You are on page 1of 11

Glomerulonefritis Akut

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
2005

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya, tidak jelas akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopologi tertentu pada glomerolus. Di Amerika Serikat Glomerulonefritis
merupakan penyebab terbanyak penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama
sebagai penyebab PGTA dan meliputi 55% penderita yang mengalami
hemodialisis. (Soeparman, 1990)
Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk
yang merata dan bentuk yang fokal. Pada bentuk yang merata perubahan
tampak pada semua lobulus daripada semua glomerulus, sedangkan pada
bentuk fokal hanya sebagian glomerulus yang terkena, dari pada glomerulus
yang terkena itu hanya tampak kelainan setempat (hanya satu atau beberapa
lobulus yang terkena).
Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat
perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi
Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul
mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, GFR menurun, insuffisiensi ginjal.
(Enday, 1997)

Identifikasi Masalah
Bagaimana mengidentifikasi secara dini glomerulonefritis akut dari
gambaran klinik, dan histopatologinya.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembahasan ini adalah untuk mengenal lebih dalam
glomerulonefritis akut dengan diagnosis dini, gambaran klinis, gambaran
histopatologi dan terapinya.
Tujuan dari pembahasan ini adalah agar tenaga medis dapat menangani
penyakit Glomerulonefritis Akut dengan lebih tepat dan memberi pengetahuan
kepada masyarakat untuk dapat mencegah dan mengurangi terjadinya
komplikasi.

Metode Penulisan
Makalah ini merupakan studi literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Istilah Glomerulonefritis Akut digunakan untuk menunjukkan gambaran
klinis akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan akut
glomerulus pasca infeksi streptokok.
Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria,
hematuria, silinder, eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri, bendungan
sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus
(parenkhim) baik primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut
(SNA).
Etiologi sindrom nefritik akut sangat banyak dan pasca infeksi steptokok
merupakan salah satu diantaranya yang sangat penting. (Enday, 1997)
Insidensi
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Pria lebih sering terkena daripada wanita. (Agustian dr, 2003)

Epidemiologi
Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling
sering pada anak-anak usia sekolah. (Agustian dr, 2003)
Etiologi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas, misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang juga
dapat berhubungan ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler
dan bahkan infeksi kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik
golongan A, dan paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat
ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake (49).
Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis
dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya
antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat
dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari
infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21 hari. (Prico, 1998)

Patogenesis dan Patofisiologi


Patogenesis
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis
dari kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang
peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut
pasca streptokok merupakan salah satu contoh dari penyakit komplek imun.
Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi
dengan antigen-antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan
komplemen untuk membentuk circulating immunne complexes. Untuk
pembentukkan circulating immunne complexes ini diperlukan antigen dan
antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau
antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen),
bukan berasal dari glomerulus seperti pada penyakit anti GBM, tetapi bersifat
heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks imune yang beredar dalam
darah dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat menempel/melekat pada
kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi
sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi. (Untuk
sistematisnya dapat dilihat pada skema)
Kompleks imun pada glomerulus
Aktivasi sistem komplemen
Aktivasi kaskade koagulasi
Pengikatan monosit polimorf
Kerusakan glomerulus
Agregasi trombosit
Fibrin
Kinin
Sindrom klinis

Gambar 1. Patogenesa mekanisme complex imun Glomerulo Nefritis Akut


Pasca Streptokok (Enday, 1997)
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bentuk Glomerulonefritis akut
pasca-streptokok mempunyai prognosis pada lebih baik daripada bentuk non-
streptokok, dan prognosis pada anak lebih baik daripada orang dewasa.
Pada anak lebih kurang 90% atau lebih akan menyembuh. Gejala klinik
menghilang dalam beberapa minggu, namun hematuria mikroskopik, cylindruria
dan proteinuria ringan dapat tetap ada selama lebih kurang 1 tahun.
Patofisiologi
Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap
protein dan sel-sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.
Oedem
Mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
oedem pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan
histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium,
oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan
penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan
garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi
plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan
akhirnya terjadi oedem.
Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks. LEDINGHAM (1971)
mengemukakan hipotesis mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut:
Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis
hipertensi ringan dan sedang.
Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat
menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan drastis nefrektomi.
Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin.
Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.
Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik
akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan dalam kepustakaan antara lain:
Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah umum dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan
pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisial dan menjadi oedem.
Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi
yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada
semua lead baik standar maupun precardial. Perubahan-perubahan
gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin berhubungan dengan
miokarditis.
Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan
cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan
patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air.

Morfologi
Makroskopik
Ginjal pada Glomerulonefritis akut membesar simetrik, sampai tegang dan
mudah dikupas, permukaan licin, merah tengguli. Kadang-kadang tampak titik-
titik hemoragik fokal. Pada penampang, kortex tampak sembab dan melebar;
kortex dan medula berbatas jelas.
Glomerlurus dapat terlihat sebagai titik-titik putih kelabu, kadang-kadang
terdapat daerah-daerah merah fokal. Piramida-piramida dan pelvis kongestif
atau normal.
Mikroskopik
Tampak hampir semua glomerulus terkena. Glomerulus tampak
membesar dan hiperseluler. Karena itu disebut juga glomerulonephritis acuta
proliferativa. Belum ada kesepakatan mengenai jenis sel yang berproliferasi,
kemungkinan ialah endotelial, mesangial atau sebukan sel monokleus. Sebukan
lekosit polimorfonukleus mungkin ada. Akibat proliferasi sel, lumen kapiler-
kaliper tersumbat, dan glomelurus seolah-olah menjadi avaskuler dan tidak
mengandung darah. Kadang-kadang dapat pula ditemukan trombus dalam
kapiler-kaliper. Sekali-kali tampak nekrosis fibrinoid dinding kapiler. Dalam
ruang Bowman kadang-kadang dapat ditemukan banyak eritrosit. Selain
eritrosit, ruang Bowman berisi endapan protein dan lekosit. Proliferasi sel epitel
mungkin juga ada, tetapi hanya ringan, kadang-kadang dengan pembentukkan
bulan sabit (crescent) dan mungkin terjadi perlekatan antara gelung glomerulus
dan simpai Bowman. Membrana basalis kapiler dapat menunjukkan penebalan
fokal.
Tubulus menunjukkan vakuolisasi lipoid dan pembentukkan “hyaline-
droplet” dalam sel epitel dan dilatasi tubulus proximalis. Dalam tubulus dapat
ditemukan berbagai torak (cast). Pada bentuk necrotik dan hemoragik
ditemukan torak eritrosit yang berdegenerasi dalam tubulus distalis.
Interstisium bersebukan lekosit polimorfonukleus atau sel mononukleus dan
menunjukkan edema setempat. Pembuluh darah arteri dan arteriol tidak
menunjukkan kelainan jelas.

Gejala Klinis
Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat bervariasi,
dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala
berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau ensefalopati
hipertensi.
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal
dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan
gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang
besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering
merupakan gambaran klinis pertama.
Infeksi Streptokok
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit
(impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi
glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi
saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah,
sekitar 5-10%.
Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri
khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang
disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua
pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi
saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.
Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk pada pasien dewasa.
Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua
pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi
setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi.
Hipertensi berat dengan atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira
5-10% dari semua pasien.
Oedem dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila
perjalanan penyakit berat dan progresif, oedem ini akan menetap atau
persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura.

Terapi
Istirahat total 3–4 minggu
Diet rendah protein
Pengobatan simptomatis
Diet rendah garam <>
Diuretik kuat: Furosemid 40 – 80 mg
Anti hipertensi
Drug of Choice: golongan vasodilator prozasin HCL dosis 3 x 1-2 mg/hari
Antibiotika
Penisilin : 2 x 600.000 unit, 50.000 unit /kg BB (7 – 10 hari)
Dan dilanjutkan per oral 2 x 200.000 IU selama fase konvalesen.
Gangguan koagulasi
Pasien berat: (RPGN) heparin 28.000 Unit/hari

Prognosis
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai
prognosis baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian
kurang dari 1%. Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-
90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%,
dan menjadi kronis 5-10%.
Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung
beberapa minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan
konsentrasi circulating fibrinogen-fibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi
Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Glomerulonetritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang bersifat akut spesifik, sembuh sendiri.
Timbul akibat susulan dari infeksi faring atau kulit oleh strain nefritogenik
streptococcus haemoliticus grup A tipe 12, 4, 16. 25 dan 49.
Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat
perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi
Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul
mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, LFG menurun, insuffisiensi ginjal.
Prognosa GNA pasca streptokokus pada anak 99% sembuh dengan
sempurna.
Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat membantu tenaga medis
untuk dapat lebih menangani penyakit Glomerulo Nefritis Akut dengan lebih
tepat dan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat untuk dapat
mencegah dan mengurangi terjadinya komplikasi.
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN...................................................................................... iii
ABSTRAK.............................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR........................................................................................... v
DAFTAR ISI.........................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah................................................................... 1

1.3 Maksud dan Tujuan................................................................... 2

1.4 Metode Penulisan....................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3

2.1 Pendahuluan............................................................................... 3

2.2 Insidensi...................................................................................... 3

2.3 Epidemiologi............................................................................... 3

2.4 Etiologi......................................................................................... 3

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi..................................................... 4

2.5.1
Patogenesis......................................................................
.. 4
2.5.2
Patofisiologi......................................................................
.6
2.6
Histopatologi............................................................................
... 7
2.6.1 Makroskopik......................................................................
7

2.6.2 Mikroskopik.......................................................................
8

2.7 Gejala
Klinis................................................................................ 9
2.8 Terapi........................................................................................
11
2.9 Prognosis...................................................................................
11

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN GAMBAR

DAFTAR PUSTAKA

Agustian. 2003. Ginjal. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah Sakit Immanuel Bandung.
hal. 367-371.

Enday Sukandar. 1997. Nefrologi Klinik. Edisi II. Bandung. ITB. hal. 145-162.

Prico SA. & Wilson LM. 1995. Patologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 827-829.

Soeparman & Sarwono Wapadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. hal. 274-280.

You might also like