You are on page 1of 2

BAB II

KAJIAN TEORI

Bioma savana adalah merupakan salah satu ekosistem di bumi ini


yang paling luas, yang menempati daerah yang besar di benua Afrika,
Amerika Selatan dan Australia. Savana adalah suatu ekosistem yang secara
struktur sangat kompleks, dengan pohon–pohon yang mnyebar, kano[pi
terbuka dan bercampur dengan padang rumput. Savana-savnna terjadi di
kawasan tropis maupun kawasan subtropis di mana temperature– temperature
berciri khusus panas yaitu panas sepanjang tahun serta hujan terjadi secara
musimam. Kenyataan bahwa tidak adanya pohon di bioma padang rumput
tidak dapat dijelaskan dengan hipotesis kebakaran, ditunjukkan olah kejadian
yang teratur dari kebakaran di savana–savana.
Rumput yang menutupi savana cenderung lebih terbuka,
bagaimanapun juga yang kemungkinkan pembukan yang terjadi sekali–kali
untuk pembibitan pohon. Di bioma savana seperti di padang pasir, curah hujan
musiman merupakan faktor pengontrol utama. Presipitasi tahunan rata –rata
dalam bioma savana antara 50 – 150 cm dan turun secara musiman. Pola
cuaca ini terjadi pada 5° - 20° Lintang Utara dan 5° - 20° Lintang Selatan,
dimana isolasi yang bervariasi pada relief bumi menimbulkan musim hujan
yang berat yang berganti–ganti dengan musim kering. Mengarah ke curah
hujan yang lebih rendah, savana berubah menjadi ekosistem semak
selanjutnya mengarah ke belukar padang pasir. Mengarah ke curah hujan yang
lebih tinggi, bioma savana berubah menjadi hutan–hutan desiduosa dan hutan
hujan tropis.

Parameter kuantitatif
Kekerapan menyangkut keseragaman terdapatnya individu suatu
spesies di dalam suatu daerah. Kekerapan diukur dengan mencatat ada atau
tiadak adanya suatu spesies dalam daerah contoh (luas) yang secara idealnya
tersebar secara acak di seluruh daerah yang dikaji. Karenanya kekerapan
dinyatakan sebagai persentase dari seluruh daerah contoh atau luas yang
dipakai yang di dalamnya terdapat spesies tertentu. Jika misalnya suatu spesies
ditemukan dalam 15 dari 30 contoh maka kekerapannya adalah 50%.
Sebagian besar spesies cenderung mempunyai sebaran yang tidak acak.
Untuk menguji kebenaran sifat sebaran gabungan dari semua spesies yang ada
dalam suatu komunitas, maka Raunkiaer mengelompokkan spesies ke dalam
lima kelas kekerapan:
A, 1-20% B, 21-40% C, 41-60% D, 61-80% E, 81-100%. Penerapan
perumpunan yang demikian pada berbagai komunitas menunjukkan bahwa
sebaran yang normal dari persentase kerapatan yang diturunkan dari
perumpunan seperti itu dinyatakan dalam perbandingan kelas A, > B, > C, ≥
D, dan < E. Ini dinamakan nisbah Raunkiaer. Terjadinya nisbah in terutama
disebabkan kenyataan bahwa sejumlah besar spesies yang kurang lazim
terpencar secara luas (kelas A) bila dibandingkan dengan kelas kekerapan
lainnya. dan bahwa sejumlah yang cukup besar spesies lazim sedikit banyak
tersebar secara lebih merata (kelas E). Kelas E inilah yang terdapat paling
mencolok. nisbah itu berguna untuk menentukan keseragaman komunitas atau
sebaliknya ketaksergaman komunitas di lapangan. corak yang penting adalah
bahwa kelas E harus lebih besar

You might also like