Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
yang dating dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, meregangkan serat zonula dan memperkecil
diameter antero-posterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini, daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahay parallel akan terfokus ke retina.
Gangguan lensa dapat berupa kekeruhan, distrosi, dislokasi, dan anomaly geometric.
Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan
tanpa nyeri. Kekeruhan lensa disebut juga dengan katarak.
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Pandangan
pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat
keruhnya lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Penuaan
merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain seperti trauma,
toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan. Katarak yang
berkaitan dengan usia adalah penyebab utama gangguan penglihatan
Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan di Indonesia juga di
negara lainnya. Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 2,5 juta kasus pertahun. Sedangkan di
Indonesia terdapat 70 ribu kasus pertahun.
Diketahui bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk
di Indonesia. Dari angka tersebut, persentase kebutaan utamanya adalah yang disebabkan
katarak yaitu sekitar 0,7% Sesungguhnya 60 % dari kebutaan di atas usia 60 tahun adalah
diakibatkan katarak.
Secara umum dianggap bahwa katarak hanya mengenai orang tua. Lensa keruh atau
katarak dapat juga terjadi akibat kelainan bawaan, kecelakaan, keracunan obat, atau umumya
pada proses ketuaan normal. Katarak mengenai semua umur dan pada orang tua katarak
seperti rambut beruban yang merupakan bagian umum pada usia lanjut. Makin lanjut usia
seseorang makin besar kemungkinan mendapatkan katarak.
Pada saat ini katarak banyak ditemukan pada masyarakat. Hal ini akibat bertambahnya
manula sebagai dampak dari menuingkatnya kesejahteraan.
II. Definisi Katarak
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Asal
kata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun di depan matanya. Seorang dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupi
kabut.
Penuaan merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain
seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan.
Katarak yang berkaitan dengan usia adalah penyebab utama gangguan penglihatan.
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik trauma tembus maupun
trauma tumpul pada bola mata yang terlihat sesudah beberapa hari atau beberapa tahun.
Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, ataupun gejala sisa dari trauma mata.
Energi inframerah, aliran listrik, dan radiasi ion jarang menjadi penyebab katarak traumatik.
Katarak yang disebabkan trauma tumpul umumnya membentuk opasitas posterior yang
berbentuk seperti bintang atau seperti bunga mawar pada aksial posterior yang mungkin
stabil atau progresif, sedangakn trauma tumpul dengan lepasnya kapsul lensa membentuk
perubahan kortikal yang tetap fokal jika kecil atau progresif cepat menjadi opasifikasi
kortikal total.
III.Embriologi Lensa
Mata berkembang dari tiga lapis embrional primitif yaitu ektoderm permukaan, termasuk
derivatnya krista neuralis, ektoderm neural, dan mesoderm. Ektoderm permukaan selain
membentuk lensa juga membentuk glandula lakrimalis, epitel kornea, konjungtiva, glandula
adneksa, dan epidermis palpebra.2-7
Perkembangan mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai sepasang lekukan
dangkal pada sisi kanan dan kiri otak depan. Dengan menutupnya tabung saraf ,lekukan-lekukan
ini membentuk kantong-kantong keluar pada otak depan, yaitu gelembung mata. Gelembung ini
selanjutnya menempel pada ektoderm permukaan dan menginduksi perubahan ektoderm.
Gelembung mata melakukan invaginasi dan membentuk piala mata yang berdinding rangkap.
Lapisan dalam dan luar mata ini mula-mula dipisahkan oleh suatu rongga, ruangan intraretina,
yang segera akan menghilang dan kemudian kedua lapisan tersebut saling berlekatan. Invaginasi
juga meliputi sebagian permukan inferior piala yang membentuk fissura koroidea. Pembentukan
fissura ini memungkinkan arteri hyaloidea mencapai ruangan dalam mata. Pada minggu ke-7,
bibir-bibir fissura koroidea bersatu dan mulut piala mata menjadi lubang bulat yang menjadi
pupil.2-7
Sel-sel ektoderm permukaan yang semula menempel pada gelembung mata mulai
memanjang dan membentuk plakoda (lempeng) lensa. Plakoda ini melakukan invaginasi dan
berkembang menjadi vesikel (gelembung) lensa. Vesikel ini terdiri dari satu lapis sel-sel kuboid
yang menjadi membran dasar (kapsul lensa), dan mempunyai diameter kira-kira 0,2 mm.
Pembentukan vesikel ini terjadi pada hari 33 kehamilan.2-7
Pada kehamilan 7 minggu, sel-sel epitel lensa pada daerah ekuator mulai bermultiplikasi
secara cepat dan memanjang untuk membentuk serabut lensa sekunder. Sisi anterior
berkembang ke arah polus anterior lensa yang menyusupkan dirinya di sebelah bawah epitel
lensa. Sisi posteriornya berkembang ke arah polus posterior lensa di dalam kapsul lensa.
Serabut lensa posterior terbentuk pada usia kehamilan 2-8 bulan yang membentuk nukleus
fetal.1,2
Serabut-serabut lensa tumbuh pada bagian anterior dan posterior, ketika serabut-serabut
bertemu dan bersatu di bagian anterior dan posterior lensa, serabut-serabut membentuk pola
”suture”. ”Suture” bentuk Y tegak muncul di anterior dan bentuk Y terbalik pada posterior.
Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan foetal. Pertumbuhan dan
proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus sepanjang hidup tetapi lebih lambat,
karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-lambat. Berat lensa saat lahir sekitar 90
mg, dan makin meningkat massanya rata-rata 2 mg pertahun sebagai bentuk serabut yang
baru. Setelah 20 tahun pada daerah tengah serabut lensa kurang lunak dan nukleus lensa
menjadi kaku. Setelah umur 40 tahun kekakuan nukleus lensa secara klinis menurunkan daya
akomodasi, dan umur 60 tahun nukleus menjadi sklerosis dan berubah warna yang sering
membuat ”suture” lensa sulit dibedakan.2,3
Saat lensa berkembang, suatu struktur pendukung nutrisi, tunika vaskulosa lentis
terbentuk mengelilinginya. Pada usia kehamilan 1 bulan, arteri hialoid memberikan kapiler-
kapiler kecil yang membentuk jaringan anastomosis yang menutupi daerah posterior lensa
yang sedang berkembang. Cabang-cabang kapsul vaskuler posterior masuk ke dalam kapiler-
kapiler kecil yang kemudian tumbuh ke arah equator lensa, di mana mereka beranastomosis
dengan vena-vena khoroid dan membentuk bagian kapsulopupilari dari tunika vaskulosa
lentis. Cabang-cabang arteri lentis yang panjang beranastomosis dengan cabang-cabang
bagian kapsulopupilari , yang menutupi permukaan anterior lensa.2
IV. Anatomi
Lensa mata merupakan struktur globuler yang transparan, terletak di belakang iris, di
depan badan kaca. Lensa berbentuk lengkung cakram, tidak mengandung pembuluh darah,
dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Komponennya terdiri dari 65% air dan 35% protein.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis yang bekerja sebagai membran semi permeabel yang
melarutkan air dan elektrolit untuk makanannya. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan
korteks yang terdiri dari lamel-lamel yang panjang dan konsentris. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung, dan jernih (transparan) karena diperlukan sebagai
media penglihatan yang berfungsi memfokuskan berkas cahaya ke retina.1,2
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan anterior.
Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak anterioposterior 3,5 mm dan
beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator sekitar 9 mm dan jarak
anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg. 2
Lensa tidak mempunyai persarafan dan pembuluh darah. Selama embriogenesis
mendapatkan perdarahan dari pembuluh darah hyaloids dan setelah itu secara total suplainya
tergantung pada humor akuous dan vitreus. Lensa terdiri dari tiga bagian yaitu kapsul elastis
dan epitelium lensa yang terletak pada permukaan anterior lensa, korteks dan nucleus.1,2,3
V. Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan sejak lahir (kongenital), ataupun akibat dari beberapa penyakit mata yang diderita
sebelumny. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengkibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat pula terjadi akibat adanya riwayat
trauma (benturan) pada daerah mata.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 40 tahun di mana
mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Dengan bertambahnya usia, lensa mulai
berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya
katarak. Pada usia 60 tahun hampir 2/3 mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak
biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang
penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan
mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa
yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau
menahan perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum
berhasil.
Perkembangan katarak menjadi berat memakan waktu dalam bulan hingga tahun.
Kadang-kadang katarak berhenti berkembang pada stadium dini dan penglihatan terlihat
tidak mengalami kemunduran. Dapat saja katarak berjalan agak cepat sehingga mengganggu
penglihatan.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Katarak juvenile yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi
karena:9, 10
Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata
Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal
pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior, glaukoma, ablasio retina, miopia tinggi,
ftisis bulbi yang mengenai satu mata
Penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia distrofi, yang
mengenai kedua mata akibat trauma tumpul ataupun tajam
VI. Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap tahunnya. Kurang
lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan perawatan komprehensif merupakan
keadaan sekunder akibat trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta
monokuler pada orang kelompok usia dibawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan
50.000 orang tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata. Dilihat dari jenis
kelamin, perbandingan terjadinya katarak traumatik laki-laki dan perempuan adalah 4:1.
National Eye Trauma System Study melaporkan rata-rata usia penderita katarak traumatik
adalah 28 tahun dari 648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata.
Prevalensi kebutaan di Indonesia tahun 1998 sebesar 1,62% dengan kebutaan karena
katarak sebesar 1,88%.1 Katarak terjadi karena lensa mata berubah menjadi keruh dengan
berbagai penyebab terutama proses ketuaan atau katarak senilis. Dengan bertambahnya
angka harapan hidup maka diperkirakan pada tahun 2010 prevalensinya akan meningkat
menjadi dua kali.1 Selain proses penuaan katarak senilis juga dipengaruhi berbagai faktor
antara lain: gangguan metabolisme, penyakit sistemik, paparan sinar ultra violet-B,
kurangnya intake vitamin dan mineral, indeks masa badan, riwayat pemakaian obat jangka
panjang, dan asap rokok
Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang
disebut intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensa
menjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal. Hal ini
tidak selalu terjadi. Pada umumnya terjadi pada stadium II.
IX. Patofisiologi
Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan contrecop. Mekanisme
coup adalah mekanisme dengan dampak langsung. Ini akan mengakibatkan cincin Vossius
( pigmen iris tercetak ) dan kadang-kadang ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah
trauma tumpul. Mekanisme contrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari tempat
trauma yang disebabkan oleh gelombang energy yang berjalan sepanjang garis sampai
kebelakang. Ketika permukaan anterior mata terkena trauma tumpul, ada pemendekan cepat
pada anterior-posterior yang diikuti pemanjangan garis ekuatorial. Peregangan ekuatorial
dapat meregangkan kapsul lensa, zonula atau keduanya. Kombinasi coup, contrecoup dan
pemanjangan ekuatorial bertanggung jawab dalam terjadinya katarak traumatik yang
disebabkan trauma tumpul bola mata. Trauma tembus yang secara langsung menekan kapsul
lensa menyebabkan opasitas kortikal pada tempat trauma. Jika trauma cukup besar,
keseluruhan lensa akan mengalami opasifikasi secara cepat, namun jika kecil, katarak
kortikal yang akan terjadi.
a. Luka memar/tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata dapat
menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan dengan bola
keras adalah salah satu contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda samapi
kurun waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai
kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibatnya
kadang-kadang cukup sulit dibuktikan dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang
dapat ditemukan mengenai adanya trauma sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
katarak tercetak ( imprinting ) yang disebut cincin Vossius.
b. Luka tusuk/perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk terbentuknya
katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi ( contohnya gelas yang pecah )
tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak memberikan dampak pada
lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka
katarak tidak akan terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada penatalaksanaan
luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan tetapi trauma-trauma
seperti diatas dapat juga melibatkan kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa
mata ke bilik anterior. Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di
bilik anterior dan masa lensa biasnya secara berangsur-angsur akan diserap jika tidak
ditangani dalan waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat
dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.
Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang membutuhkan penggunaan
lensa buatan intraokuler. Bila ruptur lensa terjadi pada dewasa, juga diikuti dengan reaksi
inflamasi seperti halnya pada anak, namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan
jaringan fibrosis opak yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya mada lensa didalam bilik mata. Pada keadaan ini akan terlihat
secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag dengan cepatnya yang
dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakolitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang
pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.
X. Gejala Klinik
Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan pada
ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui penurunan tajam
penglihatan dekat signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh
miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang
berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi ketajaman
penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh. Sebaliknya katarak nuklear
dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik dan tajam penglihatan jauh
yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal cenderung memperoleh tajam
penglihatan yang baik.4,10
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar langsung.
Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler posterior dan juga katarak
kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.4,10
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan signifikan
dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada
pasien katarak akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang
sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan. 4,10
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan
mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan tidak
membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang tidak menggunakan
kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan
meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau
penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.4,10
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia lihat, ini
dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki indeks refraksi berbeda
akibat perubahan pada stadium katarak. Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi
atau oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas
terlihat dan tidak terlalu jelas.10
Clear image
XI. Penatalaksanaan1
1. Medikasi (temporer)
a. Penggunaan kacamata bantu dengan koreksi akurat
b. Meningkatkan cahaya pada saat membaca
c. Dilatasi pupil dengan pengobatan midriasis
d. Pengobatan katarak dengan penyebab DM dengan aldolase reduktase inhibitor
2. Alat Bantu Lihat Kekuatan Rendah
Alat bantu lihat monokuler genggam dengan kekuatan 2,5x, 2,8x, dan 4x dapat
memperjelas objek jarak jauh. Sedangkan untuk objek jarak dekat seperti membaca
menggunakan kaca pembesar dan lup teleskop. Katarak mengurangi ketajaman
cahaya dan menyebabkan silau, oleh karena itu dianjurkan juga menggunakan
kacamata yang berwarna dengan harapan menyerap sinar dengan spektrum warna
tertentu yang menyebabkan silau tersebut.10
3. Operasi
Indikasi operasi katarak :
1. Mengganggu pekerjaan
2. Rehabilitasi visus (terapetik)
3. Diagnostik segmen posterior
4. Mencegah komputasi (glaucoma ambiliopia)
5. Kosmetik
Operasi dilakukan apabila pasien meminta agar diperbaiki ketajaman
penglihatannya, terapi bedah untuk penyakit mata (glaukoma karena lensa,
dislokasi lensa ke bilik mata depan, atau uveitis), membantu untuk mengobati
penyakit mata segmen posterior (diabetes retinopati).10
Pasien dengan katarak stadium lebih lanjut lebih diutamakan untuk dioperasi
bila ia memiliki katarak monookuler atau binokuler. Waktu jeda untuk operasi
katarak mata sebelahnya harus berbeda dan tidak boleh bersamaan untuk
menjamin keamanan dan keberhasilan operasi pertama sebelum operasi kedua
direncanakan. Pada pasien dengan katarak monokuler, keputusan untuk
dilakukan bedah lebih kompleks. Apabila ditemui mata yang sehat tidak
menunjukkan gangguan penglihatan yang berat, maka operasi dapat
ditangguhkan. 10
Indikasi:
Apabila ditemui kondisi seperti:
1. Kamar operasi dengan fasilitas bedah menggunakan mikroskop sangat minimal
2. Katarak dengan stadium intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi
3. Apabila pada operasi EKEK ditemukan zonula Zini tidak utuh
Kontraindikasi:
Operasi katarak intra kapsuler merupakan kontraindikasi absolut apabila ditemukan
keadaan berikut:
1. Anak-anak dan remaja
2. Ruptur kapsul traumatik
Kontraindikasi
Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler membutuhkan keutuhan zonula untuk
pengangkatan nukleus dan materi korteks. Oleh karena itu, bila zonula tidak utuh maka
perlu direncanakan operasi ekstraksi katarak intrakapsuler atau lensektomi pars plana.
Prosedur Preoperasi
Dilatasi pupil merupakan penentu kesuksesan operasi EKEK. Obat-obatan sikloplegik
atau midriasis, harus diberikan preoperasi sehingga memberikan dilatasi pupil yang efektif,
sedangkan obat antiinflamasi nonsteroid dapat membantu mempertahankan dilatasi pupil
selama pembedahan
Selain pengaruh visus, setelah operasi akan ditemui tanda-tanda peradangan yang
merupakan keadaan yang pasti ditemui tapi dalam derajat yang minimal dan perubahan
fisiologis mata. Pada hari pertama, hal-hal tersebut harus diperhatikan secara menyeluruh
seperti:
1. Adanya edema dan eritema pada kelopak mata
2. Flap pada konjungtiva akan mengalami injeksi dan sedikit bengkak
3. Kornea jernih dan bebas dari striae dan edema
4. Bilik mata depan tidak dangkal dan dalam, tidak masalah ditemui reaksi seluler
ringan
5. Kapsul posterior harus jernih dan utuh, selain itu lensa tanam harus terposisi baik
dan tidak berubah posisinya
6. Refleks merah harus kuat dan jernih
7. Peningkatan tekanan intraokuler bisa disebabkan vitreoelastisitas yang tertahan
8. Antibiotik topikal dan kortikosteroid dianjurkan diresepkan paska operasi
Dalam 2 minggu, kenyamanan, perbaikan visus dan kenyamanan dari hari pertama
seperti reaksi radang yang menurun. Pada paska operasi 6-8 minggu, refraksi menjadi
stabil, selain itu kacamata dapat diresepkan bila ada perubahan. Apabila ditemukan
astigmatisme sepanjang sumbu insisi, maka jahitan dapat diangkat secara selektif setelah
minggu keenam dengan dibantu melalui keratometri atau topografi kornea.
2. Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan apabila ditemui:
a. Pasien anak-anak atau remaja
b. Pasien dengan demensia
c. Retardasi mental
d. Batuk yang tidak bisa dikontrol
e. Tremor kepala
Oleh karena itu, sebelum teknik anestesi dipilih maka ahli bedah mata tersebut harus
menilai intelektualitas dan status psikologis.
3. Anestesi lokal
Anestesi retrobulber digunakan bersama atau tanpa dilakukan anestesi regional pada
saraf kranial VII (nervus fasialis). Anestesi ini akan memberikan akinesia okuler dan
anestesi daerah tersebut.
Anestesi retrobulber memberikan komplikasi walaupun jarang ditemukan seperti:
a. Perdarahan retrobulber
b. Penetrasi bola mata
c. Trauma saraf optik
d. Injeksi intravena sehingga menyebabkan aritmia jantung
e. Injeksi intravena sehingga menyebabkan kejang
f. Henti nafas
g. Anestesi batang otak
Selain anestesi retrobulber, juga dikenal anestesi peribulber. Anestesi ini dilakukan
melalui injeksi multipel atau tunggal. Teknik ini diketahui secara teoritis mengurangi angka
kejadian cedera saraf optik dan efek samping pada SSP dari injeksi tidak sengaja pada
intradural. Meskipun begitu, teknik ini tidak mengurangi kemungkinan terjadinya penetrasi
bola mata dan teknik ini juga kurang efektif dibanding retrobulber untuk memberikan efek
anestesi dan akinesia. Selain itu, mula kerja teknik anestesi ini juga lebih lambat.
4. Anestesi Topikal
Anestesi topikal berkembang bersamaan dengan teknik insisi kornea dan implantasi
lensa intraokuler untuk bedah katarak. Anestesi topikal diberikan bersamaan dengan atau
tanpa sedasi intravena. Anestesi topikal juga sering dilakukan dengan lidokain bebas
pengawet intrakamera. Beberapa jenis teknik termasuk penggunaan infiltrasi minimal
dengan anestesi lokal. Keuntungan teknik anestesi ini adalah berkurangnya resiko perforasi
okuler dan sedikitnya penggunaan sedasi intravena pada beberapa pasien. Diplopia dapat
tidak ditemui karena tidak ada akinesia otot okuler. Pasien dapat meninggalkan ruangan
operasi tanpa harus dipandu karena tidak ada blokade kelopak mata.
Karena anestesi topikal menyediakan anestesi tanpa akinesia, kerjasama pasien untuk
tidak banyak bergerak sangat diperlukan. Kemudian, anestesi topikal tidak tepat digunakan
pada pasien dengan situasi:
a. Gangguan pendengaran
b. Kesulitan menerjemahkan bahasa
c. Penderita sulit mengontrol emosi selama operasi
d. Blefarospasme
e. Tremor kepala
f. Nistagmus
g. Apabila ditemui operasi akan lebih lama dari jadwal
Secara umum, hanya sedasi minimal dibutukan untuk penggunaan anestesi topikal. Ahli
anestesi juga harus mengenal derajat sedasi yang dibutuhkan untuk bedah katarak dan
menghindari terjadinya overdosis sedasi.
IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke dalam mata atau
dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah IOL, dapat menghasilkan
pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam
penglihatan perifer.
Gambar 7. IOL
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan khusus dan tidak
dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata
untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk
penglihatan jauh.12
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang, retinopati diabetik
progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.
Gambar 8. Teknik pemasangan IOL pada mata
Berikut ini dapat dilihat beberapa keuntungan dan kerugian dari beberapa tehnik
bedah katarak tersebut:12
Keuntungan ECCE:
- incisi kecil
- tidak ada komplikasi vitreus
- kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit
- edema sistoid makula lebih jarang
- trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit
- retinal detachment lebih sedikit
- lebih mudah dilakukan
Kerugian ECCE:
- kekeruhan pada kapsul posterior
- dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul
Keuntungan ICCE:
- semua komponen lensa diangkat
Kerugian ICCE:
- incisi lebih besar
- edema cistoid pada makula
- komplikasi pada vitreus
- sulit pada usia <40 tahun
- endopthalmitis
Keuntungan fakoemulsifikasi:
- incisi paling kecil
- astigmatisma jarang terjadi
- pendarahan lebih sedikit
- teknik paling cepat
Kerugian fakoemulsifikasi:
- memerlukan dilatasi pupil yang baik
- pelebaran luka jika ada IOL
XII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan katarak
traumatic
b. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti fakolitik, fakomorfik, blok pupil,
glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, rupture koroid, hifema,
perdarahan retrobulbar, neuropati optik traumatic
XIII. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya traumna yang terjadi pada saat terjadinya
trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco: MD
Association, 2005-2006
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003
4. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2005.
5. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002.
6. J.P Shock. Lensa dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996: 175-183
7. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy
of Ophthalmology. 2002.
8. Wayne F. Age Related Cataract. Last updated 15-08-2004. www.medem.com download at
04-12-2010
9. Leedez J. Guide to Eye Cataract and Cataract Surgery. Last updated 27-09-2005.
www.allaboutvision.com download at 04-12-2010
10. Anonymous. Cataract. Last updated 27-12-2005. www.eyemedlink.com download at 04-
12-2010
11. Wijaya N. Ilmu Penyalit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1983.
12. Allison M. Juvenile Cataract. Last updated 04-07-2005. www.springereye.com download
at 04-12-2010