You are on page 1of 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak

dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah

mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal

dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai

bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan

lingkungan kehidupan dan sumber daya. Sebagai limbah, kehadirannya cukup

mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industri.

Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu

ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya

dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak

membahayakan lingkungan ataupun pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan

beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasnya.

Universitas Sumatera Utara


Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan

karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka

waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka

panjang cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan

haruslah merumuskan akibat – akibat pada suatu jangka waktu yang cukup jauh.

Melihat pada sifat – sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan

pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah

pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan (Perdana Gintings, 1992).

Kadar air sampah adalah sangat tinggi, yaitu 99,9% atau lebih. Benda – benda

padat dalam sampah dapat berbentuk organik maupun anorganik. Zat organik dalam

sampah terdiri dari bahan – bahan nitrogen, karbohidrat, lemak dan sabun. Mereka

bersifat tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau – bauan yang tidak sedap.

Sifat – sifat khas sampah inilah yang membuat perlunya pembenahan sampah dan

menyebabkan kesulitan – kesulitan yang maha besar dalam pembuangannya. Benda –

benda padat anorganik biasanya tidak merugikan (Mahida, 1984).

2.2. Jenis Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses

pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah

padat, limbah cair, dan limbah gas.

Universitas Sumatera Utara


2.2.1. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong,

serat dan tempurung.

Tabel 2.1 : Rendemen Limbah Padat

Jenis Persentase Terhadap TBS Hasil Proses

Basah Kering

Tandan Kosong 21 – 23 10 - 12 Bantingan

Serat 8 – 11 5-8 Screw press

Tempurung 5 4 Shell Separator

Limbah padat tandan kosong kadang – kadang mengandung buah tidak lepas

di antara celah – celah ulir dibagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan dan

bantingan yang tidak sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit.

Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai

kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada proses

ekstraksi di screw press dan pemisahan pada fibre cyclone. Tempurung yang

dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator masih mengandung biji bulat dan inti

sawit (Ponten M. Naibaho, 1996).

Universitas Sumatera Utara


2.2.2. Limbah Cair

Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal

dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosiklon. Limbah kelapa sawit memiliki

kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban

pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar

pula.

Tabel 2.2 : Sumber Dan Bobot Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Produksi

Sumber BOD Tandan buah Minyak

Segar (ton) (ton)

Air Kondensat 25 – 30.000 0,15 0,9

Air lumpur 20 – 60.000 0,35 0,5

Air hidrosiklon 3 – 9.000 0,10 0,1

Sumber : Loebis dan Tobing, 1989

Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses

klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan

kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut

lumpur sekunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar

3 – 5.

Universitas Sumatera Utara


Tabel.2.3. Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit

Parameter Lumpur Primer Lumpur Sekunder

pH 3,75 4,54

Padatan tersuspensi 80.720 243.670

(ppm)
64.760 233.730

Padatan volatil (ppm)


28.220 16.320

COD (ppm)
31 3

Nitrat (ppm)
106 3

Fosfat (ppm)
- -

Sumber : Nurcahyo, 1993

Tabel 2.4. Hasil Analisa Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Parameter Konsentrasi (mg/l)

COD (chemical oxygen demand) 48.000

Padatan Total (total solids) 29.000

Padatan tersuspensi (suspended solid) 18.750

Minyak (oil & grease) 5.000

Sumber : Loebis dan Tobing, 1989

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Limbah Gas

Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan

limbah bahan gas. Limbah gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik

kelapa sawit (Yan Fauzi, 2002).

2.3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

2.3.1. Sumber Limbah Cair

Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari beberapa unit pengolahan adalah 120 m3/hari

berupa kondensat rebusan, 450 m3/hari dari stasiun klarifikasi, dan 30 m3/hari dari

buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap pabrik kelapa sawit dengan

kapasitas 30 ton tandan buah segar/hari adalah 600 m3/hari.

2.3.2. Kandungan Limbah Cair

Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemar lingkungan

karena berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan tersuspensi yang

Universitas Sumatera Utara


tinggi. Untuk mengendalikan pencemaran maka diperlukan pengolahan LCPKS secara

biologik, kimia, atau fisik. Penanganan limbah cair secara biologik lebih disukai

karena dampak akhirnya terhadap pencemaran lingkungan minimal.

Limbah cair PKS mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi

minyak dalam air. Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai maka sebagian

akan mengendap, terurai secara perlahan, mengonsumsi oksigen terlarut,

menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang sangat tajam, dan dapat merusak

daerah pembiakan ikan. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung senyawa

anorganik dan organik yang dapat dan tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme.

Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya dapat dirombak oleh bakteri

dan dapat dikendalikan secara biologis. Pengolahan limbah cair secara biologis dapat

dilakukan dengan proses aerobik dan anaerobik. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa

sawit dimulai dengan proses anaerobik dan dilanjutkan dengan proses aerobik (Said,

1996).

2.3.3. Dampak Limbah Industri

Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat

merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi

karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam – tanaman

dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air

Universitas Sumatera Utara


seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan (aestetika),

karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah

hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi (Sugiharto, 1987)

Sebagian besar senyawa kimia dalam air termasuk dalam kategori kimia

organik maupun anorganik. Parameter kimia paling dominan dalam mengukur kondisi

badan air akibat buangan industri. Barangkali parameter ini yang paling banyak

menciptakan kecemaran dan bahaya terhadap lingkungan. Oksigen mempunyai

peranan penting dalam air. Kekurangan oksigen dalam air mengakibatkan tumbuhnya

mikroorganisme dan bakteri. Bakteri berfungsi untuk merugikan zat organik dalam

air. Dalam air terjadi reaksi oksigen dengan zat organik oleh adanya bakteri aerobik.

Atas dasar reaksi ini dapat diperkirakan bahan pencemar oleh zat organik (Perdana

Gintings, 1992).

2.4. Pelaksanaan Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Penanganan limbah cair secara umum dapat dikelompokkan menjadi enam bagian,

antara lain, penanganan pendahuluan (pretreatment), penanganan pertama (primary

treatment), penanganan kedua (secondary treatment), penanganan ketiga (tertiary

treatment), pembunuhan kuman (disinfection), dan pembuangan lanjutan (ultimate

disposal). Penanganan buangan cair tidak harus melalui tahap – tahap seperti di atas,

tetapi sesuai dengan kebutuhan.

Universitas Sumatera Utara


Penanganan pendahuluan dan penanganan pertama mencakup proses

pemisahan bahan – bahan mengapung dan mengendap, baik secara fisik maupun

kimia. Penanganan kedua umumnya mencakup proses biologi, untuk mengurangi

bahan – bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Penanganan

ketiga merupakan kelanjutan dari penanganan sebelumnya bila masih terdapat bahan

yang berbahaya. Beberapa jenis penanganan ketiga ini adalah penyaringan pasir,

penyerapan, vakum filter, dan lain – lain. Penanganan lanjutan dilakukan untuk

menangani lumpur yang dihasilkan pada penanganan sebelumnya.

Limbah lumpur aktif maupun limbah organik lainnya dapat ditangani dengan

proses pencernaan aerobik. Beberapa keuntungan proses pencernaan aerobik antara

lain hasil pencernaan aerobik tidak berbau, bersifat seperti humus, mudah dibuang,

dan mudah dikeringkan. Selain itu, pencernaan aerobik lebih mudah dilakukan dan

biayanya lebih murah dibandingkan pencernaan anaerobik. Beberapa kerugian

pencernaan aerobik adalah penambahan energi untuk memasok oksigen sehingga

biaya operasinya lebih mahal, tidak menghasilkan gas metana, dan lebih banyak

menghasilkan lumpur sisa dibandingkan pencernaan anaerobik (Said, 1996).

2.4.1. Pendinginan

Air limbah segar yang keluar dari pabrik umumnya masih panas (50 – 700C) dan

masih diperlakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah yang

Universitas Sumatera Utara


bakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri mesophill memerlukan

pendinginan hingga 400C, sedangkan pengendalian dengan menggunakan bakteri

thermophill memerlukan suhu pengendalian 600C, maka tidak perlu didinginkan.

Pendinginan dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Menara pendingin, yaitu pendinginan air limbah dengan menggunakan

menara, yang kemudian dibantu dengan bak pendingin. Menara dibuat dari

plat stainlessteel yang tahan karat atau dengan konstruksi kayu. Alat ini

mampu menurunkan suhu limbah dari 600C menjadi 400C.

b. Kolam pendingin, yaitu pendinginan limbah dengan kolam. Pendinginan ini

dikombinasikan dengan pengutipan minyak. Pendinginan di dalam kolam

dilakukan selama 48 jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama

akibat aliran di dalam kolam pendingin tidak baik, yaitu seolah – olah ada

aliran yang terlokaliser. Oleh sebab itu dicoba memperbesar ukuran kolam

pendingin yang mampu menampung limbah 10 hari olah.

2.4.2. Deoling Pond

Deoling pond berfungsi untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%. Deoling

pond ini merupakan instalasi tambahan membantu fat pit yang hanya mampu

mengutip minyak.

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Pengasaman

Limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan

menghasilkan senyawa asam. Agar senyawa ini tidak mengganggu proses

pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman (acidification). Dalam kolam ini

pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pHnya naik setelah asam – asam

organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut.

2.4.4. Netralisasi

Seperti dikemukakan di atas bahwa limbah yang masih asam tidak sesuai untuk

pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan bahan

kimia atau cairan alkali. Bahan yang sering ditambahkan ialah soda api, kapur tohor,

abu tandan kosong dan cairan limbah yang sudah netral.

Pemakaian bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar

minyak yang terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium.

Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang sedikit

lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan kosong. Jumlah kapur tohor

yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan

sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah

mempunyai pH netral.

Universitas Sumatera Utara


2.4.5. Kolam Pembiakan Bakteri

Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian

kolam pengendalian limbah. Untuk membiakkan bakteri diperlukan kondisi yang

optimum dalam hal :

a. pH netral yaitu 7,0.

b. Suhu 30 – 400C untuk bakteri mesophill, 57 – 650C untuk bakteri thermophill.

c. Nutrisi yang cukup mengandung nitrogen dan posfat.

d. Kedalaman kolam 5 – 6 m.

e. Ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara

400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam.

2.4.6. Kolam Anaerobik

Limbah yang telah dinetralkan dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses.

Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan

bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik.

Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam kolam anaerobik maka perlu

diperhatikan beberapa faktor :

Universitas Sumatera Utara


1. Sirkulasi

Untuk mempertinggi frekuensi persinggungan antara bakteri dengan substart

maka dilakukan sirkulasi dalam kolam itu sendiri. Hisapan sirkulasi

ditempatkan didasar kolam limbah dan dicegah agar tidak bersinggungan

dengan udara.

2. Resirkulasi

Resirkulasi ialah pemasukan hasil olah limbah dari kolam dihilir ke kolam

dihulu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi substrat dalam hal pH,

nutrisi dan kelarutan.

3. Kandungan Minyak

Kandungan minyak yang masuk ke dalam kolam akan mempengaruhi aktifitas

bakteri, yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara substrat dengan

bakteri. Juga minyak tersebut jika bereaksi dengan alkali dapat membentuk

sabun berbusa yang sering mengapung dipermukaan kolam dan bercampur

dengan benda – benda yang lain dan disebut dengan “scum”.

Untuk mengaktifkan proses perombakan maka scum yang terlalu tebal di atas

permukaan limbah perlu dibuang. Karena scum yang tebal sangat menyulitkan

gas methan yang terbentuk keluar ke udara terbuka. Juga scum ini dapat

menghambat pergerakan limbah sehingga penyebaran bakteri dan lumpur aktif

yang dimasukkan tidak merata.

4. Kedalaman dan Volume Kolam

Kedalaman kolam anaerobik tetap harus dipertahankan, yaitu dengan

melakukan pengorekan secara terjadwal. Kedalaman yang berkurang akan

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan aktifitas bakteri menurun, ini jika terlihat pada kedalaman yang

kurang dari 3 m.

Volume kolam yang kecil akan menurunkan retention time, yang berarti

menghentikan perombakan bahan organik pada tingkat BOD tertentu.

5. Jenis Bakteri yang Dikembangkan

Seperti diterangkan di atas bahwa bahan organik yang terkandung dalam

limbah didominasi oleh karbohidrat, selulosa, protein, lignin dan minyak. Oleh

sebab itu dalam perombakannya perlu dikembangkan jenis bakteri spesifik

yang mampu merombak bahan organik tersebut. Seperti halnya yang

dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang terdiri dari beberapa

bakteri dan disebut “Betagen”.

2.4.7. Kolam Fakultatif

Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Volume

kolam ini dipersiapkan untuk menahan limbah selama 25 hari. Di dalam kolam ini

proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan, yaitu menyelesaikan pekerjaan –

pekerjaan yang belum diselesaikan pada kolam anaerobik. Pada bagian hulu kolam

masih menunjukkan adanya gelembung – gelembung udara yang keluar dari dalam air

limbah sedangkan pada bagian hilir kolam hampir tidak ada. Karakteristik limbah di

dalam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8; BOD 600 – 800 ppm; COD 1250 – 1750 ppm

(Ponten M. Naibaho, 1996).

Universitas Sumatera Utara


2.4.8. Kolam Aerobik

Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini telah

tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan

proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam, metoda

pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator.

2.4.9. Masa Tinggal

Dari seluruh rangkaian proses tersebut di atas, masa tinggal limbah selama proses

berlangsung mulai kolam pendingin sampai air dibuang ke badan penerima

membutuhkan waktu masa tinggal selama lebih kurang minimal 100 hari (Jan Polman

Sitindaon, 2004).

2.5. Lemak

2.5.1. Pengertian Lemak

Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau

manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia ialah lipid. Untuk

memberikan definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang

Universitas Sumatera Utara


termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Sifat kimia

dan fungsi biologinya juga berbeda – beda. Walaupun demikian para ahli biokimia

bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti

lemak, dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang

dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu

pelarut organik misalnya eter, aseton, kloroform, benzene yang sering juga disebut

“pelarut lemak”; (2) ada hubungan dengan asam – asam lemak atau esternya;

(3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Kesepakatan ini telah

disetujui oleh Kongres Internasional Kimia Murni dan Terapan (International

Congress of Pure and Applied Chemistry). Jadi berdasarkan pada sifat fisika tadi, lipid

dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan

alkohol panas, eter atau pelarut lemak yang lain. Macam senyawa – senyawa serta

kuantitasnya yang diperoleh melalui ekstraksi itu sangat tergantung pada bahan alam

sumber lipid yang digunakan.

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau

lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam

karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum :

R – C – OH

Yang dimaksud dengan lemak di sini ialah suatu ester asam lemak dengan

gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon.

Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat

Universitas Sumatera Utara


satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut

monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol

mengikat tiga molekul asam lemak, seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :

HO – CH2 R1 – COO – CH2

HO – CH + 3RCOOH R2 – COO – CH + 3H2O

HO – CH2 R3 – COO – CH2

gliserol asam lemak trigliserida air

Lemak adalah suatu trigliserida. R1 – COOH, R2 – COOH dan R3 – COOH ialah

molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh

sama, boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam ialah asam palmitat,

stearat, oleat dan linoleat.

2.5.2. Penggolongan

Senyawa – senyawa yang termsuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan.

Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga

golongan besar yakni; (1) lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai

alkohol, contohnya lemak atau trigliserida dan lilin (waxes); (2) lipid gabungan yaitu

ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid,

Universitas Sumatera Utara


serebrosida; (3) derivat ipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis

lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu berdasarkan sifat

kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipid

yang dapat disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan

lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Anna Poedjiadi, 2006).

2.5.3. Sifat Fisik Lemak

Lemak netral dalam ilmu gizi adalah apa yang dikenal sebagai lemak dan minyak.

Lemak berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan minyak berbentuk cair. Berat

jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu mengapung ke atas dalam

campuran air dan minyak atau cuka dan minyak. Sifat fisik trigliserida ditentukan oleh

proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya (Sunita Almatsier,

2001).

2.5.4. Analisa Lemak

Gravimetri adalah penentuan kadar langsung dengan melakukan pengukuran massa

zat murni yang dipisahkan dalam bentuk senyawa yang diketahui susunan kimianya

dengan menghitung kandungan komponen analitnya.

Universitas Sumatera Utara


Pemisahan analit dapat dilakukan dari larutannya, jadi sampel padat harus

dilarutkan lebih dulu, baru dilakukan pengendapan dengan pereaksi pengendap atau

dipisahkan dengan cara ekstraksi. Untuk memurnikan endapan diperlukan proses

pencucian atau pengkristalan ulang dan pengeringan sampai berat konstan. Demikian

juga halnya dengan wadah endapan, cawan, baik pada waktu penimbangan awal

cawan kosong, maupun cawan yang sudah berisi endapan yang menggunakan suatu

cara pengeringan tertentu harus ditimbang sampai berat konstan. Gravimetri

memerlukan tanur listrik atau pembakar, penangas udara dan timbangan analitik yang

peka dan akurat, baik penimbang konvensional atau timbangan listrik atau elektronik

(Kosasih, 2004).

Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung

pada sifat alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang

dikehendaki. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari

bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini

bermacam – macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical

expression dan solvent extraction.

1. Rendering

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang

diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada

semua cara rendering , penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifikasi,

yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan

Universitas Sumatera Utara


untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh

minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.

2. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)

Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,

terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk

memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen).

Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum

minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut

mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering

atau pemasakan.

3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)

Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam

pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar

minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak

kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller

pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut

minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan

pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfida, karbon

tetraklorida, benzene dan n – heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut

menguap atau hilang tidak boleh lebih tinggi dari 5 persen. Bila lebih, seluruh

sistem solvent extraction perlu diteliti lagi (Ketaren,2008).

Universitas Sumatera Utara

You might also like