You are on page 1of 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
yang dating dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, meregangkan serat zonula dan memperkecil
diameter antero-posterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini, daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahay parallel akan terfokus ke retina.
Gangguan lensa dapat berupa kekeruhan, distrosi, dislokasi, dan anomaly geometric.
Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan
tanpa nyeri. Kekeruhan lensa disebut juga dengan katarak.
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Pandangan
pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat
keruhnya lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Penuaan
merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain seperti trauma,
toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan. Katarak yang
berkaitan dengan usia adalah penyebab utama gangguan penglihatan
Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan di Indonesia juga di
negara lainnya. Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 2,5 juta kasus pertahun. Sedangkan di
Indonesia terdapat 70 ribu kasus pertahun.
Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk
di Indonesia. Dari angka tersebut, persentase kebutaan utamanya adalah yang disebabkan
katarak yaitu sekitar 0,7%  Sesungguhnya 60 % dari kebutaan di atas usia 60 tahun adalah
diakibatkan katarak.
Secara umum dianggap bahwa katarak hanya mengenai orang tua. Lensa keruh atau
katarak dapat juga terjadi akibat kelainan bawaan, kecelakaan, keracunan obat, atau umumya
pada proses ketuaan normal. Katarak mengenai semua umur dan pada orang tua katarak
seperti rambut beruban yang merupakan bagian umum pada usia lanjut. Makin lanjut usia
seseorang makin besar kemungkinan mendapatkan katarak.
Pada saat ini katarak banyak ditemukan pada masyarakat. Hal ini akibat bertambahnya
manula sebagai dampak dari menuingkatnya kesejahteraan.
II. Definisi Katarak
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Asal
kata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun di depan matanya. Seorang dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupi
kabut.
Penuaan merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain
seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan.
Katarak yang berkaitan dengan usia adalah penyebab utama gangguan penglihatan.
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik trauma tembus maupun
trauma tumpul pada bola mata yang terlihat sesudah beberapa hari atau beberapa tahun.
Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, ataupun gejala sisa dari trauma mata.
Energi inframerah, aliran listrik, dan radiasi ion jarang menjadi penyebab katarak traumatik.
Katarak yang disebabkan trauma tumpul umumnya membentuk opasitas posterior yang
berbentuk seperti bintang atau seperti bunga mawar pada aksial posterior yang mungkin
stabil atau progresif, sedangakn trauma tumpul dengan lepasnya kapsul lensa membentuk
perubahan kortikal yang tetap fokal jika kecil atau progresif cepat menjadi opasifikasi
kortikal total.

III.Embriologi Lensa
Mata berkembang dari tiga lapis embrional primitif yaitu ektoderm permukaan, termasuk
derivatnya krista neuralis, ektoderm neural, dan mesoderm. Ektoderm permukaan selain
membentuk lensa juga membentuk glandula lakrimalis, epitel kornea, konjungtiva, glandula
adneksa, dan epidermis palpebra.2-7
Perkembangan mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang lekukan
dangkal pada sisi kanan dan kiri otak depan. Dengan menutupnya tabung saraf ,lekukan-lekukan
ini membentuk kantong-kantong keluar pada otak depan, yaitu gelembung mata. Gelembung ini
selanjutnya menempel pada ektoderm permukaan dan menginduksi perubahan ektoderm.
Gelembung mata melakukan invaginasi dan membentuk piala mata yang berdinding rangkap.
Lapisan dalam dan luar mata ini mula-mula dipisahkan oleh suatu rongga, ruangan intraretina,
yang segera akan menghilang dan kemudian kedua lapisan tersebut saling berlekatan. Invaginasi
juga meliputi sebagian permukan inferior piala yang membentuk fissura koroidea. Pembentukan
fissura ini memungkinkan arteri hyaloidea mencapai ruangan dalam mata. Pada minggu ke-7,
bibir-bibir fissura koroidea bersatu dan mulut piala mata menjadi lubang bulat yang menjadi
pupil.2-7
Sel-sel ektoderm permukaan yang semula menempel pada gelembung mata mulai
memanjang dan membentuk plakoda (lempeng) lensa. Plakoda ini melakukan invaginasi dan
berkembang menjadi vesikel (gelembung) lensa. Vesikel ini terdiri dari satu lapis sel-sel kuboid
yang menjadi membran dasar (kapsul lensa), dan mempunyai diameter kira-kira 0,2 mm.
Pembentukan vesikel ini terjadi pada hari 33 kehamilan.2-7

Setelah pembentukan gelembung lensa, sel-sel dinding posterior memanjang ke arah


depan dan membentuk serabut-serabut panjang yang berangsur-angsur mengisi lumen
gelembung lensa tersebut. Pada hari ke 40 kehamilan lumen gelembung lensa secara lengkap
menghilang. Sel-sel yang memanjang disebut primary lens fiber (serabut lensa primer).
Nuklei serabut lensa primer bergerak mendekati lamina basalis posterior ke dalam serabut
lensa dan selanjutnya menjadi piknotik sebagai organel intraseluler. Walaupun sel-sel lapisan
posterior gelembung lensa berdifferensiasi menjadi serabut lensa primer, sel-sel anterior
gelembung lensa tidak berubah. Satu lapisan kuboid ini menjadi epitel lensa.1,2

Pada kehamilan 7 minggu, sel-sel epitel lensa pada daerah ekuator mulai bermultiplikasi
secara cepat dan memanjang untuk membentuk serabut lensa sekunder. Sisi anterior
berkembang ke arah polus anterior lensa yang menyusupkan dirinya di sebelah bawah epitel
lensa. Sisi posteriornya berkembang ke arah polus posterior lensa di dalam kapsul lensa.
Serabut lensa posterior terbentuk pada usia kehamilan 2-8 bulan yang membentuk nukleus
fetal.1,2

Serabut-serabut lensa tumbuh pada bagian anterior dan posterior, ketika serabut-serabut
bertemu dan bersatu di bagian anterior dan posterior lensa, serabut-serabut membentuk pola
”suture”. ”Suture” bentuk Y tegak muncul di anterior dan bentuk Y terbalik pada posterior.
Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan foetal. Pertumbuhan dan
proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus sepanjang hidup tetapi lebih lambat,
karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-lambat. Berat lensa saat lahir sekitar 90
mg, dan makin meningkat massanya rata-rata 2 mg pertahun sebagai bentuk serabut yang
baru. Setelah 20 tahun pada daerah tengah serabut lensa kurang lunak dan nukleus lensa
menjadi kaku. Setelah umur 40 tahun kekakuan nukleus lensa secara klinis menurunkan daya
akomodasi, dan umur 60 tahun nukleus menjadi sklerosis dan berubah warna yang sering
membuat ”suture” lensa sulit dibedakan.2,3

Saat lensa berkembang, suatu struktur pendukung nutrisi, tunika vaskulosa lentis
terbentuk mengelilinginya. Pada usia kehamilan 1 bulan, arteri hialoid memberikan kapiler-
kapiler kecil yang membentuk jaringan anastomosis yang menutupi daerah posterior lensa
yang sedang berkembang. Cabang-cabang kapsul vaskuler posterior masuk ke dalam kapiler-
kapiler kecil yang kemudian tumbuh ke arah equator lensa, di mana mereka beranastomosis
dengan vena-vena khoroid dan membentuk bagian kapsulopupilari dari tunika vaskulosa
lentis. Cabang-cabang arteri lentis yang panjang beranastomosis dengan cabang-cabang
bagian kapsulopupilari , yang menutupi permukaan anterior lensa.2
IV. Anatomi
Lensa mata merupakan struktur globuler yang transparan, terletak di belakang iris, di
depan badan kaca. Lensa berbentuk lengkung cakram, tidak mengandung pembuluh darah,
dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Komponennya terdiri dari 65% air dan 35% protein.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis yang bekerja sebagai membran semi permeabel yang
melarutkan air dan elektrolit untuk makanannya. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan
korteks yang terdiri dari lamel-lamel yang panjang dan konsentris. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung, dan jernih (transparan) karena diperlukan sebagai
media penglihatan yang berfungsi memfokuskan berkas cahaya ke retina.1,2
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan anterior.
Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak anterioposterior 3,5 mm dan
beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak
anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg. 2
Lensa tidak mempunyai persarafan dan pembuluh darah. Selama embriogenesis
mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah hyaloids dan setelah itu secara total suplainya
tergantung pada humor akuous dan vitreus. Lensa terdiri dari tiga bagian yaitu kapsul elastis
dan epitelium lensa yang terletak pada permukaan anterior lensa, korteks dan nucleus.1,2,3
V. Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan sejak lahir (kongenital), ataupun akibat dari beberapa penyakit mata yang diderita
sebelumny. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengkibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat pula terjadi akibat adanya riwayat
trauma (benturan) pada daerah mata.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 40 tahun di mana
mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Dengan bertambahnya usia, lensa mulai
berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya
katarak. Pada usia 60 tahun hampir 2/3 mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak
biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang
penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan
mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa
yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau
menahan perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum
berhasil.
Perkembangan katarak menjadi berat memakan waktu dalam bulan  hingga tahun.
Kadang-kadang katarak berhenti berkembang pada stadium dini dan penglihatan terlihat
tidak mengalami kemunduran. Dapat saja katarak berjalan agak cepat sehingga mengganggu
penglihatan.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Katarak juvenile yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi
karena:9, 10
 Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata
 Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal
pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior, glaukoma, ablasio retina, miopia tinggi,
ftisis bulbi yang mengenai satu mata
 Penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia distrofi, yang
mengenai kedua mata akibat trauma tumpul ataupun tajam

VI. Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap tahunnya. Kurang
lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan perawatan komprehensif merupakan
keadaan sekunder akibat trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta
monokuler pada orang kelompok usia dibawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan
50.000 orang tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata. Dilihat dari jenis
kelamin, perbandingan terjadinya katarak traumatik laki-laki dan perempuan adalah 4:1.
National Eye Trauma System Study melaporkan rata-rata usia penderita katarak traumatik
adalah 28 tahun dari 648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata.
Prevalensi kebutaan di Indonesia tahun 1998 sebesar 1,62% dengan kebutaan karena
katarak sebesar 1,88%.1 Katarak terjadi karena lensa mata berubah menjadi keruh dengan
berbagai penyebab terutama proses ketuaan atau katarak senilis. Dengan bertambahnya
angka harapan hidup maka diperkirakan pada tahun 2010 prevalensinya akan meningkat
menjadi dua kali.1 Selain proses penuaan katarak senilis juga dipengaruhi berbagai faktor
antara lain: gangguan metabolisme, penyakit sistemik, paparan sinar ultra violet-B,
kurangnya intake vitamin dan mineral, indeks masa badan, riwayat pemakaian obat jangka
panjang, dan asap rokok

VII. Faktor Resiko


Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya katarak antara lain adalah usia lanjut,
diabetes mellitus, riwayat katarak pada keluarga, riwayat peradangan atau trauma mata,
riwayat pembedahan mata, penggunaan kortikosteroid yang lama, pajanan sinar matahari,
pajanan radiasi, merokok, konsumsi alkohol, dan kelahiran prematur.

VIII. Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan perkembangan, etiologi, lokasi di
lensa, bentuk serta derajat opfikasinya.2,3,5
Berdasarkan waktu perkembangannya katarak diklasifikasikan menjadi katarak
kongenital, katarak juvenil dan katarak senilis.2,3,5
1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi prenatal dimana
kelanan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan sebagian pada lensa yang sudah
didapatkan pada waktu lahir dan umumnya tidak meluas dan jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa.
2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir.
Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa.
Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai “soft cataract”.
Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu sediaan penyakit keturunan lain.
3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah diketahui bahwa
katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan dengan proses
penuaan lensa.
Berdasarkan lokasinya di lensa ada tiga mayor katarak yaitu mengenai korteks, nuklear
dan subkapsular posterior. Pada tipe inti bagian sentral menjadi lebih keras dan secara optik
menjadi lebih padat sehingga berwarna kuning sampai coklat. Katarak ini akan berkembang
lambat dan selalu diasosiasikan dengan menurunnya penglihatan dekat yang disebabkan
oleh perubahan lensa.2,8,9
1. Katarak kortikal merusak lapisan lensa terluar. Kekeruhan yang tampak seperti
gelombang rreguler dan perifer ke sentral lensa. Kekeruhan terus berkembang hingga
mengganggu penglihatan jauh dan dekat.
2. katarak subkapsular poterior dikarakteristikan oleh gumpalan sel-sel epitel yang
abnormal pada kutub posterior lensa tepat didalam kapsul. Sel-sel tersebut secara cepat
membentuk plak yang keruh di pusat aksis visual. Ketajaman penglihatan seringkali
memburuk pada cahaya yang terang ketika pupil mengecil.
3. Katarak traumatik dapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik (radiasi, arus
listrik, panas dan dingin) serta pengaruh osmotik. Sebagian besar katarak traumatik
dapat dicegah. Di dunia industri tindakan pengamanan terbaik adalah sepasang
kacamata pelindunga dengan mutu baik
4. Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus terjadi pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrifenol (suatu obat yang dipakai untuk menekan nafsu makan).
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik sistemik maupun dalam bentuk
tetes dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur,
stadium matur, dan stadium hipermatur.
1. Stadium insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan
terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda),
terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis relatif masih jernih. Gambaran ini
disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil dilebarkan.
2. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai eluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama terdapat di bagian
posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka
sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan di
bagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan
dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang
sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,
akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).
3. Stadium matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang
melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada bayangan iris.
Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow test membedakan
stadium matur dari imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika,
oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan
terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya
terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengan
koreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi
1/300 atau satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belum
keruh seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.
4. Stadium hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga nukleus lensa
turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada daerah yang keruh,
nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang
lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium ini juga terjadi
kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair
dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa.
Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang
disebut intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensa
menjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal. Hal ini
tidak selalu terjadi. Pada umumnya terjadi pada stadium II.

IX. Patofisiologi
Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan contrecop. Mekanisme
coup adalah mekanisme dengan dampak langsung. Ini akan mengakibatkan cincin Vossius
( pigmen iris tercetak ) dan kadang-kadang ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah
trauma tumpul. Mekanisme contrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari tempat
trauma yang disebabkan oleh gelombang energy yang berjalan sepanjang garis sampai
kebelakang. Ketika permukaan anterior mata terkena trauma tumpul, ada pemendekan cepat
pada anterior-posterior yang diikuti pemanjangan garis ekuatorial. Peregangan ekuatorial
dapat meregangkan kapsul lensa, zonula atau keduanya. Kombinasi coup, contrecoup dan
pemanjangan ekuatorial bertanggung jawab dalam terjadinya katarak traumatik yang
disebabkan trauma tumpul bola mata. Trauma tembus yang secara langsung menekan kapsul
lensa menyebabkan opasitas kortikal pada tempat trauma. Jika trauma cukup besar,
keseluruhan lensa akan mengalami opasifikasi secara cepat, namun jika kecil, katarak
kortikal yang akan terjadi.
a. Luka memar/tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata dapat
menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan dengan bola
keras adalah salah satu contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda samapi
kurun waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai
kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibatnya
kadang-kadang cukup sulit dibuktikan dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang
dapat ditemukan mengenai adanya trauma sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
katarak tercetak ( imprinting ) yang disebut cincin Vossius.

Gambar Cincin Vossius (http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2010/03/doctors-


filez_cincin_vossuis.jpg?w=237&h=226 )

Gambar Katarak Stellata (http://smtp1.jobsoned.com/emailimages/op/031703/002.jpg )

b. Luka tusuk/perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk terbentuknya
katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi ( contohnya gelas yang pecah )
tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak memberikan dampak pada
lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka
katarak tidak akan terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada penatalaksanaan
luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan tetapi trauma-trauma
seperti diatas dapat juga melibatkan kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa
mata ke bilik anterior. Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di
bilik anterior dan masa lensa biasnya secara berangsur-angsur akan diserap jika tidak
ditangani dalan waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat
dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.
Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang membutuhkan penggunaan
lensa buatan intraokuler. Bila ruptur lensa terjadi pada dewasa, juga diikuti dengan reaksi
inflamasi seperti halnya pada anak, namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan
jaringan fibrosis opak yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya mada lensa didalam bilik mata. Pada keadaan ini akan terlihat
secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag dengan cepatnya yang
dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakolitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang
pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.

Gambar cincin Soemering (http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb.jpg )


Gambar mutiara Elschnig (http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/ophthalmology/1189694-1220263-
271.jpg )
c. Radiasi
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya katarak. Ultraviolet
juga mungkin tidak menyebabkan katarak karena sinar dengan gelombang pendek tidak
dapat melewati atmosfir. Sinar gelombang pendej ( tidak telihat ) ini dapat menyebabkan
luka bakar kornea superficial yang dramatis, yang biasanya sembuh dalam 48 jam.
Cedera ini ditandai dengan “snow blindness” dan “welder flash”. Sinar infra merah yang
berkepanjangan ( prolong ) juga dapat menjadi penyebab katarak, ini dapat ditemui pada
pekerja bahan-bahan kaca dan pekerja baja, namun penggunaan kacamata pelindung
dapat setidaknya mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat
mengakibatkan katarak. Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini dapat ditemukan
pada pasien-pasien yang mendapat radioterapi ( seluruh tubuh ) leukemia, namun resiko
terjadinya hanya apabila terapi menggunakan sinar X.
Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah kekeruhan
berbentuk roset ( rossete cataract ), biasanya pada daerah aksial yang melibatkan kapsul
posterior lensa. Pada beberapa kasus, trauma tumpul dapat berakibat dislokasi dan
pembentukan katarak pada lensa. Katarak traumatik ringan dapat membaik dengan
sendirinya ( namun jarang ditemukan ).
d. Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain
menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang masuk
mengenai mata menyebbakan peningkatan pH cairan akuous dan menurunkan kadar
glukosda dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun pelahan-lahan. Trauma
kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar masuk ke
bagian dalam mata dibandingkan basa makan jarang menyebabkan katarak.

X. Gejala Klinik
Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan pada
ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui penurunan tajam
penglihatan dekat signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh
miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang
berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi ketajaman
penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh. Sebaliknya katarak nuklear
dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik dan tajam penglihatan jauh
yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal cenderung memperoleh tajam
penglihatan yang baik.4,10
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar langsung.
Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler posterior dan juga katarak
kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.4,10
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan signifikan
dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada
pasien katarak akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang
sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan. 4,10
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan
mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan tidak
membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang tidak menggunakan
kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan
meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau
penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.4,10
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia lihat, ini
dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki indeks refraksi berbeda
akibat perubahan pada stadium katarak. Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi
atau oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas
terlihat dan tidak terlalu jelas.10

Clear image

Nuclear Sclerotic Cataract


Cortical Cataract
Diffusely blurred vision, filters
Part of vision is blurry, not severe.
out the color blue.

Posterior subcapsular cataract


Posterior Subcapsular cataract
Severe glare visual loss. Person would probably
Central blurred vision with glare.
have to close this eye to drive.

Gejala objektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik oftalmologikus.


a. Visus dan pupil – adanya RAPD menunjukkan adanya neurpoati optic post trauma
b. Gerakan bola mata – fraktur orbital atau kelumpuhan saraf akibat trauma
c. Tekanan bola mata – glaucoma sekunder dan perdarahan retrobulbar
d. Bilik mata depan – hifema, iritis, sudut sempit, iridodonesis, sudut tertutup
e. Lensa – subluksasi, dislokasi, robek kapsul ( anterior dan posterior ), katarak ( bentuk
dan jenis ), edema, fakodenesis
f. Vitreous – ada tidaknya perdarahan, lepasnya vitreous posterior
g. Fundus – lepasnya retina, rupture koroid, komosio retina, perdarahan preretinal,
perdarahan intraretinal, perdarahan subretinal,
Tampak kekeruhan lensa dalam bermacam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga
ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus.

XI. Penatalaksanaan1
1. Medikasi (temporer)
a. Penggunaan kacamata bantu dengan koreksi akurat
b. Meningkatkan cahaya pada saat membaca
c. Dilatasi pupil dengan pengobatan midriasis
d. Pengobatan katarak dengan penyebab DM dengan aldolase reduktase inhibitor
2. Alat Bantu Lihat Kekuatan Rendah
Alat bantu lihat monokuler genggam dengan kekuatan 2,5x, 2,8x, dan 4x dapat
memperjelas objek jarak jauh. Sedangkan untuk objek jarak dekat seperti membaca
menggunakan kaca pembesar dan lup teleskop. Katarak mengurangi ketajaman
cahaya dan menyebabkan silau, oleh karena itu dianjurkan juga menggunakan
kacamata yang berwarna dengan harapan menyerap sinar dengan spektrum warna
tertentu yang menyebabkan silau tersebut.10
3. Operasi
Indikasi operasi katarak :
1. Mengganggu pekerjaan
2. Rehabilitasi visus (terapetik)
3. Diagnostik segmen posterior
4. Mencegah komputasi (glaucoma ambiliopia)
5. Kosmetik
 Operasi dilakukan apabila pasien meminta agar diperbaiki ketajaman
penglihatannya, terapi bedah untuk penyakit mata (glaukoma karena lensa,
dislokasi lensa ke bilik mata depan, atau uveitis), membantu untuk mengobati
penyakit mata segmen posterior (diabetes retinopati).10
 Pasien dengan katarak stadium lebih lanjut lebih diutamakan untuk dioperasi
bila ia memiliki katarak monookuler atau binokuler. Waktu jeda untuk operasi
katarak mata sebelahnya harus berbeda dan tidak boleh bersamaan untuk
menjamin keamanan dan keberhasilan operasi pertama sebelum operasi kedua
direncanakan. Pada pasien dengan katarak monokuler, keputusan untuk
dilakukan bedah lebih kompleks. Apabila ditemui mata yang sehat tidak
menunjukkan gangguan penglihatan yang berat, maka operasi dapat
ditangguhkan. 10

Sebelum operasi harus dilakukan beberapa pemeriksaan:


1. Fungsi retina harus baik, yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar, dimana retina
disinari dari semua arah, dan arahnya itu harus dapat ditentukan oleh penderita
dengan baik.
2. Tidak boleh ada infeksi pada mata dan jaringan sekitarnya. Jangan lupa melakukan
tes Anel. Bila tes Anel (-) tidak boleh dilakukan operasi karena kuman dapat masuk
kedalam mata.
3. Tidak boleh ada glaukoma. Pada keadaaan glaukoma, pembuluh darah retina telah
menyesuaikan dengan tekanan intraokuler yang tinggi. bila dilakukan operasi, saat
kornea dipotong, sekonyong-konyong tekanan intraokuler turun, pembuluh darah
pecah dan timbul perdarahan hebat, dapat juga terjadi prolaps isi bulbus okuli.
4. Visus, setelah dikoreksi batasnya pada orang buta huruf 5/50 dan pada orang
terpelajar 5/20.
5. Keadaan umum harus baik. tidak boleh ada hipertensi, diabetes melitus, batuk
menahun dan sakit jantung.

Jenis-jenis bedah katarak


1. Insisi Linier
 dilakukan pada katarak cair
 insisis pada limbus 2 – 6 mm
 kapsul anterior di insisi, masa lensa di aspirasi
 penyulit: uveitis fakoanafilaktik, glaukoma sekunder, katarak sekunder.
2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler
 dilakukan pada katarak lunak
 insisi pada limbus 10 – 12 mm
 kapsulotomi anterior
 ekspresi nukleus dan sisa masa lensa diaspirasi
 keuntungan: dapat dilakukan insersi lensa tanam, mencegah prolaps badan kaca,
ablasi retina, distropi kornea dan mengurangi infeksi ke intraokular.
3. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler
 biasanya dilakukan pada katarak yang keras
 insisi pada limbus 14 – 15 mm
 lensa dijepit dengan cryoprobe atau cryopencil pada kapsul lensa kemudian
diluksasi kekanan kekiri sehingga zonulla Zinii terlepas dan lensa dapat ditarik
keluar
 resiko terjadi prolaps badan kaca dan infeksi intraokular
4. Fakoemulsifikasi
 merupakan cara pembedahan paling mutakhir yang dilakukan dengan
menggunakan getaran ultrasonik
 insisi limbus 3–5 mm
 fakofragmentasi dengan vibrasi ultrasonik
 irigasi dan aspirasi kepingan-kepingan lensa

Ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK)


Operasi katarak jenis ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK) merupakan teknik yang
dahulu sering digunakan sebelum diperkenalkannya ekstraksi katarak ekstrakapsuler
(EKEK). Sejak diperkenalkannya mikroskop, sistem aspirasi bedah yang terbaru, dan lensa
intraokuler maka operasi EKEK menjadi terpopuler digunakan hampir di seluruh dunia.10
Keuntungan EKIK:
1. Tidak membutuhkan bedah tambahan karena hanya mencabut lensa
2. Lebih sedikit dibutuhkan instrumen yang lebih canggih
3. Perbaikan visus dapat segera dicapai setelah operasi dengan penggunaan lensa
ekstraokuler sebesar 10 Dioptri

Kerugian EKIK berkaitan dengan insisi 160-180˚ pada limbus:


1. Luka yang lama sembuh
2. Perbaikan visus yang lebih lama
3. Astigmatisme dapat terjadi
4. Inkarserasi iris
5. Inkarserasi vitreous
6. Luka kurang sempurna tertutup
7. Edema kornea, terjadi karena endotel kornea yang terlipat selama pengangkatan
lensa
8. Edema makuler kistoid
9. Terlepasnya retina (retinal detachment)
10. Glaukoma sudut terbuka

Indikasi:
Apabila ditemui kondisi seperti:
1. Kamar operasi dengan fasilitas bedah menggunakan mikroskop sangat minimal
2. Katarak dengan stadium intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi
3. Apabila pada operasi EKEK ditemukan zonula Zini tidak utuh

Kontraindikasi:
Operasi katarak intra kapsuler merupakan kontraindikasi absolut apabila ditemukan
keadaan berikut:
1. Anak-anak dan remaja
2. Ruptur kapsul traumatik

Sedangkan kontraindikasi relatif, seperti:


1. Miopia tinggi
2. Sindrom Marfan
3. Katarak Morgagni
4. Vitreous berada pada ruang anterior

Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK)


Indikasi
Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler dilakukan dengan pengeluaran nukleus lensa
merupakan langkah besara kemajuan dalam bedah katarak modern. Pemilihan teknik ini
tergantung dari ketersediaan alat, keterampilan yang dimiliki ahli bedah mata tersebut, dan
ketebalan nukleus lensa tersebut.10
Operasi EKEK melibatkan pengangkatan nukleus lensa dan korteks melalui pembukaan
kapsul anterior, meninggalkan kapsul posterior di tempatnya. Teknik ini memiliki beberapa
keuntungan yang lebih banyak daripada operasi EKIK karena dilakukan melalui insisi
yang kecil. Oleh karena itu, keuntungannya berupa:
1. Kurang traumatik pada endotel kornea
2. Lebih sedikit kejadian astigmatisme
3. Luka yang lebih stabil dan aman
4. Berkurangnya resiko kehilangan vitreous dari tempatnya intraoperatif
5. Mengizinkan fikasi lensa intra okuler lebih baik secara anatomis
6. Mengurangi insidensi edema makuler kistoid, terlepasnya retina, dan edema korna
7. Mengurangi mobilitas iris dan vitreous yang terjadi pada gerakan sakadik
8. Menyediakan penghalang yang mencegah terjadinya pertukaran cairan pada vitreous
dengan cairan akuos
9. Mengurangi jalur bakteri melalui rongga vitreous
10. Mengurangi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang akibat perlekatan vitreous
kepada iris, kornea, dan insisi
Akhirnya, akan lebih mudah dan aman dilakukannya operasi mata di kemudian hari
untuk pemasangan lensa intraokuler sekunder, transplantasi kornea, perbaikan luka pada
mata karena kapsul posterior yang masih dipertahankan.

Kontraindikasi
Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler membutuhkan keutuhan zonula untuk
pengangkatan nukleus dan materi korteks. Oleh karena itu, bila zonula tidak utuh maka
perlu direncanakan operasi ekstraksi katarak intrakapsuler atau lensektomi pars plana.

Prosedur Preoperasi
Dilatasi pupil merupakan penentu kesuksesan operasi EKEK. Obat-obatan sikloplegik
atau midriasis, harus diberikan preoperasi sehingga memberikan dilatasi pupil yang efektif,
sedangkan obat antiinflamasi nonsteroid dapat membantu mempertahankan dilatasi pupil
selama pembedahan

Prosedur Paska Operasi


Pengawasan paska operasi EKIK, afakia pada lensa dapat dikoreksi potensi visusnya
dengan lensa +10D hingga +12D.
Sama seperti pada operasi EKIK, perlu diawasi paska operasi EKEK untuk
mengevaluasi keadaan mata pasien apakah terjadi komplikasi atau mata pasien dalam
keadaan tenang sesuai yang diharapkan. Hal-hal yang perlu diawasi berupa:
1. Ketajaman visus pada hari pertama harus konsisten dengan keadaan refraksi awal
mata pasien
2. Kejernihan kornea dan media refraksi mata lainnya
3. Potensi visus retina dan saraf optik

Selain pengaruh visus, setelah operasi akan ditemui tanda-tanda peradangan yang
merupakan keadaan yang pasti ditemui tapi dalam derajat yang minimal dan perubahan
fisiologis mata. Pada hari pertama, hal-hal tersebut harus diperhatikan secara menyeluruh
seperti:
1. Adanya edema dan eritema pada kelopak mata
2. Flap pada konjungtiva akan mengalami injeksi dan sedikit bengkak
3. Kornea jernih dan bebas dari striae dan edema
4. Bilik mata depan tidak dangkal dan dalam, tidak masalah ditemui reaksi seluler
ringan
5. Kapsul posterior harus jernih dan utuh, selain itu lensa tanam harus terposisi baik
dan tidak berubah posisinya
6. Refleks merah harus kuat dan jernih
7. Peningkatan tekanan intraokuler bisa disebabkan vitreoelastisitas yang tertahan
8. Antibiotik topikal dan kortikosteroid dianjurkan diresepkan paska operasi

Dalam 2 minggu, kenyamanan, perbaikan visus dan kenyamanan dari hari pertama
seperti reaksi radang yang menurun. Pada paska operasi 6-8 minggu, refraksi menjadi
stabil, selain itu kacamata dapat diresepkan bila ada perubahan. Apabila ditemukan
astigmatisme sepanjang sumbu insisi, maka jahitan dapat diangkat secara selektif setelah
minggu keenam dengan dibantu melalui keratometri atau topografi kornea.

Anestesi untuk operasi katarak


1. Sejarah
Pada awal dilakukannya bedah katarak, tidak dilakukan anestesi sama sekali. Karl
Koller kemudian mempelopori anestesi kokain topikal yang diberikan pada daerah limbus
di akhir tahun 1800. Anestesi retrobulber pertama kali diperkenalkan oleh Herman Knapp
pada 1884 dengan cara menginjenksikan kokain 4% untuk anestesi okuler sebelum
dilakukan bedah enukleasi. Teknik modern dari anestesi retrobulber diperkenalkan oleh
Walter Atkinson pada 1945, yang sekarang digunakan untuk bedah intraokuler dengan
anestesi lokal.10

2. Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan apabila ditemui:
a. Pasien anak-anak atau remaja
b. Pasien dengan demensia
c. Retardasi mental
d. Batuk yang tidak bisa dikontrol
e. Tremor kepala
Oleh karena itu, sebelum teknik anestesi dipilih maka ahli bedah mata tersebut harus
menilai intelektualitas dan status psikologis.
3. Anestesi lokal
Anestesi retrobulber digunakan bersama atau tanpa dilakukan anestesi regional pada
saraf kranial VII (nervus fasialis). Anestesi ini akan memberikan akinesia okuler dan
anestesi daerah tersebut.
Anestesi retrobulber memberikan komplikasi walaupun jarang ditemukan seperti:
a. Perdarahan retrobulber
b. Penetrasi bola mata
c. Trauma saraf optik
d. Injeksi intravena sehingga menyebabkan aritmia jantung
e. Injeksi intravena sehingga menyebabkan kejang
f. Henti nafas
g. Anestesi batang otak

Selain anestesi retrobulber, juga dikenal anestesi peribulber. Anestesi ini dilakukan
melalui injeksi multipel atau tunggal. Teknik ini diketahui secara teoritis mengurangi angka
kejadian cedera saraf optik dan efek samping pada SSP dari injeksi tidak sengaja pada
intradural. Meskipun begitu, teknik ini tidak mengurangi kemungkinan terjadinya penetrasi
bola mata dan teknik ini juga kurang efektif dibanding retrobulber untuk memberikan efek
anestesi dan akinesia. Selain itu, mula kerja teknik anestesi ini juga lebih lambat.

4. Anestesi Topikal
Anestesi topikal berkembang bersamaan dengan teknik insisi kornea dan implantasi
lensa intraokuler untuk bedah katarak. Anestesi topikal diberikan bersamaan dengan atau
tanpa sedasi intravena. Anestesi topikal juga sering dilakukan dengan lidokain bebas
pengawet intrakamera. Beberapa jenis teknik termasuk penggunaan infiltrasi minimal
dengan anestesi lokal. Keuntungan teknik anestesi ini adalah berkurangnya resiko perforasi
okuler dan sedikitnya penggunaan sedasi intravena pada beberapa pasien. Diplopia dapat
tidak ditemui karena tidak ada akinesia otot okuler. Pasien dapat meninggalkan ruangan
operasi tanpa harus dipandu karena tidak ada blokade kelopak mata.
Karena anestesi topikal menyediakan anestesi tanpa akinesia, kerjasama pasien untuk
tidak banyak bergerak sangat diperlukan. Kemudian, anestesi topikal tidak tepat digunakan
pada pasien dengan situasi:
a. Gangguan pendengaran
b. Kesulitan menerjemahkan bahasa
c. Penderita sulit mengontrol emosi selama operasi
d. Blefarospasme
e. Tremor kepala
f. Nistagmus
g. Apabila ditemui operasi akan lebih lama dari jadwal

Secara umum, hanya sedasi minimal dibutukan untuk penggunaan anestesi topikal. Ahli
anestesi juga harus mengenal derajat sedasi yang dibutuhkan untuk bedah katarak dan
menghindari terjadinya overdosis sedasi.

Gambar. Perkiraan tempat insisi pada operasi katarak


Gambar 6. Operasi faekoemulsi pada katarak

IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke dalam mata atau
dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah IOL, dapat menghasilkan
pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam
penglihatan perifer.

Gambar 7. IOL
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan khusus dan tidak
dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata
untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk
penglihatan jauh.12
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang, retinopati diabetik
progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.
Gambar 8. Teknik pemasangan IOL pada mata

Berikut ini dapat dilihat beberapa keuntungan dan kerugian dari beberapa tehnik
bedah katarak tersebut:12
Keuntungan ECCE:
- incisi kecil
- tidak ada komplikasi vitreus
- kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit
- edema sistoid makula lebih jarang
- trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit
- retinal detachment lebih sedikit
- lebih mudah dilakukan
Kerugian ECCE:
- kekeruhan pada kapsul posterior
- dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul
Keuntungan ICCE:
- semua komponen lensa diangkat
Kerugian ICCE:
- incisi lebih besar
- edema cistoid pada makula
- komplikasi pada vitreus
- sulit pada usia <40 tahun
- endopthalmitis
Keuntungan fakoemulsifikasi:
- incisi paling kecil
- astigmatisma jarang terjadi
- pendarahan lebih sedikit
- teknik paling cepat
Kerugian fakoemulsifikasi:
- memerlukan dilatasi pupil yang baik
- pelebaran luka jika ada IOL

XII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan katarak
traumatic
b. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti fakolitik, fakomorfik, blok pupil,
glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, rupture koroid, hifema,
perdarahan retrobulbar, neuropati optik traumatic

XIII. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya traumna yang terjadi pada saat terjadinya
trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco: MD
Association, 2005-2006
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003
4. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2005.
5. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002.
6. J.P Shock. Lensa dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996: 175-183
7. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy
of Ophthalmology. 2002.
8. Wayne F. Age Related Cataract. Last updated 15-08-2004. www.medem.com download at
04-12-2010
9. Leedez J. Guide to Eye Cataract and Cataract Surgery. Last updated 27-09-2005.
www.allaboutvision.com download at 04-12-2010
10. Anonymous. Cataract. Last updated 27-12-2005. www.eyemedlink.com download at 04-
12-2010
11. Wijaya N. Ilmu Penyalit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1983.
12. Allison M. Juvenile Cataract. Last updated 04-07-2005. www.springereye.com download
at 04-12-2010

You might also like