You are on page 1of 16

NAMA : ERNA JUWITA

NIM : 104 254 201


NO.ABSEN : 30

SOAL :
1. Kebudayaan memiliki dua dimensi yaitu kognitif dan evaluatif.Mengapa dimensi
evaluatif setiap orang memiliki nilai berbeda dari kebudayaan yang sama?Uraikan
jawaban Saudara dalam bentuk essay 5 halaman dengan merujuk pada suatu kasus!
JAWABAN :
Apabila kita bertanya apakah yang membedakan manusia dari hewan secara
fundamental maka jawabannya adalah bahwa manusia mampu berbudaya dan menilai
sesuatu sedangkan hewan tidak bisa melakukan semua itu.Manusia di bekali tuhan untuk
berfikir dan menilai sesuatu.
Penilaian-penilaian ada yang baik dan ada juga yang buruk. Jadi setiap budaya
memiliki sistem penilaian berdasarkan standar internalnya sendiri yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Dengan sistem penilaian tersebut digunakan untuk mengukur nilai
-normatif .
Masyarakat Jawa di pada umumnya berpandangan magic, artinya bahwa
kehidupan manusia tidak lepas dari kehidupan alam semesta, dan merupakan jagad kecil
dan jagad besar. Di antara keduanya terjalin hubungan magis yang saling
mempengaruhi.Alam semesta tertata dan tersusun dalam suatu sistem yang rapi. Masing-
masing unsur dari alam berada pada posisi dan fungsinya dalam tatanan yang sangat
tertib. Hukum manusia mengacu kepada tatanan semesta tersebut. Pelanggaran terhadap
hukum yang berlaku akan berakibat malapetaka yang bisa membahayakan kehidupan
manusia. Pemujaan arwah leluhur berarti menjunjung tinggi jasa leluhur yang telah
menciptakan adat istiadat sesuai dengan hukum alam dan berlaku turun-temurun. Adat
istiadat dan upacara religius yang diwariskan oleh para leluhur ditradisikan dengan
sebaik-baiknya agar hidup manusia bisa selamat, terhindar dari malapetaka.
Melaksanakan tradisi berarti mematuhi adat leluhur yang dianggap dapat
menjamin keselamatan hidup anak cucu dari generasi ke generasi.Kebudayaan
masyarakat Jawa purba itulah yang menjadi dasar kepribadian budaya Jawa yang mempu
menghadapi segala unsur kebudayaan yang datang dari luar.
Dari penjelasan di atas dapat di katakan bahwa kebanyakan masyarakat jawa
dalam berpikir masih berpegang teguh pada wasiat nenek moyang artinya masyarakat
jawa masih berpikir kuno dalam menanggapi sesuatu hal.
Menurut Prof.Dr.Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul “Ilmu
Anthropologi” bahwa ”kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan,tindakan dan
hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang di jadikan milik diri manusia
dengan belajar.Kebudayaan juga memiliki dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi
evaluatif.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya di dunia ini terdapat bermacam-macam
kebudayaan.Misalkan kebudayaan negara kita yaitu “Indonesia”.Di dalam kebudayaan
kita terdapat kekayaan moral yang sangat banyak dan melimpah.Kekayaan itu terpelihara
dengan baik di dalam masyarakat kita karena kita memiliki sistem dan cara menurunkan
pewarisan nilai-nilai kebudayaan yang hidup dan berkembang itu secara berbeda-beda
pula.Keanekaragaman itu disebabkan karena manusia dapat belajar sesuatu yang
baru,dapat menambah pengalaman dari pelajaran.
Setiap orang mempunyai pandangan atau penilaian-penilaian tersendiri kepada
sesuatu .Begitu juga dengan penilaian terhadap suatu moral dan tingkah laku seseorang
dalam suatu kebudayaan.Ada yang menilai baik dan ada yang menilai buruk, ada juga
yang menilai sopan dan ada juga yang menilai tidak sopan dan lain
sebagainya.Misalnya,kebudayaan orang “JAWA” dan kebudayaan orang
“BATAK”.Dinilai dari segi kebudayaan orang jawa terlebih dahulu,orang perempuan
jawa biasanya jika akan tunangan atau istilahnya dalam bahasa jawa adalah “lamaran”
maka pihak yang membawa perlengkapan-perlengkapan untuk pernikahan
misalnya;sandal,kain,perlengkapan rias,kerudung,mas kawin (mahar) itu semua harus di
lengkapi atau dibelikan dari pihak lelaki dan yang melamar adalah juga dari pihak
lelaki.Tetapi sebaliknya jika di lihat dari sudut pandang kebudayaan batak maka semua
itu sangatlah bertolak belakang dengan kebudayaan jawa.Bahwasanya jika kebudayaan
batak jika ada seseorang yang akan melakukan pertunangan atau lamaran maka yang
melamar itu harus dari pihak perempuan dan yang harus melengkapi atau membelikan
seperangkat kebutuhan untuk pernikahan itupun harus juga dari pihak perempuan.
Dilihat dari dimensi evaluatifnya kedua kebudayaan itu sudah berbeda dan
bertolak belakang satu sama lain.Misalnya saja jika di lihat dari kebudayaan batak
terhadap jawa.Jika demikian maka hal seperti itu dapat dikatakan “tidak pantas” menurut
orang jawa.Dan jika melakukan hal demikian maka menurut orang jawa perempuan
tersebut dapat dikatakan perempuan yang tidak punya harga diri (tidak tau malu).Tetapi
berbeda pula menurut pandangan orang batak,mereka menganggap bahwa hal semacam
itu sudah biasa dilakukan di daerah mereka maka dari itu mereka tidak merasa malu atau
merasa tidak punya harga diri sebagai laki-laki.Karena hal semacam itu sudah menjadi
tradisi atau kebiasaan di daerah mereka dan melekat sebagai kebudayaan.
Dari sebuah contoh di atas dapat dikatakan bahwa setiap orang atau setiap daerah
yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda,mereka juga akan mempunyai penilaian
yang berbeda-beda pula.Begitu juga dengan mereka yang mempunyai kebudayaan yang
sama,mereka juga akan mempunyai penilaian yang berbeda-beda pula terhadap suatu
tingkah laku atau suatu kebudayaan lainnya.
Dalam ilmu antropologi segi-segi moral (dan estetis) dari suatu kebudayaan
tertentu, unsur-unsur evaluatif,pada umumnya di ringkas dengan istilah etos yang artinya
adalah sikap mendasar terhadap diri mereka sendiri dan terhadap dunia mereka yang
direfleksikan dalam kehidupan. Pandangan dunia mereka adalah gambaran mereka
tentang kenyataan apa adanya, konsep mereka tentang alam, diri, dan masyarakat.
Nilai-nilai keutamaan dan kebaikan adalah manifestasi yang berlaku umum di
Indonesia menyatakan soal keyakinan hidup seseorang tentang makna kehidupan yang
semestinya dijalani setiap orang. Representasi karya-karya dalam cara ini menyampaikan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, persoalan moral sebagai arah rujukan makna-
makna yang bisa digali pada karya-karya yang dikerjakan oleh para seniman. Asumsi yang
mendasari pengerjaan karya-karya ini menempatkan alasan atau jawaban moral tertentu
sebagai landasasan penggalian makna-makna dari persoalan yang menjadi daya tarik maupun
tantangan bagi para seniman untuk dihadapi.
Umumnya beberapa kalangan akan sepakat apabila relativisme diajukan
sebagai suatu paham yang menekankan pada suatu masyarakat yang memiliki nilai-nilai
tersendiri, tidak kebenaran mutlak. Corak perbedaan antara yang satu dengan yang
lainnya.Yang terdapat sling perbedaan.
Prinsip budaya (dalam relativism) adalah berbeda -beda dan esensinya adalah
nilai, jadi nilai dalam budaya berbeda pula, karena itu ageneral. Pandangan relativism
didukung oleh paradigma determenisme kebudayaan yang berasumsi bahwa budaya dalam
suatu masyarakat adalah aturan (regulasi) yang digunakan untuk memahami budayanya.
Penggambaran suatu bentuk masyarakat misalnya pelukisan tentang masyarakat bugis,
masyarakat jawa dan sebagainya yang satu sama lain berbeda dan memiliki ciri masing
-masing (cultural identity). Penilaian-penilaian mana yang baik dan buruk. Jadi setiap
budaya memiliki sistem penilaian berdasarkan standar internalnya sendiri yang berlaku
pada masyarakat tersebut. Dengan sistem penilaian tersebut digunakan untuk mengukur
nilai -normatif .
Suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna
dan simbol tersebut individu -individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan
persaaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka secara berbeda-beda pula.
Budaya Jawa seperti kebudayaan bangsa lain, tidaklah statis, tetapi selalu
mengalami perubahan dari masa ke masa, sejak zaman prasejarah sampai masa kini dan
nanti. Budaya Jawa juga akan tetap hidup selama masih ada masyarakat Jawa sebagai
pendukung dan pelakunya. Alam pikiran Jawa akan terus mengalami perubahan dan
perkembangan dari masa ke masa sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat Jawa.Di
masa lampau masyarakat Jawa menerima berbagai pengaruh dari kebudayaan luar. Namun
sejarah telah membuktikan bahwa local genious Jawa cukup kuat untuk bertahan dan bahkan
kebudayaan luar itu luluh dan yang menonjol justru kepribadian Jawanya.
Adat istiadat Jawa bila dikaji dengan seksama juga sarat dengan unsur-unsur
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bagi orang Jawa, baik yang beragama Islam,
Kristen, maupun agama-agama lainnya. Perbedaan kepercayaan itu tidak merenggangkan
ikatan budayanya antara sesama orang Jawa. Dalam kegiatan adat upacara tradisional mereka
bersama-sama bekerja secara gotong-royong.
Sikap toleransi juga mengembangkan rasa simpati terhadap sesamanya, dan
menghindari timbulnya konflik antar sesama, menjaga kerukunan dalam hidup
bermasyarakat. Dalam lingkungan budaya Jawa nilai kerukunan merupakan salah satu nilai
budaya yang tertinggi. Dengan kerukunan itulah suasana hidup bisa diciptakan dengan penuh
rasa kedamaian, tenteram dan bahagia. Tujuan hidup orang Jawa yang utama adalah bisa
hidup tenteram dan damai. Cita-cita atau idaman hidup tersebut bukan saja terbatas di
lingkungan masyarakat Jawa, tetapi juga bisa dikembangkan bagi kesejahteraan lahir batin
seluruh manusia di dunia. Dalam hubungan bisnis pun nilai kerukunan lebih diutamakan
daripada keuntungan material. Ungkapan Jawa “Tuna sathak bathi sanak” mengandung nilai
persaudaraan diatas nilai material.Masyarakat jawa lebih mengutamakan kerukunan dan
persaudaraan.
Koentjaraningrat menguraikan bahwa menurut pandangan orang Jawa sendiri,
kebudayaannya tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen. Keanekaragaman regional
kebudayaan Jawa tampak pada unsur-unsur adat upacara, kesenian, kehidupan beragama dan
lain-lain. Ada kebudayaan Jawa yang berakar di keraton, di pedesaan dengan budaya
masyarakat petani, di kota-kota pantai utara pulau Jawa berkembang kebudayaan pesisir, di
daerah Jawa Timur kebudayaan Jawa diwarnai dengan kebudayaan Madura. Ada lagi orang
Jawa yang memiliki logat dan peradaban khas yaitu orang Tengger, orang Osing di
Banyuwangi dan orang Blambangandi ujung Timur pulau Jawa.
Keanekaragaman kebudayaan Jawa tersebut jika dikaji secara seksama tetap
memperlihakan identitas kebudayaan Jawa yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
suku bangsa Jawa yang tersebar di mana mana. Betapa heterogennya masyarakat Jawa namun
mereka tetap beridentitas sebagai orang Jawa dan menjadi pendukung kebudayaan Jawa
dengan local genious budaya Jawa sebagai esensinya.
Sebelum terbentuk negara kesatuan kebudayaan yang ada di Indonesia adalah
kebudayaan etnis di daerah-daerah yang sangat beranekaragam. Kebudayaan Jawa sebagai
salah satu budaya etnis tumbuh dan berkembang sebagai dunia yang utuh bulat dan lengkap
degan sistem budayanya sendiri. Pandangan hidup, adat istiadat, bahasa, kesenian dan unsur-
unsur kebudayaan yang lain mempunyai ciri khas budaya Jawa. Semua yang dipaparkan dia
tas merupakan penyelisikan untuk memberikan gambaran sekilas mengenai budaya Jawa di
masa lampau, terutama untuk mengenali ketahanan jati dirinya dalam menghadapi budaya
luar.
Setelah terbentuk negara kesatuan Republik Indonesia orientasi kebudayaan
daerah terarah pada kebudayaan nasional dengan semangat kebangsaan Indonesia. Budaya
daerah dibina dan dikembangkan untuk menjadi penunjang terwujudnya kebudayaan
nasional. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi negara dan digunakan sebagai alat
komunikasi antar warga. Lambat laun pemakaian bahasa daerah terdesak oleh bahasa
nasional. Daya kekuatan bahasa daerah sebagai penopang hidupnya kebudayaan daerah
menjadi lemah dan memudar. Tetapi pada umumnya masyarakat jawa masih menjaga
eksistensinya untuk tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan jawa yang ada.
Di dalam masyarakat juga ada norma-norma yang berlaku.Di antaranya adalah :
a. Cara berbuat (usage)
Norma yang disebut "cara" hanya mempunyai kekuatan yang dapat dikatakan
sangatlemah dibanding norma yang lainnya. Cara lebih banyak terjadi pada hubungan
hubungan antar individu dengan individu dalam kehidupan masyarakat. Jika terjadi
pelanggaran terhadapnya (norma), seseorang hanya mendapatkan sanksi sanksi yang ringan,
seperti berupa cemo'ohan atau celaan dari individu lain yang dihubunganinya. Perbuatan
seseorang yang melanggar norma (dalam tingkatan cara) tersebut dianggap orang lain sebagai
perbuatan yang tidak sopan, misalnya makan berdecak, makan berdiri dan sebagainya.

b. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways)


Kebiasaan adalah perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama.
Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Kebiasaan merupakan
suatu indikator kalau orang-orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang
dilakukan seseorang. Misalnya bertutur sapa lembut (sopan santun) terhadap orang lain yang
lebih tua atau kebiasaan mengucapkan salam setiap bertemu orang lain dan
sebagainya.
c. Tata-kelakuan (mores)
Tata-kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai
norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata-kelakuan lebih menunjukkan fungsi sebagai
pengawas kelakuan olek kelompok terhadap anggota-anggotanya. Tata-kelakuan mempunyai
kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjadi pelanggaran, maka
dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya
untukkembali menyesuaikan diri dengan tata-kelakuan umum sebagaimana telah digariskan.
Bentuk hukumannya biasanya dikucilkan oleh masyarakat dari pergaulan, bahkan mungkin
terjadi pengusiran dari tempat tinggalnya.
d. Adat-istiadat (custom).
Adat-istiadat adalah tata-kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai
sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat, akan mendapatkan
sanksi hukum, baik formal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan
alat negara berdasarkan Undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya
untuk menerima sanksi hukum. Misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain
dengan dalih usaha mencari kerja dan sebagainya. Sedangkan sanksi hukum informal
biasanya diterapkan dengan kurang, atau bahkan tidak rasional, yaitu lebih ditekankan
pada kepentingan masyarakat. Misalnya dalam kasus yang sama, seorang yang diketahui
(atau tertangkap basah) melakukan perkosaan, maka ia akan mendapatkan sanksi sosial
berupa pengucilan untuk selamanya atau diusir dari tempat tinggalnya untuk tidak
kembali atau dapat juga dilakukan pemutusan hubungan keluarga dan lain-lain. Pada
masyarakat tertentu, untuk memulihkan nama baik yang tercemar diperlukan suatu upacara
adat yang tidak sedikit mengeluarkan biaya.
Norma-norma sosial, seperti cara, kebiasaan, tata-kelakuan dan adat-istiadat, kesemuanya
merupakan aturan perilaku kehidupan sosial yang bersifat kemasyarakatan.
SOAL :
2. Seni,agama dan magic,sama-sama menjadi psichological needs of human being.
Bagaimana pendapat anda tentang pernyataan ini?Uraikan jawaban Saudara dalam
bentuk essay 5 halaman dengan merujuk pada suatu contoh yang ada dalam
masyarakat!
JAWABAN :
Pada dasarnya seni,agama dan magic itu saling berhubungan atau berkaitan satu
sama lain untuk membangun kejiwaan dari manusia tersebut.Menurut Durkheim religi
adalah “kesatuan sistem kepercayaan dan tindakan yang berhubungan dengan barang-barang
yang suci”.Barang-barang yang suci itu ialah barang atau benda yang diasingkan dan
diberikan larangan atasnya.Menurut Durkheim asal agama adalah masyarakat sendiri.Konsep
mengenai religi adalah lambang dari sifat masyarakat.
Dari salah satu pendapat tokoh tersebut dapat dikatakan bahwa manusia
mengembangkan aktivitas religi dengan bayangan abstrak tentang jiwa,sebagai kekuatan
yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam,seperti getaran jiwa,emosi
keagamaan,yang timbul di alam jiwa manusia,karena pengaruh sentimen kemasyarakatan.
Sentimen kemasyarakatan berupa kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat,rasa
bakti,rasa cinta,terhadap masyarakat sendiri.
Bahwasanya Kesenian (seni) adalah suatu keindahan yang bersifat universal bagi
pengalaman hidup manusia untuk mencari dan mengagumi keindahan.Bentuk keindahan
yang sangat aneka ragam itu timbul dari permainan imaginasi yang kreatif dan memberikan
kepuasan batin yang sedalam-dalamnya bagi manusia.Dan pada dasarnya kesenian itu tidak
semata-mata hanya milik seorang seniman saja karena seni yang sebenarnya adalah terletak
dalam perasaan jiwa setiap orang dan menjadi sumber sifat kejiwaan manusia.
Dan agama adalah sebuah kepercayaan yang ada pada setiap orang akan Tuhan
yang menciptakan segala umat dan segala isi di dunia ini.Dengan suatu kepercayaan itu
masing-masing individi baik dalam lingkungan keluaraga ataupun masyarakat menafsirkan
pengalamannya dan mengatur tingkah-lakunya.Orang dam bertinda akan selalu mengkait-
kaitkan dengan agama,apakah agama melarang suatu hal tersebut ataukah tidak.Begitu juga
dengan makanan apakah makanan yang akan kita makan itu diharamkan oleh agama ataukah
tidak.Misalkan dalam agama islam.Disitu islam mengajarkan bahwa memakan daging babi
itu hukumnya haram,baik sedikit orang yang beragama islam tidak boleh memakan daging
tersebut.Dan contoh lain yaitu agama tersebut mengatakan bahwa tindakan
mencuri,membunuh,dan tindakan-tindakan kejahatan lainnya itu adalah tindakan yang tidak
baik dan kita sangat dilarang untuk melakukannya.
Dari contoh di atas kita bisa membuktikan bahwa agama itu sangatlah berperan
penting dalam psikologi seseorang (manusia).Agama dapat menuntun seseorang untuk
melakukan tindakan kebaikan karena pada dasarnya semua agama itu melarang para umatnya
untuk berbuat atau bertingkah laku jelek.
Terdapat juga sistem-sistem yang meliputi semua itu yang pertama adalah sistem
keyakinan,setiap individu yakin bahwa semua hal yang ada itu memiliki
kekuatan.kedua,sistem upacara keagamaan.Dalam proses upacara keagamaan ini terdapat
ritual-ritual agama yang umumnya bersifat ghaib.Dan yang ketiga,adalah suatu umat yang
menganut religi itu.Di sini mengandung pengertian bahwa orang yang percaya dan
melakukannya,orang tersebut akan secara otomatis menganut agama tersebut.
Masalah religi secara uiversal pada umumnya adalah masalah penyebab manusia
percaya pada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi dari padanya,dan
penyebab manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beragam untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi.Kebanyakan semua
aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas naluri jiwa yang sering
di sebut emosi keagamaan.Emosi keagamaan ini menyebabkan bahwa sesuatu benda,suatu
tindakan,atau gagasan,mendapat suatu nilai keramat dan di anggap keramat.
Agama dan Magic itu terdapat perbedaan.Karena magic adalah pelaksanaan
dalam soal praktis dari ideologi.Sedangkan agama adalah ideologi dari supranatural.Seperti
yang di ungkapkan oleh R.Firth,beliau berpendapat bahwa magic adalah suatu ritus dari doa-
doa dan mantra yang di ucapkan yang menegaskan hasrat seseorang kepada alam atau
kekuatan ghaib atas dasar kepercayaan pada daya menguasai manusia untuk maksud yang
nyata;akan tetapi sejauh kita dapat memahaminya arti yang demikian itu sesungguhnya
bersendikan pada premise yang salah.Dan pada dasarnya sistem agama dan magic itu terdapat
saling keterkaitan dan saling berhubungan satu sama lain.Karena magic itu berawal dari
sebuah kepercayaan yang menjadi dasar suatu agama.
Dalam mempraktekkan magic pada umumnya harus di penuhi tiga faktor;yaitu
adanya alat yang di pergunakan,kata-kata yang di ucapkan dan cara-cara
pelaksanaannya.Dibandingkan dengan agama,magic memperlihatkan akan kehendak manusia
untuk menguasai alam,dengan berbagai teknik yang hasilnya dapat menyerupai hasil ilmu
tetapi tidak dengan cara ilmu modern,sedang pada religi,manusia merasa bahwa ia tidak
mempunyai cukup kekuatan dan menundukkan kepalanya dan berdoa memohon bantuan
kepada Tuhan.Berbeda sekali dalam cara pandang religi (agama) disini manusia tidak pernah
memaksakan kehendak atas kemauannya yang di mintanya.Manusia sadar bahwa mereka
tidak mempunyai kekuatan untuk melawan kehendak tuhan,manusia hanya bisa berdoa
supaya doa-doa yang ndi minta kepada Tuhan tersebut di wujudkan oleh Tuhan.Tetapi
seandainya Tuhan tidak mengabulkan doa-doanya pun manusia hanya bisa iklas dan
berpasrah diri.
Misalnya saja seorang anak yang sedang menderita sakit demam.Pertama yang
dilakukan para orang tua pada umumnya adalah menkompres anak tersebut dengan
air.Setelah tidak kunjung sembuh orang tuanya memberikan obat-obat tradisional misalkan
berupa jamu-jamu tradisional yang di buat individu perseorangan di daerah
mereka.Kemudian jika tidak juga sembuh mereka membawa ke rumah sakit untuk
memeriksakan anaknya ke dokter,disitu dokter memberikan obat-obat modern untuk bisa
menyembuhkan anak tersebuut.Namun setelah beberapa hari kemudian anak tersebut tidak
juga sembuh.Selanjutnya para orang tua tersebut mulai berfikir tidak rasional atau berfikir
tidak logis terhadap sesuatu.Mereka membawa anaknya ke dalam dunia magic artinya mereka
membawa anaknya ke dukun atau paranormal.Dengan tujuan agar anaknya mendapat mantra-
mantra (jampi-jampi) supaya anak tersebut cepat sembuh.Dan pada kenyataannya anak
tersebut sembuh tetapi setelah beberapa hari kemudian anak itu sakit demam lagi lalu orang
tuanya membawanya ke dukun lagi tetapi ternyata anak itu tidak kunjung sembuh malah
bertambah parah.Dan pada akhirnya orang tua itu kembali berfikir secara logis yaitu
membawa anak itu berobat ke dokter.
Dari contoh tersebut dapat di katakan bahwa Orang modern dan orang
primitif,kedua-duanya mempunyai kemampuan yang sama untuk berfikir logis,hanya yang
berbeda adalah cara kerjanya.Cara kerja magic itu ,sering kehendaknya dapat tercapai
juga,walaupun karena sebab-sebab yang lain.Disamping itu dukun tersebut menjalankan tipu
muslihat untuk memperdayakan orang disekitarnya.Kalau magic berhasil maka kejadian itu
menambah kepercayaan,sedangkan jika tidak berhasil maka halangan itu dianggap untuk
sementara saja.
Contoh yang melandasi seni,agama, dan magic,sama-sama menjadi psichological
needs of human being adalah disini saya mengambil contoh yaitu kesenian tari barong dari
bali. Barong dilihat dari segi bentuk merupakan hasil karya seni rupa dalam fungsi sakral
dapat memantapkan keyakinan umat serta bila mana barong itu dipertunjukkan sebagai
tontonan dan pameran yang dipajangkan. Nama barong amat populer dimasyarakat
luas,terutama di Bali. Topeng ini adalah berbentuk Binatang mithologi yang memiliki
kekuatan gaib dan dapat melindungi orang, masyarakat dan lingkungannya dari hal-hal yang
negatif. Sejak dulu sampai sekarang, hampir setiap ada pertunjukan barong senantiasa dapat
memukau perhatian orang yang menontonnya. Dilihat dari bentuk kegiatannya dapat
dibedakan atas dua. Pertama : berupa pameran, yaitu memperkenalkan barong sebagai hasil
karya seni rupa. Kedua : berupa tontonan yaitu memperkenalkan barong dalam bentuk seni
tari yang diiringi dengan instrumen gamelan.
Di Bali barong umumnya dibuat dari bahan-bahan antara lain seperti topengnya
dibuat dari kayu pule dan ada juga dari kayu bentaro, bulunya dari ijuk, bulu burung gagak
dan bulu burung merak. Sedangkan bagian-bagian perhiasannya sampai pada ekornya dibuat
dari kulit sapi yang dihaluskan dan bertatah ukiran-ukiran dipulas dengan cat warna emas
(perada) dan ditempel dengan kepingan-kepingan kaca.
 Konon, Barong merupakan kesenian tradisional peninggalan kebudayaan
sebelum agama Hindu berkembang di Bali.  Bagi masyarakat Hindu Bali, Barong bukanlah
sekedar kesenian tradisional. Sejak dulu hingga kini, mereka menjadikan Barong sebagai
simbol kebaikan yang diyakini memiliki kekuatan magic.  Begitu kuatnya kepercayaan
masyarakat Hindu Bali terhadap kekuatan Barong, mereka menjadikan Barong sebagai benda
sakral yang sangat disucikan.
Pada sisi yang lain disamping barong sebagai hasil karya seni rupa seperti
tersebut di atas juga berfungsi sebagai sarana seni drama tari dalam bentuk tontonan. Cukup
penting peranannya dalam suatu pagelaran, terutama saat mempertunjukkan tema cerita yang
mengandung makna “dharma” dan “adharma”. Diantara seperti pertentangan antara
kebajikan dan kebatilan, sifat-sifat baik dan buruk dan sebagainya.
Pada babak pertama tampil dua penari mengikuti jejak para pengikut Dewi Kunti
yang akan minta bantuan menuju tempat kediaman patihnya. Pada babak kedua para pengikut
Dewi Kunti tiba ditempat yang ditujuannya. Tiada lama berselang salah seorang pengikut
Rangda berganti rupa menjadi setan. Lalu memasukkan pengaruh kekuatan magic bersifat
jahat dalam pikiran para pengikut Dewi Kunti, sehingga menjadi garang dan keras kepala.
Kedua petugas itu setelah menemui “Patih” selanjutnya bersama-sama menghadap Dewi
Kunti. Dalam babak ketiga, muncullah Dewi Kunti diiringi anaknya Sahadewa. Pada
kesempatan itu Dewi Kunti telah berjanji dengan Durgha akan menyerahkan Sahadewa untuk
dijadikan kurban. Sesungguhnya Dewi Kunti tidak sampai hati menyerahkan putranya tetapi
karena kesurupan roh jahat, pendiriannya menjadi berubah lalu mengambil keputusan
berdasarkan emosi membara. Patihnya diperintahkan agar mengantar Sahadewa ke kuburan.
Sahadewa diikat dengan tali pada pokok pohon kayu besar. Sahadewa bersikap pasrah sambil
meratap dengan kesedihan terhadap Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Pada babak
ke empat, Dewa Siwa turun lalu menganugerahkan suatu kekuatan yang luar biasa
dahsyatnya kepada Sahadewa. Seketika itu pula Sahadewa menjadi kebal dan sakti.
Kehadiran Durgha pada kesempatan ini yang sedianya memakan dan menganiaya Sahadewa
tetapi tidak mampu, Durgha berupa Rangda, menyadari bahwa dia telah kalah, akhirnya
memohon kepada Sahadewa agar mau “meruwat” Durgha agar seketika bisa kembali ke
sorga. Babak terakhir, pengikut Durgha pun yang bernama Kalika meminta agar dirinya
“diruwat” juga oleh Sahadewa. Sahadewa menolaknya. Timbullah perkelahian dahsyat.
Kalika berubah menjadi babi-hutan lalu kalah, berubah lagi menjadi burung Garuda, kalah
juga, dan terakhir berubah lagi menjadi Rarung (Rangda Barak) dengan kesaktian yang
menyamai Durgha, Sahadewa menunjukkan kekuatannya yang dianugrahi oleh Dewa Siwa
dengan berubah pula menjadi Barong. Oleh karena sama saktinya, pertarungan antara Barong
melawan Rangda tidak ada yang kalah atau menang. Pertarungan tersebut memiliki sifat
abadi antara kebajikan melawan kebatilan yang disertai dengan para pengikut Barong
masing-masing membawa keris. Mereka hendak menolak kekuatan Rangda, namun tidak
mampu.
Itu berarti bahwa pertarungan antara kebajikan melawan kebatilan, sesungguhnya
tidak hanya terdapat di alam semesta atau masyarakat luas melainkan juga terdapat pada diri
setiap orang atau individu. Dipertandai dengan “ngunying” yaitu menusuk-nusuk diri
dengan keris.
Ajaran Agama Hindu yang mengandung unsur-unsur ritual seperti contoh di atas,
emosional dan sistem kepercayaan serta adanya unsur-unsur rasional yang amat angker,
merupakan sarana dan media untuk mereaksikan dan menyampaikan ajaran-ajaran agama
yang dapat memperkuat keyakinan. Seperti halnya bentuk-bentuk kesenian Bali yang lainnya,
pertunjukan barong merupakaan bagian penting pula dari kehidupan masyarakat Bali. Dalam
kehidupan beragama, sistem kepercayaan, organisasi sosial, pelestarian lingkungan, dalam
bidang arsitektur dan sebagainya pertunjukan barong mendapat tempat atau merupakan
bagian yang cukup menonjol di antara kesenian-kesenian lainnya.
Pertunjukkan Barong ini di sebut sakral karena barong ini bersifat
magic.Dikatakan magic karena misalkan jika pertunjukkan ini akan di mulai maka akan
dilakukan semacam ritual-ritual (pembacaan mantra-mantra suci dalam agama hindu) sebagai
tanda pengusiran roh-roh jahat supaya tidak mengganggu jalannya pertunjukkan tarian
barong tersebut. Di sini ritual adalah didefinisikan tindakan tepat (termasuk pidato) yang
digunakan untuk bekerja sihir.
Sedangkan Orang yang melihat dan menyaksikan jalannya pertunjukkan barong
itu pun belum tentu percaya dengan ritual-ritual semacam itu.Tetapi keadaan dan suatu hal
yang di lihatnya itu secara tidak sadar memaksa para penonton untuk percaya kepada ritual-
ritual pengusiran roh-roh jahat pengganggu jalannya pertunjukkan yang sedang mereka lihat.
Dalam penyembahan para dewa ini, sistem mantra-mantra, sihir juga memainkan
bagian penting dalam berurusan dengan berbagai kekuatan roh. Salah satu sistem tersebut
adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk mendapatkan bantuan dari dewa Batara
Kala dalam ribuan situasi pribadi.Orang juga memanggil roh terhitung banyaknya yang
meliputi orang-orang meninggal serta tempat roh-roh dari berbagai jenis. Banyak kuburan,
pohon, gunung dan tempat-tempat sejenis lainnya adalah suci kepada masyarakat. Di tempat
ini orang dapat meminta kekuatan supernatural untuk memulihkan kesehatan, peningkatan
kekayaan, atau meningkatkan hidup seseorang dalam beberapa cara.
Cara-cara itu meliputi : Bersaji, berkorban, berdoa, memakan makanan yang telah
di sucikan dengan doa secara bersama-sama,menari tarian suci,menyanyi nyanyian suci,
berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa,mengaburkan pikiran dengan makan obat
bius sampai kerasukan (mabuk), bertapa, bersemedi, dan lain sebagainya.Misalkan saja
upacara untuk kesuburan tanah.
Mereka merupakan fokus utama dari mitos dan ritual dalam upacara-upacara
siklus hidup Sunda. Ini upacara dari hukum adat dan tradisi selalu berorientasi terutama di
sekitar pemujaan Dewi Sri. Pada awalnya mereka membawa sesaji berupa bermacam-macam
makanaan.Kemudian mereka berbondong-bondong pergi ke sawah untuk melakukan
beberapa ritual-ritual di antaranya adalah pembacaan mantra-mantra sebagai tanda
pemanggilan dewi sri untuk meminta kesuburan tanah dan hasil tanaman yang bagus.Setelah
mereka menganggap bahwa doa-doanya telah di perdengarkan oleh dewi sri maka
selanjutnya mereka secara serempak menyantap atau memakan makanan yang bermacam-
macam itu.
Tidak begitu besar seperti Dewi Sri tetapi juga kekuatannya sangatlah penting
adalah Ratu Nyi Loro Kidul. Dia adalah ratu laut selatan dan merupakan pelindung para
nelayan. Sepanjang pantai selatan Jawa, orang takut dan selalu memuja Nyi tersebut. Cara
mereka dalam menghormati Ratu Nyi Loro Kidul juga sama dengan menyiapkan beberapa
sesaji yang berbentuk macam-macam makanan dan membacakan mantra-mantra yang
mereka yakini itu adalah cara untuk berkomunikasi dengan Ratu pantai selatan tersebut.
Jadi pada kesimpulannya bahwa seni, agama, dan magic sama-sama menjadi
psichological needs of human being itu memang benar adanya menurut saya.Karena di antara
ketiga-tiganya saling berhubungan atau ada saling keterkaitan satu sama lain.Bahwasanya
seni, agama, dan magic itu berasal dari psikologis atau pemikiran manusia itu sendiri menurut
kreasi dan kepercayaannya masing-masing.Tuhan menciptakan otak dengan kapasitas yang
berbeda-beda dengan tujuan untuk selalu di gunakan dalam sesuatu hal yang positif. Manusia
di beri akal pikiran oleh Tuhan untuk selalu berpikir,untuk manusia di tuntut untuk selalu
berkreasi dan menciptakan suatu hal yang baru begitu juga dengan “seni”.Dan juga agama
yang memiliki suatu kepercayaan yang sangat kuat terhadap sesuatu itu pun bisa di
kembangkan dengan pemikiran manusia itu sendiri.Misalnya dalam hal magic.Di sini
manusia dituntut untuk percaya atau tidak dengan kekuatan magic yang ada pada suatu
kebudayaan ataupun dalam agama,dalam suatu benda hingga kita mengenaal adanya
animisme, dinamisme, dan toteisme.
SOAL :
3. Masyarakat selalu dilengkapi dengan tatanan nilai bride-price, bride service dan
bride-exchange yang berbeda antara satu dengan yang lain. Dalam masyarakat Jawa
nilai nominal bride-price dipandang sebagai simbol yang memiliki implikasi yang
berbeda dengan masyarakat lain.Jelaskan pendapat Saudara dalam bentuk essay 5
halaman dengan merujuk pada suatu contoh!
JAWABAN :
Perlu diketahui bahwa kebudayaan jawa adalah kebudayaan yang kental dengan
adat istiadat dan sopan santun.Masyarakat jawa dalam melakukan sesuatu cenderung
berpedoman pada suatu istilah yaitu sebuah “Tradisi”.Tidak heran bahwasanya dalam
mengambil suatu keputusan masyarakat jawa selalu mengkait-kaitkan dengan hal tersebut.
Yang di maksud bride-price (Mas Kawin) adalah pembayaran pada waktu
perkawinan di lakukan oleh suami atau kerabatnya kepada kerabat mempelai perempuan
yang khas adalah bahwa pembayaran itu merupakan merupakan imbangan dari pemberian
hak atas seksualitas istrinya, tenaga kerjanya,kediamannya, kesuburannya, dan
sebagainya.Atau lebih singkatnya adalah sejumlah harta yang diberikan oleh pemuda kepada
gadis,dan kaum kerabat gadis.Ada 3 (tiga) kemungkinan soal pembayaran mas kawin :
1. Mas kawin diberikan kepada kaum kerabat gadis dengan atau tidak dengan di
terangkan lebih lanjut siapakah diantara kaum keluarga si gadis yang menjadi orang penerima
mas kawinnya. 2. Mas kawin untuk diberikan kepada gadis,dan sebagian kepada kaum
kerabatsi gadis. 3. Mas kawin di berikan kepada si gadis sendiri.
Dalam Islam antara lain disyaratkan adanya mahar atau mas kawin dalam
pernikahan. Tujuannya adalah sebagai simbol dan wujud terima kasih calon mempelai pria
kepada keluarga maupun mempelai wanita sendiri atas kesediaannya menikah. Mas kawin
lazimnya diukur berdasarkan nilai materi dalam bentuk sejumlah uang atau harta benda.
Pihak calon mempelai wanita lah yang menentukan besaran mas kawin yang diinginkan.
Ajaran Islam misalnya menganjurkan agar calon mempelai wanita menetapkan nilai mas
kawin yang dirasa tidak memberatkan calon mempelai pria. Tapi di zaman modern sekarang,
tidak jarang kedua calon mempelai sudah sepakat akan nilai mas kawin tertentu yang
mungkin bersifat simbolis atau unik.
Dalam Islam sebenarnya tidak pernah menganjurkan mas kawin yang berupa alat
sholat atau quran. Tetapi barangkali dapat dimaklumi bahwa alat sholat atau quran
merupakan makna simbolis akan keluarga yang teguh kukuh berpegang pada ajaran Islam
dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang tidak pernah mudah dilalui.
Yang biasa digunakan sebagai mas kawin antara lain:
 Cincin kawin atau perhiasan dari logam mulia
 Sejumlah uang tunai dengan nilai tertentu, misalnya melambangkan tanggal
pernikahan seperti (11/Sept/2001) dengan nilai Rp 11.112.001. Jika nilai nominalnya
dianggap terlalu besar, maka nilai dapat dikurangi semisal dengan nilai Rp 111.101

Jawa berbicara berlogad kompleks yang memperkenalkan status sosial. Secara


umum logad ini dibagi menjadi dua tingkat yang "ngoko" logad yang diucapkan di antara
teman atau orang yang di bawah usia kita, dan "Krama" logad yang diucapkan di antara
mereka yang tidak dikenal satu sama lain dan bagi mereka yang status sosial dianggap lebih
tinggi.
Perkawinan atau sering pula disebut dengan pernikahan merupakan salah satu
peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memaknai
peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang sangat rumit.
Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan. Tahapan-tahapan
tersebut adalah diantaranya sebagai berikut:
1.Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang pera tara. Perantara ini
merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon
pengantin wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari dekat.
Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita bersama calon pengantin
pria. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung meskipun hanya sekilas.
2.Nglamar
Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan menanyakan beberapa
hal pribadi seperti sudah adakah calon bagi calon mempelai wanita. Bila belum ada calon,
maka utusan dari calon pengantin pria memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin pria
berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon pengantin wanita diajak bertemu dengan calon
pengantin pria untuk ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Bila calon pengantin wanita
setuju, maka perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya.Langkah selanjutnya yaitu
musyawarah atau dalam bahasa jawa biasa di kenal dengan “rembukan” untuk menentukan
istilahnya “peningset”.Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita
sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria.Peningset ini biasanya berupa
pakaian dari ujung rambut sampai ujung kaki.Misalnya : kerudung,pakaian,sandal,dan lain
sebagainya.Dan juga kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.Misalkan : Gula dan kopi.
Dan mengenai jawaban atas lamaran adalah Lamaran yang telah disampaikan
oleh pihak cowok boleh langsung ditanggapi pada saat itu juga sebagai jawaban resmi dari
pihak cewek. Bisa juga jawaban dari pihak cewek disampaikan dengan jeda beberapa hari.
Tidak ada yang tabu dalam hal ini. Jika pihak cewek tidak berkeinginan memberikan jawaban
langsung seketika, maka acara lamaran pun lebih singkat dan tidak jauh dari ramah tamah,
silaturahmi antara dua keluarga.
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan
hari pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan weton
(hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar
pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota
keluarga.
Hari-hari yang di hindari misalnya :
 Bulan Suro atau Muharram menurut penanggalan Islam/Jawa, adalah bulan yang
dihindari untuk melangsungkan acara hajatan seperti pernikahan. Bagi yang percaya,
acara pernikahan pada bulan Suro dianggap membawa bencana. Secara ilmiah, hal ini
juga bisa dimengerti apabila bulan Suro bertepatan dengan musim penghujan yang
riskan akan banjir, badai, dan semacamnya.
 Perhitungan tanggal/hari lahir calon mempelai menurut kalender Jawa. Kombinasi
dari hari kelahiran bagi kaum tua Jawa tidak bisa dianggap remeh agar memberikan
berkah dan kebahagiaan bagi kedua mempelai. Apalagi jika perhitungan kalender
Jawa ini menunjukkan tentang bencana, kematian, penyakit, maka lebih baik
dihindari. Bukan dalam rangka untuk percaya pada syirik, tetapi lebih dalam hal
penghormatan dari kaum muda kepada kaum tua.
 Pihak cowok menuntut tanggal yang tidak disukai oleh keluarga pihak cewek.
Sedangkan hari-hari yang dianjurkan misalkan :
 Bulan Syawal atau lebaran dianggap membawa banyak berkah. Di samping membawa
manfaat bahwa kebanyakan keluarga Indonesia akan menikmati libur lebaran karena
banyak anggota keluarga yang tidak berhalangan hadir.
 Pihak cewek memiliki porsi besar untuk menentukan keputusan tanggal pernikahan,
karena adat Indonesia kebanyakan menempatkan acara pernikahan di
kediaman/hajatan pihak cewek.
Setelah semua sudah disepakati maka pasangan yang akan menikah tadi hanya
tinggal menunggu hari H untuk melaksanakan akad nikah dengan baik.Dalam adat
pernikahan jawapun terdapat bermacam-macam upacara untuk memperlancar jalannya
proses pernikahan yang di laksanakan tersebut.
3.PasangTarub

Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah
selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun
kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat
sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa
penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga
tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang raja yang sedang
berbuah, yang dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan
dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan
keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud untuk
mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang
merupakan simbol keagungan.
4.Midodareni
Rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman. Upacara
siraman dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa
sehingga nampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku
siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang
kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Setelah siraman, calon pengantin membasuh
wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi
langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata-kata: "cahayanya sekarang sudah
pecah seperti bulan purnama". Setelah itu, calon penganten langsung dibopong oleh ayahnya
ke tempat ganti pakaian.
5.Akad Nikah
Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah dilakukan
sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh orang tua atau keluarga-keluarga yang
lebih tua dari kedua calon penganten dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah
dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama.
6.Panggih
Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembang mayang yang merupakan
sarana dari rangkaian panggih. Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan suruh, ngidak
endhog, dan mijiki (mengusap atau membersihkannya).
7.Balangan suruh
Upacara balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian.
Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut
gondhang kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur.
Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala goda akan hilang dan
menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal dibuat dari daun sirih yang
ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang
putih/lawe. Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu
dalam cipta, karsa, dan karya.

8.Ngidak endhok
Upacara ngidak endhog diawali oleh juru paes, yaitu orang yang bertugas untuk
merias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil telur dari dalam
bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin pria yang kemudian pengantin pria diminta
untuk menginjak telur tersebut. Ngidak endhog mempunyai makna secara seksual, bahwa
kedua pengantin sudah pecah pamornya.
9.Sungkeman
Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin
duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua
pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu
simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.
10. Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin
saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual,
saling memberi dan menerima.

Sistem Kekerabatan di Jawa dilarang menikah antara kakak dan adik,


keponakan, dan anak-anak di antara saudara-saudara dekatnya apalagi saudara kandung dan
menikahi wanita yang lebih tua.Semua itu kerap sekali terdengar dalam sistem kebudayaan
jawa.Budaya jawa pada dasarnya kerap sekali dengan tatanan sopan santunnya atau pantas
tidak pantasnya dalam berbuat dan bertingkah laku.
Tanah Jawa adalah yang paling padat penduduknya di Indonesia. Banyak kota-
kota besar masih berkembang seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Blitar, dan
Malang. Sementara puluhan menengah ke kota-kota kecil masih berat dengan populasi. Jadi
kesejahteraan rakyat masih merupakan karya besar yang luar biasa.
Beberapa orang bekerja di kantor-kantor pemerintah, perusahaan swasta,
perdagangan dan khususnya di dekat pantai sebagai nelayan Pribadi kepemilikan tanah di
Jawa adalah sama dengan daerah lain di Indonesia. Kepemilikan diturunkan dari generasi ke
generasi, dibagi di antara ahli waris. Itulah sebabnya di Jawa sebagian besar keluarga
memiliki tanah kecil untuk pertanian.
Koentjaraningrat menguraikan bahwa menurut pandangan orang Jawa sendiri,
kebudayaannya tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen. Keanekaragaman regional
kebudayaan Jawa tampak pada unsur-unsur adat upacara, kesenian, kehidupan beragama dan
lain-lain. Ada kebudayaan Jawa yang berakar di keraton, di pedesaan dengan budaya
masyarakat petani, di kota-kota pantai utara pulau Jawa berkembang kebudayaan pesisir, di
daerah Jawa Timur kebudayaan Jawa diwarnai dengan kebudayaan Madura.
Dalam budaya jawa terutama soal mas kawin,orang jawa cenderung akan
melihat mahar atau mas kawinnya terlebih dahulu jikalau ingin menikahkan anak
gadisnya.Misalkan kejadian pada contoh di bawah ini :
Dalam sebuah keluarga yang anak gadisnya ingin di pinang oleh seorang laki-
laki.Biasanya hal pertama yang ditanyakan jikalau seorang laki-laki itu datang untuk
berhadapan langsung dengan orang tua si gadis adalah mengenai pekerjaan.Apakah pekerjaan
dan penghasilan laki-laki itu kelak mencukupi kebutuhannya dan anak gadisnya ataukah
tidak.Orang jawa kerap sekali selalu menanyakan tentang materi terlebih dahulu. Menurut
yang saya lihat orang jawa melakukan semua itu karena mempunyai sebuah tujuan yaitu
ingin melihat anak gadisnya bahagia,sejahtera tanpa kurang suatu apapun.Dan selanjutnya
yang di tanyakan adalah masalah cinta,apakah laki-laki tersebut benar-benar mencintai anak
gadisnya atau tidak dan tidak akan menyakitinya.Selain itu orang tua juga akan melihat
tingkah laku laki-laki tersebut apakah tinkah laku laki-laki tersebut sopan atau tidak.
Itulah sebuah contoh kenapa mas kawin dalam masyarakat jawa memiliki
implikasi yang berbeda di bandingkan masyarakat lain pada umumnya.Di samping itu
masyarakat jawa juga selalu berpikir panjang jikalau akan mengambil suatu keputusan
istilahnya dalam bahasa jawa itu adalah “Tidak grusa-grusu”.
Seperti yang kita ketahui bahwa Tujuan hidup orang Jawa yang utama adalah bisa
hidup tenteram dan damai. Cita-cita atau idaman hidup tersebut bukan saja terbatas di
lingkungan masyarakat Jawa, tetapi sedapat mungkin dikembangkan bagi kesejahteraan lahir
batin seluruh manusia di dunia.Ungkapan Jawa “Memayu Hayuning Bawana” merupakan
cita-cita kedamaian bagi seluruh manusia di muka bumi. Dalam hubungan bisnis pun nilai
kerukunan lebih diutamakan daripada keuntungan material. Ungkapan Jawa “Tuna sathak
bathi sanak” mengandung nilai persaudaraan diatas nilai material.Untuk itulah kenapa
masyarakat jawa selalu menilai segala sesuatu dari materi terlebih dahulu.

You might also like