You are on page 1of 41

MAKALAH

SERUMEN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2008
DAFTAR ISI

Daftar Isi i

Daftar Gambar iii

Daftar Tabel iv

I. PENDAHULUAN 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2

2. 1. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TELINGA LUAR 2

2. 2. VASKULARISASI TELINGA LUAR 9

2. 3. PERSARAFAN DAN ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR 10

2. 3. 1. PERSARAFAN DAUN TELINGA DAN KANALIS

AKUSTIKUS EKSTERNUS 10

2. 3. 2. ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR 12

III. PEMBAHASAN 13

3. 1. SERUMEN 13

3. 1. 1. DEFINISI SERUMEN 13

3. 1. 2. KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN 14

3. 1. 3. FISIOLOGI SERUMEN 17

3. 1. 4. PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN 21


3. 2. PENANGANAN SERUMEN 22

3. 2. 1. Zat serumenolisis 24

3. 2. 2. Penyemprotan telinga 26

3. 2. 3. Metode Kuretase 27

3. 3. KELAINAN MENGENAI SERUMEN 28

3. 3. 1. HIPERSERUMINOSIS 28

3. 3. 2. SERUMINAL GLAND ADDENOMA

(Ceruminoma, Hidradenoma) 29

3. 3. 3. CERUMINAL GLAND ADENOCARCINOMA 30

3. 3. 4. CERUMINOMA 30

IV. KESIMPULAN 33

DAFTAR PUSTAKA 34
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga 2

Gambar 2.2 Perkembangan Aurikula 3

Gambar 2.3 Embriologi Aurikula dan Kanalis Akustikus Eksternus 4

Gambar 2.4 Liang Telinga 5

Gambar 2.5 Batas-Batas Kanalis Akustikus Eksternus 7

Gambar 2.6 Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus 8

Gambar 2.7 Wilayah Persarafan Aurikula 11

Gambar 2.8 Persarafan Kanalis Akustikus Eksternus 11

Gambar 2.9 Aliran Limfatik Kelenjar Getah Bening pada Kepala dan Leher 12

Gambar 3.1 Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering 14

Gambar 3.2 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus 23

Gambar 3.3 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator 23

Gambar 3.4 Cara Penyemprotan Telinga 26

Gambar 3.5 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen 27

Gambar 3.6 Pengambilan Serumen dengan Suction 28

Gambar 3.7 Macam-macam Serumen 31


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perdarahan Aurikula 9

Tabel 2.2 Persarafan Aurikula 10


I. PENDAHULUAN

Serumen umumnya dapat ditemukan di kanalis akustikus eksternus. Serumen


merupakan campuran dari material sebaseus dan hasil sekresi apokrin dari glandula
seruminosa yang berkombinasi dengan epitel deskuamasi dan rambut. (5)

Bila lama tidak dibersihkan serumen akan menimbulkan sumbatan pada kanalis
akustikus eksternus. Keadaan ini disebut serumen obturans (serumen yang menutupi
kanalis akustikus eksternus). Sumbatan serumen kemudian dapat menimbulkan
gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan
menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.

Sumbatan serumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi antara lain
dermatitis kronik liang telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen yang
banyak dan kental, adanya benda asing di liang telinga, eksostosis di liang telinga,
terdorongnya serumen oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, dan
kebiasaan mengorek telinga.

Bila terjadi pada kedua telinga maka serumen obturans ini menjadi salah satu
penyebab ketulian pada penderita. Suara dari luar tak dapat masuk ke dalam telinga
dan dengan demikian suara tidak dapat menggetarkan oleh membran timpani.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TELINGA LUAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga luar dapat dibagi menjadi aurikula (pinna) dan liang telinga
(canalis acusticus eksternus/CAE). Telinga luar dipisahkan dengan telinga dalam
oleh membran timpani. aurikula dan 1/3 lateral liang telinga tediri dari kartilago
elastis yang secara embrional berasal dari mesoderm dan sejumlah kecil jaringan
subkutan yang ditutupi oleh kulit dan adeneksanya. Hanya lobulus pinna yang tidak
memiliki kartilago dan terdapat lemak. (2)
Gambar 2.2 Perkembangan Aurikula

Aurikula berasal dari enam tonjolan mesenkim, tiga tonjolan dari arkus brankial
pertama dan lainnya dari arkus brankial kedua. Pada kehamilan yang normal
tonjolan mesenkim kartilaginosa bersatu membentuk aurikula. Aurikula akan
berpindah posisi menjadi lebih tinggi yaitu dari posisi semula dekat comissura
lateralis oris ke area temporal dengan pertumbuhan selektif dari mandibula. (2)

Kanalis akustikus eksterna merupakan derivat dari celah brankial pertama


ektodermantara mandibula (I) dan lengkung hyoid (II). Epitel yang melapisi celah
ini bertemu dangan endoderm dari lengkung faringeal pertama yang kemudian
membentuk membran timpani dan menjadi batas medial dari kanalis akustikus
eksterna. Jaringan ikat yang berasal dari mesoderm ditemukan antara ektoderm dan
endoderm dan kemudian menjadi lapisan fibrosa membran timpani. Karena
embriologinya yang berasal dari ektoderm, kanalis akustikus eksternus, termasuk
permukaan lateral membran timpani, dilapisi oleh epitel skuamosa. (2)
Gambar 2.3 Embriologi Aurikula dan Kanalis Akustikus Eksternus
Proses kanalisasi lengkap terjadi pada minggu ke-12 kehamilan, pada saat itu
kanalis akustikus eksternus telah dilapisi oleh jaringan epitel. Kemudian akan
terjadi rekanalisasi pada minggu ke-28 kehamilan. (2)

Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari kartilago yang dilapisi kulit.
Bentuk kartilago ini unik dan harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan
(1)
ini karena dapat menjaga telinga luar dari trauma. Kulit pada permukaan luar
daun telinga melekat erat pada kartilago di bawahnya beserta jaringan ikat dari
dermis yang padat membentuk perikondrium. Sebaliknya, kulit permukaan
belakang daun telinga mempunyai lapisan subkutan sejati. Keadaan daun telinga
serta posisi daun telinga yang terbuka merupakan penyebab timbulnya sebagian
besar masalah klinis yang mengenai daun telinga yaitu trauma, kontak langsung
dengan cuaca, dan infeksi. Pengumpulan cairan akibat proses-proses tersebut seperti
adanya pus dan hematom mengakibatkan terpisahnya perikondrium dari kartilago.
Bila proses ini tidak segera diatasi maka akan terjadi nekrosis kartilago karena
terganggunya perfusi nutrisi dari pembuluh darah perikondrium. (3)
Gambar 2.4 Liang Telinga. a. bagian kartilaginosa. b. bagian osseus

Kanalis akustikus eksternus dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian luar, 40% dari
CAE, adalah bagian kartilaginosa dan terdapat lapisan tipis jaringan subkutan
(2)
diantara kulit dan kartilago. Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal
dari bagian tulang, selain itu juga mengandung folikel rambut yang banyaknya
bervariasi tiap individu namun ikut membantu menciptakan suatu sawar dalam
(1)
liang telinga. Bagian dalam, 60% dari CAE, adalah bagian osseus terutama
dibentuk oleh timpanic ring dan terdapat jaringan lunak yang sangat tipis antara
(2)
kulit, periosteum dan tulang. Anatomi bagian ini sangat unik karena merupakan
satu-satunya tempat dalam tubuh dengan kulit langsung terletak di atas tulang tanpa
adanya jaringan subkutan. Dengan demikian daerah ini sangat peka dan tiap
(1)
pembengkakan akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi.
Terdapat penyempitan pada petemuan bagian kartilaginosa dan bagian osseus
kanalis akustikus eksternus yang disebut isthmus. (2)

Panjang kanalis akustikus eksternus pada orang dewasa rata-rata 2,5 cm. Karena
posisi membran timpani yang miring, maka bagian posterosuperior kanalis
akustikus eksternus lebih pendek 6 mm dari bagian anteroinferior. Kanalis
akustikus eksternus membentuk kurva seperti huruf S arah superior dan posterior
dari lateral ke medial. Kanalis akustikus eksternus juga mengarah ke hidung
sehingga pada pemeriksaannya aurikula perlu ditarik ke superior, lateral dan
posterior untuk meluruskan kanalis akustikus eksternus. (2)

Bagian lateral kanalis akustikus eksternus dibatasi oleh meatus. Bagian medial
dibatasi oleh membran tympani dan bagian squamosa tulang temporal yang menjadi
barier yang baik terhadap penyebaran infeksi bila membran tersebut utuh. Bila
terjadi perforasi membran tympani infeksi dapat menyebar kembali dan terus
menyebar dari telinga tengah ke kanalis akustikus eksternus. Tympanic ring yang
berbentuk seperti tapal kuda dan bagian squamosa tulang temporal memisahkan
kanalis akustikus eksternus dengan fossa cranial media, yang jarang terjadi
penyebaran infeksi secara langsung ke intracranial. (2)

External Ear Canal Relationship

SUPERIOR
ANTERIOR
Superficial temporal A &
Middle V
cranial TM Auriculotemporal nerve
fossa J Parotid gland
Preauricular lymph node

MEDIAL Middle ear LATERAL


Outside world
Mastoid
Parotid Gland
Caroti
POSTERIOR Digastric
d
muscle
Facial nerve
Jugular
Bulb Styloid
process

INFERIOR

Adapted from: Wright, Scott-Brown’s Otolaryngology,1992

Gambar 2.5 Batas-Batas Kanalis Akustikus Eksternus


Batas posterior kanalis akustikus eksternus adalah kavum mastoid. Beberapa
pembuluh darah masuk ke kanalis akustikus eksternus, khususnya sepanjang sutura
tympanomastoid. Infeksi dapat menyebar secara hematogen melalui segmen
mastoid ini. Dari posterior ke bagian kartilaginosa kanalis akustikus eksternus
terdapat jaringan ikat tebal mastoid yang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Batas superior kanalis akustikus eksternus adalah fossa infratemporal dan basis
kranii.infek yang meluas sampai ke atap kanalis akustikus eksternus dapat meluas
ke strukturr ini. Batas anteriornya adalah kelenjar parotis dan temporomandibular
junction. (2)

Pada kanalis akustikus eksternus terdapat tiga mekanisme pertahanan pelindung


yaitu tragus dan antitragus, kulit degan lapisan serumen, dan isthmus. Tragus dan
antitragus membentuk barier parsial terhadap benda asing makroskopik. Kulit pada
bagian kartilaginosa memiliki banyak sel rambut dan kelenjar apokrin seperti
halnya kelenjar seruminosa. Ketiga struktur adeneksa ini bersama-sama
(2)
memberikan fungsi proteksi dan biasa disebut unit apopilosebaseous. Eksfoliasi
sel-sel epitel skuamosa ikut berperan dalam pembentukan materi sebagai lapisan
pelindung penolak air pada dinding kanalis ini. Gabungan berbagai bahan ini
membentuk suasana asam dengan pH 6, yang berfungsi mencegah infeksi.migrasi
sel epitel yang terlepas juga membentuk suatu mekanisme pembersihan sendiri dari
membran timpani ke arah luar. (1)
Gambar 2.6 Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus (2)

Invaginasi epidermis membentuk dinding terluar dari folikel rambut dan tangkai
rambut membentuk dinding bagian dalam. Saluran folikularis merupakan ruangan
antara kedua struktur ini. Alveoli dari kelenjar sebasea dan apokrin kosong sampai
dengan pendek, duktus ekskretorius yang lurus, dan bemuara ke saluran folikularis.
Sumbatan pada salah satu bagian dari salah satu sistem kelenjar ini merupakan
faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. (2)

Kanalis akustikus eksternus yang normal memiliki struktur proteksi dan


pembersihan sendiri. Lapisan serumen berangsur-angsur berjalan pada salurannya
yaitu setelah bagian isthmus ke bagian lateral kanalis akustikus eksternus dan
kemudian keluar dari telinga. Pembersihan kanalis akustikus eksternus yang
berlebihan, baik karena alat maupun sebagai suatu tindakan, dapat mengganggu
barier pelindung primer dan dapat memicu terjadinya infeksi. Variasi individu pada
anatomi kanalis akustikus eksternus dan konsistensi produksi serumen dapat
menjadi predisposisi terjadinya penumpukan serumen pada beberapa orang. (2)

2. 2. VASKULARISASI TELINGA LUAR


Aurikula dan kanalis akustikus eksternus menerima perdarahan dari arteri
temporalis superfisialis dan cabang aurikularis posterior yang merupakan cabang
dari arteri karotis eksterna.

Sedangkan aliran vena dari aurikula dan meatus yaitu melalui vena temporalis
superfisiali dan vena aurikularis posterior kemudian bersatu membentuk vena
retromandibular yang biasanya terpisah dan keduanya bertemu di vena jugularis,
pertemuan terakhir terdapat pada vena jugularis eksterna namun demikian juga
menuju ke sinus sigmoid melalui vena emissarius mastoid.

Branch Parent Artery Region Supplied

- Superficial temporal Roof & anterior portion of the canal


artery
Deep Maxillary artery Anterior meatal wall skin, epithelium of
auricular the outer surface of the tympanic
membrane
Auricular Posterior auricular artery Posterior portion of the canal

Tabel 2.1 Perdarahan Aurikula


2. 3. PERSARAFAN DAN ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR

2. 3. 1. PERSARAFAN DAUN TELINGA DAN KANALIS


AKUSTIKUS EKSTERNUS

Persarafan sensoris ke aurikula dan canalis akustikus eksternus berasal dari


persarafan kranialis dan kutaneus dengan kontribusi dari cabang
aurikulotemporal N. Trigeminus (V), N. Fasialis (VII), dan N. Vagus (X).,
dan juga N. Aurikularis magna dari pleksus servikalis (C 2-3). Otot motorik
ekstrinsik telinga, yaitu pada bagian anterior, superior, dan posterior
aurikula dipersarafi N. Fasialis (VII).

Nerve Derivation Region Supplied


Greater auricular Cervical plexus Permukaan medial dan permukaan
C2.3 lateral bagian posterior
Lesser occipital Cervical plexus Bagian superior dari permukaan
C2.3 medial
Auricular Vagus Concha , antihelix, sebagian
eminentia concha (permukaan
medial)
Auriculotemporal Mandibular (N. V3) Tragus, crus of helix, perbatasan
helix
Facial (N. VII) Kemungkinan menyuplai sebagian
kecil dari akar konka

Tabel 2.2 Persarafan Aurikula


Gambar 2.7 Wilayah Persarafan Aurikula

V
I
I

C
3 V

Gambar 2.8 Persarafan Kanalis Akustikus Eksternus


2. 3. 2. ALIRAN LIMFATIK TELINGA LUAR

Gambar 2.9 Aliran Limfatik Kelenjar Getah Bening pada Kepala dan Leher

Aliran limfatik kanalis akustikus eksternus merupakan saluran yang penting


pada penyebaran infeksi. Bagian anterior dan posterior terdapat aliran limph
dari kanalis akustikus eksternus menuju ke limfatik pre-aurikular didalam
kelenjar parotis dan kelenjar getah bening leher profunda bagian superior.

Bagian inferior kanalis akustikus eksternus aliran limphnya menuju ke


kelenjar getah bening infra aurikular dekat angulus mandibularis. Sedangkan
bagian posterior menuju ke kelenjar getah bening post aurikular dan kelenjar
getah bening leher profunda superior.
III. PEMBAHASAN

3. 1. SERUMEN

Serumen biasanya ditemukan di kanalis akustikus eksternus yang merupakan


pertahanan penting dalam upaya mencegah terjadinya infeksi. Meskipun demikian,
orang terkadang mengabaikan pentingnya kebersihan telinga. Keadaan ini akan
terus berlanjut dan menyebabkan hilangnya pertahanan terhadap infeksi dan
kemudian dapat pula mengakibatkan sumbatan oleh serumen, yang menunjukkan
gejala berupa gangguan pendengaan. (12)

3. 1. 1. DEFINISI SERUMEN

Serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi apokrin
dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan rambut.
(5)

Kata serumen umumnya disinonimkan dengan earwax (lilin telinga), namun


ada pendapat yang mengatakan bahwa secara teknis kedua kata ini berbeda.
Serumen ditujukan hanya pada hasil sekresi dari kelenjar seruminosa pada
kanalis akustikus eksternus, dan ini merupakan salah satu unsur yang
membentuk earwax. Komponen lainnya berupa lapisan besar hasil
deskuamasi keratin skuamosa (sel-sel mati, penumpukan sel pada lapisan
luar kulit), keringat, sebum dan bermacam-macam substansi asing. Subtansi
asing ini dapat berupa zat-zat eksogen yang dapat masuk ke kanalis
akustikus eksternus, contohnya spray rambut (hair spray) sampo, krim untuk
mencukur janggut, bath oil, kosmetik, kotoran dan sejenisnya. Komponen
utama earwax adalah keratin.

Namun, karena perbedaan serumen dan keratin tidak merupakan suatu hal
yang mendasar maka keduanya akan disebut sebagai serumen. (13)
3. 1. 2. KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian kartilaginosa


kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak
kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen.
Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus
bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan
pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri.terdapat
perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada
beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya
cenderung terbentuk massa serumen yang secara periodik menyumbat liang
telinga. (3)

Gambar 3.1. Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering

Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering
dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras. (13)
Serumen tipe basah dan tipe kering

Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan dengan
orang ras non-Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras
Oriental, memilki karakteristik kering, berkeping-keping, berwarna kuning
emas dan berkeratin skuamosa yang disebut rice-brawn wax. Serumen pada
ras non-Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak
ataupun keras (Gambar 3.1). Perkembangan serumen dipengaruhi oleh
mekanisme herediter, alel serumen kering bersifat resesif terhadap alel
serumen basah. Yang cukup menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax
berhubungan dengan rendahnya insidensi kanker payudara. Namun, ini
bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena kelenjar seruminosa dan
kelenjar pada payudara sama-sama merupakan kelenjar eksokrin. (13)

Serumen tipe lunak dan tipe keras

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe


lunak dan serumen tipe kering :

Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih
sering pada orang dewasa.

Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan
bersisik.

Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada
serumen tipe keras.

Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling
sering kita temukan di tempat praktek. (13)

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan
konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen
yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila
dijumpai maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria. (5)
Warna sebenarnya dari serumen tidak dapat diketahui hanya melalui mata
telanjang namun harus dilakukan apusan setipis-tipisnya dari sampel.
Pigmen yang menjadi zat pemberi warna pada semen masih belum dapat
teridentifikasi. (13)

Kanalis akstikus eksternus memiliki banyak struktur yang berperan dalam


produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar seruminosa yang
berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip
dengan kelenjar keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini
memproduksi peptide, padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut
pada kanalis akustikus eksternus yang mensekresi asam lemak rantai
panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol. (12)

Sel epidermal terdapat sepanjang telinga luar yang identik pada permukaan
kulit. Sehingga kita dapat memprediksi proses generasi dari kulit tersebut,
dari migrasi hingga pengeluarannya. Bila hal ini terjadi di kulit luar sel-sel
dapat dengan mudah jatuh. Namun pada telinga kecil kemungkinannya
untuk tidak menumpuk. Sel-sel yang mengalami deskuamasi ini terkumpul
pada kanalis akustikus eksternus dalam bentuk lapisan, dan menjadi 60%
dari berat total serumen. Serumen juga terdiri atas lisosim, suatu enzim anti
bakteri yang dapat merusak sel dinding bakteri. Genetik mempengaruhi tipe
serumen secara signifikan. Ras kaukasia dan afrika-amerika memiliki
serumen dengan warna terang sampai coklat gelap lengket dan basah. Ras
asia dan ras amerika latin memiliki serumen abu-abu atau coklat muda,
mudah patah dan kering yang berhubungan dengan jumlah lemak yang
sedikit dan granula pigmen. (12)

Serumen diproduksi di sepertiga luar bagian kartilaginosa kanalis akustikus


eksternus. Komponen utama dari serumen merupakan hasil akhir dari siklus
HMG-KoA reduktase, bernama skualan, lanosterol. Tipe serumen telah
digunakan oleh antropologis untuk melihat pola migrasi manusia. Perbedaan
tipe serumen berkaitan dengan perubahan dasar tunggal (suatu polimorfisme
nukleotida tunggal/ single nucleotide poly morphism) pada gen yang dikenal
gen C-11 rantai yang berikatan dengan ATP (“ATP- binding cassette C-11
gene”). Selain mempengaruhi tipe serumen, mutasi ini dapat juga
menurunkan produksi keringat. Penelitian ini bermanfaat pada ras Asia
Timur dan Amerika Latin yang tinggal di daerah beriklim dingin. (11)

3. 1. 3. FISIOLOGI SERUMEN

Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga kanalis


akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan
mambasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda
asing, menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam
organisme, polutan, dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar
4-5). pH ini tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat
membantu menurunkan resiko infeksi pada kanalis akustikus eksternus. (12)

Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda


dari kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan
keratin dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi
dalam kanalis akustikus eksternus migrasi epitel squamosa merupakan cara
utama untuk kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum
korneum dalam membran timpani bergerak secara radial dari arah area
anular membran timpani secara lateral sepanjang permukaan dalam kanalis
akustikus eksternus. Sel berpindah terus ke lateral sampai mereka
berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan akhirnya dilepaskan,
ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta keberadaan membran
basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus ke lubang lateral
pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan mekanisme
pembersihan alami dalam kanalis akustikus eksternus, dan bila terjadi
disfungsi akan menyebabkan infeksi. (5)
Sejumlah kecil serumen ditemukan pada kanalis akustikus eksternus, bila
tidak ditemukan maka menjadi tanda patologis terjadinya otitis eksterna
kronis. Serumen dapat dikeluarkan dengan suction, kuret, dan dengan
membersihkan seluruh canal profunda dan seluruh membran timpani. (5)

Beberapa pasien mungkin mengeluh tidak nyaman pada telinganya ketika


ada sejumlah serumen dan mungkin dibutuhkan pembersihan. Pembersihan
dengan penyemprotan sebaiknya dihindari pada pasien perforasi membran
timpani, pasien dengan riwayat perforasi yang sudah lama sembuh, karena
akan menyebabkan daerah perforasi menjadi lebih lemah dan mudah rusak.
(5)

Serumen dapat membantu menurunkan resiko otitis eksterna akut difusa.


Pada keadaan ini pasien mengalami kerusakan epidermis pada kanalis
akustikus eksternus, sering disebabkan oleh cara pembersihan telinga yang
tidak tepat seperti menggunakan tusuk gigi, pensil, dan sebagainya. Bila
tidak ada serumen yang menjaga dan melapisi robeknya epidermis
organisme dapat menginfeksi daerah tersebut. Organisme yang sering
menginfeksi antara lain Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococci. Bila
suhu dan kondisi tubuh kondusif untuk pertumbuhan, kerusakan epidermis
ini akan berkembang menjadi otitis eksterna akut, yang juga disebut
“swimmwer’s ear”. (ms) bakteri lain yang dapat menginfeksi antara
Candida albicans, Tturicella otitidis, dan Alloiococcus otitis namun
jumlahnya tidak banyak. (10)

Fungsi Serumen (11)

 Membersihkan

Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses


yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel ditambah
dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk
ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo ke
dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar dari kanalis
akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga
membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar.
Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan kotoran yang
menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan
harapan pengeluaran kotoran.

 Lubrikasi

Lubrikasi mensegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit


kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi
diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung
kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang
banyak, dan alcohol.

 Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal

Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak


studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae,
staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang
biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan
oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan
adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif
rendah pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal).

Dulu dikatakan bahwa serumen juga melindungi telinga tengah dari infeksi
bakteri dan fungi. Beberapa penulis mengatakan bahwa serumen yang
tertahan dapat menjadi barier untuk membantu pertahanan tubuh melawan
infeksi telinga namun secara klinik dan biologi fungsi ini tampak cukup
lemah. (10)
Diduga serumen memainkan peranan penting dalam meningkatkan sistem
pertahanan tubuh dalam merespon infeksi. Mungkin paparan bakteri dapat
menginduksi peningkatan regulasi komponen anti bacterial pada serumen.
Meskipun demikian serumen pasien dengan otitis eksterna tampak tidak
memiliki asam lemak poli unsaturated anti bacterial. Namun alasan dari
pernyataan ini tidak jelas. Secara empiris serumen hanya berfungsi
mengeluarkan keratin.

Studi imunohistokimia menduga terdapat reaksi imun yang dimediasi oleh


antibodi yang ada pada serumen dan menjaga kanalis akustikus eksternus
dari infeksi. Epidermis dan dermis memiliki kelenjar seruminosa dan
sebasea dengan pilar folikel yang dengan cepat dapat mengaktivasi reaksi
imun lokal termasuk IgA dan IgG.

Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus namun


terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Selama sisa keratin
bersifat hidrofilik masuknya air dapat bercampur dengan serumen dan
menyebabkan sumbatan yang total, yang menyebabkan ketulian atau
perasaan penuh. Serumen yang tidak menyumbat secara sempurna kanalis
akustikus eksternus tidak akan menyebabkan ketulian. Ini dapat terjadi bila
serumen benar-benar menyumbat kanalis akustikus eksternus, sumbatan ini
juga tejadi bila pasien mendorong kumpulan serumen ke bagian dalam
kanalis akustikus eksternus. Biasanya disebabkan oleh cotton bud. (5)

Ketika serumen terperangkap dalam kanalis akustikus eksternus dengan


keadaan hampa udara dapat melalui membran timpani dan pasien merasa
telinganya tersumbat dan terjadi tuli ringan. Jika serumen menekan
membran timpani pergerakan serumen atau membran timpani dapat
menimbulkan nyeri. Serumen harus dikeluarkan dengan hati-hati sehingga
tidak menyebabkan trauma pada kanalis akustikus eksternus atau membran
timpani. Jika itu memungkinkan maka sebaiknya serumen dikeluarkan
dengan suction atau kuret. Irigasi dengan air harus dihindari karena dapat
memperburuk situasi jika ada perforasi membran timpani. (4)

3. 1. 4. PENYEBAB AKUMULASI SERUMEN

Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan


korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut
Gangguan Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan
serumen. (13)

Keratosis Obturans
Beberapa pasien mendapati adanya benda yang putih seperti mutiara pada
telinga mereka dan terbentuk dari keratin skuamosa yang terkompresi. Jenis
ini sangat sulit untuk dibersihkan. Bila berlanjut lembar keratin akan
berdeskuamasi sampai ke lumen kanalis akustikus eksternus dan massa akan
bertambah banyak. Tekanan dari massa ini akan menimbulkan erosi pada
tulang kanalis akustikus eksternus. (13)

Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa impaksi serumen bukan karena


overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena ketidakmampuan
korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Pada orang normal,
korneosit terpisah satu sama lain sejalan dengan migrasi stratum korneum ke
lateral dari bagian profunda ke jaringan ikat superfisial di kanalis akustikus
eksternus bagian dalam. Bila proses ini gagal, lembara keratin tidak
mengalami migrasi secara normal, sehingga terjadi akumulasi di kanal
bagian dalam. (13)

Ketidakmampuan korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang hilang


yaitu “keratinocyte attachment-destroying substance”(KADS). Menurut
teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan menjadi bagian yang
kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan
akan mencapai bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya
akan terbentuk akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk
massa sumbatan. (13)

Faktor lain yang mempengaruhi adalah steroid sulfatase yaitu enzim


arylsulfatase-C yang normalnya terdapat di sel epithelial, fibroblast, dan
leukosit. Enzim ini diketahui dapat membantu proses deskuamasi sel
epidermal. Kohesi sel di stratum korneum dijaga oleh kolesterol sulfat yang
berfungsi sebagai perekat intraselular. Steroid sulfat diyakini menghambat
kerja kolesterol sulfat dan melepaskan ikatan antar sel. Pad orang normal,
aktivitas steroid sulfat lebih banyak di epithelium kanalis akustikus
eksternus profunda daripada di kanalis superfisial. Jadi, steroid sulfat
bertanggung jawab terhadap pemisahan keratosit dan migrasinya ke arah
luar. Juga tehadap iktiosis resesif X-linked, keratin menjadi terakumulasi
dan berwarna coklat gelap. (13)

3.2. PENANGANAN SERUMEN

Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-alat. Irigasi
yang merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis akustikus eksternus
tetapi hanya boleh dilakukan bila membran timpani pernah diperiksa sebelumnya.
Perforasi membran timpani memungkinan masuknya larutan yang terkontaminasi
ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan air yang terlalu
keras kearah membran timpani yang atrofi dapat menyebakan perforasi. Liang
telinga dapat diirigasi dengan alat suntik atau yang lebih mudah dengan botol irigasi
yang diberi tekanan. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga keatas
dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan sepanjang dinding
superior kanalis akustikus ekstenus sehingga arus yang kembali mendorong
serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung dalam wadah yang dipegang
erat dibawah telinga dengan bantuan seorang asisten sangat membantu dalam
mengerjakan prosedur ini. (3)
Gambar 3.2 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus (3)

Alat-alat yang membantu dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus adalah


jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang penting
pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga sangat
sensitif terhadap alat-alat. Dinding posterior dan superior kanalis akustikus
eksternus kurang sensitif sehingga pelepasan paling baik dilakukan disini.
Kemudian serumen yang lepas dipegang dengan cunam dan ditarik keluar. (3)

Gambar 3.3 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator (1)
Pemeriksaan gendang telinga mungkin pembersihan lebih lanjut dengan irigasi.
Penghisapan digunakan untuk mengeluarkan serumen yang basah dan untuk
mengeringkan liang ini. Dapat juga digunakan aplikator logam berujung kapas.
Massa serumen yang keras harus lebih dahulu dilunakkan sebelum pengangkatan
untuk menghindari trauma. Zat yang dapat digunakan adalah gliserit peroksida dan
dipakai 2-3 hari sebelum dibersihkan. Obat pengencer serumen harus digunakan
dengan hati-hati, karena enzim atau bahan kimianya sering dapat mengiritasi liang
telinga dan menyebabkan otitis eksterna. (3)

Membersihkan serumen dari lubang telinga tergantung pada konsistensi serumen


itu. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan mempergunakan kapas yang
dililitkan pada peilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau
kuret, sedangkan apabila dengan cara in sukar dikeluarkan, dapat diberikan karbon
gliserin 10% dulu selam 3 hari untuk melunakkannya. Atau dengan melakukan
irigasi teinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh. Perlu
diperhatikan sebelum melakukan irigasi telinga, riwayat tentang adanya perforasi
membran timpani, oleh karena pada keadaan demikian irigasi telinga tidak
diperbolehkan. Sumbatan lubang telinga oleh pelepasan kulit sebaiknya dibersihkan
secara manual dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas daripada dengan
irigasi.

3. 2. 1. Zat serumenolisis

Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes telinga


waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak
mineral, hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex. Pemakaian preparat
komersial untuk jangkan panjang atau tidak tepat dapat menimbulkan
iritasi kulit atau bahkan dermatitis kontak.

Pada serumen tipe basah biasanya diperlukan untk melembutkan serumen


sebelum dikeluarkan. Proses ini digantikan oleh zat serumenolisis dan
keadaan ini tercapai dengan mengunakan lautan yang bersifat
serumenolytik agen yang digunakan pada kanalis telinga biasanya dipakai
untuk pengobatan di rumah. (11)

Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organic. (13)


Solutio aqueos tersusun atas air yang dapa dengan baik memperbaiki
masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya :
- 10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)
- 3% hidrogen peroksida
- 2% asam asetat
- Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai


lubrikan, dan tidak berefek mengubah intergitas keratin skuamosa, antara
lain :
- Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine
- Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil,
baby oil, olive oil)
- Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)
- Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)
- Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives

Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat menimbulkan


reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Dan pembersihan serumen
yang tidak tuntas dapat menyababkan superinfeksi jamur. Komplikasi lain
yang mungkin adalah ototoksisitas yang dapat terjadi bila terdapat
perforasi. (13)

Zat serumenolitik ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum
pengangkatan serumen (11)
3. 2. 2. Penyemprotan telinga

Beberapa serumen bisa dilunakkan, ini bisa dikeluarkan dari kanalis


telinga dengan cara irigasi. Larutan irigasi dialirkan di canalis telinga yang
sejajar dengan lantai, mengambil serumen dan debris dengan larutan
irigasi mengunakan air hangat (37oC), larutan sodium bicarbonate atau
larutan dan cuka untuk mencegah sekunder infeksi. (11)

Gambar 3. 4 Cara Penyemprotan Telinga (5)


3. 2. 3. Metode Kuretase (3,11)

Gambar 3.5 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen (6)

Serumen biasanya diangkat dengan sebuah kuret dibawah pengamatan


langsung. Perlu ditekankan disini pentingnya pengamatan dan paparan
yang memadai,. Umumnya kedua faktor tersebut paling baik dicapai
dengan penerangan cermin kepala dan suatu speculum sederhana. Irigasi
dengan air memakai spuit logam khusus juga sering dilakukan. Akhir-
akhir ini sebagian dokter lebih memilih suatu alat irigasi yang biasa
digunakan pada kedokteran gigi. Sementara aurikula ditarik ke atas
belakang untuk meluruskan lubang telinga, air dengan suhu tubuh
dialirkan dengan arah posterosuperior agar dapat lewat diantara massa
serumen dengan dinding belakang lubang telinga. Namun pada sejumlah
kasus, sekalipun irigasi telah beberapa kali dilakukan, pasien masih saja
mengeluhkan telinga yang tesumbat dan pada pemeriksaan masih terdapat
sumbat yang besar. Pada kasus demikian, kadang-kadang dilakukan
pengisapan. Forsep alligator tipe Hartmann juga berguna pada sumbat yag
keras. Dalam melakukan irigasi perlu berhati-hati agar tidak merusak
membran timpani. Jika tidak dapat memastikan keutuhan membran
timpani, sebaiknya irigasi tidak dilakukan.
Gambar 3.6 Pengambilan Serumen dengan Suction

3. 3. KELAINAN MENGENAI SERUMEN

3. 3. 1. HIPERSERUMINOSIS (6)

Hiperseruminosis merupakan akumulasi abnormal dari serumen.


Penyebabnya dapat karena kerusakan saat memproduksi atau kerusakan
pada saat pembersihan. Hasil produksi serumen mungkin berhubungan
dengan infeksi, walaupun kebanyakan etiolologinya tidak jelas. Sumbatan
yang terjadi pada pasien dengan efek serumen menunjukkan adanya
lapisan keratin berlebihan yang menyerupai stratum korneum kulit kanalis
profunda. Pemisahan keratosit abnormal mungkin karena aktivitas steroid
sulfat rendah pada statum korneum kanalis profunda, yang dicurigai
sebagai penyebab terjadinya akumulasi serumen. Steroid sulfatase yang
memicu terjadinya pemisahan keratisid dengan cara deaktivasi kolesterol
sulfat yang mengikat bersama sel-sel dalam stratum korneum. Level
steroid sulfatase di bagian osseus kanalis akustikus eksternus
menunjukkan lebih tinggi daripada level dibagian kartilagnosa.
Kekurangan steroid sulfat mungkin mencegah pemisahan keratinosit
normal pada stratum korneum bagian osseus dan menyebabkan akumulasi
lapisan keratinosit.
Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus
eksternus. Saluran yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat
memblok migrasi alami stratum korneum dan bagian medial kanalis
akustikus eksternus. Pada lansia migrasi cenderung menurun dan aurikula,
kadang dapat menyebabkan oklusi parsial pada meatus eksternus dan
mencegah eliminasi normal serumen. Stenosis kanalis akustikus eksternus
setelah trauma, infeksi kronis, atau pembedahan mungkin akan
menghalangi eliminasi serumen. Penyebab potensial obstruksi adalah
benda asing dan tumor.

Sebelum serumen dikeluarkan pasien perlu ditanya mengenai riwayat


perforasi membran timpani, riwayat operasi, atau riwayat otitis media akut
atau kronis. Tergantung konsistensi serumen, jerat kawat, kuret cincin
yang tumpul, atau suction mungkin digunakan untuk membersihkan
kanalis. Irigasi harus digunakan dengan hati-hati khususnya ketika kondisi
membran timpani tidak diketahui. Struktur ini mungkin rusak ketika
ditipiskan, bagian tengah telinga dalam yang datar mungkin rusak ketika
gendang telinga tidak ada. Penerangan cahaya yang sesuai dan magnifikasi
binocular memfasilitasi pengeluaran serumen dan meminimalisir trauma
pada lapisan dasar epitel. Setelah semua debris dikeluarkan, hal penting
memeriksa kanal untuk beberapa kondisi patologis yang mungkin menjadi
predisposisi hiper serumenosa dan memeriksa keutuhan membran timpani.

3. 3. 2. SERUMINAL GLAND ADDENOMA (Ceruminoma, Hidradenoma)(6)

Adenoma glandula seruminal adalah pertumbuhan lunak unit apilosebasea


alam kanalis akustikus eksternus. Seruminoma dapat menyerupai lesi
agresif alinnya ( seruminal gland carcinoma), oleh karena itu lebih baik
disebut adenoma glandula seruminal. Tumor ini terjadi pada usia 40-60
tahun dan pria disbanding wanita sama dengan 3:1. lesi biasanya
asimptomatis kecuali bila obstruksi kanalis akustikus ekstenus dan infeksi
sekunder. Adenoma glandula seruminal tampak non ulserasi, epithelial
ditutupi nodul pada lateral dinding. Secara histologis menunjukkan nodul
tumor yang merah keabu-abuan, kistik, dan kapsul dengan batasan tidak
jelas. Komponen glandula mungkin bervariasi, rata dalam tumor yang
sama tapi biasanya terdiri dari selapis epitel kuboid atau sel berbentuk
spidel yang mungkin mewakili kelenjar mioepitel kelnjar normal. Sel
memiliki fenotip yang lunak tanpa adanya invasi. Pengobatan meliputi
pemotongan local pada lesi dengan cangkok kulit selama waktu yang
dibutuhkan. Rekuren bisa terjadi apabila pemotongan tidak sempurna.

3. 3. 3. CERUMINAL GLAND ADENOCARCINOMA (6)

Adenocarcinoma ini menyerang usia pertengahan dan orang yang lebih


tua, lebih dominan pada pria. Karsinoma ini merupakan keganasan dari
adenoma glandula seruminal lunak(benign). Gejalanya antara lain otalgia,
kotoran telinga yang sering berdarah, dan tuli. Pemeriksaan menunjukkan
eritem dan ulserasi pada kanalis. Pemeriksaan secara histologis
menunjukkan arsitektur umum sebagai lesi lunak tetapi dengan aktivitas
mitosis dan invasi. Perawatan mirip dengan karsinoma adenoidcystic,
terapi radiasi post operatif biasanya berperan penting. Kekambuhan
persentasenya 10-50%, ini bukanlah angka yang luar namun bila terjadi
metastase maka merupakan hal yang luar biasa.

3. 3. 4. CERUMINOMA (6)

Lapisan dermal bagian kartilaginosa memiliki folikel rambut, kelenjar


sebasea, dan kelenjar seruminosa(modifikasi kelenjar keringat). Kelenjar
seruminosa secara histologi mirip dengan kelenjar apokrin pada aksila dan
genital karena mempunyai dua lapisan struktur epitel terdiri dari selapis
oxyphyilic kolumnar dalam dan selapis mioepitel luar. Johnstone et al.
(1957) menjelaskan bahwa neoplasma kelenjar yang sulit dibedakan
secara histologis dari tumor kelenjar keringat dan terjadi pada tubuh dan
berhubungan dengan hydradenoma.

O’neill dan Parker (1957) memberikan pendapat bahwa tumor kelenjar


keringat berhubungan dengan pendapat orang tersebut. Karena lokasi yang
spesifik tumor ini yang asalnya dari modifikasi kelenjar keringat, secara
otology dapat berlanjut menjadi seruminoma. Karakteristik khas secara
klinik adalah massa di kanalis akustikus eksternus yang dilapisi epitel
squamosa, asimptomatis sampai menyebabkan obstruksi pada kanalis.
Pertumbuhannya berubah secara ekstrim tetapi biasanya lambat dan
progresif sampai terdapat pembengkakan.

Secara histology tumor terdiri dari sel asidofilik yang mengelilingi lumen
atau disekitar korda dan dibatasi oleh sel mioepital yang tidak dikenal.
Terdapat stroma intraglandula yang berubah-ubah. Kadang-kadang
histologisnya mirip dengan adenoma, mixed tumor, dan adenoidcystic.
Rekurensi terjadi bila karsinoma tidak diangkat semua. Pengobatannya
tergantung luasnya pemotongan tumor. Sifat agresif local atau invasif
harus disamakan dengan keganasan meskipun tidak ada kasus mengenai
penyebaran seruminoma.

Gambar 3.7 Macam-macam Serumen (14)


Figure 3. Cerumen removal sequence with Sullivan speculum loop for the video
otoscope. Top left: Cerumen in situ; top right: angulated loop entering ear canal;
lower left: loop positioned medial to site of cerumen; lower right: cerumen
extracted.
IV. KESIMPULAN

4.1. Earwax atau serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi
apokrin dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan
rambut.Terdapat (co) Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen
tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.(en)

4.2. Serumen normal ditemukan di kanalis akustikus eksternus dengan fungsi


diantaranya membersihkan, lubrikasi dan sebagai antibakteri dan antifungi. (wi)

4.3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan yang didapat dari pasien berupa
pendengaran menurun sampai tuli ringan, adanya tekanan di telinga sampai rasa
nyeri telinga dan gambaran dari serumen baik dari konsistensi maupun dari warna
serumen. (mo)

4.4. Penanganan serumen dilakukan dengan menggunakan obat tetes telinga yang
bersifat seruminolisis, penyemprotan telinga, dan metode dengan instrumentasi
seperti kuretase dan penyedotan (suction). (mo)
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam G.L., Boies L.R., Highler P.A., BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamentals of Otolaryngology). Edisi 6. 1997. Balai Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

2. Bailey B.J., Johnson J. T., Newlands S. D., Head & Neck Surgery Otolaryngology.
4th Edition. 2006. Lippincot Williams & Wilkins.

3. Ballenger J. John, Penyakitt Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 13 th


edition. Binarupa Aksara

4. Blueestune D. Charles, Pediatric Otolaryngology. 3th Edition. 1996.W>B Saunders


Company.

5. Brian J. G.B., Michael H., Peter K., Atlas of Clinical Otolaryngology. 2001. Mosby
Yaer Book.

6. Canalis F. Rinaldo, The Ear Comprehensive Otology. 1987. Lippincott Williams


&Wilkins.

7. Schuknecht F. Harold. Pathology of The Ear. 1974. Harvad University.

8. Strom M.D Marshall. Manual of Otolaryngology. Brown and Company Boston


Toronto.

9. Nurbaiti I. Prof, Dr., Sp.THT., Efiaty A.S. Dr., Sp.THT., Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung dan Tenggorok. Edisi 5. 2004. Balai Penerbit FKU1, Jakarta.Guest

10. J. F., Greener M. J., Robinson A. C., Impacted Cerumen: compotition, production,
epidemiology and management. Available at Retrieved from
http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/97/8/477
11. Earwax : Review and Clinical Update March 26, 2008 Available at Retrieved from
http://en.wikipedia.org/wiki/Earwax

12. Pray W. Steven, Earwax : Shoult It be Removed?. Posted June 6 th, 2005. Available
at Retrived from http://www.medscape.com/viewarticle/504788

13. Hawkw, Michael, Update on Cerumen and Ceruminolytics. Posted January 8th,
2002. Available at Retrived from http://www.encyclopedia.com/doc/1G1-
90869479.html

14. Hasil Penelusuran Gambar Google untuk http://www.globalrph.com/vocerum.htm


available at http://www.ispub.com/vocerum/index

You might also like