Professional Documents
Culture Documents
1. Sejarah Sitokinin
Pada sekitar tahun 1931, Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu senyawa tak
dikenal yang memacu pembelahan sel yang menghasilkan cambium gabus dan memulihkan luka
pada umbi kentang yang terpotong. senyawa tersebut terdapat pada jaringan pembuluh berbagai
jenis tumbuhan. temuan ini tampaknya merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang
dikandung tumbuhan, yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin yang memacu sitokinensis.
pada tahun 1940an Johannes van Overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa
yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. pada awal tahun
1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang tertarik pada auksin yang ternyata mampu
memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan, mendapati bahwa sel potongan empulur batang
tembakau membelah jauh lebih cepat bila sepotong jaringan pembuluh diletakkan di atasnya; hal
itu mempertegas hasil yang didapatkan Haberlandt.
Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali faktor kimia jaringan pembuluh itu
dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai sistem uji biologi. sel
bdibiakkan dalam medium agar yang mengandung gula, garam mineral, vitamin, asam amino,
dan IAAyang jumlahnya diketahui. IAA sendiri cepat meningkatkan pertumbuhan, dengan
mendorong terbentuknya sel yang cukup banyak, tapi sel itu tidak membelah sehingga banyak di
antaranya poliploidi dengan beberapa inti. dalam upaya mencari seyawa yang bisa memacu
pembelahan sel, mereka menemukan senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari ekstrak khamir.
hal itu mengarahkan penelitian kepada kemampuan DNA dalam memacu sitokinensis (sebab
DNA mengandung adenin). salah satu dilakukan pada tahun 1954 oleh Carlos Miller yang
menemukan senyawa sangat aktif yang terbentuk dari hasil penguraian sebagian DNA tua
sperma ikan hearing atau DNA yang di autoklav. Mereka menamakan senyawa trsebut kinetin
(di telaah oleh Miller tahun 1961). Kinetin sendiri memang belum ditemukan pada tumbuhan,
dan bukan mrupakan bahan aktif yang ditemukan Hibetlandt dari jaringan floem, namun kerabat
sitokinin ditemukan ada di dalam tumbuhan. FC Steward, dengan menggunakan teknik biakan
jaringan, juga pada tahun 1950an, menemukan berbagai jenis sitokinin dalam air kelapa yang
mampu mendorong pembelahan sel pada jaringan akar wortel. Yang paling aktif, berdasarkan
hasil pengujian DS Letham (1974) adalah senyawa yang sebelumnya diberi nama umum zeatin
atau zeatin ribosida. Pada tahun 1964, untuk pertama kalinya zeatin dicirikan pada saat yang
ersamaan oleh Letham dan Carlos Millar, keduanya menggunakan endosperma cair jagung
sebagai sumbernya. Sejak itu, sitokinin lain, yang strukturnya lir-adenin, mirip dengan kinetin
dan zeatin, berhasil dikenali di berbagai tumbuhan berbiji. Tak satupun sitokinin terdapat dalam
DNA atau dalam produk pecahan DNA, tapi terdapat dalam beberapa molekul RNA pemindah
(dan kadang dalam RNA ribosom) tumbuhan berbiji, khamir, bakteri dan bahkan primata, dan
lebih dari 30 jenis terdapat sebagai sitokinin bebas.
Gambar memperlihatkan struktur bentuk basa bebas dari 3 jenis sitokinin yang paling
sering terlacak dan paling aktif secara fisiologis pada berbagai tumbuhan : zeatin, dihidrizeatin,
dan isopenil adenin (IPA).
Semua sitokinin memiliki rantai samping yang kaya akan karbon dan hidrogen, yang
enempel pada nitrogen yang menonjol dari pucak incin purin. Setiap sitokinin bisa ditemukn
dalam bentuk basa bebas atau sebagai nukleosida yang gugus ribosanya melekat pada atom
nitrogen pada kedudukan 9. contohnya adalah zeatin ribosida, yaitu sitokinin yang cukup banyak
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Selanjutnya, ukleosida dapat diubah menjadi nukleotida,
yang fosfatnya diesterifikasi menjadi ribosa 5- karbon’, seperti pada adenosin 5- fosfat. Pda
beberapa kasus diperoleh bukti adanya pembentukan nukleosida difosfat dan trifosfat yang irip
dengan ADP dan ATP, namun semua nukleotida ini tampaknya kurang banyak dibandingkan
dengan jumlahnya dalam bentuk basa-bebas atau nukleosida.
Sebagian mempertimbangkan juga penemuan awal yang menunjukkan bahwa sitokinin
memacu sitokinesis (pembelahan sel)pada jaringan yang ditumbuhkan in vitro, seperti biakan
empulur tembaka, floem wortel, atau batang kedelai. Bahkan R. horgan (1984) sudah
memberikan batasan sebagai senyawa yang, dengan adanya auksin pada konsentarasi optimum,
menginduksi pembelahan sel pada empulur tembakau atau sistem uji serupa yang ditumbuhkan
pada medium yang komposisinya optimum.penulis lain lebih menyukai batasan yang juga
menyatakan bahwa senyawa tersebut merupakan turunan adenin, dan bahwa mereka mempunyai
efek umum yang penting, selain memacu sitokinesis tampak masuk akal unytuk membatasi
sitokinin sebagai senyawa adenin lain yang memacu pembelahan sel pada sistem jaringan yang
disebut diatas.pernyataan tntang benar tyidaknya bentuk basa-bebas, nukleosida, atau nukleotida
merupakan bentuk aktif, memang belum terjawab secara menyakinkan. Sebagian besar bukti
mendukung basa-bebas sebagai bentuk aktif (Letham dan palni 1983, Van der krieken dkk,
1990). Aktifitas kimia dan biologis dari 200an sitokini almi dan tiruan diulsas oleh matsubara
(1990). Ulasan tersbut memberikan kita gambaran yang sangat baik tentang struktur kimia yang
penting untuk aktivitas sitikinin, dan basa-bebas pada gambar 18.1pada umumnya tampak
mempunyai struktur yang hampir sempurna.
Sitokini didapati oada lumut , ganggang coklat dan ganggang merah serta tampak juga
pada diatom, kadang sitokinin disebut memacu pertumbuhan gangang, kemungkinan besar
sitokinin cukup tersebar luas, bahkan boleh dikatakan terdapat didunia tumbuhan; namun sangat
sdikit yang diketahui tentang fungsinya, kecualin pada agiuspermae, beberapa konifer dan lumu.
Bakteri dan cendawan patogen tertentu mengandung sitokinin yang dinyakini berpengaruh pada
proses penyakit yang disebabkan oleh kedua mikroba ini,dan sitokinin yang dihasilkan oleh
cendawan dan bakteri bukan patogen diperkirakan mempengaruhi hubunganmutualistiknya
dengan tumbuhan, seperti pembentukan mikoriza dan bintila akar (Greene, 1980; Ng dkk, 1982;
Stuarteven dan Taller. 1989).
2. Metabolisme sitokinin
Ada dua pertanyaan penting tentang metabolisme sitokinin yang patut dikemukaan ba gai
mana tumbuhan mensintesis sitokinin dan bagaimana tumbuhan mengatur banyaknya sitokinin
yang dikandungnya? Terobosan dalam pengetahuan kita tentang biosintesis datang dari Chong-
Maw Chen dan DK Meliz (1979) yang memukakan bahwa jaringan tumbuhan mengandung
enzim yang dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelum ditemukan pada cendawan lendir)yang
membentuk isopentenil adenosin -5-fosfat (isopentenil AMP) Dari AMPdan salah satu isomer
isopentenil pirofosfat. (senyawa terahir merupakan hasil lintasan mevalonat dan prazat penting
bagi sterol, giberelin, karotenoid, dan senyawa isoprenoid lain: baca p[asal 15.3 ) isomer tersebut
meliputi isopentenil ∆-2-isopentenil pirofosfat, yang awalnya ∆- berarti bahwa molekul tersebut
memiliki ikatan rangkap 2dan 3, reaksi yang terjadi dijaringan tembakau disajikan [pada gambar
18.2 perhatikan bahwa pirofosfat (ppi) dilepaskan dari gugus isopentenil dan kemudian gugus
ini bergabung dengan nitrogen amino yang melekat pada karbon 6 cincin purin.
Isopentenil AMP yang terbentuk dalm reaksi ini kemudian dapat diubah menjadi
isopentenjil addenosin melalui hidrolisis enzim fosfatase, yang melepas ggus fosfat; selanjutnya
isopentenil adenosin dapat berubah menjadi isopentenil adenin dengan melepaskan gugus ribosa
melauihidrolisis. Lalu isopentenil adenin dioksidasi menjadi zeatin dengan mengganti satu
hidrogen gugus metinya pada cincin samping isopentenil dengan –OH (bandingkan dengan
struktur gambar 18.1). kemudian, dihidrozeatin terbentuk dari Zeatin melalui reduksi (deengan
NADPH) ikatan rangkap pada cincin samping isopentenil (Martin dkk, 1989).
Sejumlah reaksi ini mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar
utama sitokinin, namun masih trdapat kemungkinan lain untuk biosintesis ini. Sitokinin ditingkat
sel ditentukan oleh perusakannya dan mungkin oleh perubahanyan menjadi berbagai turunan
yang bersifattidak aktif, selain nukleosida dan nukleotida. Perusakan sebagian terjadi oleh
sitokinin oksidase, yaitu sistem enzim yang merenggut cincin samping 5 carbon dan
menghasilkan adenin- bebas (atau, bila zeatin ribosida yang dioksidasi, akan dihasilkan adenosin
–bebas) pembentukan turunan sitokini lebih rumit, sebab dapat terbentuk banyak konjugat
(letnam dan Palni, 1983). Konjugat yang paling lazim ditemui menggandung glukosa atau alanin;
yang mengandung glukosa disebut sitokinin glukosida.
Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari glukosa melekat pada gugus hidroksi rantai
samping dari zeatin, zeati ribosida, dihidrozeatin ribosida. Pada jenis glukosida yang kedua,
karbon 1 dari dari glukosanyan menempel pda atom nitrogen (dengan ikatan C-N) Pada
kedudukan 7aytau 9 pada cincin adenin diketiga bahan dasar utama sitokinin. Pada konjugat
alanin , alanin dihubungkan melaui ikatan peptida dengan nitrogen dikedudukan 9 pada cincin
purin. Fungsi dari semua konjugat ini belum dikerahui,tapi glukosida mungkin disi,pan sebagai
bahan cadangan atau, pada beberapa kasus merupakan bentuk sitokinin yang khusus untuk
diangkut. Menurut McGaw(1987) konjugat alanin tak mungkin disimpan sebagi bahan cadangan,
melainkan sebagi produk pengikatan sitokinin yang terbentuk secara tak terbalikkan. Tidaklah
mungkin konjugat seperti ini merupakan sitokini yang aktif secara fisiologis.