You are on page 1of 25

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MASALAH REFORMASI BIROKRASI


Oleh:
Lili Romli

Abstract
This reformation era, bureucracy in Indonesia are not many change, both in central government or local
government. Burecracy behavior at reformation era is resemble with New Orde era. Although central
government are many policy about burecracy reform, but burecracy behavior are not many change. Bureucracy in
Indonesia still is patrimonialism. For bureucracy reform, both sentral goverment or local goverment, necessary
bring into reality good governance.
Key words: burecracy, reform, good governance.

PENDAHULUAN sosial dengan peraturan, regulasi dan bila


perlu melalui paksaan.
Birokrasi di Indonesia, baik di tingkat
Pusat maupun di tingkat Daerah, Dengan demikian birokrasi di
sepanjang Orde Baru kerap mendapat Indonesia tidak berkembang menjadi lebih
sorotan dan kritik yang tajam karena efisien, tetapi justru sebaliknya inefisiensi,
perilakunya yang tidak sesuai dengan berbelit-belit dan banyak aturan formal
tugas yang diembannya sebagai pelayan yang tidak ditaati. Birokrasi di Indonesia
masyarakat. Sehingga apabila orang ditandai pula dengan tingginya
berbicara tentang birokrasi selalu pertumbuhan pegawai dan pemekaran
berkonotasi negatif. Birokrasi adalah struktur organisasi dan menjadikan
lamban, berbelit-belit, menghalangi birokrasi semakin besar dan membesar.
kemajuan, cenderung memperhatikan Birokrasi juga semakin mengendalikan dan
prosedur dibandingkan substansi, dan mengontrol masyarakat dalam bidang
tidak efisien. politik, ekonomi dan sosial.
Bahkan pandangan para pengamat Cap birokrasi Indonesia seperti itu
lebih jauh lagi tentang model birokrasi di ternyata bukan sampai di situ saja, tetapi
Indonesia. Karl D Jackson menilai bahwa melalui pendekatan budaya birokrasi
birokrasi di Indonesia adalah model Indonesia masuk dalam kategori birokrasi
bureaucratic polity di mana terjadi patrimonial. Ciri-ciri dari birokrasi
akumulasi kekuasaan pada negara dan patrimonial adalah (1) para pejabat
menyingkirkan peran masyarakat dari disaring atas dasar kriteria pribadi; (2)
ruang politik dan Pemerintahan. Richard jabatan dipandang sebagai sumber
Robinson dan King menyebut birokrasi di kekayaan dan keuntungan; (3) para
Indonesia sebagai bureaucratic capitalism. pejabat mengontrol baik fungsi politik
maupun fungsi administrasi; dan (4) setiap
Sementara Hans Dieter Evers melihat
tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi
bahwa proses birokrasi di Indonesia
dan politik.
berkembang model birokrasi ala Parkinson
dan ala Orwel. Birokrasi ala Parkinson adalah Munculnya birokrasi patrimonial di
pola dimana terjadi proses pertumbuhan Indonesia merupakan kelanjutan dan
jumlah personil dan pemekaran struktural warisan dari system nilai tradisional yang
dalam birokrasi secara tidak terkendali. tumbuh di masa kerajaan-kerajaan masa
Sedang birokrasi ala Orwel adalah pola lampau dan bercampur dengan birokrasi
birokratisasi sebagai proses perluasan gaya kolonial. Jadi, selain tumbuh birokrasi
kekuasaan Pemerintah dengan maksud modern tetapi warisan birokrasi tradisional
mengontrol kegiatan ekonomi, politik dan juga mewarnai dalam perkembangan
birokrasi di Indonesia. Sama seperti halnya

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

abdi dalem dan priyayi yang juga berlapis- pemberdayaan masing-masing elemen,
lapis, pegawai negeri pun terdiri dari yaitu masyarakat umum sebagai
berbagai pangkat, golongan dan eselon. stakeholders, Pemerintah sebagai
Semboyan pegawai negeri adalah abdi eksekutif dan lembaga perwakilan sebagai
negara mengandung makna berorientasi shareholder.
ke atas, sehingga mirip dengan birokrasi Sedangkan reformasi manajemen
kerajaan, ambtenaar. Birokrasi lebih sektor publik, terkait dengan perlunya
menekankan pada mengabdi ke atas dari digunakan model manajemen
pada ke bawah sebagai pelayanan kepada Pemerintahan yang baru yang sesuai
masyarakat. dengan tuntutan perkembangan jaman,
Kini, apakah model atau cap karena perubahan tidaklah sekedar
birokrasi seperti diungkapkan di atas masih perubahan paradigma namun juga
tetap melekat dalam birokrasi di perubahan manajemen. Di antara model
Indonesia? Seharusnya secara teoritis manajemen yang popular adalah yang
sudah berubah yang tidak lagi seperti itu, dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler
tetapi harus menuju pada birokrasi ala dengan konsep Reinventing Government.
Weber di mana birokrasi benar-benar Perspektif baru Pemerintahan yang di-
menekankan pada aspek efisiensi,
kemukakan oleh kedua pakar itu, yaitu:
efektivitas, profesionalisme, merit system,
Pemerintahan Katalis, Pemerintah milik
dan pelayan masyarakat. Mengapa? Hal ini
masyarakat, Pemerintah yang kompetitif,
karena zaman telah berubah dengan
Pemerintah yang digerakkan oleh misi,
adanya era reformasi dan otonomi daerah,
Pemerintah yang berorientasi pada hasil,
maka seharusnya birokrasi mengalami
Pemerintah berorientasi pada pelanggan,
perubahan paradigma di mana birokrasi
Pemerintahan wirausaha, Pemerintah
harus memposisikan diri sebagai abdi
antisipatif, Pemerintah desentralisasi,
masyarakat, efisien, efektif, dan
profesionalisme. Pemerintah berorientasi pada pasar.

PENUTUP
Dewasa ini good governance DAFTAR PUSTAKA
merupakan issue yang paling mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik. Afadlal (Ed.), Dinamika Birokrasi Lokal Era
Masyarakat menuntut kepada Pemerintah Otonomi Daerah, Jakarta: P2P LIPI,
untuk mewujudkan dan melaksanakan 2003.
good governance. Pola-pola lama
penyelenggaraan Pemerintahan (bad Hans-Dieter Evers dan Tilman Schiel,
governance) harus ditinggalkan diganti Kelompok-Kelompok Strategis: Studi
dengan pola-pola baru penyelenggaraan Perbandingan tentang Negara,
Pemerintahan yang berdasarkan pada Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di
prinsip-prinsip good governance. Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1990, hal, 228.
Untuk mewujudkan good governance
diperlukan reformasi kelembagaan (ins- Lili Romli, “Otonomi Daerah dan Birokrasi
titusional reform) dan reformasi Lokal: Kasus Kabupaten
manajemen publik (public management Pandeglang” dalam
reform). Reformasi kelembagaan Syamsuddin Haris, “Sentralisasri Baru
menyangkut pembenahan seluruh alat-alat Dalam Birokrasi Lokal: Kasus
Pemerintahan, baik struktur maupun Kabupaten Bima”, dalam, Afadlal
infrastrukturnya. Kunci reformasi (Ed.), Dinamika Birokrasi Lokal Era
kelembagaan tersebut adalah

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Otonomi Daerah, Jakarta: P2P LIPI, page=menpan-ruu-administrasi-


2003, hal. 64. Pemerintahan-prasyarat-reformasi-
Fauziah Rasad, “Reformasi Birokrasi birokrasi&hl=en_EN
Dalam Perspektif Pemberantasan Prof. Dr. Mustopa dijaya, Guru Besar
Korupsi”, dikutip dari Kebijakan Publik, Mantan Ketua LAN
http://www.transparansi.or.id/?pilih=li periode 1998-2003, berjudul „Reformasi
hatpopulerkolom&id=18. Birokrasi Sebagai Syarat Pem-berantasan
KKN‟, yang disampaikan dalam Seminar
Menpan: RUU Adiministerasi dan Lokakarya Pembangunan Hukum oleh
Pemerintahan Pryasyarat Reformasi Badan
Birokrasi”, dikutip dari
http://www.gtzsfgg.or.id/index.php?

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MEMAHAMI ETIKA BIROKRASI PUBLIK:


SEBUAH DIAGNOSIS INSTITUSIONAL
Oleh:
Gabriel Lele

Abstract
This article investigates the problem of public service ethics from an institutional optic. This is an alternative way of
looking at ethics other than a cultural approach. While acknowleding that ethics roots in culture, this article argues
that ethics is institutionally embedded and can therefore be institutionally engineered. Since public service ethics is
an integral part of a social contract between a government and its citizens, this article recommends the
implementation of a contract-like mechanism to improve ethics in public service delivery. Citizen‟s charter is
among the alternatives for such purpose as citizens can control their government and hold it accoutable in process
of service delivery.

Key words: ethics, public service, control, citizen‟s charter

PENDAHULUAN ditegakkan? Apa saja faktor penyebabnya?


Bagaimana membenahinya?
Salah satu dimensi administrasi Tulisan ini akan mencoba pertanyaan di
publik yang belakangan ini menyedot atas. Fokusnya diletakkan pada diagnosis
perhatian banyak pihak adalah etika (Gow institusional dalam menjelaskan persoalan
2005; Lewis 2003). Sentralitas isu tersebut defisit etika di lingkungan birokrasi publik.
berkaitan dengan dua kondisi yang saling Berdasarkan diagnosis institutional, tulisan
bertolak belakang. Di satu sisi, etika ini akan merekomendasikan pendekatan
birokrasi merupakan bagian integral dari institutional dalam upaya menciptakan dan
sebuah kontrak sosial antara pemerintah menegakkan etika di lingkungan birokrasi
dengan masyarakat pengguna layanan. publik.
Kontrak sosial tersebut sekaligus menjadi
elemen pokok yang menyangga bangunan Penutup
besar bernama negara. Di sisi lain, tidak
sulit menemukan sejumlah persoalan yang Tulisan ini sudah mendiskusikan akar
menunjukkan bagaimana kontrak sosial persoalan defisit etika serta alternatif untuk
yang begitu penting itu telah diabaikan, membenahinya. Tanpa menafikan
atau bahkan dilanggar, dalam praktek pentingnya pendekatan kultural, tulisan ini
penyelenggaraan pelayanan publik. Pada berargumen bahwa pendekatan struktural
titik yang paling ekstrim, terjadi pembalikan menawarkan diagnosis yang cermat serta
logika yang merusak filosofi dasar kontrak resep yang lebih ampuh dalam upaya
sosial yang ditandai oleh kekaburan memahami defisit etika birokrasi serta
definisi atas siapa yang seharusnya strategi penanganannya. Pendekatan
menjadi pelayan dan siapa yang struktural dipilih karena sesuai dengan
semestinya dilayani. Dalam prakteknya, karakter etika birokrasi yang berada pada
pemerintah sebagai pihak yang harus ruang publik dan, oleh karenanya, bersifat
memberikan pelayanan justru lebih sistemik. Melalui kaca mata struktural,
memposisikan dirinya sebagai pihak yang tulisan ini sudah berargumen bahwa
harus dilayani. persoalan defisit etika birokrasi berkaitan
dengan lemahnya pengaturan dan
Ketegangan antara tuntutan normatif implementasi nilai-nilai etika dalam
serta realitas empiris tersebut penyelenggaraan pelayanan publik. Akar
menimbulkan beberapa pertanyaan klasik dari berbagai kelemahan tersebut
yang telah menjadi pemicu diskusi sejak dijelaskan secara khusus dalam tulisan ini
lama. Mengapa etika birokrasi sangat sulit dengan menggunakan teori principal-agent.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Berangkat dari disgnosis tersebut, Falconer, Peter K. dan Ross, Kathleen.


tulisan ini juga sudah mendiskusikan 1999. Citizen‟s Charters and Public
beberapa pilihan kebijakan yang berpusat Service Provision: Lessons from the
pada isu rekayasa kelembagaan guna UK Experience. International Review
menciptakan “enabling environment” bagi of Administrative Sciences. Vol. 65,
aparat birokrasi untuk lebih memperhatikan No. 3, hal. 339-351.
nilai-nilai etika. Rekayasa kelembagaan Falconer, P.K., Ross, K. dan Conner,
dimaksud berusaha menciptakan aturan M.H. 1997. The Citizen‟s Charter:
main yang “memaksa” secara hukum Empowering Users or Providers?,
aparat birokrasi untuk lebih memperhatikan Review of Policy Issues. Vol. 3, No. 3,
etika sambil pada saat yang bersamaan hal. 79–95.
mengatur hak dan kewajiban masyarakat
sebagai pengguna layanan. Rekayasa Gow, J.I. 2005. A Practical Basis for Public
yang demikian sejalan dengan prinsip Service Ethics. Paper pada the
kontrak (sosial) yang juga menjadi Annual Conference of the Canadian
fundamen penopang bangunan negara. Political Science Association Western
Citizen‟s charter dapat menjadi alternatif University, London Ontario, June
kebijakan sebagaimana sudah diterapkan 2005
di beberapa daerah. Gaungnya akan lebih Larbi, George, 2001. Assessing
kuat jika ada unit-unit pelayanan pusat Infrastructure for Managing Ethics in
yang mampu melakukan hal yang sama, the Public Service in Ethiopia:
terutama unit-unit departemen pelayanan Challenges and Lessons for
teknis yang selama ini menjadi sasaran Reformers. International Review of
kritik masyarakat seperti kantor pajak, bea Administrative Sciences, Vol. 67, No.
cukai dan imigrasi. Hanya jika ada kontrak 2, hal. 251-262.
yang jelas yang mengatur hak dan Levine, Charles, H. Peters, Guy, P. dan
kewajiban penyedia dan pengguna layanan, Thompson, Frank J. 1990. Public
persoalan defisit etika dapat diatasi dan Administration: Challenges, Choice
kualitas pelayanan publik secara umum and Consequences, Illinois: Scott
bisa ditingkatkan. Foresman/Little.
Lewis, Carol, W. 2003. Mini Symposium
on Public Service Ethics: Introduction.
International Journal of Organization
DAFTAR PUSTAKA Theory and Behavior. Vol. 6, No. 3,
hal.402-404.
Argyriades, Demetrios. 2006. Good
Major, John. 1996. The Citizen‟s Charter -
Governance, Professionalism, Ethics
Five Years On, Cmnd 3370. London:
and Responsibility. International
HMSO.
Review of Administrative Sciences.
Vol. 72, No. 2, hal. 155-170. Osborne, David. dan Plastrik, Peter.
1997. Banishing Bureaucracy: The
Dwiyanto, Agus, dkk. 2002, Reformasi
Five Strategies For Reinventing
Birokrasi Publik di Indonesia,
Government. New York: Addison-
Yogyakarta: Pusat Studi
Wesley.
Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Quill, Lawrence. 2008. Ethical Conduct
Carr, Frank. 1999. The Public Service
and Public Service: Loyalty
Ethos: Decline and Renewal? Public
Intelligently Bestowed. The American
Policy and Administration. Vol. 14,
Review of Public Administration. Vol.
No. 1, hal. 1-16.
20, No. 10, hal. 1-10.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Van Wart, Montgomery. 1998. Changing


Ratminto dan Winarsih, A.S. 2005. Public Sector Values. New York:
Manajemen Pelayanan, Garland Publishing.
Pengembangan Model Konseptual, Ward, Robert C. 2007. The Outsourcing of
Penerapan Citizen‟s Charter dan Public Library Management: An
Standar Pelayanan Minimal. Analysis of the Application of New
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Public Management Theories From
Shafritz, Jay M. 1998. International the Principal-Agent Perspective,
Encyclopedia of Public Policy and Adminis-tration and Society, 38(6),
Administration. Oxford: Westview 627-648.
Press Wilson, J. (ed.). 1995. Managing Public
Shafritz, Jay M. dan Russell, E.W. 1997. Services: Dealing with Dogma.
Introducing Public Administration. London: Tudor.
New York: Longman. World Bank. 2007. Governance Matters
2007: Worldwide Governance Indicators.
Tan, P.G. 2006. Indonesia Seven Years Washington, DC: the World Bank.
After Suharto: Party System Tersedia di
Institutionalization in A New http://web.worldbank.org/WBSITE/
Democracy. Contemporary EXTERNAL/NEWS/0,,contentMDK:214025
Southeast Asia. Vol. 28, No. 1, hal. 61%7Ep agePK:
88-114. 64257043%7EpiPK:437376%7EtheSitePK:
4607,00.html (diakses 11 November
2007).

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

MEMPERSOALKAN ETIKA DAN MORAL PEGAWAI NEGERI SIPIL


PASCA ORDE BARU
Oleh:
John Fresly Hutahayan & Janry Haposan U.P. Simanungkalit

Abstract
This paper pointed out that ethic and moral is a key factor to speed up bureaucratic reform in Indonesia. As a
matter of fact, public service in Indonesia is hamper by systemic problems involving all actors in the system from
high level officer to the low rank officer. Although regulation regarding ethic and moral of the government official
sufficient enough to promote certain high standard code of conduct, the bureaucratic behavior is far from ideal.
Indeed, bureaucratic behavior is a mixed of individual characteristic and bureaucratic characteristic. It is
impossible to change bureaucratic behaviour without give attention to these two aspects. To solve this problem,
leadership in Civil Servant Institution is crucial as a breakthrough to cut the vicious circle of buraucracy.

Keywords: Bureaucratic Behaviour, Government Official, Ethic and Moral.

PENDAHULUAN dalam benak penulis muncul segudang


pertanyaan, bagaimana dengan Pelayanan
Suatu hari, Jumat pagi sekitar pukul Publik (Public Services) pada Instansi
08 waktu setempat, penulis memasuki Pemerintah di Indonesia ? Apakah
Kantor Walikota (Shakyuso) Niigata. Ketika reformasi yang mulai marak digulirkan
masuk pintu, personil wanita yang sejak Tahun 1998 lalu telah berhasil
mengenakan pakaian putih dengan blazer mengubah birokrasi yang terkenal dengan
biru tersenyum ramah dan mempersilahkan slogan “kalau bisa dibikin sulit kenapa
untuk mengambil nomor antrian yang dibikin mudah” ? Sejauh manakah birokrasi
tersedia. Karena terlihat bingung, dia di Indonesia dapat memberikan
menanyakan hendak mengurus apa dan kenyamanan pada masyarakat ? Apakah
segera dia mengambilkan nomor antrian faktor budaya mempunyai pengaruh
sesuai dengan yang diperlukan. Setelah terhadap kualitas pelayanan ? Apakah
menunggu antrian sebanyak tiga orang makna birokrasi di Indonesia berbeda
sekitar 5 menit, dengan ramah dan sedikit dengan birokrasi di negara lain ? Apa
menundukkan kepalanya, petugas di loket sebenarnya fungsi birokrasi ? Apakah
menanyakan apa yang akan penulis urus. faktor perilaku birokrasi mempunyai kaitan
Setelah menjelaskan dokumen apa yang erat dengan pola kepemimpinan ? Apakah
disiapkan, dia memeriksa dokumen yang birokrasi pemerintah yang stagnan
penulis berikan. Dengan cepat dia menjadi faktor utama terpuruknya
memberi catatan pada formulir aplikasi dan Indonesia saat ini ? Apakah birokrasi saat
dalam waktu singkat dia memberikan tanda ini tidak ada bedanya dengan Era
terima. Selanjutnya dia mempersilahkan Pemerintahan Soeharto ? Pertanyaan-
untuk membayar biaya yang sudah pertanyaan tersebut melintas dipikiran
ditentukan sebagaimana yang tertera pada penulis ketika membayangkan kualitas
papan informasi. Hanya dalam waktu layanan publik di Indonesia.
kurang dari 30 menit, urusan
memperpanjang ijin tinggal di Jepang Hampir 10 tahun setelah Rezim Orde
diselesaikan. Baru pada Era Pemerintahan Soeharto
ditumbangkan tidak banyak yang berubah
Ilustrasi di atas merupakan dalam birokrasi di Indonesia. Reformasi
pengalaman pribadi penulis ketika birokrasi yang didengung-dengungkan
berurusan dengan birokrasi di Negara tampaknya tidak menyentuh akar dari
Jepang beberapa tahun silam. Lalu di permasalahan birokrasi. Sebagian orang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

mempunyai pandangan bahwa yang paling abdi negara, dan abdi masyarakat. PNS
penting saat ini adalah demokrasi sudah harus yakin bahwa posisinya adalah
berjalan dimana rakyat bisa langsung sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
memilih pemimpinnya dan wakilnya di bukan abdi dari partai politik. PNS sebagai
parlemen. Tidak banyak yang menaruh pelayan masyarakat tidak mungkin bersifat
perhatian pada masalah birokrasi netral apabila tunduk kepada partai politik.
pemerintahan. Atau memang tidak banyak Etika dan moral PNS merupakan
yang memahami bahwa agenda reformasi pondasi bagi PNS yang berkualitas. Tidak
yang belum tuntas adalah reformasi mungkin dihasilkan suatu perilaku birokrasi
birokrasi. yang ideal sesuai dengan tujuan dari
Dari perspektif sumber daya manusia pembentukan PNS tanpa memperhatikan
dapat dikatakan bahwa birokrasi yang ada masalah etika dan moral PNS. Untuk itu,
sekarang ini adalah warisan dari Rezim pembenahan etika dan moral perlu
Orde Baru yang dibentuk pada awal Tahun mendapatkan prioritas utama dalam
1970-an. Sebagian besar Pegawai Negeri reformasi birokrasi. Dibutuhkan suatu
Sipil (PNS) yang menduduki Jabatan kepemimpinan yang kuat dan reformasi
Eselon I, II, dan III pada Departemen dan kelembagaan agar agenda mentalitas PNS
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang ideal sebagai abdi negara dan abdi
(LPND) merupakan rekruitmen pada Tahun masyarakat dapat terwujud. Semoga !!!
1970-an sampai Tahun 1980-an. Artinya,
mentalitas yang ada pada sebagian besar
PNS di level atas dan menengah tersebut DAFTAR PUSTAKA
masih dipengaruhi alam pikir dan sistem
yang diwarisi oleh Rezim Orde Baru. Hal
Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika
inilah yang luput dari pengamatan dalam
Dasar: Masalah-masalah Pokok
reformasi yang sedang berlangsung saat
Filsafat Moral. Kanisius, Jakarta.
ini. Reformasi yang telah mampu
mengubah sistem pemerintahan yang __________________. 1987. Etika
otoriter menjadi pemerintahan yang Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar
demokratis melalui Pemilihan Langsung Kenegaraan Modern. Gramedia
Kepala Negara dan Kepala Daerah belum Pustaka Utama, Jakarta.
mampu mengubah wajah birokrasi. __________________. 2000. Kuasa dan
KESIMPULAN Moral. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Perilaku birokrasi yang saat ini
ditampilkan oleh aparatur pemerintah Setiadja, Gunawan. 1990. Dialektika
hanya dapat diubah dengan melakukan Hukum dan Moral dalam
pembenahan terhadap perilaku PNS, Pembangunan Masyarakat Indonesia.
dalam hal ini menyangkut etika dan Kanisius, Jakarta.
moralnya serta perbaikan lingkungan Thoha, Mifthah. 1987. Perspektif
birokrasi Indonesia. PNS harus dapat Perilaku Birokrasi. Rajawali Pers,
melihat situasi saat ini sebagai masa Jakarta.
transisi, bukan keadaan yang permanen. Soekanto, Soerjono. 1990. Ringkasan
Dengan tetap menjaga semangat korps Metodologi Penelitian Hukum Empiris.
PNS, maka PNS diharapkan akan mampu IND-HIL-CO, Jakarta.
melakukan terobosan dalam pelayanan
masyarakat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Selain itu, PNS harus mengambil sebagaimana telah diubah dengan
jarak dari politik dan fokus kepada Undang-Undang Nomor 43 Tahun
tugasnya sebagai unsur aparatur negara, 1999.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai


1959 tentang Sumpah Jabatan Politik.
Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun
Angkatan Perang. 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Surat Edaran Kepala Badan
Negeri Sipil. Kepegawaian Negara Nomor
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 14/SE/1975 tentang Petunjuk
2000 tentang Pendidikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Negeri Sipil.
Sipil. Petunjuk Pengambilan Sumpah/Janji
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun Pegawai Negeri Sipil.Petunjuk
2004 tentang Larangan Pegawai Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai
Negeri Sipil.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

DEMOKRATISASI DAN PROBLEM NETRALITAS BIROKRASI


DI INDONESIA
Oleh:
Gde Wisura

Abstract
This article will explain the problematic situations of bureaucratic reform in Indonesia. The fall of new orde rezim
showed how well the process of democratic spread to all parts of Indonesia. Civil society tried to create and
reconstruct the political system based on principles of demokratic rule, including how to make bureaucratic
independenly. In fact, many case in reform era found there is political cooptation in the bureaucratic system.

Keywords : Political cooptation, democratization, civil servants

PENDAHULUAN rangka regulasi tersebut, tampak


keberhasilan negara dalam mengurangi
MASA SURAM POLITIK INDONESIA
jumlah partai politik yang ada, dari sepuluh
Seperti kita ketahui, rezim Orde Baru partai menjadi hanya tiga partai politik
merupakan rezim yang sangat pada tahun 1973, yaitu Partai Persatuan
menonjolkan kekuasaan negara yang Pembangunan (PPP), Golongan Karya
sentralistik. Negara tampil sebagai satu- (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia
satunya kekuatan yang tidak dapat (PDI). Dari ketiga partai politik, Golkar
ditandingi oleh kelompok masyarakat direkayasa sedemikian rupa oleh
manapun juga. Negara menikmati pemerintah untuk dijadikan sebagai basis
otonominya berhadapan dengan kekuatan untuk memantapkan posisinya
masyarakat yang pada gilirannya sering dan mendapatkan legitimasi kekuasaan
memaksakan kepentingannya. Jaringan dalam pemilu. Melalui peranan Golkar,
negara terutama lembaga-lembaga strategi inklusioner dari perangkat
eksekutif, telah ber-kembang menjadi alat- korporatis negara diberlakukan. Strategi ini
alat efektif dalam mengelola dan dijalankan berbarengan upaya kooptasi
menangani mobilisasi untuk mendukung organisasi-organisasi sosial beserta para
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara pemimpinnya ke dalam mesin politik
(Hikam, 1997: 135-134). Lebih dari itu (Hikam, 1997: 137).
negara juga berhasil mengontrol Akibat kontrol pemerintah yang ketat
masyarakat dengan berbagai kebijakan terhadap organisasi sosial politik dengan
dan perundang-undangan serta proses hanya mengakui tiga organisasi politik saja,
pembentukan tatanan politik, yang secara telah mengakibatkan “mandegnya” aspirasi
keseluruhan amat berdampak negatif politik rakyat. Tidak ada kebebasan untuk
terhadap nilai-nilai demokrasi. mendirikan organisasi politik yang mampu
Pertama, seluruh organisasi sosial dan menampung aspirasi, tuntutan, dan
politik secara ketat dikontrol melalui kepentingan politik dari berbagai
sejumlah regulasi, sehingga membuat masyarakat Indonesia yang notabene
mereka tidak menjadi ancaman bagi adalah masyarakat yang pluralistik. Kita
negara (Hikam, 1997: 136). Contoh yang dapat melihat bagaimana pemerintah Orde
amat menarik bagaimana regulasi itu Baru menyikapi berdirinya Partai Rakyat
dilakukan dengan cara yang amat otoriter, Demokrat (PRD), Partai Uni Demokrasi
misalnya terlihat dari kemampuan negara Indonesia (PUDI). Pemerintah melalui
dalam menolak tuntutan-tuntutan aparat keamanan menekan,
masyarakat, dan sebaliknya dapat me- mengintimidasi, bahkan lebih parah lagi
maksakan kepentingannya. Sejauh yang memenjarakan ketuanya, yaitu Budiman
teramati dalam masa Orde Baru, dalam Soejatmiko dan Sri Bintang Pamungkas,

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

dengan alasan keberadaan partai itu dan merekayasa jaringan struktur politik yang
aktivitas politiknya telah membahayakan secara keseluruhan terpusat pada
negara. lingkaran kekuasaan yang dipegangnya.
Kedua, dalam rangka melakukan Lembaga militer di bawah kendalinya,
pengetatan kontrol politiknya terhadap dalam kedudukannya sebagai Panglima
masyarakat, Orde Baru memantapkan Tertinggi ABRI. Partai politik di bawah
peranan militer dengan fungsinya sebagai kendalinya, melalui tangan Menteri Dalam
penyangga utama kekuasaan negara Negeri sebagai “pembina politik”. Akibat
bekerjasama dengan teknokrat dan pemusatan kekuasaan di tangannya,
birokrat sipil. Berbagai posisi politik Soeharto dengan mudah memperalat
strategis dalam lembaga kepresidenan, negara beserta seluruh instrumen
kementrian, dan jabatan eselon tinggi politiknya yang ada untuk melakukan
tingkat daerah didominasi oleh militer, kontrol terhadap kehidupan demokrasi.
atau setidaknya dipengaruhhi oleh militer.
Tidak hanya itu, bahkan melalui lembaga PENUTUP
legislatif pun, yang seharusnya hanya diisi Birokrasi sebagai garda terdepan
oleh wakil partai yang terpilih melalui dalam penyelenggaraan tata pemerintahan
pemilu, militer melakukan penetrasi dituntut untuk profesional dan tidak
dengan sistem “penjatahan kursi” yang terkooptasi oleh kepentingan politik
mereka peroleh secara “gratis” tanpa harus sehingga ia dapat menunjukkan postur
mengikuti pemilu. Hal inilah yang ideal yang di harapkan publik. Liberalisasi
menyebabkan militer akhirnya menjadi politik sebagai akibat reformasi politik, di
kekuatan sentral yang amat berpengaruhh sisi lain memberikan godaan bagi birokrasi
dalam berbagai pengambilan keputusan untuk bermain dalam ranah politik atau
politik negara. menciptakan ruang bagi munculnya
Ketiga, dalam upayanya politisasi terhadap birokrasi. Beberapa
memobilisasi konflik-konflik politik dan kasus di atas membuktikan bahwa
ideologi, rezim Orde Baru juga birokrasi sulit sekali melepaskan dirinya
memperkuat posisinya dengan menjadikan dari ranah politik. Untuk itu diperlukan
ideologi Pancasila sebagai basis wacana implementasi aturan yang lebih tegas,
politik untuk mendapatkan konsensus sanksi yang berat bagi pelanggaran yang
melalui hegemoni ideologi. Dengan dilakukan birokrasi. Perubahan memang
persatuan dan unifikasi ideologi yang tidak berlangsung cepat, namun bila
kemudian dipertegas dengan ”pengasas- dilakukan sungguh-sungguh kelak kita
tunggal” Pancasila, kelompok-kelompok akan menemukan potret birokrasi yang
sosial dan politik yang ada diarahkan dan ideal di negara kita.
diikat untuk tidak lagi berkompetisi atas
dasar retorika politik, namun dengan dasar
program. Orde Baru melakukan depolitisasi DAFTAR PUSTAKA
dan distribusi eksponensial-ideologisasi
terhadap aktivitas politik yang mungkin Cohen, Jean L & A, Arato, Civil Society
dilakukan baik oleh partai maupun and Political Theory, MIT Press:
organisasi sosial yang menjadi sarana Massachusets, 1992.
artikulasi kepentingan masyarakat. Gellner, Ernest, Membangun Masyarakat
Keempat, penguatan rezim Orde Baru juga Sipil : Prasyarat Menuju Kebebasan,
ditandai dominasi lembaga kepresidenan Mizan: Bandung, 1992.
yang berada di tangan Soeharto. Hal ini Hikam, AS, Demokratisasi dan Civil
tampak dengan kemampuan Soeharto Society, LP3ES: Jakarta 1997.
mempertahankan kekuasaan selama 32
tahun, antara lain keberhasilannya

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Mas’oed, Mohtar, Politik, Birokrasi, dan Sunantara, I Gde Arya, Rekiblatisasi


Pembangunan, Pustaka Pelajar: Peran Strategis KORPRI sebagai
Yogyakarta, 1997. Garda Depan Birokrasi Indonesia,
Rozi, Syafuan, Zaman Bergerak, Birokrasi Jurnal Bisnis dan Birokrasi, Volume
Dirombak : Potret Birokrasi dan XIV/Nomor 1/ Januari/2006.
Politik di Indonesia, Pustaka Pelajar: Unhlin, Anders, Indonesia and the Third
Yogyakarta, 2006. Wawe of Democratization, Curzon Press:
Great Britain, 1997.
Sanit, Arbi, Reformasi Politik, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, 1998.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

PERILAKU DAN ETIKA PEGAWAI NEGERI:


FAKTA, IDEALISME, DAN TANTANGAN MASA DEPAN
Oleh:
Badrus Sholeh

Abstract
Indonesian State Officers – among them are Civil Servants- attempt to adapt from significant parts of the New
Order‟s government to independent groups professionally endorsed the bureaucracy for implementing government
policy. However, the ethics of state officers managed by The Indonesian Laws no. 43/ 1999 is challenged by the
rise of the spirit of democracy, regional autonomy, and human rights.

Keywords : Civil servants, ethies and moral, professional

PENDAHULUAN 2007, terjadi pertarungan antar kelompok


dua calon gubernur, yaitu pasangan Amin-
Pegawai Negeri telah menjadi bagian
Mansyur melawan Syahrul Agus. Pegawai
dari kerangka besar birokrasi pemerintah
Negeri Sipil, baik Pemerintah Daerah di Ibu
Orde Baru dan menopang kekuatan politik
Kota Provinsi, Makassar, maupun di
pemerintah baik dalam penerapan
kabupaten atau kota lain juga terbelah
kebijakan nasional maupun mengarahkan
secara nyata. Isu etnis sangat kental
pilihan politik praktis. Sebagai bagian dari
dimainkan oleh elit. Pegawai Negeri yang
arus besar politik Orde Baru, Pegawai
beretnis Bugis diarahkan untuk mendukung
Negeri sebagai komunitas terbesar
pasangan calon incumbent Amin Mansyur,
lembaga-lembaga pemerintah- menjadi
karena Amin Mansyur adalah tokoh Bugis,
gerbong besar partai pemerintah.
sebaliknya pegawai beretnis Makassar
Semangat ini dalam beberapa konteks
diarahkan untuk memilih pasangan
masih timbul pasca runtuhnya Orde Baru,
Syahrul-Agus. Syahrul Yasin Limpo, yang
dengan pembagian kekuasaan ke daerah
sebelumnya menjabat Wakil Gubernur
pegawai pemerintah masih lekat dengan
periode Amin Syam Mansur adalah tokoh
kooptasi politik.
Makassar. Fenomena ini adalah gejala
Sebaliknya, Orde Reformasi memberi umum, meskipun faktanya banyak
nuansa kebebasan bagi setiap penduduk Pegawai Negeri yang beretnis Bugis
Indonesia, dan bagi warga yang berstatus memilih pasangan Syahrul-Agus karena
Pegawai Negeri juga lebih berani keinginan kuat masyarakat untuk
melakukan gerakan-gerakan yang menurut melakukan perubahan. Ketika hasil Pilkada
aturan birokrasi bisa dianggap melanggar. tidak diakui pada tingkat provinsi, karena
Di berbagai daerah, sekelompok Pegawai keberatan kelompok Amin-Syam atas
Negeri Sipil dikerahkan untuk mendukung keputusan KPUD Sulawesi Selatan karena
calon tertentu dalam Pilkada, atau diasumsikan terjadi penggelembungan di
kelompok lain terlibat dalam demonstrasi beberapa Kabupaten1 sehingga dibawa ke
yang menentang kebijakan pemerintah. Ini Mahkamah Agung. Ketika MA memutuskan
adalah fenomena baru yang menjadi bahwa hasil Pilkada Sulsel tidak sah, maka
tantangan bagi birokrasi pemerintah untuk terjadi gelombang arus demonstrasi besar,
lebih kreatif dan bijaksana melakukan termasuk diantaranya adalah mayoritas
pembinaan atas pegawainya. Pegawai Negeri sipil di Pemda Kota
Kasus terbelahnya kepentingan Makassar yang „mogok kerja‟ sebagai
politik daerah yang melibatkan Pegawai aspirasi dukungan atas pasangan Syahrul-
Negeri adalah pada Pemilihan Kepala Agus. Aspirasi masyarakat atas arah politik
Daerah di Sulawesi Selatan. Pada Pilkada yang tidak terbendung dengan Undang-
Gubernur Sulawesi Selatan 5 November Undang menjadi tantangan baru

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

pengaturan netralitas Pegawai Negeri disuguhi banyak pilihan. Dilain pihak,


terhadap politik. Bagaimana etika yang menguatnya primordialisme sebagai efek
semestinya melandasi semangat kerja dari semangat desentralisasi dan reaksi
pagawai negeri untuk menopang atas derasnya tekanan globalisasi juga
pemerintah yang bersih dan professional telah mempengaruhi kinerja pegawai
tanpa melihat kepentingan etnis, politik dan pemerintah. Netralitas mereka teruji dan
kelompok. kebebasan hak mereka sebagai warga
Etika Pegawai Negeri telah lama negara untuk berorganisasi dan berpolitik
diarahkan menjadi standar nasional juga telah menciptakan „friksi‟ dalam
bagaimana perilaku aparat negara sangat wadah birokrasi pemerintah.
mempengaruhi kualitas kerja dan
pelayanan. Dalam Pokok-pokok Pikiran
RUU Etika Penyelenggaraan Negara
(2005), atau dengan kata lain mengatur DAFTAR PUSTAKA
perilaku aparat negara, meliputi prinsip,
kewajiban, hak, larangan, dan sanksi yang Arfani, Riza Noer. Kinerja Tata
berarti mencakup tiga konsep dasar yang Pemerintahan di Sumatra Barat:
saling mempengaruhi, yaitu etika, moral Mengembalikan Nagari ke
dan hukum yang mempengaruhi sikap dan Pangkuan?, Ikatan Ahli dan Sarjana
perilaku aparat negara. Indonesia (IASI), Hamburg, 2008.
(www.reformasibirokrasi.habibicenter.or.id) Detiknews.com,‟Demokrasi Semakin
Parah‟, 5 Februari 2007.
KESIMPULAN Komaruddin, Prof. „Etika Kehidupan
Pegawai Negeri mendapat tantangan Berbangsa (5)‟, http://reformasi-
serius pasca runtuhnya Orde Baru. Mereka birokrasi.habibiecenter.or.id/index.cf
dituntut oleh masyarakat untuk beradaptasi m?fuseaction=artikel.detail&id=
dalam situasi reformasi dan semangat 126&catid=4, diakses 5 Agustus
demokrasi. Etika birokrasi yang selama ini 2008.
terlihat rigid dan kaku, perlu dirombak Lanin, Dasman, „Kebijakan Desentralisasi
dengan melihat dan mendengarkan dan Pemuliaan Nilai Kultural-Etnis
aspirasi masyarakat bagaimana arah dan Dalam Birokrasi (Kasus Model
bentuk birokrasi publik. Pegawai Negeri Otonomisasi Nagari di Sumatra
dituntut untuk melayani masyarakat secara Barat)‟, Bisnis & Birokrasi, Jurnal
paripurna dan menopang keberlangsungan Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol.
pemerintah dalam menjalankan program XIV/ No. 1/ Januari, Jakarta:
dan secara maksimal menciptakan Departemen Ilmu Administrasi FISIP
kesejahteraan masyarakat. Arus Universitas Indonesia, 2006.
globalisasi dan (sebaliknya) semangat Mahfud MD, Moh. ‟Responsivitas Vonis
desentralisasi mewarnai arah birokrasi MA atas Pilkada Sulsel‟, Jawa Pos,
publik yang dituntut mampu menopang 24 Desember 2007.
pemerintah pusat dan daerah dalam
persaingan global. Terbukanya Negara- Modul: Pengembangan Kebijakan Etika
Negara di Asia Tenggara pada kurun tahun Pemerintahan Diklat Teknis
2015 dalam menerima berbagai arus Kepemerintahan yang Baik dan Etika
perorangan dan kelompok jasa memaksa Pemerintah, Jakarta: Departemen
lembaga publik Indonesia untuk berbenah Dalam Negeri dan Lembaga
segera menyiapkan kemampuan (skill) dan Administrasi Negara, Juni 2007.
sikap professional kalau tidak ingin Muller, Jerry Z. „Us and Them The
ditinggalkan oleh masyarakat yang Enduring Power of Ethnic

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Nationalism‟, Foreign Affairs, Vol. 87, Sholeh, Badrus et.al, Balai Mediasi Desa
No. 2, Maret/ April 2008. Perluasan Akses Hukum dan
Mustopadidjaja, AR, ‟Format Birokrasi Keadilan untuk Rakyat, Suhardi
NKRI bagi Percepatan Pemulihan Suryadi (editor), Jakarta: LP3ES,
dan Pembangunan Nasional,‟ 2007.
Indonesian Bureaucracy & Service Sitepu, Musliana Bangun, „Mengatasi
Watch (IBSW), Jakarta, 17 April 2002. Berbagai Tantangan Dalam Era
Pal, Leslie A., „Competing Paradigms in Globalisasi Melalui Peningkatan
Policy Discourse The Case of Perilaku Kewiraswastaan‟, Bisnis &
International Human Rights‟, Policy Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi
Sciences, An International Journal dan Organisasi, No. 01/ Vol. XIII/
Devoted to the Improvement of Policy Januari, Jakarta: Departemen Ilmu
Making, Vol. 28 No. 2, May, Kluwer Administrasi FISIP Universitas
Academic Publishers, 1995. Indonesia, 2005.
Rauf, Maswadi. „Pemerintah Daerah dan Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan
Konflik Horizontal‟, Jurnal Ilmu Politik, Peraturan Perundang-Undangan
No. 18, Agustus 2002. Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
Bandung: Fokusmedia, 2007.
Rowa, Hyronimus, „Dimensi Pelanggaran Undang-Undang Republik Indonesia No.
Hak Asasi Manusia di Lingkungan 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pegawai Negeri Sipil Tinjauan Dari Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Aspek Peraturan Kepegawaian‟ Tahun 2005-2025, Yogyakarta: Penerbit
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widyapraja, Pustaka Yustisia, 2007.
No. 3, Vol. 32, Jakarta: Institut
Pemerintahan Dalam Negeri, 2006.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

PENERAPAN ETIKA MORALITAS DAN BUDAYA MALU


DALAM MEWUJUDKAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
YANG PROFESIONAL
Oleh:
Tobirin

Abstract
Existence of PNS become keyword from taking place an state especially in service of public. Big role which is
accountability this civil servant make civil servant required by society and have to domicile strategic in life of have
state and go into society. But along with the role of strategic of civil servant confronted by various problem
embosoming, of low performance storey;level, and ethics of morality which not yet been woke up, low prosperity
storey;level, ill defined career ladder, and reward , construction and observation . Various this problems become
bureaucracy reform starting point to improve;repair performance of aparatur bureaucracies. One other primal are
how to apply ashamed culture in bureaucracy. Role of humanist a leader needed especially to give example to his
him. Beside that in improve;repairing performance of civil servant this is needed stages;steps, like repair of
system of rekruitmen, punisment and reward the fairness, clear and coherent law, slogan civil servant , correcting
political system.

Keyword : performance, cultural of shame, leader.

A. PENDAHULUAN negara terutama dalam pelayanan publik.


Peran besar yang diemban oleh PNS inilah
Kemajuan suatu bangsa salah yang menjadikan PNS dibutuhkan oleh
satunya ditentukan oleh kemampuan masyarakat dan memiliki kedudukan
aparatur birokrasi dalam menjalankan strategis dalam kehidupan bernegara dan
tugas dan fungsinya yaitu, sebagai pelayan ber-masyarakat. Selain itu PNS juga
publik kepada masyarakat secara menjadi simbol berlangsungnya sistem
profesional dan akuntabel. Apabila publik dan identitas dari kepemerintahan apakah
dapat terlayani dengan baik oleh aparatur berjalan dengan baik dan bersih ataukah
birokrasi, maka dengan sendirinya aparatur sebaliknya, itu semua tidak lepas dari
birokrasi mampu menempatkan posisi dan peran dan fungsi dari PNS.
kedudukannya yaitu sebagai civil servant
Dimensi strategis ini yang setidaknya
atau public service. Kondisi ini akan
menjadikan keberadaan PNS menjadi
berdampak pada kinerja dari aparatur
suatu pembicaraan yang tidak lepas dari
birokrasi yang sesuai dengan harapan dari
berbagai persoalan yang melingkupinya.
masyarakat, pada akhirnya akan timbul
Begitu banyak persoalan yang menjadi
trust kepada aparatur birokrasi tersebut.
kajian menarik apa dan bagaimana PNS
Hal inilah yang akan menjadikan negara
dari aspek kinerjanya, etika moralitas,
yang maju dalam hal pelayanan kepada
tingkat kesejahteraan, jenjang karier,
warganya dan melahirkan pada
reward and punismentnya, pembinaan dan
terwujudnya birokrasi yang bersih,
pengawasan, maupun dimensi-dimensi lain
akuntabel dan transparan.
yang menjadikan PNS menjadi wacana
Untuk itu keberadaan aparatur yang senantiasa menarik untuk di
birokrasi (PNS) menjadi penting apabila bicarakan di Indonesia. Berkaitan dengan
birokrasi mampu mendukung permasalahan yang melingkupinya,
terwujudnya ke-sejahteraan umum kedudukan PNS dimasyarakat juga
melalui fungsi dan perannya sebagai dianggap menjadi sumber permasalahan,
pelayan masyarakat. Tugas inilah yang terutama mengingat PNS memiliki status
menjadi tanggungjawab aparatur birokrasi, yang tinggi di kalangan masyarakat,
selain itu pula keberadaan PNS menjadi bahkan ada asumsi dimasyarakat yang
kata kunci dari keberlangsungan suatu

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

mengatakan bahwa PNS di Indonesia saat itu. PNS menjadi motor politik dari
adalah sebagai suatu “keajaiban dunia” partai yaitu GOLKAR yang berkuasa dalam
karena begitu menariknya dan sulitnya menjalankan roda pemerintahan. Hal ini
memasuki jenjang karier PNS ini. Berawal menjadikan kedudukan PNS sebagai abdi
dari inilah masalah-masalah ini kemudian negara sekaligus abdi kekuatan politik
bermunculan. Terutama masalah yang yang melayani partai berkuasa. PNS
berkaitan dengan tumbuh suburnya dengan lembaga KORPRI-nya bersinergi
praktek KKN dikalangan aparatur birokrasi menjadi satu kesatuan yang
(PNS). melanggengkan kekuasaan Orde Baru.
Dilihat dari sejarahnya keberadaan Fakta ini menjadikan PNS sebagai
abdi negara atau PNS inipun menjadi organisasi atau kelembagaan yang
warga negara kelas menengah yang diberi seringkali dimanfaat-kan untuk
keistimewaan pada jamannya di masa kepentingan politik. Akibatnya fungsi
jaman kependudukan penjajahan. aparatur birokrasi sebagai pelayan publik
Keistimewaan itu diberikan tidak hanya terabaikan dan terdistorsi menjadi abdi
kepada abdi negara tersebut melainkan partai yang berkuasa pada saat itu.
keluarganya. Terutama keistimewaan Kondisi yang tidak berbeda adalah
untuk sekolah, hak dan kedudukannya PNS dijaman reformasi seperti sekarang ini,
dengan warga lain. Pihak kolonial kondisi PNS sekarang ada sedikit
berkepentingan terhadap pendudukannya perubahan terutama dari aspek
dengan memelihara birokrasi yang telah peningkatan ke-sejahteraan. Cara pandang
dibentuknya dari kalangan kerajaan dan masyarakatpun masih tetap sama
kaum priyayi. Demikian juga memasuki menganggap PNS sebagai profesi yang
jaman kemerdekaan Orde Lama, Orde membanggakan, walapun sebenarnya cara
Baru dan di era reformasi ini. PNS seolah pandang demikian di masyarakat lambat
memiliki kedudukan yang lebih dengan laun memudar tidak seperti di jaman Orde
warga negara lain. Seolah PNS di Baru yang menjadikan PNS sebagai warga
Indonesia menjadi sumber inspirasi dan kelas pertama. Di jaman reformasi
impian yang dihargai dan di junjung tinggi kehidupan PNS banyak berubah, tuntutan
oleh masyarakat. untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan
Kondisi PNS pada masa kemasa kemampuannya. PNS sekarang juga
seolah menjadi sorotan publik, PNS di mendapat tanggungjawab yang berat
jaman Orde Lama merupakan bagian terutama dalam menjalankan tugas dan
terpenting dalam proses membentuk tanggung-jawabnya sebagai abdi negara.
karakter bangsa terutama dalam proses Pengawasan masyarakat yang semakin
penegakkan kemerdekaan, sistim yang menunjukkan kemajuannya menjadikan
belum tertata dengan baik, dalam PNS harus bekerja dengan berbasis
peyelenggaraan pemerintahan maupun kinerja. Selain itu juga harus bekerja
kehidupan negara menjadikan abdi negara secara transparan, akuntabel dan
harus bekerja keras bersama rakyat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
memperbaiki kehidupan negara. Dilihat Aspek kesejahteraan di masa
dari segi kesejahteraan PNS dijaman Orde reformasi ini PNS menjadi cukup lebih baik
Lama masih juga ada keterbatasan, tetapi seiring dengan peningkatan tunjangan
kedudukannya yang lebih di mata yang harus dibayarkan kepada PNS.
masyarakat menjadikan PNS masih Setiap tahun PNS mendapatkan kenaikan
menjadi sorotan penting. gaji sekitar 15-20 %. Selain itu adanya
Dijaman Orde Baru PNS menjadi berbagai program yang menuntut PNS
bagian penting dalam sistem pemerintahan bekerja lebih baik, implikasinya adalah
maupun sistem politik yang terbentuk pada tunjangan yang lebih besar pula. Seperti
kebijakan remunerasi dibeberapa lembaga

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

pemerintah merupakan peningkatan memiliki tupoksi yang jelas mencapai tujuh


tunjangan kepada pegawai yang dianggap ribuan sedangkan kekurangannya
memilki fungsi strategis dalam upaya mencapai hampir enam ribuan pegawai.
reformasi birokrasi. Selain itu khusus PNS Contoh kasus tersebut juga terjadi di
guru dan dosen adanya kebijakan daerah, PNS yang ada di daerah belum
sertifikasi dengan memberikan tunjangan ada data yang jelas, kebutuhannya berapa,
sebesar gaji pokok menjadikan PNS ini jumlahnya berapa dan rasionalisasi
semakin ada harapan untuk lebih baik dari kebutuhannya sebenarnya berapa. Hal ini
aspek kesejahteraan. berkaitan dengan sistem informasi yang
Terlepas dari berbagai hal tadi, belum terbangun di daerah sehingga sulit
kondisi PNS masih menjadi sorotan diketahui rasionalisasi PNS di daerah. Sisi
terutama dari aspek perilaku dan etika lain daerah juga masih dihadapkan pada
moralitas. PNS dianggap sebagai pekerja berbagai persoalan berkaitan dengan
yang bekerja hanya berangkat duduk kepegawaiannya, kedisiplinan, etika dan
kemudian pulang dan tinggal menunggu moralitas, kinerjanya, belum lagi
gaji, sebagian masyarakat masih permasalahan krusial lainnya seperti tugas
menganggapnya demikian. Hal ini wajar dan tanggungjawab yang seringkali
karena sebenarnya PNS terlihat masih diabaikan. Di berbagai daerah melalui
belum adanya penataan yang jelas Bupati atau Walikotanya melakukan
terhadap tupoksi dan kelembagaannya. reformasi PNS melalui berbagai rangkaian
Apalagi memasuki era otonomi daerah kegiatan dan upaya dari regulasi sampai
keberadaan PNS semakin tidak jelas tingkat kesejahteraannya. Pada akhirnya
terutama dengan buruknya manajemen ditiap daerah terkadang PNSnya memiliki
sistim kepegawaian di daerah. Kondisi ini budaya kinerja yang berbeda.
yang seringkali tidak dibarengi dengan Ada beberapa hal yang menjadi
peningkatan standar kompetensi PNS. pokok permasalahan PNS yaitu :
Kenyataan ini mengakibatkan PNS tidak rasionalisasi PNS, faktor ketidakefektifan
memiliki standar kerja yang jelas. Jadi tidak kinerja PNS dalam fungsi pelayanan publik,
heran apabila masih adanya PNS terlihat kondisi berlebihan jumlah PNS di
sering bermain game ataupun hanya Indonesia pada berbagai pemerintahan.
duduk-duduk sambil “ngerumpi”. Setiap tahun pengangkatan pegawai
Kenyataan ini masih banyak terlihat di ditekan dalam jumlah yang seminimal
beberapa lembaga pemerintahan. mungkin dan hanya 15 persen dari total
Kondisi demikian sebenarnya tidak jumlah pegawai yang pensiun setiap tahun.
terjadi kalau pemerintah mampu me- Jika jumlah pegawai per tahun, mulai tahun
rencanakan kebutuhan PNS secara tepat 2007, yang pensiun berjumlah 120.000
dan profesional. Terkadang PNS hanya orang, maka pemerintah hanya
sebatas direkrut dari orang terdekatnya mengangkat pegawai baru berjumlah
tanpa proses rasionalisasi yang 25.000 orang. Banyaknya jumlah pegawai
sebenarnya kebutuhan PNS itu berapa dan pensiunan pegawai di Indonesia saat
atau ditempatkan dimana saja. Terkadang ini memang sudah overload, di mana untuk
hal ini belum dipikirkan, akibatnya menggaji 3,6 juta pegawai plus 2,9 juta
kemudian seperti yang terjadi di pensiunan pegawai alokasi belanja APBN
Departemen Keuangan yang telah per tahunnya mencapai angka Rp 125
diungkapkan oleh Menterinya DR. Sri triliun . Bisa dibayangkan, jumlah untuk gaji
Mulyani bahwa sebenarnya Departemen pegawai dan pensiunan tersebut tidak
Keuangan kelebihan pegawai tapi sebanding dengan rasio subsidi pupuk
sebenarnya juga kekurangan pegawai. pertanian yang hanya Rp 3,5 triliun per
Artinya adalah kelebihan pegawai yang tahun atau dana kompensasi BBM yang
dimaksud adalah pegawai yang tidak hanya Rp 15 triliun untuk 20 juta orang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

miskin. Membengkaknya jumlah pegawai PENUTUP


di Indonesia yang tidak sebanding dengan
1. Kesimpulan
output kerja yang dihasilkan dalam bidang
pelayanan publik merupakan dampak Berbagai persoalan yang berkaitan
kebijakan politik birokrasi Orde Baru dengan keberadaan PNS sangat kompleks.
(Zaenal Muttaqien, 2008). Permasalahan tersebut dimulai dari proses
Selain itu menurut Edy Satria, (2005), rekruitmen yang tidak mengedepankan
seakan telah menjadi sebuah menu rutin, analisis dan kebutuhan, sistem
hujatan kepada sekitar 4 juta Pegawai penempatan yang tidak memperhatikan
Negeri Sipil (PNS) kembali menjadi berita kinerja, sistem penggajian dan
utama pasca lebaran yang lalu. Meski penghargaan yang kurang memperhatikan
terkesan repetitif menguraikan inefisiensi prestasi dan kinerjanya. Belum lagi
birokrasi dan kebobrokan mental aparatnya, permasalahan karier PNS, sistem
pemberitaan itu juga semakin dalam pendidikan dan pelatihan serta berkaitan
mencungkil berbagai segi yang terkait dengan sistim pemberhentian PNS.
dengan PNS. Bukan hanya Berbagai permasalahan tersebut
menggambarkan terjadinya “kucing- diperlukan langkah-langkah yang nyata
kucingan” antara pejabat yang melakukan dalam mewujudkan aparatur birokrasi yang
inspeksi mendadak dengan para pegawai, bersih, profesional dan berperan sebagai
perilaku PNS yang hanya bersalam- pelayan masyarakat. Untuk itu diperlukan
salaman lalu pulang, atau tentang sanksi proses atau sistem reformasi birokrasi
yang mungkin diterima pegawai, tetapi kepegawaian yang konferhensif dimulai
beberapa pemberitaan dan editorial juga dari pengadaan sampai pem-berhentian
melebar. Ujung-ujungnya, pemberitaan dari PNS tersebut.
menjalar kepada masih maraknya praktik Pengadaan PNS diperlukan sistem
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di yang lebih terbuka dan transparan serta
lingkungan PNS mem-perhatikan profesionalisme artinya,
Hal lain seringkali menjadi sorotan jika selama ini pengadaan PNS hanya
terhadap PNS adalah dari masa orde satu diprioritaskan kepada para tenaga honorer
ke orde yang lainnya setiap kali PNS yang notabene dari aspek kualifikasi belum
dianggap syarat KKN, kinerja yang tidak tentu menjadi kebutuhan dan keahliannya.
baik dibandingkan dengan pegawai swasta, Maka diperlukan sebuah analisis dan
ataupun sebutan sebagai pegawai yang kebutuhan dari PNS yang terencana dan
tidak profesional. Kondisi yang lebih mem- tersistimatis. Demikian halnya penilaian
prihatinkan adalah kondisi PNS yang tidak kinerja PNS tidak lagi pada cara-cara klasik
lagi memiliki etika dan moralitas. Salah yang menilai PNS tidak berbasis pada
satu contohnya adalah PNS diberbagai kinerjanya melainkan sekedar kepatuhan
daerah yang ketahuan “ngamar” pada semata. Dan implikasi dari sistem reward
bulan puasa di hotel di wilayah Surakarta, and punisment harus benar-benar
dan baru-baru ini yang sering terjadi diterapkan kepada aparat birokrasi baik
adalah perselingkuhan, hamil diluar nikah, yang berprestasi maupun yang melanggar
sampai terjadinya kegilaan pada PNS yang aturan harus ada ketegasan.
menjadikan mereka mendapat sanksi yang
Disamping itu penerapan budaya
tegas dari pimpinannya, (Suara Merdeka,
malu menjadi salah satu alternatif untuk
13-10-2008)
meningkatkan karakter PNS yang lebih
berorientasi pada civil servant dan
bukannya berorientasi pada penguasa
yang harus dilayani. Untuk itu etika
birokrasi yang diterapkan tidak sekedar

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

slogan dan retorika yang ada dalam Panca d. Hukum yang tegas dan jelas kepada
Prasetya KORPRI maupun Sapta Marga para PNS yang melanggar ketentuan
dan sederetan Undang-undang atau dan kode etik, diperlakukan sama baik
Peraturan Pemerintah Tentang kepada pejabat atau staff yang telah
kepegawaian, tetapi lebih dari itu melanggar ketentuan.
bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut e. Mengedepankan slogan “civil servant”
dapat dihayati dan diamalkan dalam dalam menjalankan kedudukan dan
berprilaku sebagai Aparat Birokrasi dan fungsinya dan bukan sebagai
yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penguasa yang harus dilayani.
penegakkan hukum atau sanksi yang tegas
bagi para pelanggar aturan yang telah f. Membenahi sistem politik yang tidak
disepakati dan ditentukan. lagi menyeret PNS pada kepentingan
sesaat yang pada akhirnya akan
melayani partai berkuasa. Untuk itu
PNS yang netral atau Politic is No !
2. Saran dan Rekomendasi menjadi nilai yang harus dibangun
Berdasarkan uraian pemikiran dalam setiap langkah kebijakan
tentang perbaikan reformasi kepegawaian pembangunan PNS yang profesional
aparatur birokrasi ini, ada beberapa saran dan akuntabel.
yang setidaknya dijadikan pemikiran
bersama untuk memperbaiki perfomance
dari PNS ini agar lebih baik dan
menjalankan kedudukan dan fungsinya DAFTAR PUSTAKA
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
yang memberikan pelayanan kepada
Audit Commission, 2000, Management
masyarakat dengan sepenuh hati.
Paper: Aiming to Improve the
a. Diperlukan sistem rekruitmen yang Principle of Peformance
mengandalkan profesionalisme dan Measurement, London.
nurani, yang dapat dilalui melalui test
Bernardin, H.J. dan J.E.A. Russell, 1993,
and propertest bagi pejabat publik
Human Resource management,
serta melalui lembaga independen
Singapore : Macgraw Hill, inc
yang dapat dipercaya dan diandalkan
kredibilitasnya untuk melakukan Erna Irawati, 2004, Pengukuran Kinerja
proses rekruitmen. Serta mampu dan Analisis Kinerja Organisasi
memanfaatkan sistem informasi Pemerintah Daerah, Manajemen
manajemen kepegawaian dalam Pembangunan, LAN, Jakarta.
melakukan formasi dan pengadaan Fernanda, Desi, 2003, Etika Organisasi
PNS. Pemerintah, Lembaga Administrasi
b. Karakter pemimpin yang memegang Negara Republik Indonesia, Jakarta
prinsip dan menganut budaya malu Keban, Yeremias T, 2004, Enam Dimensi
sebagai upaya pengungkit terciptanya Strategis Administrasi publik, Konsep
budaya kerja yang lebih berorientasi Teori dan Isu, Gava Media,
pada akuntabilitas dan transparansi. Yogyakarta
c. Sistim reward and punisment yang adil LAN, 2004, Modul: Sistim Akuntabilitas
tidak hanya diperlakukan di Kinerja Instansi Pemerintah (Edisi
departemen tertentu saja, karena hal Kedua), Jakarta.
ini menciptakan disparitas mental para LAN-Pusdiklat SPIMNAS, 2004, Sistim
PNS yang berakibat pada buruknya Akuntabilitas Kinerja Instansi
citra PNS. Pemerintah, Jakarta.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Mahsun, Mohammad, 2006, Pengukuran Swanson, R.A dan E.F. Holton III, 1999,
Kinerja Sektor Publik, BPE, Results : How to asseses
Yogyakarta. performance, learning, and
Manulang dan Manulang, mahirot, AMH perceptions in organizations, San
(2001), Manajemen Personalia Edisi- Fransisco : BerretKoeler Publisher.
3, Gajah Mada University Press, Inc
Yogyakarta Thoha, Miftah, 2007, Birokrasi & Politik di
Robbins, Stephen, 2006, Perilaku Indonesia, Rajawali Press, Jakarta
Organisasi, PT. Indeks Kelompok Tjokrowinoto, Moeljarto, 2001,
Gramedia, Jakarta. Pembangunan Dilema Dan
Ruky, Achmad S, 2001, Sistim Tantangan, Pustaka Pelajar,
Manajemen Kinerja, PT Gramedia Yogyakarta
Pustaka Utama, Jakarta. Wibawa, Samudra, 2005, Reformasi
Supriyadi, Gering & Tri Guno, 2003, Administrasi Bunga Rampai
Budaya Kerja Organisasi Pemerintah, Pemikiran Administrasi
Lembaga Administrasi Negara Negara/Publik, Gava Media,
Republik Indonesia, Jakarta Yogyakarta
Suradji, 2003, Manajemen Kepegawaian Kementerian PAN-RI, Pedoman
Negara, Lembaga Administrasi Pengembangan Budaya Kerja
Negara Republik Indonesia, Jakarta Aparatur Negara, Jakarta, 2002
Suara Merdeka 13 Oktober 2008

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN DISIPLIN YANG EFEKTIF


TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh:
Herman

Abstract
The discipline of civil servant has long been an intersting topics to continously discuss, in particular in discussions
of the civil servant development. Normatively, the discipline of civil servants have been regulated, yet the rules and
regulation number 30 year 1980 on Discipline of Civil Servant, still limited on obligations, restrictions and sanctions.
However, the methods how to develop them is not regulated yet. This is important became discipline can not be
instilled in short time, but it requires well planned, continous, and systematic development to achieve ideal civil
servants. The model presented in this article is expected to be utilized as refference for helping the leaders in
every levels to develop discipline of the service servants in organization.

Key words: development, discipline, and civil servant

A. DASAR PEMIKIRAN PEMBINAAN sebagai kewajiban moral dari konsekuensi


DISIPLIN PEGAWAI ke-beradaannya selaku penyelenggara
tugas-tugas pemerintahan dan
Dalam konteks manajemen sumber
pembangunan, juga merupakan tantangan
daya manusia (MSDM), pentingnya
logis yang tumbuh seirama dengan
pembinaan disiplin pegawai berangkat dari
tuntutan perubahan dan perkembangan
pandangan bahwa tidak ada manusia yang
kemajuan masyarakat. Sebab, semakin
sempurna, terbebas dari kekhilafan dan
majunya arus perkembangan dan tuntutan
kesalahan. Pendek kata, tidak ada
perubahan lingkungan, berimplikasi pula
manusia yang tidak pernah berbuat salah.
pada kemajuan pola pikir dan sikap kritis
Oleh sebab itu, setiap organisasi termasuk
masyarakat, disertai tuntutan kebutuhan
instansi pemerintah perlu memiliki berbagai
pelayanan yang semakin baik dari aparatur
ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh
negara. Dalam keadaan demikian,
anggota organisasi dan didukung oleh
diperlukan suatu kondisi dan kapasitas
standar yang harus dipenuhi oleh setiap
aparatur yang bersih dan bebas dari virus
pegawai. Begitu pentingnya kedisiplinan,
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta
sehingga ada ahli yang berpendapat
diharapkan juga PNS bisa “berwibawa”.
bahwa kedisiplinan merupakan fungsi
operatif MSDM yang terpenting, karena Aparatur yang bersih dan berwibawa
semakin baik disiplin pegawai, semakin akan terwujud, bila menempatkan nilai-nilai
tinggi prestasi yang dapat dicapainya. disiplin sebagai acuan hidupnya. Bersih
Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi artinya bahwa PNS sebagai pribadi
suatu organisasi pemerintah mencapai memiliki ketaatan pada aturan yang
hasil yang optimal. Sun Tzu, seorang ahli berlaku dan menjadikan ketatan tersebut
strategi China dalam bukunya “Art of War”, sebagai kebanggaan. Sedangkan
mengatakan bahwa segala kebijakan tidak berwibawa artinya, bahwa PNS sebagai
mempunyai arti kalau tidak didukung oleh pribadi memiliki kemauan dan kemampuan
para pelaksananya. Hal yang demikian, menjadikan pegawai atau masyarakat yang
berlaku pula bagi komunitas aparatur dipimpinnya untuk taat pada aturan yang
negara, khususnya PNS, yang berlaku, dan mereka akan dihargai oleh
menempatkan kedisiplinan sebagai salah masyarakat karena “kebersihan dan
satu faktor yang menentukan keberhasilan kepeduliannya” untuk menempatkan
pencapaian kinerja organisasi. masyarakat dalam prioritas yang utama.
Sebagai bagian dari aparatur Mengingat pentingnya kedudukan
negara, masalah disiplin PNS, di samping dan peranan PNS dalam menjalankan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

tugas-tugas ke depan yang semakin belum diatur di dalamnya. Hal ini


kompleks, maka PNS semakin dituntut pentingnya mengingat disiplin pegawai
untuk menunjukkan jati dirinya dalam tidak muncul seketika, tetapi melalui
menunaikan kewajiban, serta pengabdian proses pembinaan yang dilakukan secara
pada bangsa, negara dan masyarakat. terarah, sistematis dan berkesinambungan,
Sebab di satu sisi, beban negara dalam sehingga tercapai sosok PNS yang
melaksanakan pembagunan nasional yang diinginkan. Untuk menuju ke arah hal
semakin kompleks menjadi tanggung tersebut, sudah tentu perlu adanya suatu
jawab pegawai selaku abdi negara, di sisi panduan secara tertulis guna membantu
lain, dalam kapasitasnya sebagai abdi para pimpinan di setiap lini dalam
masyarakat, harus mampu memberikan melakukan pembinaan disiplin PNS di
pelayanan optimal pada masyarakat yang lingkungan organisasi/unit kerja masing-
semakin berkembang, baik dalam masing.
wawasan berpikir maupun sikap dan
perilaku yang semakin kritis dalam tuntutan CATATAN PENUTUP
kebutuhan dan pelayanan dari aparatur
Model pembinaan disiplin PNS yang
negara.
disajikan dalam tulisan ini merupakan satu
Untuk mengantisipasi tuntutan rangkaian dari penelitian dengan fokus
kebutuhan disiplin PNS, Pemerintah telah mendesain suatu model pembinaan yang
mengeluarkan Peraturan Pemerintah efektif terhadap kinerja pegawai. Untuk itu,
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin paling tidak ada dua catatan penting
Pegawai Negeri Sipil, yang di dalamnya sebagai kesimpulan terkait dengan
mengatur tentang kewajiban, larangan dan pembinaan disiplin PNS.
sanksi terhadap kewajiban yang tidak
Pertama, ternyata tidak mudah untuk
ditaati atau larangan dilanggar. Namun,
merumuskan suatu model pembinaan
terlepas dari beberapa kelemahan yang
disiplin pegawai yang seragam dan bersifat
terdapat dalam peraturan tersebut, hingga
universal berlaku untuk seluruh kalangan
saat masih sangat terasa bahwa masih
PNS. Namun universalisme dalam tulisan
banyak persoalan yang timbul berkaitan
ini bertitiktolak dari argumentasi normatif
dengan sikap dan perilaku disiplin PNS.
undang-undang kepegawaian yang
Untuk sekedar menyebut contoh, mulai
mensyaratkan kebijakan dibuat oleh pusat
kemangkiran pada saat jam kerja kantor,
dan pelaksanaannya didesentralisasikan
hingga perilaku tercela berat lainnya,
ke daerah guna mewujudkan fungsi PNS
seperti kebocoran anggaran, restitusi pajak,
yang satu (unified system) dan sebagai
rekrutmen pegawai, peng-rusakan hutan
perekat persatuan dan kesatuan bangsa,
lindung, kebejatan moral, dan lain-lain. Hal
memberikan alasan penguat tentang
ini menandakan bahwa efektivitas
pentingnya satu model pembinaan PNS
peraturan tersebut masih berada pada
yang seragam dan berlaku secara nasional.
tataran yang sangat rendah, untuk tidak
disebut sebagai kelemahan (kegagalan) Kedua, bahwa dalam kerangka
dari aturan tersebut. normatif sistem kepegawaian (manajemen
Dari beberapa pertimbangan dapat PNS), pembinaan disiplin, pembinaan
disebutkan bahwa salah satu kelemahan karier dan pembinaan etika profesi,
dari peraturan disiplin tersebut adalah merupakan satu rangkaian yang
berkaitan dengan belum adanya cara terintegrasi dan pe-laksanaanya
bagaimana melakukan pembinaan hendaknya dilakukan secara terencana
pegawai. Dengan kata lain, peraturan dan sistematis dengan satu dukungan
disiplin tentang PNS baru sebatas memuat desain yang menyatu. Artinya, disiplin
kewajiban, larangan dan sanksi, tetapi pegawai tidak akan tercapai manakala
bagaimana cara melakukan pembinaan karier dan etika profesi sebagai PNS tidak

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

dikembangkan. Model ini bersumsi bahwa Minor, Marianne, 2002. Coaching and
efektivitas pembinaan PNS akan tercapai Counseling, (terjemahan), Jakarta,
dengan baik apabila dilakukan secara PPM.
terintegrasi, berkesinambungan dan terus Podo, Hadi & Sullivan, Joseph, J., 2000.
menerus antara pembinaan disiplin, Kamus Ungkapan Indonesia-Inggris,
pembinaan etika dan pembinaan karier Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
pegawai. Pembinaan disiplin pegawai pada
dasarnya bukan merupakan kegiatan yang Rahardjo, Tri Budi, W., dkk., 2000.
insedensil yang hasilnya langsung dapat Manajemen Untuk Pekerja Sosial,
dirasakan, melainkan merupakan proses Jakarta, Pusat Informasi dan
belajar (learning process), dan ini bisa Penerbitan, Bagian Ilmu Penyakit
terjadi dalam organisasi yang anggota- Dalam, Fakultas Ilmu Kedokteran
anggotanya secara terus menerus mau Universitas Indonesia.
belajar (learning organization). Sastrohadiwiryo, B., Siswanto, 2003.
Manajemen Tenaga Kerja Indonesia,
Pendekatan Administratif dan
DAFTAR PUSTAKA Operasional, Jakarta, Bumi Aksara.
Saydam, Gouzali, Kamus Istilah
Affandi, M. Joko, 2002. Pemahaman dan Kepegawaian, Jakarta, Pustaka sinar
Tanggapan Terhadap Substansi Harapan, 1997.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun
Soedarsono, Soemarno, Character
1999 dan Peraturan Pemerintah
Building, Membentuk Watak, Jakarta,
Nomor 96 Tahun 2000, dalam
Elek Media Komputindo, 2002.
Pegawai Negeri Sipil di Era Revolusi
dan Otonomi Daerah, Jakarta, Salusu, J, 1996. Pengambilan Keputusan
Puslitbang BKN. Strategik untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit, Grasindo,
Hardijanto, 2003. Pembinaan
Jakarta.
Kepegawaian Dalam Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Tayibnapis, Burhannudin, A.,
Republik Indonesia, Jakarta, Makalah Administrasi Kepegawaian Suatu
disampaikan pada Diklatpim Tingkat Tinjauan Analitik, Jakarta, Pradnya
II, LAN, 2003. Paramita, 1995.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2004. Thoha, Miftah, 1993, Perilaku Organisasi:
Manajemen Sumber Daya Manu-sia Konsep Dasar dan Aplikasi, Jakarta,
Perusahaan, Bandung, Remaja Grafindo Persada.
Rosdakarya. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Manajemen Sumber Daya Manusia, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
(terjemahan), Jakarta, Salemba 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Empat, 2002.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Call for Papes:


“CIVIL SERVICE”
Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS

Redaksi “Civil Service”, Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS yang dikelola oleh Pusat Pengkajian dan
Penelitian Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara mengundang para akademisi dan praktisi serta para
pengelola kepegawaian untuk mempublikasikan tulisan/artikel maupun hasil riset terkait/relevan pada Volume IV
Nomor 1 dan 2 Tahun 2010.

Tema yang diangkat pada Volume IV Nomor 1 Tahun 2010 adalah “Reformasi Kepegawaian” dan tema pada
Volume IV Nomor 2 Tahun 2010 adalah “Profesionalisme PNS”. Urgensi penetapan tema ini didasarkan pada
kondisi objektif prioritas kebijakan pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi secara sistematis,
komprehensif, dan berkesinambungan, khususnya dalam bidang kepegawaian.

Naskah yang diterima dewan redaksi akan di-review oleh Redaksi Ahli. Naskah untuk Volume IV Nomor 1 Tahun
2010 diterima oleh Dewan Redaksi paling lambat Tanggal 30 April 2010 dan naskah untuk Volume IV Nomor 2
Tahun 2010 diterima oleh Dewan Redaksi paling lambat Tanggal 30 September 2010. Naskah dapat dikirim via
email: puslitbang_bkn@yahoo.com.

Syarat penulisan artikel sesuai dengan format “Civil Service” yang dapat dilihat di www.bkn.go.id). Artikel
maksimal terdiri dari 15 – 30 halaman dan diketik dengan spasi tunggal. Abstraksi maksimal terdiri dari 250 kata
dan disertai dengan keywords. Setiap artikel yang dikirimkan disertai dengan nama dan alamat korespondensi
penulis.

Contact Person:
 Hj. Siti Djaenab (021-80887011; 08159578984)
 Janry Haposan U. P. Simanungkalit (081310775217)

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

You might also like