You are on page 1of 6

Tramadol

Tramadol Hidroklorid adalah suaatu obat analgetik yang diberikan secra oral dan
parenteral yang secara klinik efektif bekerja secara sentral dengan mekanisme opioid dan
non-opioid. Di Amerika, Tramadol HCl terbukti oleh FDA dapat digunakan untuk nyeri
moderate pain (nyeri intensitas sedang) hingga sever pain (nyeri intensitas tinggi), dan di
Amerika Tramadol secara klinik hanya tersedia dalam bentuk oral.

Struktur
Terdapat kesamaan struktural antara tramadol dan derivat opioid lainnya. Seperti
halnya Kodein, tramadol mempunyai rantai subtitusi metyl pada sebagian rantai phenol
yang mempunyai afinitas yang lemah terhadap reseptor.

Mekanisme potensial aksi


Studi farmakologi preklinik menemukan bahwa tramadol yang diinduksi oleh anti-
nosiseptik dimediasi oleh mekanisme jalur opioid. Tramadol lebih cenderung mengikat
pada reseptor μ dan memiliki afinitas yang lemah terhadap reseptor σ dan κ. Oleh karena
itu, memiliki aksi yang hampir sama seperti opioid lainnya dalam menghambat transmisi
impuls nyeri.

Gambar 13-1. Struktur kimia dari tramadol

Tramadol yang bekerja dengan berikatan pada reseptor μ , memiliki kekuatan 6000
kali lebih rendah daripada morfin. Hasil metabolit Mono-0-desmetyl dari tramadol,
memiliki afinitas yang besar terhadap reseptor opioid daripada jika tramadol tidak
berikatan terhadapnya, walaupun dapat berkontribusi dalam menghasilkan efek
analgesik.
Studi klinis menunjukkan bahwa tidak seperti analgetik opioid tipikal, penggunaaan
terapeutik tramadol tidak dikaitkan dengan efek samping yang signifikan seperti depresi
pernafasan, konstipasi ataupun sedasi. Sebagai tambahan, toleransi analgetik tidak
menjadi masalah klinik. Tramadaol tidak dapat menjadi obat substitusi pada pasien yang
metadon-dependen. Tramadol tidak membuat efek seperti morfin dan tidak menimbulkan
withdrawal symptoms .

Tramadol juga menghambat uptake dari norepinefrin dan serotonin. Enantiomer (+)
mengikat μ reseptor dan bekerja dalam menghambat serotonin reuptake. Sedangkan
enantiomer (-) lebih akrif dalam menghambat reuptake norepinefrin. Kenyataan ini
menunjukkan tramadol anti-nosiseptik diperantarai oleh kedua jalur opioid (yang utama
μ reseptor) dan mekanisme non-opioid (menghambat uptake monoamin). Karena melalui
dua jalur cara kerja ini lah tramadol merupakan suatu analgesik yang unik diantara
golongan opioid. Mekanisme jalur opioid dan non-opoioid sama sama dapat berinteraksi
sinergis dalam menghilangkan nyeri.

Pharmakokinetik

Onset

Setelah dosis oral 100 mg pada orang yang sehat. Tramadol baru bisa diabsorbsi, dan
mencapai konsentrasi puncak dalam darah (250 μg/L) dicapai dalam 2 jam.
Bioavailabilitasnya sekitar 68 % . Setelah pemberian ulang dosis 100 mg lagi selama 4
kali sehari konsentrasi konsentrasi steady state dalam plasma akan tercapai. Oleh karena
itu dalam aplikasi nyata, dosis tramadol sebaiknya diturunkan menjadi 50 mg. Tramadol
berada dalam plasma 15-45 menit setelah dosis single 100 mg oral, dengan kadar
konsentrasi puncak plasmaa 308±68 ng.dL dalam 1,6 sampai 2 jam. Dengan rata rata
konsentrasi Metabolit nya sekitar 55±20 ng/mL setelah 3 jam pemberian dosis single 100
mg secara oral.

Dosis

Setelah tindakan bedah akut pada pasien obstetrik, 100 mg tramadol sebanding dengan
singel dosis dari aspirin 650 mg ditambah 60 mg kodein. Dosis tramadol yang diberikan
yaitu 100 mg dosis tunggal yang diberikan setiap 4 sampai 6 jam. Dosis anjuran adalah
50 -100 mg diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal adalah 400 mg/hari.
Biasanya 50 mg dosis nya sudah dapat menghilangkan nyeri secara adekuat.Untuk pasien
dengan Creatinin clearance nya kurang dari 30 mL/menit, dosis interval sebaiknya
dinaikkan hingga 12 jam dan dosis maksimum dalam sehari adalah 200 mg. Dalam
penggunaan jangka panjang, dosis anjuran tramadol adalah sekitar 50 – 100 mg
diberikan secara oral 2-3 kali perhari dan tidak lebih dari 300 mg /hari, karena dari
dialisis hanya 7% dari obat akan masuk ke dalam darah. Pada pasien denga sirosis
hepatis dosis anjuran adalah 50 mg dalam 12 jam.

Metabolisme

Tramadol dimetabolisme utama di hati. 30 persent dari dosis tunggal secara oral akan
dieksresi sebagai metabolit. 30 % dari dosis tunggal dieksresikan dalam bentuk yang
tidak berubah di urin, dan 60% dieksresikan sebagai metabolitnya. Tramadol di metabolit
sebagai M1 oleh isoenzim CYP2D6 pada sitokrom P-450. Ikatannya dengan protein
plasma sebesar 21%. 100 mg, 4 kali sehari selama 1 minggu, bioavailabitilasnya akan
mencapai 90 hingga 100%. Tramadol dapat melewati plasenta dengan kadar konsentrasi
di vena umbilikal sekitar 80% pada vena-vena ibu hamil. Eliminasi Bentuk Metabolit
nya M1 lebih lama yaitu berkirsa antar 9 jam.
Toleransi dan safety
Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah terkait pada kepala pusing, muntah,
anoreksia, insomnia, mual, konstipasi, sedasi, mulut kering dan sakit perut.
Analisi kumulatif dari efek samping yang merugikan ini dikaitkan bahwa tramadol tidak
dihubungkan dengan depresi nafas, addiksi, atau alergi. Overdosis penggunaan tramadol
dapat menghasilkan depresi nafas, dysforia, dan konstipasi. Pada anak anak terutama
sering terjadi depresi nafas dan dsyndrom concomitant dari eksitasi sistem saraf pusat,
seperti konvulsi. Tramadol dapat meningkatkan risiko kejang pada pasien yang
mengkonsumsi MAO (Mono Amin Oksidase) inhibitor, neuroleptik, dan obat obatan
lainnya yang dapat mengurangi bangkitan kejang. Jadi. Penggunaannya harus hati hati
pada pasien yang menderita epilepsi. Tramadol juga perlu hati hati pada pasien yang
mengalami depresi sistem saraf pusat.
Efek sistemik
Di Eropa, Tramadol digunakan secara aman pada infark mioklonal akut. Efek terhadap
kardiovaskular setelah penggunaan secara IV juga minimal. Dalam dosis terapeutik, efek
terhadap respirasi pada orang dewasa dapat diabaikan. Tramadol dapat menyebabkan
eksitasi sistem saraf pusat. Tramadol tidak menimbulkan efek pada oto spinkter,
sehinggga tidak dapat menimbulkan retensi urin atau eksaserbasi biliar dan kelainan
pankreas. Konstipasi merupakan efek samping yang paling sering ditemukan.

Dosis terapeutik pada postoperative akut

Pada postoperative akut, tramadol sebanding dengan kodein, pentasosin, atau prophexipen
secara efficasi dan potensi. Dalam penggunaan klinis nya tramadol yang efektif sebagai
analgesik dalam mengurangi nyeri dengan dosis 100 mg untuk optimal analgesik. Dosis
tunggal 50 mg sebanding dengan 60 mg kodein pada nyeri yang timbul setelah operasi
ringan.

Kondisi nyeri kronik


Stadium nyeri malignan
Morfin sulfat bekerja lebih baik kerjanya daripada tramadol untuk efek anlgesiknya
untuk pasien kanker dengan stadium ringan sampai berat nyerinya. Namun tramadol
merupakan pilihan obat yang efisien untuk efek analgesic dan efek sampingnya juga
rendah ketika dikombinasikan dengan morphin. Tramadol efektive untuk membantu
dalam menghilangkan nyeri karena metastase ditulang dan nyeri visceral. Obat ini tidak
efektif untuk pasien dengan nyeri yang disebabkan oleh lesi pada nervus.

Stadium nyeri nonmalignant


Pasien diatas 65 tahun keatas lebih efektif dan aman pada pasien dengan nyeri
stadium nonnmalignat kronik yang bervariasi. Keadaan yang termasuk dalam kondisi
gabungan dan low back neuropati dan nyeri orthopedic namun hal ini dapat
dipertimbangkan dengan pemberian acetaminophen dan codein, namun ini kurang baik
bila pemberiannya tidak berlanjut dengan persentase yang tinggi 18%-9% dari tramadol.
Pasien diatas 75 tahun tidak boleh mendapat 300 mg/day. Tramadol merupakan obat
sangat bermanfaat bila tidak menerima pengobatan yang adekuat dari acetaminophen,
pada pasien dengan risiko mendapat efek samping dari NSAID atau pada pasien yang
tidak bias mentoleransi anlgesik narkotik. Dalam penelitian yang lain tramadol lebih
efektif dari propoxsifen dalam menurunkan nyeri selama melakukan aktivitas berjalan,
dan tidur.
SUMMARY
Tramadol lebih aman dan efektive untuk analgesic pada pasien dewasa dengan
nyeri kronik mulai dari ringan sampai berat. Data dari 2 percobaan double-blind jangka
panjang clinical trial mendemostrasikan perbandingkan secara keseluruhan dengan
cumulative kasus efek samping tramadol, aspirin dengan codein, dan acetaminophen
dengan codein. Efek samping tramadol yang paling sering terjadi adalah dizziness,
nausea, dan konstipasi. Tramadol minimal dalam menyebabkan dyspepsia ringan,
ketergantungan obat, toleransi obat dan penyalahgunaan obat.

Antidepresan
Salah satu antidepresan, Tricyclic antidepresan mempunyai efek analgesic yang luas. Sedikit
penelitian mengenai efektivitas dari tricyclic sebagai antidepresan dan anxiolytik
dibandingkan antidepresan yang lain termasuk antidepresan atypical seperti trazodon,
monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) dan penghambat selektiv serotonin (SSRIs)
seperti fluoxetine dan sertraline., namun tidak sama yang dialami dalam penggunaan
TCAs dan nyeri yang berlebihan. Dari beberapa penelitian percaya bahwa SSRIs lebih
baik untuk pasien dengan stadium nyeri kronik seperti sakit kepala meskipun dari
beberapa laporan dapat menyebabkan sakit kepala.
TCAs berpotensi sebagai biogenic action dengan cara memblok pengambilan
kembali pada nervus terminal, efeknya memblok pengambilan dari norepineprine,
serotonin dan dopamine, namun dapat memberikan efek dari antidepresan menjadi lebih
efektif dan efisien. Agent ini juga dapat menghambat aktivasi dari colinergic,
histaminergic, dan adrenergic system, dan sangat signifikan dalam memberikan efek
samping dalam batas terapi. Kemungkinan yang terjadi adalah mekanisme dalam
mengatasi nyeri. TCAs menghambat noradrenergic neuron, walaupun onset analgesicnya
sama tiap pasie.
Meskipun penggunaannya secara utama pada depresi. Antidepresi sangat
bermanfaat untuk mengontrol efek samping dari nyeri kronik. Agent tidak banyak
digunakan pada nyeri akut. Efek dari analgesiknya lebih bagus untuk pengobatan gejala
depresi. Meskipun efesiensinya muncul saat stadium berat dan dosisnya dimanitanance.
Pemakaain TCAs harus hati-hati dalam penggunaanya, tergantung usia pasien dan efek
samping yang pernah dialami. Dosis awal pada pasien dapat digunakan 10-50 mg dan
gunakan sesuai indikasinya dan efek samping yang dapat ditimbulkannya contohnya
somnolen atau efek sampaing lainnya seperti konstipasi dan mulut kering. Efek
kardiovaskulernya dapat timbul karena pemberian anti-α-adrenergik dan local quinidin
seperti anti aritmia contohnya takikardi, hipotensi ortostatia, blok jantung, efek
antikolinergik contohnya mulut kering, peningkatan pengeluaran air mata, mata kabur,
konstipasi, retensi urin, dan antihistamin, efekny adalah sedasi ___ dan golongan amine
TCAs, seperti amitriptilin dan imipramine lebih sedikit efek samping antikolinergicnya
dan lebih baik sebagai obat pilihan pertama analgesic antidepresan. Pada akhirnya, para
medis harus lebih perhatian untuk melihat potens gejala dari efek letal pemakaian TCA
yang berlebihan, juga pada perubahan elektrocardiograhinya (ECG) seperti pelebran PR,
kadar TCA dalam plasma yang banyak, QRS dan QT lebar, takikardi, delirium, hipotensi
dan stress nafas. Harus diperhatikan obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
gangguan cardiac conduction atau pemberian obat yang dapat berpotensi menimbulkan
efek samping contohnya mexiletine. Efek samping yang paing berpotensi dapat muncul
karena pemberian norepinephrine atau epinerphrine atau phenotiazide
Pada 161 pasien dengan secsio cesaria dengan pemberian tramadol 75 mg secara
oral yang dikombinasi dengan acetaminophen-proxyphen. Pada double blind randomized
study dari 144 responden yang diberikan tramadol dosis rendah dari acetaminophen dan
codein yang dibandingkan dengan placebo secara single dose oral 50-100 mg.
Bagaimanapun dosis tramadol yang bervariasi menurunkan total kebutuhan pasien
terhadap morfin pada pasien post operasi pada pasien obstetric tramadol IM tidak
mengganggu kelahiran dan memiliki efek analgesik yang lebih kecil dari Demerol tetapi
dapat juga menyebabkan depresi pernafasan pada neonatus.

You might also like