Professional Documents
Culture Documents
RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA DI DAERAH
KATA PENGANTAR
ttd
I. PENDAHULUAN 12
1.1. Latar Belakang 2
1.2. Tujuan 2
1.3. Sasaran 2
1.4. Ruang Lingkup 2
II. LANDASAN DASAR PENANGGULANGAN BENCANA 2
2.1. Hak Asasi Manusia 2
2.2. Tujuan Pembangunan Milenium 3
2.3. Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana 3
III. PERENCANAAN DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA 3
3.1. Siklus Penanggulangan Bencana 3
3.2. Rencana Penanggulangan Bencana 5
3.3. Sistematika Rencana Penanggulangan Bencana 6
IV. PENGESAHAN 7
V. PENUTUP 7
LAMPIRAN :
PETUNJUK PENULISAN URAIAN RINCI RENCANA
PENANGGULANGAN BENCANA
PEDOMAN PENYUSUNAN
RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH
I. PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
1.3. Sasaran
3
dimulai dengan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat
dan pemulihan.
4
a. Pada Tahap Pencegahan dan Mitigasi, dilakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan)
atau sering disebut juga Rencana Kesiapan (Disaster Preparedness
Plan).
b. Pada Tahap Kesiapsiagaan, dilakukan Penyusunan Rencana
Kedaruratan (Emergency Response Plan) atau lebih spesifik jika
untuk menghadapi suatu ancaman adalah Rencana Kontinjensi
(Contingency Plan).
c. Pada Tahap Tanggap Darurat dilakukan pengaktifan Rencana
Operasi (Operation Plan) yang merupakan operasionalisasi dari
Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi.
d. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pada pasca bencana.
Apabila digambarkan ke empat jenis rencana dalam penanggulangan
bencana adalah sebagai berikut:
Tanggap
Kesiapan Darurat
Pencegahan
& Mitigasi Pemulihan
Rencana Penanggulangan
Bencana
Rencana Pemulihan
5
Pada tahap ini dapat juga direncanakan semua kegiatan untuk semua
jenis ancaman (hazard) yang dihadapi oleh suatu wilayah dan
kerentanan (vurnerability).
Oleh karena lingkup kegiatan luas dan jenis ancaman cukup banyak,
maka para pelaku (stakeholder) yang terlibat juga akan lebih banyak.
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Landasan Hukum
d. Ruang Lingkup
e. Pengertian
2. Gambaran Risiko Bencana
a. Ancaman
b. Kerentanan
c. Kemampuan
d. Risiko
3. Kerangka Penanggulangan Bencana
a. Prinsip-prinsip Dasar
b. Visi dan Misi
c. Kebijakan dan Strategi
4. Kelembagaan
a. Struktur Organisasi
b. Tugas Pokok dan Fungsi
c. Sumberdaya
5. Peran dan Potensi Masyarakat
a. Masyarakat
b. Swasta
c. Lembaga Non-Pemerintah
d. Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian
e. Media
6. Kegiatan Penanggulangan Bencana
a. Pencegahan dan Mitigasi
b. Kesiapsiagaan
c. Tanggap Darurat
d. Pemulihan
6
7. Rencana Tindak
8. Pendanaan
9. Penutup
IV. PENGESAHAN
V. PENUTUP
7
PENJELASAN TENTANG PETUNJUK PENULISAN
URAIAN RINCI RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA
8
LOGO
DAERAH
RENCANA PENANGGULANGAN
BENCANA DI DAERAH
PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Landasan Hukum
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Pengertian
IV. KELEMBAGAAN
4.1. Struktur Organisasi
4.2. Tugas Pokok dan Fungsi
4.3. Sumberdaya
VIII. PENDANAAN
IX. PENUTUP
I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1
1.5. Pengertian
2
h. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian
langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
3
II. GAMBARAN RISIKO BENCANA
2.1.2. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya
gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau
longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat
4
memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami
adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa
pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara
tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat empat
faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu:
1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa bumi memiliki
magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4).
terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang
tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam,
dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.
2.1.4. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun
ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia,
yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan.
Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia
terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan,
kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan
pasang surut air laut.
5
Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan banjir
di daerah yang bersangkutan.
2.1.6. Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup
besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi
bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat
luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga
timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali
menggaggu negara-negara tetangga.
2.1.7. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir
setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya
fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut
ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan
yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal
6
panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang
terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
7
Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap
bencana kegagalan teknologi ini serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah
dialami.
2.2. Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi
bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
8
2.3. Kemampuan
Kemampuan di sini diartikan sebagai kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bahaya. Kemampuan merupakan kebalikan
dari kerentanan, semakin mampu masyarakat menghadapi
bahaya maka semakin kecil kerentanannya. Kemampuan dapat
diukur dari tingkat kesiapan dengan beberapa parameter antara
lain pengetahuan, kelembagaan, mekanisme kerja dan
sumberdayanya Jika di suatu daerah belum mempunyai unsur
parameter tersebut sama sekali, maka kemampuan masyarakat
dalam menghadapi bencana dikatakan masih rendah.
2.4. Risiko
Akumulasi dari faktor-faktor bahaya, kerentanan dan
kemampuan di atas, akan dapat memposisikan masyarakat dan
daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Resiko merupakan fungsi dari bahaya (hazard), kerentanan dan
kemampuan. Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah,
maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana.
Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat
atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan
masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Tinggi
PROBABILITAS
Banjir
Sedang Gempa
Bumi
Rendah
9
III. KERANGKA PENANGGULANGAN BENCANA
Pada Sub Bab ini diuraikan kebijakan dan strategi daerah dalam
rangka penanggulangan bencana.
IV. KELEMBAGAAN
12
4.3. Sumberdaya
Aspek kelembagaan dalam penanggulangan bencana
memerlukan dan melibatkan personil dari berbagai disiplin ilmu
dan kepakaran serta sarana dan prasarana yang dimiliki.
Sebagian besar fungsi dan kegiatan penanggulangan bencana
adalah sama dengan fungsi dan kegiatan biasa dalam
pemerintahan dan pembangunan. Sementara bidang-bidang lain
yang bersifat khusus seperti pencarian dan penyelamatan,
penanggulangan korban, pengelolaan bantuan darurat, misalnya,
memerlukan kepakaran khusus yang hanya bisa didapatkan dari
pelatihan-pelatihan khusus.
5.1. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
5.2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat
pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari
sektor swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan
ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
13
tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5.5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan
dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan
berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya
penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada
masyarakat.
Pada sub bab ini disampaikan semua potensi yang dimiliki oleh
daerah.
14
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan,
bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan
tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB),
dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-
jalur evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
15
6.3. Tahap Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau
pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang
tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
16
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan
yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor
terkait.
a. Pengkajian
Pengkajian dalam penanggulangan bencana mempunyai
peranan yang sangat penting dalam setiap tahapan: pra
bencana, pada saat dan pasca bencana. Pengkajian berfungsi
sebagai pengumpulan informasi dari sumber yang dapat
dipercaya, untuk dijadikan data-dasar bagi penyusunan rencana
dalam semua kegiatan di setiap tahapan Penanggulangan
bencana. Atas dasar hasil pengkajian tersebut, maka kebijakan
dan strategi serta program Penanggulangan bencana dapat
ditetapkan.
18
sesuai dengan versinya. Sehingga hal tersebut dapat
membingungkan dan bahkan dapat pula menyesatkan.
19
Bentuk dari koordinasi ini dapat berupa saling tukar menukar
informasi, atau program masing-masing, hingga pada
penyusunan program bersama yang terpadu.
VIII. PENDANAAN
Pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana
terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari APBD, APBN, dan bantuan dari
pihak lain yang sifatnya tidak mengikat yang dapat disalurkan
langsung kepada masyarakat atau melalui
Gubernur/Bupati/Walikota selaku Ketua SATKORLAK
PB/SATLAK PB.
IX. PENUTUP
20
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA
(BAKORNAS PB)