You are on page 1of 3

Stepani Kartika Bintang/ 1002205013

AKSIOLOGI

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama.
Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.(1)
Menurut Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu
pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang
menyummbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah
pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.(2)
Jujun S. Suriasumantri
menyatakan aksiologi diartikan sebagai teori nilai ysng berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Sedangkan Bramel menyatakan aksiologi terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, moral
conduct , yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Ketiga, sosio-political life, yitu kehidupan social politik yang akan
melahirkan filsafat sisoal politik.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari
sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan
dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi
bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan.(3)

Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu :
1. Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu
subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan
penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2. Nilai absolute atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa
lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa
memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative
sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.(5)

Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah
lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa
Yunani, juga berarti kebiasaan. Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang
nilai, ilmu kesusilaan yang memuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya
dalam kehidupan (6). Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia.
Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia.
Sedangkan estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-
pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-
prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk. Ilmu yang pada hakikatnya
mempelajari alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan? Ke arah
mana perkembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaa semacam ini jelas tidak merupakan urgensi
bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo dan ilmuwan seangkatannya; namun bagi ilmuan yang hidup
dalam abad kedua puluh yang telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan
kekhawatiran perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan ini tak dapat di elakkan. Dan untuk
menjawab pertanyaan ini maka ilmuan berpaling kepada hakikat moral.

Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan
objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral? (4)

1.Dikutip dari http://adikke3ku.wordpress.com/2008/05/19/aksiologi-ilmu

2.Drs. Ali Abri, MA (Sewaktu Menjadi Dosen Fak Syari’ah IAIN SUSQA). Filsafat Umum
Suatu Pengantar. Untuk Kalangan Sendiri. Hal. 33.

3.Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono. 1996.


Yogyakarta. Penerbit Tiara Wacana. Hal. 327.

4.Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. 1998. Jakarta. Pustakan
Sinar Harapan. Hal. 235.
5.Ibid. Hal. 38-39.

6.Ibid. Hal. 40.

DAFTAR PUSTAKA

http://adikke3ku.wordpress.com/2008/05/19/aksiologi-ilmu

http://dedihendriana.wordpress.com/2007/07/20/filsafat-pendidikan

http://elmuttaqie.wordpress.com Dari A. Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim :


Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah (Yogyakarta : SIPress, 1994)

http://udhiexz.wordpress.com/2007/12/30/10

Drs. Ali Abri, MA (Sewaktu Menjadi Dosen Fak Syari’ah IAIN SUSQA). Filsafat Umum Suatu
Pengantar. Untuk Kalangan Sendiri

Drs. Uyoh Sadulloh, M. Pd. Pengantar Filsafat Pendidikan. 2007. Bandung. Penerbit
Alfabeta CV

Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. 1998. Jakarta. Pustakan
Sinar Harapan

Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono. 1996. Yogyakarta.
Penerbit Tiara Wacana

You might also like