You are on page 1of 10

BAB

SUMBERDAYA AIR 4
Foto: Direktorat Pengairan dan Irigasi, Bappenas dan PJT Jawa Barat

No Water
No Civilization

Air adalah peradaban dan tanpa air kehidupan akan musnah. Dapatkah peradaban dan eksistensi suatu
bangsa musnah? Pelajarilah sejarah kemanusiaan dan memang benar suatu bangsa dapat musnah.
Perhatikanlah bahwa Tuhan lah yang mempunyai kerajaan. Dia berikan kerajaan kepada orang yang Dia
kehendaki dan Dia cabut kerajaan dari orang yang Dia kehendaki. Dia muliakan orang yang Dia kehendaki dan
Dia hinakan orang yang Dia kehendaki. Di tangan Dia lah segala kebajikan dan sesungguhnya Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Dia masukan malam ke dalam siang dan Dia masukan siang ke dalam malam. Dia
keluarkan yang hidup dari yang mati dan Dia keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Dia berikan rezeki siapa
yang Dia kehendaki tanpa batas. Perhatikan pula bahwa jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah
yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu? (Al Qur'an 3:26-27 dan 67:50).
Sumberdaya Air 65

4.1. PENDAHULUAN

A ir adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet


bumi ini. Dari air bermula kehidupan dan karena air peradaban
tumbuh dan berkembang. Logika sederhananya, tanpa air peradaban akan
surut dan bahkan kehidupan akan musnah karena planet bumi akan menjadi
sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar biasa panas, masif, dan
mengambang di alam raya menuju kemusnahan. Air menopang kehidupan
manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk
hidup di bumi. Karena itulah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia; artinya, setiap
manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap
pemakaian air.
Namun, inilah yang saat ini menjadi pokok masalah kita, umat manusia.
Air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin langka dan tidak ada
sumber penggantinya. Walaupun sekitar 70 persen permukaan bumi ditempati
oleh air, namun 97 persen darinya adalah air asin dan tidak dapat langsung
dikonsumsi manusia. Dari jumlah yang sedikit yang mungkin dapat
dimanfaatkan tersebut, manusia masih menghadapi permasalahan yang amat
mendasar. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial
ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian dunia mengalami
kelimpahan air yang luar biasa besar dibandingkan dengan bagian lain
sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya.
Pada musim kering, kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana yang
mengerikan di beberapa bagian dunia lainnya yang mengakibatkan terjadinya
bencana kelaparan dan kematian. Sungai Gangga di India, misalnya,
mengakumulasi debit sampai dua juta kaki kubik per detik pada musim hujan
dan menyusut sampai kurang dari 10.000 kaki kubik per detik di musim
kemarau. Beberapa bagian dunia seperti Afrika Utara dan Timur Tengah yang
mempunyai jumlah penduduk lebih dari lima persen penduduk dunia hanya
memiliki potensi sekitar kurang dari satu persen dari persediaan air segar dunia
1
dalam setahun .
Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah air segar
di planet bumi yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah
penduduk dunia yang terus bertambah menyebabkan konsumsi air segar
meningkat secara drastis, dan kerusakan lingkungan termasuk kerusakan
sumber daya air terjadi secara konsisten. Pemakaian air global meningkat lima
kali lipat pada abad yang lalu ketika penduduk dunia meningkat dari satu
1
Salman M.A. Salman. World Bank Technical Paper 524, 2002.
66 Infrastruktur Indonesia

setengah sampai enam miliar orang, dan ketersediaan air per kapita
diperkirakan akan menurun dengan sepertiganya pada beberapa dekade
mendatang ketika penduduk dunia mencapai hampir sembilan miliar orang di
tahun 2025. Peningkatan jumlah penduduk dunia ini tidak hanya akan
meningkatkan secara drastis konsumsi air segar dunia, akan tetapi juga
kebutuhan akan bahan pangan yang pada gilirannya juga membutuhkan lebih
banyak air untuk pertanian, industri, dan air bersih yang kesemuanya berujung
pada kebutuhan air yang lebih banyak lagi.
Planet bumi kita ini diperkirakan menyimpan sekitar 1.400 juta
kilometer kubik air, namun hanya 35 juta kilometer kubik di antaranya yang
tersedia dalam bentuk air segar (freshwater) yang dapat langsung dikonsumsi
manusia. Itupun, sebagian besar dari air segar tersebut tidak dapat diakses
langsung oleh manusia karena terperangkap dalam bentuk bongkahan dan
gunung-gunung es di kutub, glasier, dan air tanah sangat dalam. Air segar yang
langsung dapat dikonsumsi manusia adalah berupa air hujan yang tercipta dari
siklus hidrologi global yang jumlah rata-rata per tahunnya hanya sekitar
119.000 kilometer kubik, namun 74.000 kilometer kubik di antaranya
menguap kembali ke atmosfir. Sisa air hujan sebesar 45.000 kilometer kubik
mengalir ke danau-danau, waduk dan sungai-sungai, atau meresap kembali ke
tanah untuk menggantikan air tanah yang
hilang. Dengan demikian, tidak semua
sumber air sebanyak 45.000 kilometer
kubik dapat dikonsumsi oleh manusia oleh
karena sebagian air tersebut mengalir
selama musim hujan atau berupa banjir ke
sungai-sungai yang terpencil jauh di
pedalaman dan di pelosok hutan belantara.
Diperkirakan dalam setahun hanya sekitar
9.000 sampai 14.000 kilometer kubik saja
air segar yang akhirnya tersedia dan dapat
Sumber: Luke Saffigna, Adventure Associates
dikonsumsi oleh manusia, suatu jumlah
Gambar 4.1 yang sangat kecil (0,26-0,40 persen) apabila dibandingkan dengan potensi air
segar di bumi. Sementara itu penarikan (withdrawals) air segar dari alam
Glasier Perito Moreno,
Argentina diperkirakan mencapai 5.950 kilometer kubik setahun terdiri dari penggunaan
air segar oleh manusia sebanyak 3.600 kilometer kubik dan jumlah air segar
yang masih harus dipertahankan untuk kesinambungan ekologi sungai dan
konservasi ekosistem air yang mencapai sekitar 2.350 kilometer kubik per
tahun2.

2
FAO, 2002, Crops and Drops: making the best use of water for agriculture.
Sumberdaya Air 67

Dengan memperhitungkan pertumbuhan penduduk dunia dan


kebutuhan akan air yang mengiringinya, masa depan neraca air global,
ketersediaan infrastruktur dan pelayanan sumber daya air nampaknya akan
menjadi sangat timpang dan sensitif. Sementara itu, penyebaran penduduk dan
ketersediaan sumber daya air segar yang tidak merata di permukaan bumi
Mata air Umbulan,
menambah intensitas permasalahan kelangkaan air. Amerika dan Australia, Jawa Timur
misalnya, mempunyai potensi air segar per kapita 100 kali lebih besar dari Gambar 4.2
Ethiopia. Di Eropah dan Amerika Utara, 70
persen dari potensi sumber daya air telah
dimanfaatkan untuk membangun
pembangkit listrik tenaga air (PLTA),
sementara di Asia hanya 30 persen. Di Afrika
hanya menggunakan sekitar tiga persen dari
potensi air yang dapat diperbaruinya, hanya
sekitar enam persen dari lahannya yang
beririgasi, dan hanya lima persen dari potensi
airnya yang dibangun untuk PLTA.
Sementara itu 15 persen dari penduduk
Amerika Latin dan Karibia, 20 persen dari
penduduk Asia, dan 40 persen dari Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi, Bappenas
penduduk Afrika tidak mempunyai akses terhadap air bersih dan sanitasi yang
sehat3. Disparitas air dan penduduk dunia tersebut telah menyebabkan
beberapa negara dan bagian dunia telah berada dalam kondisi krisis air yang
mendalam diiringi dengan meningkatnya kompetisi dan konflik untuk
memperebutkan sumber-sumber air.
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025
akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10
negara kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat
dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang
tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat
besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan
yang tidak memadai. Ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.000 meter
kubik per kapita per tahun --masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000
meter kubik per kapita per tahun-- namun jika ditinjau ketersediaannya per
pulau akan sangat lain dan bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh
persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat setengah

3
J. Winpenny : Financing Water For All, World Water Council, March 2003
68 Infrastruktur Indonesia

persen dari total potensi air tawar nasional, namun


pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen total penduduk
Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan
air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per
kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1.750 meter
kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar
kecukupan yaitu 2000 meter kubik per kapita per tahun.
Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020
diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik
per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut
maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan
Sumber : PJT II, Jawa Barat pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena
daya dukung sumberdaya air yang telah terlampaui. Potensi
Gambar 4.3 krisis air ini juga terjadi di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan4.
Hulu Sungai Citarum Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang
di Jawa Barat
makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan
lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung
Gambar 4.4
daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali
Sebuah Catchment Area
Yang Terancam sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Di samping itu
jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984
telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998.
Fenomena ini telah menyebabkan turunnya kemampuan
DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga
frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian
juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan
Sumber : PJT II, Jawa Barat pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan
daya tampung dan pengalirannya. Pada tahun 1999
terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya dalam kondisi
Defisit Air DAS Citarum kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum
Kotak 4.1
sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini
diperparah oleh degradasi dasar sungai
Sawah seluas 240.000 hektar yang diairi oleh Sungai Citarum di Jawa akibat penambangan bahan galian
Barat terancam kekeringan pada awal musim tanam 2004. Ancaman
kekeringan ini disebabkan DAS Citarum mengalami defisit air golongan C di berbagai sungai di Jawa,
hingga 787,91 juta m3. Selain itu hingga 28 Maret 2003, elevasi air Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera
Waduk Saguling menurun 7,64 meter dibandingkan elevasi air Barat yang telah menyebabkan kerusakan
normal. Demikian juga halnya dengan Waduk Cirata dan Jatiluhur
yang elevasi airnya turun masing-masing dengan 9,0 dan 17,0 meter struktur dan fungsi prasarana dan sarana
dari elevasi normal (Kompas, 19 April 2003). di sepanjang sungai.

4
Isnugroho (2000) mengutip orasi Dyah R. Pangesti (2000) pada pengukuhan ahli peneliti utama bidang sungai
Sumberdaya Air 69

Penyedotan air tanah terutama di beberapa kota besar di Indonesia yang


melebihi kemampuan alami untuk mengisinya kembali makin tidak terkendali
sejalan dengan perkembangan permukiman dan pertumbuhan kegiatan
ekonomi penduduk yang pada akhirnya
menyebabkan permukaan tanah turun, muka air
Kondisi muka air tanah (MAT) di kota Bandung
tanah menurun, dan terjadinya intrusi air laut. mengalami penurunan antara 5 cm sampai 7,3 meter per
Sebagai contoh, di wilayah Leuwigajah tahun. Hingga tahun 2002, MAT berada sekitar 100
(Bandung) telah terjadi penurunan muka air meter dibawah permukaan tanah. (Kompas, 22 April
2003).
tanah yang mencapai 60 meter sedangkan di
Jakarta muka air tanah turun rata-rata antara
setengah sampai dengan tiga meter per tahun dan intrusi air laut telah sampai di Kotak 4.2
wilayah Jakarta Pusat yaitu di daerah Monumen Nasional5. Penurunan muka MAT Bandung Turun
100 Meter
air tanah tersebut telah menyebabkan turunnya permukaan tanah dengan laju
2,3 sampai dengan 34 centimeter per tahun sehingga meningkatkan
kerentanan wilayah-wilayah tersebut terhadap banjir.
Salah satu implikasi terbesar dari kelangkaan air global dan lokal adalah
jaminan kesinambungan ketahanan pangan (food security). Sebagian besar dari
sekitar 800 juta penduduk dunia yang masih mengalami kekurangan pangan
dan kelaparan hidup di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan air yang
laten. Dari sekitar 3.600 kilometer kubik air yang dikonsumsi manusia per
tahun (ekivalen dengan 580 meter kubik per kapita per tahun), sekitar 69
persen di antaranya dipergunakan untuk sektor pertanian --bahkan di Asia
mencapai rata-rata sekitar 83 persen-- sedangkan sisanya sebesar 21 persen
untuk industri, dan 10 persen untuk sektor perkotaan. Ancaman kelangkaan air
untuk kehidupan manusia ini menjadi lebih kita pahami bila menyadari bahwa
untuk memproduksi satu kilogram beras diperlukan sekitar satu sampai tiga ton
6
air . Di Indonesia, pada tahun 2020 kebutuhan air untuk keperluan irigasi
masih mencapai 74,1 persen dari total kebutuhan sedangkan lainnya
digunakan untuk keperluan domestik, perkotaan, dan industri (domestic,
municipal and industries - DMI) sebanyak 11,34 persen, pemeliharaan sungai
7
11,53 persen, dan sisanya untuk keperluan tambak dan peternakan .
Pemakaian air yang besar untuk produksi pertanian tersebut telah
membawa banyak negara berkembang berada dalam keadaan krisis air. Dalam
waktu beberapa tahun ke depan ini dunia mempunyai kecenderungan akan
mengalami kekurangan pangan yang disebabkan oleh penggunaan air yang

5
Budi Santoso, 2000, Kondisi Sumberdaya Air serta Tantangan dalam Menunjang Pengembangan Agribisnis.
6
FAO, op cit, halaman 2.
7
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, 2003, halaman 3.
70 Infrastruktur Indonesia

sangat berlebihan dan tidak terkontrol. Kontaminasi dan kerusakan


sumber air tanah serta sistem irigasi yang sangat tidak efisien diperkirakan akan
berakibat kepada kurangnya produksi biji-bijian seperti padi dan gandum
sampai dengan 10 persen di tahun 2025, suatu angka yang sama dengan
8
kehilangan produksi gandum selama setahun di India . Jumlah tersebut setara
dengan kehilangan seluruh produksi selama setahun dari daerah Sub Sahara
Afrika, Asia Barat, dan Afrika Utara.
Secara global, luas lahan irigasi meningkat secara tajam dari 50 juta
hektar di permulaan abad ke-20 menjadi lebih dari 250 juta hektar saat ini.
Oleh karenanya sektor pertanian dengan irigasi teknis dan non-teknis adalah
pemakai terbesar air yang diambil dari sumber air sungai, danau, dan air tanah,
yang mencapai sekitar 73 persen dari penarikan air segar dunia. Bahkan di
negara-negara berkembang, khususnya Afrika, pemakaian air irigasi pertanian
jauh melampaui 73 persen dari total penarikan airnya sedangkan di India jauh
lebih besar yaitu 93 persen. Di sisi lain, harus diakui bahwa irigasi yang secara
tradisional dikelola oleh pemerintah merupakan sektor publik yang paling
tidak efisien dengan biaya investasi yang makin mahal dan jumlah subsidi yang
besar serta ditandai dengan transparansi dan akuntabilitas publik yang kurang
atau tidak ada samasekali terhadap kinerjanya9.
Kekurangan air pada suatu kawasan juga akan memicu terjadinya
konflik di kawasan tersebut, baik konflik antarwilayah, antarsektor, maupun
konflik antarpetani dan pengguna air lainnya. Dalam skala tertentu, konflik
penggunaan air secara horizontal sudah terjadi di Indonesia terutama antara
daerah hulu dan hilir. Sementara itu kecepatan dan jumlah pemompaan air
tanah yang sangat besar telah jauh melampaui kecepatan alam untuk
mengisinya kembali. PBB juga melaporkan perkiraan turunnya lapisan akuifer
di Cina bagian utara, Asia bagian barat, dan Afrika bagian utara. Cina bahkan
telah melaporkan penurunan muka air tanah yang besar, yakni sekitar enam
meter di dataran bagian utara yang memproduksi lebih dari separuh produksi
gandum dan sepertiga produksi jagung nasional. Banyak danau di wilayah
tersebut juga telah mengering, sementara sumur yang digali sekitar Beijing
harus dibor sedalam 800 meter untuk mendapatkan air. Fenomena ini kita
kenali juga di tanah air pada beberapa tahun terakhir, terutama di kota-kota
besar seperti Jakarta dan beberapa wilayah di kota Bandung. Selain ekstraksi air
tanah yang besar, pencemaran air permukaan dan air tanah juga terjadi karena
penggunaan pupuk dan pestisida yang salah dan berlebihan.

8
Mark W. Rosegrant, Ximing Cai, dan Sarah A. Cline, 2002, Water and Food to 2025: Policy Responses to the Threat of Scarcity,
halaman 4. International Herald Tribune, Oct. 17, 2002 juga memuat hal yang sama sesuai laporan bersama International
Food Policy Research Institute dan International Water Management Institute .
9
Salman, M.A. Salman, op cit.
Sumberdaya Air 71

Defisit air global akan membawa konsekuensi katastropik bagi generasi


yang akan datang, apalagi defisit neraca air ini terjadi hampir pada seluruh
bagian dunia. Banyak negara pengimpor gandum seperti Iran, Jepang, dan
Mesir sebenarnya juga telah menjadi pengimpor air karena dibutuhkan 1.000
ton air untuk memproduksi 1 ton terigu atau sereal. Besarnya pemakaian air
tanah dan air permukaan saat ini telah mencapai dua kali lipat dibandingkan
pada tahun 1970 dan diramalkan akan meningkat sebesar 40 persen pada 20
tahun ke depan, akan menjadikan air sebagai sumber daya langka yang
menjadi sumber konflik. PBB juga meramalkan bahwa pada tahun 2025 sekitar
separuh penduduk dunia akan mengalami kelangkaan air yang sangat parah. Di
Indonesia, tampaknya kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk
menyaksikan terjadinya kelangkaan air tersebut. Sudah banyak sungai yang
Kotak 4.3
kering dan tidak mengalirkan air ke laut pada musim kemarau; delta dan rawa
Three Gorges Dam
banyak yang mengering, apalagi situ dan embung-embung di daerah yang
berdekatan dengan kota sudah
banyak diurug untuk kepentingan
permukiman. Kelangkaan tersebut
dapat juga diamati pada beberapa
konflik penggunaan dan distribusi air.
Sebagai contoh, saluran pembawa air
baku Klambu-Kudu untuk air minum
kota Semarang telah dibobol oleh
penduduk yang merasa memerlukan
untuk memenuhi kebutuhan usaha
taninya.
Fenomena kelangkaan air ini
juga akan sangat terasa di perkotaan.
Sumber: Model Three Gorges Dam
Penduduk perkotaan di negara- China Yangtze Three Gorges Project Development Corporation

negara berkembang akan menjadi


sekitar empat miliar orang --dua kali
Three Gorges Dam merupakan bendungan yang fenomenal dengan
lipat dari kondisi saat ini-- pada kurun panjang mencapai 2.309 meter dan tinggi 185 meter dan akan
waktu dua dekade ke depan. Akan menggenangi areal pertanian seluas 24.500 hektar. Pembangunan
bendungan ini merupakan inisiatif presiden pertama China DR. Sun Yat
tetapi keperluan air untuk penduduk
Sen pada tahun 1919 dan saat ini sedang dalam proses konstruksi yang
perkotaan ini, termasuk sanitasi dan direncanakan akan selesai tahun 2009. Bendungan ini dapat
pembuangan air limbahnya, tidak menampung air hingga 22,1 miliar meter kubik ini. Selain itu, pada
bendungan yang terletak di sungai Yangtze di propinsi Hubei ini
akan dapat dicukupi oleh
terdapat pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia yang akan
ketersediaan air yang ada. Lebih dari menghasilkan listrik hingga 84,7 juta MWh.
satu miliar orang miskin kota yang
tinggal di perumahan kumuh dan
72 Infrastruktur Indonesia

kotor tidak memiliki akses terhadap air bersih dan rentan terhadap
penyakit yang disebabkan oleh konsumsi air yang kotor dan terkontaminasi
bakteri. Bahkan kelangkaan air bersih dan sanitasi yang baik, merupakan
penyebab utama timbulnya penyakit dan kematian anak10. Oleh karena itu, air
di perkotaan akan menjadi sumber konflik dan kerawanan sosial yang amat
mengkhawatirkan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Bagaimanakah jalan keluar dari krisis air global dan regional yang akan
segera kita hadapi ini? Sebagian dari permasalahan, menurut berbagai
penelitian dapat diatasi dengan memberi harga kepada pemakaian air. Ini tidak
selalu dikonotasikan sebagai privatisasi pengelolaan sumber daya air. Harga
yang cukup tinggi yang dikenakan kepada pemakai air tidak hanya akan
memicu pemakaian air yang lebih efisien, namun juga akan menghimpun dana
bagi pemeliharaan infrastruktur sumberdaya air dan pembangunan fasilitas
yang baru. Akan tetapi karena alasan-alasan politis dan sosial, tarif pemakaian
air harus ditetapkan begitu rupa sehingga tidak membebani petani dan
konsumen air lainnya yang berpendapatan rendah. Penerapan tarif air juga
akan dapat memacu penggunaan teknologi yang lebih efektif dalam
penggunaan air seperti drip irrigation dan sprinkler irrigation yang dikontrol
oleh komputer atau teknik irigasi lain yang lebih efisien.
Penerapan tarif air yang proporsional, pemanfaatan teknologi yang
efisien, serta peningkatan aktivitas konservasi sumber daya air diyakini dapat
meningkatkan ketersediaan air untuk lingkungan hidup manusia. Dengan
Gambar 4.5
prinsip tarif air tersebut, maka subsidi pemakaian air, khususnya di kota-kota
Waduk Ir. Juanda,
Jawa Barat
besar, menjadi tidak relevan. Adalah tidak masuk akal memberikan subsidi
kepada masyarakat kaya di perkotaan yang
menggunakan air untuk mencuci mobil-mobil
mewah yang harganya sangat mahal. Masyarakat
kaya di kota harus membeli air sesuai dengan
harga keekonomiannya sebagaimana mereka
sudah mengkonsumsi air mineral /kema-san
untuk air minumnya dengan harga yang cukup
mahal. Subsidi hanya relevan untuk masyarakat
miskin, baik di kota apalagi di perdesaan dan
daerah tertinggal lainnya. Sementara masih ada
pihak berpendapat bahwa tidak benar meng-
Sumber: PJT II, Jawa Barat komersialkan air yang selama ini dipandang
orang miskin di kota dan di desa pada musim
10
International Food Policy Research Institute, Press Release on New Report Projects Im pending Water Crisis, Solution to Avert It, October
16, 2002.
Sumberdaya Air 73

sebagai common, public goods, akan tetapi haruslah diingat kenyataan


bahwa banyak orang miskin di kota dan di desa pada musim kemarau yang
membeli air dari gerobak air dan truk tangki dengan harga yang jauh lebih
mahal dari orang-orang kaya di kota yang membeli air melalui pipa-pipa
perusahaan air minum. Ketika sungai mengering, waduk menyusut airnya, air
tanah disedot secara hebat dan menurunkan permukaannya jauh ke dalam
bumi, maka air dapat berubah menjadi barang langka yang bukan lagi public
goods. Harganya dapat saja menjadi lebih mahal dari minyak bumi karena
manusia dapat bertahan hidup tanpa minyak namun tidak dapat bertahan tanpa
air. Fenomena ini sekarang sudah menjadi kenyataan dengan lebih mahalnya
harga air kemasan dibanding bahan bakar minyak.

4.2 PERAN INFRASTRUKTUR SUMBERDAYA AIR


DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Pada umumnya pembangunan infrastruktur sumberdaya air tidak


berdiri sendiri tetapi terkait dengan pembangunan sektor-sektor lainnya karena
infrastruktur merupakan penunjang atau pendukung pembangunan sektor-
sektor tersebut. Pembangunan infrastruktur sumberdaya air banyak
memberikan dukungan yang besar antara lain untuk pembangunan pertanian,
perkebunan, pengendalian banjir, penyediaan air baku perkotaan dan industri,
serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

4.2.1 Pertanian

Pembangunan pertanian pada umumnya memerlukan dukungan yang


pasti dari infrastruktur sumberdaya air, khususnya irigasi untuk menyediakan
air bagi pemenuhan kebutuhan usaha tani. Dalam sejarah perkembangan
irigasi, usaha tani yang banyak mendapatkan dukungan infrastruktur irigasi
adalah usaha tani padi dan tebu.
Pentingnya air irigasi bagi tanaman khususnya padi, telah banyak
dipahami terutama dengan terjadinya fenomena kekeringan beberapa tahun
terakhir. Bencana kekeringan tersebut berpotensi menghilangkan produksi
padi rata-rata sebesar 396 ribu ton gabah kering giling per tahun atau setara
11
dengan 700 miliar per tahun . Fenomena tersebut dapat difahami karena air

11
Ato Suprapto, 2003. Pemanfaatan Air dan Sumber Air untuk Pertanian dalam Kondisi Keterbatasan Air dan Lingkungan,
makalah disampaikan pada Seminar Hari Air Sedunia tanggal 21 Maret 2003 di Jakarta.

You might also like