You are on page 1of 171

DOKUMEN INTI BERSAMA

Hal-hal yang sama untuk:

• Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil


and Political Rights – ICCPR);
• Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights – CESCR);
• Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture – CAT);
• Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of
Racial Discrimination – CERD);
• Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of Discrimination Against Women – CEDAW);
• Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child (CRC); and
• Konvensi Hak Pekera Migran dan Keluarganya (Convention on the Rights of
Migrant Workers and their Families – CMW)
I. INFORMASI UMUM FAKTUAL DAN STATISTIK
MENGENAI TIMOR-LESTE

A.C IRI-CIRI DEMOGRAFIS, EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA


Tinjauan Demografis

1. Meskipun ada pencapaian-pencapaian yang berarti, Timor-Leste masih termasuk


negara termiskin di dunia. Pada tahun 2001, 40% penduduknya hidup dengan
penghasilan kurang dari US$ 1 per hari dan 20% dari mereka hidup di bawah garis
kemiskinan nasional. Kemiskinan lebih besar di rumahtangga yang besar, pada
tingkat pendidikan rendah, dan dimana pertanian rumahtangga adalah sumber
penghasilan utama. Ketimpangan tinggi, khususnya antara kawasan perkotaan
dengan pedesaan, dan cenderung meningkat dari bagian Timur ke bagian Barat.

2. Meskipun Timor-Leste adalah negara kecil dengan hanya satu juta orang, penduduk
tumbuh pesat dan tingkat kesuburan mungkin adalah termasuk yang tertinggi di
dunia. Harapan hidup rendah, dan kematian bayi tinggi, khususnya di luar Distrik
Dili. Tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan rendah, tingkat putus sekolah dan
mengulang kelas tinggi.

3. Infrastruktur serta kemampuan kelembagaan dan administratif terbatas, dan sektor


swasta menghadapi kendala hukum dan kendala penting lainnya serta tinggi
biayanya. Peningkatan produksi minyak dan harga minyak telah memperlancar
peningkatan anggaran belanja negara. Akan tetapi sektor minyak tidak mungkin
menopang lapangan kerja skala besar. Pertumbuhan dalam kegiatan-kegiatan non-
minyak akan merupakan kunci untuk meningkatkan kesempatan kerja. Kaum
miskin kota, khususnya pemuda, menghadapi pengangguran yang meningkat,
sementara kaum miskin desa menghadapi ketidak-amanan pangan dan kekurangan
infrastuktur sosial dan ekonomi. Kemiskinan kemungkinan meningkat dalam jangka
menengah karena lambannya pertumbuhan ekonomi, dan pesatnya pertumbuhan
penduduk.

Pengumpulan Data

4. Pengumpulan data untuk penyusunan laporan-laporan traktat hak asasi manusia awal
Pemerintah terbukti sulit dan mengkhawatirkan. Sementara jumlah data yang
semakin meningkat sekarang tersedia, karena Sensus 2004, ketersediaan data dan
indikator hak asasi manusia yang lebih spesifik itu terbatas. Kalau tersedia, Tim
Pelaporan mendapati bahwa datanya tidak konsisten dan tidak bisa diandalkan, dan
sumber yang berbeda sering memberikan data yang berbeda untuk indikator yang
sama. Laporan-laporan ini harus berusaha mencocokan ketidak-konsistenan statistik
tetapi para pembaca harus diingatkan untuk memperhatikan kesulitan yang dialami
ketika menafsirkan data yang disertakan.

2
5. Kantor Statistik Nasional (National Statistics Office – NSO) memiliki tanggungjawab
utama untuk pengumpulan data Pemerintah, meskipun kemampuan teknisnya
terbatas. Jumlah staf sedikit, sedikit yang mempunyai kualifikasi di bidang statistik,
dan badan ini kekurangan anggaran untuk pengumpulan data sendiri. NSO sangat
tergantung pada bantuan donor untuk dukungan keuangan dan teknis, dan banyak
kegiatan pengumpulan data sampai sekarang dimulai dan didukung oleh badan-
badan internasional. Semua kegiatan pengumpulan data internasional telah
memasukkan unsur pengembangan kemampuan yang substansial.

6. Kementerian Perencanaan dan Keuangan memiliki kerangka pemantauan untuk


perencanaan pembangunan nasional, yang fokus utamanya adalah penurunan
kemiskinan. Karena kerangka pemantauan ini memerlukan pengumpulan dan
penilaian statistik yang teratur dan akurat, Kementerian ini dan badan-badan PBB
sedang bekerja untuk mengembangkan dan melaksanakan suatu sistem informasi
pembangunan (Devinto – development information system) untuk memungkinan
pengumpulan data statistik terpilah mengenai seluruh bidang pembangunan. Untuk
sementara waktu, data yang bisa diandalkan mengenai banyak aspek penting
pembangunan, khususnya mengenai kelompok-kelompok yang lebih rentan,
termasuk anak-anak, orang cacat, dan orang lanjut usia masih belum tersedia.

B STRUKTUR UMUM KONSTITUSI, POLITIK, DAN HUKUM


Sejarah Politik

7. Tanpa memahami nuansa-nuansa masa lalu bangsa ini sulit mengerti banyaknya
tantangan yang sekarang dihadapi Negara baru merdeka ini. Dan memang, struktur
konstitusional, politik, dan hukum Timor-Leste adalah puncak dari masa lalu yang
banyak segi dan rumit yang mengandung kekuasaan tradisional yang dilapisi
dengan pengaruh berabad-abad penjajahan dan pendudukan.

Penjajahan Portugis

8. Pedagang Portugis tiba di Timor padat tahun 1515, yang menandai awal dari apa yang
lebih dari empat abad merupakan penjajahan terhadap Timor-Leste. Kedatangan
orang Portugis di Timor-Leste dihadapi dengan perlawanan kuat oleh rakyat Timor
dengan beberapa pemberontakan yang meletup di berbagai tempat wilayah ini.
Serangan-serangan pemberontak terhadap pemukiman-pemukiman Portugis begitu
kuat sehingga membuat Wallace, penjelajah Inggris yang mengunjungi Timor pada
pertengahan abad ke-19, menyimpulkan bahwa: ‘Timor akan selama banyak tahun
tetap berada dalam keadaan pemberontakan dan kesalahan memerintah yang kronik
seperti sekarang ini’. 1 Meskipun bersifat lokal dan sporadis, dan sering dipicu oleh
masalah-masalah yang tidak bergema nasional, pemberontakan-pemberontakan ini
1
Dikutip dalam John G. Taylor, Indonesia’s Forgotten War: The Hidden History of East Timor (Zed
Books, London, 2001).

3
adalah pendahulu dari gerakan pembebasan nasional pada dasawarsa 1970-an. 2

9. Untuk mempertahankan kehadirannya di kawasan ini, penguasa kolonial Portugis


menjawab perlawanan lokal ini dengan ancaman dan paksaan, dan juga dengan
membuang ke pengasingan para pemimpin perlawanan. Strategi-strategi seperti itu,
bersama dengan berbagai bentuk eksploitasi, merupakan ciri periode tersebut. Pada
dasawarsa 1960-an ketika banyak negara mulai mendekolonisasi tanah jajahan
mereka, Pemerintah Portugis mempertahankan pendekatan represif terhadap tanah-
tanah jajahannya, termasuk Timor-Leste. Sampai awal dasawarsa 1970-an kegiatan
politik dilarang dan orang-orang yang mengkritik diasingkan ke tanah jajahan
Portugis yang lain di Afrika.

10. Secara ekonomi, kolonisasi Portugis atas Timor-Leste telah disebutkan sebagai
pengabaian dan keterbelakangan. Tidak satupun sumberdaya mineral atau perikanan
negeri ini yang dieksploitasi, suatu tanda tidak efisiennya pemerintah Portugis.
Akan tetapi, setiap laki-laki dewasa Timor-Leste diharuskan untuk membayar pajak
kepala dan suco 3 diharuskan menyediakan orang laki-laki untuk melakukan kerja
tangan. Orang yang tidak membayar pajak kepala dikenai hukuman fisik yang berat
dan kemudian diwajibkan bekerja untuk pemerintah antara lain di kebun-kebun
kopi milik pemerintah.

Dekolonisasi

11. Pada awal 1960-an Pemerintah Portugis mulai memperluas kesempatan pendidikan di
Timor-Leste, dengan menciptakan satu kader elite bumiputra yang berpendidikan.
Elite Timor-Leste ini selanjutnya berkembang membentuk gerakan nasionalis anti-
kolonial pada akhir 1960-an. Meskipun demikian, perubahan-perubahan kebijakan
pendidikan tidaklah disertai dengan reformasi politik dalam hal status tahan jajahan.
Baru setelah terjadi “Revolusi Bunga Anyelir” di Portugal tahun 1974, yang
dipimpin oleh Movimento das Forças Armadas (MFA – Gerakan Angkatan
Bersenjata) dan penggulingan rezim Caetano pada 25 April 1974 muncul satu
suasana politik yang baru.

12. Rezim baru di Portugal segera mengubah komitmen pemerintah pada Resolusi
Majelis Umum PBB 1514 (XV) tanggal 14 Desember 1960 mengenai ‘Pemberian
Kemerdekaan kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa Jajahan’ dan memulai
proses dekolonisasi.

13. Perubahan segera mulai berlangsung di Timor-Leste, partai-partai politik mulai


terbentuk sekitar tiga manifesto: keterkaitan dengan Portugal, kemerdekaan, dan
integrasi dengan Indonesia. Dua yang utama dari partai-partai politik ini adalah

2
Lihat Geoffrey C. Gunn, Timor Loro Sae: 500 Anos (Livros do Oriente, Macau, 1999).
3
Suco adalah unit penduduk yang biasanya terdiri dari tiga sampai empat aldeia (kampung).

4
União Democrática Timorese (UDT – Serikat Demokratis Timor) 4 dan Associação
Social Democrática Timorense (ASDT – Perkumpulan Demokrasi Sosial Timor)
(yang kemudian berubah menjadi Fretilin – Frente Revolucionária de Timor-Leste
Independente) 5 dibentuk pada bulan Mei 1974 dan pada akhir tahun tersebut
membentuk satu aliansi. Mereka diikuti oleh partai-partai kecil, antara lain adalah
Associação Popular Demorática de Timor (APODETI – Perkumpulan Demokrasi
Kerakyatan Timor), 6 Klibur Oan Timor Ass’wain (KOTA – Perkumpulan Ksatria
Timor), 7 Partido Trabalhista (Partai Buruh), dan Associação Democrática para a
Integração de Timor-Leste na Australia (ADITLA – Perkumpulan Demokratis
untuk Integrasi Timor-Leste ke Australia).

14. Pada Juli 1974 Pemerintah Portugis memberlakukan satu Konstitusi baru yang
menegaskan bahwa tanah jajahan memiliki hak penentuan nasib sendiri dan
mencakup pilihan untuk merdeka. Satu tahun kemudian, 1975, satu undang-undang
dikeluarkan untuk pembentukan satu pemerintah peralihan yang bertugas
mempersiapkan pemilihan umum nasional di Timor-Leste, dengan tujuan
mengakhiri penjajahan Portugis atas wilayah ini pada tahun 1978.

15. Tanggapan Pemerintah Indonesia pada dekolonisasi Timor-Timur itu


membingungkan. Menteri Luar Negeri Indonesia waktu itu, Adam Malik,
memberikan jaminan pada Juni 1974 bahwa Indonesia akan menghormati hak
rakyat Timor-Leste atas penentuan nasib sendiri dan bahwa Indonesia tidak punya
ambisi teritorial atas Timor-Leste. Tetapi, jelas bahwa satu kegiatan destabilisasi
yang dipimpin oleh BAKIN, 8 yang diketahui bernama Operasi Komodo telah
dilakukan. Operasi Komodo berhasil dalam memecah persekutuan yang dibentuk
antara Fretilin dan UDT dengan menggunakan propaganda anti-komunis dan
menyebarkan tuduhan-tuduhan palsu bahwa Fretilin sedang merencanakan untuk
melakukan kup militer.

16. Secara politik belum matang dan termakan propaganda Jakarta, UDT melakukan kup
terhadap Pemerintah Portugis di Timor-Leste pada 11 Agustus 1075. Pada 20
Agustus 1975, Fretilin membalas dengan dukungan orang-orang Timor-Leste
anggota Angkatan Bersenjata Portugis, yang membuat negeri ini memasuki perang
saudara. Di tengah kekerasan yang meningkat, Gubernur Portugis dan
pemerintahnya di Timor-Leste menelantarkan proses dekolonisasi dan mengungsi

4
Program awal UDT mencakup demokratisasi, redistribusi pendapatan, hak asasi manusia, dan penentuan
nasib sendiri rakyat Timor yang diarahkan pada suatu federasi dengan Portugal dengan satu tahap peralihan
untuk pencapaian kemerdekaan.
5
Fretilin mendasarkan ideologinya pada doktrin universal sosialisme dan demokrasi, manifesto pertama
partai ini menyerukan penolakan kolonialisme, partisipasi segera orang Timor dalam administrasi dan
pemerintah local, dan diakhirinya diskriminasi rasioal, sautu perjuangan melawan korupsi, dan hubungan
baik dengan negara-negara tetangga.
6
Didirikan pada 27 Mei 1974, memperjuangkan integrasi otonom dengan Indonesia. Partai ini kemudian
menjadi kuda tunggangan bagi kepentingan Indonesia di Timor-Leste.
7
Didirikan oleh sejumlah liurai yang mengklaim sebagai keturunan raja-raja Timor, partai ini
menginginkan pemulihan monarki tradisional.
8
Badan Koordinasi Intelijen Negara.

5
ke Pulau Ataúro di dekat Dili. Pemerintah Portugis saat itu menolak terlibat kembali
dalam proses dekoloniasi karena mengetahui bahwa invasi Indonesia sedang akan
terjadi.

17. Pada 28 November 1975 Fretilin secara sepihak mengumumkan kemerdekaan Timor-
Leste. Satu telegram ke Portugal dari Francisco Xavier do Amaral, Presiden
Republik Demokratik Timor-Leste yang pertama kali diangkat, menjelaskan bahwa
pengumuman ini harus dibuat karena agresi Indonesia dan juga karena Pemerintah
Portugis tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan proses dekolonisasi. Tetapi,
sebagai tanda masih mengakui Portugis, bendera Portugis masih tetap dikibarkan
dan Gedung Pemerintah tidak diambil alih – bahkan mobil Mercedes hitam
gubernur Portugis tidak disentuh.

18. Dalam periode singkat Fretilin memegang kendali de facto atas wilayah ini, mereka
memulihkan pemerintahan Negara, meskipun tetap di bawah bendera Portugis.
Pemerintah Fretilin disebut ‘bertanggungjawab dan moderat’ oleh beberapa
delegasi asing yang mengunjungi wilayah ini sekitar waktu itu. 9 Pedoman dan
program kebijakan untuk rekonstruksi dan pembangunan didasarkan pada prinsip
keadilan sosial dengan tujuan menjamin penghancuran progresif dan menyeluruh
penghisapan oleh manusia terhadap manusia (destruição progressiva e total da
exploração do homem pelo homem). 10 Fretilin menyusun dan menjalankan
kebijakan berpusat rakyat di seluruh negeri dalam empat bidang prioritas: pertanian,
kebudayaan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan untuk mencapai kemerdekaan
sejati rakyat Timor-Leste. Program-program spesifiknya mencakup pemberantasan
butahuruf orang dewasa, pertanian komunal, reformasi pertanahan, pembentukan
koperasi-koperasi dan pusat-pusat kesehatan.

Invasi Indonesia dan pendudukan

19. Dikalahkan oleh pasukan Fretilin pada bulan Agustus 1975, para pemimpin UDT,
Apodeti, KOTA, dan Trabalhista mengungsi ke seberang perbatasan di Indonesia,
yang memberikan saluran yang sempurna untuk rencana-rencana militer Indonesia.
Para pemimpin yang melarikan diri itu, yang membutuhkan tempat berteduh dan
makanan, diharuskan menandatangani satu dokumen, yang menyatakan integrasi
Timor-Leste dengan Indonesia. Pernyataan ini, yang diberi nama Deklarasi Balibo,
ditandatangani di Balibo pada 30 November 1975. Sejumlah penandatangan
kemudian mengungkapkan bahwa deklarasi ini dibuat di Bali, Indonesia dan
mereka dipaksa menandatanganinya dengan todongan senjata di Hotel Penida View
di Bali.

20. Sekitar waktu itu, operasi militer Indonesia di sepanjang perbatasan dengan Timor-

9
Lihat John Taylor, Indonesia’s Forgotten War: The Hidden History of East Timor (Zed Books, London,
2001).
10
Manual e Programa Política da Fretilin (Departemento de Orientação Política e Ideológica, Fretilin,
1975). Lihat Richard W. Franke, East Timor: The Hidden War (East Timor Defense Committee, New
York, 1976).

6
Leste ditingkatkan dan militer menyusun Operasi Seroja untuk invasi penuh Timor-
Leste. Pada 7 Desember 1975, bertentangan dengan keinginan rakyat Timor-Leste,
Indonesia melakukan satu invasi militer gabungan darat dan laut terhadap Timor-
Leste. Pada 31 Mei 1976, Pemerintah Indonesia membuat sidang Majelis Rakyat
Timor Timur yang terdiri dari 28 anggota yang diangkat dari antara orang-orang
pro-integrasi Apodeti. Ini disusul segera dengan pengesahan Undang-Undang No.
7/1976 oleh Presiden Indonesia pada 17 Juli 1976, yang mengesahkan integrasi
Timor-Leste sebagai provinsi ke-27 Indonesia, meskipun Pemerintah Portugis tidak
pernah menyerahkan wewenangnya sebagai Penguasa Administrasi wilayah
tersebut.

21. Ketika pasukan invasi menyerbu dan merebut kendali atas kota-kota penting, para
pemimpin Fretilin dan penduduk mengungsi dan membentuk bases de apoio 11
(pangkalan dukungan) di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Bersenjata
Pembebasan Nasional Timor-Leste (Forças Armadas de Libertação Nacional de
Timor-Leste – FALINTIL). Fretilin melanjutkan program-program administratifnya
di bases de apoio.

22. Meskipun melakukan prakarsa-prakarsa penting ini, pemerintah Fretilin setelah


deklarasi kemerdekaan dan di basis dukungan yang terbebaskan tidaklah bebas dari
kritik. Ada tuduhan-tuduhan mengenai pelanggaran hak asasi manusia termasuk
penyiksaan dan eksekusi di luar hukum terhadap orang-orang yang dituduh
melakukan pengkhianatan atau bekerjasama dengan tentara pendudukan.

23. Setelah invasi, keadaan hak asasi manusia merosot pesat. Pendudukan Indonesia
dicirikan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang sistemasis dan berat terhadap
penduduk Timor-Leste: pembunuhan massal, pemindahan paksa, penghilangan,
pengusiran, pembatasan gerak, kerja paksa, penangkapan dan penahanan sewenang-
wenang, dan kriminalisasi politik. Di antara peristiwa yang paling berdarah adalah
pemboman kawasan pegunungan Matebian yang menyebabkan puluhan ribu orang
sipil mati, pembantaian Kraras di Viequeque pada 1983 dimana orang dewasa laki-
laki di desa semua dieksekusi dan hanya menyisakan perempuan dan anak-anak,
dan Pembantaian Santa Cruz di Dili pada 1991.

24. Kadang-kadang tidak dilihat bahwa selama pendudukan perempuan juga mengalami
perlakuan merendahkan oleh pasukan pendudukan dan kaki-tangan mereka, serta
berperan aktif dalam perjuangan perlawanan. Penganiayaan terhadap perempuan
mencakup pemerkosaan, pelecehan seksual, perbudakan paksa dan perkawinan
paksa oleh tentara Indonesia. Perempuan yang punya hubungan atau dianggap
punya hubungan dengan perlawanan menghadapi risiko. Juga diterapkan keluarga

11
Juga disebut ‘zona yang dibebaskan’. Ketika militer Indonesia meningkatkan tekanan, wilayah-wilayah
ini semakin sulit dipertahankan. Semakin banyak wilayah yang jatuh ke kekuasaan musuh. Pada 1978,
dengan penghancuran basis perlawanan di gunung Matebian, strategi militer perlawanan diubah menjadi
perang gerilya.

7
berencana secara paksa, khususnya terhadap istri pegawai negeri.12

25. Pelanggaran hak asasi manusia dilakukan selama pendudukan Indonesia telah diteliti
dan dibuatkan dengar pendapat oleh Komisi Penerimaan, Kebenaran dan
Rekonsiliasi (CAVR). Rincian mengenai ini diberikan dalam bagian mengenai kerja
CAVR dan juga dalam Dokumen Spesifik Traktat CEDAW.

Perjuangan untuk kemerdekaan

26. Rakyat Timor-Leste menenang integrasi Timor-Leste ke dalam negara Indonesia


melalui sayap bersenjatanya, Falintil, tetapi selanjutnya menggunakan taktik politik
bawah tanah perkotaan dan diplomasi internasional. Pada 1985, gerakan perlawanan
disusun kembali dengan pembentukan Dewan Revolusioner Perlawanan Nasional
(Conselho Revolucionário da Resistência Nacional – CRRN). Satu tahun kemudian,
di bawah kepemimpinan Xanana Gusmão, CRRN diubah menjadi Dewan Nasional
Perlawanan Maubere (Conselho Nacional da Resistência Maubere – CNRM), satu
badan payung yang bertujuan mengkonsolidasikan semua kekuatan sosial dan
politik Timor-Leste untuk memajukan perjuangan kemerdekaan. Struktur CNRM
dibagi ke dalam tiga gront, yaitu Front Bersenjata, Front Diplomatik, dan Front
Bawah Tanah. Falintil dinyatakan sebagai pasukan nasional yang non-partisan dan
José Ramos-Horta diangkat menjadi Wakil Khusus CNRM di luar negeri.

27. Tahun 1992, CNRM mengusulkan rencana perdamaian tiga tahap, yang
menggariskan satu strategi solusi damai untuk persoalan Timor-Leste. Rencana ini
diusulkan untuk dilaksanakan di bawah naungan PBB dan mencakup:
demiliterisasi, pembebasan tawanan politik; legalisasi partai-partai politik semua
aliran; dan, pelaksanaan referendum mengenai pilihan kemerdekaan yang juga
mencakup asosiasi bebas dengan bekas negara penjajah atau integrasi dengan
negara merdeka yang lain. Wakil Khusus CNRM José Ramos-Horta selanjutnya
menyampaikan usulan ini ke berbagai fora dan organisasi internasional, termasuk
Parlemen Eropa dan Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat.

28. Pada waktu itu, perjuangan Timor-Leste untuk kemerdekaan telah mendapatkan
perhatian internasional yang lebih besar karena publikasi kejahatan-kejahatan yang
dilakukan di Santa Cruz 1991. Tetapi, pembantaian Santa Cruz bukanlah satu-
satunya peristiwa yang mempertajam fokus internasional pada Timor-Leste.
Kampanye untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan mendapatkan
penyelesaian damai mendapatkan tenaga penggerak lebih lanjut setelah
penangkapan pemimpin perlawanan Xanana Gusmão, dan pemberian Penghargaan
Nobel Perdamaian 1996 kepada José Ramos-Horta dan Uskup Dili, Mgr. Carlos
Filipe Ximenes Belo atas upaya-upaya mereka mempromosikan penyelesaian damai
untuk masalah Timor-Leste.

12
Di Indonesia berlaku peraturan bahwa tiga anak pertama seorang pegawai negeri yang diberi tunjangan
keluarga. Ini membuat banyak pegawai negeri hanya punya tiga orang anak dengan harapan bahwa mereka
bisa mendapatkan tunjangan tersebut.

8
29. Perlawanan Timor-Leste mengalami banyak perubahan strategi dan organisasi dalam
perjuangan selama 24 tahun. Perubahan-perubahan ini diperlukan agar perjuangan
lebih efektif, dan agar struktur perlawanan bisa lebih mengakomodasikan semua
kelompok sosial dan politik Timor-Leste yang berbeda-beda. Pada bulan April
1998, melalui Konvensi Nasional Orang Timor-Leste di Pengasingan, CNRM
diubah menjadi Conselho Nacional da Resistência Timorense (CNRT – Dewan
Nasional Perlawanan Bangsa Timor). Salah satu pertimbangan perubahan nama ini
adalah istilah Maubere 13 lebih mengindikasikan satu ideologi tertentu, dan bahwa
mempertahankannya akan membuat tersingkirnya sebagian unsur dalam masyarakat
Timor-Leste dari struktur perlawanan nasional.

Perubahan politik

30. Sepanjang masa pendudukan Indonesia terhadap Timor-Leste, pencaplokan wilayah


ini oleh Pemerintah Indonesia digambarkan sebagai perwujudan penentuan nasib-
sendiri rakyat Timor-Leste. Para diplomat Indonesia sering berargumentasi bahwa
Indonesia melakukan campur tangan untuk menghentikan perang saudara dan
mencegah banjir darah. Kesaksian-kesaksian langsung dari bermacam-macam
pelaku dan dokumen-dokumen rahasia yang sudah dibuka 14 mengungkapkan bahwa
invasi dilakukan dengan dukungan penuh negara-negara Barat dan dipandang
sebagai sarana untuk memerangi setiap kemungkinan perluasan komunis setelah
kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam.

31. Sementara diam-diam didukung oleh sejumah negara, Pemerintah Indonesia


menghadapi kecaman internasional setelah invasi. Resminya PBB tidak pernah
mengakui pencaplokan Timor-Leste dan sejak 1975 Majelis Umum dan Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan banyak resolusi mengutuk invasi militer itu dan
menyerukan penarikan mundur tentara Indonesia dari Timor-Leste. 15 Pada 1982,
Majelis Umum mengeluarkan Resolusi 37/30 tanggal 23 November 1982, yang
meminta Sekretaris Jenderal memulai konsultasi dengan pihak-pihak yang
berkepentingan langsung untuk menjelajahi jalan-jalan untuk penyelesaian
menyeluruh, yang memunculkan satu rangkaian pembahasan tiga pihak antara
Portugal dan Indonesia di bawah naungan Sekretaris Jenderal. Akan tetapi,
pembicaraan diplomatik selama bertahun-tahun gagal menghasilkan perubahan
berarti kebijakan Indonesia mengenai masalah ini.

32. Baru pada tahun 1998, ketika diguncang oleh krisis ekonomi dan tekanan dalam
negeri untuk reformasi politik, Jakarta mengendorkan posisinya dan memberi tahu

13
Maubere adalah satu kata penghinaan yang digunakan oleh Portugis untuk menyebut orang Timor-Leste
yang tidak bersekolah, butahuruf, dan dianggap tidak berbudaya. Pada 1975 Fretilin menggunakan kata ini
sebagai istilah yang bermartabat untuk rakyat Timor-Leste.
14
The National Security Archive, ‘East Timor Revisited: Ford, Kissinger and the Indonesian Invasion’
(http://www2.gwu.ed?~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/), dokumen 4, halaman 5, 10.
15
Resolusi 384 (1975 dan 389 (1976) menyerukan kepada Negara-Negara untuk menghormati keutuhan
wilayah Timor Timur dan hak rakyatnya atas penentuan nasib sendiri. Resolusi-resolusi ini juga
menyerukan kepada Indonesia untuk menarik mundur tanpa menunda semua pasukannya dari wilayah
tersebut.

9
Sekretaris Jenderal dan Portugal mengeai keinginannya untuk memberikan otonomi
luas kepada Timor Timur. Ini jelas merupakan isyarat yang bermakna meskipun
hanya memberikan satu pilihan interim kepada pimpinan perlawanan Timor-Leste
yang menginginkan satu transisi menuju kemerdekaan. Kemudian pada bulan
Januari 1999 Presiden Indonesia B.J. Habibie mengumumkan bahwa Indonesia mau
menyelenggarakan konsultasi rakyat dengan rakyat Timor-Leste mengenai usulan
Indonesia untuk memberikan status Daerah Otonomi Khusus di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia kepada Timor Timur. Meskipun kemerdekaan tidak
menjadi pilihan eksplisit mengenai apa orang Timor-Leste akan ditanya, jelas
bahwa ini adalah alternatifnya, kalau usulan otonomi ditolak. Pada 5 Mei 1999,
pihak-pihak (Portugal, Indonesia, dan PBB) menandatangani satu kesepakatan
mengenai konsultasi rakyat Timor-Leste melalui suatu pemungutan suara langsung
dan Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Timor Timur (United Nations
Assistance Mission for East Timor – UNAMET) dibentuk untuk melaksanakan di
lapangan isi kesepakatan tersebut. Polisi Indonesia memegang tanggungjawab
untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama konsultasi rakyat.

33. Di Indonesia, tawaran konsultasi rakyat mengenai kemerdekaan dari Pemerintah


Habibie dihadapi dengan penentangan berarti dari sejumlah kalangan. Ketika
persiapan dilakukan di Timor-Leste untuk konsultasi rakyat itu, jumlah kelompok
paramiliter meningkat pesat. Kelompok-kelompok yang dulunya merupakan bagian
dari Operasi Komodo dan Operasi Seroja, serta kelompok-kelompok baru
berkembang dengan menggunakan kegiatan rekrutmen yang agresif berupa
intimidasi, dan ancaman pembunuhan. 16 Kelompok-kelompok ini, yang anggotanya
meliputi anggota tentara Indonesia, orang sipil garis keras, pemuda yang kecewa,
dan orang yang dipaksa masuk, memulai kegiatan teror di seluruh wilayah yang
tampak dimaksudkan untuk mengacaukan proses tersebut, dengan mendorong orang
untuk memilih pro-otonomi dan mencelakai para pendukung kemerdekaan.17
Banyak orang terpaksa melarikan diri dari rumah mereka dan mengungsi di tempat-
tempat yang dikuasai Falintil di seluruh wilayah, sementara lainnya melarikan diri
ke luar wilayah.

34. Selain kelompok-kelompok paramiliter, yang berkumpul di bawah organisasi payung


Pasukan Pejuang Integrasi (PPI), dibentuk organisasi-organisasi sipil baru pro-
Indonesia. Ini antara lain meliputi Barisan Rakyat Timor Timur (BRTT) dan Forum
Perdamaian, Demokrasi dan Keadilan (FPDK). Organisasi-organisasi ini
melakukan kegiatan propaganda yang luas untuk mengacaukan orang Timor-
Leste. 18 Meskipun terjadi kegiatan propaganda dan kekerasan menjelang
referendum, keyakinan orang Timor-Leste tetap. Pada hari pemungutan suara, 30
Agustus 1999, 95% lebih dari 450.000 pemilih yang terdaftar memberikan suaranya
di tempat pemungutan suara.

16
Laporan Triwulan Hak Asasi Manusia Yayasan HAK, Januari-Maret 1999. Pada bulan April, sekitar 20
kelompok paramiliter, yang lama dan baru, beroperasi di Timor-Leste.
17
Laporan Komite Untuk Jajak Pendapat Yang Bebas dan Adil, 1999.
18
Lihat Timor Lorosae: Sebuah Tragedi Kemanusiaan (Yayasan HAK dan Fortilos).

10
35. Pada 4 September hasil pemungutan suara diumumkan dengan 78,5% pemilih
memilih peralihan menuju kemerdekaan dan menolak otonomi dengan Indonesia.
Meskipun ada tuduhan pemihakan dan kecurangan, Komisi Pemilihan Umum
PBB 19 mengumumkan bahwa hasil pemungutan suara itu sah dan merupakan
cerminan yang benar dari kehendak rakyat Timor-Leste.

36. Setelah pengumuman hasil, angkatan bersenjata Indonesia dan kelompok-kelompok


milisi yang mereka dukung segera menanggapi dengan melakukan kekerasan dan
pembunuhan, penyiksaan, pembakaran harta benda, dan pemindahan paksa
penduduk besar-besaran. Sampai 250.000 penduduk sipil dipaksa mengungsi ke
Timor Barat dan tempat-tempat lain bagian Indonesia, sementara sisanya melarikan
diri ke tempat-tempat yang aman di dalam Timor-Leste. Seluruhnya diperkirakan
sekitar 75 persen infrastruktur negeri ini dihancurkan 20 dan sekitar 630 orang
dibunuh antara bulan Januari dan Oktober 1999. 21 Baru setelah tanggal 15
September, setelah dicapai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia bahwa
Dewan Keamanan mengesahkan pengerahan pasukan multi-nasional. 22 Pada 20
September 1999, kontingen pertama International Forces for East Timor (Interfet –
Pasukan Internasional untuk Timor-Leste) tiba di ibukota Dili, Timor-Leste, untuk
melaksanakan misi pemulihan kedamaian dan keamanan, melindungi dan
mendukung UNAMET dalam melaksanakan tugas-tugasnya (di dalam kemampuan
pasukan), dan memfasilitasi operasi-operasi bantuan kemanusiaan.

Pemerintahan PBB – Peralihan menuju kemerdekaan penuh

37. Pengerahan Interfet diikuti dengan pembentukan Pemerintah Peralihan Perserikatan


Bangsa-Bangsa di Timor Timur (United Nations Transitional Administration in
East Timor – UNTAET) 23 untuk mengelola wilayah ini dalam satu tahap peralihan
menuju kemerdekaan penuh. Menurut resolusinya, UNAMET diberi wewenang
eksekutif, legislatif dan peradilan dan diberi mandat untuk mendukung
pengembangan kondisi-kondisi untuk pemerintahan sendirit Timor-Leste. Sebagai
bagian dari mandat ini, UNTAET membentuk Dewan Konsultasi Nasional, suatu
badan setengah legislatif terdiri dari orang-orang Timor-Leste dan anggota-anggota
asing. Badan yang bersifat sementara ini kemudian diubah menjadi Dewan
Nasional, diketuai oleh seorang mantan pemimpin perlawanan, Kay Rala Xanana
Gusmão.

38. Fungsi eksekutif Pemerintah PBB selama dua tahun dibagi menjadi tiga tahap. Tahap

19
Komisi Pemilihan Umum beranggotakan tiga orang (Hakim Johann Kriegler dari mahkamah pengadilan
konstitusi Afrika Selatan, Patriic Bradely, Kepala Pemilihan Umum Irlandia Utara, dan Bong Suck Sohn,
seorang anggota Komisi Pemilihan Umum Nasional Korea Selatan) dibentuk untuk mengawasi
pelaksanaan pemungutan suara dan memutuskan sah tidaknya hasil pemungutan suara.
20
The UN and World Bank Joint Assessment Mission dikirimkan ke Timor-Leste pada bulan November
1999.
21
PBB memperkirakan 630 orang dibunuh. Tetapi, Yayasan HAK, salah satu ORNOP hak asasi manusia
negeri ini yakin bahwa sekitar 688 orang yang dibunuh di Timor-Leste antara Januari dan Oktober 1999.
22
Resolusi Dewan Keamanan 1246 diadopsi secara aklamasi, 15 September 1999.
23
Resolusi 1272 (1999) tanggal 25 Oktober 1999.

11
pertama sekitar enam bulan adalah pembentukan satu Kabinet, yang terdiri dari
orang asing di bawah wewenang Utusan Khusus Sekretaris Jenderal (Special
Representative of the Secretary General – SRSG) dengan pembagian umum aspek-
aspek teknis antar para anggota Kabinet. Pada Juli 2000 Kabinet ini diperluas
mencakup lima orang Timor-Leste dengan alokasi portofolio yang membentuk
dasar bagi kementerian-kementerian Pemerintah Timor-Leste yang dipilih melalui
pemilihan umum. Meskipun masih di bawah kantor SRSG, Kabinet yang
ssepenuhnya terdiri dari orang Timor-Leste, disebut Pemerintah Peralihan Timor
Timur (East Timor Transitional Administration – ETTA), dibentuk setelah
pemilihan umum Majelis Konstituante dan dikepalai oleh seorang Timor-Leste
sebagai Ketua Menteri.

39. Pada 30 Agustus 2001, dua tahun setelah konsultasi rakyat mengenai kemerdekaan,
lebih dari 90% pemilih Timor-Leste kembali pergi ke tempat pemungutan suara,
kali ini untuk memilih 88 orang anggota Majelis Konstituante yang bertugas
menulis dan mengadopsi satu Konstitusi baru, menetapkan kerangka untuk
pemilihan umum mendatang dan peralihan menuju kemerdekaan penuh. Majelis
Konstituante dan Pemerintah Timor-Leste yang baru memerintah Timor-Leste
selama periode peralihan sisanya sebelum negara ini menjadi resmi menjadi Negara
merdeka berdaulat. Pada 9 Februari 2002, Majelis Konstituante mengesahkan satu
rancangan untuk Konstitusi pertama negeri ini.

40. Meskipun sebagian pihak bisa berpendapat bahwa seharusnya dilakukan konsultasi
yang lebih luas lagi, penyusunan Konsitusi ini adalah proses yang partisipatoris.
Penduduk bersemangat dan terlibat dalam prosesnya melalui lokakarya-lokakarya
dan pertemuan-pertemuan konsultasi di ibukota, distrik-distrik, dan subdistrik-
subdistrik. Banyak organisasi masyarakat sipil, termasuk Gereja Katolik, Kelompok
Kerja NGO tentang Konstitusi, dan kelompok-kelompok advokasi hak asasi
perempuan memberikan masukan dan komentar mengenai rancangan Konstitusi
kepada Majelis Kontituante. Satu koalisi organisasi advokasi hak perempuan
menyampaikan sepuluh butir Piagam Perempuan untuk dibahas oleh Majelis
Konstituante. Meskipun tidak semua pandangan bisa dimasukkan dalam rancangan
akhir, Konstitusi Timor-Leste dianggap komprehensif, khususnya mengenai
pengakuan dan perlindungan hak dan kebebasan dasar manusia.

Struktur Konstitusional Umum

41. Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste memberikan cetak biru untuk asas-asas
dan struktur negara ini. Semua lembaga Negara keberadaannya berasal dan
mendapatkan mandat serta tanggungjawab dari kerangka Konstitusional ini.

42. Dalam menandatangani Konstitusi, para anggota Majelis Konstituante menegaskan


dengan sungguh-sungguh keteguhan mereka untuk memerangi segala bentuk tirani,
penindasan, penguasaan dan pemisahan sosial, budaya atau keagamaan, untuk
menjamin prinsip pemisahan kekuasaan dalam organisasi Negara, dan menetapkan
ketentuan-ketentuan esensial demokrasi multi-partai, dengan tujuan membangun

12
bangsa yang adil dan makmur serta mengembangkan suatu masyarakat solidaritas
dan persaudaraan. 24

43. Konstitusi dengan jelas menegaskan bahwa Republik ini adalah Negara yang
demokratis, berdaulat, dan bersatu berdasarkan kekuasaan hukum, pemisahan
kekuasaan, kehendak rakyat, dan menghormati martabat pribadi manusia. 25
Konstitusi ini menetapkan tujuan penting mengarahkan berbagai organ Negara dan
menguraikan ketentuan mengenai hak dasar warganegara dan orang lain. 26 Tujuan
Negara mencakup kewajiban untuk membela dan menjamin kedaulatan negara; 27
menjamin dan memajukan hak asasi warganegara; 28 demokrasi politik dan
partisipasi rakyat; 29 memajukan pembangunan masyarakat berdasarkan keadilan
sosial; 30 dan mempromosikan dan menjamin mutu efektif kesempatan antara laki-
laki dan perempuan. 31

44. Asas dan tujuan Negara diperkuat oleh serangkaian ketentuan konstitusional khusus
yang dikelompokkan dalam bagian-bagian berikut:
Bagian I – asas dan tujuan dasar Negara;
Bagian II – hak, kewajiban, kebebasan, dan jaminan dasar yang diberikan kepada
individu-individu yang dilindungi oleh Negara;
Bagian III – organisasi kekuasaan politik; organisasi ekonomi dan finansial
Negara;
Bagian IV – organisasi ekonomi dan finansial;
Bagian V – pertahanan dan keamanan nasional;
Bagian VI – jaminan dan revisi Konstitusi; dan
Bagian VII – ketentuan akhir dan peralihan serta untuk revisi Konstitusi.

45. Konstitusi dengan jelas memberikan serangkaian hak sipil, politik, ekonomi, sosial,
dan budaya seperti: hak untuk hidup, kebebasan pribadi, keamanan dan integritas,
hak untuk dihormati dan kebebasan pribadi perlindungan keluarga, kebebasan
berbicara, berkumpul dan berserikat; kebebasan bergerak, kebebasan berkeyakinan,
beragama, dan beribadah, hak sosial dan ekonomi termasuk hak untuk bekerja dan
mogok kerja, hak atas harta milik pribadi, hak atas kesehatan, rumah, pendidikan,
dan kebudayaan. Konstitusi mencakup hak atas lingkungan yang bersih dan hak
budaya (hak milik intelektual) dan memberikan pengakuan khusus pada hak-hak
kelomppok rentan termasuk anak-anak, pemuda, dan orang cacat.

46. Konstitusi bisa direvisi enam tahun setelah tanggal pemberlakuan atau tanggal revisi
terakhir. Wewenang ada pada para Anggota Parlemen dan kelompok parlementer

24
Mukadimah, Konstitusi RDTL.
25
Pasal 1 Konstitusi RDTL.
26
Bab II Konstitusi RDTL.
27
Pasal 6 (a) Konstitusi RDTL.
28
Pasal 6 (b) Konstitusi RDTL.
29
Pasal 6 (c) Konstitusi RDTL.
30
Pasal 6 (e) Konstitusi RDTL.
31
Pasal 6 (j) Konstitusi RDTL.

13
untuk memulai revisi konstitusional. 32 Masalah-masalah kemerdekaan nasional dan
kesatuan Negara; hak kebebasan dan jaminan warganegara; pemisahan kekuasaan;
kemandirian kehakiman; sistem multi-partai daan hak beroposisi demokratis;
pemilihan umum bebas, umum, langsung, rahasia dan berkala, tidak bisa direvisi. 33
Dan tidak boleh ada tindakan untuk merevisi Konstitusi selama keadaan perang atau
keadaan darurat. 34

Struktur Politik

47. Konstitusi menyebutkan bahwa kekuasaan politik terletak pada rakyat dan
dilaksanakan melalui pemilihan umum yang universal, bebas, sama, langsung,
rahasia, dan berkala sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konstitusi. 35

48. Timor-Leste adalah sistem setengah-presidensil dalam mana organ-organ kedaulatan


terdiri dari Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah, dan Pengadilan. 36
Prinsip pemisahan, termasuk antara Negara dan Gereja, dan saling ketergantungan
kekuasaan yang ditetapkan dalam Konstitusi 37 diwujudkan dalam fungsi-fungsi
yang dijalankan oleh organ-organ kedaulatan. Presiden dan Parlemen Nasional
dipilih langsung dan perlindungan diberikan untuk independensi pengadilan.

49. Presiden Republik, sebagai kepala negara dan Panglima Tertinggi Angkatan
Pertahanan, adalah lambang dan penjamin kemerdekaan nasional, kesatuan Negara,
dan berjalan lancarnya lembaga-lembaga demokratis. Ia secara langsung dipilih
oleh rakyat dan menduduki tempat yang istimewa dalam hal wewenangnya untuk
membubarkan Parlemen Nasional, memecat Pemerintah, dan melepaskan Perdana
Menteri dari jabatan dalam kasus-kasus tertentu. 38

50. Konstitusi membuat ketentuan bahwa Dewan Negara membantu Presiden dalam
melaksanakan wewenang Konstitusionalnya. 39 Dewan ini terbentuk pada 17 Mei
2005. Anggota Dewan yang sudah ada meliputi Ketua Parlemen Nasional, Perdana
Menteri, pemimpin partai-partai-oposisi, dan seorang anggota masyarakat sipil.

Parlemen

51. Parlemen adalah satu organ kedaulatan. Badan ini adalah perwujudan rakyat yang

32
Pasal 154 Konstitusi RDTL.
33
Pasal 156 Konstitusi RDTL.
34
Pasal 157 Konstitusi RDTL.
35
Pasal 62 Konstitusi RDTL.
36
Pasal 67 Konstitusi RDTL.
37
Pasal 69 Konstitusi RDTL.
38
Parlemen Nasional bisa dibubarkan, setelah berkonsultasi dengan partai-partai politik yang duduk di
Parlemen dan Dewan Negara, dalam kasus-kasus krisis kelembagaan yang serius yang mencegah
pembentukan satu pemerintah atau pengesahan anggaran Negara, yang berlangsung lebih dari enam puluh
hari (Pasal 86[f]); Pemerintah bisa memecah dan mengganti Perdana Menteri, kalau Parlemen Nasional
menolak programnya setelah diajukan dua kali berturut-turut (pasal 86[g]).
39
Pasal 90 Konstitusi RDTL.

14
memilih dalam pemilihan umum dan bertugas membuat undang-undang dan
anggaran Negara, memberi pemerintah legitimasi demokratis, dan meminta
pertanggungjawaban pemerintah. Rancangan konstitusional Timor-Leste
menegaskan bahwa tidak ada demokrasi yang berkelanjutan, transparansi atau
pertanggungjawaban tanpa adanya parlemen yang berfungsi dengan baik.

52. Sebagai satu organ kedaulatan, Parlemen Nasional memiliki kekuasaan pengawasan
legislatif dan kekuasaan pembuatan keputusan politik40 dengan wewenang
membuat undang-undang antara lain mengenai:41
• Kewarganegaraan;
• Hak, kebebasan, dan jaminan;
• Pemilihan umum dan referendum;
• Pertahanan dan keamanan;
• Penundaan jaminan Konstitusional;
• Pernyataan keadaan perang dan negara dalam keadaan darurat; dan
• Pemberian amnesti

53. Pasal 96 juga memberi wewenang Parlemen untuk mengesahkan Pemerintah


membuat undang-undang mengenai hal-hal yang tidak terbatas menyangkut:
• Definisi mengenai kejahatan, hukum, tindakan keamanan, dan syaratnya masing-
masing;
• Definisi mengenai acara perdata dan pidana;
• Ketentuan dan peraturan umum untuk dinas pemerintah, status pegawai negeri,
dan tanggungjawab Negara.

54. Undang-Undang Organik dan Peraturan Prosedur untuk Parlemen Nasional


menetapkan bahwa Parlemen harus terdiri dari seorang Ketua, Pleno, fraksi-fraksi
Parlementer, satu Konferensi Wakil Fraksi-Fraksi Parlementer, satu Biro, dan satu
Komite Tetap. Diangkat sesuai dengan Undang-Undang Organik Parlemen
Nasional, 42 tujuh Komite Parlementer juga ada untuk membahas berbagai masalah
mencakup soal-soal Konstitusional; Hak, Kebebasan, dan Jaminan; Pendidikan;
serta Ekonomi dan Keuangan. Komite-komite parlementer ini berperan penting
dalam mengarahkan pembuatan undang-undang.

55. Dalam masa peralihan setelah Kemerdekaan, 88 orang anggota Majelis Konstituante
menjadi Parlemen pertama negara ini, untuk masa kerja lima tahun yang berakhir
pada 2007. Menurut Pasal 93 (2) Konstitusi, Parlemen Nasional harus terdiri dari
minimum 52 orang dan maksimum 65 orang anggota. Anggota yang lebih sedikit
ini diharapkan bekerja setelah pemilihan umum Parlementer selanjutnya pada tahun
2007.

56. Dari 88 anggota parlemen sekarang, 23 adalah perempuan, yang merupakan cerminan
penting menonjolnya perempuan dalam partisipasi politik.
40
Pasal 92 Konstitusi RDTL.
41
Pasal 95 Konstitusi RDTL.
42
Undang-Undang No. 4 tahun 2002 diberlakukan pada 7 Agustus 2002.

15
Pemerintah

57. Pemerintah, yang terdiri dari Perdana Menteri, Menteri, Sekretaris Negara, 43 adalah
organ kedaulatan yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan kebijakan nasional umum. Pemerintah juga organ tertinggi
Administrasi Negara. 44 Pemerintah bertanggungjawab kepada Presiden Republik
dan kepada Parlemen Nasional dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan
dalam negeri dan luar negeri sesuai dengan Konstitusi dan hukum. 45

58. Perdana Menteri adalah kepala eksekutif. Ia ditunjuk oleh partai/partai-partai politik
yang memiliki mayoritas parlementer dan kemudian diangkat oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan semua partai-partai politik di Parlemen. Tanggungjawab
Perdana Menteri adalah memimpin dan mengarahkan kebijakan umum Pemerintah
dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan semua menteri. Semua menteri
bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang didefinisikan untuk
masing-masing kementerian mereka.

59. Di masa pendudukan Indonesia, sangat sedikit orang Timor yang menduduki posisi
tinggi dalm pemerintah lokal atau kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pemerintah itu sendiri. Mayoritas posisi pemerintah, termasuk manajemen teknis
dan senior serta menengah, diduduki oleh orang Indonesia, yang sekitar 7.000 dari
mereka meninggalkan Timor-Leste ketika terjadi kekacauan pada tahun 1999
membuat terjadinya kekosongan besar dalam dinas pemerintah.

60. Sejak 25 Oktober 1999, Pemerintah Peralihan PBB di Timor Leste (UNTAET), satu
operasi pemeliharaan perdamaian multidimensional yang terpadu, menjadi
bertanggungjawab penuh atas pemerintahan Timor Leste selama peralihannya
menuju kemerdekaan. Resolusi 1272 memberi mandat kepada UNTAET untuk:
• memberikan keamanan dan menegakkan hukum dan ketertiban di seluruh
wilayah Timor Timur;
• membentuk administrasi pemerintah yang efektif;
• membantu pengembangan dinas pemerintah dan pelayanan sosial;
• menjamin koordinasi dan pemberian bantuan kemanusiaan; mendukung
pengembangan kemampuan untuk pemerintahan sendiri; dan
• membantu penciptaan kondisi untuk pembangunan yang berkelanjutan.

61. Banyak peraturan yang diadopsi oleh Pemerintah UNTAET, yang sebagian darinya
masih berlaku sekarang ini. Upaya-upaya juga dibuat UNTAET untuk
mengorganisasikan pemerintah nasional sesuai dengan struktur Timor-Leste yang
akan dibentuk dan untuk menjamin keterlibatan orang Timor Leste dalam proses-
proses pembuatan keputusan. Pada bulan Desember 1999, dibentuk Dewan
43
Pasal 104 Konstitusi RDTL.
44
Pasal 103 Konstitusi RDTL.
45
Pasal 107 Konstitusi RDTL.

16
Musyawarah Nasional (National Consultative Council – NCC). Ini pada 2001
diikuti dengan pemilihan umum Majelis Konstituante dan pelantikan Dewan
Menteri untuk Pemerintah Peralihan Kedua yang beranggotakan 24 orang yang
semuanya adalah orang Timor-Leste. Dewan Menteri baru ini menggantikan
Kabinet Peralihan yang dibentuk pada 2000. Majelis Konstituante dan Dewan
Menteri Timor-Leste yang baru memerintah Timor-Leste selama waktu peralihan
sisanya sebelum Timor-Leste merdeka menjadi Negara Berdaulat dan demokratis.

62. Setelah pemulihan kemerdekaan pada bulan Mei 2002, Timor-Leste mengambil
tanggungjawab untuk hampir semua segi Pemerintah. Dukugan luas juga diberikan
oleh beberapa Misi PBB yang berurutan dan mitra-mitra donor. UNMISET
memberikan dukungan di bidang keamanan dari ancaman luar dan stabilitas,
memelihara ketertiban umum dan memperkuat PNTL, serta administrasi
pemerintahan dan pemajuan demokrasi dan keadilan. Pemindahan tanggungjawab
mengenai keamanan dan pertahaan dari UNMISET pada 20 Mei 2004
menyelesaikan seluruh pemindahan tanggungjawab. Sejak saat itu Pemerintah yang
dipilih melalui pemilihan umum memegang seluruh tanggungjawab atas
pengelolaan sektor publik dan pemerintahan yang baik di seluruh sektor publik. 46

63. Sejak awal yang sangat sederhana, terjadi kemajuan berarti dalam pembangunan
struktur, kebijakan, dan prosedur untuk pemerintahan yang efektif. Ini dicirikan
oleh misalnya: pemberlakukan Undang-Undang Dinas Pemerintah yang
mendefinisikan peran dan tanggungjawab pegawai negeri; pemberlakukan undang-
undang organik yang memberikan mandat untuk tiap-tiap kementerian dan badan
pemerintah; rekrutmen pegawai negeri; penyelenggaraan pengembangan
kemampuan untuk pegawai negeri dan pemberi pelayanan; perencanaan dan
anggaran; serta mekanisme pengawasan dan pengendalian untuk keuangan negara
dan belanja publik. 47

64. Pegawai negeri pada dinas pemerintahan, personil kepolisian, personil pertahanan,
dan berbagai jenis lain pegawai seluruhnya hampir 18.000 orang, yang terdiri dari
17.175 pegawai tetap dan 651 pegawati tidak tetap. Ini mencakup 12.034 pegawai
negeri sipil tetap, yang dua per tiganya adalah guru dan personil kesehatan. Unsur
besar lain pegawai adalah polisi dan angkatan pertahanan yang seluruhnya
berjumlah lebih dari 4.000 orang. Akan tetapi, sumberdaya anggaran yang terbatas
telah sangat menghambat jumlah pegawai negeri sipil yang direkrut ke dalam
posisi-posisi yang terkait dengan pelayanan yang berhubungan dengan produksi,
peradilan, dan prasarana dasar. Di bidang-bidang ini ada pandangan bahwa mutu
pelayanan itu buruk karena terlalu sedikit pegawai dan pegawai yang tersedia itu
tidak memiliki keterampilan yang diperlukan dan pendidikan yang cukup untuk
mendapatkan keterampilan tersebut.

46
‘Sector Investment Program, Public Sector Management’ (April 2005), halaman 1.
47
‘Sector Investment Program, Public Sector Management’ (April 2005), halaman iv.

17
Struktur Administrasi dan Pemerintah Lokal

65. Negeri ini dibagi ke dalam 13 distrik yang selanjutnya dibagi menjadi 65 subdistrik.
Subdistrik adalah administrasi pemerintah tingkat paling bawah, dan dikelola oleh
seorang Koordinator Subdistrik.

66. Wilayah kantong Oecusse Ambeno dan Pulau Ataúro ditetapan mendapatkan
perlakuan administratif dan ekonomi istimewa oleh Pasal 5(3) Konstitutsi. Hal ini
dijadikan bahan dalam banyak pembahasan pada tahun 2005 meskipun belum
diputuskan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keistimewaan ini.

67. Konstitusi menegaskan bahwa Negara menghargai desentralisasi administrasi


negara. 48 Untuk itu, Pemerintah Timor-Leste, khususnya Kementerian Administrasi
Negara sebagai kementeriaan koordinasi, menyelenggarakan satu model
percontohan yang penting pemerintahan lokal dengan tujuan untuk desentralisasi
penuh pengelolaan fiskal dan kebijakan kepada tingkat lokal. Pemerintah
memandang desentralisasi sangat penting bagi Timor-Leste karena akan
memungkinkan rakyat untuk lebih efektif mengungkapkan pandangan-pandangan
mereka kepada pemerintah lokal dan ini akan memberi mereka kapasitas lebih besar
untuk mempengaruhi sarana dengan apa kebutuhan-kebutuhan pembangunan lokal
mereka bisa dipenuhi.

68. Tujuan Pemerintah mengenai pemerintahan lokal sudah jelas: untuk memperkuat
kemampuan staf pemerintah nasional yang relevan – dan pemimpin yang dipilih
secara lokal – untuk memberikan pelayanan secara efisien dan efektif kepada
warganegara; untuk menyumbang pada pengembangan administrasi publik lokal
yang bertahan lama, efisien, dan bertanggungjawab, dan untuk memperkuat
mekanisme-mekanisme yang mendukung keterlibatan besar masyarakat dalam
urusan-urusan dan program-program lokal.

69. Akan tetapi, dalam upaya untuk memenuhi tujuan tersebut, pemerintah menghadapi
sejumlah tantangan, yang meliputi: legitimasi pemimpin lokal, pemberian
sumberdaya kepada para pemimpin ini untuk menangani urusan mereka dan dana
pembangunan lokal untuk proyek pembangunan skala besar, dan peningkatan
kemampuan sumberdaya manusia pemerintah lokal untuk mengelola keadaan yang
semakin rumit. 49 Agar sistem pemerintahan desentralisasi bisa bekerja dengan baik,
harus ada kemampuan yang mencukupi pada tingkat nasional dan lokal, untuk
menjamin agar setiap dana yang dikeluarkan kepada tingkat lokal dikelola dengan
cara yang transparan dan bertanggungjawab. Kemampuan ini sekarang belum ada di
semua bagian negeri. Banyak yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan
administrasi pemerintah lokal untuk desentralisasi penuh. Inisiatif yang sudah
dilakukan untuk memperkuat pemerintah lokal antara lain adalah kursus lima hari
desentralisasi fiskal yang diselenggarakan oleh kelompok kerja antar kementerian
mengenai desentrasliasi untuk memperkuat kemampuan para pelaku terkait untuk

48
Pasal 5 (1) Konstitusi RDTL.
49
‘Sector Investment Program: Local Government and Civil Society Sector’ (April 2005), halaman v.

18
menjamin pengelolaan dana pada tingkat lokal yang transparan, bertanggungjawab,
dan efektif. Dengan langkah-langkah kecil tetapi mendasar ini, Pemerintah mampu
melangkah dengan hati-hati menuju tujuan jangka panjang desentralisasi fiskal dan
kebijakan.

Kerangka Hukum

70. Sumber hukum di Timor-Leste, sesuai urutan berlakunya, adalah:


• Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL);
• Undang-undang RDTL (dikeluarkan oleh Parlemen Nasional atau Pemerintah);
• Regulasi, Dekrit, dan Perintah Eksekutif yang dibuat pada masa UNTAET;
• ‘Undang-undang yang berlaku di Timor Timur sebelum 25 Oktober 1999’ tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan standar hak asasi manusia dan
kewajiban internasional sesuai dengan Regulasi UNTAET 1/1999 dan seperti
yang disahkan oleh pasal 165 Konstitusi dan Undang-Undang RDTL 2/2002
mengenai penafsiran hukum yang berlaku masa setelah kemerdekaan dalam mana
Parlemen menegaskan bahwa yang dimaksud adalah hukum Indonesia.

71. Sejarah Timor-Leste yang bersegi banyak berdampak sangat besar pada kerangka
hukum negeri ini pada masa sekarang. Dipengaruhi oleh penjajahan Portugis,
bantuan internasional pasca-kemerdekaan, pendudukan Indonesia serta pemerintah
peralihan PBB, kerangka hukum Timor-Leste merupakan suatu sistem campuran
yang rumit undang-undang dan peraturan-peraturan, yang unsur paling
menonjolnya adalah hukum Portugis, Indonesia, Internasional, dan Regulasi
UNTAET.

72. Campuran berbagai hukum ini telah menimbulkan kebingungan mengenai hukum
mana yang berlaku, yang dipersulit oleh tidak berpengalamannya hakim Timor-
Leste dan kurangnya sumberdaya yang mengorbankan kekuasaan hukum dan
administrasi keadilan.

73. Tidak konsistennya keputusan-keputusan awal Pengadilan Banding mengenai apakah


hukum Indonesia ataukah hukum Portugis yang berlaku untuk kasus-kasus yang
sama merupakan masalah besar. 50 Legislasi yang dimaksudkan untuk memperjelas
berlakunya hukum Indonesia disahkan oleh Parlemen pada 6 Oktober 2003 dan
diberlakukan pada 20 November 2003 (Undang-Undang Parliamenter 10/2003).
Meskipun demikian, sebagian kalangan berpandangan bahwa pemahaman umum
mengenai berlakunya berbagai macam hukum masih rendah. Pemerintah
mengusulkan mengatasi kebingungan ini dengan membuat undang-undang RDTL
untuk semua bidang kehidupan publik, meskipun dalam prosesnya, peralihan
legislatif yang luas itu penyelesaiannya membutuhkan banyak waktu.

50
Silakan lihat Bagian 1 di bawah, dan kasus-kasus Armando dos Santos v Jaksa Agung, Pengadilan
Banding (15 Juli 2003); Jaksa Penuntut Umum v João Sarmento dan Domingos Mendonça, Panel Khusus
Kejahatan Berat (24 Juli 2003), Kasus No. 18a/2001; Jaksa Penuntut Umum v Paulino de Jesus, Pengadilan
Banding (4 November 2004).

19
Pengadilan

74. Pemerintah Timor-Leste mengakui pentingnya sistem peradilan dan hukum yang
berfungsi sebagai bagian integral dari demokrasi, stabilitas politik jangka panjang,
dan kepercayaan rakyat pada adminisatrasi Negara. Karena keadilan yang tertunda
adalah keadilan yang diingkari, Pemerintah punya tanggungjawab untuk menjamin
bahwa warganegara punya akses pada sistem peradilan yang tidak hanya adil, tetapi
juga bertanggungjawab dan transparan. 51 Ini telah menjadi tekad Pemerintah dan
pembentukan sektor peradilan yang kuat mungkin masih merupakan tantangan
terbesar yang dihadapi Pemerintah di masa mendatang yang dekat ini.

75. Konstitusi Timor-Leste menegaskan kemandirian badan peradilan, yang hanya


tunduk pada Konstitusi dan hukum. 52 Konstitusi juga menjamin setiap orang akses
pada pengadilan untuk mepertahankan hak dan kepentingan mereka yang dilindungi
hukum tanpa melihat sarana ekonomi yang dimiliki. Keadilan tidak boleh diingkari
karena tidak cukupnya sarana ekonomi. 53 Keputusan pengadilan harus berkekuatan
mengikat dan lebih tinggi daripada keputusan badan lain manapun. 54

76. Pasal 123 Konstitusi secara rinci mengkategorikan pengadilan di Timor-Leste yang
mencakup Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan hukum, Pengadilan
Tinggi Administrasi, Pajak, dan Audit, pengadilan-pengadilan militer, kemungkinan
Pengadilan Maritim dan Arbitrasi. Mahkamah Agung, yang dimaksudkan sebagai
pengadilan tertinggi dan penjamin pemberlakuan hukum secara seragam, belum
dibentuk dan pembentukannya akan ditunda sampai suatu saat ketika lembaga-
lembaga yang ada telah berfungsi dengan baik. 55 Dalam ketiadaan Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi diberi wewenang untuk mengadili banding yang
disampaikan oleh Pengadilan Distrik di Timor-Leste, dan menjalankan semua
kekuasaan Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi Administrasi, Pajak, dan Audit
akan memantau kesahan hukum pengeluaran negara dan memeriksa keuangan
Negara. Pengadilan ini belum didirikan.

77. Pengadilan-pengadilan yang ada sekarang mengalami kemunduran kelembagaan


yang mengganggu akses pada pengadilan. Akses pada pengadilan masih merupakan
salah satu tantangan terpenting bagi penikmatan penuh hak asasi manusia di Timor-
Leste.

78. Pada akhir 1999, setelah kepergian pemerintah Indonesia, Timor-Leste menghadapi
kenyataan bahwa:
• orang-orang yang berpendidikan hukum sangat terbatas jumlahnya untuk
menjalankan fungsi-fungsi peradilan (hanya 70 orang Timor-Leste yang

51
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program, Rights, Justice and Equality’ (April 2005), halaman 1.
52
Pasal 119 Konstitusi RDTL.
53
Pasal 26 Konstitusi RDTL.
54
Pasal 188 Konstitusi RDTL.
55
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program, Rights, Justice and Equality’ (April 2005), halaman 12.

20
berpendidikan hukum, kebanyakan dari mereka berpendidikan Indonesia);
• kebanyakan dokumentasi pengadilan yang penting telah dihancurkan (kecuali
yang disimpan oleh gereja);
• terjadi kehancuran luas infrastruktur termasuk gedung-gedung pengadilan, kantor-
kantor polisi, kantor-kantor kejaksaan, dan tempat-tempat penahanan; dan
• kekurangan kemampuan untuk membuat legislasi baru.

79. Meskipun UNTAET telah berupaya mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut,


Timor-Leste mewarisi sistem hukum yang tidak berfungsi dengan baik yang
dihinggapi kelemahan sistemis. Hanya sedikit personil hukum dan peradilan yang
bermutu dan pengadilan distrik hanya berfungsi secara sporadis.

80. Kurangnya pengalaman dan terbatasnya sumberdaya mewujudkan diri dalam tidak
konsistennya keputusan pengadilan, penumpukan kasus, pemindahan secara buruk
kasus-kasus antar pengadilan, akses informasi yang terbatas, dan administrasi yang
lemah dan tidak efisien.

81. Di antara penyebab kelemahan peradilan ini adalah keputusan administratif PBB pada
awal 2000 untuk segera membentuk badan peradilan yang sepenuhnya terdiri dari
orang Timor-Leste yang didukung oleh para mentor internasional dan pelatihan ad
hoc untuk para hakim, jaksa, dan panitera pengadilan. Kenyataan praktisnya adalah
bahwa para pelaku pengadilan Timor-Leste bekerja selama tiga tahun dengan
sedikit bantuan internasional yang mendukung dan memperkuat kemampuan
mereka.

82. Pada 20 Januari 2005 diumumkan bahwa semua hakim, jaksa, dan pembela umum
Timor-Leste tidak lulus ujian tertulis dan karena itu tidak bisa diangkat dari status
percobaan menjadi hakim tetap. Tetapi, lima dari dua puluh dua hakim disahkan
oleh Dewan Tertinggi Kehakiman untuk melanjutkan fungsi mereka agar proses
Kejahatan Berat dan Komisi Pemilihan Umum Nasional bisa diselesaikan. Selain
itu, mayoritas hakim nasional tidak lagi menjalankan fungsi mereka. Pada waktu
laporan ini ditulis, Timor-Leste masih sangat tergantung pada hakim internasional
untuk mengadili kasus pidana dan perdata. Dipekerjakannya profesional hukum dari
luar negeri terbukti sangat berguna untuk mengatasi sebagian ketidak-memadaian
fungsi pengadilan termasuk pengurangan penumpukan kasus, berfungsinya
pengadilan-pengadilan distrik, dan keputusan pengadilan yang lebih konsisten.

83. Akan tetapi, sementara belakangan ini keadaannya membaik, sistem peradilan
nasional mengalami kemunduran berarti yang berdampak besar pada kemampuan
orang biasa Timor-Leste untuk mengakses peradilan dan, khususnya, kemampuan
perempuan Timor-Leste untuk mencari penyelesaian di pengadilan, seperti yang
diuraikan dalam Dokumen Spesifik CEDAW. Penting untuk dipastikan bahwa di
masa mendatang pemindahan tanggungjawab penuh kembali kepada pelaku
pengadilan nasional dikelola secara seksama sehingga hambatan-hambatan terhadap
akses pada pengadilan tidak muncul kembali.

21
84. Dua puluh sarjana hukum berhasil menyelesaikan tahap awal program pelatihan dan
akan melanjutkannya dengan pelatihan lanjutan. Pada 2007 program pelatihan
pasca sarjana ini diharapkan menghasilkan satu kader profesional nasional yang
berkualifikasi yang akan mampu mengambil alih fungsi-fungsi yang sekarang
dilaksanakan oleh penasehat-penasehat internasional. Untuk sementara waktu ini
pengembangan pejabat-pejabat pengadilan Timor-Leste yang terlatih dan pemberian
pelayanan administrasi peradilan yang efisien masih memerlukan dilanjutkannya
dukungan internasional.

85. Sampai Oktober 2005, bantuan penasihat internasional terdiri dari delapan orang
hakim internasional, lima orang jaksa, tujuh orang pembela umum, dan lima orang
panitera pengadilan. Portugis, Tetun, Bahasa Indonesia, dan Inggris adalah bahasa
kerja semua pengadilan di Timor-Leste. 56

Dewan Tertinggi Kehakiman

86. Konstitusi menetapkan adanya satu Dewan Tertinggi Kehakiman (DTK) yang
dibentuk pada Juni 2003. DTK adalah badan manajerial dan disipliner yang
bertanggungjawab mengenai administrasi pengadilan. Badan ini juga
bertanggungjawab mengangkat, menugaskan, memindahkan, dan mempromosikan
hakim. 57 Statuta Hakim Pengadilan mengatur organisasi dan operasi Dewan
Tertinggi Kehakiman, memberikan satu mekanisme untuk mencegah pengelolaan
peradilan digunakan untuk merusak kemandirian badan peradilan. Ketetapan-
ketetapan Dewa Tertinggi Kehakiman diterbitkan dalam Lembaran Negara,
meskipun tindakan ini belum dilaksanakan.

87. Karena keterbatasan sumberdaya manusia, komposisi DTK saat ini bersifat
transisional dan terdiri dari lima orang sarjana hukum Timor-Leste, yang mencakup
Ketua Pengadilan Tinggi sebagai ketua, Wakil Menteri Kehakiman, dan seorang
jaksa. DTK juga didukung oleh satu sekretariat yang dikepalai oleh seorang
sekretaris yudisial, yang bertanggungjawab mengenai pelaksanaan keputusan, dan
inspektur yudisial dan inspektur keuangan dan akuntan, serta seorang sekretaris
inspeksi yang melaksanakan evaluasi terhadap hakim-hakim. Inspektur-inspektur
ini belum diangkat. Kenyataannya, banyak posisi staf kunci DTK belum diisi.

Kantor Jaksa Agung

88. Menurut Konstitusi, Kantor Jaksa Agung adalah organ independen yang berwenang
melakukan penyelidikan dan penuntutan perkara-perkara pidana dan melakukan
pembelaan untuk negara dalam litigasi perdata. Pasal 132 Konstitusi menyebutkan
bahwa jaksa penuntut umum bertanggungjawab untuk: mewakili Negara;
melakukan proses pidana; membela legalitas demokratis; menjamin pembelaan
orang-orang di bawah umur, absen, atau cacat; dan mempromosikan penegakan
hukum. Berbagai ketentuan konstitusional menegaskan kemandirian dan otonomi

56
Pasal 35 Regulasi UNTAET No. 11 tahun 2000.
57
Pasal 128 Konstitusi RDTL.

22
jaksa penuntut umum dan menyebutkan bahwa jaksa penuntut umum harus diatur
dengan Statuta tersendiri. Harap diperhatikan bahwa Provedor diberi fungsi penting
melindungi hak terdakwa atau korban, dan menjamin keadilan.

89. Dibentuk sebagai satu instansi tersendiri dengan kekuasaan yang didelegasikan oleh
Parlemen, Kantor Jaksa Agung adalah otoritas tertinggi dalam penuntutan umum,
yang dikepalai oleh Jaksa Agung yang diangkat oleh Presiden Republik. 58 Kantor
ini terdiri dari: (i) Kantor Eksekutif Jaksa Agung; (ii) Unit Kejahatan Biasa; dan
(iii) Biro Pusat Nasional dan Interpol. 59 Unit Kejahatan Berat sebelumnya ada tetapi
dihapuskan pada Mei 2005. Sepuluh jaksa nasional, yang diangkat oleh Pemerintah,
sekarang ini dijadwalkan mengikuti pelatihan.

90. Pada bulan September 2005, disahkan undang-undang untuk pembentukan satu
Dewan Tertinggi Penuntutan Umum, yang merupakan suatu badan pengawasan dan
disipliner. Dewan ini sekarang dalam proses pembentukan.

Pembela Umum

91. Hak atas pembelaan hukum tanpa memandang sarana ekonomi adalah dasar bagi
Kantor Pembela Umum. Menurut Undang-Undang Organik Kementerian
Kehakiman, Kantor Pembela Umum “adalah badan, di bawah Kementerian
Kehakiman, yang memiliki otonomi teknis dan bertanggungjawab atas pemberian
bantuan yuridis, peradilan, dan ekstra-peradilan yang penuh kepada warganegara
yang kurang beruntung”.

92. Bersama dengan hakim dan pembela umum, pada pertengahan 2005 Claudio
Ximenes, Ketua Pengadilan Tinggi, mengumumkan bahwa tidak seorangpun jaksa
dan pembela umum Timor-Leste yang telah mengikuti pelatihan yang telah lulus
ujian akhir. Para pembela umum tersebut akan melanjutkan mengikuti pelatihan
sampai pertengahan 2007 di Pusat Pelatihan Peradilan yang pada waktu itu tim
pembela umum internasional akan dikurangi untuk digantikan pembela umum
nasional. Undang-Undang Organik untuk Pembela Umum belum ada tetapi setelah
ada ini akan mengisi kekosongan kerangak hukum mengenai pelayanan pembelaan
sekarang ini dan akan membentuk Dewan Tertinggi untuk Pelayanan Pembela
Umum, suatu badan pengawasan dan disipliner tertinggi untuk pembela umum.

93. Kantor Jaksa Agung dan Pelayanan Pembela Umum telah mengembangkan sistem
personil dan sistem pengelolaan kasus, serta Rencana Aksi Tahunan dan rencana-
rencana kerja terkait sebagai sarana untuk memperkuat masing-masing Kantor
tersebut.

Pusat Pelatihan Peradilan

94. Suatu Pusat Pelatihan Peradilan telah didirikan dengan Undang-Undang Dekrit

58
World Bank, ‘Governance – Strengthening the Justice Sector’ (Desember 2005).
59
Pasal 133 Konstitusi RDTL.

23
6/2004 pada bulan September 2004 sebagian untuk menjawab kekosongan nyata
dalam sektor peradilan. Berada di bawah wewenang Kementerian Kehakiman dan
berfungsi dengan otonomi tertentu, Pusat Pelatihan Peradilan diberi tugas
menyelenggarakan pelatihan untuk hakim, jaksa, pembela umum, panitera
pengadilan, petugas penjara, penyelidik, dan administrator keadilan yang lain serta
pelatih nasional di bidang hukum, keadilan, dan administrasi negara. 60

95. Pusat Pelatihan Peradilan memiliki peran sentral dalam mengkonsolidasi dan
memperkuat lembaga-lembaga peradilan melalui pengembangan kemampuan
profesional pelaku peradilan. Ia memberikan program pelatihan selama 30 bulan
untuk kandidat karir profesional termasuk hakim, jaksa, dan pembela umum. 61
Pelatihan 30 bulan dianggap mutlak bagi para calon untuk mendapatkan dan
mengembangkan pengetahuan kemanusiaan, etis, dan teknis-yuridis yang
diperlukan untuk melaksanakan berbagai fungsi yudisial. 62 Pilihan-pilihan untuk
suatu karir di dalam peradilan akan tersedia bagi mereka yang berhasil dalam
pelatihan ketat yang diberikan oleh Pusat Pelatihan Peradilan dan evaluasi
selanjutnya mengenai minat dan kinerja kandidat.

96. Sementara hasil evaluasi 2004 dan 2005 terhadap sepuluh orang hakim, jaksa, dan
pembela umum memprihatinkan, hal ini memungkinkan para kepala sektor
peradilan untuk mengetahui berapa hakim, jaksa, dan pembela umum berkualifikasi
yang telah dimiliki negeri ini, dan untuk membuat rencana sesuai dengannya,
mengenai pelatihan yang diperlukan untuk hakim, jaksa, dan pembela tersebut yang
tidak dianggap siap untuk diangkat pada posisi masing-masing.

97. Pelatihan sekarang ini untuk 35 orang pelaku peradilan akan selesai pada pertengahan
2006, yang pada saat itu mereka akan memasuki masa percobaan satu tahun
bekerja di bawah bimbingan seorang profesional internasional. Dari kelompok 35
calon ini, sepuluh adalah perempuan, yang terdiri dari lima orang hakim, dua orang
jaksa, dan tiga orang pembela umum. Pelatihan untuk 36 panitera pengadilan,
administrator pengadilan, dan petugas pelayanan kejaksaan juga dilakukan antara
Agustus 2005 dan Maret 2006 untuk mendukung administrasi peradilan.

98. Satu angkatan baru peserta pelatihan pada Pusat Pelatihan Peradilan diharapkan
dimulai pada awal 2006. Karena kebutuhan investasi yang sedang berlangsung
dalam pelatihan melalui Pusat Pelatihan Peradilan, program pelatihan ini akan
diperkuat melalui suatu evaluasi eksternal pada pertengahan 2006 sebagai bagian
dari evaluasi program sistem peradilan keseluruhan. Universitas Nasional Timor-
Leste juga telah meluncurkan program hukum dengan bantuan dari Portugal.
Hampir 300 orang telah melamar mengikuti program ini.
60
‘Enhancing the Justice System to Guarantee the Democratic Rule of Law – Strengthening the Justice
System in Timor-Leste,’ Lampiran 19 pada UNDP Timor-Leste Program Package Strengthening the
Justice System (Juli 2003), halaman 9.
61
Undang-Undang Dekrit 15/2004.
62
Struktur yang diadopsi untuk para peserta pelatihan terdiri dari satu unsur teoretis umum untuk berbagai
administrator keadilan dan dua tahap pelatihan spesifik untuk masing-masing karir profesional: hakim
pengadilan, jaksa penuntut umum, dan pembela umum.

24
Proses Kejahatan Berat

99. Satu Panel Khusus untuk Kejahatan Berat (“Panel Khusus”) dibentuk pada bulan Juni
dengan Regulasi UNTAET 15/2000 untuk menangani kejahatan-kejahatan berikut
ini yang terjadi antara 1 Januari 1999 dan 25 Oktober 1999:
• Genosida
• Kejahatan perang
• Kejahatan terhadap umat manusia
• Pembunuhan
• Tindak pidana seksual
• Penyiksaan.

100. Panel ini diberi wewenang yurisdiksi universal untuk menangani kejahatan-
kejahatan yang disebutkan di atas tanpa memandang di mana, oleh siapa, dan
terhadap siapa kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan. Regulasi yang menetapkan
pembentukan Panel Khusus tersebut nyaris merupakan reproduksi langsung
ketentuan-ketentuan substantif Statuta Roma. Pembentukan ‘Panel Khusus’ dengan
yurisdiksi eksklusif mengenai tindak pidana berat tidak menutup yurisdiksi suatu
pengadilan internasional untuk Timor-Leste atas kejahatan-kejahatan tersebut, kalau
pengadilan itu didirikan. 63

101. Karena keterbatasan sumberdaya dan waktu, Unit Kejahatan Berat memutuskan
pada 2001 untuk memusatkan perhatian pada 10 kasus ‘prioritas’, dan kasus-kasus
lain kejahatan terhadap umat manusia. Sejumlah faktor telah dipertimbangkan
dalam memilih kasus-kasus ‘prioritas’ ini, yang mencakup beratnya kejahatan, arti
penting politiknya, jumlah dan kategori korban, dan ketersediaan bukti. 64 Kasus-
kasus yang dipilih dimaksudkan untuk memperlihatkan suatu pola sistematis
pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan yang dilakukan terhadap penduduk
Timor-Leste. Sejumlah kasus lain pemerkosaan sebagai kejahatan terhadap umat
manusia dakwaannya diajukan ke pengadilan.

102. Dalam pelaksanaan kerjanya, Panel Khusus untuk Kejahatan Berat membuat dua
keputusan mengenai temuan pemerkosaan. Dalam satu kasus, yang diputuskan pada
2002, seorang laki-laki Timor Timur dijatuhi hukuman berdasarkan hukum pidana
Indonesia atas tindakannya memperkosa seorang perempuan di Dili pada bulan
September 1999 ketika ia sedang berdinas dalam militer Indonesia. Ia dijatuhi
hukuman empat tahun penjara. 65 Kasus kedua, diputuskan pada 2003, adalah satu-
satunya pengadilan Panel Khusus yang menjatuhkan hukuman kepada terdakwa
untuk pemerkosaan sebagai suatu kejahatan terhadap umat manusia. Dalam kasus
khusus ini, terdakwa mendapatkan hukuman sembilan tahun untuk tiga tindakan

63
Pasal 10 (4) Regulasi UNTAET 11/2000.
64
‘Justice Abandoned? An Assessment of the Serious Crimes Process in East Timor’ oleh Megan Hirst dan
Howard Varney, diterbitkan oleh International Centre for Transitional Justice (Juni 2005), halaman 7-8.
65
Kasus Panel Khusus No. 14/2001.

25
pemerkosaan, yang jumlah seluruhnya menjadi 12 tahun setelah digabung dengan
hukuman untuk kejahatan-kejahatan lain yang dilakukannya. 66 Dalam kasus ketiga,
seorang terdakwa didakwa melakukan pemerkosaan terhadap seorang perempuan di
Timor Barat pada tahun 1999. 67 Satu tahun kemudian, Panel Khusus memutuskan
tidak memiliki yurisdiksi untuk menyidangkan kasus tersebut karena kejahatan
yang didakwakan terjadi di luar wilayah Timor-Leste.

103. Sementara 87 terdakwa diajukan ke pengadilan pada Panel Khusus, seluruhnya 303
terdakwa dimasukkan dalam dakwaan yang telah dikeluarkan tetapi para terdakwa
ini tidak menghadap pengadilan karena mereka tidak ada di dalam wilayah Timor-
Leste. 68 Kenyataannya, mungkin kelemahan terbesar proses peradilan kejahatan
berat adalah tidak adanya wewenang ekstradisi untuk mengekstradisi orang-orang
yang bertanggungjawab atas kejahatan yang paling biadab itu. Suatu kesepakatan
ekstradisi antara UNTAET dan Pemerintah Indonesia pada bulan April 2000
ditandatangani oleh Administrator Transisi PBB dan Jaksa Agung Indonesia tetapi
kemudian tidak diratifikasi oleh Parlemen Indonesia.

104. Sebaliknya yang nyata adalah 87 orang Timor Timur, kebanyakan mantan
komandan atau anggota milisi tetapi juga mencakup orang Timor Timur anggota
militer Indonesia, yang dihadapkan ke pengadilan. Dari mereka, 85 didakwa dan
dijatuhi hukuman penjara yang lamanya bermacam-macam. Orang yang bersalah
atas kejahatan yang paling berat belum dan kemungkinan besar tidak dapat diajukan
ke pengadilan.

Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi

105. Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi Timor-Leste (CAVR 69 )


didirikan pada 7 Februari 2002. 70 Komisi ini adalah lembaga nasional independen,
tidak berada di bawah kekuasaan atau pengarahan anggota Kabinet. Keputusan awal
untuk pembentukannya dibuat oleh CNRT (Conselho Nacional da Resistênsia
Timorense – Dewan Nasional Perlawanan Bangsa Timor), yang diikuti dengan
berbagai kunjungan distrik di seluruh Timor Timur dan dikembangkan oleh satu
panitia yang terdiri dari wakil-wakil CNRT, organisasi-organisasi non-pemerintah
(ORNOP) Timor Timur, UNHCR, dan UNTAET, setelah dilakukan kunjungan-
kunjungan distrik di seluruh Timor Timur dan kunjungan ke Timor Barat untuk
mengumpulkan pendapat umum mengenai usulan pembentukan ini.

106. CAVR diberi mandat untuk mencari kebenaran mengenai pelanggaran hak asasi
manusia yang dilakukan di Timor Timur antara 25 April 1974 dan 25 Oktober
1999, untuk melakukan rekonsiliasi masyarakat, menyembuhkan korban, dan
66
Kasus Panel Khusus No. 4c/2001, satu dari tiga kasus yang disebut sebagai ‘Kasus Lolotoe.’
67
Kasus Panel Khusus No. 11/2000, ‘Kasus Leonardo Kasa’.
68
Mayoritas besar terdakwa adalah orang Timor Timur yang sekarang kemungkinan besar berada di Timor
Barat. Jumlah yang jauh lebih kecil terdiri dari orang Indonesia yang mungkin berada di Timor Barat tetapi
kemungkinan besar berada di tempat lain di Indonesia.
69
CAVR adalah singkatan dari ‘Comissão de Acolhamento, Verdade, e Reconciliação.’
70
Regulasi UNTAET 10/2001.

26
menulis satu laporan akhir disertai rekomendasi.

107. Mengungkapkan kebenaran dilakukan melalui suatu program luas pengambilan


pernyataan, penelitian, dan dengar pendapat terbuka. Kegiatan-kegiatan ini
dikelompokkan ke dalam tema-tema luas berikut ini:
• Pemenjaraan politik
• Perempuan dan konflik
• Pemindahan paksa dan kelaparan
• Konflik partai
• Pembantaian dan eksekusi ilegal
• Aktor-aktor internasional
• Anak dan konflik

108. Satu Prosedur Rekonsiliasi Komunitas (PRK), untuk memungkinkan pelaku


tindakan bermotivasi politik yang kurang berat berpartisipasi dalam program
keadilan restoratif yang berbasis masyarakat, adalah unsur penting lain mandat
CAVR. PRK ini tergantung pada partisipasi masyarakat, dengan tujuan
memungkinkan korban dan masyarakat memberikan masukan pribadi dan pelaku
melakukan ‘tindakan rekonsiliasi’ sebagai alternatif untuk sistem peradilan formal
dan ancaman penjara. Inisiatif untuk menyembuhkan korban melalui dengar
pendapat tingkat subdistrik, kunjungan tindak lanjut, dan kegiatan-kegiatan
restoratif lainnya juga diselenggarakan.

109. Dari seluruh pernyataan yang diambil selama penyelidikan CAVR, sekitar seperlima
berasal dari perempuan yang korban atau saksi pelanggaran hak asasi manusia.
Karena berbagai pengalaman perempuan dalam konflik, dibentuk satu tim peneliti
khusus mengenai persoalan perempuan dan diselenggarakan satu dengar pendapat
terbuka nasional mengenai perempuan dalam konflik. Salah satu ORNOP
perempuan nasional, Fokupers telah berkali-kali mengusulkan penyelenggaraan
program pemulihan, yang akan berfokus khusus pada perempuan korban konflik.
Persoalan-persoalan ini akan dikaji lebih mendalam dalam Dokumen Spesifik
CEDAW.

110. CAVR menyampaikan laporannya kepada Presiden pada tanggal 31 Oktober 2005,
yang menandai berakhirnya lebih dari tiga tahun kerja intensif, yang dalam waktu
itu lebih dari 7.000 korban memberikan kesaksian mengenai hak asasi manusia
yang terjadi di Timor Timur antara April 1974 dan Oktober 1999. Presiden
selanjutnya meneruskan laporan CAVR kepada Sekretaris Jenderal PBB.

111. Laporan akhir CAVR menemukan bahwa antara 1974 dan 1999:
• Sedikitnya 102.800 orang Timor Timur diperkirakan dibunuh atau mati karena
kelaparan dan penyakit yang merupakan akibat langsung pendudukan Indonesia.
Perkiraan ini adalah yang paling akurat dan dibuat dengan prosedur ilmiah yang
ketat yang pernah dibuat untuk Timor-Leste, dan didasarkan pada database
CAVR, satu survey kematian retrospektif, dan satu sensus kuburan umum.

27
• Satu mayoritas besar (85%) pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan
kepada Komisi adalah dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia bertindak
sendiri maupun melalui kaki-tangannya.
• Pelanggaran-pelanggaran bersifat “besar-besaran, luas, dan sistematik.” Tentara
Indonesia menggunakan kelaparan sebagai satu senjata perang, melakukan
eksekusi sewenang-wenang, dan secara rutin melakukan penyiksaan mengerikan
terhadap siapa saja yang diduga bersimpati dengan kekuatan pro-kemerdekaan.
Ini meliputi perbudakan seksual terorganisir dan penyiksaan seksual terhadap
perempuan Timor Timur.
• Pemerintah Indonesia dan komandan-komandan tertinggi tentara Indonesia
melanggar hukum humaniter internasional dengan menjadikan target penduduk
sipil; melakukan serangan militer tanpa pandang bulu, yang sebagian
menggunakan senjata-senjata terlarang seperti napalm; den menjarah serta
menghancurkan secara tidak perlu harta-benda sipil.
• Sekitar 10% dari pelanggaran yang dilaporkan adalah dilakukan oleh kekuatan
pro-kemerdekaan yang dipimpin oleh Front Revolusioner untuk Kemerdekaan
Timor Timur (FRETILIN). Tetapi, berlawanan dengan pasukan Indonesia, para
pemimpin FRETILIN telah menerima tanggungjawab atas pelanggaran yang
mereka lakukan dan bekerjasama dengan Komisi ini.
• Kejahatan-kejahatan yang dilakukan pada 1999 merupakan suatu kegiatan
sistematis yang diatur pada tingkat tertinggi pemerintah Indonesia.
• Laporan CAVR merinci nama-nama dan tanggungjawab komando pemimpin
militer penting Indonesia yang memiliki wewenang atas wilayah Timor Timur
ketika kejahatan besar-besaran tersebut dilakukan. Ini meliputi para pejabat
tinggi seperti Jenderal Wiranto, Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima
Angkatan Bersenjata pada 1999. Satu pengadilan yang dibentuk PBB meminta
penahanan Jenderal Wiranto pada tahun 2004.
• PBB secara konsisten gagal melakukan tindakan efektif untuk menghentikan
pendudukan Indonesia dan kejahatan-kejahatan yang menyerati. Anggota-
anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan sejumlah anggota tidak tetap,
menempatkan kepentingan ekonomi dan strategis mereka lebih tinggi daripada
tujuan dan prinsip-prinsip PBB.

112. Sejalan dengan temuan-temuan fakta tersebut, ada banyak rekomendasi rinci yang
akan mendapatkan pertimbangan lebih rinci dari rakyat dan pimpinan politik
Timor-Leste, meksipun Pemerintah tidak sependapat dengan sebagian rekomendasi
tersebut termasuk satu usulan untul pemulihan oleh masyarakat internasional dan
pembentukan satu Pengadilan Internasional.

113. Selain rekomendasinya, proses CAVR telah membuat satu sumbangan penting untuk
penetapan kebenaran dan merekonsilasi masa lalu kami dan akan selalu menjadi
pengingat bahwa tidak boleh terjadi lagi kekerasan politik.

28
Komisi Kebenaran dan Persahabatan 71

114. Menggarisbawahi pentingnya menyelesaikan masalah yang terkait dengan peristiwa


1999, para pemimpin Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Demokratik
Timor-Leste mengadakan pertemuan di Tampaksiring, Bali pada 14 Desember 2004
untuk membentuk satu Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP).

115. Komisi ini diberi tugas untuk menetapkan kebenaran konklusif mengenai peristiwa-
peristiwa sebelum dan segera sesudah konsultasi rakyat 1999, dengan tujuan untuk
mempromosikan rekonsiliasi dan persahabatan, dan menjamin tidak terulangnya
perisitwa-peristiwa serupa.

116. Komisi ini terdiri dari sepuluh anggota dan enam anggota pengganti (delapan dari
Indonesia dan delapan dari Timor-Leste) yang dipilih dari orang-orang yang
terkemuka dan berkompeten yang diambil terutama dari bidang hukum dan hak
asasi manusia, akademisi, pemimpin agama dan masyarakat. Dua dari delapan
anggota yang berasal dari Timor-Leste adalah perempuan, yang dengan demikian
mengakui peran penting perempuan Timor-Leste dalam proses rekonsiliasi.

117. Seperti disebutkan dalam kerangka acuannya, KKP merupakan satu pengalaman
baru dan unik dalam mana dua negara, dengan satu sejarah bersama, sepakat
dengan keberanian dan visi untuk melihat masa lalu sebagai satu pelajaran dan
menggapai masa depan dengan optimisme. Meskipun tantangan menunggu di
depan, Komisi bertekad bekerja untuk mengabdi pada perdamaian abadi antara dua
negara.

118. Komisi diberi mandat untuk:


Mengungkapkan kebenaran faktual mengenai hakikat, penyebab, dan cakupan
pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan terjadi dalam masa menjelang dan
segera sesudah konsultasi rakyat di Timor Timur pada bulan Agustus 1999:
(a) menelaah ulang semua bahan yang didokumentasikan oleh Komisi
Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur (KPP HAM) dan
Pengadilan Ad Hoc Hak Asasi Manusia mengenai Timor Timur, serta Panel
Khusus Kejahatan Berat dan Komisi Penerimaan, Kebanaran, dan Rekonsiliasi
di Timor-Leste;

(b) mempelajari dan menetapkan kebenaran mengenai pelanggaran hak asasi yang
dilaporkan mencakup pola perilaku, yang didokumentasikan oleh lembaga-
lembaga Indonesia yang terkait dan Panel Khusus Kejahatan Berat (seperti
yang terdapat dalam surat-surat dakwaannya) dengan tujuan untuk
memberikan rekomendasi mengenai tindakan-tindakan lanjutan dalam konteks
memajukan rekonsiliasi dan persahabatan antar rakyat kedua negara.

Mengeluarkan satu laporan, yangt akan dibuat terbuka untuk umum, dalam bahasa
71
Informasi diambil dari http://ctf-ri-tl.org.

29
Indonesia, Tetun, dan Inggris, dan diterjemahkan ke dalan bahasa Portugis, yang
menetapkan rekaman sejarah bersama mengenai pelanggaran hak asasi manusia
yang dilaporkan yang terjadi pada masa menjelang dan segera sesudah konsultasi
rakyat di Timor Timur pada bulan Agustus 1999.

Merumuskan cara-cara dan sarana-sarana serta merekomendasikan tindakan-


tindakan yang tepat untuk mengobati luka masa lalu, mengembalikan, dan
memulihkan martabat manusia, antara kain:
(c) merekomendasikan amnesti untuk orang-orang yang terlibat pelanggaran hak
asasi manusia yang bekerja sama penuh dalam mengungkapkan kebenaran;
(d) merekomendasikan tindakan-tindakan rehabilitasi untuk orang-orang yang
didakwa secara salah telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia;
(e) merekomendasikan cara-cara untuk mempromosikan rekonsiliasi antara rakyat
berbasis adat dan nilai-nilai agama;
(f) merekomendasikan kontak antara rakyat yang inovatif dan kerjasama untuk
memperkuat perdamaian dan stabilitas.

119. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Komisi diarahkan oleh prinsip-prinsip


berikut ini:
• Prinsip-prinsip relevan yang ada dalam undang-undang yang relevan. 72
• Dalam melaksanakan mandatnya, KKP harus mengingat kompleksitas keadaan
transisi pada tahun 1999, dengan tujuan memperkuat rekonsiliasi dan
persahabatan antar kedua negara dan rakyat.
• Berdasarkan pada semangat melihat ke depan dan pendekatan rekonsiliatif,
proses KKP tidak akan mengarah pada peradilan dan akan mengutamakan
tanggungjawab institusional.
• Mempromosikan persahabatan dan kerjasama antar pemerintah dan rakyat
kedua negara, dan mempromosikan rekonsiliasi intra dan antar masyarakat
untuk menyembuhkan luka-luka masa lalu.
• Tidak mempengaruhi dan dipengaruhi proses peradilan yang sedang
berlangsung mengenai kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
dilaporkan di Timor Timur 1999, juga tidak merekomendasikan pembentukan
badan peradilan apapun.
• Gerak dan akses pada informasi relevan, serta hak untuk mewawancarai orang-
orang yang dianggap memiliki informasi relevan juga dijamin oleh Kerangka
Acuan Komisi. 73

120. Komisi memulai kerjanya pada bulan Agustus 2005 dan akan bekerja selama satu
tahun, dengan kemungkinan perpanjangan selama satu tahun. Di antara tugas
awalnya adalah satu pengkajian mengenai masalah-masalah substansial dan
dokumen-dokumen pelanggaran hak asasi manusia yang diterima dari Unit
Kejahatan Berat, serta dokumen-dokumen dari sumber-sumber lain. Berdasarkan

72
Undang-Undang Indonesia no. 27/2004 mengenai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan Undang-
Undang Timor-Leste no. 10/2001 mengenai Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR).
73
Pasal 19 Kerangka Acuan Komisi Kebenaran dan Persahabatan, dibentuk oleh Republik Indonesia dan
Republik Demokratik Timor-Leste.

30
dokumen-dokumen ini Komisi telah mulai merencanakan dengar pendapat terbuka
dan diupayakan untuk melakukan wawancara dengan anggota-anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI) mengenai tuduhan kejahatan berat di Timor-Leste.

121. Beberapa ORNOP Timor-Leste telah menyampaikan pendapat mengenai


pemberntukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan dan bagaimana ini bisa
berdampak pada perempuan yang mencari penyelesaian untuk kejahatan-kejahatan
yang dilakukan terhadap mereka selama masa pendudukan Indonesia. Hal ini akan
diuraikan dengan rinci pada dokumen khusus traktat CEDAW.

II KERANGKA UMUM UNTUK PERLINDUNGAN DAN


PROMOSI HAK ASASI MANUSIA

C. PENERIMAAN NORMA-NORMA HAK ASASI MANUSIA

122. Silakan lihat Lampiran 2 untuk informasi mengenai ratifikasi tujuh traktat hak asasi
manusia inti dan protokol-protokol yang menyertainya. Lampiran 3 merujuk
traktat-traktat lain yang Timor-Leste menjadi negara pihak padanya. Sekarang ini
tidak ada traktat hak asasi manusia regional di Asia Pasifik yang Timor-Leste bisa
menjadi negara pihak meskipun pada pertengahan 2005 Timor-Leste menjadi
anggota ASEAN Regional Forum 74 dan berharap bergabung dengan ASEAN 75
dalam waktu lima tahun mendatang. Timor-Leste akan mendukung setiap traktat
hak asasi manusia regional, kalau traktat itu ada di kawasan ini. Timor-Leste juga
secara teratur ambil bagian dalam pertemuan-pertemuan tahunan Kantor Komisaris
Tinggi Hak Asasi Manusia untuk pemerintah-pemerintah regional dalam rangka
memperkuat kerjasama regional dalam perlindungan dan pemajuan hak asasi
manusia.

74
Satu organisasi yang bertujuan mempromosikan perdamaian dan keamaanan di kawasan ini melalui
dialog dan kerjasama.
75
Deklarasi ASEAN menyatakan bahwa maksud dan tujuan perhimpunan ini adalah: (i) mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan kawasan ini melalui upaya
bersama dalam semangat kesetaraan dan persahabatan untuk memperkuat dasar bagi masyarakat bangsa-
bangsa Asia Tenggara yang makmur dan damai, dan (ii) memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan
melalui penghormatan pada keadilan dan kekuasaan hukum dalam hubungan antar negara-negara di
kawasan ini dan kepatuhan pada prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

31
D. KERANGKA HUKUM UMUM UNTUK PERLINDUNGAN HAK
ASASI MANUSIA
Penerapan hak di dalam negeri

123. Menurut ketentuan-ketentuan Pasal 9 Konstitusi, semua konvensi, traktat, dan


perjanjian internasional yang Timor-Leste menjadi negara pihaknya adalah bagian
dari hukum domestik Negara. Ini dengan sendirinya mencakup traktat-traktat hak
asasi manusia inti. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan traktat-
traktat internasional tersebut dianggap tidak sah oleh Konstitusi. Dimasukkannya
traktat-traktat hak asasi manusia ke dalam hukum dalam negeri Timor-Leste
merupakan satu langkah penting menuju pelaksanaan penuh standar hak asasi
manusia internasional.

124. Pasal 23 Konstitusi menetapkan bahwa hak-hak fundamental yang disebutkan


Konstitusi tidak boleh menghilangkan hak-hak lainnya yang diberikan oleh hukum
dan harus ditafsirkan sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

125. Sementara, sebagai satu prinsip umum, hak berlaku untuik semua orang di Timor-
Leste, sebagian hak hanya berlaku untuk warganegara. Kategori hak yang hanya
berlaku untuk warganegara ini lebih luas daripada yang dikemukakan dalam traktat-
traktat hak asasi manusia internasional inti. Ini meliputi:
• kesetaraan di depan hukum; 76
• hak orang lanjut usia atas perlindungan oleh Negara; 77
• hak dan perlindungan yang setara untuk orang cacat; 78
• hak warganegara Timor-Leste yang tinggal di luar negeri untuk mendapatkan
perlindungan oleh Negara; 79
• hak untuk menyampaikan laporan kepada Ombudsman (Provedor); 80
• hak untuk tidak mematuhi dan menentang perintah ilegal yang berpengaruh pada
hak dan jaminan fundamental mereka; 81
• hak mengakses data pribadi yang disimpan dalam sistem komputer; 82
• hak atas petisi, partisipasi politik, dan memberikan suara dalam pemungutan
suara; 83
• hak dan kewajiban membela kedaulatan Negara; 84
• hak untuk bekerja 85 ; dan
• hak atas pendidikan dan kebudayaan. 86

76
Pasal 16 (1) Konstitusi RDTL.
77
Pasal 20 (1) Konstitusi RDTL.
78
Pasal 21 (1) Konstitusi RDTL.
79
Pasal 22 Konstitusi RDTL.
80
Pasal 27 (2) Konstitusi RDTL.
81
Pasal 28 (1) Konstitusi RDTL.
82
Pasal 38 (1) Konstitusi RDTL.
83
Pasal 46-48 Konstitusi RDTL.
84
Pasal 49 Konstitusi RDTL.
85
Pasal 50 (1) Konstitusi RDTL.

32
126. Pembedaan antara warganegara dan bukan warganegara ini dibuat karena sifat dan
cakupan perlindungan yang diberikan dan kewajiban timbal-balik yang ditimbulkan
hak-hak tersebut pada Negara. Adalah perlindungan dan kewajiban yang bersifat
seperti itu yang harus diberlakukan hanya untuk orang-orang yang memiliki
hubungan langsung dan terus-menerus dengan Negara, orang-orang yang
menyumbang pada dan terkait secara integral dengan Negara.

127. Pasal 3 Konstitusi jelas menyebutkan bahwa orang-orang berikut ini adalah
warganegara asli Timor-Leste, karena mereka lahir di wilayah ini dan anak dari:
• seorang ayah atau ibu yang lahir di Timor-Leste;
• orangtua tidak diketahui, orangtua tidak berkewarganegaraan atau orangtua tidak
diketahui kewarganegarannya;
• seorang ayah atau ibu asing yang, setelah berusia lebih dari tujuh belas tahun,
menyatakan dirinya akan menjadi warganegara Timor-Leste.
• anak yang lahir di satu negara asing tetapi dengan ibu atau ayah Timor-Leste,
yang disebut bagian J (A) Dokumen ini mengenai Hak atas Kebangsaan.

128. Sejalan dengan ketentuan-ketentuan Konstitusi, perlindungan dan pemajuan hak


asasi manusia menemukan bentuknya lebih lanjut dalam program legislatif besar
Negara.

129. Telah berlaku serangkaian undang-undang baru yang dirancang untuk menetapkan
lembaga-lembaga demokratis penting dan untuk menjamin jaminan-jaminan
prosedural dan administratif. Ini meliputi: Statuta Kantor Provedor untuk Hak Asasi
Manusia dan Keadilan; 87 Undang-Undang Organik untuk PNTL, yang menetapkan
Kantor Etika Profesional; 88 Undang-Undang Organik untuk F-FDTL; 89 Regulasi
UNTAET mengenai Pembentukan Pelayanan Bantuan Hukum di Timor-Leste;
Regulasi UNTAET mengenai Pembentukan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan
Rekonsiliasi; 90 Undang-Undang mengenai Partai Politik; 91 dan Undang-Undang
mengenai Pemilihan Kepala Suco dan Dewan Suco.

130. Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Perdata, Undang-Undang Kesehatan dan
legislasi penting lainnya juga baru-baru ini dikeluarkan yang memberlakukan atau
bekerja untuk melindungi jaminan dan hak substantif prosedural mencakup hak atas
kesehatan dan hak untuk memberikan suara. Legislasi lainnya yang sedang disusun,
dalam banyak hal akan menambah lebih lanjut kerangka legislatif hak perlindungan.
Di antaranya adalah: Undang-Undang Kekerasan Domestik; Undang-Undang
Pendidikan, Undang-Undang Perdata, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
direvisi, dan Undang-Undang Anak-Anak. Kebanyakan legislasi tersebut sekarang

86
Pasal 59 Konstitusi RDTL.
87
Undang-Undang No. 7/2004 tanggal 26 Mei 20.
88
Disebutkan dalam Pasal 13.
89
Undang-Undang Dekrit No. 7/2004.
90
Regulasi UNTAET No. 10/2001.
91
Undang-Undang No. 3/2004.

33
sudah berbentuk rancangan.

131. Setelah disahkannya semua undang-undang tersebut dan undang-undang penting


lainnya, tantangannya adalah bagaimana menjamin sosialisasi efektif rezim-rezim
legislatif ini untuk memungkinkan realisasi praktis tujuan-tujuan yang hendak
dicapai dengan pengesahannya.

132. Sejalan dengan kerangka Konstitusional dan legislatif, Pemerintah berkomitmen


pada banyak inisiatif pembangunan yang ditujukan pada penguatan sektor keadilan,
pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan, serta peningkatan kesehatan
dan pendidikan, dan berbagai prioritas kunci lainnya.

133. Langkah Pemerintah ke arah pembangunan masih merupakan langkah awal yang
dibimbing oleh Rencana Pembangunan Nasional (RPN). Prioritas-prioritas kunci
Rencana Pembangunan Nasional adalah:
• Mengurangi kemiskinan di semua sektor dan kawasan negeri; dan
• Mempromosikan pertumbuhan ekonomi untuk mendukung pengurangan
kemiskinan, pencapaian perikehidupan yang berkelanjutan, dan meningkatkan
kesejahteraan.

134. Pemerintah telah melakukan upaya yang terencana untuk memperkuat keterkaitan
antara perumusan kebijakan dengan program-program untuk mencapai tujuan
nasional yang diuraikan dalam Rencana Pembangunan Nasional (RPN),
meningkatkan kapasitas untuk menerjemahkan tujuan-tujuan ini ke dalam alokasi
anggaran tahunan, dan memperkuat kapasitas untuk memberikan pengarahan yang
jelas kepada mitra-mitra pembangunan mengenai prioritas-prioritas untuk bantuan.
Program Investasi Sektor (PIS), yang diluncurkan pada bulan Agustus 2003, adalah
langkah lain dalam pengambangan kapasitas untuk kerangka sektor yang
terumuskan dengan baik yang mengaitkan kebijakan, program, dan pengeluaran
untuk jangka menengah dan yang memberikan pengarahan mengenai prioritas
pengeluaran di dalam dan antar sektor-sektor.

135. Secara umum, agenda pembangunan Pemerintah itu besar dan ambisius. Program
Investasi Sektor dan Rencana Aksi Tahunan yang mengartikulasikan kebijakan,
program, dan pembelanjaan agenda ini jelas mengungkapkan komitmen Pemerintah
pada hak asasi manusia karena mereka memajukan kewajiban Pemerintah mengenai
berbagai kewajiban hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Program-
program yang dirancang untuk menjamin transparansi dan perlakuan adil dalam
administrasi keadilan, pendidikan gratis untuk semua anak usia sekolah dasar pada
2015 dan peningkatan akses bagi penduduk di kawasan yang paling terpencil negeri
ini; pengurangan tingkat kematian yang tinggi sekarang ini, peningkatan berarti
dalam akses pada pelayanan kesehatan dasar di seluruh negeri; serta akses yang
lebih besar pada air minum yang bersih dan aman serta sanitasi untuk keluarga-
keluarga di kota dan desa hanyalah sebagian dari contoh spesifik visi kebijakan
Pemerintah berbasis hak asasi manusia. Kajian rinci mengenai hakekat dari
program-program tersebut diuraikan dalam berbagai bagian Dokumen Inti Bersama

34
ini serta berbagai Dokumen Spesifik Traktat untuk pertimbangan. Pokok soal ini
juga dibahas lebih lanjut dalam Bagian E di bawah, “Hak Asasi Manusia dan
Pembangunan.”

136. Seperti di dalam legislasi, tantangan sulit ke depan adalah bagaimana maju
melampaui kerangka kebijakan dan memberikan dampak praktis pada tujuan-tujuan
pembangunan ambisius yang telah ditetapkan Pemerintah.

Pembatasan hak

137. Pasal 24 Konstitusi menetapkan bahwa pembatasan hak, kebebasan, dan jaminan
hanya boleh diberlakukan oleh undang-undang untuk menjaga hak-hak atau
kepentingan-kepentingan lain yang dilindungi Konstitusi dan dalam hal-hal yang
dengan jelas ditentukan dalam Konstitusi. Setiap pembatasan harus bersifat umum
dan abstrak dan tidak boleh merusak cakupan dan inti esensial ketentuan-ketentuan
Konstitusi termasuk hak-hak yang dilindunginya. Pembatasan pada hak juga tidak
bisa ditetapkan ke masa lalu.

138. Sesuai dengan cakupan pembatasan yang didefinisikan ini, pembatasan-pembatasan


berikut ini berlaku:

(a) Pembatasan pada hak orang asing untuk memiliki tanah

139. Pasal 54(4) Konstitusi Timor-Leste sendiri menetapkan bahwa hanya warganegara
yang punya hak memiliki tanah, yang dengan demikian membatasi hak orang asing
di Timor-Leste atas pemilikan pribadi. Pembatasan ini diberlakukan untuk
menjamin bahwa orang Timor-Leste bisa memiliki daya beli dalam hal tanah di
Timor-Leste. Lebih lanjut ini untuk menjamin bahwa orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk memiliki, mengelola, dan melepaskan tanah adalah orang-orang
yang memiliki hubungan abadi dengan Negara Timor-Leste yang terikat oleh semua
kewajiban dan tanggungjawab warganegara.

(b) Pembatasan pada Hak Orang Asing untuk Berpartisipasi dalam Urusan Politik

140. Pasal 11 Undang-Undang Imigrasi dan Suaka No. 9/2003 menetapkan berbagai
pembatasan pada sifat kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang asing. Pertama-tama
orang asing dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik yang mencampuri urusan-
urusan Negara karena hal itu dianggap layak untuk dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki hubungan abadi yang terikat pada hak dan kewajiban warganegara.
Pembatasan ini sesuai dengan hak dan kewajiban Konstitusional warganegara dan
hanya warganegara yang berpartisipasi dalam kehidupan politik negara. 92
Pembatasan lebih lanjut pada pemilikan asing atas mayoritas saham dalam
perusahaan media umum dan perusahaan penerbangan dalam negeri juga
diberlakukan untuk mempromosikan pemilikan nasional pelayanan ini.

92
Pasal 46-47 dan 63 Konstitusi RDTL.

35
(c) Pembatasan Hak Kebebasan Berkumpul dan Demonstrasi Damai

141. Pada bulan Desember 2004, Parlemen mengadopsi Undang-Undang Kebebasan


Berkumpul dan Demonstrasi yang ditujukan untuk memungkinkan warganegara
Timor-Leste hak berkumpul dan berdemonstrasi damai sementara pada saat yang
sama, menjaga keamanan dan ketertiban dan melindungi para demonstran terhadap
pihak ketiga yang berusaha mencegah atau merusak pelaksanaan hak ini. Oleh
karenanya undang-undang ini berisi pembatasan spesifik waktu dan tempat bisa
dilakukannya demonstrasi, serta ketentuan luas yang membatasi kerugian pada
tatanan Konstitusional atau pelanggaran terhadap kehormatan dan nama baik
Negara. Pembatasan-pembatasan tersebut diberlakukan untuk menjamin
terpeliharanya perhormatan pada hak-hak Konstitusional atas kebebasan dan
keamanan pribadi serta kebebasan bergerak. 93

142. Pada 9 Mei 2005, Pengadilan Tinggi menetapkan bahwa pembatasan untuk
mencegah kerugian pada tatanan konstitusional dan pelanggaran kehormatan dan
nama baik Negara sebagai tidak konstitusional. Kejelasan juga diupayakan menenai
kekuasaan dan prosedur bagi pihak berwenang untuk memeriksa pemberitahuan
adanya perkumpulan dan demonstrasi dan untuk memberlakukan syarat-syarat.
Setelah penetapan ini, Presiden mengembalikan Undang-Undang tersebut kepada
Parlemen Nasional pada 18 Juli dengan permintaan untuk “perumusan ulang statuta
tersebut sesuai dengan keputusan-keputusan Pengadilan Tinggi.” Pada 18 Juli
Parlemen Nasional mengesahkan Undang-Undang tersebut dengan menghapuskan
dua ayat yang oleh Pengadilan Banding diputuskan tidak konstitusional. Penting
juga bahwa undang-undang ini menetapkan bahwa untuk setiap keputusan pihak
berwenang, berdasarkan undang-undang ini bisa diajukan banding ke pengadilan.
Satu versi revisi undang-undang ini akhirnya ditetapkan mulai berlaku pada bulan
Januari 2006.

Undang-Undang Pidana

143. Pasal 96 Konstitusi menetapkan bahwa Parlemen Nasional mengesahkan Pemerintah


untuk menyusun dan menyetujui satu Undang-Undang Pidana yang akan
mengkriminalisasi pencemaran nama baik dan dengan demikian membatasi hak atas
kebebasan ekspresi.

Dewan Menteri selanjutnya membahas dan menyetujui satu rancangan Undang-


Undang Pidana yang sesuai dengan pengesahan parlemen ini tetapi Undang-Undang
ini tidak diberlakukan oleh Presiden karena kerasnya kritik dari masyarakat sipil
terhadap ketentuan pidana mengenai pencemaran nama baik. Akan tetapi diskusi-
diskusi tidak resmi berlangsung antara Presiden dan Perdana Menteri dengan tujuan
mengurangi hukuman untuk pencemaran nama baik dari kurungan penjara menjadi
denda. Belum dicapai kompromi dan belum dilakukan modifikasi dalam jangka
waktu yang tersedia bagi Presiden untuk memberlakukan atau sebaliknya Undang-

93
Pasal 30 dan 44 Konstitusi RDTL.

36
Undang yang telah disampaikan padanya (pasal 88 Konstitusi). Dikeluarkan masa
perpanjangan tetapi krisis politik dan sosial yang muncul di negeri ini membuat
Undang-Undang Pidana ini belum diubah.

Pada waktu laporan ini ditulis, Undang-Undang Pidana masih memerlukan revisi
dan masih belum jelas apakah pencamaran nama baik akan dikenai hukuman
penjara, ataukah denda atau yang lain. Yang luas diakui adalah bahwa Undang-
Undang ini harus diberlakukan di masa mendatang yang tidak lama karena banyak
undang-undang yang akan datang (misalnya, undang-undang mengenai Kekerasan
Domestik, Pengadilan untuk Remaja, Pelayanan Masyarakat dan Perwalian)
implementasinya tergantung pada keberadaan Undang-Undang ini. Juga diantisipasi
bahwa pemberlakuan Undang-Undang Pidana akan mengatasi kerancuan yang ada
sekarang mengenai peraturan pidana yang berlaku di Timor-Leste.

Negara dalam Keadaan Darurat

144. Pasal 25 Konstitusi menetapkan bahwa suatu negara dalam keadaan darurat “hanya
bisa diumumkan jika ada agresi efektif atau sedang akan terjadi oleh kekuatan
asing; kekacauan yang parah atau ancaman kekacauan yang parah pada tatanan
konstitusional demokratis; dan bencana umum.” Wewenang mengumumkan negara
dalam keadaan perang atau negara dalam keadaan darurat ada pada Presiden setelah
Presiden berunding dengan dengan Dewan Negara, Pemerintah, dan Dewan
Tertinggi Pertahanan dan Keamanan dan mendapatkan pengesahan dari Parlemen
Nasional. 94 Untungnya, negara dalam keadaan darurat belum pernah dideklarasikan
sejak kemerdekaan. Ini berarti bahwa keadaan-keadaan spesifik yang bisa pada
akhirnya dicakup oleh ketentuan ini masih belum jelas.

145. Penundaan hak dan kebebasan fundamental hanya bisa terjadi kalau negara dalam
keadaan perang atau negara dalam keadaan darurat telah diumumkan oleh Presiden,
seperti yang ditetapkan oleh Konstitusi. Penundaan hak-hak tersebut hanya bisa
berlangsung selama 30 hari, dengan kemungkinan perpanjangan jika benar-benar
diperlukan, dan ada kewajiban pada pihak berwenang untuk memulihkan normalitas
konstitusional secepat mungkin.

146. Penting bahwa hak-hak berikut ini tidak boleh ditunda dalam keadaan apapun: 95
• hak untuk hidup
• integritas fisik
• kewarganegaraan
• non-retroaktivitas undang-undang pidana
• pembelaan dalam perkara pidana
• kebebasan pikiran dan agama
• hak untuk tidak disiksa, diperbudak, dan diperhambakan
• hak tidak diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak berperikemanusiaan

94
Pasal 85 (g) Konstitusi RDTL.
95
Pasal 25 (5) Konstitusi RDTL.

37
atau merendahkan martabat
• jaminan non-diskriminasi.

147. Dengan perkecualian hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, semua
hak yang dianggap tidak bisa dicabut dalam berbagai macam traktat hak asasi
manusia inti juga tidak bisa dicabut menurut Konstitusi Republik.

148. Sesuai dengan Pasal 126 Konstitusi, 96 Mahkamah Agung, yang fungsi-fungsinya
sekarang dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi, memiliki wewenang untuk meninjau
perlu tidaknya tindakan Negara memberlakukan negara dalam keadaan darurat atau
negara dalam keadaan perang, dan pelaksanaan kekuasaan Negara untuk menjamin
kepatuhannya pada Konstitusi.

149. Tidak ada kesempatan lain hak bisa ditunda atau pihak berwenang diberi wewenang
untuk menggunakan kekuasaan luar biasa.

E. KERANGKA UMUM UNTUK PROMOSI HAK ASASI MANUSIA


Lembaga Nasional untuk Perlindungan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia

150. Menurut Pasal 48 Konstitusi setiap warganegara punya hak untuk menyampaikan,
secara sendiri atau bergabung dengan warganegara yang lain, petisi, keberatan, dan
klaim terhadap organ-organ kedaulatan atau pihak berwenang manapun guna
mempertahankan haknya, Konstitusi, hukum atau kepentingan umum. Untuk tujuan
itu, dua lembaga spesifik, (a) Kantor Provedor untuk Keadilan dan Hak Asasi
Manusia (Ombudsman), dan (b) Mahkamah Agung (sekarang Pengadilan Tinggi),
yang memiliki wewenang hukum untuk memeriksa pengaduan mengenai
pelanggaran hak asasi manusia, adalah lembaga-lembaga yang padanya pembelaan
itu bisa dicari. 97

151. Selain itu, sejumlah badan-badan khusus Pemerintah telah dibentuk dengan
tanggungjawab, di dalam batas-batas kompetensinya, memajukan, melindungi, dan
mempublikasikan hak asasi manusia. Badan-badan ini adalah: (c) Kantor Penasehat
Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri; (d) Kantor Penasehat untuk Perdana
Menteri mengenai Promosi Kesataraan, (e) menteri-menteri jalur kunci meliputi
Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan, Ketenagakerjaan dan Reinsersi
Komunitas, dan Keadilan, (f) Komisi Veteran; dan (g) Komite Bantuan dan
Makanan Darurat.

(a) Kantor Ombudsman untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan (Provedor de Direitos
Humanos e Justiça)

96
Pasal 126 (a) menyatakan bahwa “Mahkamah Agung berwenang, dalam hal-hal legal dan konstitusional,
meninjau dan menyatakan inkonstitusionalitas dan ilegalitas tindakan-tindakan normatif dan legislatif oleh
organ-organ Negara.”
97
Pasal 126 Konstitusi RDTL.

38
152. Pasal 27 Konstitusi Timor-Leste menetapkan pembentukan Kantor Ombudsman
untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, yang secara umum disebut “Provedor”,
satu lembaga kunci yang memajukan dan melindungi hak asasi manusia di Timor-
Leste. Ketentuan Konstitusional ini diberlakukan dengan Undang-Undang No.
7/2004 Statuta Kantor Provedor untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, yang
membentuk Kantor ini sebagai: satu mekanisme pengawasan yang
bertanggungjawab untuk mempelajari dan menemukan penyelesaian untuk laporan-
laporan warganegara mengenai penyalahgunaan kekuasaan negara (mencakup
PNTL dan F-FDTL); mensertifikasi kesesuaian tindakan-tindakan dengan hukum;
mencegah ketidakadilan; dan memulai proses untuk penyelesaian ketidakadilan. 98

153. Sebagai bagian dari tanggungjawab luas ini Kantor Provedor diberi wewenang luas:
• menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia, kebebasan, dan jaminan,
penyalahgunaan kekuasaan, mal-administrasi, ilegalitas, ketidakadilan nyata dan
tidak adanya proses yang adil, serta nepotisme, kolusi, pengaruh dan korupsi;
• mengawasi berfungsinya otoritas publik, terutama Pemerintah, badan-badannya
dan instansi-instansi swasta yang menjalankan fungsi dan pelayanan negara dan
bisa melakukan penyelidikan mengenai pelanggaran sistematis atau luas hak
asasi manusia, mal-administrasi atau korupsi;
• meninjau legislasi untuk menjamin kepatuhan dengan Konstitusi dan standar hak
asasi manusia ineternasional, mengintervensi dalam kasus-kasus pengadilan,
membuat rekomendasi mengenai ratifikasi instrumen-instrumen hak asasi
manusia internasional, dan melakukan kampanye-kampanye publik mengenai
hak asasi manusia;
• meminta Mahkamah Agung untuk meninjau ketidak-konstitusionalan
pengabaian tindakan legislatif yang dianggap perlu untuk memungkinkan
pelaksanaan Konstitusi; 99

154. Setiap orang bisa mengajukan laporan mengenai tindakan atau pengabaian oleh
badan-badan negara kepada Provedor, yang harus melakukan suatu peninjauan,
tanpa wewenang memutuskan, dan mengajukan kepada badan-badan yang
berwenang rekomendasi-rekomendasi yang dianggap tetap untuk mencegah atau
mengatasi ilegalitas atau ketidakadilan. 100 Mengenai yang terakhir, Provedor juga
diberi mandat untuk memediasi dan melakukan konsiliasi antara pelapor dan badan
yang dilaporkan.

155. Unsur besar lain mandat Provedor adalah penjangkauan publik dan pemajuan hak
asasi manusia dan pemerintahan yang baik. Legislasi pemerintah secara spesifik
menetapkan bahwa Provedor harus membuat masyarakat umum mengetahui
keberadaan dan mandatnya. Legislasi ini juga mencakup sejumlah penjagaan yang
penting, seperti menyatakan bahwa menghalangi secara sadar Kantor Provedor

98
Pasal 5, Statuta Kantor Provedor untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, Undang-Undang No. 7/2004
tanggal 26 Mei 2004.
99
Pasal 151 Konstitusi RDTL.
100
Pasal 27 Undang-Undang No. 7/2004 tanggal 26 Mei 2004.

39
memenuhi fungsi-fungsinya adalah tindakan pelanggaran, serta ketentuan untuk
transparansi finansial Kantor ini. Staf sejumlah 18 orang akan mencakup personil
penjangkauan distrik.

156. Menurut pasal 34 undang-undang yang mengaturnya, Kantor Provedor setiap tahun
melapor kepada Parlemen Nasional mengenai pelaksanaan tugas-tugasnya. Kantor
ini juga diberi mandat untuk mengkoordinasikan dan bekerjasama dengan lembaga-
lembaga sejenis yang lain dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, dan jika
diharuskan keadaan, Provedor bisa memutuskan berbicara langsung kepada publik;
mengeluarkan komunike atau menerbitkan informasi mengenai pendapat,
rekomendasi, dan laporan-laporan mengenai kasus-kasus spesifik atau kegiatannya.

157. Provedor yang sekarang dipilih pada 29 Maret 2005, sesuai dengan persyaratan
Konstitusi mengenai pemilihan Provedor oleh Parlemen Nasional melalui suara
mayoritas absolut. 101 Pada bulan Juni 2005, Provedor diambil sumpah jabatan oleh
Parlemen Nasional. Dua orang wakil provedor – satu mengenai hak asasi manusia
dan satu mengenai anti-korupsi dan mal-administrasi – dipilih oleh Provedor dan
juga disumpah oleh Parlemen Nasional tidak lama sesudahnya. Prioritas dalam
tahap pembentukan Kantor Provedor adalah perekrutan pegawai, pelatihan,
penyusunan satu rencana strategis; dan pembentukan satu sistem penanganan
laporan.

158. Anggaran yang sekarang hanya disediakan untuk 12 orang pegawai substantif, selain
Provedor dan Wakil Provedor. Pos-pos ini sekarang sedang diisi. Akan teatpi
alokasi ini jelas tidak mencukupi agar Provedor bisa melaksanakan dengan baik
tugas-tugasnya, dan anggaran yang lebih luas telah dibuat untuk tahun anggaran
2006-2007 yang baru-baru ini disahkan oleh Dewan Menteri dan belum dibahas
oleh Parlemen. Pelatihan pengenalan untuk pemberantasan korupsi dan hak asasi
manusia telah dilaksanakan pada 2005 dan pelatihan pengenalan untuk mal-
administrasi telah dilaksanakan pada Januari 2006. Setelah seluruh pegawai
terpenuhi akan dilakukan pelatihan intensif.

159. Prioritas akan diberikan pada Kantor Provedor sebagai bagian dari program
keseluruhan dukungan untuk lembaga-lembaga hak asasi manusia yang diusulkan
oleh Pemerintah. Kantor ini akan diperkuat agar memungkinkannya melakukan
penyeledikan penuh semua kasus korupsi dan penyalahgunaan aset negara dan
pelanggaran ketentuan yang dilaporkan, termasuk yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Ini adalah tugas yang kritis jika kepercayaan rakyat kepada sektor ini hendak
ditingkatkan.

160. Kerjasama dari departemen-departemen dan badan-badan penting – termasuk Kantor


Jaksa Agung dan Inspektur Jenderal, Perdana Menteri, OPE, PNTL, dan F-FDTL –
juga penting bagi keberhasilan Kantor Provedor dalam menangani pelanggaran hak
asasi manusia, mal-administrasi, dan korupsi. Oleh sebab itu Kantor ini sedang
101
Pasal 7 (3) Statuta Kantor Provedor untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, Undang-Undang No.
7/2004 tanggal 26 Mei 2004.

40
merencanakan membuat Nota Kesepahaman tahun selanjutnya untuk membimbing
hubungan kerja dengan badan-badan penting. Juga dibuat rencana mengenai
pembentukan satu jaringan ORNOP. Kantor-kantor regional sangat mendasar untuk
menjamin bisa dijangkaunya Provedor oleh rakyat. Provedor berencana membuka
dua kantor regional pada tahun 2008.

161. Setelah diskusi-diskusi dengan Bank Dunia dan USAID, sekarang sedang
dilaksanakan program dukungan untuk Kantor Provedor bernilai $ 850.000. Proyek
Bank Dunia yang sekarang akan berlangsung sampai 2006. Dukungan multilaral
dan bilateral lain sekarang sedang dicari dan jelas bahwa Kantor ini memerlukan
dukungan besar untuk jangka waktu tertentu. Seperti dicatat di atas, Pemerintah
juga akan perlu meningkatkan besar-besaran alokasi anggaran negara untuk Kantor
Provedor agar Kantor ini bisa melaksanakan tugas-tugas yang dimandatkan
padanya.

(b) Mahkamah Agung/Pengadilan Tinggi

162. Mahkamah Agung diberi wewenang untuk meninjau dan menyatakan


inkonstitusionalitas dan ilegalitas tindakan normatif dan legislatif oleh organ-organ
Negara. 102 Ketika Mahkamah Agung belum ada, Pengadilan Tinggi diberi
tanggungjawab ini.

Peran Badan-Badan Khusus Pemerintah 103

163. Karena arti penting yang diberikan Pemerintah pada pemajuan hak asasi manusia
dan kesetaraan gender, kantor-kantor khusus dibentuk di dalam cabang eksekutif
pemerintah untuk membantu menyusun kebijakan dan program di bidang-bidang
tersebut. Ini mencakup Kantor Penasehat untuk Perdana Menteri mengenai Promosi
Kesetaraan (OPE) dan Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana
Menteri, yang keduanya bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri.

(c) Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri

164. Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri (GADH) berfungsi di
bawah otoritas langsung Perdana Menteri. Kantor ini dibentuk untuk menyusun
kebijakan-kebijakan kelembagaan mengenai pemerintahan yang baik dan hak asasi
manusia untuk Pemerintah. Tugasnya adalah mempromosikan, melaksanakan, dan
memperkuat mekanisme-mekanisme penyelesaian hak asasi manusia di seluruh
negeri melalui pembuatan strategi, program, dan kebijakan. Untuk itu, Kantor ini
melakukan peninjauan atas rancangan legislasi, kebijakan, dan program Pemerintah
dari perspektif hak asasi manusia. GADH memberikan nasehat mengenai
pembentukan dan fungsi lembaga-lembaga hak asasi manusia di negeri ini,
meninjau kurikulum, dan memberikan pengarahan yang diperlukan mengenai

102
Pasal 126 Konstitusi RDTL.
103
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program, Rights, Justice and Equality’ (April 2005), halaman 18.

41
pelatihan hak asasi manusia untuk pejabat-pejabat sektor publik dan masyarakat
sipil. Kantor ini memberi nasehat kepada Pemerintah mengenai ratifikasi konvensi-
konvensi hak asasi manusia dan membantu pelaksanaan kewajiban Timor-Leste
yang berasal dari traktat-traktat hak asasi manusia. Kantor ini menjadi penghubung
antar berbagai kantor termasuk Kantor Inspektur Jenderal untuk mempromosikan
mekaniskme-mekanisme kelembagaan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
menyusun laporan-laporan berkala, yang berisi informasi statistik dan analisis
mengenai hak asasi manusia.

165. Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri bertanggungjawab atas
pemberian nasehat, rekomendasi, dan mempelajari masalah-masalah dan persoalan-
persoalan yang terkait dengan hak asasi manusia, pemerintahan yang baik, dan
administrasi negara. Kantor ini mendukung definisi program pendidikan dan latihan
yang terkait dengan hak asasi manusia dan pemerintahan yang baik serta diharapkan
memelihara hubungan kerja yang dekat dengan berbagai badan lain Pemerintah dan
negara donor dalam hal-hal yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan
pemerintahan.

166. Selama 2005, Kantor ini melaksanakan empat program inti berikut ini:104

167. Koordinasi dan Penyusunan Rencana Aksi Hak Asasi Manusia Nasional
• Mengikuti pengarahan Perdana Menteri, Kantor Penasehat telah diangkat
sebagai koordinator untuk pemajuan dan pengembangan Rencana Aksi Hak
Asasi Manusia Nasional untuk Timor Leste (National Human Rights Action Plan
for Timor-Leste – NHRAP). Untuk itu, Kantor ini mengkoordinasikan satu
kelompok kerja mengenai NHRAP dan telah melakukan berbagai seminar dan
kegiatan sosialisasi sejak 2004.

168. Implementasi Traktat-Traktat Internasional oleh Pemerintah


• Mengikuti rekomendasi-rekomendasi seminar konsultatif mengenai
‘Pengembangan Rencana Aksi’ pada bulan Januari 2004, Perdana Menteri
meminta setiap Kementerian, Sekretaris Negara, dan pihak berwenang distrik
untuk mengangkat satu orang sebagai Pejabat Focal Point Hak Asasi Manusia
(Human Rights Focal Point Officer – HRFPO) dengan tanggungjawab untuk
bekerja mengenai semua hal yang terkait dengan hak asasi manusia dan
pemerintahan yang baik. 105
• Selanjutnya, semua kementerian, sekretaris negara, dan distrik masing-masing
mengangkat seorang Focal Point Hak Asasi Manusia yang bertanggungjawab
memajukan dan menyebarkan standar hak asasi manusia ke badan-badan
pemerintah masing-masing; menjamin masukan badan masing-masing dalam
proses penyusunan laporan traktat; dan memberikan informasi kepada Kantor
Penasehat Hak Asasi Manusia mengenai masalah-masalah hak asasi manusia
yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh Kantor ini.
• Untuk mengkonsolidasikan kerja HRFPO, Kantor Penasehat memberikan
104
Laporan Kegiatan kepada Perdana Menteri (Semester Pertama, 2005).
105
Presentasi mengenai Focal Points kepada Pemerintah Swiss (2006).

42
pelatihan dan dukungan, dan telah mengadakan pertemuan teratur di berbagai
distrik (Manatuto, Manufahi, Ainaro, dan Baucau) untuk membahas keadaan
hak asasi manusia dalam masyarakat yang terkait dengan masalah hak asasi
manusia prioritas yang diidentifikasi oleh NHRAP (kesehatan, pendidikan,
keamanan, infrastruktur, pertanian, dan keadilan).

169. Kehadiran Timor-Leste dalam Konferensi Internasional


• Dalam tahun-tahun terakhir Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia telah
diundang ambil bagian dalam berbagai seminar dan konferensi regional. Akan
tetapi, Kantor ini belum pernah bisa menghadiri sidang Komisi Hak Asasi
Manusia di Jenewa karena kekurangan dana dan dukungan.

170. Memberi masukan kepada Perdana Menteri mengenai masalah-masalah terkait hak
asasi manusia.
• Kantor Penasehat memproduksi laporan berkala untuk memberi tahu Perdana
Menteri keadaan hak asasi manusia di distrik-distrik, khususnya di bidang-
bidang yang diuraikan garis besarnya dalam NHRAP dan setiap masalah yang
memerlukan perhatian khusus seperti sanksi disipliner untuk anggota-anggota
PNTL, kebebasan berekspresi, keadilan, dan pajak. Kantor ini juga
memproduksi analisis kesesuaian undang-undang dan regulasi dengan hak asasi
manusia dan terlibat dalam merancang lesislasi untuk pembentukan Kantor
Provedor.
• Kantor ini dan mandatnya ditambahkan pada Pemerintah baru pada Tahun
Fiskal 2003/2004. Anggaran yang dialokasikan pada kantor ini untuk Tahun
Fiskal 2004/2005 adalah $ 20.000.

(d) Kantor Penasehat untuk Perdana Menteri mengenai Promosi Kesetaraan (OPE)

171. Melalui lobby yang sukses oleh jaringan ONROP dan, terutama sebagai hasil dari
Kongres Perempuan Nasional Pertama tahun 2000, Pemerintah Timor-Leste
memperlihatkan komitmennya pada perwujudan kesetaraan antara perempuan dan
laki-laki dengan membentuk Kantor untuk Promosi Kesetaraan (OPE) pada bulan
September 2001. OPE adalah badan penasehat yang bertanggungjawab langsung
kepada Perdana Menteri. 106 Pada waktu penulisan laporan ini, OPE tidak punya
undang-undang organik sendiri. Tetapi, kegiatan-kegiatan perencanaan strategis
pada bulan Oktober 2005 (didukung oleh UNIFEM) mengidentifikasi kebutuhan
untuk merancang undang-undang ini sebagai prioritas. Sekarang ini, Penasehat
Promosi Kesetaraan tidak punya kursi pada Dewan Menteri.

172. Mandat OPE antara lain adalah mengembangkan strategi dan metodologi yang
cocok untuk mengarus-utamakan perspektif peka gender dalam semua kebijakan
dan program pemerintah. OPE juga bertanggungjawab untuk memajukan
peningkatan partisipasi perempuan, sebagai pelaku aktif dan penerima manfaat
proses pembangunan, melalui pembentukan hubungan yang efektif dengan cabang-

106
Pasal 8 Undang-Undang Dekrit No. 3/2005 mengenai Perombakan Pemerintah Konstitusional Pertama.

43
cabang relevan Pemerintah, ONROP, organisasi-organisasi perempuan, media,
penelitian, lembaga-lembaga akademis dan pendidikan, serta sektor swasta.

173. OPE juga bertanggungjawab untuk pemajuan perspektif peka gender dalam semua
inisiatif reformasi hukum. Akan tetapi, karena keterbatasan sumberdaya finansial
dan manusia, ia masih harus membuat sumbangan substantif pada bidang
peninjauan legislatif.

174. OPE tidak punya mandat untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia atas
dasar jenis kelamin dan gender. Tetapi, sangat penting dalam merekam
pengalaman-pengalaman perempuan selama pendudukan Indonesia, melalui
publikasi ‘Hakerek ho Ran’ (‘Ditulis dengan Darah’) yang juga diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris.

175. Sejak Juli 2004, OPE melaksanakan empat program inti berikut ini:
• Mengarus-utamakan gender dalam semua sektor Pemerintah
• Memajukan budaya kesetaraan di Timor-Leste
• Memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi kekerasan berbasis gender
• Mendukung pemberdayaan perempuan.

176. Program-program ini akan dibahas lebih rinci dalam bagian belakangan mengenai
‘Pengarus-utamaan Gender’ dan juga dalam Dokumen Spesifik Traktat CEDAW.

177. Selain Penasehat mengenai Promosi Kesetaraan, lima staf nasional dan satu
penasehat internasional bertugas dalam OPE. Sejak 2001, UNFPA mendukung
program OPE mengenai penguatan kapasitas nasional untuk mengatasi kekerasan
berbasis gender. Tim yang ada sekarang terdiri dari dua orang staf nasional dan satu
manajer proyek internasional.

178. Anggaran yang dialokasikan kepada OPE adalah USD 65.000 untuk Tahun Fiskal
2005/2006 dan diharapkan ini akan ditingkatkan menjadi USD 69.000 (belum
disetujui) dalam Tahun Fiskal 2006/2007.

(e) Komisi Nasional Hak Anak (CNDC)

179. Pada Februari 2005, Perdana Menteri Timor-Leste, Dr. Mari Alkatiri menyatakan
secara resmi:

180. “Satu Komisi Nasional Hak Anak (CNDC) harus dibentuk, beroperasi langsung di
bawah pengarahan saya.”

181. Badan Penasehat untuk Komisi Nasional akan terdiri dari Menteri Luar Negeri dan
Kerjasama; Perencanaan dan Keuangan; Pendidikan dan Kebudayaan; Kesehatan;
Keadilan; Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas; Penasehat Hak Asasi
Manusia untuk Perdana Menteri; Jaksa Agung; seorang wakil Keyakinan Agama,
seorang wakil organisasi non-pemerintah dan seorang wakil anak-anak.

44
182. Badan Penasehat, pada sidang pertamanya, harus memutuskan susunan Sekretariat
Komisi Nasional, yang harus memasukkan wakil-wakil badan-badan pemerintah
dan masyarakat sipil, serta anak-anak. Dalam sidang ini, Badan ini juga memilih
Komisaris Nasional Hak Anak, berdasarkan proses seleksi kompetitif untuk
menjamin bahwa Komisaris Nasional memiliki pengalaman dan keahlian untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan CNDC, integritas yang terbukti, dan
pengetahuan yang solid mengenai prinsip-prinsip hak asasi manusia umumnya dan
hak anak khususnya. Ia juga harus dikenal dalam masyarakat dan memiliki tingkat
independensi dan imparsialitas yang tinggi.

183. Komisi Nasional Hak Anak memiliki misi:


• mendukung proses pelaksanaan Undang-Undang Hak Anak;
• menasehati Pemerintah dan badan-badan Negara yang relevan mengenai
penerapan Undang-Undang Hak Anak dan legislasi atau tindakan lain yang
terkait dengan hak anak;
• memajukan penerapan Undang-Undang Hak Anak dan legislasi atau tindakan
lain yang terkait dengan hak anak;
• mewaspadakan Pemerintah pada keadaan yang berpengaruh pada anak-anak
atau hak mereka yang memerlukan perhatian mendesak atau khusus;
• menjamin bahwa semua tindakan pemerintah, dan tindakan semua otoritas
publik, menjadikan kepentingan tinggi anak sebagai perhatian fundamental;
• mengkoordinasikan tindakan berbagai departemen pemerintah, dan otoritas
publik pada tingkatan distrik, subdistrik, dan suco, dalam hal-hal yang
mempengaruhi anak-anak;
• memantau kecenderungan dalam kenyataan negara ini yang berpengaruh pada
anak-anak dan hak mereka;
• mempromosikan kepentingan umum dan membuat peka masyarakat sipil pada
anak-anak dan hak mereka; dan
• mengkoordinasikan kerjasama internasional di bidang ini.

Kementerian Pemerintah

184. Sementara semua kementerian pemerintah menyumbang dalam berbagai cara untuk
promosi hak, kementerian-kementerian jalur kunci berikut ini memiliki mandat
spesifik di bidang promosi hak:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

185. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah departemen pemerintah yang


bertanggungjawab atas perancangan, pelaksanaan, koordinasi, dan penilaian
kebijakan untuk bidang pendidikan dan kebudayaan serta untuk bidang-bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di antara tanggungjawab spesifiknya, Kementerian ini
dimandatkan untuk menjamin perlindungan anak, literasi dan pengajaran, dan

45
melindungi hak anak yang terkait dengan penciptaan seni dan sastra. 107

Kementerian Kesehatan

186. Kementerian Kesehatan adalah departemen pemerintah yang bertanggungjawab


untuk perancangan, pelaksanaan, koordinasi, dan penilaian kebijakan-kebijakan di
bidang-bidang kesehatan dan farmasi. Tujuan Kementerian ini adalah menjamin
rakyat akses pada pelayanan kesehatan melalui pembentukan, regulasi, dan
pengembangan suatu sistem kesehatan berbasis kebutuhan nyata dan sejalan dengan
sumberdaya yang tersedia, menempatkan pengutamaan khusus pada ekuitas sistem
dan memberi prioritas pada kelompok-kelompok yang paling rentan dengan
mempromosikan, jika mungkin, partisipasi aktif masyarakat sipil. 108

Kementerian Kehakiman

187. Kementerian Kehakiman bertanggungjawab untuk perancangan, pelaksanaan,


koordinasi, dan penilaian kebijakan-kebijakan di bidang keadilan dan hukum
temasuk secara khusus mengusulkan reformasi legislatif yang diperlukan untuk
menjamin koherensi dan efektivitas sistem hukum. Tanggungjawab lain meliputi:
menetapkan dan menjamin mekanisme yang memadai untuk menjamin hak
kewarganegaraan orang Timor-Leste dan mempromosikan penyebarluasan hak-hak
tersebut; 109 meregulasi dan mengelola sistem penjara, pelayanan reintegrasi sosial,
dan pelayanan pembela umum; 110 menjamin mekanisme-mekanisme untuk bantuan
hukum dan bantuan untuk warganegara yang paling tidak beruntung. 111

Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas

188. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas bertanggungajwab atas


perancangan, pelaksanaan, koordinasi, dan penilaian kebijakan untuk bidang-bidang
tenaga kerja, lapangan kerja, dan reinsersi komunitas. Secara khusus Kementerian
ini diberi mandat:
• mengusulkan kebijakan dan rancangan regulasi untuk bidang lapangan kerja,
keamanan, higiene, dan kesehatan di tempat kerja, dan untuk penetapan upah
minimum;
• merancang dan melaksanakan sistem keamanan sosial untuk pekerja;
• menjamin penempatan kembali veteran dan mantan pejuang ke dalam
masyarakat;
• mendorong dipekerjakannya pekerja Timor-Leste di luar negeri serta meregulasi
dan mendorong kerja orang asing di Timor-Leste.

107
Pasal 25 (1) (b) dan (e) Undang-Undang Dekrit mengenai Perombakan Pemerintah Konstitusional
Pertama No. 3/2005.
108
Pasal 2 Struktur Organik Kementerian Kesehatan, Undang-Undang Dekrit No. 5/2003.
109
Pasal 2 (1) (c) Struktur Organik Kementerian Kehakiman, Undang-Undang Dekrit No. 3/2003.
110
Pasal 27 (1) (d) Undang-Undang Dekrit No. 3/2005.
111
Pasal 2 (1) (g) Struktur Organik Kementerian Kehakiman, Undang-Undang Dekrit No. 3/2003.

46
189. Menurut rancangan Undang-Undang Organik untuk Kementerian ini, ia juga
bertanggungjawab mempromosikan pemahaman nasional, budaya, multi-rasial,
mengenai penduduk pribumi; pengungsi dan orang yang tersingkir dari kampung
halaman; dan pekerja migran.

190. Melalui program RESPECT (Recovery, Employment and Stability Program for Ex
Combatants and Communities in Timor-Leste – Program Pemulihan, Pekerjaan, dan
Stabilitas untuk Mantan Pejuang Bersenjata dan Masyarakat di Timor-Leste), yang
didukung oleh Pemerintah Jepang dan UNDP, Divisi Veteran pada Kementerian ini
berusaha bekerja ke arah perbaikan keadaan kehidupan antara lain orang lanjut usia,
janda, yatim-piatu, dan korban perang. Program ini juga mendukung suatu inisiatif
untuk Komisi Mantan Pejuang Bersenjata dan Komisi Veteran Falintil untuk
mengumpulan data mengenai jumlah veteran di negeri ini melalui serangkaian
kunjungan distrik. Silakan lihat di bawah.

191. Divisi Veteran juga memberikan bantuan kemanusiaan dalam bentuk antara lain
perumahan, makanan, tikar, alat dapur, beras, gula, jaring ikan, dan perahu,
memberikan bantuan finansial untuk mendukung proyek kecil dan melakukan
pelatihan keterampilan untuk para veteran dan mantan pejuang. Pelatihan ini baru-
baru ini diberikan di bidang keterampilan kelistrikan dan pertukangan kayu.
Dikatakan bahwa, meskipun ada upaya-upaya tersebut, masih diperlukan perhatian
besar kepada veteran perempuan dan bagaimana mereka bisa mendapatkan manfaat
dari dukungan pemerintah. 112 Satu ORNOP perempuan nasional memang telah
menyatakan bahwa sekarang ini perempuan tidak mendapatkan manfaat setara dari
upaya-upaya bantuan kemanusiaan ini. 113

Sekretariat Negara untuk Pemuda dan Olahraga

192. Sekretariat Negara untuk Pemuda dan Olahraga adalah departemen pemerintah yang
bertanggungjawab untuk perancangan, pelaksanaan, koordinasi, dan penilaian
kebijakan-kebijakan untuk bidang-bidang promosi kesejahteraan dan
pengembangan pemuda, pendidikan jasmani dan olahraga, seperti yang
didefinisikan dan disahkan oleh Dewan Menteri.

Focal Points Hak Asasi Manusia dan Focal Points Gender


193. Seperti yang disebutkan di atas, pada 2004 Focal Points Hak Asasi Manusia di
seluruh Pemerintah dan distrik-distrik juga diangkat untuk menjamin masukan dari
badan mereka masing-masing dalam proses pelaporan traktat hak asasi manusia dan
Rencana Aksi Nasional. Focal Points bertanggungjawab untuk mengumpulkan data
guna penyusunan laporan traktat dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
dan untuk mengintegrasikan hak ke dalam bidang portofolio mereka masing-
masing. Focal Points ini diangkat atas dasar “Melatih Pelatih” dengan tujuan untuk
meningkatkan kesadaran hak asasi manusia dan dengan demikian memperkuat

112
L. Cattleya, ‘Gender Equality: Contribution for CSP I Report: First Half of the FY 2005/2006’.
113
Ibid.

47
kapasitas pejabat-pejabat pemerintah untuk memantau hak asasi manusia. Focal
Points Distrik merupakan mekanisme penghubung yang digunakan untuk
mensosialisasikan proses pelaporan dan mengumpulkan data serta mendorong
partisipasi masyarakat pada tingkat lokal.

194. Pada tahun yang sama, Kantor Promosi Kesetaraan menunjuk sejumlah Focal Points
Gender di kementerian-kementerian tertentu dan di distrik-distrik. Focal Points
Gender diberi tugas menyelenggarakan latihan tingkat distrik mengenai hak
perempuan dan persoalan perempuan. Mereka juga penting dalam penyelenggaraan
Kongres Perempuan Nasional tahun 2000 dan 2004.

(f) Komisi Veteran

195. Selama perlawanan 24 tahun, banyak orang memberikan sumbangan pada


perjuangan bersenjata, baik sebagai bagian dari Falintil (Forças Armadas de
Libertação Nacional de Timor-Leste, Angkatan Bersenjata Pembebasan nasional
Timor-Leste) atau unit-unit milisi pro-kemerdekaan yang dibentuk antara 1975 dan
1979. Keterlibatan mereka dalam perlawanan bersenjata sekarang ini membuat
mereka berada dalam keadaan tidak menguntungkan. Tidak hanya kemampuan
mereka terbatas untuk melanjutkan memberikan sumbangan bagi pembangunan
bangsa, tetapi lebih khusus lagi, kemampuan mereka terbatas untuk menopang diri-
sendiri dan keluarga mereka. Setelah lama menjalani hidup di hutan, banyak mantan
pejuang bersenjata tidak memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk
mendapatkan pekerjaan atau penghidupan dasar. Ini terutama terjadi pada orang-
orang yang memilih tidak menjalani karir militer di dalam angkatan bersenjata baru.
Banyak lainnya yang hidup dengan cacat fisik. Perjuangan juga meninggalkan
negeri ini dengan ribuan janda dan anak yatim dari pejuang-pejuang yang mati.

196. Untuk memberikan penghormatan dan penghargaan yang layak, dan mengarahkan
penyusunan kebijakan yang bisa memberikan dukungan memadai kepada mantan
pejuang bersenjata dan keluarga mereka, Presiden melalui Keputusan Presiden No,
01/Set/2002 tanggal 9 September 2002 membentuk Komisi untuk Mantan Pejuang
Bersenjata (Comissão para os Assuntos de Antigos Combatentes – CAAC) dan
Komisi Veteran Falintil (Comissão para os Assuntos dos Veteranos das Falintil –
CAVF). Tujuan kedua komisi ini adalah mengidentifikasi dan menetapkan kriteria
untuk penggolongan mantan pejuang persenjata dan veteran Falintil, dan untuk
merekomendasikan pilihan-pilihan kebijakan untuk mengatasi kebutuhan-
kebutuhan para veteran ini.

197. Melalui pembagian daftar pertanyaan dan konsultasi umum, kedua Komisi ini
sekarang telah mendaftar lebih dari 37.000 veeran dan mantan pejuang bersenjata,
di antaranya 22.000 masih hidup. Dipilah menurut jenis kelaminnya, data ini
menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari yang terdaftar adalah perempuan. 114

198. Awalnya, perempuan tidak digolongkan sebagai veteran pejuang. Tetapi, OPE dan

114
L. Cattleya, ‘Gender Equality: Contribution for CSP I Report: First Half of the FY 2005/2006’.

48
UNIFEM mengangkat masalah ini secara terbuka pada Hari PBB tahun 2004,
menegaskan bahwa tidak dimasukkannya perempuan pada daftar pejuang bersenjata
kemungkinan bertentangan dengan paragraf 13 Resolusi Dewan Keamanan No.
1325 yang “mendorong semua yang terlibat dalam perencanaan perlucutan senjata,
demobilisasi, dan reintegrasi untuk mempertimbangkan berbagai kebutuhan yang
berbeda perempuan dan laki-laki mantan pejuang bersenjata dan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungan mereka.” Hasilnya,
perempuan dimasukkan dalam daftar ini dan sekarang berhak mendapatkan
tunjangan yang diberikan Pemerintah.

199. Kedua Komisi ini menyelesaikan kerjanya dan menyampaikan satu laporan akhir
kepada Presiden bulan Juni 2004, yang kemudian menyampaikan laporan tersebut
ke Parlemen dan Pemerintah untuk menjadi masukan bagi perumusan undang-
undang dan kebijakan mengenai masalah veteran. Setelah debat panjang, Parlemen
akhirnya menyetujui Undang-Undang No. ... /2006, Maret 2006 mengenai masalah
Veteran dan Mantan Pejuang Bersenjata.

(g) Tim Bantuan dan Distribusi Makanan Darurat

200. Karena keadaan iklim yang buruk, produksi makanan Timor-Leste kurang dari yang
dibutuhkan untuk keperluan penduduknya 115 yang menyebabkan ketidakamanan
pangan yang luas. Kurang tersedianya dan bisa didapatnya makanan ini berdampak
negatif besar pada status gizi dan kesehatan penduduk (khususnya anak-anak,
perempuan, dan orang lanjut usia) karena bisa memperlemah sistem kekebalan
tubuh yang membuat orang menjadi sasaran penyakit. Timor-Leste termasuk negara
Asia yang paling rentan terhadap kekurangan gizi dengan tingkat sangat tinggi
keterbelakangan pertumbuhan, lemah fisik, dan kurang berat badan di kalangan
anak-anak usia di bawah lima tahun. 116

201. Tahun 2005, setelah penelitian kerentanan oleh Program Pangan Dunia (World Food
Program) untuk menganalisis tiga dimensi keamanan pangan: produksi bahan
makanan; akses pada makanan; dan pemanfaatan bahan makanan dan gizi, Perdana
Menteri Dr. Mari Alkatiri membentuk Tim Bantuan Makanan Darurat untuk
melakukan tindakan darurat bantuan makanan untuk mengurangi kekurangan
pangan yang dialami oleh penduduk Timor-Leste.

202. Tim ini terdiri dari departemen-departemen pemerintah termasuk Kementerian


Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas (Ketua), Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Transport, Pekerjaan Umum, dan Telekomunikasi, Kementerian
Perencanaan dan Keuangan, Kementerian Administrasi Negara, Kementerian
Pertahanan, dan F-FDTL. Badan-badan termasuk WFP, IOM, FAO, dan GTZ, dan
organisasi-organisasi masyarakat sipil seperti CVTL-ICIR, Oxfam International,
Care International, dan Concern Worldwide juga bagian dari tim ini. Satu tim

115
Informasi diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas, Oktober 2005.
116
Demographic Health Survey (2004) dan MICS (2002).

49
tingkat distrik terdiri dari para Administrator Distrik, Pejabat Pelayanan Sosial,
Pejabat Pembangunan Distrik, dan berbagai kelompok lain juga dibentuk.

203. Dua prioritas segera untuk tim ini adalah pemberian dukungan bantuan makanan
untuk 150.000 orang setelah terjadinya kondisi iklim yang menyimpang di Timor-
Leste pada pada awal 2005 dan pengurangan dampak negatif kekurangan pangan
terhadap kesehatan dan kesejahteraan kelompok-kelompok rentan yang
membutuhkan.

(h) Mekanisme pelaporan rujukan PNTL

204. Pasal 2 Undang-Undang Organik untuk Kementerian Dalam Negeri mengharuskan


Kementerian ini menjamin hubungan yang benar antara PNTL dan masyarakat.
Mandat ini dilaksanakan melalui dua mekanisme pelaporan dan penyelidikan:

Kantor Etika Profesional


205. Kantor Etika Profesional (Professional Ethics Office – PEO) bekerja di bawah
pengawasan langsung Komandan Polisi dan bertugas melakukan penelitian,
penyelidikan, dan proses disipliner mengenai laporan-laporan terhadap petugas
PNTL, seperti yang ditetapkan oleh Komandan PNTL. 117 Komandan Distrik/PEO
diberi wewenang untuk menangani kasus-kasus yang hukumannya tidak melebihi
penangguhan selama lebih dari dua bulan. Kantor pusat PEO di Dili dengan 13
kantor cabang juga beroperasi, satu di setiap distrik.
Kantor Inspektorat, Kementerian Dalam Negeri

206. Didirikan pada bulan September 2004, Inspektorat memiliki wewenang disipliner
atas seluruh struktur dan lembaga yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri
(MINT) yang juga mencakup PNTL. 118 Inspektorat terdiri dari lima anggota yang
mewakili berbagai kantor dengan satu orang anggota dari Kantor Penasehat Hak
Asasi Manusia untuk Perdana Menteri. Setiap individu atau organisasi bisa
mengajukan laporan terhadap/mengenai staf PNTL atau anggota lain Kementerian
ini kepada Inspektorat.

Hak Asasi Manusia dalam Parlemen

207. Parlemen Nasional, satu-satunya badan perwakilan bangsa ini, berperan penting
sebagai pengawal hak dan kebebasan dalam pengembangan kerangka legislatif
Timor-Leste. Ia memiliki kompetensi spesifik untuk membuat undang-undang
mengenai hak, kebebasan, dan jaminan serta undang-undang untuk realisasi hak-
hak penting seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan sosial. 119 Parlemen diberi
wewenang untuk meratifikasi traktat-traktat dan konvensi-konvensi internasional,
dan memang telah meratifikasi tujuh traktat hak asasi manusia inti dan protokol-

117
Pasal 13 Undang-Undang Organik untuk Kementerian Dalam Negeri No. 3/2004.
118
Pasal 11 Undang-Undang Organik untuk Kementerian Dalam Negeri No. 3/2004.
119
Masing-masing pasal 95 (2) (l) dan (m) Konstitusi RDTL.

50
protokol pilihan yang padanya sekarang Timor-Leste menjadi negara pihak, setelah
pengesahan ini oleh Pemerintah. 120

208. Dari berbagai komite tetap parlementer, Komite A mengenai “Urusan


Konstitusional, Hak, Kebebasan, dan Jaminan” diberi mandat untuk: membahas dan
mengeluarkan pendapat mengenai rancangan undang-undang, serta mengusulkan
amandemen dan traktat yang disampaikan kepada Parlemen; membahas petisi
kepada Parlemen; mengumpulkan informasi mengenai persoalan-persoalan politik
dan administratif yang berada dalam cakupan Komite, dan menyelenggarakan
dengar pendapat terbuka dengan instansi-instani masyarakat sipil mengenai
masalah-masalah di dalam cakupan kompetensinya. 121 Pada bulan April 2005,
Komite ini membentuk satu Sub-Komisi mengenai Hak Asasi Manusia untuk
melakukan peninjauan legislasi untuk kesesuaiannya dengan kewajiban hak asasi
manusia Pemerintah dan menerima pengaduan dari publik. Sub-Komisi ini belum
beroperasi penuh.

209. Sampai sekarang, Parlemen belum berperan penting dalam pemajuan kesetaraan
gender. Meskipun hampir 26 persen perempuan dalam Parlemen, yang termasuk
tingkat tertinggi di kawasan Asia, keterwakilan perempuan belum bisa
melaksanakan pengaruhnya pada proses pembuatan keputusan dan belum
bermanfaat bagi perempuan. Pada 2004, satu usulan untuk membentuk “Komisi
mengenai Urusan Gender, Kesetaraan, dan Anak” diajukan dan kemudian ditolak
dalam Parlemen, karena tidak tercapai kesepakatan mengenai sifat dan fungsi
Komisi tersebut, juga tidak jelas dari awalnya bagaimana fungsinya akan berbeda
dengan OPE.

210. Sama halnya, perempuan Anggota Parlemen tidak mampu bersatu mengenai
undang-undang perceraian dan tidak bisa bersatu mengajukan undang-undang
mengenai masalah kesetaraan gender. Akan tetapi, OPE bersemangat untuk
menjajaki cara-cara lebih lanjut dalam mana Parlemen bisa membantu kerjanya dan
melakukan kegiatan pelatihan dengan perempuan Angota Parlemen untuk
mempersiapkan mereka dalam membahas undang-undang yang akan datang
mengenai kekerasan domestik. Juga pada tahun 2005 Penasehat Promosi
Kesetaraan bertemu dengan seorang anggota Parlemen Eropa dengan tujuan untuk
mengidentifikasi cara-cara OPE bisa mengangkat dengan efektif di Parlemen
masalah-masalah yang berhubungan dengan hak perempuan.

211. Sekarang ini, perempuan Anggota Parlemen tidak punya mekanisme resmi
konsultasi dengan organisasi-organisasi perempuan mengenai masalah-masalah
yang berpengaruh pada hak perempuan. Dalam upaya untuk membangun kemitraan
yang baik dan kerjasama antara perempuan Anggota Parlemen dan masyarakat sipil,
sejumlah ORNOP perempuan telah mendorong perempuan Anggota Parlemen
untuk menjadi anggota organisasi mereka untuk mendukung mereka dalam
melobby mengenai masalah-masalah perempuan. Sekarang ini ada enam perempuan

120
Pasal 95 (3) (f) Konstitusi RDTL.
121
Pasal 34 Ketentuan Prosedur Parlemen Nasional.

51
Anggota Parlemen yang anggota satu ORNOP perempuan nasional, Fokupers, dua
di antaranya menjadi pengurus organisasi ini.

212. Keseluruhan Konstitusi dan ketentuan prosedur untuk Parlemen memberikan basis
hukum yang kuat untuk memungkinkan Parlemen melakukan perimbangan dan
pengawasan pengembangan legislatif dan kebijakan Pemerintah, dengan tujuan
untuk mencegah pelanggaran hak dan kebebasan individual. Meskipun demikian,
karena sifat lembaga ini yang masih awal, banyak kerja yang harus dilakukan untuk
merealisasikan fungsi ini. Pelatihan dan dukungan akan dilanjutkan untuk
memperkuat Parlemen dan memungkinkannya melakukan analisis hak asasi
manusia dan gender yang baik dan mengkonsolidasikan diri sebagai pengimbangan
dan pengawasan terhadap undang-undang dan kebijakan Pemerintah seperti yang
dimaksudkan oleh Konstitusi.

213. Khususnya, Provedor Hak Asasi Manusia dan Keadilan secara hukum diharuskan
melapor setiap tahun kepada Parlemen Nasional mengenai pelaksanaan kegiatan,
inisiatif, statistik, dan hasilnya. Laporan ini harus membuat rekomendasi mengenai
reformasi dan tindakan lainnya, baik hukum, politik ataupun administratif, yang
bisa dilakukan untuk mencapai tujuan Kantor ini, mencegah atau menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia dan mempromosikan keadilan, integritas,
transparansi, tanggungjawab, dan akuntabilitas dalam administrasi negara. 122 Ini
juga terbukti merupakan mekanisme yang bernilai untuk memberi masukan
kegiatan parlementer seputar promosi dan perlindungan hak di Timor-Leste.

Publikasi Instrumen Hak Asasi Manusia

214. Pemerintah memandang penyebaran informasi mengenai instrumen-instrumen hak


asasi manusia merupakan bagian integral dari pemberdayaan individu dan
masyarakat mengenai hak, dan Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana
Menteri dan Kantor Promosi Kesetaraan sangat aktif dalam hal ini. Pembagian
informasi dan bahan-bahan mengenai traktat-traktat hak asasi manusia telah dan
akan terus menjadi bagian yang mutlak dari semua kegiatan Kantor Penasehat Hak
Asasi Manusia untuk Perdana Menteri. Kelompok Kerja untuk pengembangan
Rencana Aksi Hak Asasi Manusia Nasional juga berperan penting dalam
meningkatkan kesadaran dan penyelenggaraan diskusi mengenai sifat dan isi hak-
hak ini sebagai bagian dari program kerja mereka termasuk pelatihan pemerintah
dan diskusi masyarakat. Sementara proses pengembangan laporan traktat juga
merangsang pembagian luas terjemahan traktat-traktat yang terkait dan telah banyak
berbuat untuk meningkatkan kesadaran mengenai ketentuan-ketentuannya.

215. Kantor Promosi Kesetaraan, dengan dukungan Ireland Aid, telah melakukan upaya
untuk membagikan Konvensi CEDAW dan OP-CEDAW membagikan 3.000 buku
kecil ilustratif atau versi populer keduanya kepada semua focal points gender,
administrator distrik, sekolah-sekolah, dan organisasi-organisasi masyarakat sipil,
temasuk organisasi-organisasi perempuan di Dili dan distrik-distrik, dan wakil-
122
Pasal 46 Statuta Kantor Provedor Hak Asasi Manusia dan Keadilan, Undang-Undang No. 7/2004.

52
wakil Gereja.

216. Sekarang ini, OPE bekerjasama dengan Program SEA UNIFEM untuk memproduksi
penerbitan mengenai Konvensi CEDAW, Protokol Pilihannya, Rekomendasi
Umum terpilih, dan dokumen-dokumen terkait mengenai hak asasi manusia.
Kelompok sasaran utama untuk penerbitan ini adalah lembaga-lembaga yang
bekerja langsung mengenai masalah hak asasi manusia, seperti Kantor Penasehat
Perdana Menteri mengenai Hak Asasi Manusia, Kantor Provedor, Komisi A
Parlemen, para anggota badan peradilan dan profesi hukum, PNTL, focal points
gender dan hak asasi manusia dalam kementerian-kementerian jalur spesifik serta
masyarakat sipil. Diharapkan waktu penerbitan ini adalah akhir 2006. Terbitan-
terbitan akan tersedia dalam bahasa Tetun, Portugis, Indonesia, dan Inggris.

217. Sementara banyak instrumen hak asasi manusia telah diterjemahkan dan dibagikan,
kesulitan penerjemahan istilah-istilah teknis dan konsep-konsep hak asasi manusia,
serta keterbatasan sumberdaya, telah membatasi kemampuan Pemerintah untuk
menerjemahkan traktat-traktat hak asasi manusia ke dalam bahasa Tetun atau
bahasa-bahasa daerah Timor-Leste.

218. Pada waktu laporan ini disusun, belum ada kampanye media yang diluncurkan untuk
memberi tahu masyarakat mengenai keberadaan mekanisme pengaduan di bawah
traktat-traktat inti hak asasi manusia yang pemerintah Timor-Leste merupakan satu
negara pihaknya.

Bahan ilustratif

219. Rendahnya tingkat baca-tulis dan besarnya penduduk anak-anak di Timor-Leste,


menunjukkan bahwa penerbitan ilustratif bisa menjadi sarana yang lebih efektif
untuk menyampaikan informasi hak asasi manusia kepada penduduk dibandingkan
teks tertulis. Lagi, Kantor Penasehat Hak Asasi untuk Perdana Menteri dan Kantor
Promosi Kesetaran memimpin inisiatif untuk mengembangkan bahan ilustratif di
dalam batasan kendala anggaran mereka masing-masing. Kementerian Pendidikan
dan Pemuda bersama CARE Internatioinal juga mempublikasikan majalah bulanan
untuk anak-anak, Lafaek. Dibagikan cuma-cuma kepada anak-anak di semua
distrik, majalah ini penyebarannya mencakup seluruh wilayah negeri, melalui
sekolah-sekolah dan disambut baik oleh anak-anak, khususnya karena berwarna-
warni dan dayanya yang menghibur, cerita-cerita, dan berbagai macam informasi
dan pesan-pesan yang penting mengenai hak anak-anak.

220. Timor-Leste juga mendapatkan dukungan berarti dari organisasi-organisasi


internasional dan non-pemerintah (ORNOP), organisasi berbasis komunitas (OBK),
dan Badan-Badan PBB dalam tugasnya membagikan informasi mengenai
instrumen-instrumen hak asasi manusia. Salinan-salinan berbagai instrumen hak
asasi manusia, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak
Anak, dan CEDAW sekarang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Tetun dan telah
dibagikan kepada publik di Dili dan di distrik-distrik bersama dengan terjemahan

53
bahasa Indonesia, dan dalam kasus tertentu terjemahan Portugis dari bahan yang
sama. 123 Selebaran, pamflet, dan buku saku hak asasi manusia, 124 bahan pelatihan
dan lainnya 125 juga telah diproduksi dan disebarluaskan dalam bahasa-bahasa
terkemuka 126 untuk mendidik rakyat mengenai relevansi instrumen-instrumen hak
asasi manusia ini dalam kehidupan sehari-hari. Buku-buku komik, 127 bahan-bahan
fotografis, selebaran-selebaran, poster-poster, dan buku-buku sekolah tergolong
bahan-bahan berwarna-warni yang dibagikan.

221. Keseluruhan, inisiatif kolektif masyarakat sipil, badan-badan PBB, dan lainnya
memusatkan perhatian penting pada memberi tahu publik mengenai keberadaan dan
dampak praktis hak dan kebebasan yang terkandung dalam berbagai instrumen hak
asasi manusia.

222. Selain kegiatan-kegiatan ini, Pemerintah masih sadar bahwa pengetahuan dan
informasi mengenai instrumen hak asasi manusia yang relevan masih terbatas
karena kendala-kendala pendidikan, kemampuan membaca, bahasa, dan
geografis. 128 Juga nyata bahwa pengetahuan publik mengenai keberadaan
mekanisme pengaduan individual untuk dugaan pelanggaran hak asasi manusia
sangat terbatas. 129 Ini bukanlah keadaan yang akan berubah dalam waktu semalam,
meningkatkan kesadaran komprehensif di seluruh negara memerlukan pendekatan
multi-nasional jangka panjang yang padanya Pemerintah berkomitmen tetapi akan
melanjutkan upaya ini pada masa depan yang dekat.

123
Dokumen-dokumen ini diproduksi dan dibagikan dengan kerjasama antara Unit Hak Asasi Manusia
UNMISET dan beberapa ORNOP, dengan dukungan UNDP, UNICEF, dan Kantor Komisaris Tinggi untuk
Hak Asasi Manusia.
124
Misalnya pada 2003 Unit Hak Asasi Manusia UNMISET menerbitkan kartu kantong dan satu pedoman
pelatihan untuk petugas penjara.
125
Badan-badan PBB sangat aktif dalam pembagian bahan-bahan yang mempromosikan berbagai pesan
hak asasi manusia mencakup:
• 5.000 kaus dengan pesan hak asasi manusia untuk merayakan Hari Hak Asasi Manusia
Internasional dan perayaan 20 Mei;
• Selebaran Hari Hak Asasi Manusia Internasional dengan pesan-pesan penting dari Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia.
• 57 CD Program Radio 1 jam mengenai berbagai macam topik yang berkaitan dengan hak asasi
manusia (termasuk hak asasi manusia dalam urusan kepolisian, kekerasan terhadap perempuan,
hak anak-anak, eksploitasi seksual, hak sosial, budaya, dan ekonomi, dan sebagainya).
126
Kebanyakan adalah bahasa Tetun dan Indonesia.
127
Pada 2004 Unit Hak Asasi Manusia UNMISET memproduksi 14.000 eksemplar buku bergambar
berbahasa Indonesia dan Tetun mengenai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Sipil dan
Politik, Konvensi Hak Anak, dan Konvensi Anti-Penyiksaan. Format komik dirancang khusus untuk
membuat informasi mengenai standar-standar hak asasi manusia bisa didapatkan dan bisa dimengerti.
Buku-buku komik ini dibagikan di semua distrik dengan sasaran polisi, guru, administrator, anak-anak
sekolah, perempuan, kelompok-kelompok pemuda, dan publik umum. Para pendidik hak asasi manusia
seperti guru, pemimpin pemuda, pemimpin Gereja, dan pemimpin masyarakat diberi komik-komik ini
untuk dibagikan kepada masyarakat masing-masing. Sekolah-sekolah dasar juga mendapatkan bahan ini
sebagai sarana untuk memperkenalkan hak asasi manusia kepada anak-anak pada usia dini.
128
Tercermin dalam submisi dari semua kawasan yang dicakup dalam kelompok fokus regional yang
dilakukan antara April-Juli 2005.
129
Mekanisme pengaduan individual jarang disebutkan dalam konteks diskusi nasional dan distrik
mengenai pelanggaran hak asasi manusia Pemerintah dan penyelesaian untuk pelanggaran tersebut.

54
Pelatihan dan Pendidikan Hak Asasi Manusia
223. Sejumlah besar pejabat Pemerintah, anggota Parlemen, polisi, guru, pelaku
peradilan, dan publik figur kunci serta banyak ORNOP telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan menyeluruh mengenai hak asasi manusia. Kantor
Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri mengarahkan perhatian besar
pada pelatihan pejabat dari lembaga-lembaga pemerintah mengenai berbagai
macam hak, sementara Kantor Promosi Kesetaraan juga melakukan pelatihan
mengenai CEDAW dan masalah gender seperti yang dirinci di bawah dalam bagian
mengenai Pengarus-utamaan Gender. Dalam hubungan dengan Konvensi
CEDAW, sampai sekarang OPE telah membantu penyelenggaraan pelatihan untuk
stafnya sendiri, ORNOP, pejabat Pemerintah selain untuk PNTL. Ketika kapasitas
Pemerintah meningkat, lembaga-lembaga hak asasi manusia Negara termasuk OPE,
Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri, dan Kantor Provedor
diharapkan semakin memenuhi kebutuhan pelatihan hak asasi manusia berbagai
sektor di negeri ini.

224. Sebagian program pelatihan yang telah diberikan sampai sekarang dirinci di bawah.

Pejabat pemerintah

225. Pada bulan April 2004, Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana
Menteri dan Kementerian Luar Negeri, dengan dukungan UNDP, UNICEF,
UNFPA, dan Unit Hak Asasi Manusia UNMISET menyelenggarakan program
pelatihan satu minggu untuk focal points hak asasi manusia nasional untuk
mendidik para pejabat tersebut mengenai traktak-traktat hak asasi manusia yang
Timor-Leste menjadi negara pihak, serta metode-metode pengumpulan informasi
dan keterlibatan lintas sektoral dalam perlindungan dan pemajuan hak asasi
manusia. Pelatihan ini selanjutnya dilengkapi dengan empat lokakarya nasional
yang diselenggarakan antara pertengahan 2004 dan akhir 2005 mengenai: hak
ekonomi, sosil, dan budaya; peluncuran program pelaporan traktat; hak sipil dan
politik; dan peran masyarakat sipil di Timor-Leste.

226. Pada 2004/2005, Departemen Pelayanan Sosial, dengan dukungan UNICEF dan
UNMISET menyelenggarkan beberapa pelatihan untuk 45 pegawai departemen ini,
anggota Jaringan Perlindungan Anak, dan para administrator distrik dan subdistrik
serta ORNOP mengenai Konvensi Hak Anak, hak anak mencakup khususnya anak
perempuan, dan pelaporan Konvensi Hak Anak yang juga dibantu oleh
Kementerian Luar Negeri.

227. Pada bulan Mareh 2003, OPE dengan dukungan UNICEF menyelenggarakan
pelatihan mengenai Konvensi CEDAW untuk stafnya sendiri dan sejumlah wakil
dari ORNOP perempuan seperti Fokupers, Caucus, dan IRC. Seluruhnya, 12 peserta
mendapatkan pelatihan awal mengenai sejarah dan latar belakang CEDAW,
diskriminasi terhadap perempuan; kewajiban Negara dan tindakan khusus untuk

55
mempercepat kesetaraan de facto antara perempuan dan laki-laki; OP-CEDAW
serta pelaporan negara pihak dan bayangan.

228. Bulan April 2005, OPE dengan dana dari UNDP HURIST, menyelenggarakan
lokakarya-lokakarya kementerian, untuk memperkenalkan focal points gender dan
hak asasi manusia dari sembilan kementerian Pemerintah mengenai proses
pelaporan traktat dan Konvensi CEDAW. Pelatihan ini selanjutnya pada bulan Juli
2005 dilengkapi dengan lokakarya sosialisasi untuk masing-masing kementerian
menenai prinsip-prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan substantif CEDAW, selain
tujuh dialog mengenai bidang-bidang substantif Konvensi ini. Focal points gender
dan hak asasi manusia distrik, bersama dengan ORNOP dan masyarakat sipil
mendapatkan pelatihan yang serupa pada periode tersebut. Pelatihan ini diuraikan
lebih lanjut dalam bagian mengenai Organisasi Non-Pemerintah di bawah.

Pelatihan lanjutan hak asasi manusia untuk Anggota Parlemen

229. Dalam pelatihan untuk Anggota Parlemen, dipahami bahwa yang paling aktif adalah
Unit Hak Asasi Manusia UNMISET dan UNDP. Selama 2004, empat seminar hak
asasi manusia diselenggarakan untuk 66 anggota parlemen mengenai prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik dan analisis hak asasi manusia untuk rancangan legislasi.
Ini diikuti dengan serangkaian lokakarya mengenai hak sipil, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya serta analisis hak asasi manusia untuk 55 Anggota Parlemen
Nasional pada bulan April 2004. Pada bulan Maret 2005 program lain untuk Komite
A Parlemen diselenggarakan bersama oleh Unit Hak Asasi Manusia dan UNDP
dengan fokus pada peran parlemen dalam pelaporan traktat, penguatan mekanisme
kelembagaan untuk hak asasi manusia, dan analisis gender untuk usulan anggaran.
Salah satu hasil program ini adalah pembentukan Sub-Komisi Hak Asasi Manusia
di dalam Komite A, yang dipahami juga bisa menerima pengaduan dari publik.
Tidak jelas apakah pengaduan akan diberkas atau apakah akan dilakukan tindakan.

230. Mengakui kebutuhan untuk memperkuat Parlemen untuk menjamin operasi efektif
mengenai masalah-masalah di dalam kompetensinya, Pemerintah Timor-Leste
menganjurkan penempatan seorang Petugas Hak Asasi Manusia UNOTIL untuk
melatih dan membangun kapasitas para Anggota Parlemen mengenai perlindungan
dan pemajuan hak khususnya dalam hal analisis hak asasi manusia untuk rancangan
legislasi. Pada waktu laporan ini ditulis, posisi ini belum diisi.

Pelatihan penegak hukum dan pelaku hukum

231. Sesuai dengan kebutuhan nyata untuk memperkuat PNTL, khususnya dalam hal
perilaku dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, Pemerintah telah
melakukan upaya besar untuk mendukung pendidikan dan pelatihan lebih lanjut
untuk anggota-anggota kepolisian. Pada bulan Juli 2005, Pemerintah meluncurkan
satu pedoman pelatihan lengkap untuk kepolisian dengan dukungan berarti dari
UNMISET.

56
232. Unit Pelatihan Sambil Kerja (In-Service Training Unit) PNTL, bekerjasama dengan
Kantor Promosi Kesetaraan, UNFPA, UNICEF, Unit Teknis dan Hak Asasi
Manusia UNPOL berbagai Misi PBB yang berurutan, juga menyelenggarakan
banyak program untuk mendidik penegak hukum mengenai hak tersangka,
penghormatan pada korban, dan tindakan untuk meningkatkan perilaku dan disiplin
petugas kepolisian. Pada bulan Mei 2005, OPE dengan dukungan UNFPA
memberikan pelatihan untuk 50 Kadet Akademi Kepolisian mengenai Konvensi
CEDAW sebagai bagian dari pelatihan lebih besar mengenai kekerasan domestik.

233. Pelatihan kesadaran hak asasi manusia dan gender telah diberikan kepada Unit
Orang Rentan (Vulnerable People’s Unit – VPU), Unit Patroli Perbatasan (Border
Patrol Unit – BPU), Unit Intervensi Cepat (Unidade Intervenção Rapida – UIR),
Unit Polisi Cadangan (Police Reserve Unit – PRU), Unit Polisi Masyarakat
(Community Policing Unit – CPU), Unit Perencanaan Strategis, dan petugas
kepolisian pada tingkat distrik. Pada bulan Mei 2005, 15 program pelatihan hak
asasi manusia (termasuk dua program “Pelatihan untuk Pelatih”) untuk rekrutan
baru PNTL, dan empat pelatihan terpisah masing-masing untuk CPU dan UIR, tiga
untuk VPU, dan dua untuk BPU telah diselenggarakan di Dili dan distrik-distrik. 130

234. Sementara masih dalam tahap awal, Pusat Pelatihan Peradilan juga
menyelenggarakan pelatihan satu hari mengenai hak asasi manusia sebagai bagian
dari program pelatihan untuk Hakim, Jaksa, dan Pembela Umum begitu pula
Badan-Badan PBB dan Advocat Sans Frontiers. Organisasi-organisasi terakhir ini
juga menyelenggarakan lokakarya dengan pengacara swasta mengenai masalah-
masalah kunci seperti hak anak-anak dan perempuan serta hak orang dalam
tahanan.

Organisasi-Organisasi Non-Pemerintah

235. Wakil-wakil organisasi non-pemerintah (ORNOP) selalu diundang dan banyak


mendapatkan manfaaat dari pelatihan dan lokakarya hak asasi manusia yang
diselenggarakan oleh kantor-kantor pemerintah, baik nasional maupun di distrik.
Memang, ORNOP dan badan-badan pemerintah seperti PNTL kadang-kadang
bekerjasama memberikan pelatihan staf.

236. Pemerintah mempunyai hubungan kuat dengan ORNOP dalam hal ini seperti yang
terbukti dengan partisipasi aktif ORNOP dalam kegiatan-kegiatan untuk
pengembangan Rencana Aksi Nasional dan pelatihan dan kegiatan-kegiatan terkait
hak asasi manusia yang diselenggarakan oleh OPE.

237. Dalam tahun-tahun belakangan, OPE telah menyelenggarakan penjangkauan yang


luas, peningkatan kesadaran CEDAW, dan pelatihan kesadaran gender dasar untuk
pemerintah lokal. ORNOP dan organisasi-organisasi perempuan seperti OPMT,
OMT, Fokupers, Caucus, Rede Feto, JSMP, FKSH, Alola Foundation, dan Terras e
Propriedades (Tanah dan Harta-Benda) serta para pemimpin dari kelompok-
130
Human Rights Unit, UNMISET Submission (30 Mei 2005).

57
kelompok Gereja, chefes do suco, kelompok-kelompok pemuda dan masyarakat,
Badan-Badan PBB, PNTL, dan wakil-wakil dari media. Kebanyakan pelatihan ini
diberikan bekerjasama dengan Program SEA CEDAW UNIFEM.

238. Tujuan dasar lokakarya-lokakarya tersebut adalah menyatukan para pemangku


kepentingan untuk bekerja ke arah realisasi kesetaraan gender di Timor-Leste,
untuk ‘curah gagasan’ menenai masalah-masalah terkait dengan diskriminasi
terhadap perempuan, serta mengidentifikasi strategi-strategi untuk mencapai
realisasi de facto hak perempuan.

239. Tingkat minat dan partisipasi perempuan dan laki-laki dalam inisiatif-inisiatif
CEDAW ini tinggi dan sering menghasilkan masukan dan umpan balik yang besar
dari para peserta, yang telah dimasukkan dalam laporan-laporan pemerintah.

240. Semua peserta secara konsisten meminta OPE untuk memberikan pelatihan lanjutan
mengenai Konvensi CEDAW, khususnya pada tingkat distrik dan subdistrik.
Informasi lebih lanjut mengenai pelatihan-pelatihan ini diberikan dalam Dokumen
Spesifik CEDAW.

241. Unit Hak Asasi Manusia dari berbagai Misi PBB yang berurutan juga
menyelenggarakan sebanyak 35 program peningkatan kapasitas untuk ORNOP dan
Media serta badan-badan pemerintah pada tingkat nasional dan distrik. Kebanyakan
program ini didanai oleh Proyek Kerjasama Teknis OHCHR dan serangkaian
program nasionalnya mengenai Pelatihan untuk Pelatih pada 2003-2005 berfokus
khusus pada hak anak-anak, perempuan, dan orang yang menderita persoalan
kesehatan mental untuk para pembela hak asasi manusia dari semua distrik. Tujuan
pelatihan ini adalah menciptakan dasar sumberdaya manusia di seluruh negeri untuk
hak asasi manusia serta pelatihan, pemantauan hak asasi manusia, dan pembuatan
database hak asasi manusia.

Hak Asasi Manusia di Sekolah

242. Pendidikan hak asasi manusia adalah satu unsur pelatihan guru dan kurikulum
sekolah. Tetapi, meskipun hak asasi manusia adalah satu unsur kurikulum sekolah
menengah pertama yang harus diberikan satu kali satu minggu selama satu jam,
sekarang ini hanya guru yang telah mendapatkan pelatihan.

243. Pada 2002, Kementerian Pendidikan dan Pemuda mendirikan satu pusat pelatihan
guru yang mencakup program pelatihan tiga bagian untuk mencakup: metodologi,
fisika dan kimia, dan masalah-masalah sosial. Pelatihan ini diberikan dengan
kerjasama organisasi-organisasi masyarakat sipil yang utama termasuk UNICEF,
Unit Hak Asasi Manusia Misi-Misi PBB, Timor-Aid, dan lain-lain. Misalnya, Unit
Hak Asasi Manusia UNMISET menyelenggarkan enam lokakarya pelatihan guru
untuk 300 guru di sembilan distrik mengenai hak anak dan hukuman badan sebagai
satu bentuk disiplin di sekolah. Unit ini juga menyelenggarakan empat pelatihan
untuk kelompok-kelompok yang mencakup murid dan guru sekolah mengenai
persoalan penyiksaan, kekerasan berbasis gender, hak anak, dan hak ekonomi, sosil,

58
dan budaya.

244. Masalah hak anak juga telah secara khsusus dimasukkan dalam proyek ‘100 Sekolah
Bersahabat’ yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Pemuda dengan
dukungan UNICEF, secara khusus melibatkan Superintendent Distrik dan guru-
guru sekolah dasar.

245. Pemerintah masih harus mengembangkan komponen hak asasi manusia dalam
kurikulum sekolah tetapi baru-baru ini mengarahkan perhatiannya pada kegiatan
ini. Diharapkan bahwa dengan dukungan seorang Petugas Hak Asasi Manusia PBB
program ini bisa dikembangkan sebelum akhir 2006.

Pendidikan Kesadaran Gender

246. Mengenai pendidikan kesadaran gender, OPE sedang bekerja bersama Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga untuk memasukkan gender dan
kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah. OPE secara berkala membagikan
buletin informasinya (1000 buletin setiap kuartal) ke sekolah-sekolah dan
universitas-universitas dan sekarang ini bekerja bersama UNDP menghasilkan satu
pedoman pelatihan untuk guru, khususnya untuk meningkatkan kesadaran mengenai
masalah gender. OPE juga membagikan brosur, selebaran, dan poster mengenai
kesetaraan gender ke seluruh distrik, subdistrik, dan sekolah-sekolah, meskipun
sebagian sekolah belum menerima bahan-bahan ini karena keterbatasan keuangan
OPE untuk mempublikasikan bahan dalam jumlah yang diperlukan.

247. OPE juga menyelenggarakan pendidikan kesadaran gender, secara tidak tetap, atas
permintaan sekolah untuk siswa di Baucau, Lautem, dan Venilale pada tingkat
sekolah menengah pertama dan atas. Pelatihan ini terutama dalam bentuk sesi-sesi
‘pertanyaan dan jawaban’.

248. Pada tahun 2005, UNIFEM, di bawah Program SEA CEDAW, membentuk ‘Proyek
Kelompok Kesenian CEDAW’ dalam mana satu kelompok terdiri dari 12 pemuda
bernama ‘Kuda Talin’ mempelajari Konvensi CEDAW dan mengembangkan satu
repertoar tari dan drama menampilkan penjelasan pasal-pasal substantif kepada
khalayak yang bisa baca-tulis dan tidak bisa baca-tulis di kota dan desa. Pelatihan
kelompok ini berlangsung dalam suatu ruangan tanpa dinding, begitu banyak
keluarga setempat punya kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan mengenai
masalah-masalah seperti kekerasan domestik. Sering kali penonton menanggapi
tarian kekerasan domestik dengan tertawa, sebagian besar karena mereka merasa
tidak nyaman dengan topiknya. Sekarang ini, penerima utama pertunjukan ini
adalah anak-anak, pemuda, dan masyarakat setempat selain anggota-anggota PNTL.
OPE berencana menggunakan kelompok pertunjukan ini pada pelatihan-pelatihan
selanjutnya mengenai CEDAW.

249. Berbagai kegiatan pendidikan telah diusulkan untuk meningkatkan kesadaran guru
dan murid mengenai prinsip hak asasi manusia. Kegiatan ini sekarang lebih bersifat
ad hoc, bukan kegiatan yang sistematis, terlembaga, informasi terinci mengenai

59
sifat, cakupan, dan keberhasilan program pendidikan hak asasi manusia yang
diberikan kepada guru termasuk penekanan yang diberikan pada masalah-masalah
spesifik seperti toleransi gender, rasial, dan keagamaan atau hak orang cacat,
sekarang belum dikenal. Diharapkan bahwa informasi yang lebih konkret akan
tersedia dalam laporan-laporan selanjutnya.

Kampanye Media dan Informasi Publik

250. Akibat gabungan dari keterbelakangan bersejarah infrastruktur media fisik; isolasi
geografis banyak masyarakat (baik terhadap distribusi media cetak, atau
penerimaan radio/tv); kekurangan komparatif keahlian penyiaran; buta huruf yang
tinggi tingkatnya; dampak kemiskinan dalam rumahtangga dan perannya dalam
membatasi akses pada layanan media; dan tidak adanya kerangka hukum untuk
mengatur media – menjadi penghambat yang penting bagi mekanisme penyebaran
informasi dan lembaga media di Timor-Leste.

251. Meskipun demikian, walaupun ada tantangan seperti itu, media dan lembaga-
lembaga informasi publik banyak di Timor-Leste dengan radio dan media cetak
memberikan sarana dasar komunikasi untuk bangsa ini. Menurut satu Laporan Asia
Foundation tahun 2001, medium yang paling luas dijangkau adalah radio yang
didengarkan oleh 60 persen penduduk. Bahasa-bahasa utama komunikasi dalam
media adalah Tetun dan Bahasa Indonesia: antara 76 persen dan 99 persen khalayak
bisa mengerti bahasa-bahasa ini, sementara Portugis berada pada urutan ketiga yang
jauh (18 persen – 23 persen) dan Inggris terakhir (4 persen – 6 persen). 131

252. Ada banyak tantangan penting untuk pengembangan media di masa mendatang di
Timor-Leste:
• keberlanjutan ekonomi di dalam perekonomian yang sangat sulit;
• mengatasi kesenjangan yang berlanjut, dalam keahlian teknis, pengetahuan, dan
pemeliharaan peralatan;
• mempraktekkan reportase yang akurat dan berimbang mengenai kejadian-
kejadian dan proses-proses politik mencakup reportase mengenai
tanggungjawab pemerintah, Parlemen, dan sistem peradilan;
• menjamin bahwa berita nasional mencapai distrik-distrik dan berita daerah
dengan masukan nasional bisa masuk ke ibukota negara; 132 dan
• pelaksanaan kebebasan berbicara dalam konteks ketentuan pidana yang
diusulkan mengenai pencemaran nama baik, terutama yang terkait dengan
pemimpin-pemimpin politik dan agama serta pejabat pemerintah.

253. Operasi radio dan televisi di Timor-Leste diawasi oleh Komite Penyiaran Nasional,
yang keanggotaannya meliputi wakil-wakil pemerintah, profesional media, dan
wakil-wakil masyarakat sipil.

131
UNDP Timor-Leste, ‘Human Development Report’ (2006), halaman 46.
132
‘Internews Final Evaluation Report’ (April 2005).

60
254. Satu televisi milik negara, Televisaun Timor-Leste (TVTL) dan satu stasion radio
milik negara, Radio Timor-Leste (RTL), sekarang beroperasi di Timor-Leste, yang
keduanya pada awalnya dioperasikan oleh Kantor Informasi Umum UNTAET dan
selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah pada saat kemerdekaan. Lembaga-
lembaga ini sekarang beroperasi di bawah Direktorat Radio dan Televisi, Timor-
Leste. 133 Meskipun hanya delapan persen penduduk tinggal di rumahtangga yang
memiliki pesawat televisi, lebih dari seperlima penduduk – di Dili dan suco-suco
sekitarnya – punya akses pada TVTL. 134

255. Di masa Pemerintahan PBB, Radio UNTAET melakukan siaran dalam empat bahasa
– Inggris, Tetun, Portugis, dan Bahasa Indonesia. Ini berlanjut setelah penyerahan
kekuasaan tetapi sekarang ini siaran dalam bahasa Tetun dan Portugis, dengan
berita juga dalam Bahasa Indonesia. Di pihak lain TVTL hanya siaran dalam bahasa
Tetun, dan belakangan juga bahasa Portugis, dan ditangkap di tempat terbatas.
TVTL tidak menjangkau semua distrik, tetapi kalaupun menjangkau semua distrik
karena tidak teraturnya ketersediaan listrik di bagian terbesar negeri ini
mengacaukan penikmatan praktis jenis media ini. Meskipun RTL penerimaannya
sangat luas, di banyak tempat terpencil negeri ini tidak bisa ditangkap. 135

Media independen

256. Setelah konsultasi rakyat tahun 1999, hanya ada satu stasion radio dengan kapasitas
siaran di Timor-Leste, yaitu Radio Timor Kmanek (RTK). Infrastruktur untuk
semua stasion radio lainnya dihancurkan. RTK dikelola oleh Gereja Katolik dan
luas ditangkap di negeri ini, termasuk di wilayah kantong Oecusse.

257. Sejak 2000, selain radio milik negara, banyak stasion radio independen baru yang
didirikan. Sekarang ada 18 stasion radio di Timor-Leste – 1 siaran nasional RTL,
dan 17 stasion radio komunitas, 6 di Dili dan 11 di distrik-distrik. Yang berbasis di
Dili adalah:

• Radio Falintil, Vôz da Esperança – milik swasta, tergantung pada dana dari
donor, dengan program siaran berita, informasi publik, hiburan dan iklan. Siaran
dalam bahasa Tetun, Portugis, dan Bahasa Indonesia.

• Radio RAMKABIAN – didirikan dengan bantuan ORNOP Australia, APHEDA.


Awalnya dimulai sebagai stasion bergerak, yang melakukan siaran di tempat-
tempat dimana stasion radio lain yang berbasis di Dili tidak bisa diterima. Radio
ini memproduksi berita, paket informasi dari ORNOP, dan hiburan di Dili untuk
disiarkan ke tempat-tempat terpencil. Kadang-kadang meneruskan berita
nasional yang diproduksi RTL. Siaran RAMKABIAN utamanya berbahasa
Tetun, meskipun kadang-kadang menyiarkan berita dalam bahasa-bahasa lokal

133
Direktorat ini adalah bagian dari Dinas Penyiaran Umum, yang merupakan badan sah independen dan
bertanggungjawab kepada Parlemen.
134
Asia Foundation, ‘East Timor National Survey of Voter Knowldege’ (2001), halaman 58.
135
RTL tidak bisa ditangkap di desa-desa terpencil Distrik Baucau, Manatuto, dan Lospalos.

61
kalau dianggap perlu.

• Radio Loriko Lian – dimulai sebagai satu radio bergerak dikelola oleh
konsorsium ORNOP dan organisasi pemuda. Didirikan untuk menyebarluaskan
informasi ORNOP kepada penduduk di tempat-tempat terpencil. Akan tetapi
karena kekurangan dana, sekarang ini siaran dari Dili, dan hanya ditangkap di
ibukota. Pada waktu laporan ini ditulis, Program SEA CEDAW UNIFEM
sedang memberikan dukungan kepada stasion radio ini untuk mengembangkan
dokumenter dua bagian mengenai CEDAW.

• Radio Klibur; siaran dari Dili dengan penangkapan terbatas di tempat lain di
Timor-Leste.

• Radio Voice; dikelola oleh Gereja Kristen (Protestan) terutama menyiarkan


ajaran-ajaran agama.

258. Kebanyakan stasion radio baru ini didirikan dengan dana dari donor dan tergantung
pada dana ini untuk keberlanjutan operasinya.

259. Stasion-stasion radio di seluruh negeri menyiarkan berbagai macam program sosial.
‘Timor Murak’ didirikan pada September 2003 oleh sekelompok stasion radio
sukarela kecil dan fokus khususnya pada hak perempuan remaja dan penelitian
berbasis komunitas (melibatkan tiga stasion radio komunitas). ‘Labarik Nia Lian’
(‘Suara Anak-anak’) punya tiga stasion dan melakukan penelitian yang berusaha
mengidentifikasi masalah-masalah lokal yang berdampak pada anak-anak. Berbagai
siaran radio drama, pertunjukan bicara, dan wawancara juga diluncurkan di
Bobonaro, Liquiça, dan Lospalos pada 2004. Radio komunitas peliputannya sangat
terbatas tetapi siarannya dalam bahasa lokal dan bahasa Tetun.

260. Radio komunitas sangat tergantung pada bantuan donor untuk kelangsungan
hidupnya. Pada 2001 Proyek Pemberdayaan Masyarakat (Community
Empowerment Project – CEP) Bank Dunia dan USAID mendirikan 12 stasioun
radio komunitas. Sayangnya, karena berbagai persoalan, kebanyakan terkait dengan
kekuarangan dana, kebanyakan radio komunitas ini sekarang berhenti beroperasi
dan hanya lima radio stasion yang didanai CEP yang sekarang masih beroperasi,
yaitu di Lospalos, Liquiça (Radio Tokodede), Viqueque, Maliana, dan Oecusse.

Media cetak

261. Media cetak di Timor-Leste telah mengalami pasang naik dan pasang surut. Media
ini mulai menjamur pada awal 2000. Sementara sebagian penerbitan ini sudah ada
pada masa Indonesia, banyak yang baru. Terjadi peningkatan lebih lanjut media
cetak di Timor-Leste. Meskipun pembacanya terbatas, sekarang ini ada banyak
suratkabar, buletin, tabloid, dan jurnal yang diterbitkan harian, mingguan, dan
bulanan. Di antara terbitan yang paling menonjol adalah: Timor Post, Suara Timor
Lorosa’e (STL), Diario, dan Diario Tempo. Penerbitan-penerbitan ini meliput

62
banyak masalah meskipun politik dan pemerintahan adalah yang paling menonjol.

262. Kebanyakan suratkabar adalah terbitan berbahasa majemuk – kebanyakan dalam


bahasa Tetun, Portugis, Bahasa Indonesia, dan Inggris. Sedikit yang terbit dalam
satu bahasa saja. Sekitar 30% penduduk punya akses pada suratkabar dan 23%
punya akses pada majalah dan suratberita. 136

263. Sama dengan media massa, organisasi-organisasi media cetak baru tergantung pada
dana dari donor untuk operasi mereka, karena terbatasnya pembaca dan kurangnya
daya beli penduduk yang membuat media cetak tidak bisa mengumpulkan dana
yang cukup untuk mendukung dirinya sendiri. Dana dari donor dulu dan sekarang
masih diperlukan untuk menutup gaji wartawan, pencetakan, dan distribusi terbitan.
Meskipun juga bisa dikatakan bahwa walaupun proporsi dana dari donor yang
diberikan untuk pengembangan media menurun, jumlah dana dari donor yang besar
masih dijanjikan kepada media. 137 Baru-baru ini menurunnya dukungan donor
mengungkapkan bahwa satu proporsi berarti media massa dan cetak di Timor-Leste
belum bisa mendukung dirinya sendiri dalam hal keuangan dan berisiko
menghentikan operasi dengan penghentian dana dari donor.

264. Pada bulan Januari 2005, Internews di Timor-Leste menyelenggarakan satu


lokakarya perencanaan peninjauan media yang mengumpulkan 70 wakil media dan
ORNOP. Tujuan lokakarya ini adalah mengidentifikasi bidang-bidang kritis untuk
pengembangan lembaga-lembaga media serta mengidentifikasi strategi-strategi
untuk membangun peran media sebagai lembaga efektif dalam negara demokratis
pasca-konflik dan yang baru membangun. Wakil-wakil media di Timor-Leste
mengidentifikasi sejumlah tema kunci yang menghadapkan risiko pada lembaga
media di negeri ini. secara umum ditetapkan bahwa sektor media membutuhkan:
kedewasan serta penguatan kemampuan finansial dan kompetensi teknis untuk
menjamin keberlangsungan jangka panjang mereka; pengembangan kelembagaan;
pemantauan media; undang-undang media; dan, kapasitas untuk beroperasi dalam
lingkungan yang memajukan. 138

Media dan hak asasi manusia

265. Hampir semua stasion radio, televisi, dan media cetak memberikan waktu dan
ruangan spesifik untuk penyebaran informasi dan debat mengenai masalah-masalah
hak asasi manusia. Banyak ORNOP menandatangani perjanjian dengan media
untuk memfasilitasi publikasi program-program hak asasi manusia mereka.

266. Karena tingginya tingkat buta huruf, media elektronik berperan penting dalam
menjangkau publik. Peliputan elektronik bisa problematis karena listrik yang tidak
pasti tetapi secara keseluruhan nyata bahwa penduduk menggantungkan pada radio

136
Asia Foundation, ‘East Timor National Survey of Voter Knowledge’ (2001), halaman 58.
137
Misalnya: pada 2004 Kedutaan Besar Finlandia di Jakarta (yang diakreditasi untuk Timor-Leste)
menyediakan 24.000 euro untuk mendukung Suara Timor Lorosa’e.
138
‘Internews Final Evaluation Report’ (April 2005).

63
komunitas dan kesungguhan pemerintah lokal dan masyarakat sipil untuk
menyebarluaskan informasi, termasuk informasi mengenai hak asasi manusia.

267. Program-program yang diterbitkan di media cetak serta media elektronik mencakup
berbagai ragam masalah hak asasi manusia yang sesuai dengan konteks Timor-
Leste seperti hak anak-anak dan hak perempuan, kebebasan berekspresi, jaminan
prosedural, partisipasi politik, dan berbagai ragam dan banyak aspek pengurangan
kemiskinan – yang merupakan masalah topikal bagi mayoritas rakyat Timor-Leste.

268. Di antara media radio, RTK dan RTL memberikan banyak waktu siaran untuk
secara teratur meliput masalah-masalah perempuan dan anak-anak. Pendanaan dari
OHCHR dan Kantor Informasi Publik UNMISET juga memungkinkan Unit Hak
Asasi Manusia UNMISET/UNOTIL untuk memberikan sekitar 100 program selama
satu jam mengenai masalah-masalah hak asasi manusia seperti hak perempuan,
kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan domestik dan eksploitasi
seksual untuk tujuan komersial, perlindungan anak-anak, dan hak asasi manusia
dalam tugas kepolisian. Kantor Promosi Kesetaraan, didukung oleh Unit Urusan
Gender UNMISET, juga ambil bagian dalam serangkaian debat mengenai peran
perempuan dalam pemilihan suco pada tahun 2005, yang disiarkan oleh RTL.

269. Pada tahun 2003, OPE juga menyelenggarakan lokakarya dua hari dengan Unit
Pemantauan Media (Media Monitoring Unit – MMU) Internews, satu organisasi
pemberitaan berbasis di DIli, mengenai media dan gender dan khususnya mengenai
bagaimana hak asasi perempuan bisa diliput dengan baik di media. OPE meminta
MMU untuk melakukan analisis terhadap cara perempuan ditampilkan dalam
suratkabar-suratkabar dan stasion-stasion radio Dili. Menggunakan satu pedoman
pemantuan spesifik, mereka menganalisis berita dari dua suratkabar dan dua
stasion radio Dili selama dua minggu. Hasil analisis acara radio dan media cetak
menunjukkan bahwa hanya sedikit berita mengenai perempuan dalam media dan
ini tidak memberikan suara pada berbagai ragam perempuan, yang lebih sering
digambarkan sebagai korban atau dalam peran-peran stereotipikal. 139 Perlakuan
media terhadap perempuan ini dibahas lebih lanjut dalam Dokumen Spesifik
CEDAW.

270. Sebagai tindak lanjut untuk pelatihan gender awal yang diberikan oleh OPE tersebut,
para wartawan dari Internews selanjutnya menyelenggarakan satu proyek pada 2005
atas pesanan OPE berjudul ‘Feto Buka Dalan’, satu seri acara radio mengenai
kemajuan dan tantangan perempuan di Timor-Leste setelah kemerdekaan.
Seluruhnya 12 program dua belas menit diproduksi mengenai bidang-bidang yang
dicakup oleh Konvensi CEDAW seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan
akses perempuan pada keadilan, termasuk program pengenalan CEDAW dan
pelaporan traktat. Perempuan dari semua golongan diwawancarai mengenai
pengetahuan dan pengalaman mereka tentang masalah-masalah tersebut dan
program ini disiarkan dalam bahasa Tetun oleh 16 stasion radio komunitas di empat
kawasan, yaitu Viqueque, Lospalos, Maliana, dan Aileu.

139
‘Internews Media Monitors Deliver on Gender Balance’ (2004).

64
271. Satu evaluasi mengenai proyek ini memberikan masukan yang menarik. Dari 400
peserta survey, 289 (72 persen) mendengarkan siaran ini. Dari 289 pendengar
tersebut, 159 (55 persen) mendengarkan semua siaran, 211 (73 persen) menyatakan
informasinya jelas dan mudah dimengerti, dan 257 (89 persen) meminta program
tersebut dilanjutkan. Dari komentar-komentar yang diterima mengenai program ini,
sedikit lebih dari sepertiga dari yang disurvey mengatakan bahwa program ini
“meningkatkan pendidikan untuk masyarakat”, “mendorong perempuan untuk
mandiri”, bahwa sumber-sumber yang digunakan “bisa dipercaya dan
berpengetahuan mengenai masalah-masalah gender”, dan akan “memberanikan
perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan negeri ini.”

272. OPE sangat aktif dalam menggunakan media untuk mempromosikan gender dan hak
perempuan, selain untuk meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan terhadap
perempuan. Misalnya, OPE mendukung kompetisi tahunan bernama ‘Buka Hatene’
atau ‘Mencari Pengetahuan’ yang dimulai pada 2003, dimana murid sekolah
menengah berpartisipasi dalam kuis yang disiarkan televisi mengenai masalah-
masalah gender dan regu yang menang diberi hadiah ‘Micato Cup’ yang namanya
diambil dari nama Penasehat Perdana Menteri mengenai Promosi Kesetaraan
sekarang ini.

273. Pada waktu laporan ini ditulis, OPE bersama dengan Program SEA CEDAW
UNIFEM berencana memberikan dukungan kepada salah satu radio komunitas,
Radio Loriko Lian, untuk mengembangkan dokumentar dua bagian mengenai
CEDAW. Ini akan mencakup wawancara dengan masyarakat mengenai bidang-
bidang yang dicakup dalam Konvensi ini dan akan mencakup rekaman pertunjukan
kelompok tari CEDAW. Dokumenter ini kemudian akan disiarkan di seluruh Timor-
Leste, yang dengan demikian meningkatkan kesadaran mengenai CEDAW pada
tingkat bawah masyarakat.

274. Seperti disebutkan di atas, sejumlah ORNOP aktif dalam publikasi bahan-bahan hak
asasi manusia. Misalnya, Lafaek, satu penerbitan Kementerian Pendidikan/Care
International mengenai hak anak dan Babadok, buletin bulanan Fokupers, satu
ORNOP perempuan nasional. Sekarang ini, terbitan bahan-bahan mengenai hak
kelompok rentan lainnya termasuk pengungsi dan orang lanjut usia jauh lebih
sedikit meskipun ada keterbukaan umum pada pihak media untuk terlibat dengan
kelompok-kelompok rentan dan minoritas.

Masyarakat Sipil

275. Timor-Leste punya sejarah panjang partisipasi warganegara dalam kehidupan


politik. Perjuangan untuk kemerdekaan bisa bertahan terutama karena mobilisasi
massa rakyat Timor-Leste yang aktif dan kritis.

276. Intervensi internasional pada waktu krisis akhir tahun 1999, transisi politik menuju
pemerintahan sendiri sepenuhnya, dan proses-proses pembangunan sekarang di
negeri ini dalam banyak hal mendapatkan manfaat dari partisipasi aktif masyarakat

65
sipil. Dalam periode setelah kemerdekaan, terjadi pertumbuhan pesat ORNOP di
Timor-Leste dengan beberapa ratus organisasi masyarakat 140 terdaftar pada Forum
NGO Timor-Leste. Tetapi pendaftaran tidak berdasarkan pada kriteria tertentu dan
banyak organisasi masyarakat bisa mendaftar tanpa memandang sifat dan
fungsinya. Karena registrasi belum diregulasi, banjir pendaftaran ini menghasilkan
peningkatan ORNOP tanpa fokus spesifik. Banjir tak teregulasi sektor masyarakat
sipil ini merusak posisi istimewa yang sebelumnya didapatkan ORNOP. Dalam
sejarahnya, masyarakat sipil terdiri dari organisasi-organisasi anggota yang kohesif
dan berkomitmen dari pemuda, terkait gereja, dan perempuan yang secara bersama
melaksanakan tiga fungsi yang berbeda: amal, advokasi, dan pembangunan
masyarakat.

277. Meskipun awalnya terjadi banjir setelah kemerdekaan, jumlah ORNOP yang
beroperasi di Timor-Leste sejak 2002 menurun dalam tiga tahun terakhir. Per
Desember 2005, 316 ORNOP nasional dan 77 ORNOP internasional aktif di Timor-
Leste. Jumlah ORNOP yang menurun disebutkan disebabkan oleh kurangnya
stabilitas keuangan, perubahan fokus dari organisasi nir-laba menjadi ke organisasi
yang bisa mendatangkan laba, perubahan kepemimpinan setelah rekrutmen ke dinas
pemerintah, kebijakan badan-badan PBB, kurangnya dukungan donor, dan masalah
manajemen. 141 Akan tetapi ORNOP aktif di seluruh wilayah negeri, termasuk di
pulau Ataúro.

278. Satu undang-undang baru mengenai organisasi masyarakat sipil, Undang-Undang


No. 5/2005 mengenai Badan-Badan Korporat Nir-Laba, berlaku pada 2005 dan
mengharuskan instansi-instansi untuk mendaftarkan diri sebagai organisasi
masyarakat sipil meskipn banyak ORNOP yang belum mendaftar.

Kegiatan masyarakat sipil

279. Masyarakat sipil di Timor-Leste telah mengadopsi banyak fungsi dan kegiatan di
seluruh negeri. Dalam tahun-tahun pembentukan bangsa yang baru merdeka ini,
masyarakat sipil istimewa aktif dalam pendidikan kewarganegaraan untuk
pemilihan Majelis Konstituante 2001 dan pemilihan Presiden pada 2002, serta
dalam pemberian pendapat dan saran untuk rancangan Konstitusi dan rancangan
regulasi-regulasi yang dirumuskan oleh Pemerintah Transisi PBB.

280. Sekarang ini, masyarakat sipil mengambil fokus pembangunan yang lebih luas.
ORNOP internasional cenderung beroperasi di bidang-bidang: keamanan pangan,
gizi; rehabilitasi masyarakat; pendidikan; hak asasi manusia; pelatihan
keterampilan; bahasa Inggris; kegiatan pemuda; advokasi; obat-obatan; bantuan
hukum; air dan sanitasi; kesadaran gender; transformasi konflik dan pengajaran
toleransi; pelayanan kesehatan berbasis masyarakat; kegiatan menciptakan

140
Pada Desember 2002, 366 ORNOP nasional dan 128 ORNOP internasional terdaftar pada NGO Forum.
141
NGO Forum January-December 2005 Report. Pada Pertemuan Umum Tahunan Forum NGO 2005,
dilakukan satu survey mengenai ORNOP yang aktif dan dilakukan upaya untuk mengidentifikasi sebab-
sebab penutupan.

66
penghasilan; perencanaan tata guna tanah; dan sebagainya. 142 ORNOP nasional
paling menonjol di bidang-bidang: pertanian, pendidikan, kesehatan, ekonomi, air
dan sanitasi, anak-anak, dan media, 143 yang menggarisbawahi ketergantungan besar
penduduk pada bantuan dan dukungan internasional.

281. ORNOP telah dan terus berperan penting dalam pemantauan dan pelaporan
pelanggaran hak asasi manusia di Timor-Leste, dengan ORNOP hak asasi manusia
bekerja di hampir seluruh wilayah dimana ada potensi pelanggaran hak asasi
manusia. Mereka memantau sidang-sidang pengadilan, perilaku polisi, dan keadaan
penjara, serta menyumbang penelitian untuk pengembangan kebijakan dan
pembangunan di Timor-Leste.

282. Metode-metode intervensi ORNOP beragam mulai pemberian pelayanan,


pemantauan, advokasi dan bantuan dalam perumusan kebijakan dan program untuk
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan pada tingkat bawah masyarakat.
Berlawanan dengan pemerintah lokal yang masih berjuang untuk kapasitas
operasional, organisasi-organisasi masyarakat sipil telah berperan aktif dalam
pemberian pelayanan lokal di berbagai bidang dengan sekitar 10 persen bantuan
pembangunan dan teknis yang didanai donor yang diterima oleh Timor-Leste –
yang jumlahnya setara dengan $ 80 juta – disalurkan melalui ORNOP, terutama
untuk program-program yang ditujukan pada kelompok-kelompok dan masyarakat
lokal. 144

Organisasi-organisasi masyarakat sipil perempuan

283. Kongres Nasional

Pada tahun-tahun belakangan, kongres-kongres perempuan regional dan nasional


berperan penting dalam mengumpulkan perempuan untuk membahas berbagai
macam masalah yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari mereka. Pada bulan
Juni 2000, Kongres Perempuan Nasional Pertama dilangsungkan di Dili, dengan
lebih dari 500 orang perempuan dari seluruh Timor-Leste hadir. Pada Kongres ini,
diadopsi satu Rencana Aksi yang merekomendasikan, antara lain, agar perempuan
berpartisipasi dalam lembaga-lembaga nasional dan proses-proses pembuatan
keputusan nasional; penyelenggaraan program-program pelatihan untuk mendorong
partisipasi perempuan dalam kehidupan politik; adopsi satu kebijakan keterwakilan
minimum 30% perempuan dalam pemerintah transisi; dan bahwa diskriminasi
terhadap perempuan adalah persoalan besar di Timor-Leste dan karena itu harus
dilakukan kampanye-kampanye untuk mengatasi masalah ini. Kongres Perempuan
Kedua pada tahun 2004 juga membuat rekomendasi yang mirip bahwa perempuan

142
Timor-Leste, ‘Local Government and Civil Society Sector Investment Program’ (April 2006), halaman
6.
143
Timor-Leste, ‘Local Government and Civil Society Sector Investment Program’ (April 2006), halaman
5.
144
Timor-Leste, ‘Local Government and Civil Society Sector Investment Program’ (April 2006), halaman
iv.

67
masih kurang terwakili dalam kehidupan politik dan diperlukan pengembangan
kapasitas lebih lanjut untuk perempuan. Perempuan yang berpartisipasi dalam
Kongres 2004 menyerukan keterwakilan 50% dalam Pemerintah.

284. ORNOP Perempuan

Rede Feto Timor Lorosae atau ‘jaringan perempuan Timor-Leste’ didirikan pada bulan
Maret 2000 sebagai satu organisasi ‘payung’ untuk sekitar 15 organisasi
perempuan, kebanyakan berbasis di ibukota. Organisasi ini dan kelompok-
kelompok perempuan lainnya melakukan advokasi untuk perempuan Timor-Leste
di bidang-bidang seperti pemberantasan buta huruf, kekerasan berbasis gender,
pelayanan kesehatan, pengembangan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi
selain partisipasi dalam kehidupan kenegaraan. Organisasi-organisasi ini telah
berhasil dalam kegiatan peningkatan kesadaran mengenai masalah-masalah yang
mempengarhui kehidupan perempuan di negeri ini dan kampanye untuk berbagai
legislasi, seperti pemberlakuan satu undang-undang kekerasan domestik baru dan
pengembangan Undang-Undang Pidana nasional.

Hubungan antara Pemerintah dengan Masyarakat Sipil

285. Pemerintah percaya bahwa ORNOP berperan penting dalam kehidupan nasional dan
sumbangan mereka pada pembangunan nasional sangat banyak diakui. Pemerintah
memahami bahwa nilai non-intervensi dan penghormatan pada kebebasan
organisasi-organisasi masyarakat sipil adalah prasyarat agar ini terjadi.

286. Ada banyak contoh persekutuan kuat dan kolaboratif antara Pemerintah dan
masyarakat sipil, yang dikelola melalui perencanaan kerjasama dan pemberian
pelayanan, konsultasi, lokakarya, dan rapat-rapat mengenai masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama. Ini sangat benar pada tingkat pemerintah lokal
dimana kemitraan sering dibangun pada bidang-bidang seperti pelayanan
kesehatan, 145 pendidikan, 146 air dan sanitasi, 147 dan rekonstruksi. Seperti
dikemukakan ringkas di bagian sebelumnya, OPE memiliki hubungan kerja yang
baik dengan organisasi-organisasi perempuan seperti diperlihatkan oleh
kerjasamanya dengan jaringan perempuan, Rede Feto, dalam kampanye mereka
untuk menjamin pengakuan perempuan sebagai veteran perjuangan perlawanan.

287. Tidak mengejutkaan, Pemerintah dan ORNOP mendapatkan kesulitan bekerjasama


di beberapa bidang karena perbedaan prioritas atau pendekatan. Misalnya, Negara
memandang penekanan pada penguatan dan konsolidasi lembaga-lembaga Negara
sebagai sangat penting pada tahap awal pembangunan, dan ORNOP tidak selalu
berpandangan demikian. Dibentuk dari tradisi partisipasi politik rakyat dalam masa

145
Misalnya, di Baucau, Ermera, dan Dili kemitraan kuat di bidang pelayanan kesehatan, bekerja bersama
Caritas Australia, Kongregasi Suster CIJ, dan Alola Foundation.
146
Misalnya, distrik Manatuto dan Oecusse kemitraan kuat di bidang pendidikan dan pengajaran bahasa.
147
Covalima adalah salah satu contoh dalam mana pemerintah lokal mengembangkan hubungan yang kuat
dengan CWSSP.

68
penindasan, organisasi-organisasi masyarakat sipil di Timor-Leste kadang-kadang
mengambil sikap konfrontasional terhadap Negara. 148 Mereka berpendapat bahwa
Negara gagal menjawab keprihatinan sosial dengan fokus yang tidak proporsional
pada penguatan lembaga-lembaga dan pendekatan pembangunan yang non-
partisipatoris.

288. Pemerintah menganggap telah aktif berkonsultasi dngan masyarakat sipil dan rakyat
mengenai usulan-usulan legislasi dan kebijakan termasuk misalnya penyusunan
Konstitusi, legislasi Laut Timor, 149 Undang-Undang Dinas Pemerintahan, 150 dan
Undang-Undang Harta Tidak Bergerak, 151 satu hal yang ditegaskan dalam
lokakarya-lokakarya regional untuk penyusunan laporan-laporan ini. Pemerintah
juga enggan untuk menjawab pengaduan-pengaduan dengan mengatakan bahwa
pandangan tersebut tidak berdasar, seperti yang sering terjadi dengan tuduhan-
tuduhan korupsi.

289. Sementara menyadari pentingnya peran masyarakat sipil dan ORNOP di Timor-
Leste, Pemerintah ingin agar ORNOP sendiri juga transparan dan
bertanggungjawab. Memang Pemerintah berpandangan bahwa sebagian ORNOP
tidak berusaha berkoordinasi dengan badan-badan lain, khususnya departemen-
departemen pemerintah, dan tidak mau mengungkapkan cakupan kegiatan mereka
dan penggunaan dana yang mereka dapatkan. 152 Untuk itu, Pemerintah menyambut
baik dan mendukung setiap tindakan untuk memperkuat efektivitas masyarakat sipil
dan advokasi ORNOP dalam pelaksanaan hak melalui, misalnya, perbaikan
mekanisme pemantauan dan pelaporan. Ini mengatakan bahwa Pemerintah
mengakui bahwa kemampuan inisiatif ORNOP untuk efektif, misalnya: di bidang-
bidang pembangunan atau menentang dan menggentarkan pelanggaran hak asasi
manusia juga tergantung pada kemauan Pemerintah untuk melibatkan masyarakat

148
Satu ciri penting hubungan antara masyarakat sipil dan mereka yang menduduki posisi otoritas di
berbagai cabang struktur pemerintah adalah bahwa keduanya memiliki sejarah yang sama, perjuangan
kemerdekaan. Sejarah ini telah memberikan kesempatan besar untuk kerjasama kritis dan kemajuan
bersama. Tetapi ia juga memberikan tantangan khusus dalam dinamika antara organisasi-organisasi
masyarakat sipil dengan negara. Sementara pada satu titik dalam sejarah mereka berjuang bahu-membahu
melawan musuh bersama, kenyataan sekarang sudah berbeda bahwa masyarakat sipil sekarang merupakan
pengawas dan penyeimbang, tidak lagi berada dalam hubungan kerjasama seperti dulu. Perbedaan prioritas
menimbulkan perbedaan jalur perkembangan yang ditempuh dan kadang-kadang menimbulkan
kepentingan yang bertentangan.
149
Selama perumusan Undang-Undang Penghasilan Minyak, Kantor Laut Timor di dalam Kantor Perdana
Menteri menyelenggarakan satu konsultasi luas, tidak hanya melibatkan organisasi-organisasi masyarakat
sipil, tetapi juga masyarakat umum. Selanjutnya dimintakan submisi dari organisasi-organisasi masyarakat
sipil yang bekerja di bidang yang relevan.
150
Undang-Undang No. 8/2004 mengenai Statuta Dinas Pemerintahan.
151
Undang-Undang No. 1/2003 Rezim Yuridis Pertanahan.
152
Timor-Leste, ‘Local Government and Civil Society Sector Investment Program’ (April 2005), halaman
7. Perlunya ORNOP lebih berfokus dan bekerja lebih erat dengan Pemerintah dan khususnya kepolisian
untuk menjamin hak korban dan tersangka atas privasi juga terungkap di Oecusse, Covalima, dan Manatuto
dalam diskusi-diskusi kelompok fokus regional yang diselenggarakan antara Maret dan Juli 2005.

69
sipil dan berfungsi efektifnya aparatus negara yang relevan. 153

Hak Asasi Manusia dan Pembangunan

290. Disusun pada tahun 2002, Rencana Pembangunan Nasional (RPN) pertama Timor-
Leste memberikan jalur jalan lima tahun untuk pembangunan negeri dengan visi
untuk dua puluh lima tahun mendatang. Visi rakyat Timor-Leste untuk tahun 2020
(‘Visi 2020’) yang ditangkap melalui konsultasi seluruh negeri dengan masyarakat
sipil, memiliki hubungan kuat dengan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals – MDGs) dan Deklarasi Milenium. RPN memasukkan
kebanyakan MDGs dalam tujuan umum dan sektoralnya. Dua tujuan kembar RPN –
mengurangi kemiskinan di semua sektor dan kawasan negeri, dan memajukan
pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkelanjutan, meningkatkan kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan setiap orang di Timor-Leste – menggaungkan banyak
hal dari MDGs dan pembangunan manusia. Pemerintah telah membuat upaya
terencana untuk memperkuat kaitan antara perumusan kebijakan dengan program-
program untuk mencapai Tujuan 1, yaitu pengurangan kemiskinan, peningkatan
kemampuan untuk menerjemahkan tujuan-tujuan ini menjadi alokasi anggaran
tahunan, dan memperkuat kemampuan untuk memberikan pedoman yang jelas
kepada Mitra Pembangunan mengenai prioritas untuk bantuan. Pemerintah Timor-
Leste dan Tim Negara Perserikatan Bangsa-Bangsa menyelenggarakan Lokakarya
MDG pertama di Dili pada bulan Maret 2003 dimana Perdana Menteri meluncurkan
satu versi populer Penilaian Kemiskinan berjudul “Timor-Leste: The Way We Are
Now” (“Timor-Leste: Jalan Kita Dimana Kita Berada Sekarang”). Ini adalah hasil
dari Penilaian Kemiskinan nasional pertama yang diselenggarakan dengan
kerjasama erat empat mitra pembangunan – Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia,
UNDP, dan JICA.

291. Visi Timor-Leste untuk 2020 adalah negeri yang stabil, bertanggunjawab,
demokratis berdasarkan kekuasaan hukum dan bebas dari korupsi. Timor-Leste
akan menjadi masyarakat yang sejahtera bercirikan kebudayaan tradisional yang
hidup dalam mana setiap orang menikmati makanan, perumahan, dan pakaian yang
layak. Tingkat kehidupan, pelayanan, produksi, dan pekerjaan akan meningkat di
semua sektor dan pendapatan akan terdistribusi secara adil. Rakyat akan bebas buta
huruf, berpengetahuan, berketerampilan, dan hidup panjang umur, produktif dan
sehat. Masyarakat-masyarakat akan hidup aman tanpa diskriminasi dan rakyat akan
menikmati kesempatan untuk ambil bagian aktif dalam pembangunan ekonomi,
sosial dan politik yang memajukan keadilan sosial dan persatuan nasional.

292. Sejalan dengan tujuan yang luas ini, RPN mengusulkan serangkaian tujuan
turunannya dan sasaran pembangunan (indikator kuantitatif dan kualitatif) untuk
memajukan visi pembangunan Timor-Leste dalam lima tahun mendatang. Di antara
tujuan ini, dan sementara semuanya saling terkait, yang berikut ini sejalan langsung

153
ORNOP seperti JSMP, Yayasan HAK, Jaringan Pemantauan Hak Asasi Manusia mengemukakan
keprihatinan misalnya mengenai tidak efektifnya badan peradilan dan lemahnya mekanisme pengawasan
untuk kepolisian.

70
dengan komitmen hak asasi manusia bangsa ini: 154
• meningkatkan status pendidikan, kesehatan, dan gizi rakyat Timor-Leste;
• memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum perempuan;
• meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya perseorangan,
keluarga, dan masyarakat di Timor-Leste;
• menjamin kesempatan yang setara untuk mendapatkan pekerjaan dan
pemanfaatan efektif tenaga kerja;
• mengurangi kemiskinan untuk semua dengan cara yang berimbang secara
regional;
• mengadakan jaringan keamanan sosial untuk mengurangi beban pada pihak
orang-orang dalam masyarakat yang tidak mampu bekerja/membantu diri-
sendiri;
• mengembangkan dan mengelola sistem peradilan yang efektif, bisa dijangkau,
dan tidak memihak, yang tegas dan transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai
positif dan warisan budaya Timor-Leste;
• memperkuat masyarakat sipil yang telah kuat;
• meningkatkan partisipasi warganegara dalam kehidupan publik dan nasional;
dan
• mengembangkan budaya penghormatan hak asasi manusia (khususnya kepada
perempuan, anak-anak, dan kelompok-kelompok rentan lainnya, termasuk kaum
miskin) dan kekuasaan hukum;
• mengembangkan satu sistem demokratis multi-partai yang kuat dengan
pengawasan dan pengimbangan yang kuat, dan pemisahan kekuasaan.

293. Pencapaian masing-masing tujuan dan visi tersebut harus didasarkan pada prinsip
partisipasi, non-diskriminasi dan kesetaraan, kesetaraan gender, integrasi
kelompok-kelompok rentan, kekuasaan hukum dan demokrasi; serta penghormatan
pada dan pelestarinam nilai dan budaya berbagai kelompok yang merupakan
budaya agama dan lain-lain masyarakat Timor-Leste.

294. Dalam seluruh RPN, kita bisa melihat lima prinsip inti pendekatan berbasis hak
untuk perencanaan pembangunan – pertanggungjawaban, partisipasi, non-
diskriminasi, dan perhatian pada kelompok-kelompok rentan, saling
ketergantungan, dan universalitas.

295. Jangkauan yang inklusif dan partisipatoris proses untuk menyusun RPN itu unik,
khususnya bagi negara yang baru mau memulai pembangunan. Proses seperti inilah
yang mendasar untuk menumbuhkan kepercayaan dan kemampuan rakyat Timor-
Leste, pejabat-pejabat Pemerintah, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan
komunitas-komunitas. Bagi Timor-Leste, RPN mencerminkan nilai-nilai,
kebutuhan-kebutuhan, gagasan-gagasan, keinginan-keinginan, dan prioritas-
prioritas mereka.

296. Pemerintah telah membuat upaya terencana untuk memenuhi MDG spesifik gender,

154
Rencana Pembangunan Nasional 2002, paragraf 2.13-2.14.

71
termasuk tujuan tiga: memajukan kesetaraan gender dan memberdayakan kaum
perempuan, dan tujuan lima: meningkatkan kesehatan ibu hamil. Dua contoh
menonjol adalah di bidang pendidikan dan kesehatan. Misalnya, Kementerian
Pendidikan sekarang ini sedang mengumpulkan data terpilah menurut jenis kelamin
mengenai tingkat pendaftaran, putus sekolah, dan kelulusan di sekolah-sekolah dan
sedang melaksanakan Strategi Kesehatan Reproduksi Nasional. Meskipun MDG
spesifik gender lainnya belum diangkat dan diadaptasi secara memadai untuk
mencerminkan kebutuhan-kebutuhan lokal, Penasehat Perdana Menteri mengenai
Promosi Kesetaraan mengambil satu tempat tetap dalam setiap Kelompok Kerja
Sektor untuk memastikan bahwa gender diarus-utamakan dalam pembangunan dan
pelaksanaan Program Investasi Sektor.

Indikator berbasis hak untuk pembangunan

297. Mengambil banyak dari MDG, RPN dan tujuan-tujuannya membayangkan satu
pendekatan berbasis hak untuk pembangunan yang dibimbing dan diukur dengan
serangkaian tertentu indikator pembangunan. Indikator pembangunan kunci yang
diidentifikasi dalam RPN secara langsung berhubungan dengan yang disampaikan
dalam MDG global, yang dengan demikian memperlihatkan suatu keinginan untuk
menyelaraskan RPN dengan komitmen Timor-Leste pada MDG. Ini juga
mengimplikasikan bahwa keberhasilan pelaksanaan RPN berarti keberhasilan
pemenuhan MDG. Banyak dari indikator dan rujukan ini berhubungan langsung
pula dengan kewajiban hak asasi manusia Pemerintah yang karena itu menciptakan
kerangka yagn diperlukan untuk pembangunan berbasis hak dan pengukuran
realisasi progresif hak ekonomi, sosial, dan budaya.

298. Dirancang untuk mengukur kemajuan ke arah realisasi tujuan bangsa, indikator
pembangunan digolongkan berdasarkan empat bidang kunci: ekonomi, sosial,
keamanan, dan pemberdayaan. Penting bahwa kesetaraan gender dimasukkan dalam
semuanya.

299. Indikator-indikator ekonomi mencakup insidensi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi


(GDP keseluruhan dan per kapita), ketidakmerataan distribusi pendapatan,
partisipasi tenaga kerja dan lapangan kerja. Indikator-indikator sosial mencakup
ketersediaan bahan makanan, akses pada dan pemanfaatan pendidikan, kesehatan,
akses pada air minum aman dan sanitasi dasar. Tingkat kelulusan sekolah dasar,
kemampuan baca-tulis orang dewasa, jarak jalan kaki ke sekolah dasar terdekat,
harapan hidup, kematian ibu dan bayi, jarak jalan kaki ke fasilitas perumahan
terdekat, dan penyediaan perumahan adalah contoh-contoh spesifik ukuran yang
diambil. Indikator-indikator keamanan mencakup keamanan pribadi dan keamanan
pangan serta keamanan dari kejadian mendadak dan bencana. Indikator
pemberdayaan mencakup jumlah perkumpulan rakyat sukarela dan partisipasi
kelompok, memberikan suara dalam pemilihan umum; tingkat partisipasi pemuda
dalam organisasi-organisasi sosial//budaya, serta indikator-indikator kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan yang diidentifikasi melalui tingkat

72
keterwakilan dalam lembaga-lembaga. 155 (Lampiran 2.1 RPN).

Program Investasi Sektor dan Rencana Aksi Tahunan

300. Penting bahwa RPN tidak boleh dipandang secara terisolasi dan terus menjadi
sasaran revisi dan perbaikan. RPN harus dibaca bersama unsur-unsur pelengkapnya
yang mencakup Program Investasi Sektor (Sector Investment Programs – SIP) dan
Rencana Aksi Tahunan (Annual Action Plans – AAP). Jika RPN memerlukan
spesifitas atau petunjuk yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan komitmen hak
asasi manusia Pemerintah, ini sebagian besar ditemukan dalam paket SIP dan AAP
yang setiap tahunan ditinjau oleh Pemerintah Timor-Leste. SIP menyajikan strategi
jangka menengah Pemerintah untuk realisasi tujuan dan visi RPN, sementara AAP
adalah rencana anggaran tahunan untuk pelaksanaan SIP. SIP memberi Pemerintah
dan komunitas donor rangkaian prioritas dan program-program pembangunan yang
dikemukaan secara jelas untuk masing-masing sektor dan menyumbang pada
pencapaian MDG. Untuk mengidentifikasi dengan cara terbaik prioritas dalam
setiap SIP, Pemerintah membentuk ‘Kelompok Kerja Sektor’ yang tiga orang
pesertanya adalah anggota tetap, yaitu Kantor Promosi Kesetaraan, Kementerian
Luar Negeri dan Kerjasama, dan Kementerian Keuangan dan Perencanaan.

301. Mekanisme-mekanisme prakktis untuk meningkatkan pemberian pelayanan


pendidikan dan kemajuan ke arah peningkatan standar kesehatan di Timor-Leste
adalah termasuk ciri berbasis hak yang paling menonjol dalam paket SIP. Secara
spesifik, misalnya, hak atas pendidikan direalisasikan melalui pendidikan dasar
cuma-cuma pada 2015, 156 akses yang lebih mudah pada pendidikan melalui
pendirian satu sekolah dasar di setiap suco (desa). Dan pendidikan didasarkan pada
prinsip-prinisip antara lain kesetaraan dan ketersediaan pelayanan, khususnya dalam
hal gender, orang miskin, komunitas desa dan etnis, dan kelompok masyarakat
lainnya yang kurang beruntung, 157 sesuai dengan pembangunan berbasis hak yang
memprioritaskan perhatian pada kelompok-kelompok yang paling rentan dalam
masyarakat.

302. Untuk mencapai tingkat kesehatan yang tertinggi yang bisa dicapai, pelayanan
kesehatan sekarang ini diberikan secara cuma-cuma dan satu paket kebijakan untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta untuk memberikan intervensi efektif
biaya untuk mencegah, mengendalikan atau menangani persoalan-persoalan yang
menimbulkan beban tertinggi penyakit di negeri ini telah dikembangkan. SIP
Pelayanan Kesehatan mengakui bahwa Kementerian Kesehatan tidak bisa sendirian
menangani sebab-sebab, determinan kesehatan tetapi bahwa pendidikan,
pendapatan, perumahan, makanan, air dan sanitasi adalah termasuk determinan
penting lain yang mencerminkan kebutuhan untuk pendekatan multi-sektoral, yang
jelas mencerminkan prinsip universalitas.

155
Rencana Pembangunan Nasional 2002, paragraf 2.16 dan Lampiran 2.1.
156
Didefinisikan sebagai sekolah sembilan tahun pertama.
157
Timor-Leste, ‘Education and Training Sector Investment Programme’ (April 2005), halaman 12.

73
303. Dalam hal keadilan, sementara pengembangan kerangka hukum dan kekuasaan
hukum diprioritaskan dengan benar dan sentral bagi pembangunan sektor keadilan,
pendekatan berbasis hak juga mencerminkan berbagai ragam kebijakan untuk
meningkatkan pelayanan sektor keadilan serta memperkuat mekanisme pengawasan
dan pertanggungjawaban.

304. Pemerintah bekerja keras untuk membuat keterkaitan antara anggaran dan RPN
melalui Rencana Aksi Tahunan yang dikembangkan oleh setiap badan (AAP). Pada
tahap ini, banyak kerja yang masih harus dilakukan untuk menarik kaitan yang jelas
antara alokasi anggaran untuk program-program kementerian spesifik dan
kewajiban hak asasi manusia Negara. Meskipun demikian seperti halnya dengan
banyak kebijakan pembangunan, alokasi anggaran juga mencerminkan alokasi
berbasis hak yang cukup besar.

305. Mengambil beberapa contoh, untuk Tahun Fiskal 2004-2005, pendidikan dan
kesehatan menerima 36,4 persen dari anggaran negara. Meskipun jumlah ini
menurun menjadi 32 persen dalam Tahun Fiskal 2005/06, ini tetap merupakan
persentase yang tinggi dari seluruh anggaran Negara. 45 persen dari anggaran
pendidikan dialokasikan untuk pendidikan dasar serbagai satu sarana, antara lain,
memajukan pendidikan dasar umum bermutu.

306. Sesuai dengan Kerangka Kebijakan Kesehatan, kebanyakan pengeluaran kesehatan


memusat pada pelayanan kesehatan dasar dan pencegahan pada tingkat distrik.
Kemajuan telah dibuat dalam pemulihan infrastruktur untuk imunisasi, yang
memungkinkan negeri ini mencapai 73 persen tingkat imunisasi untuk difteria dan
batuk rejan, 72 persen imunisasi untuk tetanus, dan 70 persen untuk cacar.
Kementerian Pertanian juga mengalokasikan hampir 65 persen anggaran 2004/2005
untuk program-program dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan
produksi bahan makanan dan meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan.
Peningkatan produksi pertanian dan peternakan sangat penting untuk upaya
keseluruhan meningkatkan keamanan pangan di negeri ini.

307. Ini adalah sedikit contoh. Meskipun demikian, kapasitas teknis para petugas
perencanaan dan anggaran pada kementerian-kementerian Pemerintah harus banyak
ditingkatkan untuk memampukan analisis anggaran berbasis hak.

Bantuan asing dan pembangunan berbasis hak

308. Pemerintah sekarang ini belum mampu memberikan penilaian holistik mengenai
apakah bantuan donor mendukung realisasi komitmen hak asasi manusianya.
Tetapi, yang bisa dikatakan adalah bahwa bantuan asing sampai sekarang telah
memberikan dukungan besar untuk bidang-bidang berbasis hak pendidikan,
kesehatan, dan pertanian dengan bantuan besar juga diberikan pada pelatihan
kepolisian.

309. Pemerintah mempertahankan satu posisi yang kuat bahwa bantuan asing harus
memperhatikan sungguh-sungguh visi, tujuan, prinsip pembimbing, kebijakan dan

74
prioritas alokasi antar sektor Pemerintah yang terkandung dalam RPN dan SIP dan
membantu identifikasi dan perumusan program-program dan proyek-proyek
bantuan di masa depan. 158

310. Keseluruhan, bantuan asing dalam berbagai bentuknya telah mendanai banyak
pengeluaran negara sejak 1999 yang secara niscaya memasukkan inisiatif-inisiatif
berbasis hak substansial. Kecenderungan ini telah mulai menurun dan akan tetap
demikian dalam dua Rencana tiga tahun sisanya. Diharapkan bahwa komunitas
donor akan melanjutkan dukungan terutama dalam bentuk bantuan pembangunan
dan teknis. Proyeksi-proyeksi sekarang mengindikasikan bahwa penurunan mantap
tingkat bantuan pembangunan dan teknis per kapita akan menurun menjadi sekitar $
100 per kapita dari $ 236 pada tahun-tahun sebelumnya.

Pengarus-utamaan Gender (Gender Mainstreaming)

Latar 159

311. Menurut hasil sementara sensus 2004, ada sedikit lebih dari 450.000 perempuan di
Timor-Leste pada Juli 2004 – setara dengan sekitar separuh jumlah penduduk. Anak
perempuan di bawah 18 tahun kemungkinan berjumlah 225.000 atau sekitar separuh
dari penduduk perempuan. Ada sekitar 120.000 perempuan dalam angkatan kerja
pada Juli 2004, yang merupakan 41 persen dari total angkatan kerja. Hampir dua
per tiga dari perempuan ini dipekerjakan di sektor pertanian, terutama dalam
pertanian subsistensi, pada tingkat produktivitas yang sangat rendah. Di dalam
sektor non-pertanian, perempuan adalah 45 persen dari angkatan kerja yang sedikit
lebih dari 100.000 orang.

312. Partisipasi penuh perempuan dalam proses pembangunan bangsa memerluan akses
penuh pada semua pelayanan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan. Menurut
data yang disampaikan pada Rencana Pembangunan Nasional, dua per tiga dari
perempuan berusia 15-60 tahun adalah buta huruf dan 20 persen anak-anak yang
terdaftar di sekolah jarang hadir. Meskipun tidak ada data mengenai ini, bukti yang
belum diperiksa kebenarannya mengindikasikan bahwa sangat mungkin anak-anak
perempuan yang paling banyak mundur dari sekolah pada tahap awal karena
membantu bekerja di pertanian subsistensi dan pekerjaan rumahtangga.

313. Perempuan kemungkinan mendapatkan makanan lebih sedikit dibandingkan laki-


laki dan satu per tiga perempuan berusia 15-49 kekurangan gizi dan menderita
kekurangan energi yang kronis. 160 Perempuan juga kesehatannya buruk dan akses
mereka pada pelayanan kesehatan terbatas. Kesehatan perempuan sangat terkait
dengan peran reproduksi mereka. Menurut Sensus 2004, tingkat fertilitas Timor-
Leste adalah 7,0 anak per perempuan, termasuk yang tertinggi di dunia dan jauh
lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Ini mencerminkan

158
Rencana Pembangunan Nasional 2002, paragraf 8.45 (e).
159
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program, Rights, Justice and Equality’ (April 2005), halaman 26.
160
Multiple Cluster Index Survey 2002, UNICEF 2003.

75
kurangnya kesadaran hak reproduksi perempuan dan akses pada pelayanan dan
informasi keluarga berencana. Ada sedikit fasilitas untuk pelayanan pra-kelahiran
dan pasca-kelahiran, serta kekurangan tenaga penolong kelahiran yang terlatih. Ini
menghasilkan tingginya tingkat kematian ibu melahirkan yang menurut
Kementerian Kesehatan sebanyak 800 kematian ibu untuk setiap 10.000 kelahiran
hidup.

Pengurus-utamaan gender dalam semua sektor Pemerintah

314. Sekarang ini belum ada kebijakan pengarus-utamaan gender nasional yang disahkan
oleh Dewan Menteri. Juga tidak ada kebijakan gender spesifik sektor pada waktu
laporan ini ditulis. Akan tetapi ini berarti Pemerintah telah mengadopsi ‘kebijakan’
pengarus-utamaan gender yang diuraikan garis besarnya dalam Rencana
Pembangunan Nasional yang mengidentifikasi promosi kesetaraan gender melalui
pengarus-utamaan gender sebagai satu strategi kunci untuk pengurangan
kemiskinan. Kesetaraan gender dipertimbangkan dalam seluruh RPN, tetapi
khususnya dalam tiga sektor kunci, pemberdayaan ekonomi perempuan,
pendidikan, dan kesehatanlah strategi-strategi, program-program, dan indikator-
indikator kinerja untuk mengukur kesetaraan gender diuraikan.

315. Pada 2003, OPE ditugaskan mengembangkan satu pedoman pengarus-utamaan


gender dan memberikan salah satu dari empat bidang program kuncinya pada
promosi koordinasi dan kerjasama dalam pemerintah pusat untuk menjamin
pengarus-utamaan perspektif gender dalam semua proses pembuatan kebijakan,
perencanaan, dan pelaksanaan. Ia telah menegaskan pendekaktan pengembangan
kapasitas berbagai kementerian untuk melaksanakan analisis gender dan
mengembangkan program-program dan kebijakan-kebijakan masing-masing
kementerian, bukannya memberikan tugas pengarus-utamaan gender pada salah
satu departemen seperti OPE. Rangkaian pedoman ini menegaskan kembali bahwa
perencanaan pengurangan kemiskinan adalah prioritas segera, dengan pertanian,
perdagangan, pendidikan, dan kesehatan didaftar sebagai sektor-sektor kunci
dimana pengarus-utamaan gender sentral perannya untuk perencanaan yang
efektif. 161

Strategi

316. Strategi OPE untuk pengarus-utamaan gender berfokus pada pengembangan


kapasitas berbagai departemen pemerintah untuk mengintegrtasikan perspektif
gender dalam program-program dan kebijakan-kebijakan mereka. Ini berisi hal-hal
berikut:
• Penciptaan Focal Points Gender di berbagai kementerian, yang diorganisir
dalam satu Kelompok Kerja Antar-Kementerian;
• Pemberian kegiatan pelatihan untuk Focal Point Gender dan staf kunci
kementerian-kementerian dan departemen-departemen pemerintah lainnya;
161
Gabinete para a Promoção da Igualdade, ‘Guia de Integração de Políticas de Género – Para uma
Governação e Administração Públicas Eficazes’ (2003).

76
• Pembentukan mekanisme-mekanisme dan penguatan departemen-departemen
kunci pemerintah untuk melaksanakan peran penting bagi pengarus-utamaan
gender, yang bisa bertindak sebagai struktur dukungan, yaitu analisis gender
untuk legislasi, produksi statistik gender, dan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan perencanaan pemerintah serta kelompok dukungan pelatih
nasional;
• Koordinasi upaya-upaya yang dilakukan dalam berbagai departemen pemerintah
untuk menjamin bahwa pendekatan-pendekatan yang dilakukan sejalan dengan
kebijakan gender nasonal dan instrumen-instrumen internasional yang telah
diratifikasi oleh pemerintah seperti CEDAW.

317. Sebagai bagian dari program kerja yang dilakukan untuk melaksanakan strategi-
strategi di atas, OPE menyelenggarakan lokakarya-lokakarya pada periode 2003-
2005 dan memberikan pelatihan mengenai konsep gender dan kesetaraan untuk
semua kementerian dan departemen, pada tingkat nasional dan dalam jumlah yang
lebih kecil pada tingkat lokal, secara khusus ditujukan pada pejabat-pejabat yang
bertanggungjawab atas pemrograman dan perencanaan dalam kementerian atau
lembaga masing-masing.

318. OPE juga membentuk Kelompok Kerja Antar-Kementerian yang terdiri dari focal
points gender dan, dengan dukungan UNIFEM, menyelenggarakan lokakarya lima
hari pada bulan Luni 2004 untuk menganalisis gender dalam Program Investasi
Sektor (SIP) ‘Hak, Kesetaraan, dan Keadilan’. Hasil dari lokakarya ini, OPE
mengidentifikasi beberapa kekosongan yang bisa menghambat pengarus-utamaan
gender yang efektif dan membuat rekomendasi tindakan untuk pemerintah, yang
telah dimasukkan dalam versi yang diperbaharui dari SIP yang telah disebutkan di
atas (2005) serta Program Dukungan Transisi III dan Program Dukungan
Konsolidasi I yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. Satu ringkasan dari
rekomendasi-rekomendasi ini disampaikan dalam garis besarnya di bawah dalam
bagian ini juga.

319. OPE juga telah membentuk satu ‘Kelompok Dukungan Pelatihan’, yang
mendapatkan manfaat dari beberapa pelatihan dalam dua tahun terakhir dan
sekarang bisa memberikan pelatihan mengenai konsep-konsep gender, termasuk
kesadaran gender, serta analisis gender dan perencanaan tanggap gender pada
tingkat pemerintah dan masyarakat sipil. Akan tetapi, belum pernah dilakukan
evaluasi formal mengenai kapasitas untuk melaksanakan secara independen apa
yang telah dipelajari dalam pelatihan ini.

320. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas telah mengangkat satu


orang focal point gender tetap dan menyusun satu Rencana Aksi untuk Kementerian
ini yang utamanya berusaha untuk mengatasi ketidakseimbangan gender di dalam
bidang kepegawaian dan manajemen sumberdaya manusia. Pengangkatan Focal
Point Gender ini adalah satu contoh baik mengenai peningkatan komitmen
kepemimpinan pada pemajuan kesetaraan gender. Kementerian Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan juga sedang dalam proses membentuk satu Unit Gender,

77
setelah baru-baru ini mengangkat satu orang Focal Point Gender yang bekerja
penuh waktu.

321. Pada waktu laporan ini ditulis, OPE sedang merekrut Penasehat Gender untuk dua
menteri – Pendidikan dan Kesehatan. Para penasehat ini akan melakukan satu
penilaian gender untuk sektor-sektor ini, serta membentuk satu sistem focal point
gender yang lebih kuat dan mengembangkan kebijakan-kebijakan gender spesifik
untuk sektor-sektor ini.

322. OPE juga telah memberikan nasehat dalam diskusi-diskusi untuk menyusun strategi
pengarus-utamaan gender untuk PNTL. Strategi ini akan bertujuan untuk mengatasi
ketidakseimbangan gender di dalam PNTL, serta mengenderkan sejumlah program
pentingnya, seperti ketanggapan polisi pada perempuan dan kepolisian masyarakat.

323. Setelah tahap pertama kegiatan peningkatan kesadaran ini, OPE mengarahkan
perhatiannya lebih langsung pada pemajuan mekanisme-mekanisme dalam berbagai
departemen pemerintah untuk membantu Pemerintah menghadapi tantangan-
tantangan pengarus-utamaan gender serta mengisi sebagian dari prasyarat dasarnya
untuk pengarus-utamaan mainstreaming yang efektif. Sebagai bagian dari upaya ini,
hubungan yang lebih kuat telah dibina dengan Direktorat Nasional Perencanaan dan
Koordinasi Bantuan Luar (National Directorate of Planning and Coordination of
External Assistance – NDPEAC). Para Pejabat Perencanaan dalam direktorat ini
telah semakin mampu memantau pen-gender-an Rencana Aksi Tahunan (yang
sebelumnya tidak mengandung kebijakan spesifik untuk pemajuan kesetaraan
gender) dan tindakan-tindakan perencanaan lainnya (seperti SIP) di dalam
departemen-departemen pemerintah. Dengan bekerjasama NDPEAC, OPE juga
telah membuat ‘daftar gender’ untuk sektor-sektor priortas untuk melengkapi
pedoman pengarus-utamaan gendernya. Instrumen-instrumen ini sedang
diperkenalkan dalam cabang-cabang perencanaan berbagai kementerian dan
sekarang ini sedang dikembangkan dan diuji melalui suatu proses yang
partisipatoris. Instrumen-instrumen ini juga sedang diterjemahkan ke bahasa Tetun.

Anggaran gender

324. OPE telah menyelenggarakan beberapa pelatihan dengan ‘Kelompok Dukungan


Pelatihan’, Focal Points Gender, dan para pegawai tinggi Kementerian Keuangan
dan Perencanaan sepanjang 2003/2004, dengan tujuan meningkatkan kapasitas
untuk menganalisis anggaran dan kebijakan dari perspektif gender dan untuk
mengintegrasikan gender ke dalam penyusunan kebijakan. Sekaran ini, kebanyakan
sumberdaya untuk pengarus-utamaan gender telah dijanjikan oleh organisasi-
organisasi donor. Dukungan selanjutnya, dalam hal sumberdaya yang cukup
(konsultan, waktu, dan dana) segera diperlukan dari organisasi-organisasi donor.

325. Pemerintah memandang pengarus-utamaan gender dalam semua sektor sebagai


yang terpenting untuk menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip yang terkandung
dalam RPN serta pemenuhan kewajiban-kewajiban traktat Pemerintah, terutama

78
yang berhubungan dengan CEDAW. 162 Oleh karena itu OPE mengusulkan agar
dilakukan realokasi anggaran untuk mendukung dan mengadaptasi program-
program dan instrumen-instrumen spesifik selain menyelenggarakan pelatihan staf
dan perencanaan mengenai pengarus-utamaan gender untuk menjamin keberadaan
sumberdaya manusia dan keuangan yang layak. OPE telah mengusulkan agar
sekitar 5 persen anggaran dari setiap sektor dicadangkan untuk bantuan teknis
sektor tersebut, menjamin kemampuan untuk mengimplementasi, dan juga untuk
keperluan pemantauan dan evaluasi. NDPEAC memang mengantisipasi bahwa
Rencana Aksi Tahunan untuk Tahun Fiskal 2006/2007 akan mengintegrasikan
perspektif gender yang lebih kuat ke dalam program-program mereka, termasuk
peningkatan pendanaan.

326. Pada waktu laporan ini ditulis, UNIFEM sedang mengembangkan satu strategi
anggaran tanggap gender di Timor-Leste, yang akan dilaksanakan bekerjasama
dengan OPE dan NDPEAC dan akan berfokus pada penguatan kapasitan pelaku-
pelaku kunci di bidang manajemen keuangan publik dan pengarus-utamaan gender.
Secara sektoral, proyek ini akan berfokus pada dua kementerian kunci, Kesehatan
dan Pertanian, untuk mendukung lebih lanjut pengenderan SIP. Lebih lanjut, proyek
ini bertujuan untuk mengambangkan dari pengalaman akademisi dalam
menganalisis anggaran negara dan implementasi kebijakan. Dibayangkan bahwa
pengetahuan ini kemudian bisa diakses oleh ORNOP perempuan untuk memperkuat
advokasi mereka selain membantu OPE dalam pemantauan kemajuan pengarus-
utamaan gender. Lebih jauh, ia harus memberi kementerian-kementerian jalur
spesifik dengan basis perbandingan independen dan bisa dipercaya untuk penilaian
dan proses evaluasi mereka sendiri.

Analisis gender legislasi

327. OPE, dengan Kementerian Kehakiman dan Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL
secara bersama memproduksi terbitan mengenai hak perempuan yang dijamin
dalam legislasi nasional, yang bertujuan meningkatkan kesadaran Pemerintah dan
masyarakat sipil mengenai hak perempuan yang dijamin dalam hukum. Seperti
dikemukakan sebelumnya, diskusi-diskusi telah dimulai dengan Kementerian
Kehakiman untuk membuat mekanisme analisis gender terhadap kebijakan spesifik
dan rancangan legislasi.

Data terpilah jenis kelamin

328. Survey Suco awal pada tahun 2001, survey rumahtangga Survey Pengukuran
Tingkat Kehidupan (Living Standards Measurement Survey – LSMS) tahun 2002,
Survey Kelompok Indikator Ganda (Multiple Indicator Cluster Survey – MICS)
tahun 2002, Survey Demografi dan Kesehatan (Demographic and Health Survey –
DHS) tahun 2003, dan Sensus Nasional pertama tahun 2004 memberikan berbagai
macam indikator dengan variabel-variabel kunci dipilah menurut jenis kelamin.
Meskipun demikian, karena gender belum menjadi prioritas untuk badan-badan
162
Timor-Leste, ‘Sector Investment Programme, Rights, Justice and Equality’ (April 2007), halaman 27.

79
internasional terkait, satu perspektif gender belum diintegrasikan dalam
pengumpulan data. Akibatnya, meskipun dipilah menurut jenis kelamin, datanya
pada umumnya tidak peka gender.

329. Kekosongan utama dalam ketersediaan data terpilah jenis kelamin adalah sistem
data administratif. Tidak ada sistem untuk menumpulkan, menggabungkan, dan
secara berkala memperbaharui data serta secara rutin memilah menurut jenis
kelamin. Dalam kebanyakan kasus, data yang diperlukan untuk laporan ini bisa
diperoleh tetapi sering kali hanya melalui upaya-upaya ad hoc untuk memilah data
menurut jenis kelamin. Dalam sejumlah kasus, data dasar untuk perempuan dan
laki-laki harus secara khusus digabungkan dari catatan-catatan data primer.

330. Kekurangan data terpilah jenis kelamin pada proses-proses yang mengarah pada
hasil tak berimbang untuk perempuan sungguh memprihatinkan. Kebanyakan badan
pemerintah umumnya kekurangan data personil dan sumberdaya manusia mengenai
pengangkatan, promosi, pelatihan dan sebagainya. Ketika tersedia, data tersebut
umumnya tidak terpilah menurut jenis kelamin. Sebagian dari tabulasi rutin yang
diperlukan oleh badan-badan pemerintah yang dibuat oleh CISPE juga tidak dipilah
menurut jenis kelamin. Data terpilah jenis kelamin juga jarang tersedia pada proses-
proses sangat penting di dalam sistem kesehatan: data masih dilaporkan dalam hal
penyakit (bukannya umur, jenis kelamin, dan sebagainya dari pasien), tempat tidur
rumahsakit (bukannya umur, jenis, kelamin, dan sebagainya orang yang
menempatinya). Akibatnya tidak mungkin dilakukan analisis terhadap bidang-
bidang diskriminasi potensial dan kritis.

331. Indikator-indikator proses mengenai masalah-masalah gender kunci, khususnya


kekerasan terhadap perempuan, relatif kaya sebagai hasil dari upaya-upaya ad hoc
oleh para konsultan dan badan-badan internasional. Satu proyek dengan kepolisian
nasional (PNTL) sekarang sedang bekerja untuk mengintegrasikan ini dan
pemilahan jenis kelamin semua data dari sistem peradilan pidana ke dalam database
kejahatan nasional.

332. Data terpilah jenis kelamin dimanfaatkan dengan baik dalam pembuatan kebijakan
di beberapa sektor, termasuk pendidikan, keadilan, dan kesehatan. Akan tetapi, ini
kebanyakannya merupakan hasil dari peran badan-badan internasional dalam
pengembangan kebijakan, dan data diambil terutama dari survey-survey. Sistem
nasional untuk memantau kebijakan dan pelaksanaan program secara berkala
melalui pemrosesan data dari sistem administratif masih harus dikembangkan.
Pemahaman mengenai perlunya data terpilah jenis kelamin dan peka gender
dimasukkan dalam sistem tersebut masih rendah, terutama di kalangan staf
nasional.

333. Pada waktu laporan ini ditulis, OPE sedang bekerja dengan Direktorat Nasional
Statistik menyelenggarakan satu analisis gender mengenai data Sensus, dan menilai
dari perspektif gender database pemerintah yang ada sekarang. Kegiatan ini terdiri
dari pelatihan pengguna dan pembuat data terpilah jenis kelamin untuk menjamin

80
bahwa data ini dikumpulkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna, yang dengan
demikian memungkinkan pengenderan kebijakan dan siklus program dan produksi
program dan kebijakan tanggap gender.

Peran laki-laki dewasa dan anak laki-laki dalam pemajuan kesetaraan gender

334. Dalam semua lokakaryanya, OPE menegaskan bahwa pemajuan kesetaraan


bukanlah urusan perempuan saja dan bahwa konsep ‘gender’ mencakup laki-laki
dan perempuan. Karena itu, semua lokakarya mengenai kesadaran gender dan
pengarus-utamaan gender ditujukan pada perempuan dan laki-laki, meskipun
kebanyakan penerima manfaat program-program ini adalah perempuan. Pada 2005,
seluruhnya 70 staf (26 perempuan dan 44 laki-laki) dari Kementerian Keuangan dan
Perencanaan, OPE, dan focal points antar-kementerian serta staf perencanaan
kementerian-kementerian menerima pelatihan kesadaran gender. 17 staf (9
perempuan dan 8 laki-laki) NDPEAC dan Direktur Perencana badan-badan
pemerintah kunci meningkat pengetahuan teknisnya, mendapatkan tingkat
kepercayaan tertentu untuk menggunakan alat-alat pengarus-utamaan gender dan
diperlengkapi dengan keterampilan advokasi dalam kebijakan, perencanaan, dan
pemantauan peka gender.

335. OPE telah melakukan upaya-upaya terkonsentrasi yang ditujukan pada anak-anak
perempuan dan laki-laki dalam program-program kesadaran gendernya. Misalnya,
kedua jenis kelamin berpartisipasi dalam kuis ‘Buka Hatene’ yang telah disebutkan
di atas untuk siswa sekolah menengah dan kedua jenis kelamin mendapatkan
manfaat dari lokakarya-lokakarya pendidikan yang diselenggarakan oleh OPE. OPE
secara sengaja melakukan upaya-upaya untuk membuat peka dan mendidik semua
laki-laki mengenai pentingnya kesetaraan gender dalam pembangunan.

336. Dalam budaya Timor-Leste, ada kepercayaan bahwa laki-laki punya hak lebih
dibandingkan perempuan. Karena Timor-Leste berakar dalam budaya patriarkal
yang kuat, langkah pertama dalam semua pelatihan OPE adalah mendorong laki-
laki untuk membuka pikiran mereka dan menjadi lebih peka terhadap ide-ide
tentang gender, kesetaraan gender, dan peran perempuan dalam masyarakat. Suatu
pemahaman yang benar mengenai konsep gender sangat penting bagi tingkat
keterbukaan dan kemauan untuk bekerja ke arah penghapusan diskriminasi gender
di Timor-Leste. Kesulitan kebanyakan pelatihan di masa lalu adalah bahwa laki-laki
cenderung mendominasi diskusi dan perempuan, khususnya di tingkat bawah
masyarakat tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyampaikan
pandangan mereka. Meskipun kecenderungannya demikian, OPE mengakui
pentingnya laki-laki dalam pengembangan kesadaran gender dan telah bekerja erat
dengan organisasi-organisasi seperti AMKV (‘Asosiasaun Mane Kontra Violencia’
– ‘Perkumpulan Laki-laki Menentang Kekerasan’), yang didirikan pada tahun 2002,
yang mempromosikan dan berupaya mengakhiri kekerasan berbasis gender.
Organisasi ini juga bertujuan mengembangkan kesadaran laki-laki mengenai
masalah gender. Kerja AMKV dalam hubungannya dengan kekerasan berbasis

81
gender akan dibahas secara rinci dalam Dokumen Spesifik Traktat CEDAW.

Kesulitan dalam pengarus-utamaan gender

337. Meskipun sejauh ini telah ada pencapaian yang berarti, tantangan-tantangan dalam
pengarus-utamaan gender berdampak besar pada tingkat hasilnya.

338. Salah satu tantangannya adalah persepsi tentang pengarus-utamaan gender sebagai
suatu strategi ‘tambahan’ dan ‘beban’ tambahan bagi staf pemerintah yang sudah
sibuk itu. Sekarang ini belum ada sistem insentif dalam mana individu-individu dan
institusi-institusi didorong untuk memenuhi tujuan-tujuan pengarus-utamaan
gender. Lebih jauh, meskipun ada kemauan poliitk yang kuat untuk memajukan
kesetaraan, masih ada kekurangan kepekaan budaya, termasuk penentangan di
kalangan tertentu bahkan untuk menerima ide mengenai diskriminasi terhadap
perempuan. Di mana ada pengakuan mengenai perlunya memasukkan perspektif
peka gender pada program-program dan kebijakan-kebijakan ini sering dipandang
sebagai tanggungjawab tunggal OPE, yang menempatkan beban berat pada OPE.
Bukannya mencurahkan waktunya untuk penyusunan dan pemantauan kebijakan,
OPE menjadi satu-satunya badan Pemerintah yang bertanggungjawab atas
dukungan teknis kepada badan pengarus-utamaan serta implementasi efektif
program-program dan kebijakan-kebijakan gender mereka.

339. Kuranngya kemampuan teknis untuk mengarus-utamakan gender ke dalam siklus


program dan kebijakan adalah satu hambatan lagi. Ini dirasakan di seluruh
Pemerintah, termasuk OPE, dimana jumlah staf yang mampu melaksanakan tugas-
tugs tersebut sangat terbatas. Banyak Focal Points Gender yang diangkat adalah
staf yunior yang diangkat bukan karena kapasitas mereka untuk mengarus-
utamakan gender. Sebagai gambaran, selama pelaksanaan pengenderan SIP, jangka
waktu untuk melaksanakannya sangat pendek dan terhambat oleh kurangnya
kemampuan teknis dalam analisis gender dari orang-orang yang terlibat. Ternyata
ini lebih merupakan tindakan analisis gender daripada pelatihan untuk para perserta.
Faktor-faktor ini, bersama dengan kendala anggaran dan sampai tingkat tertentu
waktu dipekerjakannya bantuan teknis dan perencanaan berikutnya, membuat
sangat sulit untuk melaksanakan suatu agenda pengarus-utamaan gender yang
komprehensif.

Rekomendasi dan prioritas segera OPE

340. Tingkat keberhasilan pengarus-utamaan gender tergantung pada kepemimpinan dan


komitmen yang kuat pada semua tingkatan, selain dukungan besar dan dorongan
dari masyarakat sipil, ORNOP, akademisi, dan organisasi-organisasi komunitas
lainnya.

341. OPE secara spesifik merekomendasikan agar kebijakan pengarus-utamaan gender


dibuat dan disahkan oleh Dewan Menteri, yang dengan demikian membuatnya jelas
baghwa pengarus-utamaan gender adalah tanggungjawab dan kewajiban semua

82
sektor. Seperti yang seharusnya, memprioritaskan gender dalam RPN tidaklah
cukup untuk menjamin komitmen semua sektor.

342. Di masa depan yang dekat, OPE bertekad untuk melanjutkan bekerja erat dengan
NDPEAC untuk memelihata, menindaklanjuti, dan memantau prioritas dan kerja
yang telah dimulainya. Ini mencakup pemberlakuan dan internalisasi lebih lanjut
‘Pedoman Pengarus-utamaan Gender’ dan ‘Daftar Gender’ untuk kementerian-
kementerian dan sektor-sektor selain menyelenggarakan pertemuan-pertemuan
koordinasi berkala untuk pengarus-utamaan gender. Satuan-satuan tugas dan
kelompok-kelompok kerja akan dibentuk untuk membahas implikasi-implikasi
gender di dan memberikan nasihat mengenai praktek-praktek terbaik untuk
program-program dan kebijakan-kebijakan. Kelompok-kelompok ini akan
melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk anggota-anggota
masyarakat sipil.

343. Suatu penilaian dampak gender akan mengidentifikasi dampak kebijakan-kebijakan


dan program-program pada perempuan dan laki-laki. Untuk membantu proses ini,
indikator-indikator peka gender dan realistis harus dikembangkan untuk semua
program dan harus mencerminkan prinsip-prinsip MDG, CEDAW dan Kerangka
Aksi Beijing.

344. OPE akan mendorong semua sektor dan kementerian untuk mengumpulkan data
terpilah jenis kelamin untuk program dan kebijakan dan mengevaluasi dampaknya
pada program ini. Pengumpulan data harus diadaptasi supaya peka gender dan
semua sektor harus membuat database yang berisi data terpilah jenis kelamin. Ini
harus disistematisasi dan mudah diakses. Setiap penelitian di masa mendatang harus
mengandung dimensi gender.

345. Karena semua sektor bertanggungjawab untuk mengenderkan program dan


kebijakan masing-masing, OPE percaya bahwa penting bahwa semua staf yang
terlibat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan akrab dengan konsep-
konsep dan metodologi-metodologi gender yang melaluinya gender diintegrasikan
ke dalam siklus kebijakan. Untuk mencapai ini, pelatihan lanjutan mengenai
konsep-konsep gender, pembuatan kebijakan peka gender, dan penilaian dampak
gender melibatkan definisi mengenai indikator dan pengumpulan data yang akan
dilakukan. Ini harus mencakup satu pelatihan mengenai ‘Gender dan Pembangunan’
dengan lembaga-lembaga akademis untuk staf OPE dan Focal Points Gender untuk
memperdalam pengetahuan mereka dalam bidang ini.

F. PERAN PROSES PELAPORAN DALAM MEMPROMOSIKAN HAK


ASASI MANUSA PADA TINGKAT NASIONAL

346. Setelah meratifikasi traktat-traktat hak asasi manusia inti pada 2003/2004,
Pemerintah Timor-Leste memiliki kewajiban untuk melaporkan kemajuan-
kemajuannya dalam melaksanakan hak dan kebebasan yang telah menjadi

83
komitmennya untuk dilindungi. Tantangan-tantangan yang dihadapi Timor-Leste
dalam memenuhi persyaratan-persyaratan pelaporan ini dibahas dengan OHCHR,
yang sesudahnya Timor-Leste berketetapan untuk mencoba suatu sistem baru
pelaporan berdasarkan ‘Rancangan Pedoman untuk Laporan Yang Harmonis’ 163
(‘Pedoman’) yang diproduksi oleh OHCHR dan diadopsi pada sidang keenambelas
ketua-ketua badan-badan traktat hak asasi manusia, pada bulan Juni 2004. Pedoman
ini dimaksudkan untuk merampingkan proses pelaporan melalui penghapusan
duplikasi, menghindari fragmentasi, dan memperkuat kohesi seluruh traktat dan
sistem badan traktat.

347. Pada 2004, Kementerian Luar Negeri mengusulkan satu rencana yang luas dan
fleksibel lima tahap untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban pelaporan
traktat hak asasi manusia Pemerintah. Tahap-tahap ini adalah:
• Tahap Satu: Perencanaan awal.
• Tahap Dua: Peluncuran resmi dan sosialisasi traktat-traktat dan proses
pelaporan.
• Tahap Tiga: Konsultasi nasional dan komunitas untuk mengumpulkan data
untuk laporan traktat.
• Tahap Empat: Konsultasi antar-kementerian mengenai rancangan laporan.
• Tahap Lima: Penyuntingan dan peninjauan akhir, dan penyerahan laporan-
laporan kepada Sekretaris Jenderal dan Komite-Komite Hak Asasi Manusia.
• Tahap Enam: Sosialisasi laporan pada tingkat masyarakat.

348. Setelah penyerahan laporan traktat kepada komite hak asasi manusia masing-
masing, langkah selanjutnya akan dilakukan untuk menanggapi setiap daftar
masalah dan, akhirnya, rekomendasi yang diusulkan oleh komite hak asasi manusia
masing-masing. Focal Points Hak Asasi Manusia dan Gender yang ditunjuk oleh
Perdana Menteri untuk membantu Menteri Luar Negeri dan OPE dalam penyusunan
laporan-laporan traktat Pemerintah aktif terlibat dalam pengumpulan data sepanjang
proses penyusunan laporan. Meskipun demikian, di masa mendatang diperlukan
pelatihan dan dukungan lebih lanjut untuk para Focal Points ini untuk
memampukan mereka lebih aktif menanggapi kewajiban-kewajiban pelaporan
mereka dan memperkuat kemampuan mereka untuk mengarus-utamakan hak asasi
manusia ke dalam bidang-bidang portofolio mereka masing-masing.

349. Satu sosialisasi proses pelaporan dan konsultasi agar memungkinkan data
digabungkan untuk menyusun laporan-laporan dilaksanakan antara Desember 2004
dan Juli 2005 sebagai berikut:
• Pertama, pertemuan-pertemuan pengenalan dilakukan di semua 13 distrik untuk
membuat para peserta mengetahui kewajiban-kewajiban pelaporan Pemerintah
dan mendorong partisipasi tingkat distrik dalam proses tersebut, terutama dalam
pemberian informasi dan selanjutnya komentar-komentar terhadap rancangan
laporan Pemerintah.
• Kedua, serangkaian lokakarya/kelompok fokus regional dengan wakil-wakil

163
HRI/MC/2004/3.

84
pemerintah lokal dan pada tingkat lebih rendah dengan ORNOP (karena
kehadiran yang terbatas) diselenggarakan untuk mengumpulkan informasi untuk
penyusunan Dokumen Inti Bersama (DIB) dan Dokumen Spesifik Traktat.

350. Kelompok-kelompok fokus regional dijadikan sasaran untuk mengumpulkan data


untuk satu dokumen per kunjungan. Misalnya, awalnya dilakukan serangkaian
kelompok fokus mengumpulkan data untuk DIB yang dilanjutkan dengan
pertemuan-pertemuan untuk mengumpulkan informasi untuk CRC dan lagi untuk
Dokumen Spesifik CEDAW. Lima perrtemuan regional dibuat untuk setiap kasus.
Partisipasi perempuan, masyarakat sipil, dan wakil-wakil kelompok-kelompok
rentan yang berbeda dalam setiap pertemuan yang dilangsungkan. Dalam sebagian
kasus partisipasi masyarakat sipil tinggi sementara dalam kasus-kasus lain sangat
terbatas. Kunjungan-kunjungan regional ditentukan berdasarkan kemampuan
logistik dan bukan pengelompokan administratif yang secara resmi diakui oleh
Pemerintah. Distrik kantong Oecusse dikunjungi secara khusus karena status
geografisnya yang terpisah.

351. Pemerintah Timor-Leste mengakui pentingnya partisipasi masyarakat sipil dalam


proses pelaporan hak asasi manusia sebagai sarana untuk menyeimbangkan
perspektif mengenai kemajuan Pemerintah dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban
hak asasi manusianya. Pemerintah selalu menganjurkan kerjasama dengan
masyarakat sipil dalam proses pelaporan sejauh mungkin, sementara pada saat yang
sama menghormati prinsip dan nilai independensi dan otonomi masyarakat sipil
dalam pelaporan atau pelaporan bayangan.

352. Tim Pelaporan Traktat mengambil banyak langkah untuk mengembangkan


partisipasi masyarakat sipil dalam pelaporan dengan sering mengundang
masyarakat sipil untuk menghadiri lokakarya-lokakarya nasional dan regional serta
memberi informasi untuk rancangan laporan. Pemerintah juga mendorong PBB dan
badan-badan lain untuk mendukung organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk
mengembangkan strategi-strategi keterlibatan dalam proses pelaporan. Upaya-
upaya itu menghasilkan sumbangan informasi substansial dari masyarakat sipil, dan
sampai tingkat tertentu mendatangkan komentar-komentar terhadap rancangan
laporan itu sendiri.

353. Arti penting yang besar juga ditempatkan pada partisipasi kelompok-kelompok
rentan mencakup anak-anak, perempuan, orang cacat, dan migran karena mereka
adalah yang paling rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia. dalam sejumlah
kasus, seperti program Konvensi Hak Anak dan CEDAW, inisiatif-inisiatif yang
ditujukan untuk partisipasi kelompok anak-anak dan perempuan sukses dan
didapatkan sumbangan yang bernilai dari kelompok-kelompok tersebut. Pada
kesempatan lain, tanpa inisiatif yang ditujukan kepada partisipasi kelompok pada
tingkat distrik, orang-orang rentan dari semua kelompok termasuk perempuan,
anak-anak, orang cacat, dan lanjut usia tidak bisa terlibat dalam partisipasi tingkat
yang diinginkan kelompok-kelompok rentan spesifik tersebut.

85
354. Nyata bahwa sistem pelaporan traktat terpadu seperti yang dimajukan oleh
‘Pedoman untuk Pelaporan Yang Harmonis’ dirancang untuk memperkecil beban
Negara dalam hal menghilangkan duplikasi pelaporan dan fragmentasi proses. Akan
tetapi, meskipun kelebihannya dalam hal analisis hak yang lebih terpadu dan
holistik, pengalaman Timor-Leste – satu negara baru merdeka dengan sumberdaya
yang terbatas – adalah bahwa proses pelaporan traktat di bawah Pedoman ini tetap
merupakan proyek yang memerlukan banyak sumberdaya dan bahwa Pedoman
secara substansial memerlukan pengembangan konseptual lagi. Ini
menggarisbawahi kebutuhan sarana untuk menjamin bahwa metodologi-metodologi
pelaporan telah dirangkaikan untuk memenuhi tujuan-tujuannya, dan bahwa
dukungan yang cukup akan diberikan oleh OHCHR dan komunitas internasional
untuk mendukung upaya ini.

G. RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA DAN


INFORMASI HAK ASASI MANUSIA LAIN YANG TERKAIT

355. Perdana Menteri membentuk Kelompok Kerja mengenai Rencana Aksi Hak Asasi
Manusia Nasional (Working Group on the National Human Rights Action Plan –
NHRAP) dan menominasikan Penasehat Hak Asasi Manusia untuk memimpin
Kelompok kerja ini untuk mempromosikan dan mengembangkan Rencana Aksi
Hak Asasi Manusia Nasional. Pada 11 dan 12 Desember 2003, Kantor Penasehat
Hak Asasi Manusia menyelenggarakan satu seminar konsultasi internasional
mengenai pengembangan rencana aksi itu. Seminar ini menginformasikan kepada
Kelompok Kerja, masyarakat sipil, dan Pemerintah mengenai apa yang harus
dilakukan untuk mengembangkan rencana tersebut. Rekomendasi yang paling
penting dari seminar ini adalah pembentukan Pejabat Focal Points Hak Asasi
Manusia (Human Rights Focal Point Officers – HRFPO) di semua kementerian,
sekretaris negara, dan distrik. 164

356. Pada 3 Mei 2004, 165 diluncurkan satu kampanye nasional untuk mensosialisasikan
NHRAP dengan menyelenggarakan satu lokakarya mengenai pengumpulan data
untuk HRFPO. Mengikuti kegiatan ini, tugas kelompok kerja adalah pertama
memahami, dan selanjutnya menjelaskan kepada administrasi dan penduduk yang
lebih luas bahwa NHRAP adalah satu proyek nasional yang melibatkan Negara,
Pemerintah, dan masyarakat sipil. 166 Ini dikonfirmasikan oleh Perdana Menteri
pada kelompok Kerja pada 17 Juli 2004 ketika ia mengadakan rapat dengan
Kelompok ini meminta semua anggota untuk berperan lebih aktif. Sementara itu

164
Perdana Menteri memutuskan pada 6 Januari 2004, setelah rekomendasi seminar konsultasi mengenai
pengembangan Rencana Aksi, meminta setiap Kementerian dan Sekretaris Negara untuk mengangkat satu
orang sebagai Focal Point Hak Asasi Manusia. Orang ini bertanggungjawab untuk bekerja sama mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan pemerintahan yang baik dalam kerjasama yang ketat,
dan di bawah koordinasi Penasehat mengenai Hak Asasi Manusia.
165
Lokakarya mengenai pengumpulan data, 3-7 Mei 2004, Memorial Hall, Dili.
166
Sejumlah pertemuan diselenggarakan dalam beberapa bulan. Sosialisasi juga memerlukan keterlibatan
media.

86
dilangsungkan satu seminar penting pada 24 dan 25 Juni 2005 mengenai Hak
Sosial, Ekonomi, dan Budaya 167 sebagai satu cara untuk mensosialisasikan
Konvenan ini dan menunjukkan pentingnya NHRAP untuk bangsa.

357. Tugas selanjutnya Kelompok Kerja adalah membuat satu jadwal waktu seminar,
lokakarya, dan pertemuan regional untuk membahas tujuan pembentukan NHRAP.
Seminar-seminar regional ini diselenggarakan antara 22 Juli dan 12 Agustus 2004
di Baucau, 168 Bobonaro, Ermera, Lospalos, Liquiça, Manatuto, Maubisse, 169
Maliana, 170 dan Oecusse. 171 Seminar ini melibatkan semua Kantor Penasehat Hak
Asasi Manusia untuk Perdana Menteri, Kelompok Kerja, otoritas nasional dan
lokal, dan para anggota Parlemen Nasional. 172

358. Dialog antara Kelompok Kerja dan penduduk didasarkan di satu sisi pada presentasi
yang diberikan oleh para anggota Kelompok Kerja, dan di sisi lain pertanyaan-
pertanyaan, komentar-komentar, dan saran-saran para peserta. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut mengungkapkan kepada Kelompok Kerja perlunya penjelasan
yang lebih baik kepada penduduk mengenai hubungan antara hak dan kewajiban
warganegara.

359. Kelompok Kerja juga menyadari bahwa penting membuat kaitan antara Rencana
Pembangunan Nasional (RPN) dengan NHRAP, yaitu kaitan antara hak untuk bebas
dari kemiskinan dan pengurangan kemiskinan sebagai tujuan fundamental RPN.

360. Sebelum memulai kampanye dengar pendapat umum mengenai NHRAP, Kantor
Penasehat Hak Asasi Manusia menyelenggarakan satu pertemuan dengan
Kelompok Kerja 173 untuk mempersiapkan pedoman, jadwal waktu, dan strategi;
tujuh subdistrik 174 dipilih sebagai tempat pertemuan. Tema-tema utama yang
diidentifikasi untuk dengar pendapat umum ini adalah pendidikan, kesehatan,
keadilan, keamanan, pertanian, dan infrastruktur.

361. Kampanye ini menunjukkan betapa sulit bagi mayoritas penduduk Timor-Leste
untuk mengerti apa arti hak asasi manusia dan bagaimana hak tersebut sesuai
dengan kehidupan mereka. Jumlah orang yang menghadiri seminar regional dan
dengar pendapat umum itu melebihi semua harapan, 175 dengan partisipasi luas
bermacam-macam kelompok dan golongan umur.

167
Seminar mengenai Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya, 24 dan 25 Juni 2005, CNRT, Balide, Dili.
168
Untuk distrik Baucau, Lospalos, Viqueque, dan Manatuto.
169
Untuk distrik Aileu, Same, Ainaro, dan Cova-Lima.
170
Untuk distrik Maliana, Ermera, dan Liquiça.
171
Untuk Nitibe, Passabe, Oesilo, dan Pante Makassar.
172
Penting untuk ditegaskan bahwa diperlukan persiapan yang signifikan sebelum, selama, dan setelah
setiap seminar. Logistik dan orang yang diperlukan untuk setiap seminar juga menunjukkan kepada kita
kemampuan yang ada untuk menyelenggarakan jenis kegiatan ini. Helikopter UNMISET mutlak
diperlukan.
173
Pertemuan ini diselenggarakan pada 14 Agustus 2004.
174
Subdistrik Hatu-Builiko, Bazar-Tete, Balibo, Tutuala, Ossu, Passabe, Fatumean.
175
Sedikitnya 1200 orang seluruh negeri yang hadir.

87
362. Informasi yang dikumpulkan dalam laporan konsolidasi distrik selanjutnya menjadi
masukan untuk laporan dasar untuk laporan NHRAP. 176 Satu seminar mengenai hak
sipil dan politik diselenggarakan pada 24 dan 25 Februari 2005 untuk membuat
keseimbangan antara persepsi penduduk mengenai hak sipil dan politik dengan hak
sosial, ekonomi, dan budaya. Perdana Menteri juga memutuskan, di dalam kerangka
NHRAP, untuk menyelenggarakan satu seminar mengenai ‘Integritas dalam
Negara’ pada 11 Maret 2005 sebagai cara untuk mempromosikan dan
mengembangkan politiknya mengenai pemerintahan yang baik. Setelah seminar ini,
delapan lokakarya setengah hari kementerian diselenggaran membahas perlunya
meningkatkan kemampuan pegawai negeri mengenai pemerintahan yang baik.

363. Mengingat perlunya melanjutkan dialog dengan masyarakat sipil dan aktor-aktor
negara, Kantor Penasehat menyelenggarakan satu seminar internasional mengenai
‘Peran Masyarakat Sipil dalam Konsolidasi Perdamaian dan Demokrasi’ di Dili
pada 1-2 Desember 2005. Seminar ini mengembangkan perspetif yang harus
dimiliki negara ini dalam tahun-tahun mendatang mengenai pendidikan, partai
politik, masalah-masalah keagamaan, peran oposisi, dan partisipasi aktif masyarakat
sipil.

364. Setelah seminar ini, dilangsungkan dua inisiatif penting, yang pertama adalah dialog
berjudul “Dari Kebenaran menuju Persahabatan”, satu diskusi terbuka selama satu
hari mengenai hubungan yang harus dibangun oleh Timor-Leste dengan negara-
negara tetangganya. Yang kedua dilangsungkan pada 22-23 Mei 2006 mengenai
“Peran Partai Politik dan Media dalam Konsolidasi Perdamaian dan Demokrasi”.
Tujuan seminar ini adalah melanjutkan dialog antara aktor-aktor negara dan
masyarakat sipil. Ingin dikatakan bahwa semua kegiatan ini menyumbang satu sama
lain, memelihara NHRAP di dalam pikiran penduduk di satu sisi dan membantu
Penasehat Hak Asasi Manusia untuk memperkaya rancangan laporan dasar
NHRAP.

365. Dalam proses pengembangan Rencana Aksi yang sedang berlangsung, Kelompok
Kerja mengidentifikasi enam sektor utama yang memerlukan perhatian hak asasi
manusia khusus: kesehatan, pendidikan, keadilan, pertanian, infrastruktur, dan
keamanan.

366. Sementara sebagian besar masih dalam bentuk rancangan, diharapkan bahwa
Rencana Aksi Hak Asasi Manusia Nasinoal akan menyebutkan secara spesifik
komitmen Pemerintah untuk mengimplementasikan program-program mengenai
pencegahan kekerasan domestik; mengambil tindakan untuk memerangi kekerasan
berbasis gender dan untuk memerangi penganiayaan dan eksploitasi seksual
terhadap perempuan, anak-anak, dan remaja. Juga diantisipasi bahwa akan ada
tindakan-tindakan perlindungan lebih lanjut untuk anak-anak yang melibatkan
adopsi internasional dan bahwa akan dilakukan tindakan-tindakan untuk
menghapuskan tenaga kerja anak. Bantuan yang lebih besar akan diberikan kepada
176
Semua dokumen ini perlu dipersiapkan, dianalisis, diproses, dan diterjemahkan juga.

88
warganegara Timor-Leste yang tinggal dan bekerja di luar negeri dan legislasi akan
diberlakukan untuk orang asing, termasuk pengungsi, yang tinggal di Timor-Leste.

367. Selain itu, akan ada tindakan-tindakan untuk melindungi dan meningkatkan hak
kelompok-kelompok orang rentan yang lain seperti orang lanjut usia, serta
perlindungan yang lebih besar diberikan untuk kemajuan ke arah relisasi hak-hak
sosial ekonomi tertentu seperti kesehatan, dan perlindungan terhadap HIV/AIDS.

368. Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri diharapkan
menyelesaikan rancangan pertama NHRAP pada bulan Mei 2006 sesuai dengan
ketersediaan dana. 177

Tindak Lanjut untuk Konferensi, Program Aksi, dan Deklarasi Hak Asasi Manusia

369. Timor-Leste menjadi merdeka penuh pada 20 Mei 2002 setelah pernyataan oleh
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan dalam satu upacara
resmi untuk Proklamasi Kemerdekaan di Tasi Tolu, Dili. Upacara ini merupakan
suatu pemindahan kedaulatan dari Pemerintah Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa
kepada para pemimpin Republik Demokratik Timor-Leste, memulihkan
kemerdekaan yang telah diproklamasikan secara sepihak di Dili, 28 November
1975.

370. Konferensi Informasi Masyarakat Dunia pada 2003-2005 di Nairobi adalah


Konferensi Dunia Pertama dalam mana Timor-Leste hadir (diwakili oleh Tuan
Ovídio de Jesus Amaral, Menteri Transport dan Telekomunikasi). Di antara
pertemuan-pertemuan terkemuka lain, Timor-Leste berpartisipasi untuk pertama
kali dalam Sidang Komisi mengenai Kedudukan Perempuan Perserikatan Bangsa-
Bangsa ke-49 dan Ulang Tahun ke-10 Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing di New
York pada 28 Februari-11 Maret 2005. Delegasi dari Timor-Leste mencakup
seorang wakil dari Kementerian Kesehatan, Kepala Staf Kantor Promosi
Kesetaraan, dan Manajer Proyek Kekerasan Berbasis Gender di OPE.

371. Delegasi ini ambil bagian dalam serangkaian diskusi meja bundar mengenai
sejumlah masalah dan ikut mensponsori resolusi-resolusi yang secara khusus
relevan dengan Timor-Leste termasuk resolusi-resolusi mengenai pengarus-
utamaan perspektif gender dalam kebijakan-kebijakan dan program-program
nasional, pemajuan ekonomi kaum perempuan, kaum perempuan dan operasi
penjagaan perdamaian, dan perdagangan manusia. Pemerintah mendapati bahwa
partisipasi pada konferensi ini sangat berguna karena memberikan kesempatan
untuk belajar dari pengalaman negara-negara lain.

372. Dalam deklarasi nasionalnya, delegasi ini meyampaikan secara garis besar kemajuan
yang telah dibuat di Timor-Leste yang berkaitan dengan pemajuan hak perempuan
dan kegiatan OPE di masa mendatang. Delegasi secara khusus mencatat pentingnya
bekerja untuk mencapai semua MDG.
177
Presentasi Powerpoint NHRAP 2005.

89
373. Konferensi tersebut menegaskan pentingnya menggunakan instrumen-instrumen
internasional seperti CEDAW, Kerangka Aksi, dan MDG sebagai kerangka
konseptual yang menetapkan program-program dan kebijakan-kebijakan nasional
dengan tujuan akhir mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki serta
menghilangkan kemiskinan. Seperti dikemukakan secara ringkas di atas,
Pemerintah, melalui OPE, telah memulai proses pengarus-utamaan gender melalui
SIP, AAP, dan inisiatif CSP.

374. Prioritas-prioritas nasional yang berkorelasi dengan bidang kritis Kerangka Aksi
Beijing mencakup penekanan sekarang ini pada pemberantasan kemiskinan,
penguatan potensi ekonomi perempuan dan penguatan kapasitas nasional untuk
mengatasi kekerasan berbasis gender. Ini telah dikemukakan garis besarnya dalam
dalam bagian mengenai pengarus-utamaan gender dan juga dalam Dokumen
Spesifik CEDAW.

375. Konferensi dunia paling akhir yang dihadiri Timor-Leste adalah Konferensi Tingkat
Tinggi Tujuan Pembangunan Milenium di New York pada 12-16 September 2005.
Dalam konferensi ini, para pemimpin dunia menegaskan kembali komitmen mereka
pada multilateralisme sebagai sarana untuk mengubah kehidupan penduduk seluruh
dunia, dalam semua sektor masyarakat, melalui pembangunan berkelanjutan yang
bertahap dan mengurangi serta akhirnya menghapuskan sepenuhnya kemiskinan.

376. Pemerintah Timor-Leste, melalui Wakilnya Dr. Mari Alkatiri, Perdana Menteri,
menegaskan kembali komitmennya untuk bekerja keras melaksanakan MDG di
Timor-Leste, sebagai bagian dari upaya global untuk memberikan kehidupan yang
lebih baik kepada semua penduduk seluruh dunia di semua sektor termasuk hak
asasi manusia.

III KETENTUAN-KETENTUAN SUBSTANTIF


KONGRUEN
H. NON-DISKRIMINASI DAN KESETARAAN 178

377. Pasal 16 Konstitusi dan traktat-traktat inti yang Timor-Leste menjadi negara pihak
menetapkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan sebab-sebab berikut
ini:

Konstitusi RDTL Traktat hak asasi manusi inti


• jenis kelamin • gender
• ras/warna kulit • warna kulit
• asal etnis • asal etnis, kebangsaan atau sosial

178
Lihat definisi Lampiran 3.

90
• tidak ada • umur
• bahasa • bahasa
• keyakinan politik atau ideologis • pendapat politik atau lainnya
• agama • keyakinan agama
• keadaan fisik atau mental • kecacatan
• orang hidup dengan HIV/AIDS
• tidak ada • kelahiran
• status perkawinan • status perkawinan
• tidak ada • kewarganegaraan
• status sosial atau ekonomi • atau sebab khusus lainnya
• pendidikan (misalnya, posisi ekonomi,
pemilikan atau status pekerjaan)

378. Pasal 17 Konstitusi menegaskan kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan, di semua bidang kehidupan keluarga, eknomi politik, sosial, dan
budaya. Pasal 6 (j) menyatakan bahwa Negara bertanggungjawab “mempromosikan
dan menjamin kesetaraan efektif kesempatan antara perempuan dan laki-laki”.

379. Masing-masing pasal tersebut sejalan dengan kewajiban pasal 2 (a) CEDAW yang
“mengkeramatkan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam
konstitusi nasional”, meskipun dengan hormat dicatat bahwa prinsip-prinsip
‘kesetaraan kesempatan’ ini tidak sama dengan gagasan mengenai ‘kesetaraan’
dalam pengertiannya yang lengkap. Gagasan mengenai kesetaraan juga mencakup
kesetaraan status, yang tidak terkandung dalam Konstitusi sekarang ini. Dalam hal
ini Konstitusi tidak sepenuhnya sejalan dengan tindakan penuh kesetaraan yang
diusulkan oleh pasal 2 CEDAW itu sendiri.

380. Konstitusi membayangkan kesetaraan penuh hak antara laki-laki dan perempuan
dalam konteks hubungan keluarga (pasal 39), misalnya, dalam memulai keluarga,
dan juga memasuki perkawinan, yang sejalan dengan beberapa ketentuan pasal 16
CEDAW. Konstitusi juga mempromosikan kesetaraan antara perempuan dan laki-
laki dalam hal hak politik, khususnya dalam akses pada posisi-posisi politik (pasal
63[2]), keamanan dan bantuan sosial (pasal 56), dan pendidikan (pasal 58), yang
semuanya dibahas secara rinci dalam Dokumen Spesifik CEDAW.

381. Mengenai hak anak, pasal 18 (2) dan (3) masing-masing menjamin anak-anak
penikmatan atas semua hak yang diakui universal, semua traktat hak asasi manusia
yang diratifikasi oleh negara, dan kesetaraan hak dan perlindungan sosial untuk
anak-anak yang lahir di dalam atau di luar perkawinan.

382. Mengenai warganegara yang cacat, pasal 21 Konstitusi menyebutkan bahwa


“seorang warganegara cacat harus mendapatkan hak yang sama dan harus dikenai
kewajiban yang sama seperti semua warganegara lainnya, kecuali hak dan
kewajiban yang ia tidak mampu melaksanakannya karena kecacatannya. Negara

91
harus mempromosikan perlindungan warganegara cacat sebisa dipraktekkan dan
sesuai dengan hukum”.

383. Sejumlah undang-undang domestik yang signifikan melindungi terhadap


diskriminasi. Misalnya, undang-undang yang akan datang mengenai kekerasan
domestik menyatakan bahwa “individu-individu tidak boleh didiskriminasi oleh
tindakan atau pengabaian, atas dasar gender atau umur.” 179 Undang-Undang Dekrit
No. 5/2004 mengenai Otoritas Komunitas memberikan perhatian khusus kepada
kesetaraan status atau hak untuk perempuan termasuk hal-hal dimana perempuan
bisa menjadi korban kekerasan, khususnya kekerasan domestik. Dalam kasus ini,
undang-undang memberikan wewenang spesifik kepada Chefe do Suco “untuk
mendukung inisiatif-inisiatif yang bertujuan memantau dan pelindungi korban
kekerasan domestik” dan memfasilitasi “pembuatan mekanisme-mekanisme untuk
melindungi korban kekerasan domestik” (pasal 8 [g]). Ketentuan-ketentuan tersebut
menunjukkan kesungguhan Pemerintah untuk memajukan hak kaum perempuan
dan mengatasi persoalan kekerasan berbasis gender.

384. Di bidang pekerjaan, Undang-Undang Tenagakerja yang sekarang dan yang


diusulkan menegaskan dengan jelas bahwa “diskriminasi dalam pekerjaan,
khususnya dalam hal penggajian setara antara perempuan dan laki-laki untuk kerja
yang setara nilainya dilarang.” 180

385. Diskriminasi mengena pada setiap masyarakat secara langsung 181 maupun tidak
langsung. 182 Karena tidak semua kasus ketidakberuntungan yang dihadapi
kelompok-kelompok tertentu secara aktual merupakan diskriminasi, bisa sulit
menentukan secara kategoris apa yang merupakan diskriminasi dan apa yang tidak.
Dengan mengingat ini, laporan ini mengidentifikasi kasus-kasus dalam mana suatu
kelompok tertentu menghadapi satu ketidakberuntungan tertentu tetapi tidak
menyimpulkan mana dari kasus-kasus tersebut yang secara aktual dikatakan sebagai
diskriminasi.

386. Di antara bentuk-bentuk yang paling menonjol ketidakberuntungan yang terlihat ada
di Timor-Leste adalah ketidakberuntungan atas dasar:

387. Gender - Bentuk ketidakberuntungan yang paling umum yang dihadapi satu
kelompok tertentu di Timor-Leste adalah diskriminasi karena gender, khususnya di

179
Pasal 6 mengenai Prinsip Kesetaraan, Undang-Undang mengenai Kekerasan Domestik (akan datang,
2006).
180
Pasal 3.
181
Diskriminasi langung terjadi ketika satu kelompok secara eksplisit mendapatkan keuntungan sedang
yang lain tidak, misalnya seperti yang terjadi dalam alokasi sumberdaya.
182
Diskriminasi tidak langsung terjadi ketika pembedaan antar kelompok tidak jelas tetapi dampak suatu
kebijakan menguntungkan satu kelompok dan tidak kelompok yang lain. Satu contoh adalah keputusan
otoritas lokal untuk mengeluarkan sertifikat kelahiran hanya kepada anak-anak yang dibaptis. Sementara
sifatnya tidak eksplisit, ini berdampak hanya memungkinkan anak-anak Katolik untuk mendapatkan
sertifikat kelahiran yang dengan demikian memunculkan diskriminasi tidak langsung atas dasar keyakinan
agama.

92
bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, partisipasi politik, dan akses pada
keadilan. 183 Dokumen Spesifik CEDAW lebih khusus membahas kasus-kasus
dimana diskriminasi gender terjadi.

388. Sementara sering dinyatakan sebagai sangat penting bagi kehidupan dan identitas
bangsa, praktek tradisional dan kebudayaan jelas teridentifikasi sebagai satu bidang
dimana perempuan menderita diskriminasi. Kasus-kasus diskriminasi terhadap
perempuan dalam hubungan perkawinan dan keluarga sangat luas. Garis keturunan
patriarkal pewarisan pemilikan tanah, ‘barlake’ (sistem emas kawin dimana
keluarga laki-laki harus membuat pembayaran kepada keluarga perempuan), dan
penekanan pada perempuan untuk tetap tinggal di rumah termasuk diskriminasi
tidak langsung yang membatasi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi penuh
dalam kehidupan sosial dan politik. Masalah-masalah kompleks ini telah menarik
perhatian yang signifikan di dalam negeri dan dibahas lebih besar dalam bagian
mengenai ‘Perkawinan dan Kehidupan Keluarga’ di bawah, dan Dokumen Spesifik
CEDAW.

389. Status sebagai mantan pejuang bersenjata – Bisa dikatakan bahwa veteran pejuang
bersenjata kehilangan kesempatan pendidikan dan pengembangan profesional
sebagai akibat dari komitmen signifikan mereka pada perjuangan kemerdekaan.
Akibatnya, sebagian pejuang bersenjata ini sekarang terbatas kemampuannya untuk
berpartisipasi penuh dalam kehidupan ekonomi dan sosial, khususnya dalam hal
partisipasi pasar tenaga kerja. Sejumlah tindakan kunci, yang dirancang untuk
ditujukan pada ketidakberuntungan yang dihadapi oleh para mantan pejuang ini
dibahas dalam bagian mengenai ‘tindakan afirmatif’ di bawah.

390. Asal kebangsaan – Sejumlah pembatasan pada hak orang asing untuk memiliki
tanah dan berpartisipasi dalam kehidupan politik masih ada di Timor-Leste.
Pembedaan atas dasar kewarganegaraan dan ketidakberuntungan potensial yang
dihadapi orang asing tersebut dianggap bisa dibenarkan dan tidak merupakan
diskriminasi karena terbatas pada bidang-bidang khusus dalam mana seorang
individu harus punya hubungan yang panjang dengan Negara dan memiliki
tanggungjawab-tanggungjawab yang kewarganegaraan sebagai warganegara.
Pembatasan pada pemilikan tanah dianggap perlu dilakukan juga untuk menjamin
warganegara Timor-Leste tidak mendapatkan ketidakberuntungan karena daya beli
yang timpang antara mereka sendiri dengan orang asing.

391. Bahasa – Tetun dan Portugugis adalah bahasa resmi Negara, dengan Bahasa
Indonesia dan Inggris diakui sebagai dua bahasa kerja.184 Sebagai yang secara
teknis paling maju dari dua bahasa resmi, bahasa Portugis menonjol digunakan
dalam urusan-urusan Negara. Hukum dan kebijakan pemerintah sekarang ini
dirancang dalam bahasa Portugis (meskipun terjemahan bahasa Tetun juga tersedia)
dan administrasi sektor keadilan kebanyakan dilakukan dalam bahasa Portugis,
sampai tingkat yang mungkin.

183
Ini tercermin dalam kelompok-kelompok fokus regional di seluruh negeri.
184
Pasal 13.1 Konstitusi RDTL.

93
392. Integrasi bahasa Portugis ke dalam urusan Negara berlangsung bukan tanpa
persoalan transisional yang berarti. Hanya satu minoritas penduduk yang bisa
berkomunikasi secara percaya diri dalam bahasa Portugis (menurut Sensus 2004,
12% penduduk berusia di atas 6 tahun bisa berbicara, membaca, dan menulis).
Akibatnya banyak orang yang tidak berbicara bahasa Portugis tidak beruntung dan
terbatasi kemampuannya untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik dan
pembuatan keputusan. Perempuan menghadapi persoalan khusus karena di sebagian
kawasan pedesaan, mereka tidak berbicara Tetun apalagi Portugis.

393. Pemerintah sedang melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi


ketidakberuntungan bahasa melalui integrasi pelajaran bahasa Portugis ke dalam
sekolah-sekolah, membiayai penuh kursus bahasa Portugis dalam kebanyakan
tempat kerja Pemerintah, dan penyediaan penerjemah di pengadilan-pengadilan
untuk menjamin proses yang adil. Akan tetapi orang-orang yang tidak bisa
berbicara Portugis akan tetap menghadapi ketidakberuntungan sampai stransisi ke
bahasa Portugis secara efektif selesai.

394. Pendapat politik –Ada kelompok-kelompok yang menganjurkan posisi politik yang
berbeda dengan arus utama atau kepemimpinan dan mengaku bahwa mereka
mendapatkan ketidakberuntungan karena perbedaan pendapat politik ini.

395. Agama – Timor-Leste adalah satu negeri yang sangat toleran dalam hal agama,
tetapi dalam konsultasi-konsultasi distrik dikemukakan kekhawatiran bahwa di
sebagian wilayah negeri seorang anak tidak bisa didaftarkan kecuali lebih dulu
dibaptis yang dengan demikian menimbulkan diskriminasi tidak langsung atas dasar
keyakinan agama. Juga dilaporkan adanya kasus-kasus anak-anak tidak bisa
mendapatkan paspor kecuali telah dibaptis. Masalah ini dibahas lebih lengkap
dalam Dokumen Spesifik Konvensi Hak Anak. Tekanan keagamaan itu sampai
sekarang belum jelas bagi Pemerintah dan tidak akan dibiarkan kalau kasus-kasus
jelas mengenai ini disampaikan padanya di masa mendatang.

396. Orang cacat dan lanjut usia – Menurut data sementara Sensus 2004, 11,6 persen
dan 2,4 persen rumahtangga melaporkan sedikitnya satu anggota rumahtangga
masing-masing dengan kecacatan fisik dan penyakit mental. 185

397. Bagi banyak orang dewasa – khususnya laki-laki – sebab utama kecacatan fisik
adalah penyakit, kecelakaan, kekurangan gizi, polio, dan lepra. Luka yang terkait
kerja juga merupakan sebab kecacatan dan, kecuali kondisi kesehatan dan
keselamatan kerja yang adil dan baik ditegakkan untuk mengurangi risiko, dan ganti

185
Ini berlawanan dengan laporan UNICEF yang menyatakan bahwa “perkiraan umum kecacatan …
berkisar dari 4 sampai 8 persen penduduk”, tetapi tidak menyebutkan sumbernya, yang bisa saja dianggap
menyatakan bahwa Timor-Leste menderita tingkat kecacatan yang tingginya berlebihan. (UNICEF 2004,
halaman 86-87). Asal dari ‘perkiraan umum’ tersebut tidak diketahui. Lebih meyakinkan, rasio kecacatan
fisik dan mental dari data sementara Sensus tersebut mirip dengan rasio yang ditarik dari survey 2002 (lihat
catatan kaki sebelumnya).

94
rugi bisa diberikan, baru bisa diharapkan meningkat dengan peningkatan angkatan
kerja. 186

398. Untuk perempuan dan anak-anak, banyak kecacatan seperti TBC dan bronkitis
kronis adalah akibat dari buruknya standar kehidupan, yang mencakup kekurangan
gizi, air dan sanitasi yang tidak layak dalam rumahtangga, dan akses yang terbatas
pada fasilitas kesehatan – dari periode pra-kelahiran sampai tahun-tahun awal bayi.
Kekurangan gizi dan penyakit seperti polio khususnya mengena bayi dan anak
kecil. 187 Dalam kasus perempuan, seringkali mereka dirawat oleh setiap orang
dalam rumahtangga dan menunggu terlalu lama sebelum mencari perawatan untuk
diri mereka, yang dengan demikian memperparah penyakit. Masalah ini dibahas
lebih rinci dalam Dokumen Spesifik Konvensi Hak Anak dan CEDAW.

399. Sedikit keraguan bahwa di negeri yang infrastrukturnya belum berkembang, dengan
akses geografis ke semua wilayah yang terbatas, dan tingkat pengangguran dan
kemiskinan yang tinggi, orang cacat di Timor-Leste menghadapi
ketidakberuntungan khusus dalam kehidupan sehari-hari. Sementara tidak ada
informasi yang jelas mengenai hal ini, kesulitan mendapatkan pekerjaan, akses pada
pelayanan, dan partisipasi penuh dalam kehidupan sosial dan politik, termasuk
dalam banyak kesulitan yang dihadapi oleh orang cacat. Pemerintah juga
mendapatkan informasi yang belum dikonfirmasi yang menunjukkan bahwa anak-
anak cacat dan orang dewasa lebih mungkin diletakkan dalam rumah, jauh dari
sekolah dan kehidupan komunitas, atau ditempatkan di dalam lembaga-lembaga
residensial.

400. Penyakit mental diangkat sebagai masalah yang memprihatinkan dalam konsultasi-
konsultasi untuk dokumen ini. 188 Disebutkan kasus-kasus kekurangan fasilitas,
perawatan psikiatris untuk orang sakit mental, telah menghasilkan pelanggaran hak
asasi manusia. Sekarang ini tidak ada fasilitas untuk orang yang dianggap
mentalnya tidak stabil atau membahayakan masyarakat. Unit Hak Asasi Manusia
UNMISET juga mendokumentasikan kasus-kasus orang yang ditahan keluarga atau
komunitas karena memperlihatkan ketidaknormalan, biasanya perilaku kekerasan,
yang kebanyakan disebabkan oleh kurangnya perawatan atau fasilitas yang
memadai. 189 Juga dikatakan bahwa dalam beberapa kasus, metode pengendalian
yang digunakan pada orang cacat mental itu kejam dan menimbulkan luka fisik dan
bahwa PNTL gagal bertindak untuk melindungi orang sakit mental dari
penganiayaan. Kasus-kasus yang disampaikan pada pihak bewenang dan badan-
badan pemantauan ORNOP seperti JSMP dan Unit Hak Asasi Manusia berbagai
misi PBB memasukkan kegagalan untuk menyelidiki tuduhan penganiayaan seksual
oleh seorang ayah terhadap anak perempuan remajanya yang sakit mental karena

186
Timor-Leste, ‘Social, Civil and Heritage Protection Sector Investment Program’ (April 2006), halaman
19.
187
Timor-Leste, ‘Social, Civil and Heritage Protection Sector Investment Program’ (April 2006,) halaman
18.
188
Submisi Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL (30 Mei 2005), laporan-laporan JSMP dan lainnya.
189
Dikemukakan dalam Submisi Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL (30 Mei 2005).

95
pelapor tidak dalam keadaan yang sehat untuk membuat laporan. 190

401. Tahun 2003, Pemerintah mendirikan satu Pelayanan Kesehatan Mental Nasional di
dalam Kementerian Kesehatan dan menempatkan perawat-perawat kesehatan
mental di setiap distrik untuk melakukan penilaian kesehatan mental dasar dengan
dukungan sejumlah psikiatris. Penyediaan pelayanan kesehatan mental, khususnya
distribusi teratur obat-obatan untuk perempuan yang menderita sakit mental seperti
gangguan bi-polar, sangat memprihatinkan dan akan dibahas secara rinci dalam
Dokumen Spesifik CEDAW. Diharapkan bahwa inisiatif ini dan inisiatif-inisiatif
lainnya akan memberantas perlakuan buruk terhadap orang-orang sakit mental,
meskipun banyak yang masih harus dilakukan di bidang ini pada masa mendatang.

402. Semua lembaga Negara mengormati kelompok rentan, khususnya orang cacat dan
veteran pejuang bersenjata. Tetapi masih ada kesulitan untuk menjamin dukungan
efektif dan integrasi kelompok-kelompok ini ke dalam masyarakat. Kurangnya
infrastruktur yang maju sangat memprihatinkan dan sekarang ini sedang diatasi oleh
Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan
dan Reinsersi Komunitas. Masalah ini dibahas lebih lanjut di bawah dan dalam
Dokumen Spesifik Traktat sendiri.

403. Kelompok-kelompok etnis minoritas 191 - Telah dikemukakan bahwa sejumlah


kelompok minoritas rentan terhadap pelecehan (termasuk oleh polisi) dan bahwa
orang-orang yang paling rentan adalah yang berasal dari Indonesia dan Cina. 192
Pemerintah tidak mengetahui kasus spesifik dalam mana diskriminasi terhadap
kelompok etnis tertentu tersebut terjadi, tetapi sama halnya dengan semua bentuk
diskriminasi, Pemerintah akan bertindak tegas untuk menghilangkan diskriminasi
atas dasar status asal-usul etnis atau kebangsaan kalau ditemukan terjadi.
Pemerintah selalu dan akan terus mempromosikan ideal toleransi dan menghargai
keberagaman.

404. Status Timor-Leste yang baru merdeka dan keterbatasan sumberdayanya


menimbulkan ketidakberuntungan di sejumlah bidang kehidupan sosial, politik,
sipil, ekonomi, dan budaya, suatu keadaan yang bukannya tidak umum di negara-
negara maju dan sedang berkembang, khususnya yang baru merdeka. Di Timor-
Leste, tantangan yang ada diperparah oleh tidakadanya sumber data atau informasi
yang bisa diandalkan mengenai masalah-masalah ketidakberuntungan yang
dihadapi oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan kemampuan
terbatas Pemerintah sekarang untuk menangani masalah-masalah ini secara
sistematis.

405. Di negeri yang dilanda kemiskinan ini, ketidakberimbangan kekayaan dan distribusi
aset tidak bisa diatasi dengan cepat. Dalam kasus-kasus lain, ketidakberuntungan
atau diskriminasi sulit diatasi karena merupakan bagian yang telah bercokol dalam

190
Submisi Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL (30 Mei 2005).
191
Penting bahwa Negara belum menetapkan definisi “kelompok etnis minoritas.”
192
Submisi Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL (30 Mei 2005).

96
masyarakat seperti halnya praktek tradisional yang diskriminatif.

406. Pemerintah sepenuhnya berkomitmen pada prinsip-prinsip non-diskriminasi dan


berkomitmen untuk bekerja menghapuskan setiap ketidakberuntungan yang tidak
berdasar yang ditemukan ada melalui alokasi sumberdaya yang berimbang dan
pelatihan serta pendidikan yang lebih baik untuk petugas-petugas Negara, serta
implementasi program-program untuk memberantas diskriminasi yang ditemukan
ada.

407. Satu kampanye nasional untuk memberantas kemiskinan, program-program


pemberdayaan bersasaran gender, dialog komunitas mengenai hubungan antara hak
individual dengan praktek tradisional dan kebudayaan di Timor-Leste, dan
pelajaran bahasa Portugis di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga Negara adalah
sebagian dari inisiatif yang dilakukan atau didukung oleh Pemerintah untuk
mengurangi ketidakberuntungan spesifik yang jelas ada.

408. Diantisipasi bahwa peningkatan dukungan untuk Kantor Provedor, Kantor Penasehat
Hak Asasi Manusia untuk PM, dan OPE juga akan membantu meningkatkan
kesadaran mengenai masalah ketidakberuntungan dan/atau diskriminasi di masa
depan.

409. Informasi lebih lanjut dan lebih khusus mengenai masalah diskriminasi juga dibahas
dalam Dokumen-Dokumen Spesifik Traktat.

H(A) NON-DISKRIMINASI : KESAMAAN DI DEPAN HUKUM DAN


PERLINDUNGAN HUKUM YANG SETARA 193

410. Pasal 16 (1) Konstitusi jelas menyatakan bahwa “semua warganegara sama di depan
hukum, memiliki hak yang sama, dan memiliki kewajiban yang sama”. Pasal 26 (2)
lebih lanjut menyebutkan bahwa “keadilan tidak bisa diabaikan karena
ketidakcukupan sarana ekonomi”.

411. Warganegara menikmati perlindungan setara hukum di Timor-Leste. Tetapi


kesamaan di depan hukum atau pengadilan terbukti lebih sulit dicapai pada tahap
awal dan transisional pengembangan sektor keadilan ini. Salah satu persoalan
khusus adalah bahasa.

412. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pasal 13 Konstitusi Timor-Leste menyebutkan


bahwa Tetun dan Portugis adalah bahasa resmi Republik Demokratik Timor-Leste.

193
Bagian ini mencakup:
Pasal 14 (1) dan 26 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
Pasal 9 (2) Konvensi Hak Anak
Pasal 18 Konvensi Pekerja Migran
Pasal 5 (c) Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
Pasal 14 CEDAW.

97
Sesuai dengannya, pada bulan Februari 2004 Dewan Tertinggi Kehakiman
mengadopsi satu surat keputusan mengenai penggunaan bahasa-bahasa resmi di
dalam sisterm peradilan. Surat keputusan ini menetapkan masa peralihan tujuh
bulan yang sesudah itu semua dokumen pengadilan harus ditulis dalam bahasa-
bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia tidak lagi diperbolehkan digunakan dalam
pengadilan. Juga penting bahwa Tetun Prasa adalah bahasa Timor-Leste yang
paling banyak digunakan. 194

413. Keterbatasan teknis bahasa Tetun, keterbatasan pengetahuan bahasa Portugis di


seluruh negeri, dan lamanya penggunaan Bahasa Indonesia di pengadilan-
pengadilan sepanjang masa pendudukan Indonesia telah menciptakan hambatan dan
kebingungan dalam peralihan dari Bahasa Indonesia ke Portugis dan Tetun Prasa di
pengadilan. Tidak tersedianya penerjemah tetap, sampai belum lama ini,
memperparah keadaan sehingga dikemukakan bahwa terdakwa, saksi, dan korban
dalam sebagian kasus terbatas pengetahuan atau pengertiannya mengenai sidang
pengadilan yang mereka terlibat di dalamnya.

414. Pemerintah dan pengadilan aktif berusaha, sejauh yang dimungkinkan, mengatasi
persoalan-persoalan tersebut dengan memasukkan dan melatih satu tim baru
penerjemah sektor keadilan. Akan tetapi dampak jangka panjang dan berkelanjutan
tindakan ini belum membuahkan hasil yang diinginkan. Banyak dari penerjemah ini
masih dalam tahap pengembangan dalam karir profesional mereka. Pemerintah
berharap alokasi sumberdayanya yang meningkat besar, disertai dengan penguatan
pendidikan bahasa Portugis, akan segera mengatasi tantangan-tantangan kebahasaan
ini.

415. Juga penting dicatat bahwa meskipun Konstitusi menjamin perempuan kesamaan di
depan hukum dan perlindungan yang setara oleh hukum, dalam prakteknya mereka
terbatas aksesnya pada mekanisme-mekanisme keadilan formal. Ini karena sejumlah
faktor yang mencakup kendala-kendala praktis seperti sumberdaya yang terbatas
atau tidak ada untuk membawa kasus ke pengadilan; kurangnya transport ke dan
dari pengadilan; ketidakmampuan berbicara bahasa Portugis, Inggris (bahasa yang
digunakan oleh banyak petugas peradilan internasional) atau Tetun Prasa; tidak ada
atau sedikit pemahaman mengenai hak mereka yang dilindungi hukum, selain
waktu yang panjang yang dibutuhkan untuk memproses satu kasus.

416. Praktek-praktek tradisional juga berperan dalam mencegah perempuan mencari


keadilan melalui sarana-sarana yang formal. Stigma sosial yang timbul karena
menimbulkan perhatian pada masalah-masalah peka seperti kekerasan domestik
atau penganiayaan seksual sering menghalangi perempuan mencari keadilan.
Banyak dari mereka yang ditekan oleh keluarga untuk menyelesaikan kasusnya di
dalam keluarga saja. Dalam hal ini, seorang perempuan tidak bisa mengandalkan
dukungan sosial atau ekonomi dari keluarga kalau ia ingin mengajukan kasusnya ke
pengadilan. Masalah akses pada keadilan untuk perempuan ini akan dibahas lebih
rinci dalam Dokumen Spesifik CEDAW.
194
Sensus 2004.

98
H (B) TINDAKAN KHUSUS UNTUK MEMPERCEPAT KEMAJUAN
KE ARAH KESETARAAN 195,196

417. Konstitusi Timor-Leste menetapkan bahwa anak-anak, 197 orang lanjut usia, 198 dan
orang cacat, 199 memiliki hak atas perlindungan khusus olen Negara.

418. Seperti yang dibahas di atas, ada sejumlah keadaan dalam mana anggota-anggota
kelompok rentan ini menghadapi ketidakberuntungan khusus dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Pemerintah menyadari penderitaan orang-orang yang tidak
beruntung di negeri ini dan berkomitmen untuk menggunakan tindakan khusus
praktis yang diperlukan atau tindakan afirmatif untuk mendukung partisipasi penuh
dan integrasi kelompok-kelompok tersebut ke dalam masyarakat sejauh mungkin.

419. Penting bahwa status Timor-Leste sebagai demokrasi yang baru dibangun,
menduduki peringkat ke-140 dalam Indeks Pembangunan Global, menempatkan
kendala penting pada sifat dan jangkauan dukungan khusus yang sekarang ini
sedang diberikan oleh Pemerintah. Di dalam kemampuan yang ada sekarang,
Pemerintah sangat aktif dalam bekerja mengatasi ketidakberuntungan yang telah
kuat dan sistemis yang dihadapi oleh kaum perempuan dan sedang memberikan
bantuan yang diarahkan pada veteran pejuang bersenjata dan kelompok-kelompok
rentan lainnya yang paling memerlukan, termasuk anak-anak, orang cacat, dan
orang lanjut usia. Sejumlah contoh dari tindakan afirmatif yang dilakukan oleh
Pemerintah diuraikan secara ringkas di bawah.

Tindakan khusus yang bersifat sementara yang berkaitan dengan kaum perempuan

420. Sekarang ini, sedikit undang-undang atau tindakan sementara sedang dirancang atau
diadopsi khusus untuk keperluan mempercepat kesetaraan perempuan. Tetapi salah
satu contoh jelas dari tindakan itu adalah Pasal 11.18 Regulasi UNTAET No.
2002/5 mengenai pemberlakuan satu Undang-Undang Tenagakerja untuk Timor-
Leste. Pasal ini menyebutkan bahwa “tindakan khusus” bisa dilakukan oleh

195
Bagian ini mencakup:
Pasal 27 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
Pasal 2 (3) Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Pasal 1 (4) dan 2 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
Pasal 4 CEDAW
Pasal 22 dan 23 Konvensi Hak Anak.
196
Lihat definisi Lampiran 3.
197
Pasal 18 (1) menyebutkan bahwa “anak-anak berhak atas perlindungan khusus oleh keluarga,
masyarakat, dan Negara, khususnya terhadap semua bentuk pengabaian, diskriminasi, penindasan
kekerasan, penganiayaan dan eksploitasi seksual.”
198
Pasal 20 (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang lanjut usia mempunyai hak perlindungan khusus oleh
Negara.”
199
Pasal 21 (1) menyebutkan bahwa “Negara mempromosikan perlindungan orang cacat sebisa yang
dilakukan dan sesuai dengan hukum.”

99
Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas untuk “mengatasi praktek-
praktek dan pandangan-pandangan diskriminatif yang menghalangi kesempatan
setara dan perlakuan dalam akses pada pelatihan … pekerjaan dan syarat serta
kondisi pekerjaan” untuk antara lain perempuan pekerja dan/atau pekerja
perempuan yang mengasuh anak. Selanjutnya disebutkan bahwa tindakan-tindakan
tersebut tidak akan dianggap diskriminatif.

421. Di masa UNTAET, pemerintah berusaha mempromosikan partisipasi politik


perempuan yang lebih besar secara publik melalui tindakan-tindakan informal,
termasuk dalam pembentukan Dewan Nasional. Utusan Khusus Sekretaris Jenderal
(Special Representative of the Secretary-General – SRSG) memberikan pengarahan
bahwa sedikitnya dua dari empat calon untuk Dewan ini berasal dari masing-masing
13 distrik dan organisasi-organisasi masyarakat sipil adalah perempuan. Tindakan
ini menghasilkan 13 dari 33 posisi Dewan Nasional diduduki oleh perempuan.

422. Sebagai hasil dari rekomendasi yang muncul dari Kongres Perempuan Pertama
tahun 2000, SRSG mengadopsi satu peraturan kuota minimum 30 persen untuk
perempuan dalam administrasi negara pada 2001, dengan dampak positif segera
lebih dari 18 persen perempuan direkrut ke dalam posisi-posisi administrasi. Sama
halnya, selama periode UNTAET, tindakan khusus diambil untuk menjamin
keterwakilan yang memadai perempuan dalam pembentukan Kepolisian Nasional
Timor-Leste (PNTL) dan 40 persen dari gelombang pertama orang yang direkrut
adalah perempuan. Tetapi persentase ini kemudian menurun terus-menerus dan
pada waktu laporan ini ditulis kurang dari satu dalam lima petugas polisi adalah
perempuan.

423. Masalah kuota kemudian muncul kembali ketika organisasi-organisasi perempuan


melobby keras untuk kuota 30 persen kursi untuk perempuan dalam Pemilihan
Umum Majelis Konstituante tahun 2001. Meskipun permintaan kuota kandidat
perempuan ditolak oleh pemerintah, sejumlah tindakan afirmatif tidak resmi
dilakukan untuk mempromosikan partisipasi perempuan dalam pemilihan umum.
Ini mencakup dukungan untuk melatih hampir 200 kandidat perempuan potensial
serta pemberian waktu siaran tambahan di televisi dan radio kepada partai-partai
yang mengusulkan sedikitnya 30 persen kandidat perempuan. Partai-partai juga
didorong untuk memasukkan masalah perempuan dalam agenda mereka. Hasilnya,
23 dari 88 anggota yang terpilih untuk Majelis Konstituante (yang kemudian
menjadi Parlemen Timor-Leste pertama) adalah perempuan.

424. Inisiatif-inisiatif melembagakan satu keterwakilan perempuan minimum tersebut


menimbulkan imbas yang sama di arena politik, yang berpuncak pada 2004 dalam
Undang-Undang Pemilihan Kepala Suco dan Dewan Suco 200 yang menjamin
perempuan hak untuk menjadi kepala desa atau dipilih ke dewan desa. Ini akan
dibahas lebih lanjut dalam bagian mengenai partisipasi politik.

425. Di bidang pendidikan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas,


200
Undang-Undang No. 2 /2004.

100
melalui Divisi Pelayanan Sosial (DSS), bekerja dengan satu ONROP, yaitu Alola
Foundation, untuk memberikan beasiswa untuk perempuan muda yang tanpa
dukungan ini tidak bisa bersekolah. Alola Foundation sekarang telah membagikan
sekitar 700 beasiswa kepada perempuan muda. Sejak 2004 hingga 2005, 470
beasiswa telah diberikan kepada perempuan muda untuk menyelesaikan sekolah
menengah.

426. Upaya untuk mengatasi kekerasan tehadap perempuan dewasa dan remaja, dan
diskriminasi terhadap perempuan ketika pisah dan cerai, dan dukungan untuk anak
juga menjadi prioritas segera Pemerintah. Undang-undang pengasuhan anak juga
akan diberlakukan sebagai bagian paket Undang-Undang Kekerasan Domestik
untuk menjamin bahwa korban kekerasan dan anak mereka mendapatkan dukungan.

427. Sejumlah ORNOP perempuan memberikan pelayanan dukungan dasar, misalnya


dalam bentuk tempat tinggal kepada perempuan dan anak-anak korban kekerasan
berbasis gender, yang harus mencakup seluruh negeri tetapi terkendala oleh banyak
faktor, seperti keterbatasan sumberdaya. Juga banyak dari ORNOP ini tergantung
pada dana dari donor-donor internasional, yang tidak menjamin kelangsungannya.
Struktur pelayanan dan dukungan di luar ibukota tetap jarang dan sedikit
sumberdayanya. Masalah ini akan dibahas lebih lanjut dalam Dokumen Spesifik
Konvensi Hak Anak dan CEDAW.

Veteran Pejuang Bersenjata

428. Sebagai satu kelompok, veteran merupakan bagian kunci dari warisan bangsa. Pasal
11 Konstitusi mengakui bahwa dalam menghargai perjuangan melawan kekuasaan
asing, Negara “harus menjamin perlindungan khusus kepada orang cacat karena
perang, anak yatim atau orang yang tergantung lainnya yang telah mengabdikan
hidup mereka kepada perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan negara, dan harus
melindungi orang-orang yang ambil bagian dalam perlawanan terhadap pendudukan
asing.”

429. Sementara veteran orang per orang mungkin termasuk kelompok yang berisiko, atau
ditentang oleh kecacatan dan usia, atau dipandang sebagai sumber potensial
ketidakstabilan, sebagai kelompok mereka didefinisikan oleh tempat khas mereka
dalam sejarah dan memiliki satu status istimewa. Semua veteran perlawanan
terhadap pendudukan dipandang oleh masyarakat Timor-Leste sebagai harta hidup
nasional, sumber ikonik kehormatan bangsa.

430. SEAVAC dalam Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas adalah


badan yang bertanggungjawab mengenai pelaksanaan program penghargaan untuk
veteran. Program-programnya sampai sekarang mencakup pembangunan makan
pejuang perlawanan di Metinaro.

431. Sebagai bagian dari program penghargaan untuk veteran, satu proses nasional
identifikasi dan pendaftaran veteran sebagai Antigos Combatentes das Falintil

101
(Pejuang Lama Falintil) atau Veteranos das Falintil (Veteran Falintil) sesuai dengan
masa pengabdian masing-masing, telah dilakukan oleh CAAC dan CAVF yang
dibentuk oleh Presiden. Database yang dibuat oleh kedua komisi ini, dengan
bantuan Bank Dunia, memasukkan sekitar 37.000 pendaftar. Laporan akhir dua
Komisi, yang diselesaikan pada bulan Juni 2004, berisi rekomendasi untuk
memberikan penghormatan kepada para veteran perang. Sesuai dengan
rekomendasi ini, Parlemen belum lama ini mengeluarkan legislasi penghargaan
veteran, dengan ketentuan pembayaran hibah kepada para mantan pejuang
bersenjata. Harus disebutkan pula bahwa Komisi untuk Perlawanan Sipil (CAQR –
Commissão Antigos Quadros de Resistência) juga dibentuk untuk mengakui
sumbangan satuan-satuan bawah tanah dan sipil pada perjuangan untuk
kemerdekaan. CAQR dalam kerangka acuannya menyebutkan bahwa 40 persen
anggota Komisi distrik dan subdistrik harus perempuan.

432. Sebelum adanya undang-undang khusus mengenai penghargaan veteran, Pemerintah


juga telah memulai satu program dukungan sosial untuk para veteran pejuang
bersenjata yang telah berperang sebagai bagian dari perjuangan bersenjata 24 tahun.
Veteran yang memenuhi syarat mendapatkan bantuan sosial antara USD 100 dan
USD 135 per bulan, yang dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi
Komunitas. Pada saat ini 36 orang dianggap memenuhi syarat untuk bantuan
tersebut, meskipun perhatian yang lebih khusus juga masih diperlukan untuk
veteran perempuan untuk menjajaki bagaimana mereka juga bisa mendapatkan
manfaat dari dukungan Pemerintah.

Bantuan darurat untuk kelompok-kelompok rentan

433. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas telah mengambil tindakan-


tindakan untuk membentuk satu Dana Solidaritas Sosial untuk mendukung tindakan
membantu kelompok-kelompok sosial dalam keadaan khusus atau dengan
kebutuhan khusus (a) mendapatkan bantuan mendesak dan (b) upaya dukungan
untuk perbaikan kesejahteraan dan kehidupan yang berkelanjutan dalam pasar
terbuka atas dasar kesetaraan. Antara Juli 2004 dan Juni 2005, 524 keluarga anak-
anak rentan, 513 keluarga dengan orang cacat, dan 228 keluarga dengan veteran
menerima bantuan sosial ini. 201 Bantuan ini diberikan langsung kepada para kepala
keluarga untuk mengatasi kelaparan ayng dihadapi oleh kelompok-kelompok rentan
tersebut.
Strategi Kecacatan

434. Pemeritah berusaha mengatasi marginalisasi kelompok-kelompok cacat fisik dan


intelektual dengan mendorong program-program yang bisa mengurangi hambatan
sosial dan fisik yang mengingkari orang-orang ini dari akses pada kehidupan
mandiri, termasuk partisipasi arus utama dalam kerja produktif yang layak, rekreasi,
pelatihan, dan pendidikan.

201
Data Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas (Juli 2005).

102
435. Undang-Undang Tenagakerja (Pasal 8.4.1) memberikan tanggungjawab “kerja dan
kesejahteraan orang-orang cacat” kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan
Reinsersi Komunitas, melalui Divisi Pelayanan Sosial (DSS).

436. Pada awal 2005, SSLS menyelenggarakan satu proyek untuk merumuskan kebijakan
nasional untuk orang cacat. Konsultasi-konsultasi lokal di dalam semua distrik
selama April-Mei juga mengungkapkan tingginya tingkat minat masyarakat pada
masalah orang cacat dengan munculnya dua tema umum: kebutuhan akan pekerjaan
dan promosi kesempatan, dan masalah-masalah terkait dengan mutu kehidupan
(termasuk akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan, dukungan sosial,
akomodasi, dan transport). Juga ditekankan suatu preferensi untuk guru yang
terlatih baik di dalam sekolah-sekolah ‘arus utama’ dan tanggapan berbasis
masyarakat terhadap kebutuhan rehabilitasi.

437. Pada June 2005, satu Kelompok Kerja Orang Cacat, bertempat di Kementerian
Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas, meninjau rancangan garis besar
Kebijakan Nasional Kecacatan yang disusun oleh Kementerian ini, bekerja sama
erat dengan Kementerian Kesehatan. Kebijakan ini berusaha dikembangkan dari
pelajaran-pelajaran relevan yang diambil oleh komunitas internasional, serta
menjawab keadaan, kebutuhan, dan prioritas nasional spesifik. Kerja ini dibimbing
oleh prinsip-prinsip berbasis hak termasuk non-diskriminasi dan inklusi dalam
semua aspek pembangunan dan pemberdayaan orang-orang cacat sebagai pelaku
dan penerima manfaat semua aspek pembangunan.

438. Tujuan kebijakan nasional ini adalah: aksesibilitas dalam sistem umum masyarakat;
keamanan sosial dan jaringan keselamatan sosial; promosi pekerjaan dan
perikehidupan berkelanjutan di pasar terbuka; partisipasi sipil dan politik; dan
informasi, komunikasi, dan kebebasan berekspresi untuk semua orang.
Implementasi akan didukung oleh undang-undang mengenai orang cacat dan
pembentukan satu mekanisme konsultasi dan koordinasi nasional, dan pelaporan
tahunan kepada Parlemen mengenai kinerja dan hasil tindakan-tindakan yang
ditetapkan untuk kebijakan ini.

439. Sementara tanggungjawab untuk perawatan medis terhadap penyakit seperti polio
dan lepra terletak pada Kementerian Kesehatan, ORNOP setempat seperti ASSERT,
dengan bantuan Cambodia Trust, melakukan tindakan untuk mengurangi
penyingkiran sosial korban cacat dan lainnya yang memerlukan bantuan motor
melalui penyediaan pelayanan ortotis dan prostetis. Program ini akhirnya
operasinya akan diserahkan ke Pemerintah di masa mendatang. 202

202
Timor-Leste, ‘Social Civil and Heritage Protection Sector Investment Program’ (April 2006), halaman
37.

103
I. JAMINAN PROSEDURAL 203
Penangkapan dan Penahanan

440. Di Timor-Leste, otoritas untuk memelihara hukum dan ketertiban, dan menangkap
serta menahan orang, terutama terletak pada Kepolisian Nasional Timor-Leste
(Polícia Nacional de Timor-Leste – PNTL). 204 Dinas Pabean, 205 dan setiap orang
yang menyaksikan terjadinya suatu kejahatan 206 juga punya wewenang untuk
menangkap seseorang.

441. Wewenang untuk menahan orang terutama terletak pada kepolisian nasional dan
paling banyak digunakan untuk menahan tersangka pelaku kejahatan. Akan tetapi
kepolisian juga diberi wewenang untuk menahan imigran ilegal. 207

442. Polisi bisa melakukan penangkapan dalam flagrante delicto – ketika ada bukti jelas
terjadinya kejahatan atau kejahatan sedang dalam proses dilakukan, atau kalau
tersangkanya diikuti segera setelah kejadian kejahatan dan ditemukan dengan
barang atau bukti yang mencurigakan. Seseorang juga bisa ditangkap setelah
dikeluarkannnya satu surat penangkapan oleh seorang hakim. 208

443. Karena penangkapan dan penahanan memberlakukan pembatasan yang langsung


dan signifikan terhadap hak dan kebebasan individual, hukum menetapkan
perlindungan ketat untuk menjamin kekuasaan ini tidak dilakukan secara sewenang-
wenang. Pasal 35.1 Konstitusi dan Pasal 60 Undang-Undang Hukum Acara
Pidana 209 menetapkan bahwa seorang tersangka harus dianggap tidak bersalah
sampai dibuktikan bersalah dan harus diberi tahu hak-haknya dan tuduhan
terhadapnya dengan cara yang jelas dan tepat. Legalitas penangkapan dan
penahanan harus ditinjau kembali oleh seorang hakim dalam sidang tertutup dalam
waktu 72 jam setelah penangkapan, dan satu kali setiap enam bulan sesudahnya

203
Bagian ini mencakup:
• Pasal 9, 14, dan 15 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
• Pasal 18 (2) dan (3), 19 Konvensi Pekerja Migran
• Pasal 5 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
• Pasal 7, 12, 13, dan 15 Konvensi Anti Penyiksaan
• Pasal 37, 39, dan 40 Konvensi Hak Anak.
204
Lihat Pasal 147 Konstitusi RDTL. Khusus mengenai fungsi penegakan hukum Kepolisian, lihat Pasal 1-
3 Undang-Undang Dekrit No. 8/2004 mengenai Struktur Organik Kepolisian Nasional Timor-Leste.
Mengenai penangkapan dan penahanan, lihat Pasal 2.3, Pasal 6, dan Pasal 9.8. Regulasi UNTAET
No.30/2000 mentgenai Prosedur Pidana Peralihan yang diamandemen oleh Regulasi UNTAET No.
25/2001.
205
Pasal 1 (3) (b) Undang-Undang Dekrit No. 9/2003 mengenai Tugas dan Wewenang Dinas Pabean
Timor-Leste.
206
Pasal 218.2 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
207
Pasal 72 Undang-Undang Imigrasi dan Suaka No. 9/2003.
208
Pasal 218-220 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
209
Undang-Undang Dekrit No. 15/2005.

104
untuk menentukan validitas penahanan yang sedang berlangsung. 210 Penahanan pra-
peradilan tidak boleh melebihi satu periode satu tahun tanpa disampaikan surat
dakwaan; dua tahun tanpa vonis pertama; dan tiga tahun tanpa vonis akhir.
Pembatasan waktu yang disebutkan di atas bisa ditambah enam bulan jika kasusnya
terbukti luar biasa rumit. 211

444. Konstitusi dan Hukum Acara Pidana membolehkan seseorang untuk mengajukan
permintaan habeas corpus kepada Mahkamah Agung untuk menentang
penangkapan atau penahan terhadap dirinya. 212 Seperti dirinci Bagian L dokumen
ini mengenai ‘penyelesaian untuk pelanggaran hak’, sejumlah lima permintaan
habeaus corpus berhasil diajukan ke pengadilan antara 2002 dan 2005. Undang-
Undang secara khusus menyebutkan bahwa pemberlakuan penahanan pra-peradilan
harus, jika layak, didahului atau diikuti oleh sidang terhadap terdakwa, yang
memungkinkannya untuk menentang keberadaan prasyarat untuk penahanan.
Prasyarat untuk penahanan mencakup:
• kekhawatiran yang berdasar bahwa terdakwa bisa melarikan diri, bahwa
penyelidikan bisa terganggu atau bahwa kegiatan kejahatan bisa dilakukan; 213
• indikator kuat bahwa suatu kejahatan yang dihukum dengan hukuman penjara
yang melebihi tiga tahun telah dilakukan; dan
• tidak memadainya tindakan pembatasan lainnya. 214

445. Kalau prasyarat untuk penahanan pra-peradilan dipenuhi, seseorang yang menderita
gangguan mental harus secara preventif diizinkan ke rumahsakit psikiatris atau
lembaga lainnya yang memadai untuk periode waktu yang diperlukan. 215

446. Ingat pula bahwa Provedor diberi wewenang untuk menyelidiki setiap tempat
penahanan untuk memeriksa keadaan dan melakukan wawancara tertutup dengan
orang-orang yang ditahan.

447. Meskipun sifatnya komprehensif, peraturan dan prosedur penangkapan dan


penahanan tidak selalu dihormati. Ini terjadi karena sejumlah sebab.

448. Sistem hukum yang sifatnya berubah telah menimbulkan kebingungan mengenai
hukum penangkapan dan penahanan yang berlaku di Timor-Leste. Diharapkan
bahwa Hukum Pidana yang diusulkan, Hukum Acara Pidana, dan Undang-Undang
Organik untuk Kantor Kejaksaan dan Pembela Umum akan menyelesaikan sebagian
ketidakkonsistenan ini meskipun pelatihan luas juga diperlukan bagi kepolisian
untuk mengembangkan pengetahuan mereka mengenai kerangka hukum yang baru.

210
Pasal 30.2 dan 30.3 Konstitusi dan Pasal 63 dan 196 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No.
15/2005.
211
Pasal 195 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
212
Pasal 33 Konstitusi dan Pasal 205 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
213
Pasal 183 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
214
Pasal 194 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
215
Pasal 194.4 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.

105
449. PNTL sendiri masih merupakan organisasi yang sangat muda dan relatif tidak
berpengalaman yang terdiri dari sekitar 2.980 personil. Ketidakberpengalaman ini
kadang-kadang terwujud dalam perilaku yang buruk.

450. Kasus-kasus disipliner digolongkan sebagai pelanggaran kecil atau pelanggaran


berat dengan pelanggaran hak asasi manusia tergolong kategori yang kedua. 216
Pelanggaran disiplin berat yang juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia
adalah:
• melakukan pelanggaran pidana (jika merugikan orang lain);
• pelaksanaan kekuasaan yang tidak sah atau tidak diperlukan (jika
mengakibatkan kerugian fisik atau psikis terhadap orang lain);
• pelecehan seksual;
• perdagangan manusia dan prostitusi perempuan dan anak-anak
• tindakan diskriminatif.

451. Umumnya, sementara tidak ada peningkatan besar kasus-kasus ketidakdisiplinan


polisi, laporan-laporan mengenai pelanggaran polisi terus muncul. Pada 2004, ada
6,8 persen petugas polisi yang terhadap mereka diajukan kasus disipliner (38 persen
darinya adalah pelanggaran kecil), meskipun tidak semua merupakan pelanggaran
hak asasi manusia. Tujuh petugas dipecat karena kasus melibatkan kesalahan yang
serius. Tiga orang lagi dipecat pada April 2005. Polisi juga telah dihukum karena
melakukan serangan kriminal – biasanya berupa perlakuan buruk. 217

452. Dari pelangaran disiplin utama selama kurun waktu 1 Januari 2005 – 31 Maret 2005,
13 menghasilkan hukuman untuk tindakan penganiayaan, tujuh karena penggunaan
kekuasaan tidak sah dan dua serangan seksual atau pelecehan seksual. Per
November 2005, 175 kasus tindakan salah polisi telah ditinjau oleh Kantor Etika
Profesional, darinya 63 dikatakan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. 218

453. Profil kasus-kasus ini menunjukkan bahwa petugas polisi perlu pelatihan lebih lanjut
mengenai penangkapan, wawancara, dan penanganan tahanan, serta pemahaman
mengenai peran mereka sebagai petugas polisi, 219 meskipun pelatihan tidak akan
menjawab masalah-masalah yang lebih berat, yaitu pelanggaran seksual, dalam
mana persidangan pidana adalah satu-satunya sarana penyelesaian yang tepat.

454. Peratusan Disiplin Kepolisian yang baru 220 memberikan sarana yang canggih untuk

216
Pasal 33 Undang-Undang Dekrit Peraturan Disiplin Kepolisian No. 13/2004.
217
Pada 19 November 2004, seorang petugas Unit Patroli Perbatasan PNTL dijatuhi hukum 19 bulan
kurungan penjara karena melakukan penganiayaan berat menurut Pasal 351 (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia. Sebelumnya dua petugas PNTL dijatuhi hukuman atas penganiayaan ringan
melibatkan serangan terhadap dua orang tersangka. Petugas ini dikenai hukuman denda masing-masing
sebesar USD 15 dan dipindahkan ke satuan lain.
218
Presentasi oleh Domingos Soares, Inspektur Polisi, ‘Profesional Ethics and Accountability within
PNTL’ (Juli 2005).
219
Ministry of Interior, ‘Review of PNTL Professional Standards Administrative Cases Against PNTL
Members’ (18 April 2005), halaman 7.
220
Undang-Undang Dekrit No. 13/2004.

106
memperkuat pertanggungjawawaban polisi untuk lebih efektif menangani kasus-
kasus pelanggaran polisi, meskipun peraturan prosedur turunannya yang lebih
memberikan petunjuk praktis dari peraturan ini belum berlaku.

455. Kementerian Dalam Negeri juga mempertimbangkan pembuatan mekanisme-


mekanisme untuk menjamin bahwa semua kasus yang dilaporkan diperiksa untuk
pelanggaran hak asasi manusia dan dilaksanakan satu sistem pelaporan kasus-kasus
ini setiap bulan kepada Menteri. Hal ini akan memberikan kementerian ini
informasi yang cukup untuk menilai penuh sifat dan cakupan pelanggaran hak asasi
manusia dan membuat tindakan yang lebih terarah untuk menangani kasus-kasus
yang terjadi.

456. Bersama tantangan-tantangan yang bersifat legal dan institusional, keterbatasan


sumberdaya terus mengganggu upaya-upaya untuk mewujudkan jaminan
fundamental termasuk hak atas keadaan penahanan yang memadai dan akses pada
keterwakilan legal ketika dalam penahanan polisi, pelaksanaan sesuai waktu
persidangan pra-peradilan, dan akses pada dukungan penerjemahan.

457. Konstitusi menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan yang dipenjara tetap
memiliki hak sebagai manusia kecuali hak-hak yang hilang karena akibat khusus
dari pencabutan kebebasan secara sah. 221 Sementara keadaan penjara umumnya
baik, meskipun sekarang ini memerlukan rehabilitasi, keadaan tempat penahanan
kepolisian berbeda-beda. Keadaan ini tidak pernah sedemikian buruknya sampai-
sampai merupakan pelanggaran hak yang berat. Meskipun demikian, keterbatasan
sumberdaya kadang-kadang mengakibatkan polisi menggunakan sumberdayanya
yang sedikit untuk menjamin bahwa tahanan mendapatkan makanan, pakaian, dan
selimut untuk tidur – suatu solusi yang jauh dari diinginkan yang Pemerintah
berharap akan segera bisa mengatasinya dalam waktu dekat.

458. Meskipun ada sejumlah lembaga swasta yang memberikan pelayanan hukum, untuk
waktu yang lama hanya ada 10 orang pembela umum 222 yang memberikan bantuan
hukum cuma-cuma kepada orang-orang yang sedang menjalani penyelidikan pidana
atau pengadilan pidana. Keadaannya sekarang ini telah lebih memburuk dengan
kegagalan pembela umum dalam ujian nasional sehingga sekarang ini hanya ada
tujuh orang pembela umum internasional yang memberikan pelayanan. Polisi juga
diberi tahu bahwa hak terdakwa untuk menghubungi seorang pengacara bisa
ditangguhkan dalam keadaan adanya alasan untuk percaya bahwa terdakwa
menghadapkan ancaman terhadap keamanan umum, seperti ditemukan memiliki
senjata, amunisi atau bahan peledak. 223

221
Pasal 32 (4) Konstitusi RDTL.
222
Bulan September 2001, 10 orang pengacara direkrut untuk bekerja percobaan pada Kantor Pembela
Umum. Semua dari mereka yang menjalani masa percobaan sebagai pembela umum itu gagal dalam ujian
pada 2005. Sekarang ini sedikitnya empat orang Pembela Umum internaisonal bekerja di Kantor ini.
223
Submisi PNTL untuk Dokumen Inti Bersama (6 Januari 2005) dan Rapat Kementerian Kehakiman Juli
2005.

107
459. Pelanggaran batasan 72 jam untuk penahanan kepolisian juga terjadi, khususnya di
tempat-tempat terpencil dimana kekurangan alat angkutan, bensin atau buruknya
keadaan jalan mengakibatkan tersangka tidak bisa dihadapkan ke pengadilan pada
waktunya. Dalam bagian yang signifikan periode pelaporan, Pengadilan Distrik Dili
adalah satu-satunya pengadilan yang beroperasi secara konsisten. Pengadilan-
pengadilan distrik yang lain berfungsi tidak teratur di distrik masing-masing dan
sebaliknya beroperasi dari gedung Pengadilan Distrik Dili yang membuat semakin
sulit menghadapkan tersangka dari tempat-tempat yang lebih jauh ke pengadilan. 224
Kedatangan hakim dan jaksa internasional dan nasional dalam bulan-bulan
belakangan ini telah meningkatkan berfungsinya pengadilan tetapi keadaan masih
belum diatasi. Konsultasi-konsultasi distrik juga mengungkapkan kesalahan
menafsirkan peraturan 72 jam pada pihak kepolisian dengan sebagian polisi percaya
bahwa penahanan harus dilakukan selama 72 jam sebelum tersangka dihadapkan ke
hakim penyelidikan. 225 Juga dikemukakan bahwa peraturan penahanan 72 jam
digunakan sebagai satu bentuk hukuman untuk menahan orang-orang tanpa
dakwaan untuk jangka waktu pendek.

460. Petugas polisi tahu mengenai hak tersangka untuk diberi tahu dengan jelas dan tepat
tuduhan terhadap dirinya ketika ditahan. Tetapi kerumitan bahasa dan tidak adanya
penerjemah yang membantu dalam sidang pengadilan di setiap kantor kepolisian
distrik membuat jaminan ini sulit dipenuhi dalam semua kasus.

461. Kebanyakan informasi mengenai pelanggaran hak asasi manusia atau pelanggaran
proses yang adil oleh polisi yang disampaikan di atas belum diperiksa seluruh
kebenarannya. Kementerian Dalam Negeri, yang bertanggungjawab atas PNTL,
mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah tejadi, meskipun menegaskan
bahwa kementerian ini sendiri belum punya kesempatan untuk membuat
mekanisme untuk mengidentifikasi atau merekam data mengenai sifat cakupan
pelanggaran hak asasi manusia dan dengan demikian sekarang ini belum mampu
memberikan data yang konklusif mengenai masalah ini. Meskipun demikian,
diharapkan bahwa: setelah beroperasi penuh, Peraturan Disiplin 2004 dilengkapi
oleh pengumpulan data yang diperbaiki; mekanisme rujukan dan penangangan
pelaporan antara Kantor Inspektorat, Kantor Etika Profesional, dan Kantor
Provedor; dan periode pelatihan polisi yang diperpanjang akan membuahkan hasil
yang baik termasuk penguatan pertanggungjawaban polisi dan pengurangan angka
pelanggaran hak asasi manusia dalam praktek-praktek penangkapan dan penahanan.

462. Pasal 2.1 (c) Regulasi UNTAET 23/2001 menetapkan bahwa sistem penjara harus
bertujuan untuk memperbaiki dan merehabilitasi secara sosial narapidana. Memang
sistem penjara di Timor-Leste dirancang untuk menjamin bahwa narapidana tidak

224
Para hakim dan jaksa yang ditugaskan pada pengadilan-pengadilan distrik di seluruh negeri telah bekerja
secara percobaan sejak 2001. Mereka sering diharuskan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan di Dili dan
karena itu meninggalkan tempat kerja. Keadaan ini agak membaik setelah kedatangan hakim internasional
untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh hakim nasional setelah kegagalan mereka dalam ujian,
tetapi masih kurang efisien dan konsisten daripada yang diinginkan.
225
Kesalahan pendapat ini disampaikan dalam Pertemuan Kelompok Fokus Regional Manatuto.

108
terputus sepenuhnya dari masyarakat umum, khususnya keluarga dan kerabat
mereka. Kunjungan-kunjungan teratur ke penjara diperbolehkan bagi kerabat dan
keluarga. Semua kunjungan lain ke penjara dilakukan setelah mendapatkan izin dari
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri. Kementerian Kehakiman, dalam
kemitraan dengan UNDP, telah membuat satu ‘Program Bantuan Narapidana’, yang
mencakup pelatihan keterampilan dan pengelolaan kemarahan untuk narapida yang
dihukum karena pelanggaran kekerasan berbasis gender. Selain itu, Kantor Promosi
Kesetaraan, dengan dukungan UNFPA, sekarang ini sedang mencoba satu ‘Program
Pelatihan Perilaku Pengendalian Kekerasan untuk Pelaku Kekerasan’. Pada waktu
laporan ini ditulis, 12 sipir penjara telah berhasil menyelesaikan tahap pertama
komponen Pelatihan untuk Pelatih dari program ini. Satu pedoman pelatihan telah
disusun dengan masukan dari pihak-pihak yang berkepentigan, yang akan diikuti
oleh Pelatihan untuk Pelatih intensif untuk tiga orang sipir (ko-fasilitator) sebelum
dilanjutkan ke tahap akhir pelaksanaan modul-modul pelatihan untuk kelompok
narapidana. Program-program sosial dan pendidikan lain juga telah disusun untuk
memungkinkan para narapidana menjalani kehidupan normal setelah mereka
kembali ke masyarakat.

Persidangan Pidana

463. Konstitusi dan Hukum Acara Pidana menetapkan dasar hukum dalam negeri untuk
jaminan ‘pengadilan dan proses hukum yang adil’ di Timor-Leste.

464. Sesuai dengan hak praduga tak bersalah sampai dibuktikan bersalah, yang dilindungi
oleh Pasal 34 (1) Konstitusi, beban pembuktian atas telah dilakukannya perbuatan
kejahatan terletak pada jaksa penuntut umum. 226 Pasal 35.4 Konstitusi juga jelas
bahwa tidak seorang saksi pun dipaksa untuk mempersalahkan dirinya sendiri dan,
jika tidak ada ketentuan spesifik mengenai masalah ini, seorang tersangka tidak
boleh dipaksa untuk menegaskan atau menolak informasi yang diberikan oleh
korban dan saksi-saksi mengenai perbuatan suatu kejahatan. Tetap merupakan
tanggungjawab jaksa untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut dan
mengumpulkan bukti untuk kasusnya. Pembela diberi kesempatan untuk memeriksa
silang saksi yang diajukan oleh jaksa.

465. Hukum Acara Pidana mengungkapkan larangan pengajuan bukti di pengadilan yang
diperoleh melalui cara-cara tidak sah seperti penyiksaan, pemaksaan atau ancaman
pada integritas moral atau fisik. 227 Setiap petugas yang menggunakan cara tidak sah
untuk memperoleh keterangan itu bisa dihukum maksimum empat tahun kurungan
penjara. 228 Pemerintah tidak mengetahui adanya kasus dalam mana bukti diperoleh
melalui penyiksaan, cara-cara pemaksaan atau mengancam diajukan ke pengadilan.

466. Pasal 34.2 Konstitusi dan Hukum Acara Pidana 229 menjamin seorang tersangka hak

226
Pasal 114 dan 265 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
227
Pasal 34.4 Konstitusi dan Pasal 110.1 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
228
Pasal 422 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
229
Pasal 66.1 dan 68 (b) Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.

109
atas pengacara pada setiap tahap sidang pengadilan pidana dan Kantor Pembela
Umum 230 adalah sarana utama melalui mana orang bisa mengakses bantuan hukum
cuma-cuma. Ada instansi-instansi lain yang memberikan bantuan hukum, baik
pelayanan komersial maupun cuma-cuma, selain Kantor Pembela Umum. Pasal 135
Konstitusi menetapkan bahwa bantuan hukum dan yudisial di Timor-Leste memiliki
kepentingan sosial dan harus diberikan sesuai dengan prinsip ini, 231 dan sedikitnya
ada delapan organisasi non-pemerintah pemberi bantuan hukum yang beroperasi di
negeri ini, yang didanai oleh Asia Foundation. Meskipun demikian, Timor-Leste
sekarang ini mengalami kekurangan besar pengacara yang berdampak pada hak
tersangka atas keterwakilan hukum yang kompeten dan sering mengganggu
penyelesaian tepat waktu kasusnya. Keadaan ini diperburuk oleh kegagalan
pembela umum dalam ujian hukum pada awal 2005. Timor-Leste masih sangat
tergantung pada penasehat internasional dan dukungan donor untuk kelanjutan
operasi Kantor Pembela Umum.

467. Konstitusi dan hukum menetapkan bahwa sidang pengadilan harus terbuka untuk
umum dan ini umumnya dihormati dalam praktek. 232 Akan tetapi jika diperlukan
oleh keadaan seputar kasusnya, sifat terbuka pengadilan bisa dibatasi secara
keseluruhan atau sebagian, untuk menjaga moral atau martabat umum. 233 Ini bisa
melibatkan kasus-kasus pelanggaran pidana seksual dan, kenyataannya,
pemeriksaan pelanggaran pidana seksual terhadap anak-anak di bawah usia 18
tahun, menurut kebiasaan, semuanya tertutup untuk umum.

468. Hak seorang terdakwa untuk pemeriksaan silang seorang saksi dan hak saksi yang
rentan untuk bebas dari intimidasi diakui dalam hukum dan umumnya dihormati
oleh hakim dalam sidang peradilan pidana. 234 Aspek yang lebih problematis sidang
peradilan sekarang ini adalah keterlambatan yang berlebihan dalam memproses
kasus dan penumpukan besar karena tidak berpengalamannya dan jeleknya
persiapan oleh hakim, kurangnya dukungan kepada pengadilan, dan kurangnya
kejelasan dan keseragaman pengelolaan kasus. Keterlambatan ini dalam sebagian
kasus merusak hak terdakwa untuk diadili tanpa keterlambatan yang tidak layak.

469. Menurut data yang dikumpulkan oleh Kantor Jaksa Agung, penumpukan kasus-
kasus telah tumbuh sejak 2001, meskipun sedikit berkurang setelah kedatangan
hakim internasional. Pada akhir 2004, ada 1091 kasus dalam sistem ini (174 pada
2004) yang 440 darinya masih belum selesai. 235 Hukum Acara Pidana yang baru

230
Lembaga ini telah digabungkan dalam struktur Kementerian Kehakiman oleh Undang-Undang Dekrit
Pemerintah No. 10/2003.
231
Pasal 76 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005.
232
Pasal 131 Konstitusi RDTL dan Pasal 75 dan 247 Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No.
15/2005.
233
Pasal 76 (1) Undang-Undang Dekrit Hukum Acara Pidana No. 15/2005. Lihat pula Pasal 131 Konstitusi
RDTL.
234
Pasal 254 (3) Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa seorang terdakwa bisa dikirim keluar dari
ruang pengadilan untuk suatu periode waktu yang dianggap perlu ketika kehadirannya bisa menghambat
atau mengintimidasi seseorang yang akan membuat pernyataan.
235
Timor-Leste, ‘Rights, Justice and Equality Sector Investment Program’ (April 2006), halaman 14.

110
memasukkan serangkaian ketentuan yang dirancang untuk mengatasi persoalan
keterlambatan yang tak layak yang telah menganggu berfungsi efektifnya sistem
peradilan sejak sebelum kemerdekaan. Diharapkan bahwa kerangka hukum baru ini
dan peningkatan kapasitas para pelaku sektor peradilan akan banyak memperkuat
efisiensi pemrosesan kasus.
470. Keputusan-keputusan pengadilan sejauh mungkin dibuat tersedia kepada terdakwa
dan keluarga mereka melalui pengacara mereka, dan kepada publik melalui media
cetak dan elektronik. 236 Pada 2005, satu surat keputusan dikeluarkan oleh Ketua
Pengadilan Tinggi, meresmikan akses publik pada keputusan pengadilan. Awalnya,
ada keberatan bahwa sebagian keputusan pengadilan tetap tidak bisa diakses, 237
tetapi pengadilan telah memulai publikasi teratur keputusan-keputusan mereka dan
meningkatkan arus informasi kasus.
471. Tidak ada ‘hak banding’ spesifik dalam Konstitusi tetapi Hukum Acara Pidana
menyebutkan bahwa “kecuali dinyatakan terlarang oleh undang-undang, bisa
diajukan banding mengenai masalah fakta dan hukum terhadap perintah pengadilan,
hukuman, dan keputusan seluruhnya atau sebagian.” 238 Banding atas keputusan
pengadilan distrik harus dibuat ke Mahkamah Agung, yang sekarang Pengadilan
Tinggi. 239
472. Konstitusi Timor-Leste menetapkan bahwa hukum pidana tidak boleh diterapkan
surut ke belakang (non-retroaktivitas). Hukum ini juga melarang pendakwaan dua
kali sehingga, tanpa memandang keputusan akhir, begitu seseorang telah diadili
untuk suatu kejahatan, ia tidak bisa diadili untuk kedua kali untuk pelanggaran yang
sama. 240 Tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai seorang terdakwa yang diadili
lebih dari satu kali untuk tindak pidana yang sama. Akan tetapi ada dua kasus non-
retroaktivitas.
473. Yang pertama muncul dalam Pengadilan Tinggi yang menetapkan bahwa Panel
Kejahatan Berat tidak punya yurisdiksi untuk memeriksa kasus-kasus kejahatan
terhadap umat manusia yang terjadi sebelum pembentukan Panel Khusus ini,
karena ini merupakan penerapan retroaktif hukum pidana. Panel Khusus diberi
wewenang khusus untuk memutuskan kasus-kasus seperti itu. 241 Akan tetapi
keputusan ini ditinjau kembali oleh Panel Khusus Kejahatan Berat, yang
memutuskan tidak mengikuti keputusan Pengadilan Tinggi dan menemukan bahwa
karena kejahatan terhadap umat manusia dianggap merupakan kejahatan menurut
hukum kebiasaan internasional, kejahatan tersebut merupakan bagian dari
wewenang hukum di Timor-Leste pada waktu kejahatan tersebut terjadi. Sesuai
dengannya seseorang bisa diadili untuk kejahatan terhadap umat manusia yang
dilakukan sebelum pembentukan pengadilan ini tanpa melanggar prinsip

236
Submisi Kementerian Kehakiman untuk Dokumen Inti Bersama (3 Februari 2005).
237
Submisi Unit Hak Asasi Manusia UNOTIL (30 Mei 2005).
238
Pasal 287 Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Dekrit No. 15/2005.
239
Pasal 291 Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Dekrit No. 15/2005.
240
Padal 19.A.8 Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Dekrit No. 15/2005.
241
Armando dos Santos v Jaksa Agung, Pengadilan Tinggi (15 Juli 2003).

111
retroaktivitas. 242
474. Dalam satu keputusan berikutnya, Jaksa v. Paulino de Jesus, 243 Pengadilan Tinggi
juga menemukan bahwa terdakwa bersalah atas ‘kejahatan terhadap umat manusia’
meskipun faktanya kejahatan tersebut dilakukan sebelum tindakan tersebut
dianggap sebagai kejahatan oleh hukum dalam negeri. Ini telah menyelesaikan
ambiguitas mengenai masalah ini.
475. Tindakan-tindakan khusus telah diadopsi untuk menjamin dukungan kepada korban
pelanggaran seksual. Tindakan-tindakan ini mencakup pembentukan Unit Orang
Rentan (Vulnerable Persons Unit – VPU) di dalam dinas kepolisian untuk
memberikan dukungan kepada korban penganiayaan seksual. Selain itu, ada satu
jaringan pelayanan dukungan yang terdiri dari badan-badan Pemerintah dan
ORNOP, yang memberikan bantuan berkelanjutan dalam bentuk konseling trauma
dan rumah aman untuk membantu korban ke arah pemulihan penuh. Badan-badan
ini bekerja erat dengan kepolisian dan mendampingi para korban selama
penyelidikan. 244 Jaringan rujukan pelayanan dukungan ini sekarang dikoordinasikan
oleh OPE, dengan dukungan UNFPA.

Keadilan Tradisional
476. Warganegara, khususnya di distrik-distrik, tidak terbiasa dnegan proses membawa
sengketa ke pengadilan distrik. 245 Sementara orang Timor-Leste umumnya
menyetujui sistem formal, orang paling merasa nyaman dan terbiasa dengan
peradilan ‘adat’ atau tradisional. Memang terbukti bahwa satu proporsi yang besar
penduduk lebih menyukai penyelesaian sengketa tradisional daripada peradilan
formal untuk menyelesaikan masalah mereka karena mereka memandang sistem
formal lemah dan tidak efisien. 246
477. Sering disebut ‘pengadilan lokal’, pengadilan tradisional telah ada sebelum masa
Portugis dan Indonesia. Ini adalah suatu tradisi lisan tidak tertulis pembuatan
keputusan oleh para tetua adat yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui
para tetua yang dihormati dalam masyarakat, yang disebut ‘Lia Nain’ (pengatur
hukum) di ‘aldeia’ (desa atau kampung).
478. Strukturnya hirarkis, pengadilan tradisional umumnya biasa menyelesaikan masalah
perdata dan sekarang semakin banyak menangani masalah pidana kecil, yang
menurut kebiasaan mencakup: sengketa tanah dan rumahtangga serta kejahatan
kecil. Peradilan tradisional sering memperhatikan prinsip hak asasi manusia
fundamental meskipun tingkat pertimbangan yang diberikan pada hak asasi manusia
berbeda-beda dari satu kasus ke kasus lain.
479. Karena sifatnya yang tradisional dan hirarkis, pengadilan tradisional tidak selalu

242
Jaksa v. João Sarmento dan Domingos Mendonça, Panel Khusus Kejahatan Berat (24 Juli 2003) (Kasus
No. 18a/2001).
243
Pengadilan Tinggi (4 November 2004).
244
Fokupers, Pelayanan Dukungan Korban di JSMP dan PRADET termasuk yang aktif dalam memberikan
bantuan kepada korban tindak pidana seksual.
245
Asia Foundation Report, halaman 2.
246
Hal ini dikemukakan berulang-ulang dalam konsultasi-konsultasi distrik.

112
menjamin bahwa pihak-pihak yang bersengketa kedudukannya setara di depan
hukum. Misalnya, dalam kasus-kasus melibatkan seorang ayah dan seorang anak,
ayah selalu ‘menang’ karena ia adalah orang tua dan karena ia yang menghidupi
anaknya.
480. Penggunaan peradilan tradisional untuk menyelesaikan kejahatan yang lebih berat
seperti sengketa rumahtangga atau kasus-kasus pelanggaran seksual sangat luas di
seluruh Timor-Leste dan menimbulkan keprihatinan karena para korban, biasanya
perempuan dan anak-anak, tidak punya suara dalam masalahnya dan dibiarkan tidak
berdaya oleh prosesnya. Ini juga nyata dalam kasus-kasus sengketa tanah,
khususnya dalam sistem patrilineal dalam mana laki-laki lebih besar
kemungkinannya mewarisi tanah dan perempuan tidak ditanyai pendapatnya
mengenai keputusan.
481. Konsultasi-konsultasi distrik mengungkapkan pula bahwa meskipun jelas ada
kebaikannya, mekanisme peradilan tradisional dalam sejumlah kasus bisa
berdampak menghambat kebebasan berekspresi karena rasa malu yang dialami oleh
pihak-pihak yang bersengketa. Sebagian orang, kebanyakan korban, dilaporkan
merasa terhambat oleh perasaan malu dan umumnya enggan untuk menyuarakan
ketidakpuasan mereka dalam forum masyarakat. Perasaan ini menyulitkan orang
yang paling rentan termasuk perempuan dan anak-anak. 247 Masalah ini dibahas
lebih rinci dalam Dokumen Spesifik CEDAW.
482. Penyelesaian peradilan tradisional didasarkan pada konsep tradisional mengenai
“ganti rugi”, yang umumnya disebut “fo sala/monu ain”. Ganti rugi selalu
berbentuk uang atau binatang: seperti kerbau, kuda, babi atau kambing. Tujuan
“adat” adalah memulihkan martabat korban sementara pada saat yang sama
meminta kedua pihak untuk berekonsiliasi satu sama lain di depan umum. “Belak”
(hiasan berbentuk bulan sabit yang dikenakan di dada) kadang-kadang dikenakan
untuk melambangkan upaya memulihkan martabat korban.
483. Penyelesaian lain yang tersedia mencakup mediasi dalam mana “Lia Nain”
mendekati kedua belah pihak dengan tujuan mencapai suatu penyelesaian
keluarga/pribadi dan ‘penyelamatan’ martabat korban. Setelah pendekatan awal,
“Lia Nain” memanggil kedua belah pihak ke “biti boot” untuk saling memaafkan.
Ini dianggap akhir dari masalahnya dan kedua belah pihak menerima atau
memperlakukan satu sama lain seperti sebelum konflik. Sangat sering, dalam kasus-
kasus kekerasan dalam rumahtangga dan/atau serangan seksual, pelaku tidak
dihukum lebih dari memberikan pemulihan, seperti denda atau pembayaran barang,
kepada keluarga korban. Diskusi-diskusi dari lokakarya-lokakarya regional
pelaporan traktak hak asasi manusia pada tahun 2005 mengisyaratkan bahwa
perempuan jarang menerima suatu bentuk ganti rugi langsung, sering disalahkan
untuk kejahatan yang terjadi, dan dibiarkan menghadapi akibat atau rasa malu yang
terkait dengan kejahatan tersebut.
484. Meskipun kelemahannya jelas, pengalaman menunjukkan bahwa peradilan
tradisional mampu menyelesaikan sengketa perdata dan pidana. Kenyataannya,

247
Antara lain dilaporkan di Oecusse, Maliana, dan Dili.

113
ketika digunakan sebagai mekanisme untuk penyelesaian sengketa komunitas
tingkat rendah, melibatkan masalah-masalah yang bersifat kecil yang bisa ditangani
dengan cepat, ini bisa sangat efektif. Dalam kasus-kasus yang lebih serius
kemampuannya memberikan hasil yang baik bisa dipertanyakan.
485. Kuat berakar dalam kebudayaan negeri ini, peradilan tradisional menyelesaikan
persoalan melalui konsensus. Jika salah satu pihak tidak menerima keputusan atau
penyelesaian tidak bisa dicapai pada tingkat desa atau tingkat lokal, masalahnya
bisa dibawa ke sistem peradilan formal/pengadilan untuk mendapatkan
penyelesaian.
486. Pasal 31 Konstitusi memberikan keutamaan pada sistem peradilan formal atas
peradilan tradisional. Meskipun demikian, praktek-praktek tradisional memiliki
tempat konstitusional seperti yang ditegaskan oleh pasal 2.4 yang mengharuskan
Negara untuk “mengakui dan menghargai norma-norma dan adat kebiasaan Timor-
Leste dan setiap legislasi yang secara khusus mengenai hukum adat”. Pemerintah
mengakui tempat khusus peradilan tradisional di negeri ini. Tetapi, hubungan antara
peradilan tradisional dan formal, kalau ada, masih akan ditentukan dan semakin
membutuhkan perhatian ketika negeri ini maju dalam memperkuat kekuasaan
hukum dan lembaga-lembaga peradilan, dan dalam pelaksanaan legislasi relevan
seperti undang-undang kekerasan domestik.
487. Di masa sementara, jelas bahwa peradilan tradisional akan terus menjalankan
perannya sekarang sebagai mekanisme penyelesaian sengketa komunitas yang
populer di seluruh Timor-Leste.

J. PARTISIPASI DALAM KEHIDUPAN PUBLIK

J(A) HAK ATAS KEBANGSAAN 248

488. Di Timor-Leste, kebangsaan dan kewarganegaraa diatur oleh pasal 3 Konstitusi,


Undang-Undang No. 9/2002 mengenai Kewarganegaraan, dan Undang-Undang
Dekrit No. 1/2004 mengenai Ketentuan Pengaturan untuk Undang-Undang
Kewarganegaraan.

489. Konstitusi menetapkan dua jenis kewarganegaraan: asli dan perolehan.


Kewarganegaraan asil dan perolehan ditentukan oleh gabungan faktor-faktor
meliputi kelahiran, orangtua, dan perkawinan. Untuk kewarganegaraan asli,
kelahiran dan orangtua adalah faktor yang paling penting. Pasal 3.1 Konstitusi dan
pasal 8.1 dan 8.2 Undang-Undang Kewarganegaraan menetapkan bahwa anak-anak
yang lahir di Timor-Leste adalah warganegara asli kalau salah satu orangtuanya
248
Bagian ini mencakup:
• Pasal 24 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
• Pasal 7 dan 8 Konvensi Hak Anak
• Pasal 9 CEDAW
• Pasal 5 (c) Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
• Pasal 29 Konvensi Pekerja Migran.

114
juga lahir di Timor-Leste. 249 Anak-anak yang lahir di luar wilayah negara ini juga
warganegara asli Timor-Leste atas dasar orangtua. 250 Rezim hukum memberikan
kewarganegaraan asli kepada anak yang orangtuanya tidak diketahui atau tidak
berkewarganegaraan, atau tidak diketahui kebangsaannya, selama anak tersebut
lahir di Timor-Leste. 251 Anak yang pada usia dewasa (17 tahun) menyatakan diri
akan menjadi warganegara Timor-Leste juga dianggap warganegara Timor-Leste.

490. Perolehan kewarganegaraan diatur oleh undang-undang dan bisa mencakup


perolehan karena orangtua, adopsi oleh warganegara Timor-Leste, perkawinan atau
naturalisasi/tempat tinggal. 252 Kewarganegaraan karena naturalisasi/tempat tinggal
bisa diperoleh oleh seseorang yang secara biasa dan teratur tinggal di Timor-Leste
untuk waktu sedikitnya sepuluh tahun sebelum 7 Desember 1975 atau setelah 20
Mei 2002, sepanjang orang tersebut: berbicara salah satu bahasa resmi; memiliki
kemampuan untuk menghidupi diri-sendiri; dan memiliki pengetahuan mengenai
sejarah dan kebudayaan bangsa.

491. Kebangsaan Timor-Leste juga bisa diberikan kepada orang yang menikah dengan
warganegara Timor-Leste untuk masa lebih dari lima tahun, dan telah tinggal di
wilayah nasional selama lebih dari dua tahun. Lagi, perolehan kewarganegaraan
dalam kasus ini tergantung pada persyaratan untuk berbicara salah satu dari bahasa-
bahasa resmi. 253 Seorang warganegara asing yang kehilangan kewarganegaraannya
yang sebelumnya karena menikah dengan warganegara Timor-Leste juga harus
diberi kewarganegaraan Timor-Leste. Kewarganegaraan Timor-Leste yang
diperoleh atas niat baik melalui pernikahan tidak boleh berakibat pada pembatalan
perkawinan tersebut.

492. Dan terakhir, Parlemen Nasional juga harus memberikan kewarganegaraan kepada
seseorang yang telah memberikan jasa yang besar dan relevan bagi bangsa ini.254

493. Dalam kasus kewarganegaraan asli Timor-Leste, undang-undang menetapkan


bahwa keputusan sukarela seseorang untuk tidak lagi menjadi warganegara Timor-
Leste adalah satu-satunya yang diperlukan untuk menghapuskan kewarganegaraan.
Dalam kasus kewarganegaraan perolehan, salah satu dari persyaratan berikut ini
menyebabkan hilangnya kewarganegaraan:
• berdinas dalam tentara suatu Negara asing tanpa pengesahan;
• melaksanakan tanpa pengesahan fungsi-fungsi kedaulatan di suatu Negara
asing;
• melakukan pelanggaran pidana terhadap keamanan eksternal Negara Timor-
Leste; atau
• memperoleh kewarganegaraan melalui dokumen palsu, cara-cara yang menipu

249
Lihat pasal 3 (2) Konstitusi RDTL dan pasal 8 (1) Undang-Undang No. 9/2002.
250
Pasal 3 (3) Konstitusi RDTL dan pasal 8 (2) Undang-Undang No. 9/2002.
251
Pasal 2 (2) (c) Konstitusi RTL dan pasal 8 (1) (b) Undang-Undang No. 9/2002.
252
Pasal 10 sampai 12 Undang-Undang No. 9/2002.
253
Lihat misalnya Pasal 11 (1) dan 12 (1) (f) Undang-Undang No. 9/2002.
254
Pasal 13 Undang-Undang No. 9/2002.

115
atau curang terhadap pejabat yang berwenang.

494. Perolehan kembali kewarganegaraan bisa terjadi, setelah dipertimbangkan oleh


Kementerian Kehakiman, jika hilangnya kewarganegaraan terjadi di masa anak-
anak dan sekarang anak tersebut sudah dewasa, atau kalau kewarganegaraan
ditelantarkan. Tinggal satu dan lima tahun masing-masing juga harus ditetapkan.

Kesetaraan Hak Kewarganegaraan

495. Hukum Timor-Leste menjamin kesetaraan kewarganegaraan sehingga laki-laki dan


perempuan menikmati hak yang sama untuk memperoleh, mengubah, dan
mempertahankan kewarganegaraan mereka tanpa memandang gender. Dan memang
seorang perempuan tetap memiliki haknya sebagai warganegara Timor-Leste tanpa
memandang kebangsaan suaminya atau setiap keputusan oleh suaminya untuk
mengubah kewarganegaraannya. Banyak perempuan Timor-Leste yang menikah
dengan orang asing masih mendapatkan tingkat partisipasi yang sama dalam
kehidupan sosial dan politik seperti perempuan yang menikah dengan laki-laki
Timor-Leste. Seorang perempuan juga tidak diharuskan meminta izin suami atau
wali laki-lakinya kalau ia ingin memperoleh paspor, meskipun ada adat-kebiasaan
perempuan dan laki-laki memberi tahu keluarga masing-masing mengenai
rencananya untuk bepergian.

496. Kewarganegaraan seorang ibu membawa bobot yang sama dengan kewarganegaraan
ayah. Anak-anak bisa mengambil kewarganegaraan ibu atau ayahnya.
Kewarganegaraan ganda secara tidak resmi diterima oleh Negara dan banyak orang
Timor-Leste memiliki kewarganegaraan Timor-Leste dan Negara lain, kebanyakan
Portugal, Moçambique atau Australia. Hukum tidak secara resmi mengesahkan
kewarganegaraan ganda, tetapi menyatakan bahwa jika ada pertentangan dengan
kewarganegaraan lain di Timor-Leste, kewarganegaraan Timor-Leste yang
berlaku. 255

J(B) HAK ATAS PARTISIPASI POLITIK DAN AKSES PADA DINAS


PEMERINTAHAN 256

497. Hak warganegara Timor-Leste atas partisipasi politik dijamin oleh Konstitusi dalam
beberapa ketentuannya. Pasal 46 Konstitusi menetapkan bahwa: “setiap
warganegara mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan
dalam urusan-urusan publik negara ini, baik secara langsung maupun melalui
wakil-wakil yang dipilih secara demokratis”.

255
Pasal 29 dan 30 Undang-Undang No. 9/2002 mengenai Kewarganegaraan.
256
Bagian ini mencakup:
• Pasal 25 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
• Pasal 7 dan 8 CEDAW
• Pasal 5 (a) Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
• Pasal 41 (2) dan 42 (3) Konvensi Pekerja Migran

116
498. Ketentuan-ketentuan kunci lain Konstitusi mencakup: hak untuk membentuk dan
berpartisipasi dalam partai-partai politik, dan hak untuk memilih dan dipilih. 257
Konstitusi secara jelas menyebutkan bahwa hak untuk memilih itu adalah hak
pribadi dan merupakan tugas kewarganegaraan dan bahwa partisipasi langsung dan
aktif oleh laki-laki dan perempuan dalam kehidupan politik adalah fundamental
bagi konsolidasi sistem demokrasi. 258 Kesetaraan dalam pelaksanaan hak sipil dan
politik dan non-diskriminasi atas dasar gender dalam akses pada posisi-posisi
politik juga dipromosikan. 259
499. Ada tiga jenis pemilihan umum dalam sistem politik Timor-Leste: Presiden,
Parlemen, dan Kepala Desa/Dewan Desa. Pemilihan umum itu bersifat universal,
bebas, langsung, setara, rahasia, dilakukan melalui pemungutan suara universal
yang teratur dan bersifat pribadi.260 Pemilihan umum presiden dan parlemen
dilakukan setiap lima tahun sekali, sesuai dengan masa jabatan Presiden dan
Parlemen sementara Kepala Desa/Dewan Desa harus dilakukan setiap tiga tahun
sekali, dengan perkecualian masa jabatan pertama harus berlangsung selama empat
tahun. 261 Masa jabatan berikutnya harus tiga tahun. Pemilihan umum pertama diatur
per distrik dan diselenggarakan sepanjang tahun 2004/2005.
500. Komisi Pemilihan Umum Nasional (CNE) yang independen didirikan untuk
mengatur dan melaksanakan pemilihan umum pada tiga tingkatan. Komisi ini terdiri
dari tiga belas anggota, yang mewakili semua sektor masyarakat Timor-Leste. Tiga
anggota diangkat oleh Presiden, tiga oleh Pemerintah, dan empat diangkat oleh
Parlemen Nasional. Setidaknya satu orang perempuan diangkat oleh masing-masing
lembaga tersebut. Pengadilan, Kantor Jaksa Agung, dan Kantor Pembela Umum
masing-masing mengangkat satu orang anggota CNE. Tugas CNE adalah
mengawasi pelaksanaan pemilihan umum, menjamin kesesuaian dengan undang-
undang dan Konstitusi, memeriksa dan memutuskan keberatan dan klaim yang
berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum, dan menyampaikan hasil
pemilihan umum kepada pengadilan yang bewenang mengesahkan. Komisi
Pemilihan Umum Independen juga dibentuk dengan Keputusan Eksekutif
UNTAET 262 untuk mengawasi pemilihan umum Majelis Konstituante dan Presiden
yang diselenggarakan pada masa Pemerintah PBB tahun 2001 dan 2002.
501. Satu sekretariat teknis untuk penyelenggaran pemilihan umum (STAE) ada di dalam
Kementerian Administrasi Negara dan diberi tugas mengorganisasikan dan
melaksanakan proses dan konsultasi pemilihan umum serta mendukung urusan-
urusan pemilihan umum, yang mencakup proposal untuk tindakan-tindakan yang
layak untuk menjamin partisipasi warganegara. 263 Paling belakangan, sekretariat ini
telah memberikan nasehat spesifik mengenai kemungkinan sifat dan isi undang-

257
Pasal 46 dan 47 Konstitusi RDTL.
258
Pasal 63 (1) Konstitusi RDTL.
259
Pasal 63 (2) Konstitusi RDTL.
260
Pasal 65 (1) Konstitusi RDTL.
261
Pasal 6 Undang-Undang No. 2/2004.
262
No. 10/2002 mengenai Komisi Pemilihan Umum Independen.
263
Pasal 12 Undang-Undang Organik Kementerian Administrasi Negara, Undang-Undang No. 2/2003.

117
undang pemilihan umum untuk pemilihan umum 2007.
502. Satu bagian penting proses pemilihan umum adalah kampanye politik. Pelaksanaan
kampanye politik pemilihan umum diatur oleh undang-undang. Menurut pasal 65
Konstitusi, kampanye pemilihan umum harus diatur sesuai dengan prisnip
kebebasan memberikan suara, kesetaraan kesempatan dan perlakuan untuk semua
kandidat, ketidakmemihakan badan-badan pulik pada kandidat, dan transparansi
serta supervisi terhadap pembelanjaan pemilihan umum. Sementara tidak ada
undang-undang mengenai hal ini, dalam praktek, partai-partai politik melakukan
kampanye untuk pemilihan umum. Jika ada kandidat perseorangan, mereka
melakukan kampanye politik sendiri. Kesempatan yang sama untuk melakukan
kampanye politik diberikan kepada kandidat perseorangan dan partai-partai politik.

Perempuan dan Partisipasi Politik


503. Pemerintah Timor-Leste mengakui pentingnya meningkatkan jumlah perempuan
dalam jabatan publik dan didukung oleh kerangka Konstitusi dan hukum yang kuat
untuk mencapai tujuan ini. Pasal 63 Konstitusi secara tersurat menganjurkan
kesetaraan kesempatan politik untuk laki-laki dan perempuan dengan menyebutkan
bahwa “partisipasi langsung dan aktif laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
politik merupakan satu prasyarat dan instrumen fundamental untuk konsolidasi
sistem demokrasi”. Kesetaraan dalam pelaksanaan hak sipil dan politik serta non-
diskriminasi atas dasar gender dalam akses pada posisi politik juga dijamin. Pasal 8
‘Undang-Undang mengenai Partai Politik’264 mewajibkan partai-partai politik untuk
mendorong partisipasi perempuan dalam politik kepartian, khususnya dalam
memimpin organ-organ partai, menganjurkan penggunaan kuota dan tindakan-
tindakan lain untuk memajukan promosi itu.
504. Banyak langkah sungguh-sungguh Pemerintah untuk menjamin kesetaraan
kesempatan dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses politik,
termasuk melalui legislasi, sejauh ini membuahkan hasil yang mengesankan. Pada
waktu laporan ini ditulis, sejumlah posisi kunci di dalam Pemerintah dan badan
legislatif diduduki oleh perempuan termasuk Menteri dan Wakil Menteri
Administrasi Negara, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri dan Wakil Menteri
Perencanaan dan Keuangan, Wakil Menteri Luar Negeri dan Kerjasama, dan Wakil
Menteri Pendidikan. Kantor Penasehat Hak Asasi Manusia untuk Perdana Menteri
dan Kantor Promosi Kesetaraan dikepalai oleh perempuan, begitu pula banyak
direktorat kunci berbagai kementerian pemerintah seperti Pendidikan dan
Kesehatan. 26 kursi dalam Parlemen Nasional sekarang ini diduduki oleh
perempuan, suatu persentase yang lebih tinggi daripada di banyak negara anggota
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development – Organisasi
Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan).
505. Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama berusaha mempertahankan, jika mungkin,
kuota 30 persen perempuan yang bekerja di dalam kementerian ini dan mendorong
perempuan melamar untuk posisi yang kosong, tetapi hal ini pada akhirnya
ditentukan atas dasar kemampuan dan proses aplikasi yang transparan. Juga

264
Undang-Undang No. 3/2004.

118
dipahami bahwa dinas pemerintah, khususnya dinas luar negeri, tuntutan kerjanya
besar dan bahwa banyak perempuan harus mengandalkan dukungan pasangan dan
keluarga untuk menanggung beban keluarga seperti merawat anak, pada waktu
mereka bekerja. Banyak perempuan tidak mendapatkan dukungan penuh keluarga
mereka ketika bekerja dan karena itu tidak bisa mengambil semua kesempatan
untuk pengembangan profesional.
506. Sampai belakangan ini, diplomat laki-laki dan perempuan tidak bisa membawa
keluarga mereka ke negara penempatan masing-masing, karena paket yang
diberikan untuk dinas luar negeri tidak menyertakan keluarga untuk menyertai para
diplomat. Sejak April 2005, suatu amandemen terhadap Undang-Undang Dinas
Pemerintah telah memungkinkan pasangan dan anak-anak diplomat untuk
menyertai mereka di luar negeri.
507. Pada waktu laporan ini ditulis, ada enam perempuan yang bekerja pada dinas luar
negeri dari 24 posisi yang tersedia. Dengan lima posisi kosong, sekarang ini
merupakan sekitar 31 persen keterwakilan perempuan. Dari enam perempuan yang
bekerja di luar negeri, satu orang sekarang adalah Duta Besar di Portugal; dua
adalah Kuasa Usaha (Chargé d’Affairs) di Beijing, Cina dan Moçambique dan satu
orang Konsul di New York, Amerika Serikat. Dua diplomat perempuan lainnya
adalah Sekretaris Dua di Jakarta, Indonesia dan satu orang diplomat muda di
Sydney, Australia.
508. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pasal 3 Undang-Undang mengenai Pemilihan
Umum Chefe Suco/Dewan Suco 265 menetapkan bahwa dari jumlah minimum tujuh
pos di setiap dewan suco, tiga harus dicadangkan untuk perempuan – dua wakil
perempuan dan satu wakil pemuda perempuan. Undang-undang ini juga
menetapkan kesempatan untuk perempuan berpartisipasi dalam administrasi dan
pengawasan proses pemilihan umum 266 melalui pencalonan wajib satu orang
perempuan ke CNE masing-masing oleh Presiden, Pemerintah, dan Parlemen
Nasional. Hasil pemilihan umum suco 2004-2005 dipandang penting bagi
perempuan, dengan 22 dari 2.228 Chefe de Aldeia dan tujuh dari 442 Chefe do Suco
dimenangkan oleh perempuan. Dari semua 442 dewan suco di seluruh negeri, ada
sedikitnya 1.332 anggota perempuan. Selama pemilihan umum, perempuan adalah
60 persen dari seluruh pemilih terdaftar.

Hambatan pada partisipasi perempuan dalam kehidupan publik

509. Pada masa pendudukan Indonesia, perempuan dan laki-laki tidak bisa mendapatkan
tingkat partisipasi atau keterwakilan politik yang sama. 267 Kekuasaan pembuatan
keputusan didelegasikan kepada pegawai negeri, yang kebanyakan laki-laki, yang
bertanggungjawab kepada pemerintah provinsi atau pusat atau langsung kepada
Gubernur Timor Timur. Sedikit perempuan berpartisipasi dalam pemerintah

265
Undang-Undang mengenai Pemilihan Umum Suco 2/2004.
266
Pasal 25 Undang-Undang No. 2/2004.
267
Sofia Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 71.

119
lokal 268 dan kandidat-kandidat sering dipilih sejalan dengan kepentingan militer
yang berkuasa. 269 Pandangan tradisional mengenai peran perempuan dan laki-laki
dalam masyarakat juga menyumbang pada pengasingan perempuan dari proses-
proses politik. Banyak orang Timor memandang dan terus menganggap politik
sebagai wilayah yang dibatasi dan maskulin.
510. Sekarang ini, sifat budaya patriarkal di Timor-Leste, khususnya di distrik-distrik
memberikan hambatan pada realisasi keterwakilan setara, misalnya sebagai Chefe
de Sucos atau pada dewan suco yang lebih besar dibandingkan yang sekarang
dinikmati pada badan-badan pemerintahan nasional.
511. Satu survey yang diselenggarakan oleh Oxfam di distrik Covalima pada tahun 2003,
mengidentifikasi sejumlah alasan buruknya partisipasi perempuan dalam politik
lokal. Pembatasan prinsip mencakup akses terbatas perempuan pada pendidikan,
rendahnya rasa percaya diri, rendahnya pengathuan mengenai masalah, dan
keterbatasan waktu yang tersedia bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. 270 Satu keterbasan lagi, khususnya pada tingkat distrik,
adalah gagasan bahwa perempuan berperan kecil dalam pembuatan keputusan pada
tingkat itu. Penelitian yang sama mencatat bahwa pandangan perempuan dan laki-
laki mengenai peran mereka masing-masing juga membatasi kemampuan mereka
untuk memandang perempuan sebagai pemimpin potensial. Ketika ditanya
bagaimana mereka bisa meningkatkan partisipasi politik mereka, laki-laki
menjawab dengan meningkatkan partisipasi dalam pertemuan-pertemuan dan
konsultasi-konsultasi; sementara perempuan mengatakan dengan mendapatkan
keterampilan memasak, menjahit, dan bahasa.

512. Perempuan yang lebih tua dalam masyarakat lebih berkemungkinan berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan lokal, karena mereka mendapatkan status sosial yang lebih
tinggi, khususnya kalau mereka berasal dari keluarga terhormat dalam masyarakat,
sementara perempuan yang lebih muda seringkali tidak punya waktu untuk kegiatan
politik di atas tugas-tugas keluarga seperti merawat anak-anak. Jika ada keinginan
untuk menjadi lebih terlibat, perempuan cenderung tidak didukung oleh suami atau
keluarga dekat mereka, mereka juga tidak bisa mengandalkan dukungan dari
perempuan untuk ikut bertarung dalam pemilihan umum. Di sebagian distrik seperti
Lautem, dimana dukungan untuk partisipasi perempuan relatif kuat, perempuan
mengajukan diri untuk posisi-posisi lokal, tetapi harus menarik pencalonannya pada
tahap selanjutnya. Lebih lanjut, peristiwa-peristiwa 1975 dan lebih belakangan 1999
mencegah banyak perempuan untuk menjadi terkemuka di masyarakat karena takut
akan kekerasan pembalasan. 271 Sampai tingkat tertentu, sikap ini sedang berubah
perlahan-lahan karena perempuan lebih banyak memikirkan praktek tradisional
yang mendefinisikan peran gender dan bagaimana mereka bisa mengidentifikasi

268
Sofia Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 71.
269
Sofia Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 50.
270
Oxfam, ‘Underlying Causes of Gender Inequity in Covalima, Timor-Leste’ (September 2003), halaman
6.
271
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).

120
kesempatan untuk perubahan.

Upaya pemerintah untuk mendukung partisipasi politik perempuan

513. Seperti dicatat di atas, Kantor Promosi Kesetaraan diberi tugas antara lain untuk
memberikan nasehat kepada Perdana Menteri, serta menteri-menteri yang lain,
untuk menjamin bahwa perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya diberi
kesempatan dan dukungan yang memadai untuk berpartisipasi dalam semua sektor
kehidupan termasuk pembuatan keputusan politik.
514. OPE aktif dalam hal ini, dengan ‘Mendukung Pemberdayaan Perempuan’ sebagai
salah satu dari empat program kuncinya. Pemberdayaan peremuan didaftar sebagai
unsur inti kedua dari strategi Rencana Pembangunan Nasional. Strategi OPE untuk
program ini berfokus pada partisipasi dalam kehidupan publik, kepemimpinan dan
pembuatan keputusan (selain pemberdayaan ekonomi) melalui pembentukan
mekanisme-mekanisme untuk berkomunikasi efektif dan memberdayakan
organisasi-organisasi perempuan lokal dan promosi partisipasi politik perempuan.
515. Bersama dengan mitra-mitra Pemerintah dan ORNOP lainnya, seperti Caucus, OPE
adalah mitra kunci bagi UNIFEM dalam pelaksanaan ‘Program untuk
Meningkatkan Kepemimpinan dan Partisipasi Perempuan Pedesaan ‘ (‘Program for
Enhancing Rural Women’s Leadership and Participation in Nation Building in
Timor Leste’ – PERWL). Tujuan program tiga tahun (2004-2007) ini adalah
memfasilitasi partisipasi perempuan dalam membangun kerangka sosial, politik,
dan hukum untuk Timor-Leste merdeka yang berdasarkan hak, inklusif secara
sosial, dan tanggap gender. Program ini berperan penting dalam mempromosikan
partisipasi perempuan dalam pemilihan umum lokal dan dalam melatih pemimpin
perempuan pada tingkat lokal.
516. Pada waktu laporan ini ditulis, OPE telah menyumbang pada pencapaian penting
proyek ini melalui bantuan berikut ini:

• Pelatihan 1.265 kandidat perempuan potensial dan pejabat perempuan yang


terpilih dalam pemilihan umum mengenai kepemimpinan transformastif, politik,
dan masyarakat di 12 dari 13 distrik di Timor-Leste;
• Pelatihan tambahan untuk 514 pejabat perempuan di dewan suco yang
diselenggarakan di sembilan distrik;
• Perancangan, produksi, dan penyebaran bahan-bahan yang digunakan dalam
kampanye pemilihan dewa suco untuk meningkatkan kesadaran perempuan
untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum desa. Ini mencakup selebaran-
selebaran mengenai PERWL dan brosur-brosur kampanye. Selain siaran radio
dan televisi, Presiden Timor-Leste merekam pesan umum, berfokus pada
perempuan dan mendorong mereka untuk berpartisipasi sebagai kandidat dan
untuk menggunakan hak mereka untuk memilih dalam pemilihan umum;
• Penyelenggaraan penilaian kebutuhan pelatihan dengan pejabat-pejabat
perempuan yang terpilih dalam pemilihan umum di beberapa distrik dengan
total 125 pejabat perempuan terpilih dalam pemilihan umum. Para pejabat ini

121
mengindikasikan bahwa pelatihan mereka sekarang akan membutuhkan
keterampilan kepemimpinan yang lebih baik berfokus pada bagaimana memulai
kegiatan komunitas dan mengelola orang; menumbuhkan kepercayaan diri
dalam berbicara di depan umum, menyelenggarakan rapat, dan menulis laporan
serta pendidikan kewarganegaraan. Penilaian kebutuhan ini dilaksanakan secara
bersamaan melalui pertanyaan-pertanyaan dengan perempuan-perempuan
kandidat di delapan distrik. Perempuan-perempuan yang tidak terpilih
mengungkapkan kemauan mereka untuk tetap terlibat dalam proses dan
memberikan dukungan kepada para kandidat perempuan yang terpilih.
• Kerjasama dengan satu lembaga penelitian untuk menyelenggarakan penelitian
dasar mengenai keadaan perempuan desa dengan fokus pada kemiskinan
perempuan, dalam rangka memberikan sumbangan pada perencanaan,
pemrograman, penyusunan kebijakan, dan alokasi anggaran pemerintah, yang
berbasis dan menjawab keadaan sosial ekonomi, kebutuhan, dan hak perempuan
desa.

517. Di bawah PERWL, serangkaian kegiatan orientasi dan penyebaran informasi,


dengan pemimpin perempuan dari ‘aldeia’ yang bukan anggota dewan desa,
diselenggarakan oleh Direktorat Nasional Administrasi Wilayah (DNAT)
Kementerian Administrasi Negara (MAE). Kegiatan ini, dengan tujuan mencakup
13 distrik, meliputi sesi-sesi mengenai gender dan kebudayaan, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip kepemimpinan transformatif, struktur pemerintah dengan
fokus pada kaitannya dengan tingkat distrik, subdistrik, dan aldeia atau suco, serta
fungsi dewan suco. Telah 1.274 pemimpin perempuan di delapan distrik yang
mendapatkan latihan ini.

518. Selain posisi-posisi dalam struktur pemerintah, perempuan juga menikmati


partisipasi luas dalam sektor non-pemerintah, kelompok-kelompok lobby dan
organisasi-organisasi, dalam banyak kasus menduduki posisi manajemen.
Organisasi-organisasi non-pemerintah yang bekerja spesifik mengenai masalah
perempuan serta masalah-masalah sosial umum yang dipimpin oleh perempuan
sangat dihormati di Timor-Leste oleh masyarakat dan Pemerintah sendiri. Ada
keterwakilan luas organisasi-organisasi perempuan pada badan-badan konsultatif
dan kelompok-kelompok kerja yang dibentuk oleh Pemerintah, seperti Kelompok
Kerja untuk Perlindungan Orang Rentan, Kelompok Kerja untuk Rencana Aksi
Hak Asasi Manusia Nasional, dan Kelompok Kerja untuk Pengembangan Dinas
Kepolisian Nasional. Lagi, kelompok-kelompok perempuan seperti Rede Feto juga
berperan penting dalam gerak untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan.
Para peserta Kongres Nasional Kedua Perempuan Timor-Leste272 menyerukan
penerapan kuota minimum 30 persen perempuan pada badan-badan pengambilan
keputusan; tindakan afirmatif; dan alokasi sumberdaya keuangan yang memadai
untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan. Mereka mangajukan tiga
kandidat independen nasional; akan tetapi tidak satupun dari mereka yang terpilih.

272
Diselenggarakan setiap tahun oleh Jaringan Perempuan Timor-Leste (Rede Feto Timor-Leste), dihadiri
oleh organisasi-organisasi perempuan dan individu-individu, termasuk wakil-wakil perempuan dari distrik-
distrik.

122
Meskipun sistem kuota untuk perempuan ditolak dalam pemungutan suara Majelis
Konstituante, lobby atas nama jaringan perempuan untuk menarik perhatian pada
masalah ini pada semua tingkat telah membuahkan hasil dengan lebih dari 25
persen anggota perempuan terpilih pada Majelis Konstituante.

519. Lebih belakangan, UNIFEM, bermitra dengan OPE dan Fokupers, melakukan tahap
persiapan penilaian kebutuhan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan
legislatif dan presidensi tahun 2007. Tahap persiapan ini mencakup forum-forum
diskusi dengan organisasi-organisasi perempuan dan para pembuat keputusan
untuk mempromosikan debat yang baik mengenai tindakan khusus sementara dan
tindakan afirmatif, menggalang suara perempuan, agenda perempuan, dan peran
partai-partai politik dalam mempromosikan dan menjamin partisipasi politik
perempuan. Forum-forum diskusi juga telah menyumbang pada pembangunan
konsensus mengenai bidang-bidang yang disebutkan di atas, meskipun masih ada
kebutuhan untuk memberdayakan perempuan untuk berpartisipasi dalam debat-
debat ini selain menangani kebutuhan-kebutuhan lain yang berhubungan dengan
partisipasi dalam pemilihan umum mendatang.

Partisipasi politik migran

520. Migran telah meningkatkan keanekaragaman etnis Timor-Leste dan lebih sering
memberikan sumbangan baik pada pertumbuhan dan pembangunan bangsa ini.
Timor-Leste sekarang ini sedang menyusun langkah-langkah untuk meningkatkan
investasi asing dan migrasi pekerja asing untuk mendukung Timor-Leste dalam
program pembangunan nasionalnya yang ambisius.

521. Secara umum, migran menikmati semua hak dan kebebasan yang dinikmati
warganegara dengan sejumlah perkecualian penting. Salah satu darinya adalah
partisipasi politik. Pasal 46 Konstitusi menjamin hak partisipasi politik hanya
untuk warganegara Timor-Leste. Lebih eksplisit, pasal 11 Undang-Undang
Imigrasi dan Suaka membatasi: keterlibatan warganegara asing dalam kegiatan-
kegiatan yang bersifat politik; campur tangan langsung maupun tidak langsung
pada urusan-urusan Negara; penyelenggaraan atau partisipasi dalam demonstrasi,
pawai; dan rapat umum serta pertemuan-pertemuan yang bersifat politik.

522. Umum di seluruh dunia, pembatasan-pembatasan tersebut dirancang untuk


menjamin bahwa orang-orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan politik
dan pengarahan politik bangsa adalah warganegara yang memiliki hubungan
langsung dan terus-menerus dengan Timor-Leste dan terikat pada kewajiban dan
tanggungjawab sebagai warganegara Timor-Leste.

123
K. URUSAN SOSIAL DAN EKONOMI 273
Tingkat Kehidupan Yang Memadai

523. Meskipun ada kemajuan berarti dalam pembentukan lembaga-lembaga


pemerintahan dan infrastruktur dasar sejak 1999, Timor-Leste menghadapi
tantangan sosial yang sulit dan masih merupakan salah satu negara yang paling
kurang berkembang di Asia Timur. Kemiskinan tinggi dan kapital manusia serta
kapital fisik sedikit.

524. Timor-Leste bukan hanya negara baru tetapi juga bangsa muda, dengan satu dari
setiap dua orang Timor-Leste berumur di bawah 18 tahun dan sekitar 20 persen
berumur lima tahun atau di bawahnya. Pada 2004, penduduk Timor-Leste adalah
923.198 orang. Darinya, 77 persen tinggal di kawasan pedesaan. Ada 103 laki-laki
untuk setiap 100 perempuan dan harapan hidup rata-rata adalah 55,6 tahun. 274
Tingkat fertilitas tujuh kelahiran per perempuan, termasuk yang tertinggi untuk
negara-negara berkembang. Tingkat kelahiran yang tinggi di Timor-Leste
menunjukkan bahwa penduduk yang tumbuh pesat itu memberikan tekanan besar
pada berbagai pelayanan sosial dasar yang diperlukan untuk memungkinkan anak-
anak tumbuh sebagai orang dewasa dengan masa depan yang panjang dan makmur
di hadapan mereka.

525. Informasi paling lengkap mengenai tingkat kehidupan di Timor-Leste adalah dari
Penilaian Kemiskinan Gabungan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Timor-
Leste, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, UNDP, UNICEF, JICA (Japan
International Cooperation Agency), dan UNMISET, dipublikasikan bulan Mei
2003.

526. Di dalamnya secara luas disebutkan bahwa: 275

527. Setelah suara rakyat memenangkan kemerdekaan dalam referendum Agustus 1999,
negara ini mengalami perubahan mendadak sosial dan ekonomi yang mendasar.
Banyak penduduk terusir dalam minggu-minggu setelah hasil pemungutan suara
diumumkan dan kebanyakan infrastruktur fisik dihancurkan atau dibuat tidak bisa
dioperasikan.

528. Timor-Leste telah mencapai kemajuan besar dalam memulihkan perekonomiannya,


membangun kembali infrastrukturnya, mereintegrasikan pengungsi, dan
membangun unsur-unsur penting proses politik berkelanjutan dalam suatu
273
Bagian ini mencakup:
• Pasal 5 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
• Pasal 10, 11, 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
• Pasal 12 CEDAW
• Pasal 24, 27, 28, dan 32 Konvensi Hak Anak.
274
Sensus 2004.
275
Government of Timor-Leste, ADB, World Bank, JICA, UNDP, UNICEF, UNMISET, ‘Timor-Leste:
Poverty in a New Nation: Analysis for Action’ (Mei 2003), halaman vii-ix.

124
lingkungan kedamaian dalam negeri. Sekarang negeri ini menghadapi
banyak tantangan pembangunan bangsa dan mengatasi deprivasi yang
berpengaruh pada kehidupan orang miskin.

529. Kemiskinan adalah gejala yang kompleks melibatkan deprivasi berganda. Kami
menggunakan definisi ekonomi untuk kemiskinan, dalam mana seseorang
dianggap miskin kalau ia tidak mampu mendapatkan tingkat kehidupan minimal.
Berdasarkan definisi ini, dua dari setiap lima orang di Timor-Leste adalah miskin.
Kesejahteraan ekonomi berbeda-beda di seluruh negeri. Kawasan perkotaan,
terutama Dili/Baucau, lebih makmur daripada pedesaan. Akan tetapi 86 persen
penduduk tinggal di pedesaan, dimana rumahtangga-rumahtangga mengalami
kekurangan makanan sekitar empat bulan dalam setiap tahun. 14 persen penduduk
Dili/Baucau dan sedikitnya 40 persen penduduk pedesaan mengalami kekurangan
makanan setiap tahun. Kemiskinan terpusat di kawasan pedesaan. Tiga per empat
dari penduduk hidup di desa-desa tetapi enam dalam setiap tujuh orang miskin,
atau 280.000 orang tinggal di sana. Kemiskinan juga meningkat dari wilayah
Timur ke Barat. Tiga distrik bagian barat (Oecusse, Bobonaro, dan Covalima)
adalah tempat tinggal bagi satu per lima penduduk tetapi seperempat dari orang
miskin seluruh Timor-Leste. Sebaliknya, tiga distrik bagian timur (Baucau,
Lautem, dan Viqueque) penduduknya seperempat tetapi kurang dari seperlima
orang miskin seluruh Timor-Leste.

530. Penilaian Kemiskinan juga menemukan bahwa anak-anak adalah yang paling
miskin, sementara orang lanjut usia adalah yang kurang miskin. Orang-orang usia
prima peringkatnya antara kedua kelompok tersebut. 276 Rumahtangga yang
dikepalai laki-laki secara konsisten lebih makmur daripada rumahtangga yang
dikepalai perempuan dalam hal pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan
subyektif, tetapi tidak demikian berdasarkan kemiskinan konsumsi. Ada
kekurangan informasi mengenai distribusi intra-rumahtangga. 277

531. Di Timor-Leste, pendidikan yang baik mengurangi kemiskinan, kemiskinan


menurun dengan besarnya ukuran tanah dan banyaknya pemilikan ternak, dan ada
pemisahan kota-desa dalam hal akses pada infrastruktur. Hampir setengah
penduduk miskin di rumahtangga dimana kepala rumahtangganya tidak tamat
sekolah dasar, tetapi ini menurun menjadi satu dalam tujuh dimana kepalanya
sekurangnya berpendidikan sekolah menengah atas. 278 Secara nasional, tiga dalam
setiap empat orang hidup tanpa listrik, tiga dalam setiap lima orang hidup tanpa
sanitasi, dan setiap orang tanpa air minum yang aman.

532. Tidak ada survey yang mutakhir mengenai insidensi kemiskinan pendapatan di
negeri ini sampai tahun 2006, tetapi kontraksi ekonomi yang tajam dan
pertumbuhan lamban selanjutnya sejak 2001 kemungkinan telah menyebabkan
kenaikan insidensi kemiskinan. Jumlah kemiskinan sekarang diperkirakan secara

276
‘Timor-Leste: Poverty in a New Nation: Analysis for Action’ (Mei 2003), halaman 62.
277
‘Timor-Leste: Poverty in a New Nation: Analysis for Action’ (Mei 2003), halaman xii.
278
Government of Timor-Leste, ‘Combating Poverty as a National Cause’ (April 2006), halaman 14.

125
konservatif sekitar 380.000, jumlah dalam kemiskinan ektrem secara konservatif
diperkirakan sekitar 200.000. 279

533. Sekarang ini – sementara Konstitusi (Pasal 56: Keamanan dan bantuan sosial)
menjamin hak atas “bantuan dan keamanan sosial” kepada semua warganegara,
dan mengharuskan Negara “mempromosikan, sesuai dengan sumberdaya
nasionalnya, pembuatan satu sistem keamanan sosial” – tidak ada sistem resmi
keamanan sosial di Timor-Leste. Tetapi, satu Dana Keamanan Sosial memberikan
bantuan darurat kepada orang-orang yang rentan dan keamanan sosial untuk
veteran perjuangan bersenjata juga berada pada tahap awal pembentukan.
Pembentukan satu rezim keamanan sosial dan pensiun nasional tidak berada di
dalam jangkauan dekat Pemerintah.

534. Rencana Pembangunan Nasional memprioritaskan pengurangan kemiskinan dan


mengusulkan penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan untuk
menciptakan kesempatan bagi partisipasi ekonomi kaum miskin melalui:
peningkatan produktivitas pertanian dan sektor informal; penyediaan lingkungan
yang memungkinkan untuk pengembangan sektor swasta; dan penyediaan
infrastruktur dan kebijakan pengeluaran anggaran yang pro-kaum miskin terutama
di bidang-bidang kesehatan dan pendidikan.

535. Pemerintah juga baru-baru ini mengumumkan satu strategi empat sisi untuk
pengurangan kemiskinan. Ini meliputi: (1) promosi kesempatan untuk orang
miskin; (ii) peningkatan akses orang miskin pada pelayanan sosial; (iii)
peningkatan keamanan, termasuk pengurangan kerentanan terhadap perubahan
mendadak, dan perbaikan keamanan pangan; dan (iv) pemberdayaan orang miskin
dan kelompok-kelompok rentan.

536. Survey sosial kolektif sampai sekarang telah mengindikasikan bahwa ada banyak
kelompok penduduk yang dekat dengan garis kemiskinan, yang mengimplikasikan
bahwa jumlah orang yang dalam kemiskinan bisa sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang kuat secara berkelanjutan dan
distribusi yang merata manfaat pertumbuhan tersebut tetap sentral bagi tujuan
negeri, bersama dengan prioritas yang berlanjut pada pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan dasar seperti air yang aman dan sanitasi. 280

Perumahan 281

537. Sekitar 70 persen dari semua bangunan di negeri ini, termasuk diperkirakan 68.000
rumah (sekitar 40 persen dari seluruh rumah) dirusak pada kekerasan pasca-
referendum 1999. Sekitar 65 persen penduduk terusir dari kampung halaman dan
lebih dari 40 persen menjadi tunawisma, dengan lebih banyak lagi yang hidup di
rumah-rumah yang rusak atau di bawah standar. Persoalan-persoalan ini disertai

279
Government of Timor-Leste, ‘Combating Poverty as a National Cause’ (April 2006), halaman 14.
280
Government of Timor-Leste, ‘Combating Poverty as a National Cause’ (April 2006), halaman 2.
281
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program on Housing and Urban Development’ (April) 2006.

126
dengan hilang dan rusaknya kebanyakan arsip mengenai pemilikan tanah.
Perkiraan sekarang menyatakan bahwa kebutuhan tempat tinggal darurat jangka
pendek negeri ini, untuk sebagian besar, telah dipenuhi. Akan tetapi kondisi
perumahan umumnya miskin dan ada kesenjangan besar akses pada pelayanan
antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Sekitar 50 persen rumah di kawasan kota
punya akses pada air minum ledeng, 58 persen memiliki kakus pribadi, 74 persen
mendapatkan listrik. Angka untuk kawasan pedesaan jauh lebih rendah, yaitu 40
persen mendapatkan air minum ledeng, 14 persen memiliki kakus pribadi, dan 10
persen mendapatkan listrik.

538. Berlanjutnya pertumbuhan tinggi penduduk di tahun-tahun mendatang, khususnya di


kawasan perkotaan, menunjukkan bahwa perumahan akan menjadi masalah yang
semakin kritis untuk diatasi oleh Pemerintah. Sampai baru-baru ini, Pemerintah
tidak punya pandangan yang jelas mengenai skala dan sifat persoalan yang
dihadapi oleh sektor perumahan dan karena itu, implikasinya, tidak punya
sumberdaya yang diperlukan untuk mengatasi persoalan-persoalan ini. Informasi
statistik yang baru-baru ini disampaikan oleh Sensus 2004, akan banyak memberi
pengetahuan bagi pembuatan kebijakan di bidang ini.

539. Sensus 2004 sekarang mengungkapkan bahwa sekitar 95 persen penduduk hidup di
rumah-rumah pribadi yang dimiliki sendiri ataupun dimiliki anggota keluarga dan
bahwa rata-rata 4,7 orang menghuni setiap rumah. 18,9 persen rumahtangga
dikepalai oleh perempuan. Perkiraan penduduk perkotaan yang ditarik dari Sensus
tersebut menunjukkan bahwa akan ada permintaan untuk 60.000 unit rumah di
kawasan perkotaan pada periode 2004-2015.

540. Peningkatan kondisi perumahan sering dipersulit oleh sengketa yang timbul akibat
pewarisan tanah dan hukum pemilikan tanah yang rumit, yang diperparah oleh
sengketa-sengketa antara pengungsi yang pulang dan mengklaim rumah yang
diduduki “secara ilegal” ketika mereka tidak ada. Hambatan-hambatan ini telah
menghalangi upaya-upaya untuk menggerakkan kembali kegiatan di pasar
perumahan dan mengatasi masalah kritis keamanan pemilikan tanah. 282

541. Unit Tanah dan Harta Benda (Land and Property Unit – LPU) Kementerian
Kehakiman sekarang ini sedang mempersiapkan Undang-Undang Tanah yang
menyeluruh yang akan mengatasi masalah ini dan masalah-masalah lain yang
terkait dengan tanah.

542. Satu rancangan Kebijakan Perumahan Nasional menguraikan rekomendasi-


rekomendasi yang jelas mengenai sejumlah masalah kebijakan yang kunci,
termasuk peran Negara dalam sektor perumahan dan masalah-masalah yang terkait
dengan penyediaan perumahan yang tidak mahal untuk rumahtangga dan
komunitas miskin serta anggota-anggota masyarakat lainnya yang rentan dan tidak
beruntung, disampaikan kepada Dewan Menteri pada awal Maret 2005. Adopsi

282
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program on Housing and Urban Development’ (April 2006), halaman
vi.

127
awal Kebijakan Perumahan Nasional akan vital bagi kegiatan-kegiatan penggerak
ke arah perencanaan pembangunan perkotaan dan investasi sektor perumahan.

543. Menunggu adopsi resmi NHO, kebijakan dan program perumahan untuk jangka
menengah akan dikembangkan dan didasarkan pada tiga himpunan inisiatif:
Pengembangan program perumahan nasional yang: (i) menurunkan kekurangan
perumahan di kawasan perkotaan melalui perbaikan perencanaan dan regulasi
yang mendukung kebijakan nasional; dan (ii) peningkatan fasilitas perumahan
di kawasan miskin perkotaan melalui perencanaan, pengontrakan, pelayanan
teknis, dan dukungan untuk inisiatif-inisiatif pengurangan kemiskinan;
Pengembangan mekanisme-mekanisme untuk pembiayaan perumahan; dan
Kebijakan dan program yang terkait dengan konstruksi, teknologi, dan penelitian
bahan.

Air dan Sanitasi

544. Kehancuran fisik dan infrastruktur 1999 sangat menghambat akses (khususnya pada
air aman), dan ini tercermin dalam indikator-indikator kesehatan yang buruknya
mengkhawatirkan dan tingginya tingkat kematian. Sekitar 37 persen penduduk
punya akses pada air aman (44 persen perkotaan, 35 persen pedesaan) dan 30,5
persen (52,5 persen perkotaan, 24 persen pedesaan) memiliki sanitasi yang layak.
Komunitas-komunitas pedesaan kebanyakan mengandalkan mata air dan sumur
galian untuk kebutuhan air mereka dan, di kawasan pinggir kota, digunakan sumur
yang dilengkapi dengan pompa tangan. 283

545. Dengan dukungan komunitas donor, Pemerintah telah meluncurkan satu program
multi-tahun dengan tujuan perbaikan besar akses pada air dan sanitasi dan
sekarang telah ada sejumlah perbaikan dalam akses pada pelayanan ini.
Pertumbuhan penduduk yang pesat berarti bahwa, dalam pengertian praktis,
perbaikan ini hanya menghasilkan sedikit pengurangan total jumlah rumahtangga
yang masih tidak punya akses pada pelayanan dasar ini.

546. Tantangan besarnya adalah meningkatkan akses pada air aman dan sanitasi yang
layak untuk mencapai sasaran nasional yang diperbaiki dan lebih ambisius.
Sasaran baru ini menyebutkan 80 persen penduduk desa dan kota memiliki akses
pada air aman dan sanitasi layak pada tahun 2015.

Status Kesehatan 284

547. Konstitusi Timor-Leste menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak atas
kesehatan dan pelayanan medis serta kewajiban untuk melindungi dan

283
Government of Timor-Leste, ‘Combating Poverty as a National Cause’ (April 2006), halaman 11.
284
Submisi oleh Kementerian Kesehatan (Agustus 2005) dan Timor-Leste, ‘Sector Investment Program for
Healthcare’ (2006).

128
memajukannya. 285

548. Sejak pemulihan kemerdekaan pada 2002, Pemerintah telah memberikan prioritas
yang sangat tinggi pada pengembangan sistem kesehatan yang modern, bisa
dijangkau, dan tidak mahal. Penghancuran luas infrastruktur fisik kesehatan pada
1999, yang disertai oleh kepergian personil kesehatan yang ahli, sangat
meningkatkan kerentangan penduduk yang telah menunjukkan sejumlah indikator
kesehatan yang terburuk di kawasan ini.

549. Setelah kemerdekaan telah dicapai kemajuan mengesankan ke arah pembentukan


sistem kesehatan yang baru, dan indikator-indikator kesehatan secara bertahap
meningkat. Akan tetapi, paket reformasi kesehatan menyeluruh yang baru saja
mulai dilaksanakan belum membuahkan hasil yang diharapkan.

550. Secara keseluruhan, indikator kesehatan untuk Timor-Leste termasuk yang terendah
di Asia Timur. Di antara persoalan yang serius adalah tingginya kematian bayi dan
anak di bawah lima tahun yang disebabkan oleh penyakit infeksi, dengan
pemanfaatan rendah bantuan tenaga ahli untuk pelayanan sebelum kelahiran dan
kesehatan reproduktif yang buruk diidentifikasi sebagai penyebab utamanya.
Penyebab pertama kematian adalah penyakit menular termasuk tuberkulosis dan
malaria, serta penyakit diare dan demam berdarah. Kekurangan gizi juga menjadi
penyumbang segera untuk penyakit-penyakit lain.

551. Persoalan kesehatan di Timor-Leste diperparah kekurangan makanan yang mengena


lebih dari 40 persen penduduk antara bulan November dan Februari setiap tahun.
Ketidakamanan pangan paling buruk di kawasan pedesaan dan upaya-upaya
bantuan bisa sulit dilakukan pada bulan-bulan itu karena bersamaan dengan musim
hujan yang membuat bagian-bagian tertentu negeri tidak bisa dijangkau.

552. Rasio Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio – MMR) (kematian yang terkait
kehamilan, melahirkan, dan pasca-melahirkan) diperkirakan setinggi 800 per
100.000 kelahiran hidup dan dianggap merupakan masalah kesehatan yang lebih
serius di negeri ini. Kesehatan reproduksi yang buruk adalah penyebab utama
kematian ibu, terjadi peningkatan insidensi kehamilan remaja, dan jarak yang
pendek antar kehamilan. Penjarakan kelahiran dan pembatasan kelahiran nyaris
tidak dikenal. Ada prevalensi yang tinggi kekurangan gizi, iodin, dan kekurangan
vitamin A. Satu per tiga dari perempuan berusia 15-49 tahun kekurangan gizi dan
menderita kekurangan energi yang kronis. 286

553. Penyebab kematian anak di bawah lima tahun antara lain penyakit-penyakit yang
bisa dicegah melalui imunisasi seperti tuberkulosis dan malaria, penyakit-penyakit
menular termasuk diare dan infeksi saluran pernafasan yang akut. Lagi-lagi,
kekurangan gizi diidentifikasi sebagai penyumbang utama bagi penyakit-penyakit

285
Pasal 57 (1) Kontitusi RDTL. Bagian selanjutnya pasal ini menyatakan bahwa “Negara harus
memajukan pembentukan pelayanan kesehatan nasional yang universal dan umum.”
286
Multiple Index Cluster Survey (MICS – 2002), 2003, Timor-Leste.

129
lain. 287 Sensus 2004 mencatat Tingkat Kematian Bayi 90 per 1.000 kelahiran
hidup; penyebab yang paling banyak adalah infeksi, kelahiran prematur, dan
trauma kelahiran, dengan tingkat kematian anak usia di bawah lima tahun
diperkirakan 136 per 1.000 kelahiran hidup dan tingkat kematian anak-anak 46 per
1.000 kelahiran hidup. Pemanfaatan yang rendah bantuan ahli untuk pelayanan
sebelum melahirkan dan buruknya kesehatan reproduktif diidentifikasi sebagai
penyebab.

554. Menurut Survey Kelompok Indikator Ganda (MICS) yang dilakukan tahun 2002, 12
persen anak usia di bawah lima tahun badannya lemah, 47 persen pertumbuhannya
terganggu, dan 43 persen berat badannya kurang. Sekitar 200.000 anak berusia di
bawah lima tahun di Timor-Leste, sekitar 24.000 dari mereka badannya lemah dan
94.000 pertumbuhannya terganggu.

555. Sejumlah masalah ini akan lebih dibahas dalam Dokumen Spesifik CEDAW dan
Konvensi Hak Anak.

556. Ada insidensi tinggi penyakit menular yang bisa dicegah seperti malaria,
tuberkulosis, infeksi saluran pernafasan anak-anak, penyakit diare, dan
peningkatan insidensi penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit anak-anak yang
paling umum adalah infeksi saluran pernafasan akut dan diare, yang diikuti oleh
malaria dan infeksi-infeksi parasitis. Insidensi luas penyakit diare terkait dengan
kurangnya akses pada air aman. Sebanyak 60 persen dari seluruh rumahtangga
tidak punya akses pada air aman, dengan angkanya secara proporsional lebih tinggi
di kawasan pedesaan. Sebanyak 60 persen rumahtangga perkotaan mengakses air
tanah sumur dangkal yang berkemungkinan terkontaminasi oleh air buangan atau
kotoran lain. Malaria sangat endemis di semua distrik dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas tertinggi dilaporkan terjadi pada anak-anak. Karena terhentinya
pengawasan, kegiatan pengendalian vektor, dan fasilitas perawatan, malaria
meningkat tiga kali lipat di Timor-Leste setelah krisis 1999. Empat distrik,
termasuk ibukota, adalah wilayah transmisi tinggi dan dilaporkan adanya malaria
yang kebal klorokina. Tuberkulosis adalah perosalan besar kesehatan masyarakat,
dengan 2.762 kasus tuberkulosis dilaporkan pada 2002, darinya 1.136 adalah
positif sputum smear. Timor-Leste adalah endemis untuk lepra. Survey baru-baru
ini yang dilakukan di Distrik Oecusse memperlihatkan tingginya prevalensi lepra
yang mengejutkan (80/1.000 orang).

557. Baru-baru ini, lima distrik, termasuk ibukota Dili, dilanda demam berdarah. Selama
musim hujan awal 2005, ada lebih dari 700 kasus terkonfirmasi, dengan 39
dilaporkan kematian terkait demam berdarah, kebanyakan bayi dan anak-anak.
Satu Satuan Tugas Demam Berdarah cepat melakukan tindakan pembagian jaring
nyamuk kepada kelompok-kelompok penduduk yang rentan,
penyemprotan/pembersihan wilayah yang terjangkiti demam berdarah dan juga
membuat penduduk sadar mengenai penyakit ini melalui kegiatan kampanye
massa termasuk dengan menggunakan media. Satu trategi jangka menengah
287
Submisi oleh Kementerian Kesehatan (Agustus 2005).

130
sedang disusun untuk menjawab determinan lingkungan nyamuk pembawa
penyakit, ini adalah tindakan yang lebih berkelanjutan.

558. Para peserta konsultasi-konsultasi regional juga mengamati tingginya tingkat


pemasukan alkohol (kebanyakan “tuak”) oleh laki-laki, khususnya di kawasan
pedesaan, yang juga menyumbang pada peningkatan risiko kesehatan bagi laki-
laki. 288 Menurut Survey DHS, sekitar 60 persen laki-laki merokok tetapi hanya
empat persen perempuan dilaporkan menghisap suatu jenis tembakau.

559. Himpunan persoalan lain dalam sektor kesehatan adalah terkait dengan kapasitas
pemberian pelayanan. Orang-orang yang tinggal di tempat-tempat terpencil
aksesnya rendah pada pelayanan kesehatan. Ada ketidakmemadaian fasilitas
komunikasi dan kesulitan akses antar dan di dalam distrik, khususnya pada musim
hujan. Sementara sedang dilakukan tindakan, sistem komprehensif yang dan mutu
pelayanan yang diinginkan untuk anak sakit yang mendatangi fasilitas-fasilitas
kesehatan tidak selalu dicapai. Barisan pekerja pelayanan kesehatan yang
berpendidikan baik dan berpengalaman untuk memenuhi kebutuhan sistem
kesehatan primer dan sekunder belum dicapai.

Kesehatan reproduksi

560. Pada tingkat tujuh anak per perempuan, tingkat fertilitas Timor-Leste adalah
termasuk yang tertinggi di seluruh dunia dan tingkat penggunaan atau pengetahuan
kontrasepsi rendah. Menurut DHS, 80 persen perempuan yang pernah menikah
tidak pernah menggunakan suatu bentuk kontrasepsi, dan hanya 10 persen yang
menggunakannya pada waktu survey dilakukan. Alasan utama tidak menggunakan
ini dilaporksan sebagai ‘penentangan untuk menggunakan’ (oleh diri sendiri atau
pasangan atau larangan agama) (29 persesn), ‘takut dampak sampingan’ (24
persen), dan ‘ingin punya anak sebanyak mungkin’ (19 persen). ‘Kurangnya
pengetahuan’ dilaporkan oleh 10 persen perempuan dan 25 persen laki-laki, yang
tampaknya tidak konsisten dengan 62 persen perempuan dan 71 persen laki-lai
yang tidak bisa secara spontan mengidentifikasi atau bahkan mengenali setidaknya
satu metode kontrasepsi. 289

561. Karena indikasi bahwa tingkat fertilitas meningkat (dari 6,0 pada 1998/99 menjadi
7,0 pada 2004) dan bahwa umur median kelahiran pertama (berlawanan dengan
norma di tempat lain di kawasan ini) sedang menurun ada kebutuhan mendesak
untuk mendidikan perempuan muda mengenai kesehatan reproduksi dan risiko
kesehatan kehamilan.

562. Sementara tampak ada penurunan kematian bayi dan anak-anak, keadaan sekitar

288
Kawasan Ermera, Manatuto, Maliana, dan Covalima khususnya mengangkat maslah ini dalam
konsultasi-konsultasi distrik.
289
Ministry of Health and National Statistics Office, Timor-Leste, dan ACIL Australia Pty Ltd, University
of Newcaslte dan The Australian National University, Australia, ‘Timor-Leste 2003 Demographic and
Health Survey: Key Findings’ (2004), halaman 83 dan 99.

131
kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi masih sangat mengkhawatirkan. Kurang
dari 20 persen kelahiran dibantu oleh oleh personil terlatih, 290 dan mayoritas besar
kelahiran berlangsung tanpa akses pada pelayanan kebidanan darurat. Kebanyakan
perempuan hamil mengalami kekuranan gizi, dan jarak kelahiran yang pendek
yang mereka alami menghadapkan mereka pada risiko tinggi komplikasi, dan
meningkatkan kemungkinan kematian. DHS juga menunjukkan bahwa hanya 61
persen ibu mendapatkan pelayanan sebelum kelahiran dari profesional medis (56
persen dari seorang perawat atau bidan), sementara 37 persen tidak mendapatkan
pelayanan ini. Tingkat pelayanan profesional lebih tinggi di kawasan perkotaan,
dan untuk perempuan yang lebih berpendidikan. 291

563. Tingkat kelahiran spesifik umur menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar sepertiga
perempuan berusia antara 20 dan 34 akan mengalami kelahiran hidup setiap
tahun. 292 Bersama jarak kelahiran yang pendek, fertilitas yang tinggi jelas
menghadapkan persoalan signifikan bagi kesehatan tidak hanya ibu, tetapi juga
anak-anak mereka, dan sesuai dengan tingkat kematian anak yang tinggi yang
dibahas sebelumnya.

564. Ada peningkatan advokasi untuk meningkatkan jarak kelahiran dan konsultasi-
konsultasi regional yang diselenggarakan untuk penyusunan laporan pemerintah
juga mengungkapkan dukungan besar untuk peningkatan pengetahuan dan
pendidikan kesehatan reproduksi, termasuk di dalam sistem pendidikan formal.

565. Meskipun demikian, tampak bahwa keinginan untuk meningkatkan pengetahuan


kesehatan reproduksi lebih didorong oleh keinginan untuk meningkatkan jarak
kelahiran dibandingkan keinginan untuk mengurangi jumlah kelahiran. Pada waktu
dilakukan survey DHS di Timor-Leste, dua per tiga dari perempuan yang anaknya
enam atau lebih, mengungkapkan keinginan untuk punya anak lagi dengan sedikit
atau tanpa bayangan tentang ketidakberuntungan yang terkait dengan keluarga
besar.

566. Seluruh gambaran mengenai kesehatan reproduksi itu memprihatinkan dan

290
90 persen kelahiran terjadi di rumah (8,6 persen di fasilitas umum dan 1,2 persen di fasilitas kesehatan
swasta), angka ini lebih tinggi di rumahtangga pedesaan, dengan 95 persen kelahiran terjadi di rumah.
Hanya 18 persen kelahiran dibantu oleh tenaga terlatih, 19 persen oleh pembantu kelahiran tradisional, 61
persen oleh anggota keluarga atau teman, dan 2 persen tanpa bantuan (District Health Survey 2003,
halaman 35, 150, dan 152).
291
Ministy of Health and National Statistics Office, Timor-Leste, and ACIL Australia Pty Ltd, University
of New Castle and The Australian National University, Australia, ‘Timor-Leste 2003 Demographic and
Health Survey: Key Findings,’ 2004, halaman 141-144.
292
Ministy of Health and National Statistics Office, Timor-Leste, and ACIL Australia Pty Ltd, University
of New Castle and The Australian National University, Australia, ‘Timor-Leste 2003 Demographic and
Health Survey: Key Findings’ (2004), halaman 69-70. Dalam konsultasi-konsultasi lokal persiapan
dokumen ini, beberapa distrik melaporkan konsep ‘satu tahun satu anak’, dan berkali-kali diungkapkan
pandangan oleh peserta laki-laki bahwa kehamilan adalah kehendak Tuhan (sebagai jawaban untuk
permintaan peserta perempuan agar meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi). Pandangan ini
meningkatkan kematian bayi dan merupakan sikap yang terbukti agak menggampangkan kemudahan
kehamilan pengganti.

132
merupakan bidang dimana Pemerintah memberikan fokus besar sebagai bagian
dari kerangka kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Pemerintah
memandang kebutuhan untuk menangani masalah-masalah keluarga berencana
esensial untuk mengurangi tingkat kematian bayi dan ibu, meningkatkan jarak
kelahiran dan tingkat kesehatan anak, dan mengurangi tingkat kemiskinan
rumahtangga. Sesuai dengannya pelayanan berfokus gender merupakan fokus
utama dan inti dari mayoritas intervensi Kementerian Kesehatan. Paket dasar
pelayanan secara langsung mengakui serangkaian invervensi khusus untuk
menjawab kebutuhan-kebutuhan perempuan, sebagai individu, reprodusen dan
produsen dalam masyarakat. Sementara semua pelayanan dan intervensi mengakui
peran-peran penting ini, departemen kesehatan ibu dan anak dalam Kementerian
ini memiliki program yang secara khusus menangani kesehatan reproduksi, dengan
fokus terbesar pada kesehatan perempuan, dan kebutuhan gizi perempuan sebagai
produsen anak-anak. Selain itu, Kementerian ini sedang memperkuat sistem
rujukan primer ke sekunder untuk mengusahakan mengatasi kematian ibu ketika
atau setelah kelahiran yang tingginya tidak bisa diterima. 293 Intervensi-intervensi
spesifik diuraikan lebih rinci dalam Dokumen Spesifik CEDAW sendiri.

567. Memberikan pelayanan spesifik perempuan saja tidak akan meningkatkan status
perempuan dan kesehatan serta kesejahteraannya. Oleh karena itu intervensi
ditujukan untuk meneruskan kepada laki-laki anggota keluarga serta individu-
individu kebutuhan khusus perempuan di dalam masyarakat termasuk beban
memproduksi banyak anak, memelihara kesehatan dan memberdayakan
perempuan sebagai individu yang bernilai yang menyumbang pada pertumbuhan
masyarakat umumnya. 294

HIV/AIDS

568. Pada 2003, survey pertama HIV di Dili di kalangan penduduk ‘berisiko’
menemukan adanya HIV tingkat rendah tetapi berpotensi meningkat, 295 adanya
tingkat tertentu penggunaan obat-obatan suntik, bahwa biseksualitas umum terjadi
pada banyak laki-laki (termasuk yang menikah), dan penggunaan kondom yang
amat sangat rendah (bahkan di kalangan orang yang secara seksual aktif dengan
pasangan lebih dari satu). Pada 2005, kasus HIV/AIDS yang dilaporkan berjumlah
sekitar 26. 296 Tetapi biasanya kasus HIV sangat banyak yang tidak dilaporkan,
khususnya ketika pada awal epidemik, dan bobot sebenarnya persoalan HIV di
Timor-Leste sekarang ini belum diketahui.

569. Survey 2003 menegaskan kebutuhan mendesak untuk mengarahkan strategi pada
pelayanan pencegahan, mendidik dan memberikan akses informasi dan pelayanan
mengenai infeksi melalui hubungan seksual, dan mempromosikan penggunaan

293
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program for Health Care’ (April 2006).
294
Ibid., halaman 11.
295
E. Pisani and Dili Survey Team, ‘HIV, STI and Risk Behaviour in Timor-Leste: An Histroric
Opportunity for Effective Action’ (2004, Family Health International Dili), halaman 18.
296
UNICEF Report 2005.

133
kondom di kalangan penduduk yang berisiko. 297

570. Bentuk transmisi yang paling berisiko di Timor-Leste adalah seks anal karena
terbatasnya tingkat pengguna obat-obatan melalui pembuluh darah atau berbagai
jarum suntik di negeri ini. Di kalangan sosial terentu ada persepsi bahwa hubungan
seks laki-laki dengan laki-laki adalah perilaku “asing” tetapi data menunjukkan
bahwa mayoritas hubungan seks laki-laki dengan laki-laki di Dili terjadi antar laki-
laki Timor-Leste. Laki-laki yang mengidentifikasi diri berhubungan seks dengan
laki-laki lain juga sangat umum melakukan hubungan seks dengan perempuan.298

571. Sering luas dianggap bahwa “pemuda” termasuk kelompok berisiko tinggi untuk
HIV. Survey awal pada hampir 900 mahasiswa di Dili memperlihatkan bahwa
pandangan tersebut adalah salah. Tetapi Survey 2003 mengungkapkan bahwa
hanya sejumlah sangat kecil dari mahasiswa perempuan melaporkan kegiatan
seksual, sementara di kalangan mahasiswa laki-laki hampir tiga per empat tidak
aktif secara seksual. 299 Akan tetapi karena tingkat HIV/AIDS bertambah, begitu
pula risiko bagi penularan dari ibu ke anak.

572. Masih besar kesempatan bagi Timor-Leste untuk menjamin bahwa dampak AIDS
pada penduduk dan khususnya anak-anak – baik itu penularan seksual ke remaja
perempuan (khususnya oleh laki-laki lebih tua dengan sejarah seksual yang lebih
berisiko), ibu ke anak, atau terciptanya gelombang kedua anak yatim (kali ini
karena epidemik kematian orangtua) – bisa dihindari.

573. Pada September 2002, Pemerintah menyusun satu Rencana Strategis Nasional untuk
tanggapan menyeluruh dan multi-sektoral terhadap HIV/AIDS/STI 2002-2005.
Survey Kesehatan Distrik 2003 memberikan pengukuran dasar untuk rencana
tersebut. Survey ini menyimpulkan bahwa 79 persen perempuan dan 70 persen
laki-laki tidak pernah mendengar HIV/AIDS, dan bahwa hanya 10 persen
perempuan dan 15 persen laki-laki percaya bahwa ada cara untuk menghindari
terkena HIV. Hanya 1,9 persen perempuan dan 2,1 persen laki-laki mengetahui
bahwa penggunaan kondom mencegah penularan HIV. 300 Kurangnya pengetahuan
ini terutama mencerminkan isolasi Timor-Leste dari media global pada dasawarsa
yang lalu, kektika kesadaran global meningkat, dan kebebasannya dari infeksi
sampai waktu belakangan ini.

574. Bagi Timor-Leste, tantangan dekatnya adalah: cepat meningkatkan pengetahuan


mengenai dan penyaringan HIV/AIDS sebagai bagian dari strategi pencegahan

297
E. Pisani and Dili Survey Team, ‘HIV, STI and Risk Behaviour in Timor-Leste: An Histroric
Opportunity for Effective Action’ (2004, Family Health International Dili).
298
E. Pisani and Dili Survey Team, ‘HIV, STI and Risk Behaviour in Timor-Leste: An Histroric
Opportunity for Effective Action’ (2004, Family Health International Dili), halaman 11.
299
E. Pisani and Dili Survey Team, ‘HIV, STI and Risk Behaviour in Timor-Leste: An Histroric
Opportunity for Effective Action’ (2004, Family Health International, Dili), halaman 7. Harap dicatat
bahwa keterbatasan pengumpulan data mengharuskan hasil Survey ditafsirkan dengan hat-hati. Silakan
melihat Survey itu sendiri untuk informasi lebih lanjut.
300
District Health Survey 2003, halaman 225-232.

134
nasional. Tingkat infeksi yang rendah sekarang ini memberikan jendela
kesempatan yang sempit dan sebentar untuk menghindari dampak menghancurkan
yang telah dialami di tempat lain di dunia ini. Tidak adanya fasilitas pengetahuan
dan pengujian serta penyaringan dan kegagalan mencegah transmisi dengan efektif
melalui promosi penggunaan kondom bisa memungkinkan HIV dan AIDS dengan
cepat dan tak bisa dibatalkan lagi bercokol di dalam penduduk yang sangat rentan.

575. Perhatikan misalnya bahwa suntikan obat adalah cara tercepat penyebaran HIV
tetapi bawah suntikan obat masih jarang di negeri ini dan prevalensi HIV masih
rendah. Suntikan obat baru hampir selalu digunakan untuk menyuntik seseorang
yang telah menggunakan obat. Jadi bisa dilakukan identifikasi jumlah pengguna
yang ada dan bekerja dengan mereka untuk menurunkan kemungkinan infeksi HIV
dan memperkenalkan budaya yang lebih aman di kalangan pengguna obat,
manfaatnya untuk mayoritas besar orang Timor-Leste yang bukan pengguna obat-
obatan bisa besar dalam jangka panjang. 301

576. Pada 2005, Kementerian Kesehatan memulai satu proses untuk meninjau kembali
strategi nasional HIV/AIDS 2002-2005, dan membuat strategi baru. Dibentuk satu
struktur yang mencakup Komite Pengarah (badan pembuat keputusan) dan Komite
Pelaksana dengan ORNOP, Badan PBB, Gereja, dan anggota Dewan AIDS
Nasional. Kementerian Kesehatan, AusAid, UNICEF, dan CWS (Church World
Service) adalah mitra keuangan utama dalam proses ini sementara koordinasi
program ini dilakukan oleh satu tim fasilitator dan Sekretariat Kementerian
Kesehatan, AMI, UNICEF, Family Health International, Fundasaun Timor Hari,
CVTL (Palang Merah), dan CWS.

577. Seluruh proses empat tahap dirancang untuk partisipatif, multi-sektoral, dan
menjangkau nasional serta berlangsung sebagai berikut:

• Tahap satu: proses partisipatif konsultasi regional untuk peserta distrik untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS, mendorong partisipasi, dan
mengumpukan informasi untuk meninjau kembali rencana strategis nasional
yang ada.

• Tahap dua: kongres nasional 265 peserta diselenggarakan pada tanggal 5 dan 6
Desember 2005 untuk: mempresentasikan tinjauan ulang rencana strategis
nasional; merencanakan cara-cara untuk meningkatkan kapasitas dan
pelaksanaan keterampilan untuk proyek HIV; dan mempresentasikan satu
rancangan kerangka untuk Rencana Strategis yang baru.
Kongres akan memberikan sidang-sidang pleno mengenai keadaan HIV/AIDS
di Asia Selatan serta keadaan saat ini di Timor-Leste. Tinjauan ulang
menyoroti bahwa strategi 2002-2005 punya program yang sangat bagus tetapi
secara keseluruhan kurang perencanaan dan koordinasi.
Sepuluh diskusi panel mengenai masalah-masalah yang lebih spesifik juga
301
E. Pisani and Dili Survey Team, ‘HIV, STI and Risk Behaviour in Timor-Leste: An Histroric
Opportunity for Effective Action’ (2004, Family Health International, Dili), halaman 14.

135
dilakukan dan mencakup beberapa lokakarya tematik misalnya mengenai
pendidikan dan gender. Lima lokakarya distrik juga diselenggarakan untuk
mempersiapkan tahap tiga, rencana implementasi distrik.

• Tahap tiga – mencakup satu kelompok kerja teknis untuk menulis Strategi
HIV/AIDS baru dan menyusun rencana implementasi untuk distrik-distrik.

• Tahap empat – satu kongres nasional lagi diselenggarakan pada 23 dan 24


Februari 2006 dengan otoritas pengambilan keputusan untuk mengesahkan
strategi dan rencana implementasi lima tahun yang baru. Pada waktu laporan
ini ditulis, strategi ini masih sedang dalam penyelesaian.

Kebijakan kesehatan 302

578. Kementerian Kesehatan telah membuat kemajuan besar dalam pengembangan satu
paket menyeluruh hukum dan kebijakan untuk menjawab indikator-indikator
kesehatan yang buruk dan kebutuhan-kebutuhan nyata penduduk dan mencapai
tujuan akhir peningkatan status kesehatan semua orang di Timor-Leste.

579. Kerangka hukum kesehatan sekarang ini meliputi:


• Undang-Undang Sistem Kesehatan 303
• Undang-Undang Organik untuk Kementerian Kesehatan
• Undang-Undang Praktek Profesional Kesehatan 304
• Undang-Undang Kegiatan Farmasi 305
• Undang-Undang Unit Kesehatan Swasta 306
• Undang-Undang Institut Ilmu Kesehatan 307

580. Misi Kementerian Kesehatan adalah berusaha menjamin ketersediaan, akses, dan
kemudahan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Timor-Leste; mengatur
sektor kesehatan; dan memajukan partisipasi oleh masyarakat dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya (termasuk sektor-sektor lain).

581. Sejalan dengan tujuan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Nasional (RPN),
meskipun cakupannya agak lebih luas, 308 Kerangka Kebijakan Kesehatan disusun
oleh Kementerian Kesehatan pada bulan Juni 2002, mengharuskan Kementerian

302
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program for Health Care’ (April 2006).
303
Undang-Undang Sistem Kesehatan No. 10/2004.
304
Undang-Undang Dekrit No. 14/2004.
305
Undang-Undang Dekrit No. 12/2004. Undang-undang ini dirancang untuk mengatur penyediaan dan
pengendalian obat-obatan, di sektor publik maupun swasta.
306
Undang-Undang Dekrit No. 18/2004.
307
Undang-Undang Dekrit No. 2/2005. Pasal 3 menyatakan bahwa “tujuan Institut Ilmu Kesehatan adalah
melatih dan melatih ulang tenaga kesehatan yang diperlukan oleh sistem kesehatan dalam berbagai bidang
dan tingkatan.”
308
Sementara RPN berfokus utama pada pelaksanaan program-program kesehatan oleh sektor publik,
kerangkan kebijakan kesehatan cakupannya lebih luas mengenai masalah pembiayaan kesehatan dan
gabungan yang baik pemberian pelayanan sektor publik dan sektor swasta.

136
ini menyumbang pada seluruh tujuan meningkatkan status kesehatan bangsa
melalui penyediaan “pelayanan kesehatan bermutu untuk rakyat Timor-Leste
dengan mendirikan dan mengembangkan sistem kesehatan yang efektif biaya dan
berbasis kebutuhan yang akan memberi perhatian khusus pada masalah-masalah
kesehatan perempuan, anak-anak, dan kelompok-kelompok rentan lainnya,
terutama orang miskin, dalam cara yang partisipatif.” 309

582. Pelayanan kesehatan sekarang ini diberikan cuma-cuma kepada penduduk. Akan
tetapi mengakui bahwa Pemerintah memiliki sumberdaya yang terbatas untuk
memberikan pelayanan yang menyeluruh/lengkap yang kemungkinan menjadi
permintaan pada setiap tingkatan, Kementerian Kesehatan harus mendefinisikan
satu paket pelayanan yang bisa diberikan untuk menjamin penjangkauan terbesar
dan dampak bagi mayoritas rakyat. Paket dasar yang sekarang terdiri dari
pelayanan kesehatan dasar dan intervensi efektif biaya untuk mencegah dan
mengendalikan atau menangani persoalan-persoalan yang menyebabkan beban
terbesar penyakit di negeri ini. 310 Beban penyakit di Timor-Leste terdiri terutama
dari penyakit menular endemik yang bisa dicegah, yang proporsi besarnya bisa
ditangai dengan efektif pada pos kesehatan dan pusat kesehatan masyarakat di
setiap distrik.

583. Mengingat itu, Kementerian telah mengembangkan satu paket dasar pelayanan yang
terdiri dari kesehatan ibu; kesehatan anak; penyakit menular; penyakit tidak
menular; promosi kesehatan; dan kesehatan lingkungan.

584. Masing-masing dari enam bidang prioritas tersebut akan didukung dengan kebijakan
luas yang berisi strategi-strategi spesifik untuk menangani prioritas-priorias kunci
di dalam masing-masing sektor. Misalnya, sampai sekarang kebijakan kesehatan
ibu telah disahkan untuk strategi gizi; keluarga berencana; dan strategi kesehatan
reproduksi. Kesehatan anak memiliki kebijakan untuk imuniasi; sementara
manajemen terpadu penyakit anak-anak (IMCI) dan satu kebijakan kesehatan anak
sekarang ini sedang dikembangkan. Kebijakan pemberantasan penyakit menular
yang telah disahkan adalah strategi tuberkulosis dan malaria sementara strategi
untuk lepra dan HIV/AIDS sedang dalam tahap penyusunan. Penyakit tidak
menular kebijakannya sudah disahkan untuk kesehatan mulut dan mental. Satu
kebijakan promosi kesehatan juga telah disahkan sementara kebijakan untuk
kesehatan lingkungan dan penanganan makanan sedang dalam tahap penyusunan.

585. Desentralisasi pelayanan kesehatan merupakan ciri penting lain kerangka kebijakan
kesehatan utnuk memungkinkan partisipasi yang lebih efektif oleh pekerja
kesehatan tingkat lokal dan masyarakat dalam pengembangan dan implementasi
program kesehatan. Desentralisasi akan melibatkan penguatan kapasitas

309
Timor-Leste, ‘Sector Investment Program for Health Care’ (April 2006), halaman 17.
310
Pada bulan Januari 2003 Kementerian Kesehatan menyelenggarakan satu lokakarya untuk menyusun
paket dasar pelayanan nasional. Hasil dari lokakarya ini telah didokumentasikan dalam rancangan laporan
‘Basic Package of Services (and Interventions) for Community, Health Posts and Health Centres in Timor
Lorosae’ (November 2003).

137
manajemen dalam administrasi kesehatan distrik, yang akan menjadi focal points
untuk penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kesehatan Distrik.

586. Tempat dan cakupan desentralisasi sistem kesehatan akan dipengaruhi oleh
pendekatan yang diadopsi untuk desentralisasi Pemerintah sebagai keseluruhan,
khususnya di bidang-bidang seperti pendelegasian keuangan dan manajemen
personil. Sekarang ini, rencana kesehatan distrik telah dipersiapkan untuk 13
distrik dan ditinjau ulang setiap tiga bulan oleh tim manajemen kesehatan distrik.

587. Seperti yang dirinci dalam bagian mengenai “kesehatan reproduksi” pelayanan
berfokus gender merupakan fokus utama dan inti dari mayoritas intervensi
Kementerian Kesehatan. Paket dasar pelayanan secara langsung menyebutkan
rangkaian intervensi yang secara khusus ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
perempuan, sebagai individu, reprodusen dan produsen dalam masyarakat.
Sementara semua pelayanan dan intervensi mengakui pentingnya peran-peran
tersebut, departemen kesehatan ibu dalam kementerian ini mempunyai program-
program yang secara khusus menangani kesehatan reproduksi, dengan fokus
terbesar pada kesehatan perempuan, dan kebutuhan gizi perempuan sebagai
produsen anak.

588. Pada 2005, satu kebijakan nasional dan kerangka sumberdaya yang baik telah
diadakan untuk melengkapi pembangunan infrastruktur fisik seluruh negeri untuk
memungkinkan akses pada kesehatan bagi mayoritas penduduk. Akan tetapi,
masih banyak masalah pelayanan bermutu dan pelayanan kesehatan primer. Ini
meliputi:

589. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai masalah kesehatan: Banyak


masyarakat hanya punya pemahaman terbatas mengenai kesehatan dasar dan gizi.
Rendahnya kesadaran ini luas mengenai masalah-masalah kesehatan, khususnya di
kalangan perempuan dan pemahaman mengenai manfaat kesehatan juga umumnya
rendah. Persoalan-persoalan ini diperparah oleh perkawinan dan kehamilan usia
dini dan pengabaian masalah gender.

590. Keterbatasan kapasitas pelayanan kesehatan: Tantangan kurangnya staf, fokus pada
pelayanan pengobatan daripada pencegahan, gaji yang rendah, ketergantungan
pada pekerja asing; dan masalah manajemen masih tetap ada. 311 Sistem pelayanan
menyeluruh dan bermutu untuk orang sakit (termasuk perempuan dan anak-anak)
yang mendatangi fasilitas kesehatan tidak selalu tercapai, dan ada kekurangan
pekerja pelayanan kesehatan yang berpengalaman dan terlatih baik.

591. Kesulitan akses pelayanan kesehatan: Meskipun ada langkah ke arah desentralisasi
geografis pelayanan kesehatan, komunikasi dan akses yang tidak memadai tetap
merupakan persoalan bagi banyak orang miskin dan kelompok masyarakat yang

311
Ada ketidakcocokan prioritas antara pemberian pelayanan terdesentralisasi tetapi dengan manajemen
dan pendanaan tersentralisasi, kebutuhan perbaikan sistem pengumpulan data dan pemantauan kesehatan,
dan perbaikan promosi kesehatan, advokasi pelayanan dan tanda-tanda fasilitas.

138
rentan di kawasan pedesaan yang terpencil, khususnya di dataran tinggi dan pada
musim hujan (86 persen orang berjalan kaki untuk mencapai fasilitas pelayanan
kesehatan). 312

592. Keterbatasan penggunaan pelayanan kesehatan: Meskipun telah dibentuk sistem


fasilitas kesehatan nasional yang memadai dan berlanjutnya persoalan kesehatan
yang serius dalam masyarakat, tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan lebih
rendah dibandingkan di negara-negara berpengahasilan rendah lainnya. Bukti yang
belum diperiksa menunjukkan beberapa faktor kunci untuk ini, yang mirip dengan
yang disebutkan di atas, mencakup: 313 biaya; 314 akses; pengetahuan dan sikap; 315
dan pemberian pelayanan.

593. Indikator-indikator lain yang bisa berdampak pada status kesehatan penduduk
meliputi:
• Mayoritas besar orang miskin (85 persen) tinggal di kawasan pedesaan.
• Sekitar 680.000 orang Timor-Leste tidak punya listrik.
• Akses yang terbatas pada air minum aman (khususnya di kawasan pedesaan).
• Lebih dari 40 persen penduduk berusia 15 tahun atau lebih tidak bisa membaca
atau menulis.
• Diperkirakan 560.000 orang hidup dalam keluarga tanpa radio.
• Rata-rata waktu jalan kaki ke tempat fasilitas kesehatan adalah 35 menit
dengan 25 persen rumahtangga harus menempuh dua jam berjalan kaki ke
tempat fasilitas kesehatan.

594. Sekalipun ada kemajuan yang baik, pelaksanaan penuh paket dasar pelayanan
kesehatan diidentifikasi memerlukan dukungan yang lebih kuat untuk pelayanan
kesehatan distrik, kesehatan ibu dan anak, HIV/AIDS, pelayanan kesehatan
masyarakat, malaria (tahap kedua), dan tuberkulosis. Bidang-bidang ini terutama
berkaitan dengan pengutamaan yang diberikan pada kapasitas nasional ketika
Pemerintah mengambil tanggungjawab yang lebih besar untuk program-program
yang memerlukan kapasitas teknis dan komitmen sumberdaya yang besar. Dalam
hal itu, ini juga menggarisbawashi tingkat kerjasama yang besar antara
Kementerian Kesehatan dan berbagai mitra bilateral dan multilateral.
312
Ministry of Health and National Statistics Office, Timor-Leste, and AICL Australia Pty Ltd, Universit of
Newcastle and The Australian National University, Australia, ‘Timor-Leste 2003 Demographic and Health
Survey: Key Findings’ (2004), halaman 18.
313
Menurut DHS, alasannya adalah: jarak (64 persen); kesulitan transport (43 persen); ketidaktersediaan
staf medis (14 persen), mahal (11 persen), dan ketidakcocokan jam buka (9 persen), dan lain-lain. Faktor
tertinggi keenam adalah ‘personil tidak ramah (4 persen), yang disoroti dalam konsultasi-konsultasi distrik
yang diselenggarakan dalam penyiapan Dokumen Inti Bersama, Dokumen Konvensi Hak Anak, dan
CEDAW, khususnya sebagai penyebab rendahnya penggunaan pelayanan formal kehamilan/kelahiran.
314
Pelayanan kesehatan resminya cuma-cuma, tetapi informasi yang belum diperiksa menyebutkan adanya
biaya yang dipungut untuk menambah gaji petugas kesehatan yang rendah; kalau pelayanan cuma-cuma
maka obat-obatan “jarang dan dibanding penghasilan sangat mahal bagi orang miskin di pedesaan.”
315
Ada kebutuhan jelas untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai pelayanan kesehatan
yang, pada gilirannya, tergantung pada peningkatan mutu dan jangkauan pelayaan (27 persen perempuan
tidak tahu ke mana harus pergi kalau sakit, dan ini lebih tinggi untuk perempuan yang rendah
pendidikannya dan miskin).

139
595. Pemerintah mengakui bahwa Kementerian Kesehatan tidak bisa sendirian
menangani penyebab determinan kesehatan. Diperlukan satu pendekatan multi-
sektoral. Kedua, harus ada dukungan politik penuh untuk memungkinkan
perubahan yang memberdayakan rakyat sendiri untuk membantu menangani
penyebab-penyebab buruknya kesehatan serta mengubah perilaku mereka sendiri
melalui mencari intervensi kesehatan dan hidup dengan cara yang lebih sehat.
Konsep partisipasi menjadi nyata. ‘Investasi Program Sektor untuk Pelayanan
Kesehatan’ mengakui perlunya membangun sistem yang memperhatikan akses,
solidaritas sosial, kesetaraan budaya, agama dan gender bersama dengan hak asasi
manusia.

596. Persoalan kesehatan tidak berasal hanya dari sumber yang terkait kesehatan.
Kenyataannya, pelayanan kesehatan hanya memberikan sumbangan sederhana
pada status kesehatan bangsa. Pendidikan, pendapatan, perumahan, makanan, air,
dan sanitasi adalah determinan penting status kesehatan penduduk. Kementerian
Kesehatan sadar mengenai berbagai determinan status kesehatan ini dan sejak awal
telah menganut visi yang mencakup definisi kesehatan yang luas.

Pekerjaan

597. Konstitusi memberikan dasar bagi hak untuk bekerja; hak pekerja untuk
berorganisasi dan terlibat dalam perundingan kolektif; dan hak atas kondisi kerja
tertentu termasuk kesehatan dan keselamatan, gaji, waktu istirahat dan liburan.
Masing-masing hal ini diberikan tanpa memandang gender. Menurut Konstitusi,
kerja adalah hak dan kewajiban, dan kebebasan setiap warganegara untuk memilih
pekerjaan dijamin.

598. Sejalan dengan ketentuan-ketentuan Konstitusi (termasuk ketentuan mengenai


mogok dan penutupan tempat kerja), beberapa ketentuan perburuhan juga ada
dalam inti regulasi sektor pekerjaan. Ini meliputi: Pasal 51-53 Konstitusi, Regulasi
UNTAET No. 5/2002 mengenai Undang-Undang Tenagakerja untuk Timor-Leste
dan Undang-Undang No. 8/2004 mengenai Statuta Dinas Pemerintahan.

599. Timor-Leste menjadi anggota ILO pada 19 Agustus 2003. Meskipun Pemerintah
belum meratifikasi konvensi-konvensi inti ILO (termasuk No. 138 dan 182),
Pemerintah mengakui kewajibannya untuk mempromosikan dan mencapai tujuan-
tujuannya sejalan dengan Deklarasi Pinsip dan Hak Dasar di Tempat Kerja ILO
1998 – yang ketentuan-ketentuannya tercermin dalam Undang-Undang
Tenagakerja.

600. Pada waktu laporan ini ditulis, Undang-Undang Tenagakerja yang baru sedang
diajukan kepada Dewan Menteri oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi
Komunitas, sebagai kementerian yang bertanggungjawab untuk masalah
ketenagakerjaan. Undang-Undang ini dibuat untuk melindungi hak, tanggungjawab,
dan kewajiban pekerja, untuk mempromosikan kesempatan ekonomi di tempat kerja

140
dan membantu Pemerintah membuat kebijakan dan regulasi untuk hubungan
perburuhan. Undang-Undang ini jelas mendukung prinsip-prinsip fundamental hak
pekerja dan majikan atas kebebasan berasosiasi dan perundingan kolektif,
pelarangan kerja paksa, ketentuan dan syarat spesifik dan preskriptif untuk
memperkerjakan anak-anak dan non-diskriminasi dalam pekerjaan. 316 Undang-
undang spesifik lebih lanjut untuk mengatur segi-segi pekerjaan mencakup Undang-
Undang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Undang-Undang Pekerja
Asing juga diusulkan untuk ditambahkan pada paket legislasi di bidang ini.

601. Sekarang ini, Undang-Undang Peralihan Tenagakerja yang diberlakukan pada masa
Pemerintah UNTAET masih merupakan kerangka hukum yang esensial untuk
administrasi tenagakerja dan promosi pekerjaan, hubungan ketenagakerjaan,
penghentian kerja, dan upah minimum di Timor-Leste. Seperti disebutkan di atas,
Undang-Undang ini dirancang khusus agar sesuai dengan konvensi-konvensi ILO
yang relevan, termasuk No. 183 ‘Konvensi 1972 Usia Minimum’ dan No. 182
‘Konvensi 1999 Bentuk-Bentuk Terburuk Buruh Anak’.

602. Statuta Dinas Pemerintahan, yang berlaku untuk pegawai negeri dan agen-agen
administrasi negara di dalam negeri dan luar negeri, mengatur hak, kewajiban, dan
tanggungjawab hubungan ketenagakerjaan, serta tunjangan, dan gaji pegawai dalam
dinas pemerintahan.

603. Untuk pelaksanaannya, Undang-Undang Tenagakerja menetapkan Badan


Tenagakerja Nasional, yang terdiri dari dua badan spesialis, Badan Hubungan
Perburuhan dan Badan Upah Minimum. Peran Badan Tenagakerja antara lain
bertanggungjawab atas pemberian nasehat independen mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja serta program-program keahlian dan keterampilan. Ia juga
menetapkan upah miniumum untuk pekerjaan nasional, distrik, dan sektoral, 317
berdasarkan rekomendasi dari Badan Upah Minimum. Menurut Undang-Undang
Tenagakerja, Badan Upah Minimum harus memberikan rekomendasi kepada Badan
Tenagakerja Nasional mengenai masalah upah minimum sedikitnya satu kali setiap
dua tahun.

604. Undang-Undang Tenagakerja tidak menentukan satu upah minimum yang tetap,
juga tidak menetapkan prosedur tertentu untuk menentukan upah minimum.
Tanggungjawab untuk merekomendasikan upah minimum ada pada ‘Badan Upah
Minimum’ (yang disebut ‘Pengadilan Upah Minimum’ dalam rancangan Undang-
Undang Tenagakerja yang baru). Dalam membuat rekomendasi mengenai upah
minimum, Badan Upah Minimum wajib mempertimbangkan kebutuhan buruh, dan
keluarga mereka, tingkat upah umum, biaya hidup, tunjangan keamanan sosial,
standar kehidupan relatif kelaompok-kelompok sosial lain, dan faktor ekonomi
termasuk persyaratan perkembangan ekonomi, tingkat produktivitas, dan dampak
yang bisa ditimbulkan upah pada pekerjaan.

316
Pasal 3 Rancangan Undang-Undang.
317
Pasal 4 dan 5 Regulasi UNTAET No. 5/2002 mengenai Undang-Undang Tenagakerja Timor-Leste.

141
605. Undang-Undang Tenagakerja yang ada dan rancangannya yang baru tidak
menyinggung masalah keselamatan dan kesehatan kerja, pelatihan keahlian dan
pengembangan keterampilan. Tetapi rancangan undang-undang kesehatan dan
keselamatan kerja serta pelatihan keahlian telah dibuat dan akan segera
disampaikan kepada Dewan Menteri untuk dibahas.

606. Rancangan baru Hukum Tenagakerja memberikan kerangka hukum untuk mengatur
masalah pekerjaan di Timor-Leste yang lebih menyeluruh dibandingkan Undang-
Undang Tenagakerja UNTAET. Diharapkan bahwa Undang-Undang yang baru ini
juga akan menyelesaikan kesenjangan yang ada antara Konstitusi dan Undang-
Undang Tenagakerja yang sekarang. Misalnya, Konstitusi jelas melarang penutupan
tempat kerja, 318 sementara Undang-Undang Tenagakerja yang sekarang
membolehkan tindakan ini dilakukan oleh majikan untuk menyelesaikan sengketa
ketenagakerjaan. 319

607. Meskipun ada rezim legislatif yang menyeluruh untuk pekerjaan, Timor-Leste
sangat jelas memiliki beberapa jalan untuk mewujudkan tujuan yang sangat
aspirasional yang ditetapkan negara ini untuk penciptaan lapangan kerja.

608. Angka-angka sensus menunjukkan bahwa pengangguran meningkat sejak


kemerdekaan. Menurut statistik Sensus 2004, seluruh populasi pasar tenaga kerja
adalah 60 persen untuk umur 15 tahun ke atas dengan angka yang lebih tinggi untuk
laki-laki dibandingkan perempuan (masing-masing 69 persen dan 52 persen). Lebih
dari tiga per empat penduduk sekarang bekerja di pertanian atau perikanan
mencukupi kebutuhan sendiri.

609. Pada 2001, pengangguran mencapai sekitar 15 persen di kalangan pemuda (15-24
tahun) di seluruh negeri dengan sekitar 43 persen dari mereka yang berada dalam
angkatan kerja berada di Dili dan Baucau. 320 Angka-angka ini memburuk menurut
Sensus 2004 dengan pengangguran sekarang 8,9 persen, dan 23 persen di kalangan
pemuda. Kurang dari 24 persen populasi pasar tenaga kerja adalah pekerjaan
berupah, yang didefinisikan sebagai bekerja sendiri, bekerja di industri swasta,
bekerja di Pemerintah, bekerja di ORNOP atau bekerja di PBB. Dalam hal
pekerjaan berupah, bekerja sendiri memberikan pekerjaan terbanyak meskipun
pekerjaan Pemerintah dan PBB juga menonjol.

610. Jika partisipasi angkatan kerja tetap pada tingkat sekarang yang diperkirakan 59
persen, yang rendah menurut standar internasional, angkatan kerja akan tumbuh
pada sekitar tiga persen per tahun, menambah sekitar 10.000 orang baru pada
angkatan kerja setiap tahun yang mencari pekerjaan. Kalau tingkat partisipasi naik
pada tingkat yang umum di kalangan negara-negara berpendapatan rendah seluruh
dunia, tingkat pertumbuhan angkatan kerja setinggi lima persen per tahun. Dalam

318
Pasal 51.3 Konstitusi.
319
Pasal 24.9, 24.10, dan 24.11 Regulasi No. 5/2002 mengenai Undang-Undang Tenagakerja untuk Timor-
Leste.
320
UNDP, Human Development Report 2006.

142
kasus ini, dan mungkin lebih menjadi ciri lagi pada masa mendatang, jumlah orang
baru yang mencari pekerjaan akan berkisar pada 17.000 sampai 20.000 per tahun
dalam dasawarsa mendatang.

611. Karena relatif kecilnya ukuran sektor komersial non-pertanian, menciptakan


pekerjaan yang cukup produktif untuk orang yang baru masuk ke dalam angkatan
kerja merupakan tantangan yang besar. Tantangannya adalah mempromosikan
pertumbuhan yang pesat dalam sektor swasta non-makanan, yang sekarang ini
mempekerjakan sekitar 50.000 pekerja pada tingkat produktivitas rata-rata yang
jauh lebih tinggi. Pertumbuhan pesat sektor ini akan memungkinkan pergeseran
bertahap dari pekerjaan berproduktivitas rendah di kawasan pedesaan. Dengan
naiknya tingkat produktivitas tenagakerja, insidensi kemiskinan pendapatan bisa
menurun.

612. Untuk jangka menengah, satu masalah kunci adalah sejauh mana sektor pertanian
bisa menciptakan pekerjaan produktif untuk 5.000-9.000 orang baru yang
diproyeksikan masuk angkatan kerja pedesaan setiap tahun. Muncul tiga masalah
kebijakan kritis. Apakah tingkat pertumbuhan pertanian bisa ditingkatkan melalui
investasi swasta yang menghasilkan produksi besar surplus yang bisa dipasarkan
untuk pasar dalam negeri dan ekspor? Akankah jumlah orang yang jauh lebih besar
berpindah ke kawasan perkotaan mencari kerja? Bisakah sektor non-pertanian
tumbuh cukup pesat untuk menyerap jumlah besar orang ke dalam pekerjaan
produktif? 321

Kesempatan Pekerjaan Yang Setara

613. Diskriminasi atas dasar apapun dalam pekerjaan sangat dilarang, kecuali diperlukan
secara khusus karena sifat pekerjaan tertentu. 322 Pasal 11.18 Undang-Undang
Tenagakerja mensyaratkan bahwa tindakan harus dilakukan oleh badan yang
mempekerjakan untuk mengatasi praktek-praktek atau pandangan-pandangan
diskriminatif yang bisa menghalangi kesempatan setara dan perlakuan setara akses
pada pelatihan, akses pada pekerjaan, dan syarat-syarat dan kondisi kerja.

614. Kantor Promosi Kesetaraan (OPE), yang didirikan untuk melakukan pengarus-
utamaan gender dalam semua aspek kehidupan di Timor-Leste, memberikan
nasehat kepada Perdana Menteri dan kementerian-kementerian pemerintah utnuk
menjamin kesempatan setara dalam pekerjaan.

615. Meskipun bukan kebijakan pemerintah resmi, perempuan didorong untuk bersaing
dengan laki-laki untuk lowongan kerja, di sektor pemerintah maupun sektor swasta,
dan calon perempuan sering diberi pertimbangan khusus tertentu di bidang-bidang
seperti teknik, suatu bidang yang memerlukan kualifikasi tinggi dan pengalaman
kerja panjang, untuk mengatasi ketidaksetaraan yang berasal dari masa lalu. 323

321
Timor-Leste, ‘Overview of Sector Investment Programs – Volume 1’ (April 2005), halaman vi.
322
Pasal 2, 9.4, dan 11.5 Undang-Undang Tenagakerja, dan Pasal 8 Statuta Dinas Pemerintahan.
323
Submisi Kantor Promosi Kesetaraan.

143
616. Pemecatan atas dasar kehamilan dilarang di Timor-Leste, 324 meskipun telah
dilaporkan sejumlah kecil insiden pemecatan. 325 Pasal 39.4 Konstitusi menyebutkan
bahwa: kehamilan harus dihormati dan dilindungi; perlindungan khusus harus
dijamin untuk semua perempuan selama kehamilan dan setelah melahirkan; dan
perempuan yang bekerja harus mendapatkan hak tanpa kecuali dari tempat kerja
untuk periode yang layak sebelum dan sesudah kehamilan, tanpa kehilangan gaji
atau tunjangan lain, sesuai dengan hukum.

617. Pasal 11.10 Undang-Undang Tenagakerja lebih lanjut memberikan waktu dua belas
minggu cuti hamil dengan gaji dua per tiga untuk perempuan dan hak
mempertahankan senioritas posisi, untuk mendapatkan kembali posisi tersebut, atau
ditempatkan pada posisi yang setara dengan tingkat gaji yang sama pada akhir masa
cuti. Pasal 11.1-11.16 secara kumulatif memberikan jaminan tunjangan dan
dukungan kepada perempuan hamil dan menyusui. Silakan melihat Dokumen
Spesifik CEDAW untuk informasi lebih lanjut mengenai perempuan dalam
pekerjaan, khususnya mengenai dampak kerangka pengaturan ini dalam praktek.

618. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas, dengan dukungan berarti


UNDP dan ILO, telah memulai satu program bernama STAGE (Skill Training for
Gainful Employment – Pelatihan Keterampilan untuk Pekerjaan yang
Menguntungkan) yang dirancang untuk menyumbang pada pengurangan
kemiskinan di Timor-Leste dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dengan
mengurangi tingkat pengangguran dan setengah pengangguran melalui
pengembangan kapasitas nasional untuk menyediakan sistem pelatihan
keterampilan pekerjaan yang dibutuhkan. STAGE juga berusaha mempromosikan
sistem pelatihan yang terdesentralisasi dan luwes sebagai tindakan menjembatani
ketika pasar tenagakerja formal berkembang. Sementara tidak sepenuhnya ditujukan
untuk perempuan, sebagai satu program yang dirancang untuk mengatasi
ketimpangan dalam pekerjaan, program ini menakup inisiatif-inisiatif spesifik untuk
menciptakan kesempatan yang lebih besar kepada perempuan untuk bersaing dalam
pasar tenagakerja dan untuk melacak partisipasi perempuan melalui pemilahan
gender data masa mendatang di Divisi Pekerjaan dan Pengembangan Keterampilan
dan Pusat Pekerjaan Distrik serta penyediaan pelatihan untuk perempuan yang
mencari pekerjaan.

Tantangan dalam pekerjaan

619. Secara keseluruhan dalam sektor pekerjaan, pengangguran juga meningkat sejak
kemerdekaan dan partisipasi pasar tenagakerja dirancang untuk tumbuh substansial
dalam sepuluh tahun mendatang.

620. Ada beberapa alasan untuk peningkatan pengangguran yang mencakup kurangnya
pendidikan atau keahlian teknis dan kelangkaan modal untuk menciptakan lapangan

324
Pasal 35.2.e Undang-Undang Tenagakerja.
325
Submisi Kantor Promosi Kesetaraan.

144
kerja. 326 Sejak kemerdekaan, anak perempuan dan laki-laki mendapatkan
kesempatan lebih besar untuk mengikuti pendidikan formal. Tetapi, banyak dari
mereka yang menyelesaikan pendidikan menengah tidak dibekali dengan
keterampilan teknis untuk memasuki pasar tenagakerja dan tidak mempunyai
sumberdaya untuk mengakses pendidikan tinggi. Kesempatan pekerjaan juga
kurang karena terbatasnya kemampuan untuk menciptakan pekerjaan sektor publik
dan rendahnya tingkat investasi bisnis sekarang. Bisnis asing sekarang ini belum
tergerak untuk melakukan investasi di Timor-Leste karena kurangnya infrastruktur
dan tidak adanya kerangka pengaturan yang memadai untuk menjamin investasi.
Bisnis asing juga khawatir mengenai kurangnya keterampilan di pasar tenagakerja
sementara bisnis lokal kekurangan modal untuk investasi di bidang-bidang yang
punya potensi untuk menciptakan pekerjaan.327 Tingginya biaya tenagakerja di
Timor-Leste dibandingkan dengan negara-negara tetangga Asia merupakan
hambatan lain untuk bisnis di negeri ini.

621. Dihadapkan pada tantangan-tantangan ini, Pemerintah mengambil beberapa langkah


vital, baik legislatif maupun administratif, untuk memperbaiki sistem pekerjaan
sekarang ini di Timor-Leste. Beberapa legislasi kunci sekarang ini sedang dirancang
termasuk undang-undang dekrit mengenai pelatihan profesional, buruh, dan
pendaftaran pengangguran, sertifikasi pusat-pusat pelatihan profesional, dan pekerja
migran. Diharapkan bahwa ini akan segera siap untuk presentasi kepada Dewan
Menteri.

622. Dengan 51 pusat pelatihan sekarang ini berfungsi di negeri ini, hanya sepuluh yang
berkualifikasi termasuk dua yang dimiliki Pemerintah. Penting bagi Pemerintah
untuk menstandarkan pusat pelatihan, untuk meningkatkan dan mengontrol mutu
pelatihan oleh pusat-pusat tersebut. Standarisasi dan sertifikasi pelatihan
keterampilan dan profesional juga akan membantu menghilangkan kesalahan
pengertian bahwa pendidikan formal lebih unggul daripada pendidikan kejuruan,
yang sampai sekarang banyak yang informal.

623. Di samping intervensi legislatif dan pengembangan keterampilan, Pemerintah juga


sedang bekerja mengenai penilaian pasar tenagakerja dan promosi perusahaan kecil.
Penilaian pasar tenagakerja mencakup identifikasi kesempatan kerja, di dalam
negeri dan luar negeri, dan alokasi pencari kerja yang memenuhi persyaratan untuk
pekerjaan-pekerjaan tersebut. Pemerintah telah mendapatkan kesepakatan dari satu
perusahaan Korea Selatan untuk mengirimkan hampir 200 pekerja Timor-Leste ke
Korea Selatan, yang banyak darinya telah berangkat. Kementerian Ketenagakerjaan
dan Reinsersi Komunitas melanjutkan untuk mendapatkan persetujuan serupa
dengan Pemerintah Malaysia, Cina, dan Macau untuk mengirim orang Timor-Leste
bekerja di berbagai sektor. Promosi perusahaan kecil berfokus pada usaha sendiri,
khususnya di bidang-bidang seperti pengolahan makanan.

624. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas juga telah mendirikan

326
Data Distrik Terkonsolidasi dan Submisi Kementerian Ketenagakerjaan dan Solidaritas.
327
Submisi Kementerian Ketenagakerjaan dan Solidaritas.

145
empat ‘Pusat Pekerjaan’ untuk memfasilitasi kerjanya di seluruh negeri. Pusat-pusat
ini berada di Oecusse, Maliana, Dili, dan Baucau. Masing-masing pusat dikelola
oleh dua orang staf yang bekerja mempromosikan kesempatan setara untuk
perempuan dalam pekerjaan dan pelatihan untuk pengembangan ekonomi.

625. Mengetahui arti pentingnya memiliki perekonomian yang tumbuh yang menciptakan
kesempatan-kesempatan kerja baru, Pemerintah telah memulai satu proyek penting
untuk meningkatkan lingkungan yang mendukung untuk investasi swasta dalam
negeri dan internasional. Ini akan sangat penting untuk menciptakan kesempatan
kerja produktif bagi orang yang baru masuk angkatan kerja.

Pendidikan 328

626. Hak atas pendidikan dituliskan dalam pasal 59 Konstitusi yang menyebutkan:
• Negara mengakui dan menjamin bahwa setiap warganegara punya hak atas
pendidikan dan kebudayaan, dan menjadi kewajibannya untuk mempromosikan
pembentukan satu sistem publik pendidikan dasar universal dan wajib yang
bebas biaya sesuai dengan kemampuannya dan sesuai dengan hukum;
• Setiap orang punya hak atas kesempatan setara atas pendidikan dan pelatihan
keterampilan;
• Negara mengakui dan mengawasi pendidikan swasta dan koperasi
• Negara harus menjamin akses setiap warganegara, sesuai dengan
kemampuannya, pada pendidikan, penelitian ilmiah, dan kreativitas seni tingkat
tertinggi;
• Setiap orang punya hak atas penikmatan dan kreativitas budaya dan kewajiban
untuk melestarikan, melindungi, dan menghargai warisan budaya.

627. Setelah kekerasan yang timbul dari referendum 1999, sistem pendidikan kacau-balau
dan di ambang kehancuran. Hampir 90 persen sekolah dan fasilitas pendidikan,
termasuk praktis semua mebel dan bahan pengajaran, dihancurkan atau hilang.
Sekitar 20 persen guru pendididikan dasar dan sekitar 80 persen guru pendidikan
pasca-dasar, kebanyakan bukan orang Timor-Leste, meninggalkan negeri. Ini
meliputi hampir semua administrator dan manajer pendidikan yang juga bukan
orang Timor-Leste.

628. Tantangan dekat setelah peristiwa 1999 adalah membangun kembali sistem
pendidikan dan membuat anak-anak kembali ke sekolah. Ada kemajuan
mengesankan pada kedua front tersebut. Sistem ini sekarang berfungsi pada tingkat
operasional dasar dan Pemerintah telah mampu melaksanakan hampir enam tahun
ajaran sejak 2000 pada semua tingkat jenjang pendidikan, dengan lonjakan
pendaftaran sekolah. Persekolahan telah normal untuk lebih dari tiga per empat dari
285.000 anak usia sekolah di negeri ini. Pencapaian yang paling mengesankan
adalah peningkatan besar-besaran pendaftaran sekolah oleh orang miskin, anak
perempuan dan anak pedesaan. Akan tetapi, kaitan antara insidensi kemiskinan dan

328
Timor-Leste, ‘Education and Training Sector Investment Program’ (April 2006).

146
pendidikan itu kuat. Hampir satu dari setiap dua orang adalah orang miskin dalam
keluarga yang dikepalai oleh orang yang tidak lulus sekolah dasar dibandingkan
satu dalam tujuh yang kepala keluarganya adalah lulusan sekolah menengah atas.

629. Setelah berhasil melalui masa darurat, Pemerintah sekarang berfokus pada tantangan
pembangunan jangka panjang untuk pendidikan dan pelatihan, yang jumlahnya
banyak.

630. Sekitar setengah penduduk dewasa Timor-Leste adalah butahuruf, dan meskipun
terjadi kemajuan besar dalam empat tahun terakhir, banyak anak yang masih belum
punya akses pada pendidikan dasar atau bermutu.

631. Pada masa sekarang landasan hukum untuk sektor pendidikan masih kurang,
meskipun Pemerintah telah mengusulkan satu paket penting undang-undang untuk
mengatasi kesenjangan yang ada sekarang.

632. Kesulitan kebijakan dan praktis dalam sektor pendidikan mencakup:


• kurangnya akses pada pendidikan;
• tingkat putus sekolah (10 persen329 ) dan tingkat mengulang kelas (20-25 persen)
yang tinggi;
• mutu pendidikan yang buruk;
• kurangnya profesional pendidikan yang berkualifikasi;
• kuranngya bahan dan sumberdaya sekolah;
• tantangan peralihan ke bahasa Portugis di sekolah-sekolah;
• pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi diprioritaskan untuk anak laki-laki
dibandikan anak perempuan; dan,
• lemahnya struktur manajemen pendidikan;

633. Di kawasan pedesaan, akses pada pendidikan sulit karena jauhnya jarak ke sekolah
dan tidak adanya transportasi untuk anak-anak. Laporan-laporan lokal juga
menunjukkan bahwa sebagian sekolah sangat mahal, terutama bagi keluarga-
keluarga termiskin. Sampai sangat belakangan ini, uang sekolah yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum dipungut di sekolah-sekolah dasar yang dikelola pemerintah
tanpa kecuali untuk anak-anak dari panti asuhan yatim-piatu. Uang sekolah yang
tidak diatur hukum tersebut dan dampaknya yang menghambat pada akses
pendidikan merupakan masalah yang sangat memprihatinkan bagi Pemerintah.

634. Satu edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda,
dan Olahraga (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) pada bulan
November 2002, berusaha menstandarisasi uang sekolah di seluruh negeri menurut
tingkat sekolah:
• Dasar US$ 1,00/bulan
• Menengah Pertama US$ 1,50/bulan
• Menengah Atas US$ 2,00/bulan.

329
UNICEF in Timor-Leste (2005), halaman 17.

147
635. Kemudian, sejak 2005, uang sekolah untuk sementara dihentikan pada semua tingkat
sekolah di Distrik Dili dan untuk semua sekolah dasar di 12 distrik selebihnya. 330
Sejak itu diputuskan bahwa penghentian ini tetap berlaku setidaknya sampai akhir
tahun ajaran 2006/2007. Diharapkan bahwa ini akan banyak meningkatkan
pendaftaran sekolah di Timor-Leste.

636. Rendahnya tingkat kemampuan baca-tulis, satu warisan menyedihkan penjajahan


Portugis, 331 merupakan penghambat penting lain terhadap upaya-upaya percepatan
untuk mengatasi standar pendidikan yang jelek. Dasar pengukurannya adalah
kemampuan untuk membaca dan menulis. Sensus 2004 menempatkan tingkat baca-
tulis penduduk berusia paling rendah 15 tahun pada 49,9 persen, menurun dengan
usia (41 persen untuk usia 55 tahun lebih). Perempuan lebih sedikit yang bisa baca-
tulis dibandingkan laki-laki, perbedaannya paling ekstrem dengan umur 30 dan
lebih. Tingkat baca-tulis juga lebih rendah di kawasan pedesaan dan pegunungan,
dan di kalangan rumahtangga miskin. Butahuruf yang luas, terutama di kawasan
pedesaan, menghadapkan tantangan besar bagi program-program yang bertujuan
mengurangi kemiskinan dan pengembangan keterampilan dalam angkatan kerja.

637. Efisiensi pendidikan diperlemah oleh keterlambatan mendaftar sekolah, tingkat


pengulangan kelas (20 persen) dan putus sekolah (10 persen) yang tinggi, serta
tingkat tidak absen guru dan murid yang tinggi. Pemerintah mendefinisikan
sembilan tahun pertama sekolah, yang menggabungkan sekolah dasar dan
menengah pertama, sebagai pendidikan dasar. Memperhitungkan pendaftaran awal
sekolah adalah usia 6 tahun, ini berarti bahwa seorang anak akan berada dalam
pendidikan dasar sampai usia 15 tahun. Mengingat tingginya tingkat keterlambatan
masuk sekolah, dan tingginya tingkat pengulangan kelas dan putus sekolah, ini
sama sekali bukan realitas praktis. Semua hal dipertimbangkan, sepertinya kurang
dari 50 persen anak mencapai dan menyelesaikan kelas 6. 332

638. Perbaikan mutu pendidikan juga diperlukan. Uji pencapaian menunjukkan bahwa
mutu pendidikan dasar itu rendah, khususnya di bidang matematika. 333 Rasio
murid-guru menurun tetapi masih tinggi, kualifikasi guru berbeda-beda, dan ada
kekurang-akraban dengan bahasa pengantar resmi, yaitu Portugis. Bahasa Portugis
secara progresif diperkenalkan ke sistem sekolah. Bahasa ini diperkenalkan dalam

330
Surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No. 10/GMEC/2006, bertanggal 9 Februari 2006.
331
Pada akhir penjajahan Portugis pada 1974, sekitar 90 persen penduduk adalah butahuruf, hanya
diperkirakan 60.000 anak yang berada di sekolah dasar, dan saat itu hanya ada dua sekolah menengah
pertama, dengan pendidikan diberikan dalam bahasa Portugis. Di masa pendudukan Indonesia (1975-1999),
bahasa pengantar adalah Bahasa Indonesia, pendaftaran sekolah dasar meningkat sekitar 74 persen
(dibandingkan dengan tingkat rata-rata nasional Indonesia 99 persen), populasi sekolah dasar berlipat lebih
dua kali (pada 1986 sekitar 130.000), dan pendidikan menengah tumbuh (dengan penambahan jumlah
sekolah dan peningkatan akses), meskipun lebih lamban dan dengan tingkat pengulangan kelas tinggi dan
efisiensi rendah.
332
Timor-Leste, ‘Education and Training Sector Investment Program’ (April 2006), halaman 14.
333
World Bank, ‘Bank Assistance Strategy: Creating Conditions for Sustainable Growth and Poverty
Reduction’ (22 Juni 2005), halaman 34, paragraf 59.

148
Kelas 1 dan 2 pada 2000 dan telah menanjak terus-menerus satu kelas per tahun
sesudahnya, mencapai Kelas 5 pada tahun ajaran 2003/2004. Dalam kelas-kelas
dimana bahasa Portugis telah diajarkan, buku-buku Indonesia ditarik. Akan tetapi,
jumlah buku berbahasa Portugis tidak cukup untuk menggantikan buku berbahasa
Indonesia. Kesulitan pemahaman bahasa juga ada untuk guru dan murid, meskipun
guru diperbolehkan menggunakan bahasa Tetun untuk menjelaskan pelajaran
kepada murid-murid.

639. Persatuan Orangtua Murid dan program pelatihan manajemen berbasis sekolah telah
diselenggarakan untuk memperkuat mutu pendidikan. Satu evalusi untuk proyek ini
mengidentifikasi bahwa sekolah-sekolah yang mengadopsi model ini menghasilkan
peningkatan hasil pendidikan untuk murid dan besarnya komitmen masyarakat
lokal. 334 Meskipun ada langkah-langkah positif untuk meningkatkan mutu
pendidikan, masih ada kebutuhan akan badan pengajaran yang kuat yang terdiri dari
guru yang lebih berpendidikan formal, lebih tersebar secara geografis, dengan
keterampilan mengajar yang meningkat. Kelemahan serius dalam pemberian bahan-
bahan pengajaran dan fasilitas-fasilitas sekolah memperberat persoalan ini dan
hanya bisa diatasi dengan rehabilitasi yang berlanjut, peningkatan dan
pembangunan sekolah baru, memperlengkapi tempat murid yang lebih banyak, dan
instalasi bahan pendidikan, perpustakaan, dan laboratorium yang sangat
ditingkatkan. Usulan Pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tesebut
dirinci di bawah.

640. Ketidakseimbangan gender dalam partisipasi pendidikan di Timor-Leste rendah


dalam pendidikan dasar, dimana partisipasi anak laki-laki dan perempuan
diperkirakan 50/50. 335 Pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, partisipasi anak
perempuan merosot tajam. Dalam program pemberantasasn butahuruf orang
dewasa, juga diamati bahwa tingkat partisipasi perempuan jauh lebih rendah
daripada laki-laki, meskipun ada upaya sungguh-sungguh pengelola program untuk
menujukannya pada lebih banyak perempuan dalam rangka mengatasi lebih
tingginya butahuruf di kalangan perempuan.

641. Sejumlah faktor menyumbang pada rendahnya partisipasi dalam sekolah di kalangan
perempuan, kebanyakan sifatnya sosial-budaya, seperti pandangan yang sangat
tradisional dan stereotipe mengenai peran perempuan dewasa dan anak-anak dalam
keluarga dan masyarakat. 336 Meskipun hal ini belum konklusif, seperti yang
terungkap dalam laporannya, UNICEF baru-baru ini yang menemukan bahwa: 337
“Ada perbedaan signifikan, dengan anak laki-laki mengalami lebih banyak
daripada anak peremuan bahwa orangtua mereka tidak membolehkan
mereka untuk bersekolah. Temuan ini tidak dibayangkan karena di Timor-

334
‘100 Friendly Schools Evaluation Report June 2005’, presentasi pada Kantor UNICEF Timor-Leste, 1
Juli 2005. Dipahami bahwa salah satu temuan kunci evaluasi ini berkaitan dengan tidak memadainya
pemasukan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak ke dalam bahan pelatihan guru sekolah.
335
Submisi UNICEF (9 Januari 2006).
336
Timor-Leste, ‘Education and Training Sector Investment Program’ (April 2005), halaman 13.
337
UNICEF in Timor-Leste (2005), halaman 45 & 47.

149
Leste orang sering melaporkan bahwa lebih banyak anak perempuan yang
tidak diperbolehkan bersekolah daripada anak laki-laki.”

642. Dengan penduduk tumbuh tiga persen per tahun atau lebih akibat dari tingginya
tingkat fertilitas, akan terus ada tekanan pada sistem pendidikan di masa sepuluh
tahun atau lebih selanjutnya. Secara kolektif, tantangan-tantangan tersebut
menuntut penyusunan dan implementasi suatu strategi pendidikan yang bervisi
untuk generasi mendatang. Pengurangan kemiskinan sangat sentral bagi strategi
pembangunan bangsa baru ini dan pengalaman internasional jelas menunjukan
bahwa pendidikan yang lebih baik adalah sentral bagi strategi pengurangan
kemiskinan. Oleh karena itu, perbaikan status pendidikan rakyat Timor-Leste
merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah, bersama dengan peningkatan
pelayanan kesehatan dan penciptaan lapangan kerja.

643. Untuk jangka menengah, prioritas tertingginya masih tetap diberikan pada
pendidikan dasar khususnya dan pada pendidikan menengah pertama sebagai
bagian dari tujuan jangka panjang memberikan pendidikan dasar sembilan tahun
untuk semua anak. Perhatian khusus pada jangka menengah adalah meningkatkan
akses pada pendidikan dasar untuk 87.000 anak usia 6-14 tahun yang masih tetap
berada di luar sistem sekolah, meningkatkan mutu pendidikan melalui pelatihan
guru, pengembangan kurikulum, memperbaiki bahan pengajaran dan program-
program terkait, dan meningkatkan efisiensi internal.

Kerangka kebijakan pendidikan

644. Sasaran utama untuk sistem pendidikan formal, seperti yang dengan jelas dituliskan
dalam RPN adalah:
• akses yang lebih mudah pada pendidikan untuk semua orang, dan pendirian
sekurang-kurangnya satu sekolah dasar di setiap suco (desa);
• mutu pengajaran yang lebih baik;
• tingkat kelulusan dan kenaikan kelas yang lebih tinggi;
• pengembangan kurikulum sekolah, khususnya untuk pendidikan teknik, yang
relevan untuk kondisi dan kebutuhan Timor-Leste;
• pemberlakuan kembali bahasa Portugis dan Tetun di sekolah.

645. Pembangunan sektor pendidikan untuk mencapai tujuan-tujuan ini diarahkan oleh
prinsip-prinsip kunci pendidikan sebagai hak, kesetaraan, dan akses pada semua
kelompok terpinggirkan termasuk anak-anak, orang miskin, masyarakat pedesaan
dan etnis, mutu dan relevansi untuk menjamin perkembangan seimbang individu
dengan perhatian pada aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya, moral, politik, dan
spiritual, efisiensi dan efektivitas, partisipasi, transparansi, dan
pertanggungjawaban. Pemerintah berkomitmen untuk menjamin penyediaan
pendidikan dasar bermutu dengan standar internasional untuk semua anak yang
secara sah tinggal di Timor-Leste, tanpa memandang kondisi ekonomi, gender,

150
agama, etnisitas atau lokasi geografisnya.

646. Satu Kerangka Kebijakan Pendidikan dikembangkan pada 2004 untuk memberikan
langkah-langkah praktis guna mencapai tujuan RPN. Prioritas untuk pendidikan
dasar (didefinisikan sebagai sekolah sembilan tahun pertama) yang ditetapkan
dalam kerangka ini mencakup:
• pendidikan dasar sebagai prioritas tertinggi untuk alokasi sumberdaya;
• pendidikan dasar universal bermutu – dari usia enam tahun – sejalan dengan
MDG, Konvensi Hak Anak, dan ketentuan Konstitusi, dan untuk menjamin
bahwa pada 2015 semua anak bisa menyelesaikan pendidikan dasar penuh;
• prioritas sumberdaya tertinggi kedua pada pendidikan pra-sekolah, dengan
gabungan awal pembayaran uang sekolah dan pembiayaan negara yang semakin
meningkat (berfokus pada pelatihan guru dan pengembangan prototipe bahan-
bahan pengajaran);
• Pendidikan Awal Anak (Early Childhood Education – ECE) sebagai langkah
kunci untuk menurunkan tingkat putus sekolah dan pengulangan kelas dalam
sekolah dasar. Akan tetapi, mengakui keterbatasan sumberdaya Negara, ECE
harus dipromosikan sebagai kegiatan berbasis masyarakat, dibiayai swasta
dengan Negara memberikan dukungan untuk pelatihan guru dan pengembangan
prototipe bahan pengajaran, serta lingkungan yang mendukung untuk inisiatif
swasta.

647. Melebihi komitmen pada pendidikan dasar, Kerangka Kebijakan Pendidikan


mementingkan:
• pendidikan menengah, tinggi, dan khususnya teknik dan kejuruan melalui
lembaga-lembaga pemerintah dan swasta, menjamin kesamaan akses menurut
kemampuan individual dan kebutuhan pembangungan nasional;
• pengembangan perencanaan efektif dan implementasi kebijakan dan program
pendidikan, khususnya kurikulum nasional dan kebijakan bahasa berdasarkan
bahasa-bahasa resmi; peningkatan standar kualifikasi, pelatihan, pengembangan
karir, dan kesejahteraan guru; dan penetapan standar minimum operasi untuk
semua sekolah (termasuk publik dan swasta) dengan mekanisme pemantauan
yang menyertai;
• mobilisasi dan koordinasi peran ‘pihak berkepentingan’ yang relevan, termasuk
pemberi pendidikan swasta serta partisipasi orangtua dan masyarakat, dan
kerangka pengaturan dan insentif serta promosi partisipasi, konsultasi, dan
transparansi.

648. Sedang dipersiapkan satu paket undang-undang yang sebagiannya sekarang sudah
siap untuk dibahas oleh Dewan Menteri. 338 Legislasi yang diusulkan untuk sektor

338
“Undang-undang Pokok Pendidikan dan Undang-undang Organik Kemenerian Pendidikan … telah
disusun dan begitu dokumen Kebijakan Pendidikan Nasional disahkan oleh Dewan Menteri kedua undang-

151
pendidikan mencakup:
• Undang-undang pokok pendidikan;
• Undang-undang organik untuk Kementerian Pendidikan, Pemuda, Kebudayaan,
dan Olahraga;
• Undang-Undang Pendidikan Pelatihan Kejuruan;
• Peraturan untuk mengatur lembaga-lembaga pendidikan tinggi;
• Undang-undang atau piagam yang memberikan landasan hukum dan
pengembangan masa depan Universitas Nasional; dan
• Peraturan untuk mengatur pembentukan dan operasi sekolah-sekolah bukan
milik pemerintah.

649. Pemberlakuan legislasi dan regulasi untuk pendidikan juga akan membantu
mengatur sektor pendidikan dan akan menspesifikasi peran yang harus dimainkan
oleh Pemerintah, Gereja, ORNOP, masyarakat lokal, dan orangtua dalam pengolaan
pendidikan.

650. Upaya-upaya untuk mengembangkan satu kurikulum sekolah nasional juga penting
bagi pembangunan sistem pendidikan yang baru. Pengesahan dan pelaksanaan
kurikulum sekolah dasar telah membuka jalan bagi pemberlakuan yang belum
lancar kurikulum baru untuk sekolah menengah pertama dan menengah atas.

651. Pemerintah mengakui pentingnya menangani dimensi gender pembangunan


pendidikan dan telah mamsukkan sejumlah tujuan dari MDG yang akan
mempromosikan kesetaraan gender.

652. Dari segi kebudayaan, Divisi Kebudayaan sedang mempelajari kebutuhan untuk
memberikan perhatian lebih besar pada kebudayaan dan bahasa pribumi di dalam
kurikulum pendidikan. Pastinya, dalam tahap-tahap awal pengembangannya, ada
ketergantungan niscaya pada penggunaan bahan-bahan pendidikan dari luar,
khususnya buku pelajaran, yang kemungkinan tidak mencerminkan dengan baik
“identitas budaya, bahasa, dan nilai” Timor-Leste. Bahkan, kurikulum baru
menekankan manfaat pengajaran bidang-bidang inti seperti ‘kesenian dan
kebudayaan’ dan ‘studi lingkungan’ dengan kaitan pada sumberdaya lokal seperti
pemimpin tradisional dan pengajar kepercayaan dan praktek adat-istiadat untuk
memberi substansi pada kurikulum dalam hal identitas dan nilai pribumi.339

653. Secara keseluruhan, 2-3 tahun mendatang akan memperlihatkan jangkauan


keberhasilan Pemerintah dalam melaksanakan reformasi berkelanjutan dan

undang itu akan disampaikan kepada Dewan Menteri dan Parlemen.” Menteri Pendidikan, ‘Kebijakan
Pendidikan untuk Timor-Leste,’ komentar untuk Minggu Perencanaan Pendidikan untuk Semua Orang
(Dili, Juni 2005).
339
Satu evaluasi mengenai perkumpulan orangtua dan guru di dalam sekolah-sekolah dasar menekankan
peran yang dimainkan oleh sejumlah orangtua dalam pengajaran praktek-praktek adat-istiadat kepada
siswa. Konsultasi-konsultasi dengan anak-anak di Sekolah Dasar Tasi Tolu, dalam penyiapan dokumen ini,
mendapatkan dukungan dari anak-anak yang sedang mendapatkan pelajaran mengenai kebudayaan dan
praktek adat-istiadat Timor-Leste dalam program sekolah.

152
pengembangan kapasitas sektor pendidikan. Reformasi berkelanjutan akan niscaya
berkisar seputar kemampuan Pemerintah untuk mengarahkan sumberdaya yang
cukup untuk mewujudkan agenda reformasi yang sekarang.

654. Kerangka kebijakan pendidikan, bersama dengan sektor-sektor pembangunan


lainnya di Timor-Leste, sangat ambisius dan menimbulkan implikasi biaya yang
besar. Pengeluaran di masa lalu sangat terpusat pada rehabilitasi sistem pendidikan
dan pembangunan kembali pelayanan pendidikan dasar di seluruh negeri. Selama
enam tahun terakhir, pengeluaran total untuk sektor pendidikan formal berjumlah $
297,7 juta, dengan donor memberikan 60 persen pengeluaran itu. Dalam tahun-
tahun pertama setelah kemerdekaan, pengeluaran berjumlah sekitar $ 40 juta per
tahun untuk biaya rehabilitasi, ini telah distabilisasi dalam dua tahun terakhir pada
sekitar $ 36 juta. Untuk periode waktu lima tahun dari Tahun Fiskal 2005/06
sampai Tahun Fiskal 2009/10, pengeluaran total untuk sektor pendidikan formal
akan berjumlah sekitar $ 220 juta. Pendidikan dasar akan berjumlah sekitar 48,6
persen dari hampir $ 107 juta, sementara pendidikan menengah akan dialokasikan
sebesar 28 persen. 340

655. Mendapatkan dana untuk sistem pendidikan, dan khususnya sistem sekolah dasar
dan menengah menghadapkan tantangan besar bagi Pemerintah, karena
ketidakpastian mengenai tingkat dukungan donor untuk jangka menengah. Suatu
penurunan tajam berlebihan dukungan donor untuk bahan, pelatihan guru, dan biaya
rutin bisa mengganggu kemajuan ke arah tujuan yang disebutkan sebelumnya untuk
pendidikan dasar dalam jangka menengah dan panjang. Sektor ini juga perlu
menjamin keseimbangan dalam distribusi sumberdaya dengan melanjutkan
memprioritaskan pendidikan dasar, dan menjamin pendanaan untuk tindakan-
tindakan peningkatan mutu. Oleh karena itu serangkaian masalah terkait dengan
pendanaan pendidikan dasar dan menengah harus diatasi. Kesenjangan harus
ditutup melalui gabungan pendanaan donor baru, peningkatan penekanan pada
pengelolaan manajemen dan biaya sekolah. Untuk itu, Kementerian Pendidikan
sangat mengadvokasikan komitmen sumberdaya donor dalam kerangka ‘Pendidikan
untuk Semua Orang’ dengan fokus pada sektor pendidikan dasar.

L. PERKAWINAN DAN KEHIDUPAN KELUARGA 341

Definisi ‘keluarga’ dan ‘rumah’

656. Konsep keluarga didefinisikan dalam Konstitusi Timor-Leste sebagai “unit dasar

340
Timor-Leste, ‘Education and Training Sector Investment Program’ (April 2006), halaman 34.
341
Bagian ini mencakup:
• Pasal 23 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
• Pasal 16 CEDAW
• Pasal 5, 18, dan 20 Konvensi Hak Anak.
• Pasal 44 Konvensi Pekerja Migran.

153
masyarakat dan kondisi bagi perkembangan harmonis individu”. 342 Konstitusi lebih
lanjut menambahkan bahwa setiap orang punya hak untuk membentuk dan hidup
dalam keluarga. 343 Sementara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,
yang merupakan hukum yang berlaku di Timor-Leste, tidak memberikan definisi
hukum mengenai keluarga atau rumah, Undang-Undang Kekerasan Domestik yang
akan datang, memperluas pengertian keluarga sebagai berikut, dengan anggota-
anggota keluarga atau orang-orang yang berada dalam hubungan kekeluargaan
didefinisikan sebagai: 344
• pasangan dalam konteks perkawinan sipil, agama atau adat;
• seorang laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama dalam suatu keadaan
yang sama dengan perkawinan;
• pendahulu dan keturunan salah satu atau kedua orang pasangan atau orang
dalam situasi seperti yang disebutkan dalam baris sebelumnya sepanjang
mereka terintegrasi dalam konteks ekonomi dan ketergantungan keluarga;
• orang lain yang berada dalam konteks ekonomi dan ketergantungan, termasuk
orang-orang yang melakukan berbagai bentuk kerja dalam rumahtangga yang
berlanjut dan subordinat.

657. Definisi keluarga ini harus diperkuat bersama tindakan-tindakan lain dalam hukum
sehingga “memberikan jaminan fundamental integritas keluarga sebagai unit sosial
dan budaya fundamental Timor-Leste”. 345 Prinsip unit keluarga seperti yang
didefinisikan dalam pasal 5 undang-undang ini bisa dibaca bersama dengan pasal 16
dan 17 Konstitusi Timor-Leste, dalam mana batu pijakan unit keluarga adalah
penghormatan pada hak asasi manusia seperti kesetaraan semua warganegara di
depan hukum. 346

658. Dalam masyarakat tradisional Timor-Leste, unit keluarga dasar terdiri dari pasangan
menikah dan anak-anak yang belum menikah yang tinggal dalam satu tempat
tinggal, yang dikenal sebagai ‘Rumah’. Unit ini hampir selalu terkait dengan
banyak hubungan sosial lain, khususnya dengan kerabat atau anggota-anggota
terdekat keluarga tersebut dari ‘garis keturunan’-nya, yang bisa dari garis
patrilineal ayah atau melalui garis matrilineal ibu. Akan tetapi untuk bagian
terbesar, masyarakat-masyarakat di Timor-Leste adalah patrilineal. 347 Semua
anggota keturunan mengklaim seorang nenek-moyang bersama dan menyatakan
kesetiaan pada nenek-moyang ini. Mereka membentuk bagian dari apa yang disebut
uma kain atau ahimatan atau kelompok keturunan, yang bisa terdiri dari para
saudara, orangtua dan saudara mereka dan kakek-nenek. Normalnya, laki-laki
tertua bertindak sebagai kepala keluarga luas ini. 348

342
Pasal 39 (1) Konstitusi RDTL.
343
Pasal 39 (2) Konstitusi RDTL.
344
Pasal 4 Undang-Undang Kekerasan Domestik Republik Domestik Timor-Leste.
345
Pasal 5 (1) Undang-Undang Kekerasan Domestik RDTL yang akan datang.
346
Pasal 5 (2) Undang-Undang Kekerasan Domestik RDTL yang akan datang.
347
Covalima dikutip dalam konsultasi-konsultasi sebagai salah satu perkecualian untuk ini karena di distrik
ini kebanyakan matrilineal.
348
Sofi Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structure and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 21.

154
659. Di Timor-Leste, satu dari beberapa kelompok keturunan juga bisa disebut satu
‘rumah keramat’ yang dikenal sebagai uma lulik atau uma lisan. Anggota-anggota
rumah keramat ini masih memiliki satu nenek-moyang bersama, meskipun akar dari
nenek-moyang tidak lagi bisa ditelusuri. Rumah-rumah keramat ini merupakan
seluruh universum dan di dalamnya tersimpan barang-barang berharga para nenek-
moyang keluarga. Tradisi meyakini rumah ini sebagai rumah paling tua, dimana
nenek-moyang tinggal dan, oleh karena itu, lebih tinggi daripada rumah-rumah lain.
Di salah satu knua atau ‘kampung’, rumah keramat ini bertempat di pusat dengan
rumah-rumah mengelilinginya dalam urutan senioritas. Misalnya, rumah anak laki-
laki yang lahir pertama ada di dekat rumah orangtuanya, dengan rumah anak
termuda bertempat lebih jauh dari pusat. Seorang perempuan yang tidak menikah
lazimnya dimasukkan sebagai bagian dari kelompok keturunan sepanjang ia bisa
merunut keturunan melalui garis laki-laki. Setelah menikah, ia meninggalkan
kampung keluarganya untuk bergabung dengan keluarga suaminya. 349

660. Arti penting ‘Rumah” dan ‘rumah keramat’ sebagai entitas dalam struktur sosial
Timor-Leste tidak bisa dilebih-lebihkan. Keduanya membentuk pusat hubungan
perkawinan dan kekuatan politik; setiap hubungan antara berbagai ‘Rumah’ dicatat
oleh keluarga dan dengan demikian terciptalah satu sistem dengan ketentuan-
ketentuan spesifik (lihat di bawah) yang mengatur perkawinan.

Peran hukum adat dalam hubungan keluarga

661. Hubungan keluarga diatur oleh gabungan hukum perdata, agama, dan adat. Pada
tingkat lokal, ada satu hirarki, dengan hukum adat di tempat pertama, diikuti oleh
ajaran Gereja, kemudian hukum perdata. Jika dimungkinkan, para pemimpin
tradisional berusaha menafsirkan ajaran Gereja Katolik dalam cara yang sejalan
dengan kepercayaan trdisional. Keberhasilan gabungan hukum agama dan adat ini
juga tergantung pada tingkat tinggi pada sikap agamawan setempat. Orang Timor-
Leste menunjukkan penghormatan besar pada Gereja dengan secara teratur
menghadiri misa, tetapi sering menafsirkan banyak ajaran Gereja dalam cara yang
mengesahkan bukannya bertentangan dengan kepercayaan tradisional. Faktanya,
banyak orang, pastinya di tingkat lokal, tidak percaya bahwa kepercayaan Kristen
mereka dalam cara tertentu bertentangan dengan praktek tradisional mereka. 350

662. Meskipun demikian, perkawinan adalah salah satu contoh dimana hukum adat dan
agama berseberangan. Upacara perkawinan diselenggarakan di Gereja hampir selalu
disertai, jika tidak digantikan oleh upcara tradisional. Karena pentingnya
menciptakan kesuburan melalui pertukaran barang-barang perkawinan (barlake atau
emas kawin – lihat di bawah), pemenuhan kewajiban keagamaan saja tidak selalu

349
Dionísio C.B. Soares, ‘A Brief Overview of the Role of Customary Law in East Timor’ (1999), halaman
7.
350
Sofi Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 80.

155
cukup untuk memelihara hubungan baik di dalam keluarga atau di dalam masyarkat
lokal. Pertukaran barang, yang merupakan bagian dari upacara tradisional, penting
untuk membentuk sistem sosial yang luas. Menghilangkannya akan efektif berarti
mengakhiri satu tujuan penting perkawinan.

Pelatihan untuk pekerja sosial keluarga

663. Sekarang ini ada enam pekerja sosial yang bekerja di Dili, dipekerjakan oleh Divisi
Pelayanan Sosial dalam Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas,
dengan beberapa pekerja sosial tambahan dipekerjakan untuk jangka pendek oleh
ORNOP. Pemerintah tidak tahu mengenai adanya pekerja sosial yang bekerja di
distrik-distrik. Mereka memiliki spesialisasi yang berbeda dan pembagian kerja:
kekerasan terhadap anak-anak dan anak-anak yang birisiko, keadilan remaja, dan
yatim-piatu. 351 Pelatihan pekerja sosial atau kelompok profesional yang menangani
masalah-masalah keluarga terbatas karena kendala finansial dan praktis, dan
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok profesional pekerja
sosial dengan siapa mereka bekerja. Ketika palatihan individu yang terlibat dalam
kegiatan berjenis pelayanan sosial terjadi, ini utamanya terkait dengan bidang-
bidang seperti kesehatan, keadilan, dan kekerasan berbasis gender. Kegiatan-
kegiatan berfokus pada mendorong otoritas yang terkait, khususnya dalam kasus
kekerasan berbasis gender, untuk memahami bahwa ini bukan murni masalah
keluarga dan bahwa mereka harus melakukan intervensi. Jika bantuan profesional
terlatih tidak tersedia atau bahkan harus diupayakan, adalah agamawan lokal yang
sering dipanggil untuk menghadiri pertemuan untuk memediasi konflik, khususnya
di subdistrik. Misalnya, dalam kasus-kasus ketika pasangan sedang
mempertimbangkan berpisah, pastor dipandang sebagai orang yang terhormat,
dipanggil untuk menyaksikan proses atau memberikan saran-saran, tetapi tidak
mengambil keputusan, mengenai solusi.

Perkawinan

Hak untuk memasuki perkawinan dan kebebasan memilih pasangan

664. Dalam teori, setiap orang di Timor-Leste bisa menjalankan hak untuk memilih
suami/istrinya. Sesuai dengan pasal 39 (3) Konstitusi Timor-Leste, ‘perkawinan
harus didasarkan pada kehendak bebas kedua belah pihak dan atas dasar
kesetaraan penuh hak antar pasangan, sesuai dengan hukum’.

665. Gagasan kehendak bebas ini juga eksplisit dalam undang-undang yang berlaku
sekarang, sehingga diperlukan ‘izin sukarela calon pasangan’ (Pasal 28 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia).

666. Ada beberapa kejadian dimana perkawinan dilarang seperti yang disebutkan dalam
Pasal 31-49 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Ini mencakup tetapi

351
Submisi UNICEF (9 Januari 2006).

156
tidak terbatas pada:
• perkawinan antar individu yang satu garis keturunan, baik karena kelahiran sah
ataupun tidak sah
• perkawinan antara saudara laki-laki dan perempuan
• perkawinan antar paman atau saudara laki-laki kakek-nenek dengan keponakan
atau cucu-keponakan, juga antara bibi atau saudara-saudara perempuan kakek-
nenek dengan keponakan atau cucu-keponakan
• perkawinan antara ipar laki-laki dengan ipar perempuan, kecuali pasangan
dengan siapa orang-orang itu menjadi bersaudara sudah mati atau karena
ketidakhadirannya pasangan hidup telah diberi pengesahan oleh seorang hakim
untuk memasuki perkawinan lain.

667. Dalam hukum adat, seorang laki-laki tidak bisa memasuki perkawinan sepupu
paralelnya (dari hubungan ayah – saudara laki-laki – anak perempuan), karena ia
dianggap suadara perempuannya karena garis keturunannya. Seorang perempuan
dan laki-laki tidak bisa menikahi saudara ipar laki-laki/perempuannya karena
mereka dianggap adik-kakak oleh karena perkawinan. Di banyak masyarakat di
Timor-Leste, perkawinan yang disukai adalah perkawinan anak perempuan dari
saudara laki-laki ibu, yang hakikatnya adalah perkawinan antar sepupu. Ini adalah
sistem perkawinan yang rumit, yang secara tradisional membawa banyak keluarga
ke dalam satu jaringan sosial yang luas.

Perkawinan anak perempuan

668. Jelas bahwa undang-undang yang sekarang bertentangan dengan beberapa praktek
tradisional. Meskipun laki-laki dan perempuan yang memilih pasangannya sendiri
berdasarkan kehendak bebas dan cinta jumlahnya meningkat, bukti dari konsultasi-
konsultasi regional menunjukkan bahwa dalam kenyataan banyak perempuan muda
tidak bisa memilih dengan bebas pasangannya. 352 Seorang suami, misalnya seorang
keponakan, dipilih untuk seorang perempuan oleh keluarganya pada waktu
kelahiran. Seorang bibi atau paman menawarkan satu barlake awal kepada keluarga
perempuan, yang kemudian merawatnya sampai ia cukup umur untuk dinikahi. 353
Ini kadang-kadang merupakan satu cara untuk menjaga barlake di dalam keluarga.
Si anak perempuan tidak diperbolehkan untuk melanggar janji yang telah dibuat
pada saat kelahirannya, sekalipun dia tidak suka atau tidak mencintai orang yang
akan dijadikan suaminya. Melanggarnya akan menimbulkan rasa malu pada
keluarga dan barlake awal harus dibayarkan kembali. Nilai-nilai ini selanjutnya
diperkuat kembali sepanjang waktu kehidupan perkawinan si perempuan. 354

352
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).
353
Konstultasi-konsultasi distrik melaporkan kejadiannya demikian di Bobonaro, subdistrik Hauba,
Oecusse, dan Manatuto.
354
Oxfam, ‘Obstacles to the Effective Participation of Women in Adult Education Programs: Focus on
Social-Culutral Factors’ (2004), halaman 17.

157
Umur minimum

669. Hukum yang sekarang adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
(Pasal 29) yang menyatakan bahwa laki-laki tidak bisa menikah sampai dia
mencapai usia delapan belas tahun, tetapi bisa menikah pada usia lima belas tahun
kalau mendapatkan izin orang tuanya (Pasal 35).

670. Umum dipercaya bahwa perkawinan dan pertunangan anak (yaitu, perkawinan atau
keterlibatan di bawah usia 18 tahun) terjadi di Timor-Leste. 355 Perkawinan antara
anak perempuan muda 13 atau 14 tahun telah dilaporkan terjadi di distrik-distrik. 356
Ini sering kali merupakan perkawinan yang sudah ditetapkan oleh keluarga sebelum
kelahiran pasangan perkawinan. Dalam kasus-kasus lain, sebagai akibat kemiskinan
ekstrem, keluarga mengatur perkawinan anak dalam upaya untuk mendapatkan
barlake, tidak memberi tahu umur yang sebenarnya si anak kepada calon pasangan
perkawinannya. Bagaimanapun, si anak tidak bisa membaca atau menulis dan tidak
pernah bersekolah. Praktek ini terlihat lebih umum di kawasan pedesaan daripada di
ibukota.

Poligami

671. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia hanya mengakui perkawinan sipil
(Pasal 26) dan dan melarang poligami (Pasal 27). Tetapi, seperti nyata dalam
konsultasi-konsultasi distrik, 357 poligami tetap merupakan satu persoalan, meskipun
ada upaya dari Gereja Katolik untuk memberantasnya. Sulit untuk mendapatkan
pengertian yang sebenarnya mengenai skala persoalannya karena catatan sipil
mengharuskan nama satu istri saja yang dicatat dalam sistemnya. Adalah praktek
umum bahwa seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan di Gereja
Katolik, mengambil istri lagi dalam perkawinan mengikuti hukum adat. 358
Perempuan menderita langsung karena suami atau pasangannya menghabiskan
waktu dengan keluarganya yang lain, mengeluarkan sumberdaya finansial yang
terbatas untuk mereka. Sebagian suami meninggalkan rumah keluarga mereka
karena istri pertama tidak bisa hamil.

Kesetaraan dalam perkawinan

672. Meskipun Konstitusi Timor-Leste jelas menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
harus menikmati hak dan kewajiban yang sama dalam semua bidang kehidupan
keluarga, 359 dan bahwa perkawinan harus didasarkan pada “kesetaraan penuh hak

355
Seperti yang dilaporkan di Maliana, Oecusse, Ermera, dan Manatuto misalnya.
356
Hasil diskusi-diskusi kelompok, lokakarya pelaporan traktat regional CEDAW, 2005.
357
Konsultasi-konsultasi distrik mengungkapkan bahwa poligami masih dipraktekkan di Timor-Leste.
Misalnya, di Ermera dimana para peserta melaporkan jumlah istri yang mereka miliki. Dipahami bahwa
poligami tidak dipraktekkan hanya di Ermera tetapi juga di bagian-bagian lain negeri ini.
358
Sofia Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 81.
359
Pasal 17 Konstitusi RDTL.

158
antar pasangan”, 360 penafsiran tradisional terhadap peran dan tanggungjawab yang
berbeda laki-laki dan perempuan di dalam keluarga secara efektif menghambat
penikmatan penuh perempuan atas hak-hak ini.

673. Misalnya, sementara tidak dipraktekkan di semua bagian negeri, di sebagian


kawasan seorang laki-laki beristri berhak untuk menerima satu petak tanah dari
keluarganya karena ia adalah anggota dari kelompok ‘keturunan’. Anak laki-lakinya
juga anggota dan menikmati hak akses atas tanah ini melalui ayahnya. Sepanjang
perempuan tidak menikah bisa membuktikan garis keturunannya melalui garis laki-
laki, mereka juga bisa mengklaim pemilikan atas tanah, meskipun kalau
dibandingkan dengan saudara-saudara laki-lakinya, mereka mendapatkan bagian
yang lebih kecil. Keadaan menjadi sangat sulit saat perempuan bersuami berusaha
memanfaatkan tanah ayahnya. Konflik yang muncul dari sengketa tanah biasanya
diselesaikan dengan cara-cara tradisional dan kemungkinan akan menguntungkan
akses pada tanah daripada pemilikan atasnya. Masalah ini dibahas lebih lanjut
dalam Dokumen Spesifik CEDAW.

Peran dan tanggungjawab dalam perkawinan

674. Karena masyarakat Timor-Leste sifatnya patriarkal, diasumsikan bahwa laki-laki


adalah aktor primer dalam semua negosiasi dan mengambil keputusan atas nama
keluarga dan mengeluarkan petunjuk yang diikuti. Sebaliknya, diharapkan bahwa
seorang perempuan Timor-Leste akan mematuhi suaminya dalam kebanyakan
urusan, hanya mengambil peran pembuat keputusan utama untuk keluarga kalau
suaminya meninggal. Ia diharapkan secara rutin berkorban untuk suami dan anak-
anaknya, sementara pada saat yang sama tetap sangat sadar untuk tidak terlibat
dalam kegiatan apapun yang bisa dipandang mendatangkan malu bagi keluarga.

675. Tugas utama seorang perempuan setelah menikah adalah menghasilkan anak, jadi
melanjutkan ‘arus kehidupan’ atau keturunan keluarga tertentu. Sementara suami
meninggalkan rumah untuk mencari pekerjaan dan memberikan nafkah untuk
keluarganya, rumah tetap wilayah istri, dimana ia mengurus anak-anak selain
melakukan tugas-tugas rumahtangga normalnya.

676. Meskipun tidak ada undang-undang yang memberi perempuan hak untuk bebas
memilih berapa jumlah anak dan bagaimana jarak antar anak, tradisi budaya
menetapkan bahwa begitu seorang perempuan menikah, ia berkewajiban
melanjutkan ‘arus kehidupan’ antar keluarga. 361 Perempuan yang tidak mampu
melahirkan anak dianggap rendah di Timor-Leste. 362 Banyak perempuan mengaku
tidak punya suara yang setara dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
keluarga berencana. 363 Survey MICS mengungkapkan bahwa kurang dari 1% laki-

360
Pasal 39 Konstitusi RDTL.
361
Sofia Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structure and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001).
362
Hasil dari diskusi-diskusi kelompok, lokakarya regional pelaporan traktat CEDAW, 2005.
363
Hasil dari diskusi-diskusi kelompok, lokakarya regional pelaporan traktat CEDAW, 2005.

159
laki Timor-Leste menggunakan suatu bentuk kontrasepsi, yang dengan demikian
mengubah tanggungjawab primer untuk penggunaan kontrasepsi ke perempuan,
meskipun survey yang sama juga mengindikasikan bahwa hanya 8% perempuan
yang tinggal dengan seorang suami atau mitra di Timor-Leste secara aktual
menggunakan kontrasepsi, terutama untuk alasan yang dikemukakan secara ringkas
di atas. Perempuan punya sedikit atau tidak punya akses pada informasi mengenai
keluarga berencana yang akan memungkinkan mereka menggunakan hak mereka
berdasarkan Pasal 16 CEDAW. Masalah ini akan diuraikan lebih mendalam dalam
Dokumen Spesifik Traktat CEDAW. Sering, anggota-anggota keluarga suami,
seperti ibunya, memiliki tingkat pengaruh tertentu atas dan mengambil keputusan
dengan anak laki-lakinya mengenai berapa banyak anak yang harus dimiliki
istrinya. Seperti di banyak tradisi Timor-Leste, laki-laki adalah pembuat keputusan
kunci dan lazim memegang kekuasaan dalam keluarga.

677. Peran-peran ini, yang ditetapkan sejak usia awal, efektif membatasi mobilitas
perempuan. Peran-peran ini ditegakkan dan diikuti secara ketat, dan dalam kasus
anak-anak perempuan sebagian untuk menjamin keamanan mereka, karena takut
akan sesuatu yang akan terjadi padanya, misalnya kalau mereka berada di luar
rumah sampai larut. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah mengontrol perempuan di
dalam keluarga. Misalnya, perempuan muda diharuskan kembali ke rumah segera
setelah sekolah untuk menyelesaikan pekerjaan di sekitar rumah, kadang-kadang
untuk studi dan untuk belajar bagaimana menjahit. Berada di luar rumah melewati
sore dianggap jelek dan akan mendatangkan nama buruk bagi perempuan dan
keluarganya di mata masyarakat. Ini bertentangan tajam dengan kehidupan biasa
laki-laki dalam keluarga, yang menikmati kebebasan besar untuk bersantai dengan
teman-teman di luar rumah.

678. Maka tidaklah mengherankan bahwa pembatasan gerak di luar rumah pada akhirnya
menghasilkan keterbatasan kemajuan keterampilan antar-pribadi dan keterampilan
penting hidup lainnya perempuan. Pendidikan adalah salah satu bidang yang
dampaknya jelas. Perempuan yang bahasanya bukan Tetun sedikit kesempatannya
untuk mempelajari bahasa ini karena mereka tidak bepergian ke Dili atau kota-kota
besar lain dengan cara yang sama seperti suami untuk menjalankan usaha.
Sebaliknya, perempuan harus menggantungkan pada informasi tangan kedua
mengenai apa yang terjadi di dunia dari keluarga dan teman-teman.

679. Di Timor Leste, peran dan tanggungjawab dalam kehidupan perkawinan harus terus-
menerus dirundingkian kembali. Tugas seorang perempuan adalah belajar dari
suaminya dan setiap tindakan kekerasan yang dialami seorang perempuan di dalam
keluarga terjadi, misalnya karena ia tidak menyiapkan makan malam, dibiarkan
karena kepercayaan masyarakat bahwa kekerasan adalah satu bentuk pendidikan
dan hukuman. 364 Hubungan kekuasaaan antara seorang laki-laki dan calon istrinya
bisa diidentifikasi dari tahap paling awal hubungan mereka. Seorang perempuan
muda oleh pacarnya disebut hau nian labarik atau ‘anakku’, sementara sebaliknya

364
Oxfam, ‘Underlying Causes of Gender Inequity in Covalima, Timor Leste’ (2003) dan Hasil Lokakrya-
Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).

160
ia memanggil pacarnya maun atau ‘kakak’.

680. Penting untuk dicatat bahwa sejak kemerdekaan, sikap-sikap budaya perlahan-lahan
mulai berubah di Timor-Leste dan gagasan mengenai hak setara antara laki-laki dan
perempuan dalam keluarga mendapatkan momentum. Juga ada peningkatan harapan
bahwa perempuan akan berbicara terbuka mengenai sejumlah masalah, yang
lazimnya sulit karena pendapat-pendapat mereka tidak diperhatikan di masa lalu.
Bagi sebagian orang, hak setara sekarang telah berarti hak setara untuk menjalankan
peran-peran tertentu. Misalnya, perempuan bisa diwakili dalam masyarakat melalui
organisasi-organisasi seperti OPMT/OMT. Seorang suami bisa merawat anak-
anaknya jika istrinya sakit. Akan tetapi, lebih sering, bahkan jika seorang
perempuan berpendidikan bekerja di luar rumah keluarganya, ia diharapkan
melakukan pekerjaannya ini dan tanggungjawab normalnya di dalam rumah.

Perceraian

681. Menurut undang-undang yang sekarang (Pasal 33 Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata Indonesia) laki-laki dan perempuan bisa bercerai; tetapi masa tunggu
sebelum memasuki perkawinan baru lebih pendek bagi perempuan daripada laki-
laki. Menurut Pasal 34, seorang perempuan tidak boleh menikah kurang dari tiga
ratus hari setelah putusnya perkawinan sebelumnya. Biasanya, masa tunggu adalah
satu tahun (Pasal 33 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia). Pasal yang
sama menetapkan bahwa perkawinan selanjutnya antar orang-orang yang
sebelumnya bercerai tidak diperbolehkan.

682. Dalam hukum adat, seorang laki-laki bisa keberatan terhadap istrinya kalau ada
persoalan dalam hubungan mereka dan kemudian memilih untuk berpisah darinya.
Dalam hal ini, laki-laki atau keluarganya harus membuat pembayaran yang
signifikan kepada keluarga istrinya. Kalau ia tidak bisa membayar, hukum adat
mengharuskan pasangan tersebut tetap hidup bersama. Kalau, di sisi lain, seorang
istri mau berpisah dari suaminya, keluarganya harus memberi keluarga suaminya
seorang perempuan lain dari rumahnya. Pada titik ini tidak diperlukan pembayaran.
Dalam kasus kedua belah pihak ingin berpisah, denda harus dibayarkan. 365

683. Akan tetapi kenyataan di Timor-Leste adalah bahwa kebanyakan perempuan dan
laki-laki merasa bahwa perceraian bukanlah satu pilihan di negeri yang menganut
kuat pandangan tradisional Katolik dan akan sangat tidak lazim bagi mereka untuk
pergi terlalu jauh dengan bercerai secara hukum. Tak terelakkan ada suatu perasaan
malu kalau perkawinan terputus dan masyarakat menganggap perempuanlah yang
bersalah atas putusnya persatuan perkawinan itu. Tidak mengejutkan bahwa
seorang perempuan tidak diberi banyak dukungan dari keluarga atau Gereja, yang
keduanya menganjurkan kembali ke suami sebagai upaya untuk menyelesaikan
perbedaan. Sebagian perempuan bahkan mengemukakan bahwa suami mengancam
akan mengambil anak-anak kalau mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah

365
Sofi Ospina dan Tanja Hohe, ‘Traditional Power Structures and Local Governance in East Timor – A
Case Study of the Community Empowerment Project (CEP)’ (2001), halaman 31-32.

161
keluarga. 366 Dalam sedikit kasus dimana terjadi perceraian, ini terutama terjadi
dalam keluarga dimana ada penghasilan besar dan biasanya untuk tujuan memasuki
perkawinan baru.

Emas kawin/“Barlake”

684. Emas kawin (barlake) tidak ilegal di Timor Leste dan masih dipraktekkan di banyak
distrik. Praktek ini lebih subur di bagian timur dibandingkan di bagian barat dimana
jumlah yang dibayarkan lebih kecil. Pertukaran barang-barang perkawinan antara
keluarga laki-laki atau ‘Pengambil Istri’ dan keluarga perempuan atau ‘Pemberi
Istri’ dianggap sebagai tindakan paling penting dalam satu perkawinan. Para tetua
kedua keluarga berunding mengenai jumlah barang yang harus dipertukarkan untuk
perkawinan, berdasarkan sejarah hubungan dan satus ‘Rumah’ masing-masing.
Sebagai individu, laki-laki dan perempuan tidak sepenting apa yang bisa diberikan
keluarga untuk perkawinan. Menghadapi kritik dari kalangan aktivis perempuan
bahwa barlake adalah akar ketidaksetaraan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan, banyak pemimpin adat berpendapat bahwa barlake bukanlah harga
perempuan untuk perkawinan, tetapi sesungguhnya memberi nilai kepada
perempuan dan bahwa semakin tinggi emas kawin, semakin tinggi nilainya dalam
hubungannya dengan calon suaminya.

685. Akan tetapi, kenyataan yang dilaporkan adalah bahwa praktek ini berimbas bagi
perempuan dalam banyak aspek kehidupan perkawinannya. Setelah barlake
dibayarkan, sering dianggap bahwa seorang istri adalah ‘milik’ suaminya, yang bisa
diperlakukan sesuai keinginan si laki-laki. Kalau ia tidak mengikuti keinginan
suami atau keluarganya, ia bisa mendapatkan kekerasan. 367 Menarik bahwa satu
penelitian oleh International Rescue Committee (IRC) pada 2003 menemukan
bahwa meskipun hampir setengah dari semua perempuan yang diwawancarai, pada
keluarganya telah dibayarkan barlake ketika mereka menikah, hanya sembilan
persen mengatakan bahwa barlake berdampak negatif pada perlakuan terhadap
mereka. Memang 38 persen mengatakan bahwa barlake berdampak positif dan 43
persen mengatakan praktek ini tidak berdampak pada perlakuan terhadap mereka.
Banyak dari yang dimintai pendapat di distrik-distrik untuk penyusunan laporan ini
berpandangan bahwa barlake memperkuat hubungan keluarga.

686. Meskipun ada temuan-temuan ini, sejumlah aktivis perempuan masih menganggap
barlake sebagai akar dari kekerasan dalam rumahtangga dan sebagian menyerukan
agar hukum menghapuskan praktek ini karena mendiskriminasikan perempuan. 368
Adat ini melibatkan perpindahan uang dan barang berharga dalam jumlah besar dari
keluarga pengantin laki-laki ke keluarga pengantin perempuan. Akibat perpindahan
366
Hasil diskusi-diskusi kelompok, lokakarya regional pelaporan traktat CEDAW, 2005.
367
D. Grenfell, Anna Trembath, Chris Scanlon, Globalism Institute, University of RMIT, Melbourne,
‘Challenges and Possibilities: International Organizations and Women in Timor Leste: A Weekend of
Reflection, Dialogue and Collaboration’ (2005), halaman 21-22. Juga Hasil diskusi-diskusi kelompok,
lokakarya regional pelaporan traktat CEDAW, 2005.
368
Kathryin Robertson, ‘Case Study on Gender Based Violence in Timor Leste’ (PRADET & UNFPA,
2005), halaman 24.

162
ini, satu pengertian pemilikan atau kontrol atas seorang istri sering menguat.

687. Konsultasi-konsultasi di daerah-daerah juga mengindikasikan bahwa laki-laki terlalu


merasa ‘dikorbankan’ oleh praktek ini karena tekanan untuk bisa memberikan
barlake yang besar kepada keluarga pengantin perempuan. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa perempuan yang barlake-nya belum dibayar lunas posisinya
lebih baik karena keluarganya masih memiliki kekuasaan atas keluarga
suaminya. 369

688. Akan tetapi yang juga jelas dari praktek ini ialah bahwa setelah barlake dibayarkan,
perkawinan bukan hanya suatu persatuan antara seorang laki-laki dan istrinya, tetapi
lebih merupakan penggabungan penting keluarga-keluarga. Pasangan diharap saling
menolong keluarga pihak lain. Karena menjadi adat bahwa seorang perempuan
mengikuti keputusan suami, bagi seorang perempuan ini bisa berarti sedikitnya
waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri dan jelas dirinya sendiri.

689. Meskipun banyak masyarakat di Timor-Leste akan enggan untuk mengakhiri adat
ini, beban barlake dan persyaratan terus-menerus untuk menyumbang kepada
keluarga kedua belah pihak menjadi tidak bisa dikelola. Uang yang diberikan untuk
barlake sering mengorbankan kebutuhan-kebutuhan lain seperti makanan,
pelayanan kesehatan, dan pendidikan, yang dengan demikian membuat perempuan
dan anak-anak mereka menghadapi bahaya kekurangan gizi, akses yang tidak
memadai pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, dan pendidikan. Akibatnya,
barlake bisa mencegah perempuan dan laki-laki dari berpartisipasi dalam dan
menikmati banyak aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan politik mereka.

Kemampuan untuk memiliki harta-benda

690. Seperti di banyak negeri, hak atas tanah adalah masalah besar yang menyangkut
perempuan di Timor-Leste. Di kawasan pedesaan, tanah adalah harta utama dan
praktek tradisional mengatur bahwa hak tanah diteruskan melalui garis laki-laki,
kecuali di masyarakat matrilineal seperti di Covalima dan Bobonaro. Kalau tidak,
perempuan biasanya hanya mendapatkan tanah melalui perkawinan dan tidak punya
hak pemilikan, selain perolehan melalui hak atas tanah kerabat laki-laki dan bahkan
dalam hal ini hanyalah hak untuk menggunakan tanah, bukan memilikinya.

691. Sekarang ini, masalah hak perempuan dalam hubungannya dengan tanah belum
ditangani langsung dalam kebijakan. Tetapi, Pemerintah sadar mengenai kebutuhan
untuk memfokuskan pada hak perempuan untuk mengakses dan memiliki tanah,
dan khususnya memberi perempuan kesempatan setara untuk mendapatkan
penghasilan dari tanah. Pada waktu laporan ini ditulis, undang-undang pemilikan
tanah sedang dirancang, dengan masukan dan partisipasi dari OPE. Masalah ini
dibahas lebih rinci dalam Pasal 14 Dokumen Spesifik CEDAW.

369
Kathryin Robertson, ‘Case Study on Gender Based Violence in Timor Leste’, PRADET & UNFPA,
penulis primer, (2005), halaman 24.

163
Perawatan Anak

692. Secara bersama pasal 9 dan 18 Konstitusi memberikan pengakuan kuat mengenai
tanggungjawab, hak, dan tugas orangtua, anggota-anggota keluarga dan masyarakat,
terhadap anak-anak. Adat-kebiasaan juga memberi perhatian kepada kesejahteraan
dan pengasuhan anak, dengan pengakuan khusus mengenai kewajiban keluarga
luas (uma kain atau ahimatan – ‘kelompok keturunan’ si anak di dalam garis
keturunan unilateral).

693. Konstitusi eksplisit dalam:


• menyatakan kewajiban keluarga, masyarkat, dan Negara kepada anak-anak;
• menarik suatu ‘hirarki’ kewajiban, dimulai dari keluarga;
• menghormati praktek-praktek adat-kebiasaan, sepanjang sejalan dengan standar-
standar internasional.

694. Pasal 17 Konstitusi (kesetaraan antara perempuan dan laki-laki) menyatakan bahwa
“perempuan dan laki-laki harus memiliki hak dan kewajiban yang sama di semua
bidang kehidupan keluarga, politik, ekonomi, sosial, dan budaya”. Sesuai dengan
garis keluarga matrilineal dan patrilineal di Timor-Leste, praktek-praktek kebiasaan
mengenai pengasuhan anak-anak bisa secara luas dibagi ke dalam dua sistem. Di
dalam sistem matrilineal, dimana laki-laki terintegrasi ke dalam keluarga
perempuan setelah perkawinan, anak-anak tetap tinggal dengan ibunya, ketika
ayahnya meninggal atau terjadi perceraian. Ibu memegang hak pengambilan
keputusan pertama dalam hal pengasuhan anak-anak. Praktek yang sebaliknya,
adalah dalam sistem patrilineal, dimana ketika perceraian atau kematian ayah, dan
ayah tidak menikah lagi, ibu dan anak-anak tetap menjadi bagian dari keluarga luas
ayah dan tanggungjawab untuk pengasuhan diteruskan ke keluarga luas ayah. Kalau
ibu memilih menikah lagi, anak-anak tetap tinggal di keluarga ayah, dan dalam
beberapa hal, ibu bisa kehilangan hak untuk mengasuh anak-anak. Tentu saja, ini
mungkin hanya merupakan kelanjutan dari dukungan keluarga kepada anak-anak
ketika ayah tidak ada dan menggambarkan tanggungjawab yang diambil oleh
keluarga ayah (mayoritas garis keturunan di Timor-Leste adalah patrilineal) sebagai
konsekuensi dari pembayaran barlake kepada keluarga ibu anak-anak tersebut.
Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan, ini juga bisa mengakibatkan ibu
kehilangan hak dan tanggungjawab dalam pengasuhan anak-anak. Ini adalah aspek
yang kompleks dan sulit dari praktek kebiasaan diskriminatif gender yang padanya
harus dipertimbangkan tanggapan yang hati-hati, khususnya dalam hal bagaimana
tanggapan kerangka hukum formal dan praktek administratif.

695. Seperti yang ditegaskan kembali di seluruh dokumen ini, kerangka hukum yang
sedang berubah dan sistem administratif formal yang sedang dibangun mengenai
perlindungan dan kesejahteraan anak, masih punya keterbatasan intervensi yang
dilakukan Negara dalam urusan-urusan keluarga. Intervensi Negara cenderung

164
terbatas hanya kalau terjadi pelanggaran berat kepentingan terbaik anak, meskipun
intervensi terus bertambah dan bisa tanggap pada masalah-masalah spesifik.

696. Sementara Negara sumberdayanya terbatas untuk memberikan bantuan kepada


keluarga-keluarga yang membutuhkan, kegiatan belakangan ini sangat banyak
berfokus pada penguatan kemampuan lembaga-lembaga kunci – seperti DSS, Unit
Orang Rentan (VPU) dan Administrator Disrik – untuk merespons dengan
memadai. Kerja juga sedang dilanjutkan untuk memperkuat kesadaran orangtua,
masyarakat, keluarga, dan anak-anak mengenai hak anak dan peran serta
tanggungjawab keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan pengasuhan
anak. Program-program spesifik untuk penguatan keluarga sedang dirancang
dengan tujuan memampukan orangtua untuk mengurus keluarga dengan lebih
baik. 370

697. Pemerintah menekankan bahwa


• dasar-dasar Konstitusional sudah diletakkan;
• kerangka legislatif dan administratif masih sedang dikembangkan; dan
• ada pengutamaan pada pendidikan berbasis masyarakat dan keluarga, untuk
memperkuat kepatuhan Timor-Leste pada blok-blok pembangun
perkembangan, pelayanan, dan perlindungan anak-anak yang esensial ini.

698. Karena masyarakat Timor-Leste sebagian besar adalah patrilineal, anak-anak tetap
dengan ayahnya ketika orangtua bercerai. Menurut adat-kebiasaan yang telah
diuraikan di atas, kalau barlake telah dibayarkan, ayah harus membayar kembali
kepada istrinya jumlah ini untuk pemulihan kehormatan istrinya. Dalam sebagian
kasus, anak-anak tetap dengan ibunya dan sama halnya, si ibu ini harus membayar
kembali barlake kepada suaminya.

Pengasuhan Anak

699. Pasal 230 (b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia menyatakan bahwa,
setelah permintaan resmi diajukan untuk perceraian hukum, Pengadilan bisa
memerintahkan orangtua yang belum ditunjuk menjadi wali untuk “memberikan
pembayaran jumlah tertentu setiap minggu, bulan atau triwulan … untuk nafkah
dan pendidikan satu atau lebih anak”, kecuali ada alasan yang berdasar orangtua
tersebut tidak mampu “memberikan secara memadai untuk nafkan dan pendidikan
anak-anak di bawah umur”.

700. Pasal 329 (a) Hukum Perdata tersebut selanjutnya menyatakan bahwa tingkat
dukungan ini “sebanding dengan kebutuhan anak di bawah umur dan dengan
pendapatan serta kekayaan” orangtua yang bersangkutan. Akan tetapi, undang-
undang yang sekarang tidak menyebutkan ketentuan penegakan kalau orangtua

370
Timor-Leste, ‘Social, Civil and Heritage Protection Sector Investment Program’ (April 2006).

165
tidak melakukan pembayaran ini.

701. Meskipun pasal 237 Hukum Perdata menyebutkan hak Pengadilan untuk
mengesahkan dan mengatur setiap ketentuan untuk pengasuhan, sekarang ini tidak
ada kerangka administratif untuk memaksakan pembayaran setelah perceraian
resmi. Memang secara keseluruuhan hanya ada sedikit keputusan peradilan
mengenai pengasuhan yang sebagian merupakan akibat dari kurangnya kesadaran
pada pihak pasangan mengenai bagaimana mengajukan permintaan untuk
perceraian resmi, biaya hukum yang terkait dengan pembuatan permintaan tersebut,
terbatasnya kompetensi yudisial dalam bidang-bidang spesialis seperti ‘hukum
keluarga’, dan tidak adanya tradisi ke pengadilan untuk menegakkan hak-hak
tersebut. Sama halnya, sekarang ini tidak ada kerangka administratif untuk meminta
pembayaran dan memaksakannya.

702. Seperti yang telah dikemukakan secara ringkas di atas, perpisahan dan perceraian
tidak umum terjadi di Timor-Leste. Ketika pasangan memutuskan untuk berpisah,
masalah dengan siapa anak akan tinggal tergantung lagi pada apakah barlake atau
‘emas kawin’ telah dibayarkan. Lebih umum bahwa anak tetap bersama ayahnya
kalau ia telah membayar barlake kepada keluarga ibu. Tetapi kalau ibu dalam posisi
membayar kembali barlake, maka anak tetap bersama ibunya.

703. Dalam praktek tradisional, ketika orangtua berpisah, ketentuan mengenai


pengasuhan anak tidak selalu dibicarakan. Konsultasi-konsultasi regional dengan
anggota-anggota masyarakat, ORNOP, dan pemerintah lokal pada 2005
mengindikaskan bahwa kasus-kasus dimana ibu memegang tanggungjawab untuk
mengasuh anak-anak dan ketika pengasuhan telah disepakati, ayah sering tidak
mampu atau tidak membayar jumlah yang telah disepakati.371

704. Masalah pengasuhan anak untuk perempuan Timor-Leste yang punya anak dengan
laki-laki bukan Timor-Leste juga dikemukakan dalam konsultasi-konsultasi. 372
Sekarang ini, tidak ada ketentuan untuk pengasuhan anak ketika orang asing, seperti
personil misi PBB, telah menjadi ayah di Timor-Leste dan kemudian meninggalkan
misi. Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas telah mengambil
pernyataan-pernyataan dari perempuan yang punya hubungan dengan orang asing
yang bekerja di berbagai misi PBB dengan tujuan untuk menetapkan ayah dan juga
mengkaji kemungkinan memperoleh penasuhan anak. Hanya dalam sedikit kasus
ada penetapan ayah. Juga tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai telah
diperolehnya pengasuhan anak.

705. Pemerintah menyadari kesulitan-kesulitan di bidang ini dan telah mengambil


langkah-langkah untuk mengatasi keadaan dengan undang-undang yang akan
datang mengenai ketentuan pengasuhan anak, yang pada waktu laporan ini ditulis
sedang menunggu pembahasan oleh Dewan Menteri.

371
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).
372
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).

166
Adopsi Anak

706. Pada waktu laporan ini ditulis, tidak ada kerangka hukum nasional yang mengatur
adopsi dan kebanyakan ini adalah proses informal, yang dilakukan di dalam
keluarga, terutama keluarga luas. Tetapi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia dan Regulasi UNTAET mengenai pendaftaran mengatur berbagai unsur
proses adopsi.

707. Adopsi umum terjadi di Timor-Leste, meskipun sangat sedikit keputusan pengadilan
mengenai kasus-kasus ini. Secara umum, untuk mengadopsi, seorang pemohon
harus memberikan bukti mengenai sarana keuangan untuk mengasuh anak, motif
yang layak untuk mengadopsi, selain izin dari orangtua alamiah anak yang akan
diadopsi dan akan bersifat tetap. 373 Setelah perintah adopsi dikeluarkan, Pengadilan
kemudian harus menyampaikan pemberitahuan kepada Catatan Sipil Pusat sehingga
kantor ini bisa mengeluarkan satu dokumen perdata yang menegaskan adopsi anak
yang bersangkutan. 374 Catatan Sipil Pusat melaporkan bahwa sampai sekarang telah
diterima sejumlah kecil pemberitahuan adopsi. Rata-rata ada satu sidang adopsi
resmi di Pengadilan setiap tahun selama lima tahun terakhir dan semua pemohon
adalah warganegara asing.

708. Dalam satu keputusan baru-baru ini yang diambil oleh satu Pengadilan Distrik, satu
perintah adopsi dikeluarkan dalam mana seorang anak Timor-Leste diadopsi oleh
warganegara asing, dengan izin kedua orangtua alamiahnya. Meskipun dalam kasus
tertentu diajukan pertanyaan mengenai proses pengeluaran perintah adopsi,
dianggap bahwa motif pemohon sudah layak dan bahwa ia secara finansial stabil,
sehingga anak akhirnya dibawa ke luar negeri.

709. Kasus ini menunjukkan salah satu dari alasan utama adopsi anak, yaitu kemiskianan
yang parah yang disertai dengan jumlah anak yang banyak dalam keluarga;
ketersingkiran anak, khususnya pada zaman pendudukan Inonesia; dan sampai
tingkat tertentu anak yatim-piatu. Diskusi dalam konsultasi-konsultasi regional
2005 mengangkat masalah ibu lajang yang terutama rentan terhadap upaya untuk
‘mengadopsi’ anaknya. 375 Sebagian perempuan menyebutkan bahwa praktek
seorang perempuan lajang mengasuh anak tanpa dukungan pasangan laki-laki atau
keluarga secara sosial tidak dikehendaki di Timor-Leste. Ada laporan-laporan
mengenai upaya pada pihak keluarga luas perempuan utnuk mengambil anak atau
menempatkan anak dalam pengasuhan, biasanya panti asuhan, karena ini oleh
keluarga tersebut dianggap merupakan kepentingan terbaik si anak. 376 Perempuan
dalam kasus-kasus ini tidak punya atau punya sedikit dukungan atau sumberdaya
untuk menentang tindakan tersebut.

373
Wawancara dengan seorang Hakim, Pengadilan Distrik Dili, Januari 2005 dan Pembela Umum (Juli
2005).
374
Regulasi UNTAET No. 3/2001, Pasal 2.1 (e).
375
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).
376
Hasil Lokakarya-Lokakarya Regional Sosialisasi dan Pelaporan Traktat CEDAW (2005).

167
710. Menanggapi keadaan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi
Komunitas telah menyusun sejumlah pedoman adopsi untuk adopsi dalam negeri
dan antar-negara. Regulasi yang diusulkan ini memberikan satu kerangka untuk
sistem pengasuhan dan telah dilakukan konsultasi yang luas, pada tingkat distrik
dan nasional. Ketentuan ini mencakup:
• Penugasan Kementerian Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas sebagai
otoritas pusat mengenai masalah ini
• Keharusan bagi Divisi Pelayanan Sosial (di dalam Kementerian
Ketenagakerjaan dan Reinsersi Komunitas) sebagai otoritas yang berwenang,
untuk menyiapkan satu laporan penyelidikan untuk dipertimbangkan oleh
Pengadilan
• Kriteria untuk kelayakan anak dan pemohon sebagai pihak-pihak pada satu
adopsi
• Keharusan izin yang sadar dan sukarela dari orangtua yang anaknya akan
diadopsi
• Ketentuan adat-kebiasaan tradisional dijadikan bagian dari perintah adopsi
(sepanjang tidak bertentangan dengan standar internasional)
• Perhatian khusus pada keadaan anak-anak yang sekarang berada dalam adopsi
informal
• Pemantauan pasca-penempatan oleh Divisi Pelayanan Sosial
• Registrasi adopsi pada Catatan Sipil Pusat.

M. PENYELESAIAN EFEKTIF 377

711. Konstitusi Timor-Leste menegaskan hak individu, baik secara bersama-sama


maupun sendiri, untuk mencari penyelesaian untuk pelanggaran atas haknya
melalui organ-organ kedaulatan atau otoritas manapun. 378 Konstitusi juga
menjamin akses pada pengadilan, untuk mempertahankan hak-hak yang dilindungi
hukum. 379

712. Konstitusi dan berbagai undang-undang menetapkan mekanisme melalui mana


penyelesaian untuk pelanggaran hak bisa diupayakan. Pelanggaran hak asasi mulai
dakwaan yang salah, penangkapan dan penahanan yang tidah sah, penyiksaan,
penggunaan kekuatan yang berlebihan, dan pelanggaran hak ekonomi, sosial dan

377
Bagian ini mencakup:
• Pasal 2(3) dan 14 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
• Pasal 2 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
• Pasal 6 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial
• Pasal 2 (c) CEDAW
• Pasal 14 Konvensi Anti Penyiksaan
• Pasal 16 (9) Konvensi Pekerja Migran.
378
Lihat Pasal 48, “Setiap orang memiliki hak untuk mengajukan, secara sendiri maupun besama-sama
orang lain, petisi, keberatan, dan tuntutan kepada organ-organ kedaulatan atau otoritas manapun untuk
tujuan membela haknya, Konstitusi, hukum atau kepentingan umum.”
379
Pasal 26 Konstitusi RDTL.

168
budaya seperti eksploitasi tenagakerja merupakan pelanggaran yang bisa dicarikan
penyelesaiannya. Penyelesaian yang tersedia meliputi, antara lain, peninjauan
yudisial, ganti rugi, peninjauan administratif, pemecatan pelaku Negara yang
melakukan pelanggaran (seperti dalam kasus polisi melakukan tindakan yang
salah), dan pemulihan pekerjaan.

713. Mahkamah Agung diberi wewenang untuk meninjau dan menyatakan


inkonstitusionalitas dan ilegalitas tindakan normatif dan legislatif oleh organ-organ
Negara. 380 Satu deklarasi inkonstitusionalitas biasanya diikuti oleh peninjauan
parlementer dan, dalam sebagian kasus, modifikasi ketentuan-ketentuan yang
melanggar, seperti yang terjadi dengan Undang-Undang Kebebasan Berkumpul dan
Berdemonstrasi.

714. Seseorang juga bisa meminta Mahkamah Agung untuk meninjau perintah habeas
corpus atau keputusan bahwa penangkapan dan penahanan orang tersebut tidak
sah. 381 Jika berhasil pemohon akan segera dibebaskan dari penahahan dan bisa
diberi ganti rugi atas penahanannya yang tidak sah. 382 Konstitusi dan Hukum Acara
Perdata memberikan ganti rugi untuk vonis hukuman yang salah, meskipun sampai
sekarang Pemerintah tidak mengetahui adanya kasus pemberian ganti rugi. 383

715. Antara 2002 dan Juli 2005 sekurangnya lima klaim habeas corpus diajukan ke
pengadilan yang menuduh terjadinya penahanan oleh polisi atau pra-peradilan yang
berkepanjangan dan karena itu ilegal. Masing-masing dari klaim ini berhasil dan
para terdakwa segera dibebaskan dari penahanan. Diketahui bahwa ganti rugi tidak
diberikan kepada pengaju klaim.

716. Diberi wewenang untuk meninjau legislasi, kebijakan, dan praktek-praktek untuk
menjamin kesesuaiannya dengan Konstitusi dan standar-standar hak asasi mansia
internasional, 384 Kantor Provedor juga memberikan jalan yang penting untuk
penyelesaian individual pelanggaran hak.

717. Tetapi, penting bahwa Provedor bisa meninjau legislasi, kebijakan, dan praktek-
praktek untuk kepatuhan hak asasi manusia, tetapi tidak memiliki otoritas untuk
membatalkan, mencabut, atau mengubah keputusan badan-badan atau instansi-
instansi yang bersangkutan, atau untuk membuat perintah ganti rugi. Kantor ini
hanya diberi wewenang untuk membuat rekomendasi penyelesaian atau reparasi
atau memberi nasehat dan mengusulkan tindakan-tindakan untuk perbaikan,
pencegahan atau penghapusan dan pelaksanaan standar tertinggi penghormatan hak

380
Pasal 126 Konstitusi RDTL.
381
Pasal 205 Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Dekrit No 15/2005.
382
Pasal 351, Hukum Acara Pidana menetapkan bahwa orang yang ditahan atau ditempatkan secara tidak
sah dalam penahanan pra-peradilan bisa meminta ganti rugi atas kerugian yang diderita sebagai akibat dari
pencabutan kebebasan tersebut.
383
Pasal 31 (6) Konstitusi RDTL dan Pasal 320 Hukum Acara Pidana memberikan ganti rugi untuk
kerugian yang dialami dan pengembalian uang yang dibayarkan sebagai denda, pajak, dan ongkos
pengadilan untuk vonis dan pembebasan terdakwa kemudian setelah peninjauan vonis tersebut.
384
Pasal 24 (d), Statuta Kantor Provedor, Undang-Undang No. 7/2004.

169
asasi manusia, kekuasaan hukum, etika, dan efisiensi. 385 Kantor Provedor juga
berwewenang untuk melakukan intervensi dalam kasus-kasus pengadilan (melalui
pernyataan pendapat), 386 memeriksa tempat-tempat penahanan, 387 dan bertindak
sebagai mediator dan konsiliator dalam suatu sengketa. 388

718. Pengaduan mengenai pelanggaran hak dan kebebasan mencakup perlakuan yang
kejam, merendahkan, dan tidak berperikemanusiaan, penyiksaan, penyerangan atau
tindakan penganiayaan lain oleh badan-badan keamanan bisa diajukan kepada
Kantor Etika Profesional dan Kantor Inspektorat di dalam Kementerian Dalam
Negeri. Seperti dirinci dalam bab mengenai ‘Jaminan Prosedural’ di atas, sejumlah
pengaduan disipliner telah disampaikan dan diproses terhadap petugas-petugas
polisi.

719. Jika seorang warganegara telah mengajukan pengaduan yang berkaitan dengan
proses pemilihan umum kepala dan dewan suco, ia bisa menyampaikan surat
pengaduan atau reklamasi langsung kepada Komisi Pemilihan Umum Nasional
(CNE) atau kepada focal point CNE di distrik-distrik. Komisi selanjutnya bisa
membuat rekomendasi kepada pengadilan yang berwenang yang berhubungan
dengan klaim-klaim terkait proses dan penentuan hasil pemungutan suara.

720. Tahun 2005, selama pemilihan umum untuk Chefe de Sucos dan dewan suco,
sejumlah kecil pemilihan umum ulang diselenggarakan di berbagai aldeia dan suco
dimana surat suara awal lipatannya menempel, dinyatakan kosong atau dilaporkan
terjadi kecurangan.

721. Pelayanan Konsiliasi dan Mediasi di dalam Kementerian Ketenagakerjaan, disertai


dengan Badan Hubungan Ketenagakerjaan (yang nantinya akan disebut
“Pengadilan Hubungan Ketenagakerjaan”) dan Pengadilan Upah Minimum juga
diberi mandat untuk bekerja menangani pegawai dan pekerja yang merasa
diperlakukan tidak adil untuk menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan. Di antara
penyelesaian yang tersedia dalam sistem ini adalah ganti rugi dan pemulihan
pekerjaan dalam kasus-kasus pemecatan tidak sah.

722. Penting pula diingat kembali bahwa pengadilan adat atau mekanisme penyelesaian
sengketa komunitas luas digunakan sebagai alternatif terhadap sistem peradilan
formal dan bahwa sistem ini mengunakan berbagai tindakan penyelesaian untuk
menyelesaikan sengketa. Penyelesaian ini mencakup pemberian ganti rugi dalam
bentuk binatang ternak atau uang, serta tindakan yang lebih bersifat ad hoc untuk
memulihkan martabat korban.

723. Pembuatan kerangka normatif adalah satu langkah penting menuju pemberian
penyelesaian untuk pelanggaran hak. Akan tetapi dalam praktek penyelesaian masih

385
Pasal 28 (j), (l), dan 47 Statuta Kantor Provedor, Undang-Undang No. 7/2004.
386
Pasal 25 (3) Statuta Kantor Provedor, Undang-Undang No. 7/2004.
387
Pasal 28 (f) Statuta Kantor Provedor, Undang-Undang No. 7/2004.
388
Pasal 38 Statuta Kantor Provedor, Undang-Undang No. 7/2004.

170
sulit untuk diperoleh. Hambatan besar dihadapi Negara dalam penyediaan sistem
formal yang efektif untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia.
Hambatan-hambatan itu dicirikan oleh kelemahan kelembagaan dan
ketidakcukupan sumberdaya yang memerlukan pengembangan keterampilan dan
kemampuan kelembagaan serta manajemen kelembagaan yang baik. Sementara
banyak lembaga secara resmi ada, kemampuan mereka untuk memberikan
penyelesaian substantif untuk pelanggaran hak masih terbatas.

724. Kantor Provedor baru belakangan ini membuka pintunya untuk mulai menerima
pengaduan dan masih kurang perlengkapan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang
masuk. Kelemahan sistemik dalam sistem peradilan dan ketidakadaan sumber dana
untuk ganti rugi finansial termasuk hambatan terhadap penyelesaian praktis
yudisial.

725. Forum penyelesaian sengketa tingkat rendah seperti Pelayanan Konsiliasi dan
Mediasi dan Badan Hubungan Ketenagakerjaan terus beroperasi secara sangat
lamban sehingga banyak dari 200 kasus yang disampaikan dalam tahun-tahun
belakangan masih tetap tidak terselesaikan. Pengakuan resmi mengenai hubungan,
kalau ada, antara mekanisme peradilan adat dan formal juga akan dalam beberapa
hal mengarah pada penguatan sarana-sarana untuk menyelesaikan pelanggaran hak
dan menjamin keberlanjutan antara sistem formal dan informal. Negara masih
memerlukan sejumlah sarana untuk memperkuat proses-proses disipliner untuk
pasukan keamanan, juga untuk menjamin pertanggungjawaban pelanggaran hak.

171

You might also like