Professional Documents
Culture Documents
SULFONILUREA (SU)
Sulfonilurea pertama kali diedarkan tahun 1955 untuk pengobatan diabetes yang
tidak bergantung pada insulin (Diabetes Non-lnsulin Dependence atau disingkat
DNID atau Diabetes tipe II). Ada dua generasi sulfonilurea, yaitu Generasi Pertama
terdiri atas Tolbutamid (ORINASE), Tolazamid (TOLINASE), Acetohexamide
(DYMELOR), dan Klorpropamid (DIABINASE), lalu Generasi Kedua terdiri dari
Gliburid (GLIBENCLAMIDE), dan Glipizid (GLY-DIAZINAMIDE).
Pada tahun 1970, UGDP (University Group Diabetes Program) melaporkan
terdapat peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular bagi penderita yang
diobati dengan tolbutamid dibandingkan dengan insulin atau plasebo. Sejak 1984,
FDA mengharuskan pencantuman adanya risiko bagi penderita kardiovaskular
sebagai lnsert sulfonilurea.
Sulfonilurea diberikan kepada pasien DNID yang tidak dapat disembuhkan
dengan diet atau tidak mau/tidak dapat menggunakan insulin pada kasus gagal diet.
Perlu diketahui, pengobatan ini ditujukan untuk menghindarkan gejala yang ada
hubungannya dengan hiperglikemi. Usaha dengan (1) diet, (2) penurunan berat badan,
(3) latihan olah raga, dan (4) pendidikan tentang pengertian "diabetes", bersamaan
dengan insulin atau tidak, kadang-kadang lebih efektif dari terapi SU.
Berdasarkan penelitian, SU tidak dapat dibuktikan dapat menghindarkan
komplikasi kardiovaskular penderita diabetes. Dari data yang masih belum pasti, ada
kecenderungan peningkatan kematian pada kasus-kasus kardiovaskular tersebut.
Penderita yang memerlukan insulin lebih dari 40 unit/jam tidak akan mungkin
disembuhkan dengan SU. Seorang penderita diabetes disebut gagal primer, jika belum
pernah mendapatkan SU, sedangkan gagal sekunder, jika pasien pernah mendapatkan
SU dan kemudian resisten.
Cara kerja
1. Melepaskan insulin dari sel B. Dengan terapi SU, pengeluaran prainsulin
terjadi tebih banyak, walaupun mekanismenya belum diketahui dengan jelas.
Pacuan ini tidak meransang sintesis insulin, bahkan menguranginya. Pengeluaran
insulin bertambah akibat rangsangan peningkatan glukosa darah. Pada pengobatan
jangka panjang, kadar insulin serum tidak lagi meningkat bahkan menurun. Orang
1
dr. JUARA. P.L.H
2
dr. JUARA. P.L.H
hari, yaitu 500 mg sebelum makan dan sebelum tidur. Reaksi toksik jarang terjadi.
Reaksi ringan berupa reaksi kemerahan pada kulit. Hipoglikemi berjangka lama
jarang dilaporkan. Jika ada, umumnya pada orang tua atau penderita yang dalam
waktu bersamaan mendapatkan obat lain, seperti dikumarol, fenilbutazon, atau
golongan sulfonamid. Obat-obat tersebut bekerja kompetitif dengan enzim oksidatif di
hepar sehingga kadar obat yang tidak dimetabolisasi atau tolbutamid aktif akan
meningkat
Obat ini juga dapat digunakan sebagai tes untuk diagnosis insulinoma, yaitu
dengan diberikan IV 1g. Kadar glukosa dalam 3 jam berikut diukur dan positif jika
hipoglikemi lebih panjang dari biasa (Laurence, 1985).
Asetoheksamid (DYMELOR)
Lama kerjanya 10-16 jam. Dosis terapi 0,25-1,5 gm/h yang dibagi atas 2 kali
pemberian. Metabolisme hepar cukup cepat tetapi metabolit tetap aktif. Efek samping
sama dengan obat SU lainnya.
Tolazamid (TOLINASE)
Kekuatannya menyamai klorpropamid, tetapi lama kerja lebih pendek, seperti
asetoheksamid. Absorpsi lambat jika dibandingkan SU lain. Pengaruh penurunan
glukosa darah baru terjadi beberapa jam setelah pemberian obat. Waktu paruhnya + 7
jam. Jika dibutuhkan lebih dari 500 mg/h, dosis harus dibagi dan diberikan dua kali
sehari. Dosis yang lebih dari 1 gram tidak akan menambah penurunan glukosa darah.
Klorpropamid (DIABINESE)
Klorpropamid memiliki waktu paruh 32 jam dan dimetabolisasi pada hepar
secara lambat. Kurang lebih 20-30% terdapat dalam urine tanpa perubahan. Obat ini
juga mengadakan interaksi dengan obat-obat yang disebutkan di atas. Oleh karena itu,
obat ini tidak efisien pada ginjal. Dosis pemeliharaan 250 mg/jam, sebagai dosis
tunggal dipagi hari. Reaksi hipoglikemik yang lama lebih banyak dari pada
tolbutamid, khususnya untuk orang tua sehingga perlu pemantauan yang lebih baik.
Dosis yang melebihi 500 mg/jam akan meningkatkan risiko ikterus. Pasien dengan
predisposisi genetik dapat mengalami rasa panas jika pada waktu yang sma minum
alkohol. Hiponatremia dapat terjadi sebagai komplikasi akibat stimuli sekresi
vasopresin dan potensiasi keria pada, tubulus ginjal. Pengaruh antidiuretik tidak
3
dr. JUARA. P.L.H
Gliburid (GLIBENCLAMIDE)
Gliburid dimetabolisasi dalam hepar. Efek bioliogiknya dapat mencapai 24 jam
sesudah dosis tunggal pada pagi hari. Dosis awal 2,5 mg/jam dan tetap dipertahankan
rata-rata 5-10 mg/jam sebagai dalam dosis tunggal pagi hari. Dosis pemeliharaan yang
lebih besar dari 20 mg/jam tidak dianjurkan. Gliburid memiliki beberapa efek
samping, seperti muka merah sesudah minum etanol. Obat ini tidak menimbulkan
retensi air seperti klorpropamid. Obat ini juga dikontra indikasikan untuk pasien
penyakit hepar dan payah ginjal. Penggunaan obat ini harus hati-hati karena banyak
menimbulkan hipoglikemia pada usia lanjut. Obat ini sebaiknya tidak digunakan
untuk pasien yang berusia 70 tahun. Golongan ini dimulai dengan tolbutamid. Akhir-
akhir, ini glipizid lebih efektif sebagai dosis tunggal pagi hari.
Pada orang tua, gejala hipoglikemia dapat menjadi berat dan 1ama. Gejala
dimulai dengan perlahan tanpa disertai penurunan kesadaran. Orang sakit dirawat
dengan infus dekstrosa.
Glipizid (GLUCOTROL)
Obat ini memiliki waktu paruh yang paling pendek (2-4 jam). Untuk
mendapatkan hiperglikemia setelah makan yang maksimal, obat ini harus diberikan 30
menit sebelum sarapan. Absorpsi akan diperlambat oleh rnakanan. Dosis awal yang
4
dr. JUARA. P.L.H
dianjurkan adalah 15 mg/jam dan diberikan sekaligus. Jika diperlukan dosis harian
yang lebih tinggi, harus dibagi dan diberikan sebelum makan. Dosis maksimalnya
adalah 40 mg/jam. Kurang lebih 90%, glipizid dimetabolisasi dalam hepar dan 10%
dikeluarkan tanpa perubahan. Obat ini dikontraindikasikan untuk penderita hepar dan
payah ginjal dengan bahaya hipoglikemia.
BIGUANIDA
Fenformin dilarang di Amerika Serikat karena menyebabkan asidosis laktat.
Metformin, buformin, dan fenformin masih digunakan di beberapa negara 1ain,
walaupun ada di antaranya yang sedang dievaluasi oleh pemerintah masing-masing.
Mekanisme kerja biguanida masih belum jelas. Kemampuannya menurunkan kadar
gula darah tidak bergantung pada adanya sel βyang berfungsi. Kadar glukosa darah
orang sehat yang sudah melakukan puasa satu malam tidak berubah. Namun, kadar
glukosa setelah makan sangat rendah selama pemberian fenformin. Pengidap DNID
yang mendapat pengobatan dengan fenformin mengalami hiperglikemia setelah
makan atau pasca puasa.
Selama terapi dengan biguanida, tidak pemah terjadi hipoglikemia. Oleh karena
itu, obat ini lebih tepat disebut euglikemik dibandingkan dengan sebutan
”hipoglikemik”. Kemungkinan mekanisme kerja ialah (1) menstimulasi glikolisis
langsung pada jaringan perifer dengan peningkatan habisnya glukosa darah, (2)
mengurangi glukoneogenesis hepar, (3) memperlambat absorpsi glukosa dari
pencernaan, (4) menekan kadar glukagon darah, dan (5) memacu pengikatan glukosa
pada jaringan.
5
dr. JUARA. P.L.H
Penggunaan Klinik
Bahan ini banyak digunakan untuk (1) pasien obesitas yang retrakfer terhadap
insulin, dan (2) untuk pasien DNID yang tidak gemuk tetapi memerlukan pengobatan
kombinasi dengan senyawa SU. Kontraindikasi pada pasien penyakit ginjal,
alkoholisme, penyakit hepar atau kondisi lain yang mempunyai predisposisi hipoksi
jaringan seperti penyakit kardiopulmonal kronis, dengan kecenrungan bahaya asidosis
laktat.
Penelitian UGDP menunjukkan bahwa fenformin yang diberikan 100 mg/jam
tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan grup kendali. Telah dilaporkan
adanya kenaikan irama jantung, tekanan darah dan mortalitas akibat gangguan
kardiovaskular.
Pilihan pertama diberikan glibenklamid (GRAHAM-SMITH, 1984) karena (1)
dosis fleksibel, yaitu 2,5-20 mg/jam, (2) mengalami metabolisme dengan baik
sehingga dapat diberikan kepada pasien sakit ginjal (berbeda denganklorpopamid),
dan (3) sebagai dosis tunggal atau dua kali/jam (berbeda dengan tolbutamid).
Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah (2,5 mg/jam) yang dapat dinaikkan
setelah satu atau dua minggu pengobatan.
Jika dosis maksimal SU tidak memuaskan (glibenklamid 10 mg 2 kali/iam,
klopropamid 500 mg/jam) biasanya ditambah dengan metformin (500 mg/1am).
Penambahan tersebut tidak akan menurunkan lebih dari 1-2 mmol/L sehingga terapi
dialihkan ke insulin.