You are on page 1of 10

Ê Ê

   

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih tanpa pernah pilih kasih dan Yang Maha
Penyayang yang menyayangi tanpa pernah meminta imbalan dari mahluk-Nya, yang atas
berkat rahmat, inayah serta hidayah-Nya lah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ³Asuransi Syariah´ ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, serta, umatnya yang membela risalahnya sampai akhir jaman.

Dunia Islam pada prinsipnya tidak mengenal asuransi seperti apa yang dijalankan oleh
perusahaan asuransi konvensional di dunia Barat. Karena prinsip asuransi di dunia barat
adalah profit oriented dan adanya konsep untung-untungan. KUH Perdata pasal 1774
menyebutkan tentang perjanjian asuransi yaitu ³Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu perjanjian yang belum tentu´. Malah Subekti secara terang
menyamakan kedudukan asuransi dengan perjudian dan pertaruhan, walaupun ada
sebagian pakar yang membantah pendapat tersebut.

Dalam konsep Islam asuransi Islam bukan semata profit oriented, tetapi ia mengandung
nilai sosial oriented, jadi perpaduan antara dua kepentingan inilah yang dibangun oleh
asuransi syariah dalam menajalankan roda bisnisnya. Karena perbedaan orientasi dan
filosofi inilah yang menyebabkan perusahaan asuransi Islam perlu hati-hati dan para
pemilik dan pengurusnya mesti orang-orang yang memahami karakteristik ini agar jangan
sampai prinsip Islam tidak digadaikan demi kepentingan sesaat.

Untuk lebih memahami definisi asuransi syariah, prinsip dan landasan hukum operasional
asuransi syariah, perkembangan dan jenis-jenis asuransi syariah, serta perbedaan antara
asuransi syariah dan asuransi konvensional maka kami akan menjelaskan lewat tulisan
kami berikut ini.

c
Ê Ê


Ê  

‘    

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan
padanan kata ´pertanggungan´. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan a)
asuransi, dan b) jaminan. Dalam bahasa belanda biasa disebut dengan istilah
assurantie(asuransi) dan verzekering (pertanggungan).

Sedangkan Asuransi Syariah atau Takaful secara bahasa, akar katanya berasal dari Kafala-
yakfulu-Kafaalatan, artinya menanggung. Kemudian dari Mujarrad dipindahbabkan ke
tsulatsi maziid dengan menambah Ta, sebelum Fa fi¶il dan Alif setelahnya, maka menjadi
Takaafala Yataakaaful-Takaafulan.

Perpindahan bab dengan menambah Ta dan Alif seperti tersebut di atas dalam Ilmu Sharaf
menelorkan pengertian yang satu menanggung yang lain dengan berbagi cara, antara lain
dengan membantunya, apabila ia amat membutuhkan bantuan, terutama bila yang
bersangkutan ataupun keluarganya ditimpa musibah.

Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan tolong-menolong secara teratur


sedemikian rupa, keteraturan dan rinciannya antara sejumlah orang bila semuanya akan
tertimpa bahaya dan kesukaran, sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang di
kalangan mereka, semuanya ikut membantu menghilangkan atau meringankannya, dengan
cara memberikan bagian yang tidak menyulitkan masing-masing guna menghilangkan
bencana tersebut.

Bermuamalah dengan Takaful, pada ulama besar internasional abad ini seperti Majma¶
Fighil Islaamy, Mekkah, Saudi Arabia, Abu Zahra, Yusuf Al Qardhawy condong
berpendapat bahwa hukumnya adalah Mubah, selama tidak mengandung unsur Gharar.
Gharar secara lughawi berarti penipuan yaitu ketidakjelasan, baik ketidakjelasan itu pada
persentase, kepastian dapat, ataupun kepastian waktu mendapatkannya, tidak mengandung
maisir, yaitu untung untungan untuk

Œ
Mendapatkannya, di mana kalau nasibnya baik, ia akan mendapat bagian dan kalau
nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi yang sudah dilunaskannya itu akan
melayang semuanya. Tak ada unsur ‰iba, yaitu mendapat tambahan jumlah dengan tanpa
ada imbalan yang sah, ataupun keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila salah satu dari tiga
unsur itu terdapat pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, maka hukum perjanjian itu
adalah haram walaupun namanya baik, halal dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kesemua
unsur tersebut tidak ada di dalamnya, maka hukumnya adalah sah, atau mubah, meskipun
namanya asuransi, Takmiin, atau Takaful.

Berdirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa Islam mempunyai sistem asuransi
yang tentunya secara operasional berbeda dengan asuransi konvensional lainnya. Salah
satu kiat yang dikembangkan Takaful adalah prinsip tolong-menolong, di mana setiap
pemegang polis wajib memberikan derma untuk keperluan dana tolong menolong, serta
untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan kepada semua peserta di samping
mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan bersama. Yang perlu
diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan atau Dewan Pengawas Syariah seperti
yang ada pada bank Islam .

Ê ‘     


c ‘   

Prinsip Dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan prinsip dasar
yang berlaku padaa konsep ekonomika Islam secara komprehensif dan bersifat major. Hal
ini disebabkan karena kajian asuransi syariah merupakan tururnan (minor) dari konsep
ekonomika Islam . Biasanya literatur ekonomika Islam selalu melakukan penurunan nila
pada tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya, seperti lembaga
perbankan dan asuransi.

Begitu juga dengan suransi, harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat dan
kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah ada sembilan macam yakni

1. Tauhid

Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan


suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun pada nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak

r
dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahawa
Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu bersama kita.

2. Keadilan

Prisnip kedua adalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-
pihak yang terikat dalam akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya
dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.

3. Tolong ± Menolong (Ta¶awun)

Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan asuransi adalah harus didasari
dengan semangat tolong-menolong antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk
asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan
meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.

4. Kerjasama (Cooperation)

Prinsip kerjasama merupaka prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi
Islam . Manusia sebagai mahluk yang mendapat mandat dari sang Khalik-nya untuk
mewujudkan perdamainan dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang
tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk
sosial.

5. Amanah (Trustworthy)

Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas
(pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode.
Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah
untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam
bermuamlah dan melalui auditor public.

6. Kerelaan (Al-‰idha)

Dalam berbisnis asurasnsi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah asuransi agar
mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke

u
perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru)
memang betuk-betul digunakan untuk tujuan membantu nasabah asuransi yang lain jika
mengalami bencana kerugian.

7. Larangan ‰iba

Bahwa dalam berbisnis asuransi kita dilarang melakukan praktek riba. Yakni bahwa kita
dilarang melakukan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

8. Larangan Maisir

Syafi¶i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak
yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila
pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa
reversig period, biasanya tahun yang ketiga yang bersangkutan tidak akan menerima
kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur
keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, dimana untung-rugi terjadi
sebagai hasil ketetapan.

9. Larangan Gharar (Ketidakpastian)

Secara konevensioanal kata Syafi¶i Antonio kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa dapat
dikategorikan dalam aqd tadabuli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi
dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang
harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu
(gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi
tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah uang premi) karena hanya Allah yang tahu
kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.

Œ ‘    

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya
pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu :

å
´Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengika tkan diri
kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.´

Pengertian diatas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi Asuransi Syariah
karena tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta tidak
mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya.
Pedoman untuk menjalankan usaha asuransi syariah terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, fatwa tersebut dikeluarkan kareni regulasi yang ada
tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan Asuransi Syariah. Tetapi fatwa
DSN-MUI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dalam Hukum Nasional karena tidak
termasuk dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan Asuransi
Syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi
kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu Keputusan Menteri Keuangan
RI No.426/KMK.06/2003, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 dan
Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000. Semua keputusan
tersebut menyebutkan mengenai peraturan sistem asuransi berbasis Syariah.

Î ‘     !   


c ‘     
 


Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi,
pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah
melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian
dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme asuransi. Kerjasama ini
mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis, diakibatkan musibah yang
terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan penyamun.

Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan
melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan
uang. Dan pada abad kesembilan belas, dan cara membungakan uang inipun menjelajahi
penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan Yahudi.

ü
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para ekonom
muslim mulai menelorkan dan merenovasi konsep ekonomi Islam. Mereka adalah
rangkaian generasi emas dari Abu Yusuf menghasilkan al-kharaj dan Abu µUbaid menulis
kitab al-amwal. Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang menjadi fokus para
perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format maisir, riba, gharar
yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil, tolong menolong dengan
mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem asuransi syari¶ah mestilah mempunyai
komitmen untuk kesejahteraan bersama.

Dibandingkan di sejumlah negara ± bahkan negara yang mayoritas penduduknya adalah


nonmuslim, keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg,
Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di
negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama
seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei

Darussalam (1992).

Œ ‘ !   

"    #   $    "  "  # 


c  % &

Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan
(Yecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan dan
kesehatan).

Π  '

Pada hakekatnya meupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang membagi
resiko (share risk) yang diakibatkan oleh resiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak
pasti akan terjadinya), resiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan
terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan(yang tidak pasti terjadi,
tetapi tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana dikoordinir perusahaan asuransi yang
bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large number) yang menyebarkan

^
resiko kepada orang-orang yang mau bekerjasama. Yang termasuk dalam program asuransi
jiwa seperti ini adalah asuransi untuk pendidikan, pensiun, investasi, tahapan, dll.

r (   (   ) ( 

Berikut ini beberapa pearanan yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah,
yaitu:

d‘ menumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.


d‘ Menjalankan dan mengimplementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam
salimg tolong menolong.
d‘ menjauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
d‘ Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian
yang diderita satu pihak.
d‘ meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan
dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu, dan biaya.
d‘ Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang
jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
d‘ Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan
dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
d‘ Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak
dapat berfungsi(bekerja).


Ê Ê

* 
   ( 

* 

Asuransi sebagai satu wujud usaha dalam pertanggungan yang melibatkan antara
sekelompok (kumpulan) orang disatu pihak dan perusahaan asuransi, sebagai lembaga
pengelola dana di pihak lain, telah mengangkat ³isu´ utama saling menanggung dalam
menghadapi musibah dan bencana. Dilihat dari nilai bawan yang tertera dalam teks-teks
absolut (Al-Qur¶an dan As-Sunnah), maka nilai dasar dari asuransi syariah mempunyai
nilai sosial oriented yaitu sebuah nilai yang didasarkan pada semangat saling tolong-
menolong antar sesama peserta asuransi dalam menghadapi musibah.

Ê  

Saran yang dapat penulis sampaikan dalam pengembangan asuransi syariah terutama di
Indonesia adalah

1.‘ perlu adanya kajian dan diskusi yang mendalam tentang konsep asuransi syariah
oleh kalangan yang punya perhataian terhadap asuransi syariah sehingga pada
akhirnya terbentuk Masyarakat Asuransi syariah (MAS).
2.‘ secepatnya diperlukan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi asuransi
syariah di Indonesia.
3.‘ perlunya sosialisasi yang masif terhadap masyarakat muslim sehingga mengetahui
apa pentingnya asuransi syariah dalam kehidupannya.
4.‘ maksimalisasi fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat dalam setiap
perusahaan asuransi syariah.
5.‘ perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam tantang kesesuaian praktik
asuransi syariah dengan ketentuan dasar ekonomika Islam .

A
 +, ( , * 

AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Yerspektif Hukm Islam , Kencana, Jakarta, 2004

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewa Syariah

Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001 Tantang Pedoman Umum Asurans Syariah, Jakarta,


2001

Muhammad Syafi¶I Antonio, Asuransi Dalam Yerspektif Islam , STI, Jakarta,

1994.

Prodjokoro, Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia, Pembimbing, Jakarta, 1958

c

You might also like