You are on page 1of 3

Membumikan Pribadi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

Written by
Muhammad Iqbal

Khutbah Pertama

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin wasshalatu wassalamu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washohbihi


ajma’in. Amma ba’du

Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,


Mengawali khutbah ini, saya ingin berwasiat kepada diri pribadi dan jama’ah, mari kita jadikan hari ini
sebagai momentum untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala. Kita
berusaha secara optimal untuk menjadi muttaqin (orang-orang bertaqwa) yang akan dimuliakan oleh
Allah Subhanahu wata’ala. Bertaqwa yakni dengan memelihara keistiqomahan untuk menjalankan semua
perintah-Nya dan beupaya untuk menjauhi segala larangan-Nya. Dan bertaqwa ini bukan hanya saat
berada didalam masjid, menghadiri majlis ta’lim, dekat dengan orang-orang soleh, tapi kita bertaqwa
dalam setiap keadaan apapun dan dimanapun kita berada.

Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,


Kita saat ini masih berada didalam bulan Rabi’ul awal, bulan yang didalamnya lahir seorang manusia
paling agung dan mulia, manusia langit dan bumi, manusia yang diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala
sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Beliau adalah baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:


     
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya: 107)

Beliau adalah pemimpin besar reformasi umat manusia, kurang lebih 23 tahun Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam merombak suatu bangsa biadab menjadi bangsa beradab, merombak umat yang
tepecah belah menjadi umat yang bersatu, merombak masyarakat yang tenggelam dalam kemusyrikan
menjadi umat yang bertauhid. Karena perannya yang luar biasa inilah Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam dijadikan model oleh Allah Subhanahu wata’ala buat kita. Kenapa? Karena sekarang ini banyak
orang yang bisa memberi contoh, tetapi sangat sedikit orang yang bisa menjadi contoh. Memberi contoh
itu mudah tetapi menjadi contoh itulah yang sulit.

Ada dua hal kenapa Allah menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh,
panutan buatan kita: Pertama, karena beliau adalah seorang manusia seperti kita. Beliau makan dan
minum, butuh tidur, bekerja, mempunyai isteri dan anak. Oleh karena beliau adalah seorang manusia
maka dia dapat memberi contoh dan bisa menjadi contoh. Akan tetapi, karena kehebatan kualitasnya
yang jauh berbeda dengan kita maka ia adalah “Basyarun laa kal basyari”, memang beliau manusia,
tetapi tidak seperti manusia umum. Kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki pribadi yang
lengkap, tidak ada seorang pemimpin-pun di dunia ini yang memiliki kepribadian selengkap Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sebuah contoh harus dilihat dari semua aspek kehidupan.
Bila kita mengatakan bahwa kita adalah pengusaha, Nabi adalah seorang pedagang; kita adalah seorang
guru, Nabi adalah pengajar; kita adalah seorang presiden, Nabi memimpin Negara. Kita adalah
mahasiswa, Nabi memiliki semangat anak muda. Maka pantas dengan kepribadian yang lengkap ini
beliau dijadikan contoh buat kita semua.
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,
Inilah yang menjadi tema khutbah kita kali ini, yaitu Membumikan Pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam konteks kehidupan kita sekarang. Sebagai seorang muslim ketika pertama kali kita
berikrar, masuk kedalam gerbang Islam maka yang pertama, dia harus menyatu kepribadiannya dengan
Islam. “Ana muslimun qobla kulli syai’”, saya muslim sebelum berbuat apapun. Sebelum berbuat apapun
dia ingat akan Islamnya. Saya seorang pejabat tetapi saya Islam, dia tidak akan membohongi rakyat;
saya seorang pedagang tetapi saya Islam, dia tidak akan berbuat curang; saya seorang pelajar, dia tidak
akan malas-malasan. Yang kedua, masuk Islam secara total dan menyeluruh. Sebagaimana Allah
berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim:

               

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al-Baqarah: 208)

Kalau Islam katamu, maka Islamlah rumah tanggamu, Islamlah caramu berpakaian, Islamlah caramu
berdagang. Islamlah caramu berhubungan, Islamlah caramu menuntut ilmu dan Islamlah dalam semua
aspek kehidupanmu. Inilah karakter Islam yang syumul (mencakup semua aspek kehidupan). Islam
menjadi rule of mind, state of thinking, menjadi warna dalam kehidupannya; bukan hanya sekedar status.
Inilah yang dimaksud dalam ayat diatas (QS. Al-Baqarah: 208). Kepribadiannya utuh dan satu, tidak
terpecah dalam ruas-ruas kehidupan yang terpisah antara satu bagian dan bagian lainnya. Untuk itu,
Islam hanya menuntut konsistensi dan kontinuitas. Kita sudah sering berikrar dan berjanji kepada Allah
dalam shalat kita,
         
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162)

Itulah ikrar kita, maka kalau hidup sudah kita gantungkan kepada selain Allah, maka bersiaplah untuk
kecewa.

Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,


Dalam realitas kehidupan kita sekarang, betapa banyak dari kita kaum Muslimin yang memiliki
kepribadian yang terpecah (split personality) dalam mengaplikasikan dan mengimplementasikan ajaran
Islam. Ketika kita berada didalam masjid, dengan shalat berjamaah terasa betul suasana ukhuwah
islamiyah-nya. Namun begitu diluar, terjun dalam dunia politik, terlena dengan kenikmatan dunia, dengan
mudahnya kita saling menggunting dalam lipatan, saling menghina, saling menuduh, saling memfitnah
yang semuanya itu dianggap hal yang lumrah dan biasa. Maka oleh Nabi kita pada 1400 tahun yang lalu,
telah memberikan suatu peringatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Jika umatku sudah mengagungkan dunia, maka akan tercabut darinya kehebatan Islam. Dan jika
mereka sudah meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan
wahyu. Dan jika umatku sudah saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah”.
(HR. Hakim dan Tirmidzi)

Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,


Untuk memperbaiki kehidupan kita, mari bersama-sama kita kembali mencontoh baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman:

                 
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
(QS. Al-Ahzab: 21)
Apa yang bisa kita ambil dari teladan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada dua hal saja yang ingin
saya sampaikan pada kesempatan ini, yaitu: Pertama, Akhlaq; beliau membangun akhlaq dengan akhlaq.
Inilah tauladan yang luar biasa. Akhlaqnya dipuji oleh Allah didalam Al-Qur’an,

    


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4)
Apalah artinya pujian kita, kalau yang memujinya adalah Allah. Dan darimana nilai akhlaq ini berangkat?
Dari akhlaq kepada Allah Subhanahu wata’ala, yaitu Iman. Iman merupakan bahan bakar bagi sebuah
mesin, bagaikan akar bagi sebuah pohon, bagaikan pondasi bagi sebuah bangunan. Kalau akarnya
kokoh, pondasinya kuat, maka apapun yang akan tumbuh, apapun yang mau dibangun, pasti aman.
Tetapi kalo akarnya rapuh, pondasinya lemah, apa yang akan tumbuh diatas akar yang rapuh?, apa yang
mau dibangun diatas pondasi yang lemah. Oleh karena itu, mari kita jaga dan tingkatkan kualitas iman
kita kepada Allah Subhanahu wata’ala. Kita wariskan kepada anak-anak kita nanti, kita tentu tidak rela
kalau anak-anak muda yang menjadi harapan kita semua, jauh dari iman, jauh dari berakhlaq kepada
Allah Subhanahu wata’ala.

Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,


Yang kedua, Ibadah; kalau ada orang yang dosanya sudah dapat jaminan ampun dari Allah, itu Cuma
baginda Nabi. Tetapi dalam ibadahnya beliau tidak pernah putus istirahat. Berbeda dengan kita yang
sebentar-sebentar istirahat, padahal jaminan ampun kita tidak punya. Dalam satu riwayat diceritakan
bahwa baginda Nabi melakukan shalat malam hingga kakinya bengkak. Kemudian ditanya oleh istrinya
Siti ‘Aisyah, mengapa engkau shalat sampai kakimu bengkak, padahal Allah telah mengampuni sudah
mendapat jaminan ampun dari Allah?. Lalu apa jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: Yaa
‘Aisyah, afalaa uhibbu an akuuna ‘abdan syakuuro; “Ya ‘Aisyah, apa aku tidak senang kalau aku
diberi gelar orang yang pandai bersyukur oleh Allah”. Makin diampuni, makin banyak sujud dan syukur-
nya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Hal ini mengajarkan kepada kita, bahwa kita perlu Allah. Berbagai
macam musibah dan bencana yang menimpa negeri kita belakangan ini merupakan sebagai teguran dari
Allah, apakah kita bersyukur atau tidak?. Maka dari itu, baginda Nabi memberikan contoh kepada kita,
dosanya sudah diampuni, hatinya paling baik dan akhlaqnya paling sempurna, namun beliau tetap
melaksanakan shalat hingga kakinya bengkak. Kalau kita rajin sujud kepada Allah, maka Allah-pun
dengan kita, bila Allah dekat maka pertolongan itu datang, bila pertolongan datang maka semua urusan
menjadi mudah dan lancar. Maka sekali lagi, kita benar-benar perlu Allah Subhanahu wata’ala.

Barangkali ini saja yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala selalu
memberikan kita taufiq dan hidayahnya untuk istiqomah melaksankan shalat hingga kita termasuk
hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur. Amin ya Rabbil’alamin

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

              
                 
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah:
"Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah
Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung”. (QS. At-Taubah: 128-129)

Khutbah Kedua

Ditutup langsung dengan Doa

You might also like