancar BS
F3 = faktor koreksi gain antena BS
F4 = faktor koreksi ketinggian antena MS
F5 = faktor koreksi frekuensi kerja

Parameter acuan:
-    Frekuensi kerja : 900 MHz
-    Tinggi antena BS : 30,5 m
-    Tinggi antena MS : 3 m
-    Daya pancar : 10 W
-    Gain antena BS : 6 dB terhadap dipole ½ lambda

Lo(dB) g
Lingkungan
Free space 91,3 20,0
Open 91,3 43,5
Suburban 104,0 38,0
Urban    

-Tokyo 128,0 30,0

-Philadelphia 112,8 36,8

-Newark 106,3 43,1


 

Model Longley-Rice

            Model Longley-Rice ini cocok untuk diterapkan pada system komunikasi titik ke titik didalam
frekuensi dari 400 MHz sampai 100 GHz.. Redaman media transmisi dihitung dengan mengacu pada
bentuk geometri dari profil permukaan daerah layanan dan efek refraksi dari troposphere.  Teknik geometri
optik (utamanya model refleksi 2-ray) digunakan untuk memperkirakan kekuatan sinyal sampai batas
horizon gelombang radio.  Redaman karena difraksi dihitung dengan menggunakan model Fresnel-Kirchoff
knife-edge.  Sementara itu teori hamburan digunakan untuk membuat perhitungan troposcatter pada jarak
jauh, dan redaman difraksi medan jauh dihitung dengan menggunakan metode Van der Pol-Bremmer yang
dimodifikasi.

            Model Longley-Rice juga dapat digunakana dengan menggunakan program komputer untuk
menghitung redaman media transmisi dibandingkan terhadap redaman ruang bebas (free space loss)
pada daerah permukaan tidak teratur untuk selang frekuensi antara 20 MHz sampai 10 GHz. Parameter-
parameter sebagai masukan dari program komputer tersebut adalah frekuensi operasi, panjang lintasan,
polarisasi, tinggi antenna, refraksi permukaan, radius effektif bumi, konduktivitas tanah, konstanta
dielektrik bumi, dan cuaca. Program juga dapat dioperasikan pada parameter khusus seperti jarak horizon
antenna, sudut elevasi horizon, jarak angular antar horizon, ketidakteraturan permukann bumi, dan
parameter-parameter khusus lainnya.

            Model Longley-Rice bekerja pada dua mode. Jika informasi mengenai profile permukaan lintasan
tersedia secara mendetail maka parameter-parameter khusus lebih mudah untuk menentukan
menghitung redaman lintasan, mode ini disebut mode prediksi dari titik ke titik (point to point mode
sisi lain jika profile permukaan lintasan tidak tersedia maka metode Longley-Rice meyediakan teknik untuk
menghitung parameter-parameter khusus dari lintasan. Mode prediksi ini disebut dengan area mode

            Sampai saat ini model Longley-Rice sudah mengalami banyak modifikasi dan koreksi sejak
pertama kali model ini dipublikasikan. Salah satu modifikasi yang penting adalah yang berkaitan dengan
propagasi radio didaerah kota, dimana ini sangat berkaitan dengan komunikasi bergerak. Modifikasi ini
memperkenalkan istilah baru sebagai tambahan pada prediksi redaman di daerah urban yang
berhubungan dengan penerimaan sinyal di antenna penerima. Istilah baru ini adalah urban factor
yang didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil prediksi berdasarkan model Longley-Rice dengan
hasil prediksi menggunakan model Okumura.

            Salah satu kelemahan dari model Longley-Rice ini adalah tidak menyediakan cara untuk
penentuan koreksi terhadap factor lingkungan disekitar antenna penerima yang bergerak, atau
mempertimbangkan factor koreksi untuk menghitung efek dari gedung-gedung dan pohon disekitar
penerima. Dengan kata lain pada model Longley-Rice efek multipath tidak diperhitungkan.

Model Durkin
              Model Durkin merupakan salah satu model propagasi klasik yang hampir memiliki kesamaan
dalam penggunaannya dengan model Longley-Rice. Model yang pertama kali diterbitkan dalam paper oleh
Edwards dan Durkin ini menggunakan komputer sebagai simulasi untuk memprediksi kuat medan diatas
permukaan bumi yang tidak teratur.

            Sebagai masukan simulator untuk menghitung path loss, Durkin membaginya menjadi dua bagian.
Bagian pertama adalah akses terhadap database dari topografi dan informasi profile permukaan bumi
sepanjang arah radial dari transmitter ke receiver. Dengan asumsi bahwa antenna receiver menerima
semua energi yang berasal dari arah radial, maka tidak terjadi efek multipath. Dengan kata lain propagasi
yang dimodelkan disederhanakan ke dalam bentuk Line of Sight (LOS) dan difraksi dari rintangan
sepanjang arah radial, dan mengabaikan pantulan dari benda-benda disekitarnya dan efek scater local.
Sedangkan bagian kedua adalah algoritma simulasi untuk menghitung perkiraan redaman lintasan
sepanjang arah radial. Dengan cara melakukan perhitungan secara iterasi dari pengukuran pada daerah
yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu daerah layanan, maka dapat diperoleh kontur dari kuat
sinyalnya.
 

indoor propagation

  6. Indoor Propagation
 
   Seiring dengan munculnya Personal Communication System (PCS), terdapat hubungan yang cukup
penting dalam menentukan karakteristik perambatan radio  (radio propagation) dalam gedung. Kanal radio
indoor berbeda dari kanal radio bergerak (mobile) dalam dua aspek yaitu jarak yang dilingkupi lebih kecil dan
tingkat perubahan dari lingkungan lebih besar untuk sebuah rentang yang lebih kecil dari jarak hubungan T-R.
Hal ini telah diamati bahwa perambatan dalam gedung kuat dipengaruhi oleh hal-hal yang spesifik seperti
layout dari gedung, bahan konstruksi, dan tipe gedung.

    Perambatan radio indoor menggunakan mekanisme yang sama seperti halnya outdoor yaitu pemantulan
(reflection), difraksi, dan hamburan (scattering). Bagaimanapun juga, persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan
banyak macamnya. Sebagai contoh, level-level sinyal berubah  lebih besar dibandingkan jika pintu-pintu interior
terbuka atau tertutup dalam sebuah gedung. Untuk antena-antena  yang disusun akan mengakibatkan
perambatan dalam skala besar. Antena-antena yang disusun pada level meja dalam kantor yang terpisah akan
menerima sinyal-sinyal yang sangat berbeda daripada yang disusun di langit-langit. Jarak-jarak
perambatan/propagasi yang lebih kecil akan kesulitan untuk menentukan radiasi medan jauh untuk semua
lokasi penerima dan tipe-tipe dari antena.

    Medan dari perambatan radio indoor relatif baru dengan gelombang pertama dari riset terjadi pada awal
tahun 1980. Cox[Cox83b] pada laboratorium AT&T dan Alexander[Ale82] di British Telecom adalah yang
pertama kali secara hati-hati mempelajari redaman lintasan indoor di dalam dan sekitar beberapa rumah serta
gedung kantor. Secara umum, kanal indoor bisa diklasifikasikan sebagai Line Of Sight (LOS) atau obstructed
(OBS), dengan tingkat kekacauan yang berbeda. 

  Rugi-Rugi Partisi (lantai sama)

      Gedung-gedung memiliki perubahan partisi yang cukup besar dan penghalang yang membentuk struktur
internal dan eksternal. Untuk rumah-rumah secara tipikal menggunakan sebuah partisi bingkai kayu dengan
eternit untuk membentuk dinding internal dan terdapat kayu atau menggunakan  bahan yang bisa
direkonstruksi antar lantainya. Gedung-gedung kantor biasanya memiliki pintu luas yang dibentuk
menggunakan partisi kantor yang bebas dipindahkan - sehingga dapat direkonstruksi dengan mudah - dan
menggunakan bahan logam yang fixed antar lantainya. Partisi yang dibuat sebagai bagian dari struktur gedung
disebut partisi keras ( hard partition ) dan partisi yang bisa dipindahkan dan tidak merentang hingga atap
disebut partisi lunak ( soft partition ). Partisi - partisi memiliki karakteristik listrik dan fisik yang beragam yang
menyulitkan untuk menerapkan model general untuk instalasi indoor yang spesifik. Tetapi, para peneliti telah
membentuk basis-basis data yang ekstensif dari rugi-rugi untuk sejumlah partisi seperti terlihat dalam tabel 3.3.

note: table not available yet...liat aja di rappaport hal 126...^_^

               

 Rugi-rugi Partisi Antar Lantai

      Rugi-rugi antar lantai gedung ditentukan oleh dimensi eksternal dan bahan suatu gedung, begitu juga
tipe konstruksi yang digunakan untuk membuat lantai dan lingkungan luar sekitarnya. Meskipun jumlah dari
jendela dalan sebuah gedung dan keberadaan warna cat ( yang meredam energi radio) dapat mengakibatkan
rugi-rugi antar lantai.Tabel di bawah ini menunjukkan nilai-nilai untuk floor attenuation factors (FAF) atau faktor-
faktor redaman lantai dalam tiga buah gedung di San Fransisco. Terlihat untuk tiga gedung, redaman antara
satu lantai gedung lebih besar daripada redaman yang meningkat akibat tambahan lantai.

               

         Tabel di bawah ini menunjukkan hasil yang serupa yaitu setelah lima atau enam pemisah lantai,
redaman lintasan tambahan yang dicoba sangat kecil.

    note: table not available yet...liat aja di rappaport hal 129...^_^    

    

  Logaritma jarak Model Redaman Lintasan

     Redaman lintasan indoor telah ditunjukkan oleh para peneliti untuk mematuhi hukum daya jarak yang
ditunjukkan oleh persamaan :

  PL (dB) = PL (d0) + 10nlog (d /d0) + X                                                                   


dengan nilai n bergantung pada lingkungan sekitar dan tipe gedung, dan X s merepresentasikan sebuah variabel
acak dalam dB memiliki standar deviasi dari   s dB. Beberapa nilai tipikal dari beberapa gedung disediakan
dalam tabel berikut ini :

        

  

 Model Multi Breakpoint Ericsson

           Model sistem radio Ericsson didapat dengan pengukuran dalan multi lantai kantor gedung. Model
tersebut mempunyai empat breakpoint dan memperhatikan batas atas dan batas bawah dari dari redaman
lintasan. Model ini juga mengasumsikan bahwa ada redaman 30 dB pada d 0 = 1 m, yang ditunjukkan secara
akurat untuk f = 900 MHz dan kesatuan penguat antena. Dibandingkan mengasumsikan komponen long
normal, model Ericsson menyediakan sebuah batas tertentu pada rentang redaman lintasan untuk jarak
tertentu. Bernhardt menggunakan sebuah distribusi yang sama untuk membangkitkan nilai-nilai redaman
lintasan antara rentang maksimum dan minimum sebagai fungsi jarak untuk simulasi dalam gedung. Gambar di
bawah ini menunjukkan sebuah plot dari redaman lintasan dalam gedung pada model Ericsson sebagai fungsi
jarak.
                                     

                          

 Model Faktor Redaman

        Sebuah model perambatan dalam gedung yang mencakup juga efek dari tipe gedung sebagaimana
berbagai variasinya yang disebabkan oleh penghalang dideskripsikan oleh Seidel. Model ini menyediakan
fleksibilitas dan ditunjukkan untuk mengurangi deviasi standar antara redaman lintasan yang diukur dan
diprediksikan sekitar 4 dB, dibandingkan dengan 13 dB, jika hanya model logaritma jarak digunakan dalam dua
gedung yang berbeda. Model faktor redaman ditunjukkan dengan persamaan :

PL (d) [dB] = PL (d0) [dB] + 10nSF log (d/d0)+FAF[dB]  


                                                            
dimana nSF merepresentasikan nilai eksponen untuk pengukuran " lantai sama ". Sehingga jika estimasi untuk
pada lantai yang sama ( seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.4 atau tabel 3.6), kemudian redaman lintasan
pada lantai yang berbeda bisa diprediksikan dengan menambah nilai yang memungkinkan untuk FAF(seperti
pada tabel 3.5). Alternatifnya, sesuai persamaan di atas, FAF bisa digantikan dengan sebuah nilai eksponen
yang sudah diperhitungkan dengan efek-efek pemisahan multi lantai.

PL (d) [dB] = PL (d0) +10nMFlog(d/d0)                                                                           


dengan nMF menunjukkan nilai eksponen redaman lintasan berdasarkan pada pengukuran multi lantai. Tabel di
bawah ini menunjukkan nilai n untuk rentang yang lebar dari lokasi berbagai gedung. Tabel ini juga
merepresentasikan bagaimana standar deviasi menurun karena wilayah rata-rata menjadi lebih kecil dan
banyak situs-situs yang lebih spesifk.
    

 Plot-plot hamburan menggambarkan redaman aktual yang diukur dalam dua kantor gedung multi lantai
seperti yang ditunjukkan berikut ini :
   

Devasirvatham menemukan bahwa redaman lintasan dalam gedung memenuhi  ruang bebas ditambah
dengan sebuah faktor redaman yang meningkat secara eksponensial dengan jarak, seperti yang ditunjukkan
oleh tabel di bawah ini. Berdasarkan hasil kerja dalam gedung multi-lantai, akan menimbulkan persamaan baru
yang telah dimodifikasi menjadi :

 PL (d) [dB] = PL (d0) [dB] + 20 log (d/d0) +  d +  FAF[dB]                                         

dengan




        

 Penetrasi Sinyal dalam Gedung-gedung                                                     

     Kuat sinyal yang diterima didalam gedung oleh pemancar eksternal penting untuk sistem wireless yang
membagi frekuensi dengan gedung-gedung tetangga atau dengan sistem outdoor. Karena pengukuran
perambatan antar lantai sulit menentukan model yang pasti untuk penetrasi, maka hanya sedikit sekali
percobaan tentang hal itu yang telah dipublikasikan dan dari sejumlah publikasi tersebut kadang-kadang sulit
untuk dibandingkan. Bagaimanapun juga, beberapa generalisasi bisa dibuat dari literatur. Dalam pengukuran
yang telah dilaporkan, kuat sinyal yang diterima dalam gedung meningkat sebanding dengan ketinggian. Pada
gedung yang berlantai rendah, kekacauan urban menginduksi redaman lebih besar dan mereduksi level
penetrasi. Pada lantai-lantai yang lebih tinggi, dimana terdapat lintasan LOS, menyebabkan sebuah sinyal
insiden yang lebih kuat pada dinding eksterior gedung.

    Penetrasi RF telah ditemukan sebagai fungsi dari frekuensi sebanding dengan tinggi dalam sebuah
gedung. Pola antena dalam bidang elevasi juga memerankan peran penting dalam menentukan berapa banyak
sinyal penetrasi dari luar ke dalam gedung. Kebanyakan pengukuran telah memperhitungkan pemancar-
pemancar outdoor dengan ketinggian jauh lebih kecil daripada ketinggian maksimum yang diuji. Pengukuran di
Liverpool menunjukkan bahwa redaman penetrasi menurun dengan kenaikan frekuensi. Secara spesifik,
redaman penetrasi bernilai 16.4 dB, 11.6 dB, dan 7.6 dB yang diukur pada lantai dasar gedung untuk frekuensi
441 MHz, 896.5 MHz, dan 1400 MHz. Pengukuran oleh Turkmani menunjukkan redaman lintasan sebesar 14.2
dB, 13,4 dB, dan 12.8 dB untuk frekuensi 900 MHz, 1800 MHz, dan 2300 MHz. Pengukuran yang dilakukan di
jendela-jendela menunjukkan redaman penetrasi  6 dB  lebih kecil pada nilai rata-rata daripada pengukuran
yang dilakukan pada bagian gedung tanpa jendela.

    Walker mengukur sinyal radio ke dalam 14 gedung yang berbeda di Chicago dari 7 pemancar selular
eksternal. Hasil menunjukkan bahwa redaman penetrasi gedung menurun pada laju 1.9 dB tiap lantai dari level
lantai dasar hingga lantai ke-14 dan mulai meningkat setelah lantai ke-14. Peningkatan redaman penetrasi
pada lantai-lantai yang lebih tinggi dimunculkan untuk menutupi efek-efek dari gedung-gedung yang
berdekatan. Begitu juga untuk Turkmani telah melaporkan redaman penetrasi menurun pada laju 2 dB tiap
lantai dari level dasar hingga lantai ke-9 dan meningkat setelah lantai ke-9. Hasil yang sama juga dilaporkan
olejh Durante.

    Pengukuran telah menunjukkan bahwa persentase jendela jika dibandingkan dengan area permukaan
gedung, berdampak pada level redaman penetrasi RF, sebagaimana adanya warna-warna metalik  di jendela-
jendela. Warna-warna metalik bisa menyediakan dari 3 dB hingga 30 dB redaman RF pada kaca tunggal.
Sudut kedatangan dari pemancar diatas permukaan gedung juga berdampak pada redaman penetrasi
sebagaimana telah ditunjukkan oleh Horikishi. 

    Penelusuran Sinar dan Permodelan Situs Spesifik                   

     Kemampuan komputasional dan visualisasi Komputer telah meningkat dengan cepat pada akhir-akhir
tahun ini. Metoda baru untuk memprediksikan cakupan sinyal radio telah menggunakan model perambatan SIte
SPesifik (SISP) dan basis data Graphical Information System ( GIS ). Model-model SISP mendukung
penelusuran sinar sebagai alat permodelan yang dapat ditentukan untuk setiap lingkungan perambatan indoor
dan outdoor. Melalui basis data gedung-gedung, yang bisa diambil atau didigitalisasi menggunakan paket
software grafik standard, para desainer sistem software bisa memasukkan representasi gedung yang akurat
dan fitur-fitur suatu daerah.

      Untuk prediksi perambatan outdoor, teknik penelusuran sinar digunakan dalam hubungan dengan
pemotretran udara ( aerial photograph) sehingga representasi 3 dimensi (3-D) dari gedung yang bisa
diintegrasikan dengan software yang menjalankan pemantulan/refleksi, difraksi, dan model-model hamburan.
Teknik Photogrammatic digunakan untuk mengkonversi potret udara atau satelit dari kota-kota ke dalam basis-
basis data 3-D untuk model-model [Sch92], [Ros93], dan [Wag94]. Dalam lingkungan indoor, penggambaran
arsitektural menyediakan representasi situs spesifik untuk model-model perambatan [Val93], [Sei94], dan
[Kre94].

       Karena basis-basis data menjadi umum, sistem wireless akan dibangun menggunakan alat-alat bantu
desain dengan computer ( Computer Aided Design / CAD) yang menyediakan model-model prediksi yang bisa
ditentukan untuk redaman lintasan berskala besar dalam rentang yang lebar pada lingkungan kerja ( operating
environment).

You might also like