You are on page 1of 10

PERKEMBANGAN ISLAM DIKAMBOJA

BAB I
PENDAHULUAN
Islam di Asia Tenggara memiliki sejarah panjang dan tersendiri. Beberapa
negara utama di kawasan ini, seperti Malaysia, Indonesia, dan Brunai Darussalam
adalah negara-negara dengan mayoritas muslim. Bahakan jumlah penduduk
muslim yang ada di Asia Tenggara melebihi jumlah penduduk yang ada di
kawasan Timur Tengah. Namun demikian Asia Tenggara masih menyisakan
beberapa kelompok Islam sebagai minoritas.
Minoritas muslim di Asia Tenggara juga tampak beragam meskipun
terdapat setidaknya dua hal yang bisa membantu menjelaskan masyarakat Islam
Minoritas itu. Pertama, mereka yang terbentuk akibat migrasi ke negeri dan
kawasan yang telah memiliki pemerintahan dan sistem nasional yan kokoh.
Termasuk dalam kelompok minoritas ini adalah para pedagang muslim, yang
kebanyakan berasal dari anak benua India, Myanmar, Arab, Yunnan, Vietnam,
Kampuchea, laos, dan Thailand utara. Kedua, masyarakat muslim penghuni asal
yang mendapati diri mereka menjadi minoritas karena perubahan dan
perkembanagn geografis dan politik. Kasus paling nyata dalam hal ini terjadi pada
masyarakat Singapura pada abad ke-19 dan kaum muslim Pattani di Thailand
pada perempat terakhir abad ke-18
Sering terjadi perbenturan antar Islam dan kelompok lain di daerah non-
Islam. Konflik seperti inilah yang mengindikan banyaknya permaslahan yang
komplek yang dihadapi minoritas Islam di Asia Tenggara. Ditambah lagi dengan
kesenjangan di berbagai bidang seperti pendidikan dan ekonomi membuat
semangat kemerdekaan diri tidak mudah hilang.

Namun, dari semuanya itu perkembangan minoritas Islam di kawasan Asia


Tenggara memberikan harapan dan tantangan baru bagi munculnya corak dan
ragam Islam yang lebih mudah menerima konsekuensi pluralisme agama dan
budaya, serta mampu menunjukkan daya saingnya di tengah-tengah
kecenderungan kompetisi global di hampir segala bidang.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN ISLAM DIKAMBOJA
Beberapa permasalahan Islam minoritas diantaranya dapat ditemui di
daerah Pattani (Thailand), Moro (Philipina) dan Cham (Vietnam, Kamboja dan
Thailand).

A. Muslim Pattani

1) Sejarah Awal Islam di Pattani


Islam diperkirakan masuk ke kawasan Pattani, Thailand selatan pada abad
X atau XI lewat jalur perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan para guru sufi
pengembara dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan pesisir India. Bukti
yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang
bertuliskan arab di dekat kampung Kampung Teluk Cik Munah, Pekan pahang
yang bertarikh 1028 M. orang-orang Siam (Thai) mengenal orang-orang ini
dengan sebutan Khei atau Khaek yang secara bahasa berarti pendatang atau orang
yang datang menumpang.
Pada masa jayanya di daerah ini terdapat kerajaan Islam Melayu yang
yang maju dan menjadi salah satu pusat perdagangan Asia Tenggara. Kerajaan ini
dikenal dengan Negeri Pattani besar mencakup berbagai wilayah seperti kawasan
pesisir timur Semenanjung Malaka, Teluk Siam, dan kawasan laut China Selatan
seperti narathiwat (Teluban), Yala (Jalor) dan sebagian Senggora (Songkla,
sebayor dan Tibor).

2) Pergulatan Politik Minoritas Muslim Pattani


Penguasaan Pattani oleh Thailand terjadi pada tahun 1785, secara berturut-
turut pemerintah Thai memberlakukan beberapa kebijakan politik. Diantaranya
adalah kebijakan politik devide et impera (1816-1902), kebijakan integrasi dan
pembangunan nasional (1902-1940), kebijakan asimilasi kebudayaan dan
transmigrasi (1940-1980), dan kebijakan Tai Rum Jen serta Kuam Wang Mai atau
lebih dikenal dengan Aspirasi baru yang diberlakukan sejak tahun 1980 hingga
sekarang.
Sedangkan proses lenyapnya kekuasaan kerajaan Pattani dan masuknya ke
dalam kekuasaan Thailand (Siam) disebut dengan Thesaphiban. Proses ini terjadi
pada tahun 1902 M dan diikuti dengan proses pembauran (Siamisasi). Raja
kehilangan kewibawaan dalam bidang politik dan ekonomi. Sementara itu,
peranan ulama, semakin kecil karena adanya pembatasan pelaksanaan syariat.
Peristiwa ini merugikan kaum muslim dan sebagai akibatnya terjadi
pemberontakan lokal terhadap Bangkok yang dipimpin para ulama pada tahun
1910 dan 1911.
3) Kehidupan Masyarakat
Pemerintah Thailand seringkali menyebut orang Muslim pattani sebagai
Islam Thai sebuah istilah yang sebenarnya kurang tepat karena mereka lebih dekat
dengan etnis dan budaya melayu daripada Thailand. Mereka adalah kelompok
etnik yang terpisah dari induknya dunia melayu muslim Asia Tenggara. Sampai
akhir abad XIX, kehidupan ekonomi Pattani bergantung kegiatan ekonomi
subsisten, seperti pertanian padi, penagkapan ikan, pertambangan, dan
perdagangan eceran.
Struktur sosial di Pattani menunjukkan kedudukan sosial, ekonomi, dan
politik muslim Pattani berada pada tingkat bawah. Sejak perang Pasifik, bidang
politik hampir seluruhnya berada dalam dominasi kelompok etnis Thai. Sementara
dalam bidang ekonomi dalam skala besar merupakan lahan bagi etnis Cina. Jenis
pekerjaan yang masih mungkin adalah ekonomi tradisional yang bersifat
subsisten. Tidaklah mengherankan apabila sebgian masyarakat terutama generasi
muda yang lebi tertari untuk migrasi ke kota-kota besar seperti Bangkok bahkan
sampai Malaysia dan Singapura.
4) Perkembangan Keagamaan
Perkembangan Islam di pattani dapat dikatakan sebanding dengan
perkembangan Islam di Nusantara. Pada zaman kerajaan dan kesultanan di
Pattani, Islam menjadi simbol dan paradigma dalam sistem pemerinahannya.
Adapun di daerah lain seperti bangkok dan daerah utara pengaruh Islam lebih
terbatas pada pribadi.
Sekarang ini, kebebasan memeluk agama dan mengamalkannya dijamin
pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya Undang-undang Kelembagaan
Negara Thailand tahun 1997 akta nomor 38. hal ini tentu saja memberikan
kesempatan bagi muslim untuk menjalankan syariatnya. Mereka bisa melakukan
pernikahan dan melaksanakan hukum waris sesuai kaidah hukum Islam yang
berlaku.

B. Muslim Moro

1) Sejarah Awal Islam Moro


Muslim Moro berada di negara Filipina. Negara Filipina adalah negera
kepulauan yang terdiri dari 7.109 pulau tropis dengan luas total wilayah
29.629.000 hektare dan terdiri atas beragam etnis, bahasa dan agama. Meskipun
demikian negara ini mayoritas penduduknya beragama katolik. Menurut sensusu
tahun 1990 junlah kelompok muslim adalah 5 % dari keseluruhan penduduk
Filipina yakni sekitar 2,8 juta jiwa dari populasi 65 juta penduduk. Sementara
sumber lain menyebutkan jumlahnya 7 juta orang atau 10 % penduduk. Mereka
Merupakan komunitas agama kedua terbesar di Filipina.
Jumlah ini cukup menjadikan mereka minoritas baik dari segi budaya
maupun politik. Mereka bertempat tinggal di kawasan Filipina Selatan, khususnya
di Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu. Umat Islam di sana sering disebut
sebagai bangsa Moro. Menurut catatan sejarahnya, istilah Moro merujuk kepada
Moor, Moriscor atau Muslim. Kata Moor berasal dari kata latin Mauri sebuah
istilah yang sering kali digunakan orang-orang Romawi Kuno untuk menyebutkan
penduduk wilayah Aljazair barat dan maroko. Ketika bangasa Spanyol tiba di
wilayah di wilayah Filipina dan menemukan sebuah bangsa yang memiliki agama
dan adat istiadat seperti orang-orang Moor di Spanyol, maka mereka mulai
menyebut orang-orang tersebut dengan istilah Moro.
Islam masuk ke Filipina selatan tidak lama setelah Islam berkembang di
dunia Melayu. Islam sudah berkembang di beberapa kepulauan, khususnya Sulu
di perempat terakhir bad ke-13. ini beratri kedatangan Islam ke sana jauh lebih
awal dibandingkan kedatangan bangsa kolonial, khususnya Spanyol.
Sumber dari kedatangan Islam bisa ditelusuri lewat Tarsila. Walaupun
banyak mengandung mitos tapi tarsila cukup kronologis untuk menjelaskan asal
mula dan perkembanagn awal Islam Moro.islam berkembang melalui jalan
perdagangan dan disebarkan melalui para dai yang di kawasan Filipina Selatan
dikenal dengan sebutan Masya'lik, Makdumin dan Auliya. Pada abad ke-14 terjadi
proses Islamisasi dalam bidang pendidikan dan abad ke-15 terjadi pengaruh
politik dari para pedagang Melayu.
Kedatangan bangsa Spanyol pada tahun 1565 ke Filipina untuk
mendirikan koloni dengan segala nuansa kristennya sangat berpengaruh dalam
kehidupan sosial dan budaya Filipina secara langsung maupun tidak langsung.
Proses islamisasi terhambat penyebaran Islam hanya sampai di Sulu dan
Mindanao.
2) Politik dan kebangkitan Islam Philipina
Wilayah Mindanao dan Sulu di Selatan Filipina tidak pernah bisa
ditundukkan oleh pasukan Spanyol. Namun demikian, Spanyol tetap
menganggapnya sebagai bagian dari koloninya. Hal ini terbukti dengan ditanda
tanganinya Traktat Paris pada tahun 1898 yang mengalihkan hak penguasaan
wilayah Filipina termasuk daerah Selatan kepada Amerika Serikat dengan harga
20 juta dolar AS. Sejak itu Amerika mengambil alih kekuasaan di Filipina.
Kemerdekaan Filipina baru terjadi tahun 1946. namun kemerdekaaan itu tidak
berpengaruh banyak bagi status politik dan kesejahteraan bangsa Moro.setelah
merdeka otomatis pemerintahan dikendalikan oleh orang-orang katolik di Filipina
Utara.
Perbenturan yang terjadi antara kelompok Islam dan kekuatan Barat dan
juga pemerintahan Filipina seringkali menumbuhkan kesadaran di kalangan
muslim Filipina akan pentingnya merepresentasikan nilai-nilai dan simbol umat
Islam, seperti yang pernah mereka miliki lewat kesultanan Islam di Filipina
Selatan.
Penindasan terhadap kaum muslim Moro terjadi pada amasa kekuasaan
Ferdinand Marcos di tahun 1965. hal ini menyebabkan munculnya gerakan
perjuangan bangsa Moro seperi Muslim Independen Movement (MIM) yang
didirikan oleh Udtog Matalam, pada tahun 1968 dan Moro Liberation Front
(MLF) pada tahun 1971. karena perbedaan vsi maka MLF pecah menjadi dua,
yakni kelompok nasionali sekuler pimpinan Nur Misuari yang mendirikan Moro
National Liberation Front (MILF) dan kelompok Moro Islamic Liberation front
(MILF) yang dipimpin oleh Hashim Salamat. Dalam perjalanannya MNLF pun
pecah lagi menjadi kelompok MNLF Reformasi di bawah pimpinan Dimas
Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf di bawah pimpinan Abdurrahman
Janjalani (1993).secara umum kebangkitan Islam di Filipina berkembang dalam
dua paradigma: pertama, pradigma radikal yang dikembangkan oleh para aktivis
MNLF, yang semula merupakan kelompok minoritas di kalangan umat Islam.
MNLF pernah mengeluarkan manifesto yang menyerukan kemerdekaan bangsa
Moro.

Kedua, pandangan moderat yang menginginkan adanya berbagai


perubahan sosial dalam konteks lebih luas. Sikap politik bangsa Filipina dalam
menghadapi tuntutan bangsa Moro sangat jelas. Mereka tidak mungkin akan
membiarkan orang-orang Islam memisahkan dan memerdekakan diri. Meskipun
akhirnya dalam perkembanagn terakhir politik nasional Filipina orang-orang
Moro diberikan otonomi, hal ini tidak menghilangkan potensi konflik yang bisa
muncul kembali.
Pada tanggal 16 Agustus 1996, wakil-wakil dari MNLF dan pemerintah
Filipina sepakat bertemu dan merundingkan rencana perdamaian di Istana
Merdeka, jakarta. Selanjutnya tanggal 2 September 1996, naskah perjanjian
perdamaian ditandatangani oleh Nur misuari (Ketua MNLF) dan Fidel Ramos
(Presiden Filipina) di Manila.
3) Perkembanagan ekonomi, sosial dan budaya
Masyarakat muslim terkonsentrasi di wilayah otonom Filipina Selatan.
Mereka ada di kepulauan Mindanao, daerah ujung selatan Palawan, dan gugusan
kepulauan Sulu. Secara etnis dan bahasa mereka setidaknya terdiri dari tiga belas
kelompok bahasa. Mereka berkedudukan di 13 propinsi yang berada di empat
wilayah perundang-undangan yang berbeda.
Dari segi etnis, tiga suku diantaranya yakni, suku maranao, tausug dan
Manguindanao merupakan kelompok etnis muslim terbesar di kawasan ini
memiliki penduduk muslim sekitar 75 % dari jumlah total penduduk muslim di
Filipina.
Dilihat dari jenis, setidaknya sampai 1970-an, masyarakat muslim Filipina
tidak banyak yang berbeda dari warga lainnya. Mayoritas dari mereka menekuni
bidang pertanian, perikanan, dan ekonomi yang berbasis pada hutan. Kaum
muslim Manguindanau banyak ayang bertani sawah, sedangkan masyarakat
maranau dikenal sebagai pengrajin kuningan dan tenunan, selain bertanam padi
dan jagung di pegunungan. Sebagian mereka juga dikenal sebagai pedagang yang
terkenal sampai ke pelosok-pelosok Filipina.
Orang Tausug yang tinggal di pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan,
hampir sama dengan sebagian masyarakat Iranun, kalagan, dan Samal
pesisir.fenomena yang agak berbeda terdapat pada orang-orang tagalog Islam
yang karena mengalami proses urbanisasi besar-besaran, telah beralih menjadi
pekerja profesional baik di kantor maupun pabrik di daerah perkotaan.
4) Perkembangan keagamaan
Ketika konflik ketegangan antara kelompok Islam di Filipina secara
keseluruhan. Mereda, terjadi perkembanagan yang menarikdalam Islam di
Filipina. Mislanya, kantor Urusan Agama Islam (OCIA) dianggap sebagai simbol
perhatian pemerintah Filipina terhadap maslah umat Islam. Pada tahun 1973,
pemerintah mendirikan Institute of Asian and Islamic Studies di Mindanao State
University. Kemudian, nama lembaga kajian ini diubah menjadi King Faisal
Center for Islamic and Arabic Studies.
Respons yang positif dari pemerintah Filipina juga diberikan pada bidang-
bidang lainnya. Pada 1973, pemerintah mendirikan Philipine Amanah bank,
sebuah bank komersial yang bermarkas di manila untuk mengembangkan
berbagai aspek perekonomian masyarakat Islam seperti pertanian, pabrik,
pertambangan, transfortasi dan industri.

C. Muslim Cham

1) Sejarah awal Islam di Cham


Bangsa Muslim Cham atau Champa merupakan masyarakat Asia Tenggara
yang beragama Islam selain bangsa yang berlatar belakang etnis Melayu. Mereka
tersebar di Vietnam, Kampuchea, dan Thailand. Masyarakat Cham merupakan
keturunan dari bangsa Cham terdahulu, baik muslim, di zaman Kerajaan Champa
(192-1471). Dalam sejarah Indonesia pengaruh dari hubungan Champa dengan
kerajaan majapahit dikenal dengan baik. Kerajaan ini hamcur tahun 1471 oleh
pasukan Vietnam yang mengkibatkan mereka tercerai berai. Mayoritas mereka
hidup di desa-desa padat.
Di Vietnam generasi awal paling awal mereka menempati kawasan pantai
Phan Rang (Pandarunga)dan Nha Trang, wilayah Thun Hai. Dalam Sejarahnya
masyarakat Cham yang ada di Kampuchea merupakan kelanjutan dari kelanjutan
dari pelarian bangsa Champa pada tahun 1471. mereka mendirikan pemukiman
seperti yang yterdapat di daerah Kampong Chnang dan Kampong Cham, kawasan
yang dialiri sungai Mekong sebelah utara kota Phnom Penh.
Meskipun minoritas, masyarakat Islam Cham mengembangakn struktur
kemasyarakatan berdasarkan tradisi Islam. Dalam hierarki dan organisasi
keagamaan misalnya mufti menduduki tempat tertinggi disusul kemudian oleh
tuan kadi, fakih dan raya kadi.
2) Perkembangan sosial, Ekonomi dan budaya
Dewasa ini, mata pencaharian mereka bertumpu pada sektor pertanian,
perikanan, peternakan dan perdagangan. Masyarakat muslim Cham di Vietnam
banayak tinggal terisolasi di berbagai kawasan. Aspek sosial dan ekonomi tidak
jauh berbeda dengan masyarakat Vietnam pada umumnya. Mereka hidup sebagai
nelayan, banyak diantara mereka yang menjadipetani dalam bidang sayuran, dan
pembudidayaan kapas. Usaha di bidang peterbnakan juga jasa transportasi air, dan
perdagangan. Jumlah kaum muslim di kawasan ini sekitar 700.000 jiwa.
Di Thailand kebanyakan masyarakat Cham tinggal di kota-kota besar
teruama Bangkok. Mereka telah berubah menjadi masyarakat urban dan
melepaskan ekononomi pertanian kemudian berganti dengan profesi masyarakat
kota seperti berdagang dan bertenun kain secara modern.
Kampuchea merupakan pusat masyarakat muslim Cham terbesar. Menurut
data statistik tahun 1995, terdapat sedikitnya 200.000 orang di kawasan ini. Angka
ini jauh dibawah jumlah mereka sebelum pembantai masal yang kerap terjadi
pada masa Pol Pot (1975-1979). Mereka kebanayak juga bermata pencaharian
sebagai petani.

3) Perkembangan keagamaan
Dalam praktek keagamaan, seperti halnya kaum muslim di Asia Tenggara
lainnya, masyarakat muslim Cham menganut Islam mazhab Suni. Sehubungan
dengan banyaknya bantuan dari Timur Tengah dan dunia Islam, pemerintahan
kampuchea sempat merasa khawatir terdapat gerakan keagmaan yang puritan dan
fundamental.

Berbagai acara keagaamn seperti Idul Fitri, Idul Adha, serta Maulid Nabi
seringkali dilaksanakan secara meriah. Hal ini menunjukkan secara agama dan
budaya masyarakat muslim Cham sangat dekat dengan negara-negara muslim
mayoritas di tetangganya.
Dewasa ini terdapat kecenderungan semakin banyak masyarakat muslim
Cham yang mempelajari Islam secara baku dan formal.peran merka dalam
kegiatan sosial keagamaan cukup menonjol. Hal seperti ini bisa ditemui dengan
banyaknya pendirian masjid-masjid di daerah pesisir di Kamboja dan Vietnam.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Problem yang dihadapi bangsa Pattani, Moro, dan Cham merupakan


sebuah permasalahan panjang peralanan sejarah. Masalah kronis yang dihadapi
berupa perlawanan bersenjata, dalam rangka untuk memisahkan dan
memerdekakan masih terus terjadi. Harus diupayakan supaya negara-negara yang
mayoritas non-muslim harus dapat memahami perkembangan Islam di negara
masing-masing. Kasus-kasus Islam di Asia Tenggara khususnya yang minoritas
terutama uyang penah terjadi di Thailand Selatan (Pattani), Filipina
Selatan(Moro), dan Cham, di masa depan diharapkan tidak pernah terjadi lagi.

You might also like