You are on page 1of 6

EVALUASI KINERJA SIMPANG SIYONOHARJO, TANPA DAN

DENGAN LAMPU LALULINTAS BERDASARKAN METODE MKJI


1997
F. Pungky Pramesti
Pengajar di Jurusan Teknik Sipil FT UNS.
E-mail : pungkypramesti@yahoo.com

Abstract
The purpose of this study is to evaluate of existing unsignalized Siyonoharjo intersection and its performance
after traffic signal is implemented using MKJI 1997. This study also predict its next 10 year performances.
The primary data are road geometric, traffic flow and composition, and secondary data are intersection site
plan, population and traffic growth rate.
Based on 6% traffic growth rate, in 2003 degree of saturation is 0.66 and drastically increase up to 1.18 in
2013. By applying traffic signal in existing geometric, the degree of saturation of 2 and 4 phase are 0.89 and
0.76 respectively, with time cycle are 106.2 s and 76.7 s. After widening the approach of intersection, the de-
gree of saturation are 0.66 and 0.56, with time cycle are 42.3 s and 50 s.

Keywords:
Cycle time, Degree of Saturation, Signalized, Unsignalized Intersection.

PENDAHULUAN maupun 4 fase yang dihitung dengan Metode MKJI


Persimpangan menjadi bagian terpenting dari jalan 1997, juga menjadi kajian. Selanjutnya dari kondisi
perkotaan, sebab sebagian besar dari efisiensi, kea- kondisi diatas hendak diamati, manakah
manan, kecepatan, dan tingkat pelayanan jalan ter- perencanaan yang memberikan kinerja terbaik,
gantung dari perencanaan persimpangan. Setiap dengan parameter ukuran: derajat kejenuhan,
persimpangan mencakup pergerakan lalu lintas tundaan dan antrian di simpang.
menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada
satu atau lebih dari ruas persimpangan. Inilah alasan Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu
utama terjadinya konflik dan dibutuhkannya jalan raya yang merupakan titik konflik (Lihat
pengendalian pergerakan lalulintas pada simpang. Gambar 1) dan tempat kemacetan karena
Pergerakan lalu lintas ini dapat dikendalikan dengan bertemunya dua ruas jalan atau lebih oleh
berbagai cara. Tujuannya adalah mengurangi titik karenanya semua simpang terutama di perkotaan
konflik di persimpangan jalan, mengurangi membutuhkan pengaturan.
kecelakaan lalu lintas, mengurangi waktu tundaan, Salah satu cara mengatur simpang adalah dengan
derajat kejenuhan, peluang antrian dan menggunakan Lampu Lalu Lintas (Traffic Signal).
mengoptimalkan arus lalu lintas. Lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu
lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai
Aplikasi lampu lalu lintas adalah salah satu solusi pengatur hak berjalan pergerakan lalu lintas
untuk memperbaiki kinerja simpang. Khisty, CJ, (termasuk pejalan kaki) secara bergantian di
(1998, p. 28) mengungkapkannya dengan : “One of pertemuan jalan (Siti Malkhamah, 1996, p.19).
the most important and effective methods of con- Lampu lalu lintas yang dipasang pada suatu
trolling traffic at an intersection is the use of traffic simpang dengan tiga jenis warna yakni merah, hijau
signals”. Harapannya jumlah konflik pada dan kuning yang menyala secara bergantian
persimpangan dapat berkurang, arus lalu lintas merupakan tindakan pengaturan simpang untuk
dapat optimal, derajat kejenuhan serta waktu tunda mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan
juga berkurang. Hingga akhirnya kinerja interval waktu.
persimpangan secara keseluruhan meningkat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja


eksiting simpang saat survei dilakukan dan
kinerjanya 10 tahun kemudian. Kinerja simpang
eksisting setelah diberi lampu lalulintas baik 2

MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/93


Derajat Kejenuhan dihitung dengan persamaan
[3] :
DS = Qtot / C …………………………[3]
dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Qtot = arus total
C = Kapasitas

Gambar 1. Konflik-konflik utama pada simpang  Tundaan didefinisikan sebagai waktu tempuh
bersinyal tambahan yang diperlukan untuk melewati
simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa
Beberapa terminologi yang lazim digunakan dalam simpang (MKJI, 1997). Tundaan yang terjadi
perencanaan lampu lalu lintas di simpang antara di simpang merupakan tundaan yang terjadi
lain: karena lalulintas dan karena geometrik
simpang.
Tundaan lalu lintas rata-rata, DT, dihitung
 Jalan Utama (Major street atau Main Road)
dengan persamaan [4] :
merupakan arah bagian dari pendekat di
simpang yang memiliki arus lalu lintas yang NQ1x3600
DT = cxA+ …………[4]
lebih lebar dari arah lainnya yang biasanya C
diwujudkan dalam bentuk geometrik dengan dimana :
lengan yang lebih lebar dari lengan lainnya. DT = Tundaan lalu lintas rata-rata
Sebaliknya bagian dari pendekat di simpang (det/smp)
yang memiliki arus lalu lintas yang lebih kecil c = Waktu siklus yang disesuaikan (det)
dan diwujudkan dalam bentuk geometrik 0,5 x(1 − GR ) 2
lengan yang lebih sempit dari lengan yang lain A =
disebut sebagai Jalan Minor (Minor Street). (1 − GRxDS )
GR = rasio hijau (g/c)
 Waktu Siklus (Cycle Time) merupakan jumlah DS = derajat kejenuhan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase
satu putaran dari sinyal pada suatu simpang. hijau sebelumnya
Sedangkan Fase (Stage) merupakan bagian dari C = kapasitas(smp/jam)
waktu siklus yang dialokasikan bagi Untuk tundaan geometrik, DG, dihitung dengan
sembarang lalu lintas untuk mengadakan persamaan [5] :
pergerakan. DGj = (1-Psv) x PT x 6 + (Psvx4) ...... [5]
Waktu siklus sebelum penyesuaian (CUA) dimana :
untuk pengendalian waktu tetap dihitung DGj = tundaan geometri rata-rata untuk
dengan persamaan [1]: pendekat j (smp/jam)
(1.5 × LTI + 5) ..............................[1] Psv = rasio kendaraan terhenti pada
C ua = pendekat =Min NS1
(1 − IFR ) PT = Rasio kendaraan berbelok pada
dimana: pendekat
Cua = Waktu siklus sebelum waktu Sehingga tundaan rata-rata yang terjadi di
penyesuaian sinyal (det) masing-masing pendekat, D, dinyatakan
LTI = Waktu hilang total per siklus (det) = dengan persamaan [6] :
∑ (Merah semua + Kuning) i D = DT + DGj.................................. [6]
IFR = Rasio arus simpang Sedangkan tundaan seluruh simpang DI
(Sumber MKJI tahun 1997,2-59)
Waktu siklus yang disesuaikan dihitung DI =
∑ (QxD) ……………………[7]
dengan persamaan [2]: Qtot
c = ∑ g i + LTI ……………………….[2] dimana :
Q = arus lalu lintas (smp/jam)
gi = waktu hijau yang telah dibulatkan  Level of Service (LOS) suatu simpang
merupakan ukuran kualitas pelayanan suatu
 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) simpang yang digambarkan sebagai rata-rata
(MKJI, 1997) merupakan ukuran dari tundaan berhenti perkendaraan untuk periode
kecukupan kapasitas yakni apakah kondisi pengamatan 15 menitan (Lihat Tabel 1).
geometrik dan desain sinyal cukup
menyediakan kapasitas bagi pergerakan.
MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/94
Tabel 1. Tingkat Pelayanan Simpang Mulai
Tundaan Henti Rata-rata perkendaraan
LOS
(detik) Data masukan :
- Geometrik simpang
A < 5,0 - Arus lalulintas
B 5,1 – 15,0 - Kondisi lingkungan

C 15,1 – 25,0
Penentuan fase sinyal
D 25,1 – 40,0
E 40,1 – 60,0
Penentuan waktu antar
F > 60 hijau dan waktu hilang

( Sumber: Traffic Enginering, 1991, p.419)


Perhitungan Perhitungan Perhitungan
arus arus jenuh faktor
penyesuaian

Perhitungan waktu
Mulai siklus

Perhitungan kapasitas
Data masukan :
- Geometrik simpang
Perhitungan derajat
- Arus lalulintas kejenuhan
- Kondisi lingkungan
YA
DS > 0.75

Perhitungan Perhitungan Perhitungan TIDAK


arus arus jenuh faktor Perhitungan Perilaku
penyesuaian lalu lintas
- Tundaan
- Panjang antrian
- Kendaraan terhenti
- Perhitungan kapasitas
- Perhitungan derajat
kejenuhan Selesai

(b)
Perhitungan Perilaku Gambar 2. Diagram alir perhitungan kinerja
Lalu lintas
- Tundaan simpang tanpa dan dengan lampu lalu lintas dengan
- Peluang antrian Metode MKJI 1997

METODE
Selesai Penelitian ini berusaha merencanakan pengaturan
simpang dengan lampu lalulintas sehingga didapat
(a) kinerja simpang yang lebih baik. Gambar 2.(a)
memberi gambaran tentang urutan perhitungan
kinerja simpang tanpa pengaturan. Sedangkan
Gambar 2.(b) menjelaskan urutan perencanaan
pengaturan lampu lalu lintas pada simpang.
Keduanya berdasarkan Metode MKJI 1997

Penelitian dilakukan terhadap simpang empat


Siyonoharjo Wonosari yang merupakan pertemuan
antara jalan Yogyakarta – Wonosari (yang
membujur dari arah Utara ke Selatan) sebagai jalan
mayor, dan jalan Playen – Piyaman sebagai jalan
minor, lihat gambar 3.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


data primer yang meliputi : data geometrik simpang
dan data arus lalu lintas, serta data sekunder berupa
:Data jumlah penduduk dan tingkat
pertumbuhannya, Peta wilayah penelitian, Data

MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/95


pertumbuhan arus lalu lintas dan Detail denah Belok UM 5 Belok UM 6
Simpang Siyonoharjo. Kanan MC 15 kanan MC 85
LV 22 LV 3
HV 1 HV 8

m
U

5,
13
YO
Volume lalulintas jam sibuk inilah yang dipakai
G
YA
K
AR
untuk menghitung kinerja simpang saat ini dan
TA
merencanakan waktu siklus lampu lalulintas.
8,5 m

PLAYEN
Volume lalu lintas dan data-data lain dianalisis
dalam formulir-formulir MKJI 1997 yang

9m
PIYAMAN

dienumerasi dengan menggunakan bantuan program


microsoft excel, untuk mendapatkan nilai parameter
kinerja simpang tahun 2003 dan tahun 2013.
W
O
N
O
SA
Selanjutnya data dianalisis untuk mendapatkan
R
I
m
13 waktu siklus dan nilai parameter kinerja simpang
Gambar 3. Simpang Siyonoharjo sebelum jika simpang diatur dengan lampu lalulintas baik 2
diperlebar maupun 4 fase. Hasil selengkapnya disajikan dalam
Tabel 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil survei arus lalulintas 15 menitan, MKJI 1997 menyarankan jika waktu siklus yang
menunjukkan bahwa jam sibuk terjadi pada pukul dihitung lebih besar dari batas yang disarankan
06.30 – 07.30. Data arus lalu lintas pada jam sehingga mengakibatkan derajat kejenuhan (DS)
tersebut yang telah dijumlahkan berdasarkan jenis menjadi lebih tinggi dari 0,75, maka cara
kendaraan yaitu Unmotorized, Motorcycle, Light menambah kapasitas simpang dapat dilakukan
Vehicle, Heavy Vehicle dan arah gerakannya yaitu dengan : (1) Perubahan fase sinyal, misalnya
Belok kiri, Lurus dan Belok kanan, ditunjukkan dengan rencana alternatif memisahkan fase untuk
dalam Tabel 2. lalu lintas belok kanan; (2) Penambahan lebar
pendekat, dimana pelebaran disarankan dilakukan
Tabel 2. Perhitungan volume lalu lintas jam sibuk terhadap pendekat-pendekat dengan nilai FR
tertinggi; atau dengan (3) Pelarangan gerakan belok
Pende Arah Jenis Jml Pende Arah Jenis Jml kanan, karena pelarangan bagi satu atau lebih
kat arus kend kend/j kat arus kend kend/j gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas,
Belok UM 1 Belok UM 21 terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan
kiri MC 52 kiri MC 112 jumlah fase yang dibutuhkan.
LV 4 LV 76
Utara ( arah Yogyakarta)

HV 5 HV 36 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Simpang


Barat ( arah Playen)

Lurus UM 9 Lurus UM 3
Siyonoharjo
Signalized,
MC 684 MC 21 Signalized
Un- pendekat
LV 140 LV 6 Pendekat
signalized tdk
diperlebar
HV 44 HV 0 diperlebar
Belok UM 4 Belok UM 15 2003 2013 2 fase 4 fase 2 fase 4 fase
MC 9 MC 324 DS (Derajat Kejenuhan) 0.66 1.18 0.89 0.76 0.66 0.56
kanan Kanan
LV 6 LV 137 Tundaan Simpang 11.63 37.3 30.22 31.27 13.18 15.8
Peluang antrian (%) 21-42 50-98 - - - -
HV 2 HV 1
Panjang antrian max - - 22 0 387 189 229
Pende Arah Jenis Jml Pende Arah Jenis Jml Rata-rata Stop /smp - - 0.70 0.76 0.63 0.59
kat arus kend kend/j kat arus kend kend/j
Waktu siklus (detik) - - 106.2 76.7 42.3 50
Belok UM 2 Belok UM 2
Selatan ( arah Wono sari)

Timur (arah Piya man)

kiri MC 107 Kiri MC 33 Dalam penelitian ini, karena pemberlakuan 2 fase


LV 41 LV 20 kurang memberikan perbaikan pada nilai Derajat
HV 0 HV 1 Kejenuhan, maka dilakukan upaya penambahan
Lurus UM 28 Lurus UM 1 kapasitas seperti yang disarankan MKJI terutama
MC 505 MC 20 untuk merubah fase sinyal dan menambah lebar
LV 140 LV 0 pendekat (lihat Tabel 4).
HV 43 HV 0

MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/96


Tabel 4. Lebar semula dan rencana dari ke-4 SIMPULAN
pendekat Dari hasil analisis perencanaan Simpang
Lebar semula Lebar rencana Siyonoharjo didapati bahwa kondisi simpang
Pendekat Siyonoharjo saat dilakukan survei yaitu tahun 2003
(m) pendekat (m)
Utara 2 x 6.75 2x7 masih baik dengan derajat kejenuhan 0.66. Namun
Selatan 2x6 2x7 tahun 2013 derajat kejenuhan naik menjadi 1.18,
Timur 2 x 4.5 2 x 5.25 kondisi simpang menjadi jenuh, arus lalulintas yang
Barat 2 x 4.125 2 x 5.25 masuk simpang melebihi batas kapasitas.

Nilai Derajat Kejenuhan Simpang Siyonoharjo


tahun 2013 dengan geometrik awal jika diberi
YO
G
YA

lampu lalu lintas 2 fase masih menunjukkan kinerja


K
AR
TA

U
m

dibawah nilai standar (DS<0,75) Demikian juga


15

ketika jumlah fase diubah dari 2 menjadi 4, kinerja


R=
5.00
m
simpang tidak menunjukkan perbaikan yang berarti.
10,5 m

PLAYEN

10,5 m
PIYAMAN Sehingga disamping diatur dengan lampu lalulintas,
pada tahun 2013, simpang perlu diperlebar
pendekatnya. Perlakuan ini memberi nilai kinerja
R = 5.00
m

yang lebih baik yaitu derajat kejenuhan 0.66 untuk


15
m 2 fase dan 0.56 untuk 4 fase.
W
O
N
O
SA
RI

Dari penelitian diatas, perancangan pengaturan


Gambar 4. Simpang Siyonoharjo setelah diperlebar simpang dengan lampu lalulintas 4 fase dan
pendekat diperlebar, menunjukkan nilai Derajat
Hasil analisis kapasitas dan tingkat kinerja simpang Kejenuhan yang paling baik. Namun jika dilihat
tanpa pengaturan pada saat survei dilaksanakan, dari Waktu Siklus, Tundaan dan Panjang Antrian
menunjukkan bahwa keadaan Simpang Siyonoharjo yang dihasilkan, perancangan lampu lalu lintas 2
masih dalam kondisi yang baik. Ini terbukti dari fase dengan pendekat diperlebar memberikan nilai-
nilai derajat kejenuhan (DS) yang masih dibawah nilai yang lebih baik
0.75 dengan tingkat pelayanan B.
UCAPAN TERIMAKASIH
Namun 10 tahun kemudian kinerja simpang
Penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-
menunjukkan penurunan yang signifikan, yang
dalamnya pada saudari Eighty Yuniarti, Maya
ditunjukkan terutama oleh peningkatan nilai derajat
Argianti dkk, yang telah banyak membantu dalam
kejenuhan (DS) menjadi 1.18. Ini menunjukkan
pengumpulan dan enumerasi data.
bahwa keadaan Simpang Siyonoharjo tahun 2013
dalam keadaan lewat jenuh. dengan tingkat
pelayanan D, sehingga pengaturan terhadap REFERENSI
simpang mutlak diperlukan. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997, “Manual
Kapasitas Jalan Indonesia 1997“,
Usaha perencanaan simpang dengan lampu lalu Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia.
lintas 2 fase pada kondisi geometrik awal (lebar Hobbs, F.D, 1995, “Perencanaan dan Teknik Lalu
pendekat eksisting) masih menunjukkan kinerja Lintas“, Gajah Mada University, Yogyakarta.
dibawah nilai yang disyaratkan. Perubahan dengan Institute of Transportation Engineers, 1982,
menjadikan semua gerakan menjadi gerakan “Transportation Enginerring Handbook“,
terlindung dilakukan dengan merubah fase dari 2 Prentice-Hall.Inc, New Jersey,
menjadi 4. Upaya perubahan jumlah fase pun tidak Jourdain, S., 1992, “Urban Intersection Control“,
menunjukkan perubahan nilai Derajat kejenuhan The Book Guild.Ltd, Sussex.
yang signifikan. Untuk itu penting untuk Kadiyali, L.R, 1991, “Traffic Engineerig And
mengkombinasikan penetapan jumlah fase dengan Transport Planning“, Khana Publishers, New
pelebaran terhadap pendekat, sehingga didapatkan Delhi.
waktu siklus yang paling optimal dengan Derajat Khysty, C.J, 1998, “Transportation Engineering An
Kejenuhan dan Tundaan yang masih bisa ditolerir Introduction“, Prentice-Hall , London.
penggguna jalan. Robertson, H. Douglas, 1994, “Manual of
Transportation Engineering Studies“,
Prentice-Hall, New Jersey.

MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/97


Malkhamah, S., 1996, “ Survei lampu lalu lintas dan Taylor, M.A.P, 1996, “Understanding Traffic
pengantar Manajemen lalu lintas“, Biro System“, Avebury Technical, Aldershot.
Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta,

MEDIA TEKNIK SIPIL/Juli 2005/98

You might also like