You are on page 1of 6

ANALISIS CERPEN

MEMECAH UDARA
Karya: Kurnia Effendi

Oleh:
Jessica Hendra Honggo
XI IPS 1 - 16

SMA Santa Ursula


Jalan Pos no. 2, Pasar Baru
JAKARTA 10010
MEMECAH UDARA
Karya: Kurnia Effendi

1. Ringkasan
Aku (nama tidak disebutkan) merupakan ayah dari tiga anak, dengan istri
bernama Gardinia. Suatu pagi, Aku sekeluarga berbicara mengenai cita-cita ketiga
anak mereka. Bertahun-tahun kemudian, mereka telah tumbuh dewasa, berhasil
mencapai cita-citanya, dan sering tidak berada di rumah, sehingga Aku dan istrinya
meluangkan lebih banyak waktu bersama di rumah dengan berdoa, bernostalgia
mengenai masa kuliah mereka, harapan, dan memikirkan apa yang akan terjadi di
masa depan. Aku seringkali menuliskan doa dan harapannya, di antaranya harapan
bahwa ia akan meninggal bersamaan dengan istrinya kelak sepulang dari Tanah Suci.
Di luar dugaan, doanya menjadi kenyataan setelah Aku dan istrinya berziarah haji di
Jedah bersama dengan Si Tengah; mereka berdua meninggal dalam ledakan pesawat
yang dalam penerbangan kembali ke Indonesia. Sebelum rohnya benar-benar pergi, ia
mengunjungi masing-masing anaknya yang berada di belahan dunia yang berbeda,
dan menemukan bahwa ternyata Si Tengah meledakkan pesawat tersebut demi
mewujudkan keinginan terakhir ayahnya.

2. Unsur Intrinsik
a. Tema: Keluarga
Dalam cerpen tersebut, secara garis besar diceritakan tentang pemikiran Aku
mengenai masa depan keluarganya dan jalan hidup keluarga Aku, dari saat
ketiga anaknya masih kecil sampai dengan dewasa dan telah menempuh jalan
hidup masing-masing.

b. Alur: Campuran
Alur yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah alur campuran. Hal ini
terlihat dari Aku yang kadang-kadang mengenang masa lalunya bersama
Gardinia, terutama masa kuliah.

c. Tokoh dan Penokohan


Tokoh: 1. Aku (sang ayah, tidak diketahui namanya)
Watak: * beriman dan bertakwa pada Tuhan YME
* taat beribadah
* sabar
* pasrah
* tidak memaksakan kehendak sendiri
* memikirkan orang lain, tidak egois
* dapat menarik kesimpulan dan mengerti keinginan
orang lain melalui kebiasaan orang tersebut
* berpikir jauh ke depan
* memprioritaskan keluarganya, terutama ketiga
anaknya

2. Gardinia (istri Aku)


Watak: * beriman dan bertakwa pada Tuhan YME
* bertutur kata lembut
* setia kepada suaminya
* berusaha menyelesaikan sesuatu lebih awal

3. Si Bungsu
Watak: * berpikir lebih dewasa
* kurang menyadari bakat dan minatnya sendiri

4. Si Tengah
Watak: * suka bereksperimen, menciptakan sesuatu yang baru
* ragu-ragu
* tidak berpikir secara rasional. Sangat menyayangi
kedua orangtuanya, sehingga berusaha untuk
memenuhi keinginan yang tidak mungkin

Penokohan: Teknik penokohan yang digunakan oleh Kurnia Effendi adalah


dramatik. Watak sang tokoh utama (Aku, sang ayah) dapat
disimpulkan dari jalan pemikirannya sebagai pencerita dalam
cerpen tersebut, sedangkan watak tokoh lain dapat diketahui dari
dialog antartokoh dalam cerpen.

d. Latar
Waktu : subuh, pagi hari, malam hari, siang hari, masa kuliah Aku dan
Gardinia, ketika ketiga anaknya masih kecil, dan ketika ketiga
anaknya sudah dewasa.
Tempat : di dalam rumah, di dalam kamar, warung bajigur di tikungan Pasar
Balubur, ruang tengah rumah, Jedah, di tenda penginapan, King
Abdul Aziz, dalam pesawat, Amerika, di sanggar lukis, apartemen
tempat Si Tengah tinggal.

e. Amanat
* melaksanakan ibadat dan beriman kepada Tuhan YME
* menggapai cita-cita sesuai dengan keinginan, minat, dan bakat masing-
masing, bukan karena dipaksa oleh pihak lain
* saling menyayangi dan menghargai antaranggota keluarga

f.Sudut Pandang: akuan


3. Unsur Ekstrinsik
Cerpen Memecah Udara karya Kurnia effendi mengikutsertakan beberapa
unsur, seperti iman kepada Tuhan (unsur agama), keluarga, dan cita-cita. Adanya
unsur agama, terutama agama Islam, terlihat dari kepercayaan dan ketakwaan Aku
yang begitu kuat terhadap Tuhan YME, serta disebutkannya beberapa istilah yang
dikenal dalam agama Islam.
“…Aku membaca salah satu surah dalam Qur’an, lalu berdoa agar
dianugerahi mimpi paling favorit, yaitu bertemu Nabi Muhammad. Di
alam maya itulah aku suka memandang sosok Rasulullah, putra
Abdullah yang bersahaja…” (Effendi: hal 47)

“… ‘Dan seandainya Engkau mengabulkan, wafatkan kami sepulang


dari Tanah Suci. Ledakkan pesawat kami…..Tetapi sungguh syahid jiwa
kami, beserta seluruh rombongan. Membawa pahala mabrur ke
hadapanMu’…” (Effendi: hal 53)

Unsur keluarga tampak jelas dalam alur cerpen Memecah Udara, karena secara
garis besar, Aku menceritakan mengenai bagaimana ia meluangkan waktunya
bersama istrinya, dan bagaimana perasaannya ketika ketiga anaknya tumbuh semakin
dewasa dari tahun ke tahun. Keluarga Aku merupakan keluarga yang biasa saja,
layaknya keluarga pada umumnya.
“...Waktu bergulir, merontokkan hari demi hari, dan kami telah
melampaui beberapa tahun. Di antaranya harus melewati masa kritis,
juga melintasi masa-masa yang sungguh berbahagia. Pada akhirnya
anak-anak menjadi besar, perlahan matang dan kian dewasa. Mereka
adalah tiga jagoan kami. Dengan postur yang tinggi, tumbuh sehat, dan
tetap bersitahan pada kepatuhan terhadap orang tua...” (Effendi: hal 49-
50)

“…Kadang-kadang, di saat anak-anak sedang tidak berada di rumah,


ketika kami berdua kembali menjadi pemilik kesepian, hanya sanggup
saling berpandangan dan merebaklah air mata di pipi…” (Effendi: hal
50)
Hubungan mengenai keinginan, cita-cita, dan masa depan seseorang juga
ditunjukkan dalam cerpen tersebut, dalam hal ini lebih menyorot kepada ketiga anak
Aku. Pengarang berusaha menyampaikan pesan kepada pembaca untuk mencapai
cita-cita sesuai dengan keinginan dan bakat sendiri, bukan karena dipaksakan oleh
pihak-pihak lain, maupun orangtua.
“…Aku dan ibunya tahu persis, bahwa Si Bungsu sulit menjadi tentara
sebagaimana keinginannya waktu kecil. Dari awal kami paham dengan
minat yang sesungguhnya. Karena sejak dini, pekerjaanya adalah
membaca…” (Effendi: hal 52)

“… ‘Kalau aku jadi apa, Ayah?’ tanya si Tengah. ‘Kamu cocok sebagai
ahli biologi. Kamu pantas menyelidiki rahasia kehidupan makhluk
hidup. Ayah lihat, koleksi jangkrik dan kodokmu banyak.’...” (Effendi:
hal 49)

Terakhir, pengarang sedikit menyinggung mengenai terorisme, dan pergulatan


batin sang teroris, ketika pada akhirnya diketahui bahwa ternyata Si Tengah lah yang
telah meledakkan pesawat yang ditumpangi kedua orangtuanya.
“…‘Ya Allah, apakah aku telah berdosa atau mendapatkan pahala?
Apakah perbuatanku itu telah menolong Ayah dan Ibu atau justru
mencelakakan? Jawablah, ya Allah. Mengapa aku kini begitu bimbang?
Bukankah aku telah memenuhi harapan Ayah, seperti Ayah yang telah
memenuhi setiap harapan anak-anaknya? Ampuni aku, ampuni aku, ya
Allah..’ Si Tengah merundukkan kepala. Menangkup wajahnya dengan
kedua belah tangan. Dari sela-sela jemarinya mengalir airmata.
Tubuhnya gemetar oleh tangis…” (Effendi: hal 57)

You might also like