Professional Documents
Culture Documents
CISADANE
UNTUK MENGATASI KRISIS AIR JAKARTA
Oleh : Bapeda Propinsi Jawa Baratƒ)
A. Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan
merata”. Selanjutnya pasal ini dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang
No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa:
1. Sumber Daya Air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat serbaguna untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat di segala bidang baik sosial, ekonomi, budaya, politik
maupun bidang ketahanan nasional
2. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang
cenderung menurun, dan kebutuhan air yang cenderung meningkat sejalan
dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat, sumberdaya air harus dikelola, dipelihara,
dimanfaatkan, dilindungi dan dijaga kelestariannya dengan memberikan
peran kepada masyarakat dalam setiap tahapan pengelolaan sumberdaya
air.
3. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi
dan keterpaduan antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam
rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
ƒ)
Disampaikan pada Acara
Seminar Krisis Air Jakarta: Tinjauan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Ciliwung Cisadane,
29 Juni 2004 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas
krisis air Jakarta, di mana permasalahan pengelolaan sumber daya air di
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai pemasok air baku bagi Jakarta
sangat berkorelasi dengan permasalahan ekosistem di wilayah sekitarnya, yaitu
Kawasan Jabodetabek-Punjur.
Untuk itu, strategi yang seharusnya dipilih adalah yang berdasarkan pada
pendekatan perencanaan yang integratif sinergik. Sehubungan dengan itu,
Propinsi Jawa Barat telah mencoba menggunakan pendekatan tersebut dalam
Penyusunan RTRW Propinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan dalam Perda
Propinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Jawa Barat 2010, yang termasuk di dalamnya adalah penataan ruang
Kawasan Bodebek dan Bopunjur yang dikaitkan dengan kemampuan daya
dukung dan daya tampung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Kawasan
tersebut.
Dalam RTRW Propinsi Jawa Barat 2010, Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
yang mempunyai luas sekitar 4.496 km2 dengan potensi Sumber Daya Air
Permukaan sebesar 5,5 Milyar M3 per tahun, terdiri dari 4 Daerah Aliran
Sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Kali Buaran, dan DAS
Kali Bekasi, yang berdasarkan hasil kajian pada tahun 2001 mempunyai kondisi
sangat kritis, di mana rasio aliran mantap atau perbandingan antara kebutuhan
air dan ketersediaan air atau kondisi debit aliran sungai yang diharapkan selalu
ada sepanjang tahun dari ke empat DAS tersebut telah jauh melebihi 100%. Hal
tersebut tentunya sangat kontras dengan kenyataan bahwa Kawasan Bodebek-
Punjur merupakan dua Kawasan yang mempunyai potensi perkembangan
yang sangat pesat, baik dari aspek pertumbuhan penduduk (sepertiga
penduduk Jabar) maupun dari Laju Pertumbuhan Ekonominya (4,5% tahun
2001) yang selalu di atas rata-rata Jawa Barat.
Berdasarkan analisis citra landsat 1994 dan 2001, telah terjadi pergeseran
penggunaan lahan (perubahan tata guna tanah) dari hutan primer sebesar
41,12% di Kawasan Bodebek dan sebesar 6,76% di Kawasan Bopunjur, dari
hutan sekunder sebesar 68,94% di Kawasan Bodebek dan sebesar 1,2% di
Kawasan Bopunjur, serta dari penggunaan sawah sebesar 11,98% di Kawasan
Bodebek dan sebesar 4,42% di Kawasan Bopunjur.
Berdasarkan berbagai perkembangan dan kondisi tersebut, terdapat beberapa
permasalahan, baik dalam penataan ruang di Kawasan Bodebek-Punjur
tersebut, maupun dalam pengelolaan Sumber Daya Air di DAS-DAS dalam
Kawasan tersebut. Permasalahan penataan ruang yang dapat teridentifikasi
adalah sebagai berikut:
1. Masih belum tuntasnya penjabaran Keppres 114/1999 maupun Ra Keppres
RTR Jabodetabekpunjur sebagai suatu acuan penataan ruang yang
operasional,
2. Belum sinerginya penanganan atas terjadinya pergeseran penggunaan lahan
terutama di Kawasan Lindung hutan, serta belum memadainya acuan
penanganan kawasan yang ditetapkan fungsinya sebagai Kawasan Lindung
non hutan, misalnya acuan dalam pemanfaatan lahan perkebunan yang
telah habis HGU-nya,
3. Kawasan perkotaan yang terus meningkat dan telah melebihi yang
ditetapkan dalam rencana, sehingga berdasar data tahun 2001 telah terjadi
penyimpangan sebesar 79,5%).
Sesuai dengan Perda No. 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat 2010,
maka kebijakan penataan ruang Jawa Barat untuk Kawasan Bodebek dan
Bopunjur adalah menetapkan Kawasan Bodebek dan Bopunjur sebagai 2 dari 8
Kawasan Andalan (Kawan) di Jawa Barat. Kawan Bodebek mempunyai
kegiatan utama industri, pariwisata, jasa, dan pengembangan SDM, sedangkan
Kawan Bopunjur diarahkan dengan kegiatan utama agribisnis dan pariwisata.
Sedangkan, dalam rangka meraih posisi sebagai mitra sejajar Jakarta, maka
Kawasan Bodebek juga ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) agar
terjadi keseimbangan perkembangan seiring dengan beban yang ditimbulkan
oleh Metropolitan Jakarta terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana
perkotaan di PKN Bodebek.
Hal tersebut sesuai dengan ’concern’ Jawa Barat dalam penataan ruang
Bodebek-Punjur, yaitu:
1. Pengendalian pertumbuhan penduduk,
2. Peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan baik di hulu
maupun di hilir dalam kesatuan Daerah Aliran Sungai (DAS),
3. Pengendalian pemanfaatan ruang yang cenderung menjadi daerah
perkotaan, sehingga cenderung membentuk suatu conurbation di koridor
Jakarta-Bandung,
4. Pengendalian alih fungsi lahan sawah irigasi teknis dan hutan termasuk
mangrove,
5. Peningkatan penyediaan pelayanan transportasi masal, serta pemenuhan
pelayanan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman.
B. Kebijakan Propinsi Jawa Barat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di SWS
Ciliwung Cisadane
Secara umum, sesuai Perda No. 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa
Barat 2010, telah ditetapkan kebijakan untuk meningkatkan fungsi dan
kualitas kawasan lindung di Jawa Barat, termasuk kawasan lindung di
Kawasan Bodebek dan Bopunjur. Kebijakan dijabarkan dalam beberapa
program, yaitu (1) Pengukuhan kawasan lindung agar tercapai target luasan
kawasan lindung hutan dan non hutan untuk seluruh Jawa Barat sebesar 45%;
(2) Rehabilitasi lahan konservasi termasuk rehabilitasi lahan-lahan kritis; (3)
Pengawasan, pengamanan, dan pengaturan pemanfaatan sumber daya; serta (4)
Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Lindung.
C. Langkah dan tindak lanjut Propinsi Jawa Barat dalam Pengelolaan Wilayah
Sungai Ciliwung Cisadane
Dalam rangka penanganan situ, pada tanggal 12 Mei 2004 telah terwujud
penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat bersama-sama
dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten Kota di Wilayah Jabodetabek
untuk melaksanakan Kerjasama dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian
Situ Terpadu Di Wilayah Jabodetabek. Sebagai tindak lanjut kesepakatan
tersebut, Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota di
Wilayah Bodebek telah melakukan berbagai upaya, antara lain:
a. Menyusun pembagian peran dalam pengelolaan situ antara
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat yang meliputi beberapa kegiatan, yaitu
survai/identifikasi, perencanaan, pembangunan, Operasinal dan
Pemeliharaan, rehabilitasi, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan
aparat, perijinan, pengamanan serta monitoring dan evaluasi.
b. Menginventarisir data situ di Wilayah Bodebek (Kabupaten/Kota Bogor,
Kabupaten/Kota Bekasi, dan Kota Depok)
c. Menginventarisir penanganan situ yang telah pernah dilakukan, yaitu berupa
kegiatan survai/identifikasi, perencanaan, pembangunan, rehabilitasi,
Operasional dan Pemeliharaan, serta kerjasama baik yang didanai melalui
APBN, APBD Propinsi maupun APBD Kabupaten/Kota.
d. Menyusun rencana penanganan situ di Wilayah Bodebek pada tahun 2005-
2010, jenis penanganan yang dibutuhkan serta usulan sumber dananya.