You are on page 1of 20

5

BAB II

LANDASAN TEORI

5
Bab ini berisi penjelasan tentang pengertian peramalan, data runtun

waktu, stasioneritas, proses white noise, neural network, fungsi aktivasi, bias,

arsitektur neural network, algoritma backpropagation, dan perancangan neural

network.

A. Peramalan

Pada dasarnya definisi ramalan menurut istilah adalah hasil meramal.

Meramal mengandung pengertian menduga sesuatu yang akan terjadi. Jadi

peramalan adalah proses menduga sesuatu yang akan terjadi di masa yang

akan datang. Menurut teori, peramalan (forecasting) adalah perkiraan

mengenai sesuatu yang belum terjadi (Pangestu Subagyo, 1986: 1).

Peramalan bertujuan mendapatkan ramalan yang bisa meminimumkan

kesalahan meramal yang biasanya diukur dengan metode Mean Squared

Error (MSE), Mean Absolut Error (MAE), dan sebagainya (Pangestu

Subagyo, 1986: 1).

Peramalan mempunyai hubungan dengan rencana karena ramalan

adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang melalui

studi masa lalu, sedangkan rencana adalah penentuan apa yang akan

dilakukan pada waktu yang akan datang (Pangestu Subagyo, 1986: 3).

Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang


kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya

curah hujan, kondisi ekonomi, dan lain-lain.

Metode peramalan dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondisi

masa lalu untuk masa kondisi yang akan datang. Hal ini akan didasarkan pada

asumsi bahwa kondisi masa lalu sama dengan kondisi masa mendatang. Atas

dasar logika ini, langkah dalam metode peramalan secara umum adalah

mengumpulkan data, menyeleksi dan memilih data, memilih model

peramalan, menggunakan model terpilih untuk melakukan peramalan,

evaluasi hasil akhir. Hal terpenting dalam peramalan adalah dapat

meminimumkan kesalahan peramalan (Pangestu Subagyo, 1986: 6).

B. Data Runtun Waktu

Data runtun waktu adalah serangkaian data kuantitatif mengenai nilai-

nilai suatu variabel yang tersusun secara beruntun (berderet) dalam periode

waktu tertentu. Data runtun waktu diklasifikasikan menurut interval waktu

yang sama, baik dalam jam, harian, mingguan, bulanan, kuartalan, ataupun

tahunan. Sebagai contoh adalah pemakaian listrik harian, perubahan

pemakaian listrik setiap minggu, jumlah penjualan setiap bulan, data curah

hujan bulanan, ataupun pembayaran pajak setiap tahun.

Konsep yang berkaitan dengan analisis runtun waktu adalah fungsi

autokorelasi (ACF). Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar

data pengamatan suatu data runtun waktu. Menurut Hanke dan Wichern

(2005: 60), koefisien autokorelasi untuk lag-k dengan pengamatan pada


7

periode t dan t-k dari data runtun waktu dinyatakan sebagai berikut:

(2.1)

dengan = koefisien autokorelasi dari periode ke-k

= pengamatan saat periode t

= pengamatan pada periode waktu t-k

= nilai rata-rata dari suatu deret runtun waktu

Untuk mengetahui apakah koefisien autokorelasi yang diperoleh

signifikan atau tidak, perlu dilakukan pengujian. Pengujian dapat dilakukan

dengan menggunakan statistik uji t, dengan

t= (2.2)

= (2.3)

dengan, = standar error untuk autokorelasi pada lag ke-k

ri = autokorelasi pada lag ke-i


k = selisih waktu
n = banyaknya observasi dalam runtun waktu

dengan hipotesis

H0 : = 0 (koefisien autokorelasi yang diperoleh tidak signifikan)

H1 : 0 (koefisien autokorelasi yang diperoleh signifikan)

dan kriteria keputusan: H0 ditolak jika t < atau t > . Selain

menggunakan uji tersebut, untuk mengetahui apakah koefisien autokorelasi


yang diperoleh signifikan atau tidak dapat dilihat pada grafik fungsi

autokorelasi (ACF). Jika pada grafik ACF ada lag yang melebihi garis batas

signifikansi (garis putus-putus), maka koefisien autokorelasi signifikan pada

lag yang melebihi batas garis signifikansi.

C. Stasioneritas

Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis pada

data. Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak

tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1999:

351). Bentuk visual dari plot data runtun waktu sering kali cukup meyakinkan

para peneliti bahwa data yang diperoleh stasioner atau nonstasioner.

Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam rata-rata jika rata-

ratanya tidak berubah dari waktu ke waktu atau data bersifat stabil. Gambar

2.1 berikut ini merupakan contoh plot data runtun waktu yang stasioner

dalam rata-rata. Gambar 2.2 menunjukkan plot data runtun waktu yang tidak

stasioner dalam rata-rata.

Gambar 2.1 Plot Data Stasioner dalam Rata-Rata


5

Time Series Plot of Yt


290

280

270

260

Yt
250

240

230

220

210
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Observation

Gambar 2.2 Plot Data Tidak Stasioner dalam Rata-Rata

Untuk mengatasi ketidakstasioneran data berdasarkan rata-rata (mean)

yaitu dengan melakukan pembedaan (differencing). Menurut Makridakis, dkk

(1999: 452) notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah

operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut

(2.4)

Notasi B yang dipasang pada , mempunyai pengaruh menggeser

data satu periode ke belakang, dua penerapan B untuk akan menggeser

data tersebut dua periode ke belakang sebagai berikut

(2.5)

Apabila suatu runtun waktu tidak stasioner, maka data tersebut dapat

dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama.

Pembedaan pertama

(2.6)

Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.6) dapat ditulis

kembali menjadi:
Pembedaan pertama

(2.7)

Pembedaan pertama dinyatakan oleh

Sama halnya apabila pembedaan orde kedua (yaitu pembedaan

pertama dari pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung maka

(2.8)

Disini pembedaan orde kedua diberi notasi .

Tujuan menghitung pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas

dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde-d untuk mencapai

stasioneritas sebagai berikut

(2.9)

Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam varians jika fluktuasi

datanya tetap atau konstan, seperti pada gambar 2.3 berikut ini. Sebaliknya

jika data runtun waktu menunjukkan bahwa terdapat variasi fluktuasi data

pada grafik maka data termasuk dalam runtun waktu yang tidak stasioner
7

berdasarkan varians. Data runtun waktu yang tidak stasioner dalam varians

ditunjukkan pada gambar 2.4.

Time Series Plot of ln(Xt)

5.75

5.50

5.25
ln(Xt)

5.00

4.75

4.50
1 13 26 39 52 65 78 91 104 117 130
Index

Gambar 2.3 Plot Data Stasioner dalam Varians

Produksi Bawang Merah


950000

900000

850000

800000
Produksi

750000

700000

650000

600000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Index

Gambar 2.4 Plot Data Tidak Stasioner dalam Varians

Untuk menstasionerkan data tidak stasioner dalam varians dapat

dilakukan dengan transformasi. Pendekatan utama untuk memperoleh

stasioneritas dalam varians adalah melalui suatu transformasi logaritma atau

transformasi kemampuan data (Makridakis, 1995 : 401).

D. Proses White Noise

Suatu proses { } disebut proses white noise jika terdapat sebuah

barisan variabel random yang tidak berkorelasi dengan rata-rata konstan E(


)= = 0, variansi konstan Var( ) = , dan = Cov( , ) = 0 untuk k

0 (Wei, 2006: 15). Sesuai dengan definisi tersebut, proses white noise

adalah stasioner dengan fungsi autokovarians

= (2.10)

fungsi autokorelasi

= (2.11)

Dasar dari proses white noise adalah nilai fungsi autokorelasi dari residu

adalah mendekati nol.

Uji Ljung-Box dapat dilakukan untuk mengetahui apakah residu atau

error memenuhi proses white noise atau tidak. Uji Ljung-Box dapat dilakukan

dengan statistik uji:

Q = n(n+2) (2.12)

dengan, n = banyaknya observasi dalam runtun waktu

k = selisih waktu
m = banyaknya lag autokorelasi yang diuji
rk = koefisien autokorelasi dari periode ke-k

dengan hipotesis:

H0 : =…..= = 0 (residu/error memenuhi proses white noise)

H1 : 0, untuk i = 1, 2, …, k (residu/error tidak memenuhi proses white

noise)
9

dan kriteria keputusan: H0 ditolak jika Q > dengan adalah taraf signifikansi
dan m adalah banyaknya lag.

E. Neural Network

Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan) dapat dibayangkan seperti

otak buatan di dalam cerita-cerita fiksi ilmiah. Otak buatan ini menyerupai

cara kerja otak manusia dalam menyimpulkan sesuatu dari potongan-

potongan informasi yang telah ada. Penerapan jaringan syaraf tiruan (JST) ini

dilakukan dengan melakukan peniruan terhadap aktivitas-aktivitas yang

terjadi didalam sebuah jaringan syaraf biologis.

Ketika manusia berpikir, aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah

aktivitas mengingat, memahami, menyimpan, dan memanggil kembali yang

pernah dan telah dipelajari oleh otak. Cara kerja jaringan syaraf biologis

inilah yang dijadikan sebagai ide untuk membangun jaringan syaraf tiruan.

Contohnya adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada jaringan syaraf

tiruan yang saling terhubung dan beroperasi secara paralel. Jadi jaringan

syaraf tiruan menghasilkan keluaran berdasarkan pengalaman selama

mengikuti proses pembelajaran.

1. Definisi Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan)

Menurut Siang (2005: 2), jaringan syaraf tiruan merupakan system

pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan

syaraf biologi.
Jaringan syaraf biologis merupakan kumpulan dari neuron yang

bertugas untuk mengolah informasi. Sedangkan jaringan syaraf tiruan

dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf

biologi (Siang, 2005: 2), dengan asumsi bahwa:

1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana

(neuron).

2. Sinyal dikirim diantara neuron-neuron melalui penghubung-

penghubung.

3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat

atau memperlemah sinyal.

4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi

aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada

jumlahan input yang diterima.

Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam

pengoperasian jaringan syaraf tiruan (Siang, 2005: 23). Neuron terdiri

dari 3 elemen pembentuk, yaitu:

a. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi.

b. Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan masukan-masukan

jaringan yang sudah dikalikan dengan bobotnya.

c. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah jaringan dari input

neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.

Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal, yaitu:

a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)


11

b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode

training atau learning)

c. Fungsi aktivasi

Proses learning jaringan syaraf tiruan dimulai dengan

memasukkan informasi yang sebelumnya telah diketahui hasil

kebenarannya. Pemasukan informasi ini dilakukan lewat unit-unit input.

Bobot-bobot antar koneksi dalam suatu arsitektur diberi nilai awal dan

kemudian jaringan syaraf tiruan dijalankan. Bagi jaringan sendiri, bobot-

bobot ini digunakan untuk belajar dan mengingat suatu informasi yang

telah ada. Pengaturan bobot dilakukan secara terus menerus dan dengan

menggunakan kriteria tertentu sampai diperoleh hasil sesuai dengan

kriteria yang ditentukan.

Dari penjabaran diatas, maka jaringan syaraf tiruan disusun

menjadi tiga bagian utama yaitu:

1. Lapisan input (terdiri atas unit-unit input)

Unit-unit input menerima input dari dunia luar, input yang diberikan

merupakan penggambaran suatu masalah.

2. Lapisan tersembunyi (terdiri atas unit-unit tersembunyi)

Output dari lapisan ini tidak dapat diamati secara langsung.

3. Lapisan output (terdiri atas unit-unit output)

Keluaran dari lapisan ini merupakan hasil dari jaringan syaraf tiruan

terhadap suatu permasalahan.

Penggunaan jaringan syaraf tiruan ini karena teknik ini dapat


diterapkan pada data runtun waktu dengan fungsi linear maupun

nonlinear dengan berbagai tingkat akurasi yang diinginkan. Kelebihan

jaringan syaraf tiruan lainnya ialah model jaringan syaraf tiruan

dihasilkan langsung dari data.

Beberapa contoh model jaringan syaraf tiruan diantaranya adalah

perceptron, adaline, kohonen, hopfield, propagasi balik (feedforward),

dan lain-lain (Puspitaningrum, 2006: 22-25). Namun pada penelitian ini

model yang akan digunakan adalah dengan Feedforward Neural Network

(FFNN) karena feedforward merupakan perbaikan dari model-model

sebelumnya yaitu perceptron, adaline, dan kohonen. Selain itu model

kohonen dan hopfield biasanya digunakan untuk memecahkan masalah

traveling salesman problem.

2. Fungsi Aktivasi

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam FFNN.

Pemilihan bentuk FFNN dengan satu lapis tersembunyi dan fungsi linear

pada lapis output (tidak ada fungsi aktifasi nonlinear pada lapis output) ini

dimotivasi dari fakta yang menyatakan bahwa bentuk ini dapat

memberikan pendekatan sebarang yang akurat pada sebarang fungsi

dalam berbagai ruang fungsi normal jika dimensi dari ruang bobot adalah

cukup besar (Suhartono, 2007: 13).

a. Fungsi Linear (purelin)

Fungsi linear sederhana dirumuskan sebagai

y=x (2.13)
13

Pada Matlab fungsi linear dikenal dengan nama purelin dan memiliki

sintak

y = purelin( )

Gambar 2.5 Skema Fungsi purelin

b. Fungsi Sigmoid Biner (logsig)

Fungsi sigmoid biner sering digunakan pada metode backpropogation

dan memiliki nilai antara 0 sampai 1.

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai

y = f (x) = (2.14)

dengan f ’(x) = f(x) [1 - f(x)] (2.15)

Pada Matlab fungsi sigmoid biner dikenal dengan nama logsig dan

memiliki sintak

y = logsig( )

Gambar 2.6 Skema Fungsi logsig


3. Bias

Bias adalah sebuah parameter neuron yang dijumlahkan dengan

bobot neuron input dan diteruskan melalui fungsi transfer untuk

menghasilkan output neuron. Bias berfungsi untuk mengubah nilai

threshold menjadi 0 (Siang, 2005: 27). Jika melibatkan bias (b) maka

keluaran unit penjumlah adalah

net = b + (2.16)

Dalam Matlab, bias secara default telah diinisialisasi

memenggunakan fungsi Initlay yang berarti nilainya ditentukan

mengggunakan metode Nguyen-Widrow.

Metode ini secara sederhana dapat dijabarkan dalam prosedur berikut ini

(Kusumadewi, 2004: 97):

1. Tentukan terlebih dulu


a. n = jumlah unit lapisan input
b. p = jumlah unit lapisan tersembunyi

= faktor penskalaan ( )

2. Kerjakan untuk setiap unit pada lapisan tersembunyi (j = 1, 2, ..., p)

a. Inisialisasi bobot-bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi.

= bilangan random antara – 0,5 sampai 0,5

Hitung = (2.17)

b. Inisialisasi ulang bobot-bobot

= (2.18)
15

c. Set bias:

b1j = bilangan random antara – sampai

4. Arsitektur Neural Network (NN)

Pada NN, neuron-neuron tersusun dalam layer (lapisan).

Pengaturan neuron dalam layer dan hubungannya disebut dengan

arsitektur jaringan. Arsitektur NN diantaranya adalah:

1. Single-Layer Feedforward Neural Network

Tipe jaringan paling sederhana, dibangun oleh lapisan

masukan yang berkoneksi dengan lapisan keluaran yang berjalan satu

arah (feedforward). Proses komputasinya terjadi pada lapisan

keluaran.

Lapisan Masukan Lapisan Keluaran

Gambar 2.7 Arsitektur Neural Network Lapisan Tunggal

2. Multilayer Feedforward Neural Network

Pada tipe ini, diantara lapisan masukan dan keluaran terdapat satu atau

lebih lapisan tersembunyi (hidden layer). Hubungan antar lapisan

berlangsung satu arah.


Lapisan Masukan Lapisan Tersembunyi Lapisan Keluaran

Gambar 2.8 Arsitektur Neural Network Lapisan Jamak

5. Algoritma Backpropagation

Backpropogation merupakan metode training untuk multilayer

feedforward neural networks yang paling biasa digunakan.

Backpropogation dapat diterapkan pada feedforward neural networks

manapun dan fungsi aktivasinya differentiable.

Untuk sebagian besar besar network, proses learning

(pembelajaran/pelatihan) didasarkan pada suatu fungsi error yang cocok,

yang kemudian diminimalkan dengan mengacu pada nilai weight

(berat/bobot) dan bias. Jika network mempunyai fungsi aktivasi

differential, maka fungsi aktivasi unit output menjadi fungsi

differentiable dari variabel input, weight, dan bias. Untuk itu, kita dapat

mengevaluasi derivative dari error yang mengacu pada weight, dan

derivative tersebut kemudian dapat digunakan untuk menemukan weight

yang meminimalkan fungsi error-nya dengan menggunakan metode

optimasi yang ada. Algoritma untuk mengevaluasi derivative dari fungsi

error dikenal dengan backpropagation, karena metode ini mempropagasi

secara mundur melalui seluruh bagian network.

6. Perancangan Neural Network


17

Dalam system berbasis neural network, nilai keluaran sistem akan

sangat dipengaruhi oleh metode neural network yang digunakan. Oleh

karena itu, perancangan neural network ini akan menjadi sifat utama

dalam perancangan sistem.

Langkah-langkah membangun struktur jaringan untuk peramalan sebagai

berikut:

1. Pembagian data

Dalam pembagian data, data dibagi menjadi data pelatihan,

dan data pengujian. Beberapa komposisi data pelatihan, dan data

pengujian yang sering digunakan adalah sebagai berikut (Danarto,

2003 : 34):

a. 80 % untuk data training dan 20 % untuk data testing.

b. 75 % untuk data training dan 25 % untuk data testing.

c. 65,67 % untuk data training dan 33,33 % untuk data testing.

d. 60 % untuk data training dan 40 % untuk data testing.

e. 50 % untuk data training dan 50 % untuk data testing.

Aspek pembagian data harus ditekankan agar jaringan

mendapat data pelatihan yang secukupnya dan data pengujian dapat

menguji prestasi pelatihan yang dilakukan berdasarkan nilai MSE data

pelatihan dan pengujian. Bilangan data yang kurang untuk proses

pelatihan akan menyebabkan jaringan tidak dapat mempelajari

taburan (sebaran) data dengan baik. Sebaliknya, jika data yang

digunakan untuk proses pelatihan cukup banyak akan melambatkan


proses pemusatan (konvergensi).

2. Perancangan jaringan yang optimum

Setelah pembagian data, langkah selanjutnya adalah penentuan

bilangan simpul masukan, bilangan lapisan tersembunyi, bilangan

simpul lapisan tersembunyi, dan bilangan simpul keluaran yang akan

digunakan dalam jaringan. Ada beberapa aturan yang dapat membantu

perancangan jaringan yang optimum, yaitu sebagai berikut:

a. Bilangan simpul masukan sama dengan periode data berfluktuasi.

b. Bilangan simpul keluaran sama dengan bilangan keluaran masalah.

c. Mulai dengan satu lapisan tersembunyi dan gunakan lebih dari satu

lapian tersembunyi jika diperlukan.

d. Jika menggunakan satu lapisan tersembunyi, bilangan simpul

tersembunyi awal adalah 75 % dari bilangan simpul masukan.

Penggunaan jaringan dengan dua atau lebih lapisan

tersembunyi dalam masalah peramalan kebanyakan tidak akan

memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap hasil yang

diperoleh jaringan untuk melakukan peramalan. Selain itu akan

melambatkan proses pelatihan yang disebabkan bertambahnya simpul.

Beberapa kaedah untuk memperkirakan bilangan simpul tersembunyi

yaitu sebagai berikut:

h = n, 2n (2.19)

h = n/2 (2.20)

dengan, n = bilangan simpul masukan yang digunakan


19

h = bilangan simpul tersembunyi

Penentuan bilangan simpul tersembunyi yang terbaik diperoleh secara

trial and error dari simpul 1 sampai 2n. Untuk persamaan (2.20)

digunakan apabila jumlah simpul masukan terlalu banyak.

3. Pemilihan koefisien pemahaman dan momentum

Pemilihan koefisien pemahaman dan momentum mempunyai

peranan penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun. Dalam

pembangunan jaringan yang akan digunakan dalam peramalan, hasil

keputusan yang kurang memuaskan dapat diperbaiki dengan

penggunaan koefisien pemahaman dan momentum secara trial and

error untuk mendapatkan nilai bobot yang paling optimum agar MSE

jaringan dapat diperbaiki.

4. Memilih dan menggunakan struktur jaringan yang optimum

Jaringan yang dibangun akan dinilai keakuratan ramalannya.

Salah satu kaedah penilaian yang digunakan adalah Mean Square

Error (MSE). Pendekatan Ketepatan model dilihat dari nilai MSE-nya.

Nilai MSE didapat dari persamaan berikut ini.

MSE = = 2 (2.21)

dengan, n = bilangan ramalan

= nilai aktual pengamatan ke-i

= nilai ramalan pengamatan ke-i

Berdasarkan nilai MSE yang terendah dari proses pelatihan,

diperoleh jaringan yang optimum. Keakuratan ramalan jaringan


dilihat dari nilai MSE dari proses pengujian.

5. Pemilihan jaringan optimum dan penggunaannya untuk peramalan

Langkah-langkah pemilihan jaringan yang optimum sebagai

berikut:

a. Proses pelatihan dilakukan terhadap data pelatihan dengan struktur

jaringan yang memiliki bilangan simpul tersembunyi berbeda akan

diperoleh nilai keluaran jaringan. Nilai MSE-nya dihitung. Jaringan

dengan nilai MSE terendah dipilih sebagai jaringan yang optimum

untuk digunakan dalam peramalan.

b. Setelah proses pelatihan, dilakukan proses pengujian terhadap data

pengujian dengan struktur jaringan yang memiliki bilangan simpul

tersembunyi berbeda yang telah dilatih akan diperoleh nilai

keluaran jaringan. Nilai MSE masing-masing struktur jaringan

dihitung. Proses pengujian dilakukan untuk menguji hasil pelatihan

dan sebagai pendukung bahwa jaringan terpilih sebagai jaringan

yang tepat untuk model peramalan.

c. Proses validasi dilakukan dengan menggunakan jaringan terpilih

terhadap data testing untuk melihat hasil ramalannya apakah sudah

baik atau belum.

You might also like