You are on page 1of 49

iv

PENCAPAIAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)


MELALUI STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN (SPK)
DENGAN LANDASAN KEP. MENKES NO.900
TAHUN 2002

DISUSUN OLEH

NAMA : NI MADE DWI SUPARNINGSIH

NIM : 20.01.07.0098

DOSEN PEMBIMBING

DESI MAHDALENA, SST,. M.Keb

STIKES PERDHAKI CHARITAS PALEMBANG

PRODI DIII KEBIDANAN

TAHUN 2009
v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN

I.1. : Latar Belakang............................................................................. 1

I.2. : Tujuan Penulisan......................................................................... 2

I.3. : Manfaat Penulisan....................................................................... 3

BAB II : TINJAUAN TEORI

II.1. : Millenium Develpoment Goals (MDGs)..................................... 4

II.1.1. : Pengertian MDGs........................................................ 4

II.1.2. : Tujuan, Target dan Indikator MDGs........................... 5

II.2. : Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).......................................... 12

II. 2. 1. : Pengertian SPK........................................................... 12

II. 2. 2. : Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan...................... 12


vi

II. 2. 3. : Format Standar Pelayanan Kebidanan........................ 12

II. 2. 4. : Ruang Lingkup............................................................ 13

II. 2. 5. : Dasar hukum penerapan SPK...................................... 14

II.3. : Wewenang Bidan......................................................................... 16

BAB III : ANALISA SPK DAN KEP.MENKES NO.900 TAHUN 2002


DALAM PENCAPAIAN TARGET MDGs

III.1. : Tujuan MDGs dalam Pelayanan Kebidanan................................ 22

III.1.1 : Menurunkan Angka Kematian Anak.......................... 22

III.1.2. : Meningkatkan Kesehatan Ibu...................................... 28

III.1.3. : Pencapaian Target Pelayanan Kebidanan


dan Tujuan MDGs....................................................... 37

BAB IV : PENUTUP

IV.1. : Kesimpulan.................................................................................. 39

IV.2. : Saran............................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 41
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 : Perkembangan Pencapaian AKB Nasional Tahun 1989-


2005 dan Proyeksi Hingga Tahun 2015........................ 23

Gambar 3.2. : Perkembangan AKB dan AKBA Nasional Tahun 1989-


2005............................................................................... 24

Gambar 3.3. : Presentase Balita Nasional, Provinsi Sumsel, Kota


Palembang tahun 2005 dan Target MDGs tahun
2015............................................................................... 25

Gambar 3.4. : Presentase Balita Usia 12-23 Bulan Yang Mendapat


Imunisasi Campak Nasional.......................................... 26

Gambar 3.5. : Proyeksi Pencapaian AKI Nasional Tahun 2005-2025


( dalam 100.000 kelahiran hidup)................................. 29

Gambar 3.6. : Gambaran AKI Provinsi SumSel, Kota Palembang Tahu


2005 dan Target MDGs tahun 2015.............................. 30

Gambar 3.7. : Presentase Kelahiran Yang Dibantu Oleh Tenaga


Kesehatan NAsional Yahun 1990-2006........................ 31

Ganbar 3.8. : Presentase Frekuensi Lahir Ditolong Tenaga Kesehatan


Nasional, Provinsi SumSel, Kota Palembang tahun 2005
dan Target MDGs tahun 2015....................................... 32

Gambar 3.9. : Presentase Kelahiran Yang Dibantu Oleh Tenaga


Kesehatan Nasional Tahun 1990-2006......................... 33

Gambar 3.10. : Beberapa Sekenario Sasaran Percepatan Penurunan AKI


Berdasarkan Data Kecenderungan SKDi ..................... 36
viii

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan


negara-negara ASEAN. Pada tahun 1994, Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia sebesar 390 / 100.000 kelahiran hidup, tahun 1995 menurun menjadi
373 / 100.000 kelahiran hidup (SDKI). AKI Kota Palembang berdasarkan
Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme adalah 317 per
100.000 kelahiran, lebih rendah dari AKI Propinsi Sumsel sebesar 467 per
100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di Kota palembang sebanyak
15 orang dengan penyebabnya yaitu Eklamsia, HPP, Ca Pharing, Stroke, Gagal
Ginjal, Placenta Acreta, Emboli Air Ketuban, Post SC, Kelainan Jantung dan
Lain-lain. (sumber data Subdin Kesehatan Keluarga, 2006). Sedangkan yang
diharapkan tahun 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup (Depkes.2008).

WHO melalui satu pertemuan konsultasi regional Asia Tenggara pada


tahun 1993 merekomendasikan agar bidan dibekali dengan pengetahuan dan
keterampilan pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang
relevan. Unutk itu pada pertengahan tahu 1996 Depkes telah menerbitkan
Permenkes No. 572/PER/Menkes/IV/96 yang memberikan wewenang dan
perlindungan bagi bidan dalam melakkan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan
janin/bayi baru lahir yang kemudian direvisi menjadi Kep. Menkes No.900 th
2002 yang disesuaikan (IBI.2006)

Pada pertemuan pengelola program Safe motherhood di SEARO Asi


Tenggara 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan
kepada setiap ibu yang memerlukan nya perlu diupayakan agar memenuhi standar
ix

tertentu agar aman dan efektif dan sebagai tidak lanjutnya WHO SEARO
megembangkan Standar Pelayanan Kebidanan yang kemudian diadaptasikan
untuk pemakaian di indonesia (IBI.2006)

Indonesia adalah termasuk satu negara dari 189 negara anggota


Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ikut dalam Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) pada September 2000 untuk memprakarsai Millenium Development Goals
(MDGs). Di Indonesia MDGs ini kemudian disebut dengan Tujuan Pembangunan
Millenium (TPM). Dari delapan tujuan/ goals yang akan dicapai oleh MDGs/
TPM, masalah kesehatan menjadi urgen dan bahkan pada tujuan MDGs/ TPM
sudah lebih tegas lagi disebutkan seperti pada tujuan (4) MDGs yakni
menurunkan kematian anak dan tujuan (5) MDGs Meningkatkan kesehatan
ibu (Laporan MDGs-Bapenas 2007).

Dari uraian diatas maka penulis mangambil Judul “Pencapain Milenium


Development Goals (MDGs) Melalui Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)
Dengan Landasan Kep. Menkes No. 900 Tahun 2002”, yang akan diuraikan secara
singkat khususnya dalam pelayanan kebidanan.

I.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui secara umum tujan dari MDGs

2. Untuk mengetahui Standar Pelayanan kebidanan

3. Untuk mengetahui Wewenang Bidan

1.2.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pecapaian tujuan ke 4 dan ke 5 dari


Millenium Development Goals (MDGs) melalui Standar Pelayanan
Kebidanan Dengan Landasan Kep. Menkes No. 900 Tahun 2002

2. Untuk mengetahui pencapaian MDgs di Kota Palembang


x

1.3. Manfaat Penulisan

1.3.1. Bagi Penulis

 Dapat menambah wawasan penulis tentang tujuan dari Millenium


Development Goals (MDGs) secara umum yang dikaitkan dengan Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK) yang berlandaskan pada Kep. Menkes No.
900 Tahun 2002

1.3.2.Bagi Mahasiswa Kebidanan

 Mengetahui secara umum implementasi dari Standar pelayanan Kebidanan


(SPK) dan Wewenang Bidan dalam Kep.Menke No.900 Tahun 2002
terhadap tujuan ke 4 dan ke 5 dari pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs).
xi

BAB II

TINJAUAN TEORI

II. 1. Millenium Development Goals (MDGs)

II. 1. 1. Pengertian MDGs

Millenium Development Goal (Tujuan Pembangunan Milenium)


merupakan serangkaian tujuan yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (Millenium Summit) di New York pada bulan
September 2000. Ada sebanyak 189 wakil negara yang hadir dalam KTT tersebut,
dimana 147 diantaranya dihadiri langsung oleh kepala negaranya.

Konferensi tersebut membahas berbagai isu yang berkaitan dengan


perdamaian, keamanan dan pembangunan termasuk aspek lingkungan, proteksi
terhadap kelompok rentan, hak asasi manusia, dan tata kepemerintahan yang baik,
serta membawa serangkaian tujuan tujuan pembangunan yang saling berkaitan
kedalam agenda global.

Pada dasarnya Tujuan Pembangunan Milenium adalah komitmen


komunitas internasional terhadap pengembangan visi pembangunan, yang
menempatkan pembangunan manusia sebagai kunci untuk mencapai
pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan
mengembangkan kerjasama dan kemitraan global.

Nilai nilai yang mendasari deklarasi milenium tersebut meliputi:


kebebasan, kesetaraan, solidaritas, toleransi, penghargaan terhadap alam dan
pertanggung jawaban bersama.

Perkembangan pencapaian MDGs sesungguhnya bukanlah hal yang baru


bagi Indonesia. Sebagai sebuah bentuk orientasi pembangunan, MDGs dalam
xii

tataran implementasi sesungguhnya telah dipraktekkan oleh Pemerintah Indonesia


sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden
Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid hingga Presiden Megawati Sukarnoputri,
dalam berbagai bentuk kebijakan dan program yang sesuai dengan kondisi masa
itu.

II. 1. 2. Tujuan dan Target MDGs

Tujuan 1. Menangulangi Kemiskinan dan Kelaparan


Target 1 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya
di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun
waktu 1990-2015

1. Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1


(PPP) per hari.
2. Persentase penduduk dengan tingkat konsumsi di bawah
garis kemiskinan nasional.
3. Indeks kedalaman kemiskinan.
4. Indeks keparahan kemiskinan.
5. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama).

Target 2 Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan


menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015

6. P ersentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang


mengalami gizi buruk (severe underweight).
7. Persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang
mengalami gizi kurang (moderate underweight).
xiii

Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua


Target 3 Menjamin pada tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki
maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar

8. Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar/madrasah


ibtidaiyah (7-12 tahun).
9. Angka partisipasi murni (APM), sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (13-15 tahun).
10. Angka melek huruf usia 15-24 tahun.

Tujuan 3. Mendorong Kesetaran Gender dan Pemberdayaan Perempuan


Target 4 Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang
pendidikan tidak lebih dari tahun 2015

11. Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat


pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang diukur melalui
angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-
laki (%).
12. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24
tahun, yang diukur melalui angka melek huruf
perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender)
(%).
13. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%).
14. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (%).
15. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%).
16. Tingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PP) pada
kelompok perempuan (%).
17. Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%).
xiv

Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak


Target 5 Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar dua-pertiganya
dalam kurun waktu 1990 – 2015

18. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup.


19. Angka Kematian Balita (AKBA ) per 1000 kelahiran hidup.
20. Anak usia 12-23 bulan yang diimunisasi campak (%).

Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu


Target 6 Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya
dalam kurun waktu 1990 – 2015

21. Angka kematian ibu melahirkan (AKI) per 100.000


kelahiran hidup.
22. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan (%).
23. Proporsi wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang sedang
menggunakan atau memakai alat keluargaberencana (%).

Tujuan 6 . Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainya


Target 7 Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai
menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015

24. Prevalensi HIV dan AIDS (%).


25. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi
(%).
26. Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi (%).
xv

27. Persentase penduduk usia muda 15-24 tahun yang


mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/ AIDS
(%).

Target 8 Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya


jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada
tahun 2015

28. P revalensi malaria per 1.000 penduduk.


29. Prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk.
30. Angka penemuan pasien tuberkulosis BTA positif baru (%).
31. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis (%).

Tujuan 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup


Target 9 Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan
sumber daya lingkungan yang hilang

32. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil


pemotretan Satelit Landsat terhadap luas daratan (%).
33. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan luas
kawasan hutan, kawasan lindung, dan kawasan konservasi
termasuk kawasan perkebunan dan hutan rakyat terhadap
luas daratan (%).
34. Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan (%).
35. Rasio luas kawasan lindung perairan (marine protected
area) terhadap luas daratan (%).
36. Jumlah emisi karbondioksida (CO2) (metrik ton).
37. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) (ton).
38. Rasio jumlah emisi karbondioksida (CO2) terhadap jumlah
penduduk Indonesia (%).
39. Jumlah penggunaan energi dari berbagai jenis (setara barel
minyak, SBM), (a) Fosil dan (b) Non-fosil.
40. Rasio penggunaan energi (total) dari berbagai jenis
terhadap Produk Domestik Bruto (%).
41. Penggunaan energi dari berbagai jenis secara absolut
(metrik ton).
Target 10 Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap
xvi

sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta


fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada 2015

42. Proporsi rumah tangga terhadap penduduk dengan berbagai


kriteria sumber air (total) (%)
43. Proporsi rumah tangga/penduduk dengan berbagai kriteria
sumber air (perdesaan) (%)
44. Proporsi rumah tangga/penduduk dengan berbagai kriteria
sumber air (perkotaan) (%)
45. Cakupan pelayanan perusahaan daerah air minum (KK)
46. Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi
yang layak (total) (%)
47. Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi
yang layak (perdesaan) (%)
48. Proporsi rumah tangga dengan akses pada fasilitas sanitasi
yang layak (perkotaan) (%)

Target 11 Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk


miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020

49. Proporsi rumah tangga yang memiliki atau menyewa


rumah (%).

Tujuan 8. Membangun Kemitran Global untuk Pembangunan


Target 12 Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang
terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak
diskriminatif.

50. R asio antara jumlah Ekspor dan Impor dengan PDB (%).
51. Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Umum
(%).
52. Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Perkreditan
Rakyat (%).

Target 13 Menangani hutang negara berkembang melalui upaya


nasional maupun internasional agar pengelolaan hutang
berkesinambungan dalam jangka panjang
53. Rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB.
54. Debt-to-Service Ratio (DSR).
xvii

Target 14 Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkan dan


menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang
baik dan produktif bagi penduduk usia muda

55. Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun);


56. Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) menurut
jenis kelamin;
57. Tingkat pengangguran usia muda (15-24 tahun) menurut
provinsi.

Target 15 Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi


baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi

58. Persentase rumah tangga yang memiliki telepon dan


telepon selular.
59. Persentase rumah tangga yang memiliki komputer personal
dan mengakses internet melalui komputer.

Keterangan:
1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan

 Mengurangi hingga separuh dari penduduk dunia yang berpenghasilan


kurang dari 1 US$ sehari dan mengalami kelaparan, dalam kurun waktu
1990 hingga 2015.

2.      Mencapai Pendidikan Dasar secara Universal

 Target 2015: memastikan bahwa setiap anak laki laki dan perempuan
mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.

3.      Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan

 Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar


dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan
pendidikan pada tahun 2015.

4.      Mengurangi tingkat kematian anak


xviii

 Mengurangi tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun hingga


dua-pertiganya selama kurun waktu 1990 hingga 2015.

5.      Meningkatkan Kesehatan Ibu

 Mengurangi rasio kematian ibu hingga 75% dalam proses melahirkan,


selama kurun waktu 1990 hingga 2015.

6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya

 Target 2015: menghentikan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan


kejadian malaria dan penyakit berat lainnya.

7.      Menjamin keberkelanjutan lingkungan

 Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam


kebijakan setiap negara dan program serta merehabilitasi sumber daya
lingkungan yang hilang. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan jumlah
orang yang tidak memiliki akses air minum yang layak dikonsumsi dan
sanitasi buruk berkurang setengahnya. Pada tahun 2020 mendatang
diharapkan dapat mencapai perbaikan kehidupan yang signifikan bagi
sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.

8.    Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

 Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem


keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan manajemen
yang jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan
secara nasional dan internasional.

II. 2. Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)


xix

II. 2. 1. Pengertian

Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan


atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab
profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).

II. 2. 2. Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan

1. Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang


diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
2. Melindungi masyarakat.

3. Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan.

4. Untuk menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan


praktek sehari-hari.

5. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan


pengembangan pendidikan (Depkes RI, 2001:2).

II. 2. 3. Format Standar Pelayanan Kebidanan

1. Tujuan merupakan tujuan standar


2. Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang
dilakukan, dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.

3. Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan
dalam bentuk yang dapat diatur.

4. Prasyarat yang diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar


pelaksana pelayanan dapat menerapkan standar.
xx

5. Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk


penerapan standar (Depkes RI, 2001:2).

II. 2. 4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup SPK meliputi 24 standar yaitu :

1. standar pelayanan (2 standar)


2. standar pelayanan antenatal (6 standar)

3. standar pertolongan persalinan (4 standar)

4. standar pelayanan nifas (3 standar)

5. standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar)


(Depkes RI, 2001:3).

a) Standar Pelayanan Umum

1) Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan Keluarga Sehat

2) Standar 2 : Pencatatana dan Pelaporan

b) Standar Pelayanan Antenatal

1) Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil

2) Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

3) Standar 5 : Palpasi Abdominal

4) Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

5) Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

6) Standar 8 : Persiapan persalinan

c) Standar Pertolongan Persalinan


xxi

1) Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I

2) Standar 10 : Persalianan Kala II Yang Aman

3) Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalianan Kala III

4) Standar 12 : Penanganan Kala II dengan Gawat Janin melalui


Episiotomo

d) Standar Pelayanan Nifas

1) Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

2) Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Melahirkan

3) Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan BAyi pada Masa Nifas

e) Standar Penanganan Kegawat Obstetri dan Neonatal

1) Standar 16 : Penanganan perdarahan dalam Kehamilan pada


Tri-mester III

2) Standar 17 : Penanganan Kegawatan dan eklampsia

3) Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet

4) Standar 19 : Persalianan dengan Pengunaan Vakum Ekstraktor

5) Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta

6) Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer

7) Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder

8) Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis

9) Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum


xxii

II. 2. 5. Dasar hukum penerapan SPK

 Undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992

Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahum 1992, kewajiban


tenaga kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati
hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien, memberikan
informasi dan meminta persetujuan (Informed consent), dan membuat serta
memelihara rekam medik.

Standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan


oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara
baik. Hak tenaga kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan
tugasnya sesuai dengan profesi tenaga kesehatan serta mendapat penghargaan.

 Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah


SEARO/Asia tenggara tahun 1995 tentang SPK

Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang


diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar
memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO
SEARO mengembangkan SPK, kemudian diadaptasikan untuk di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat
masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan

 Pertemuan Program tingkat propinsi DIY tentang penerapan SPK 1999

Bidan sebagai tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam


pemeriksaan kehamilan seharusnya sesuai dengan prosedur
standar pelayanan kebidanan yang telah ada yang telah tertulis dan ditetapkasesuai
dengan kondisi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY, 1999).

 Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang


registrasi dan praktek bidan.
xxiii

Pada BAB I yaitu tentang KETENTUAN UMUM pasal 1 ayat 6 yang


berbunyi Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.

Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat


memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya
sesuai kode etik dan standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan. Standar
profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antar anggota profesi sendiri,
sehingga bersifat wajib menjadi pedoman dalam pelaksanaan setiap kegiatan
profesi (Heni dan Asmar, 2005:29).

II. 3. Wewenang Bidan

Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002
Tanggal : 25 Juli 2002

1. Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk


mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap
ibu hamil/ bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari), agar
penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat
dilakukan secara cepat dan tepat waktu.
2. Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan, bidan harus:
a) Melaksanakan tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi;
b) Memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk tindakan yang
dilakukannya
c) Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku diwilayahnya
xxiv

d) Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya


secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi atau
janin.
3. Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada
masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan,
nifas, menyusui dan masa antara kehamilan (periode interval).
4. Pelayanan kepada wanita dalam masa pranikah meliputi konseling untuk
remaja putri, konseling persiapan pranikah dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan menjelang pernikahan.
Tujuan dari pemberian pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan
wanita usia subur dan pasangannya yang akan menikah agar mengetahui
kesehatan reproduksi, sehingga dapat berprilaku reproduksi sehat secara
mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
5. Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa
nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang
diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan,
karena kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi pada masa tersebut.
6. Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya
bayi baru lahir), balita dan anak pra sekolah.
7. Dalam melaksanakan pertolongan persalinan, bidan dapat memberikan
uterotonika.
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologik yang dapat dilakukan
oleh bidan adalah kelainan ginekologik ringan, seperti keputihan dan
penundaan haid. Pertolongan ginekologik yang diberikan tersebut pada
dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau
tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
9. Pelayanan kesehatan kepada anak meliputi:
a) Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit diluar
rumah sakit yang meliputi:
i. Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
ii. Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
xxv

iii. Membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi bernafas


spontan
iv. Pemberian ASI dini dalam 30 menit setelah melahirkan
v. Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui
perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi dan
pemberian ASI eksklusif.
b) Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada 0 – 28
hari
c) Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif untuk bayi
dibawah 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk bayi
diatas 6 bulan
d) Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas
tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh
kembang balita
e) Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan
sepanjang sesuai dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan
segera merujuk pada dokter.
10. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan antara lain:
a) Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja
putri, calon pengantin, ibu dan bayi
b) Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan meliputi
pemberian secara parental antibiotika pada infeksi/ sepsis, oksitosin
pada kala III dan kala IV untuk mencegah / penanganan perdarahan
postpartum karena hipotonia uteri, sedativa pada preeklamsi/
eklamsi, sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk
c) Melakukan tindakan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4
cm pada letak belakang kepala, pada distosia karena inertia uteri dan
diyakini bahwa bayi dapat lahir pervaginan.
d) Kompresi bimanual internal dan / atau eksternal dapat dilakukan
untuk menyelamatkan jiwa ibu pada pendarahan postpartum untuk
xxvi

menghentikan pendarahan. Diperlukan keterampilan bidan dan


pelaksanaan tindakan sesuai dengan protap yang berlaku.
e) Versi luar pada gemeli pada kelahiran bayi kedua. Kehamilan ganda
seharusnya sejak semula direncanakan pertolongan persalinannya
dirumah sakit oleh dokter. Bila hal tersebut tidak diketahui bidan
yang menolong persalinan terlebih dahulu dapat melakukan versi
luar pada bayi kedua yang tidak dalam presentasi kepala sesuai
dengan protap.
f) Ekstraksi vacum pada bayi dengan kepala di dasar panggul.
Demi penyelamatan hidup bayi dan ibu, bidan yang telah
mempunyai kompetensi, dapat melakukan ekstraksi vacum atau
ekstraksi cunam bila janin dalam presentasi belakang kepala dan
kepala janin telah berada di dasar pinggul.

g) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan akfiksia.


Bidan diberi wewenang untuk melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir yang mengalami asfiksia, yang sering terjadi pada partus lama,
ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan dan pada bayi
dengan berat badan lahir rendah, utamanya bayi prematur. Bayi
tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas kesehatan, Khusus bayi
yang mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
h) Hipotermi pada bayi baru lahir.
Bidan diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan hipotermi
pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak
dini dan metode kangguru.
11. Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana harus
memperhatikan
kompetensi dan protap yang berlaku diwilayahnya meliputi:
a) Memberi pelayanan keluarga berencana yakni: pemasangan IUD,
alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), pemberian suntikan,
tablet, kondom, diafragma, Jelly dan melaksanakan konseling.
xxvii

b) Memberikan pelayanan efek samping pemakaian kontrasepsi.


Pertolongan yang diberikan oleh bidan bersifat pertolongan
pertama yang perlu mendapatkan pengobatan oleh dokter bila
gangguan berlanjut.
c) Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK)
tanpa penyulit. Tindakan ini dilakukan atas dasar kompetensi dan
pelaksanaanya berdasarkan Protap. Pencabutan AKBK tidak
dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB keliling.
d) Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa, bidan
berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan
yang diberikan bila tidak mungkin memperoleh pertolongan dari
tenaga ahli. Dalam memberikan pertolongan, bidan harus
mengikuti protap yang berlaku.
12. Bidan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat
mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan.
13. Beberapa kewajiban bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan
kewenangan:
a) Meminta persetujuan yang akan dilakukan. Pasien berhak
mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai semua tindakan
yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien dan orang
terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum tindakan
dilakukan.
b) Memberikan informasi. Informasi mengenai pelayanan/ tindakan
yang diberikan dan efek samping yang ditimbulkan perlu
diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.
c) Melakukan rekam medis dengan baik. Setiap pelayanan yang
diberikan oleh bidan perlu didokumentasikan/ dicatat, seperti
hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan dengan
menggunakan format yang berlaku.
14. Penyediaan dan penyerahan obat-obatan:
xxviii

a) Bidan harus menyediakan obat-obatan maupun obat suntik sesuai


dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
b) Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien
sepanjang untuk keperluan darurat dan sesuai dengan protap.
15. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Untuk surat keterangan kelahiran hanya dapat dibuat oleh bidan
yang memberikan pertolongan persalinan tersebut dengan
menyebutkan:
i. identitas bidan penolong persalinan
ii. identitas suami dan ibu yang melahirkan
iii. jenis kelamin, berat badan dan panjang badan anak yang
dilahirkan
iv. waktu kelahiran (tempat, tanggal dan jam).
b) Untuk Surat keterangan kematian hanya dapat diberikan terhadap
ibu dan atau bayi yang meninggal pada waktu pertolongan
persalinan dilakukan dengan menyebutkan:
i. identitas bidan
ii. identitas ibu/bayi yang maninggal
iii. identitas suami dari ibu yang meninggal
iv. identitas ayah dan ibu dari bayi yang meninggal
v. jenis kelamin
vi. waktu kematian (tempat, tanggal dan jam)
vii. umur
viii. dugaan penyebab kematian.
c) Setiap pemberian surat keterangan kelahiran atau surat
keterangan kamatian harus dilakukan pencatatan.
xxix

BAB III

ANALISA SPK MELALUI KEP.MENKES NO.900 TAHUN 2002


DALAM PENCAPAIAN MDGs

III.1. Tujuan MDGS dalam Pelayanan Kebidanan

III.1.1. Menurunkan angka kematian Anak

Indikator yang digunakan untuk menilai target menurunkan angka kematian


balita sebesar dua-pertiganya dalam kurun waktu 1990-2015 adalah:
1) Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup.
2) Angka Kematian Balita (AKBA ) per 1.000 kelahiran hidup.
3) Anak usia 12-23 bulan yang diimunisasi campak (%).

Kematian balita dan bayi. Pada tahun 1960, angka kematian bayi (AKB)
masih sangat tinggi yaitu 216 per 1.000 kelahiran hidup. Dari tahun ke tahun,
AKB ini cenderung membaik sebagai dampak positif dari pelaksanaan berbagai
program di sektor kesehatan. Pada tahun 1992 AKB tercatat 68 per 1.000
xxx

kelahiran hidup, kemudian menurun menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 1994, turun lagi menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan
pada tahun 2002-2003 penurunannya sudah mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup
(SDKI 2002-2003). Menurut proyeksi BPS (BPS-UNDP-Bappenas, 2005), pada
tahun 2003 angka AKB terus membaik hingga mencapai 33,9 per 1.000 kelahiran
hidup. Dengan kecenderungan perkembangan pencapaian AKB secara nasional
seperti ini, pencapaian target MDGs pada tahun 2015 diperkirakan sudah akan
tercapai pada tahun 2013.

Meskipun terus menurun, AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika


dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi
dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari
Thailand. Indonesia menduduki ranking ke-6 tertinggi setelah Singapura
(3 per 1.000), Brune Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam
(18 per 1.000), dan Thailand (20 per 1.000).

Gambar 3.1

Perkembangan pencapaian Angka Kematian Bayi (AKB) Nasional Tahun 1989-


2005 dan proyeksi hingga tahun 2025
xxxi

Sumber: Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (1994, 1997, 2002-
2003); Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (1992); Survey Penduduk
Antar-Sensus (Supas) (2005).

Sementara itu, angka kematian balita (AKBA) juga menunjukkan


perkembangan yang membaik. Jika pada tahun 1992 AKBA masih berada pada
angka 97 per 1.000 kelahiran hidup, maka pada tahun 1994 angka ini telah turun
menjadi 81 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2003 AKBA sudah
mencapai angka 46 dan tahun 2005 mencapai 40 per 1.000 per kelahiran hidup.
Artinya, sepanjang dekade 1990-an telah terjadi perbaikan rata-rata 7 persen per
tahun, lebih tinggi dari dekade sebelumnya sebesar 4 persen per tahun. Pada tahun
2000 Indonesia telah mencapai dan melampaui target yang ditetapkan dalam
World Summit for Children (WSC) yaitu 65 per 1.000 kelahiran hidup.

Penurunan AKBA dalam kurun waktu tahun 1992 (SDKI) sampai 2005
(Supas) lebih cepat dibandingkan penurunan AKB dalam kurun waktu yang sama.
Penurunan AKBA mencapai 57 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan
kecepatan penurunan AKB hanya mencapai 35 kematian per 1.000 kelahiran
hidup (lihat Gambar 4.2). Ini menunjukkan bahwa resiko kematian kelahiran bayi
lahir lebih besar ketimbang resiko kematian hingga usia balita. Pada tahun 2004,
BPS memperkirakan AKB dapat mencapai 33,9 kematian per 1.000 kelahiran
hidup, sementara AKBA dapat mencapai 40,9 kematian per 1.000 kelahiran
hidup.

Gambar 3.2

Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita Nasional tahun
1989-2005
xxxii

Sumber: Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (1994, 1997, 2002-
2003); Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (1992); Survey Penduduk
Antar-Sensus (Supas) (2005).

Gambar 3.2

Presentase Kematian Balita Nasional, Provinsi Sumsel, Kota Palembang tahun


2005 dan target MDGs tahun 2015
xxxiii

Sumber : BAPPENAS - ADB TA 4762-Ino: Pro-Poor Planning & Budgeting

Sebab kematian pada anak. Terdapat tiga penyebab utama kematian bayi
yang masih menjadi tantangan besar untuk diatasi. Ketiga hal tersebut adalah
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA ), komplikasi perinatal, dan diare.
Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75 persen kematian bayi. Pola
penyebab utama kematian balita juga hampir sama, yaitu penyakit saluran
pernafasan, diare, penyakit syaraf—termasuk meningitis dan encephalitis—dan
tifus.
Kesehatan neonatal dan maternal. Tingginya kematian anak pada usia
hingga satu tahun menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi
baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak; serta
perilaku ibu hamil, keluarga, serta masyarakat yang belum mendukung perilaku
hidup bersih dan sehat. Dua per tiga dari kematian bayi merupakan kematian
neonatal (kematian pada usia bayi 0-28 hari). Penurunan neonatal ini relatif lebih
lambat dibanding kematian bayi secara keseluruhan. Oleh karena itu,
upaya untuk menurunkan kematian neonatal merupakan kunci utama dalam
keberhasilan penurunan kematian bayi.
Imunisasi campak. Cakupan imunisasi campak terus mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Akan tetapi cakupan di daerah perdesaan
cenderung tertinggal dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Variasi cakupan
antarprovinsi juga masih tinggi, dengan cakupan tertinggi di DI Yogyakarta (91,1
persen). Angka ini dua kali lebih tinggi dari Banten (44,0 persen) yang merupakan
provinsi dengan cakupan terendah. Pada tahun 2005, menurut catatan Departemen
Kesehatan (Profil Kesehatan 2005) cakupan imunisasi campak mencapai 86,7
persen dan angka drop-out yang menurun dari tahun-tahun sebelumnya, menjadi
1,5 persen.

Gambar 3.4

Persentase balita usia 12-23 bulan yang mendapat imunisasi campak Nasional,
1990-2003
xxxiv

Sumber: Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (1994, 1997, 2002-
2003)

Perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dan


kelompok rentan di perdesaan dan wilayah terpencil, serta kantong-kantong
kemiskinan di daerah perkotaan, merupakan salah satu strategi kunci
untuk menurunkan angka kematian anak. Angka kematian bayi pada kelompok
termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada
kematian bayi pada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi --seperti
infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tetanus-- lebih sering terjadi pada
kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama
disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala biaya (cost
barrier), geografis, dan transportasi.

Penerapan desentralisasi kesehatan menjadi tantangan yang cukup berat


bagi pelayanan kesehatan secara umum. Pembagian urusan kesehatan ibu dan
anak antara pemerintah pusat, provinsi dan daerah yang telah ditetapkan dalam
xxxv

peraturan pemerintah belum dapat sepenuhnya diterjemahkan dengan jelas. Untuk


itu perlu segera disusun pedoman lebih lanjut yang mengatur secara teknis
pembaian urusan tersebut. Selain perlunya intervensi yang cost-effective,
kerjasama lintas-sektor bagi upaya penanggulangan kemiskinan akan sangat
berperan dalam peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak secara umum.

Penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan salah satu


prioritas pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Upaya nyata penurunan kematian anak
pada masa krisis telah dilakukan melalui Jaring Pengaman Sosial dan Program
Kompensasi Pengurangan Susbsidi Bahan Bahan Minyak, yaitu dengan
memberikan akses pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Akses ini
meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dasar, pelayanan
perbaikan gizi, revitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu), pemberantasan
penyakit menular, dan revitalisasi kewaspadaan pangan dan gizi.

Sejak tahun 2005, Pemerintah RI telah menetapkan program Jaminan


Pelayanan Kesehatan bagi penduduk miskin atau lebih dikenal sebagai Askeskin.
Pada dasarnya, program ini merupakan memberikan jaminan bagi penduduk
miskin untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tertentu
secara gratis. Melalui program ini, masyarakat miskin datang memeriksakan diri
ke fasilitas kesehatan serta melakukan pemeriksaan kehamilan dan kunjungan
bayi. Program ini diharapkan dapat membantu mempercepat penurunan angka
kematian bayi dan angka kematian balita, terutama pada kelompok miskin.
Untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2004-2009 terutama
diarahkan pada peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas puskemas; peningkatan
kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan (terutama dokter dan bidan); serta
pengembangan sistem jaminan kesehatan, terutama bagi penduduk miskin.
xxxvi

Upaya lain yang dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian


anak adalah pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti pos
pelayanan terpadu (posyandu), penanggulangan kurang energi dan protein,
pendidikan gizi, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar, serta pencegahan
dan pemberantasan penyakit melalui surveilans dan imunisasi.

III.1.2. Meningkatkan Kesehatan Ibu

Indikator penilaian untuk penurunan angka kematian ibu sebesar tiga-


perempatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2015 ialah sebagai berikut:
1) Angka kematian ibu melahirkan (AKI) per 100.000 kelahiran hidup.
2) Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan (%).
3) Proporsi wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan
atau memakai alat keluarga berencana (%).

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan


menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 bila
dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Tetapi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum
sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap
tahunnya. Dengan kondisi ini, pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit
dicapai. BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163
kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan
target MDG pada tahun 2015 tersebut adalah 102.

Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya
yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Resiko kematian ibu
karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan resiko 1 dari 1.100 di Thailand. Selain itu disparitas kematian ibu
antarwilayah (provinsi) di Indonesia masih tinggi
xxxvii

Gambar 3.5

Proyeksi pencapaian Angka Kematian Ibu (AKI) Nasional tahun 2005-2025


(dalam 100.000 kelahiran hidup)

Sumber: SDKI (1994, 1997, 2002-2003), SKRT (1986, 1992, 1995)

Gambar 3.6

Gambaran Angka Kematian Ibu, Provinsi Sumsel, Kota Palembang tahun 2005
dan target MDGs tahun 2015
xxxviii

Sumber : BAPPENAS - ADB TA 4762-Ino: Pro-Poor Planning & Budgeting

Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terus mengalami


peningkatan hingga mencapai 72,41 persen pada tahun 2006 (Susenas). Persalinan
ini sangat mempengaruhi angka kematian Ibu dan bayi sekaligus.
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklampsia (25%),
partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Resiko kematian
meningkat, bila ibu menderita anemia, kekurangan energy kronik dan penyakit
menular. Aborsi yang tidak aman bertanggung jawab pada 11 persen kematian ibu
di Indonesia. Aborsi yang tidak aman ini biasanya terjadi karena kehamilan yang
tidak inginkan (unwanted pregnancy).

Resiko kematian ibu semakin besar dengan adanya anemia, kekurangan


energi kronik (KEK), dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB),
hepatitis, serta HIV/AIDS. Pada tahun 1995, misalnya, prevalensi anemia pada
ibu hamil mencapai 51 persen dan pada ibu nifas 45 persen. Sementara pada tahun
2002 terdapat 17,6 persen wanita usia subur yang menderita KEK.
Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, akses terhadap sarana
kesehatan, transportasi, dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih--terutama
bidan-- juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian ibu.

Gambar 3.7

Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan Nasional tahun 1990-
2006
xxxix

Sumber: Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (BPS, berbagai tahun)

Gambar 3.8

Presentase frekuensi Lahir ditolong Tenaga Kesehatan, Nasional, Provinsi


Sumsel, Kota Palembang tahun 2005dan target MDGs tahun 2015

Sumber : BAPPENAS - ADB TA 4762-Ino: Pro-Poor Planning & Budgeting


xl

Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan


kehamilan yang tidak diinginkan. Pada tahun 1997, tingkat pemakaian kontrasepsi
pada perempuan kawin usia 15-49 tahun hanya 57,4 persen, yang meningkat
menjadi 60,3 persen pada tahun 2002-2003 (SDKI 2002-2003). Sementara itu
unmet need pada tahun 2002-2003, masih sekitar 8,6 persen. Pemakaian
kontrasepsi pada wanita kawin usia 15-49 ini, cenderung tidak menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti. Jika merujuk pada data Susenas (1992-2006)
maka selama kurun waktu 13 tahun pemakaian kontrasepsi pada perempuan
kawin usia 15-49 tahun hanya meningkat 7,4 persen

Meskipun dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


menggariskan bahwa batas usia minimal menikah untuk perempuan adalah 16
tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun, namun data Susenas 2006
menunjukkan bahwa 12,56 persen wanita berumur 10 tahun ke atas menikah
pertama kali pada usia 15 tahun ke bawah. Sementara mereka yang menikah
pertama kali pada usia 16 tahun (batas usia legal untuk menikah) hanya 9,84
persen. Pernikahan usia dini seperti ini berimplikasi pada peningkatan jumlah ibu
melahirkan di usia yang sangat muda dan pada akhirnya meningkatkan risiko
kematian ibu. Pernikahan dini ini juga menyebabkan perempuan terpaksa putus
sekolah karena dia harus mengurus keluarga.
Mengingat bahwa pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan kawin usia
15-49 tahun masih menunjukkan perkembangan yang cukup lambat, pelayanan
KB oleh Pemerintah memang perlu ditingkatkan, tidak saja dalam upaya
pengendalian pertumbuhan penduduk, melainkan juga karena KB merupakan
bagian dari kesehatan reproduksi yang dapat menurunkan angka kematian ibu.

Gambar 3.9

Persentase kelahiran yang dibantu oleh Tenaga Kesehatan Nasional tahun 1990-
2006
xli

Sumber: Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (BPS, berbagai tahun)

Penurunan angka kematian ibu sangat ditentukan oleh berbagai faktor


yang justru berada di luar sector kesehatan. Hal ini disebabkan oleh status
kesehatan manusia yang bukan hanya dipengaruhi oleh sector kesehatan,
melainkan juga faktor-faktor lain (determinan) seperti lingkungan fisik
(prasarana), lingkungan sosial ekonomi, serta lingkungan budaya dan politik.
Determinan lain adalah sifat-sifat yang melekat pada genetik individu, perilaku,
serta gaya hidup. Dengan demikian, untuk menghadapi tantangan tersebut,
diperlukan upaya yang sistematis dan terfokus.

Tiga intervensi utama yang direkomendasikan sebagai upaya paling


efektif adalah pelayanan antenatal, persalinan oleh tenaga kesehatan, dan
pelayanan dasar serta komprehensif untuk darurat obstetri. Untuk pelayanan
antenatal, selain peningkatan frekuensi kunjungan, peningkatan kualitas pelayanan
juga diperlukan, yang mencakup pemeriksaan kehamilan dan pemberian tablet zat
besi dan kapsul vitamin A.

Upaya peningkatan persalinan oleh tenaga kesehatan masih belum


memadai baik dalam jumlah maupun distribusinya. Pada saat yang sama,
kemitraan dengan dukun bayi yang masih sangat berperan sebagai penolong
persalinan perlu dibangun. Pelayanan dasar dan komprehensif untuk darurat
xlii

obstetri juga menjadi kunci keberhasilan berikutnya apabila fasilitas pelayanannya


mudah dijangkau dan dilengkapi dengan tenaga terampil.

Permasalahan tenaga bidan yang belum mencukupi dan belum merata


penyebarannya merupakan tantangan yang perlu dijawab dengan segera. Pada
daerah-daerah yang relatif terpencil dan tertinggal, masyarakat mengalami
kesulitan mengakses bidan dan oleh karenanya sangat tergantung pada dukun.
Namun mengingat keterbatasan keahlian dukun, maka peran dukun perlu
diarahkan untuk membantu ibu hamil dalam mengakses sistem kesehatan formal
(bidan).

Prioritas nasional. Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu


prioritas pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2004-
2009. Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pembangunan kesehatan
terutama diarahkan pada peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas puskesmas
yang disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan. Dengan
kebijakan ini, fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan makin dekat dan mudah
terjangkau oleh masyarakat. Demikian pula cakupan dan kualitas pelayanan
kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana, terus ditingkatkan.

Meningkatkan keselamatan ibu melahirkan merupakan tantangan yang


sangat berat. Dengan kecenderungan seperti saat ini, target MDGs tidak akan
tercapai. Karena itu, upaya percepatan penurunan AKI perlu dilakukan. Secara
ideal, untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015, diperlukan penurunan AKI
sebesar 9,5 persen per tahun. Demikian pula untuk mencapai sasaran RPJPN
tahun 2025, diperlukan penurunan AKI sebesar 4,7 persen per tahun. Artinya,
apapun target yang ingin dicapai dan skenario manapun yang dipilih, diperlukan
upaya yang lebih keras untuk mempercepat penurunan AKI.

Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, program Making Pregnancy Safer


(MPS) telah dicanangkan, yang terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis
xliii

dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada
kemitraan. MPS ini dilakukan dengan meningkatkan akses dan cakupan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir; membangun kemitraan yang efektif melalui
kerjasama lintas program dan lintas sektor; mendorong pemberdayaan wanita dan
keluarga; dan mendorong keterlibatan masyarakat.

Tantangan lain adalah soal pendataan. Di Indonesia, sistem registrasi vital


yang mencatat penyebab kematian ibu masih belum memadai. Saat ini Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) merupakan salah satu sumber utama yang dipakai di Indonesia
untuk mengestimasi AKI dalam skala yang lebih luas. Akan tetapi kedua survei
ini belum bisa menggambarkan AKI pada tingkat provinsi atau kabupaten. Angka
kematian ibu di tingkat provinsi atau kabupaten biasanya diperoleh dari kematian
maternal yang terjadi di rumah sakit. Oleh karena itu, data kematian ibu
seyogyanya perlu dikumpulkan melalui sistem registrasi atau sensus penduduk.

Gambar 5.4

Beberapa scenario sasaran percepatan penurunan angka kematian ibu berdasarkan


data kecenderungan SDKI (Sisterhood Method)

Sumber: Suharsono Soemantri, Serial Diskusi Terbatas Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Kesehatan, Jakarta 20 September 2007

Pemerintah Indonesia pada dasarnya sangat memiliki komitmen tinggi


dalam menanggulangi dan menangani masalah kesehatan yang merupakan bagian
xliv

dari kebijakan pembangunan yang berlandaskan pembangunan manusia.


Implementasi prakteknya telah dimulai dari masa pemerintahan Presiden
Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid,
Presiden Megawati Soekarno Putri hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebagai langkah kongkrit, pemerintah memprioritaskan pembangunan


kesehatan nasional penurunan angka kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak
balita tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN ) 2004 – 2009. Dalam RPJMN ini pembangunan kesehatan diarahkan
pada peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas yang disertai dengan
peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan. Mengacu pada capaian
Indonesia sehat 2010, pemerintah juga telah mencanangkan program Making
Pregnancy Safer (MPS) yang terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis
dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada
kemitraan. MPS dilakukan dengan meningkatkan akses dan cakupan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir, membangun kemitraan yang efektif melalui
kerjasama lintas program dan lintas sektoral, mendorong pemberdayaan wanita
dan keluarga dan mendorong keterlibatan masyarakat (Laporan MDGs-Bapenas
2007).

III.3. Pencapaian target pelayanan kebidanan dan tujuan MDGs

Secara keseluruhan, program kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak
balita masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kendati harus diakui
dari tahun ke tahun menunjukkan prestasi yang lebih baik. Berbagai implementasi
program dilapangan mengalami berbagai tantangan dan hambatan berasal dari
berbagai faktor penghambat capaian target.

Dinamika angka kematian bayi, balita, dan ibu di masing-masing daerah


berbeda-beda satu sama lain. Angka kematian bayi, balita, dan ibu di masing-
masing daerah amat bervariasi. Sebab-sebab kematian utama mereka lebih karena
persoalan keterbatasan ketersediaan dan keterjangkauan layanan kesehatan
primer. Sebab-sebab kematian lainnya adalah ketika dalam proses melahirkan,
xlv

yang 30 persen di antaranya diperkirakan karena pendarahan, 25 persen


disebabkan eklamsia, 12 persen karena infeksi, dan 5 persen akibat abortus,
sedangkan sisanya akibat hal-hal lain.
Pada tahun 2003 AKB Indonesia mencapai 35 jiwa per 1.000 kelahiran
hidup, sementara AKBA mencapai 40 jiwa per 1.000 kelahiran balita. Sedangkan
untuk AKI, data menunjukkan angka 307 jiwa per 100.000 kelahiran pada tahun
2002-2003 (SDKI). Pencapaian tersebut tergolong cukup baik, lebih-lebih jika
mengingat AKI tahun 1994 yang masih mencapai 390 kematian per 100.000
kelahiran hidup.
Terjadi perkembangan yang menarik dalam hal kesehatan bayi, mengacu
pada data tahun 2005. Bila di masamasa sebelumnya AKB dan AKBA selalu
didominasi oleh kematian bayi, maka data tahun 2005 menunjukkan hal
sebaliknya, justru anak usia satu hingga lima tahunlah (AKBA ) yang menghadapi
masa paling rawan. Ini ditunjukkan oleh tingkat penurunan AKBA yang tidak
begitu besar, yakni dari 46 jiwa menjadi 40 jiwa per 1.000 kelahiran. Berbeda
dengan AKB yang semula 35 jiwa menjadi 8 jiwa per 1.000 kelahiran. Jadi,
terdapat pergeseran signifikan antara AKB dalam AKBA.
Pencapaian target pelayanan kebidanan terkait dalam upaya yang
dilakukan oleh Depkes dalam mepercepat penurunan AKI dan AKB dengan cara
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkan yang
kemudian dan melalui organisasi kesehatan dunia ( WHO ), bidan
direkomendasikan agar dibekali dengan penegetahuan dan keterampilan
pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan yang
kemudian pada tahun 1996 Depkes menrbitkan Permenkes No.
572/PER/Menkes/VI/96 yang didalamnya bidan diberikan wewenang dan
perlindungan dalam melakukan tindakan penelamatan jiwa ibu dan janin.bayi baru
lahir. Dan revisi Depkes dalam wewenag bidan menjadi Kep.Menkes No.900
tahun 2002 akhirnya dijadikan sebagai landasan bidan dalam menjalankan praktek
pelayanan kebidanan melalui Standar Pelayanan Kebidanan ( SPK ) dan turut
serta untuk pencapaian taraget Millineum Development Goals ( MDGs ) dalam
spesifikasi masalah kesehatan pada tujuan ke (4) MDGs yakni menurunkan
xlvi

kematian anak dan tujuan (5) MDGs Meningkatkan kesehatan ibu (Laporan
MDGs-Bapenas 2007).

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Konstitusi WHO (1946) menyatakan bahwa kesehatan adalah hak azasi


manusia yang fundamental. Hal ini kemudian ditegaskan kembali dalam Deklarasi
Alma Atta di tahun 1979 dan Deklarasi Kesehatan Dunia pada tahun 1998 (Mahlil
Ruby: 2007).

Selain telah menyepakati beberapa komitmen global tersebut diatas,


Indonesia juga termasuk satu negara dari 189 negara anggota Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) yang ikut dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada September
2000 untuk memprakarsai Millenium Development Goals (MDGs). Di Indonesia
MDGs ini kemudian disebut dengan Tujuan Pembangunan Millenium (TPM).
xlvii

Dari delapan tujuan/ goals yang akan dicapai oleh MDGs/ TPM, masalah
kesehatan menjadi urgen dan bahkan pada tujuan MDGs/ TPM sudah lebih tegas
lagi disebutkan seperti pada tujuan (4) MDGs yakni menurunkan kematian anak
dan tujuan (5) MDGs Meningkatkan kesehatan ibu (Laporan MDGs-Bapenas
2007).

Sebagai langkah kongkrit, pemerintah memprioritaskan pembangunan


kesehatan nasional penurunan angka kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak
balita tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN ) 2004 – 2009

IV.2.Saran

Pemerintah memprioritaskan pembangunan kesehatan nasional penurunan


angka kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan anak balita tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) 2004 – 2009.
Langkah ini sangat strategis dan mestinya pemerintah memberikan contoh pada
daerah agar daerah juga melakukan hal yang sama. Sehingga daerah punya
gambaran dan orientasi pembangunan kesehatan, baik sasaran dan target–target
yang jelas pada tingkat lokal melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD). Tidak seperti yang terjadi saat ini, kebanyakan daerah belum
memilikinya dan sebagian yang telah memilikinya juga masih belum maksimal.
xlviii

DAFTAR PUSTAKA

Bambang.” Regulasi Kesehatan.” ( http://www.tenaga-kesehatan.or.id/. Diakses


28 September 2009 )

BAPPEDA.” MDGs Sum-Ut.”( www.bappeda.sumutprov.go.id. Diakses 28


September 2009 )

BAPPEDA.”Dokumen MDGs.” (http://p3b.bappenas.go.id. Diakses 28 September


2009 )

Depkes.”Profil Kota Palembang.” ( http://www.depkes.go.id/downloads/. Diakses


25 September 2009 )

Mitra.”Standar Pelayanan Kebidanan.” (http://www.mitrariset.com/. Diakses 25


September 2009 )
xlix

PPK LIPI.”Data Provinsi Sumsel.” ( http://www.ppk.lipi.go.id/. Diakses 25


September 2009 )

PP IBI.2006.Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan;Cetakan ke


IV.Jakarta:Pengurus Pusat IBI

Sofyan Mustika.,et all.2007.Bidan Menyongsong Masa Depan.Jakarta:PP IBI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
karena karunia dan berkat Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya.

Salah satu faktor untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah
kualitas Sumber Daya Manusia yang mampu melakasanakan dan memberikan
pelayanan yang bermutu dan professional sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku. Salah satu upaya yang dilakukan Depkes dalam mempercepat penurunan
AKI adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya.

Tugas ini akan membahas secara ringkas tentang ‘”Pencapain Millenium


Development Goals (MDGs) Melalui Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)
Dengan Landasan Kep. Menke No.900 Tahun 2002 ”
l

Tugas ini terdiri dari 3 BAB Utama, pada BAB I berisikan Pendahuluan;
BAB II berisikan Tinjauan teori; BAB III diuraikan Analisa SPK melalui
Kep.MenKes No.900 thaun 2002 dan pada BAB IV berisikan kesimpulan dari
hasil uraian pembahasan

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas ini, terutama kepada:

1. Dr. F. Hadi Halim,Sp.PD (K), sebagai Direktur Utama STIKES


Perdahaki Charitas Palembang
2. Sr.M.Valentina, FCH. M.Kes, sebagai Ketua Prodi D III Kbidanan
3. Ibu Irene Romlah, S.SiT, sebagai Sekretaris Prodi D III Kebidanan
4. Ibu Yulianti, Amd.Keb, sebagai Wali Kelas IIIA D III Kebidanan
5. Ibu Desi Mahdalena, SST.,M.keb, sebagai Dosen Pembimbing Mata
Kuliah Mutu Pelayanan Kebidanan
6. Karyawan perpustakaan STIKES Perdhaki Charitas Palembang
7. Serta teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

Dalam penulisan tugas ini, tentu masih banyak kekurangan yang ada. Oleh
karena itu penulis sangat beterima kasih bila pembaca memberi saran dan kritik
yang membangun demi perbaikan dalam pembuatan tugas selanjutnya. Akhirnya,
semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para
mahasiswa kebidanan.

Palembang, November 2009

Penulis
li
lii

You might also like