Professional Documents
Culture Documents
Written by
Muhammad Iqbal
Khutbah Pertama
Beliau adalah pemimpin besar reformasi umat manusia, kurang lebih 23 tahun Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam merombak suatu bangsa biadab menjadi bangsa beradab, merombak umat yang
tepecah belah menjadi umat yang bersatu, merombak masyarakat yang tenggelam dalam kemusyrikan
menjadi umat yang bertauhid. Karena perannya yang luar biasa inilah Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam dijadikan model oleh Allah Subhanahu wata’ala buat kita. Kenapa? Karena sekarang ini banyak
orang yang bisa memberi contoh, tetapi sangat sedikit orang yang bisa menjadi contoh. Memberi contoh
itu mudah tetapi menjadi contoh itulah yang sulit.
Ada dua hal kenapa Allah menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh,
panutan buatan kita: Pertama, karena beliau adalah seorang manusia seperti kita. Beliau makan dan
minum, butuh tidur, bekerja, mempunyai isteri dan anak. Oleh karena beliau adalah seorang manusia
maka dia dapat memberi contoh dan bisa menjadi contoh. Akan tetapi, karena kehebatan kualitasnya
yang jauh berbeda dengan kita maka ia adalah “Basyarun laa kal basyari”, memang beliau manusia,
tetapi tidak seperti manusia umum. Kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki pribadi yang
lengkap, tidak ada seorang pemimpin-pun di dunia ini yang memiliki kepribadian selengkap Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sebuah contoh harus dilihat dari semua aspek kehidupan.
Bila kita mengatakan bahwa kita adalah pengusaha, Nabi adalah seorang pedagang; kita adalah seorang
guru, Nabi adalah pengajar; kita adalah seorang presiden, Nabi memimpin Negara. Kita adalah
mahasiswa, Nabi memiliki semangat anak muda. Maka pantas dengan kepribadian yang lengkap ini
beliau dijadikan contoh buat kita semua.
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah,
Inilah yang menjadi tema khutbah kita kali ini, yaitu Membumikan Pribadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam konteks kehidupan kita sekarang. Sebagai seorang muslim ketika pertama kali kita
berikrar, masuk kedalam gerbang Islam maka yang pertama, dia harus menyatu kepribadiannya dengan
Islam. “Ana muslimun qobla kulli syai’”, saya muslim sebelum berbuat apapun. Sebelum berbuat apapun
dia ingat akan Islamnya. Saya seorang pejabat tetapi saya Islam, dia tidak akan membohongi rakyat;
saya seorang pedagang tetapi saya Islam, dia tidak akan berbuat curang; saya seorang pelajar, dia tidak
akan malas-malasan. Yang kedua, masuk Islam secara total dan menyeluruh. Sebagaimana Allah
berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al-Baqarah: 208)
Kalau Islam katamu, maka Islamlah rumah tanggamu, Islamlah caramu berpakaian, Islamlah caramu
berdagang. Islamlah caramu berhubungan, Islamlah caramu menuntut ilmu dan Islamlah dalam semua
aspek kehidupanmu. Inilah karakter Islam yang syumul (mencakup semua aspek kehidupan). Islam
menjadi rule of mind, state of thinking, menjadi warna dalam kehidupannya; bukan hanya sekedar status.
Inilah yang dimaksud dalam ayat diatas (QS. Al-Baqarah: 208). Kepribadiannya utuh dan satu, tidak
terpecah dalam ruas-ruas kehidupan yang terpisah antara satu bagian dan bagian lainnya. Untuk itu,
Islam hanya menuntut konsistensi dan kontinuitas. Kita sudah sering berikrar dan berjanji kepada Allah
dalam shalat kita,
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162)
Itulah ikrar kita, maka kalau hidup sudah kita gantungkan kepada selain Allah, maka bersiaplah untuk
kecewa.
“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‘Jika umatku sudah mengagungkan dunia, maka akan tercabut darinya kehebatan Islam. Dan jika
mereka sudah meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan
wahyu. Dan jika umatku sudah saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah”.
(HR. Hakim dan Tirmidzi)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
(QS. Al-Ahzab: 21)
Apa yang bisa kita ambil dari teladan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada dua hal saja yang ingin
saya sampaikan pada kesempatan ini, yaitu: Pertama, Akhlaq; beliau membangun akhlaq dengan akhlaq.
Inilah tauladan yang luar biasa. Akhlaqnya dipuji oleh Allah didalam Al-Qur’an,
Barangkali ini saja yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala selalu
memberikan kita taufiq dan hidayahnya untuk istiqomah melaksankan shalat hingga kita termasuk
hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur. Amin ya Rabbil’alamin
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah:
"Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah
Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung”. (QS. At-Taubah: 128-129)
Khutbah Kedua