You are on page 1of 4

PEMANFAATAN AGENS ANTAGONIS DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT

TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Lilik Retnowati, Baskoro Sugeng Wibowo, Cahyadi Irwan


Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Kotabaru-Jatisari

PENDAHULUAN
Pemanfaatan agens hayati dalam menekan perkembangan penyakit terus
dikembangkan dan dimasyarakatkan ke petani. Agens hayati yang digunakan untuk
mengendalikan penyakit disebut dengan agens antagonis. Agens antagonis yang
banyak dikembangkan untuk mengendalikan penyakit antara lain dari jenis jamur dan
bakteri. Jamur agens antagonis yang sudah banyak diuji, baik pada tingkat laboratorium
maupun tingkat lapang dan telah dimasyarakatkan ke petani saai ini adalah Trichoderma
sp dan Gliocladium sp. Sedang bakteri agens antagonis yang mulai dimasyarakatkan ke
petani adalah Corynebacterium dan Pseudomonas fluorescens. Agens antagonis
tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengendalian penyakit tanaman yang ramah
lingkungan, baik pada penyakit tanaman pangan maupun hortikultura.

Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), sejak tahun


1996 telah mulai mengeksplorasi beberapa jenis agens antagonis yang diupayakan
sebagai sarana pengendalian penyakit tanaman pangan dan hortikultura. Mulai tahun
2002, telah diperkenalkan dan disosialisasikan kepada para petani pisang di Cianjur
untuk memanfaatkan Trichoderma sp, yaitu jamur antagonis dalam upaya menekan
penyakit layu Fusarium, sedangkan pada tahun 2007 telah memasyarakatkan agens
antagonis yaitu Corynebacterium untuk mengendalikan penyakit Hawar Daun Bakteri
(HDB), di 10 lokasi daerah endemis penyakit HDB, yang meliputi Jawa Barat (3 lokasi),
Jawa Tengah (2 lokasi), Jogjakarta (1 lokasi), Jawa Timur (2 lokasi) dan Banten (2
lokasi). Pada 10 lokasi efektifitas dari agens antagonis Corynebacterium sangat bagus,
yaitu mampu menekan perkembangan penyakit HDB. Ini dibuktikan dengan antusiasnya
petani dari 10 lokasi tersebut untuk terus menggunakan agens antagonis
Corynebacterium pada musim tanam berikutnya.

Corynebacterium (bakteri antagonis) yang diperkenalkan kepada para petani di 10 lokasi


tersebut, terbukti dapat diterima dengan baik. Corynebacterium menjadi sarana
pengendalian penyakit HDB yang murah tetapi cukup efektif. Menjadi murah karena

1
para petani (kelompok tani) dapat memperbanyak massal sendiri dan efektif oleh karena
penyakit HDB dapat ditekan secara nyata.

MEKANISME AGENS ANTAGONIS


Ada 4 (empat) macam cara kerja/mekanisme Agens Antagonis (AA), sehingga dapat
menghambat perkembangan penyakit tanaman di lapang. 1 (Satu) jenis AA
kemungkinan mempunyai satu atau lebih mekanisme, ke 4 mekanisme tersebut adalah:

1. Lysis. Miselia agens antagonis mampu menghancurkan (memotong - motong)


miselia dari penyakit, sehingga mengakibatkan kematian penyakit tersebut.
2. Antibiosis. Penyakit tidak mampu menembus daerah disekitar agens antagonis.
Akibatnya terdapat daerah kosong antara agens antagonis dan penyakit.
3. Parasitisme. Miselia dari agens antagonis mampu melilit miselia dari penyakit yang
berperan memarasiti miselia patogen, mengakibatkan miselia penyakit menjadi
hampa (kosong), dan patogen tersebut mati.
4. Blokadi zone tumbuh. Agens antagonis mampu tumbuh lebih cepat dari penyakit,
sehingga ruang lingkupnya hampir dipenuhi oleh perkembangan agens antagonis
dan terdapat seperti pembatas antara agens antagonis dengan penyakit.

PEMANFAATAN AGENS ANTAGONIS


Penyakit layu fusarium pada tanaman pisang merupakan salah satu jenis penyakit yang
mematikan dan secara umum merugikan komoditas hortikultura. Trichoderma sp
merupakan salah satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untuk
mengendalikannya. Aplikasi Trichoderma sp yang paling efektif adalah apabila dicampur
dengan pupuk kompos.
Beberapa data menunjukkan hasil yang memuaskan, seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Kemampuan Jamur Antagonis Trichoderma sp Dalam Menekan Penyakit Layu


Pisang.

Lokasi Tahun Kegiatan Perlakuan Tingkat Penekanan


(%)
Kab. Cianjur 2002 Trichoderma sp 100
(2 Desa)
Kab. Cianjur 2003 Trichoderma sp 100
(4 Desa)

2
Dari tabel 1. Tingkat penekanan 100% yang diperoleh adalah bahwa pada lokasi
endemis penyakit layu pisang, penanaman pisang baru menunjukkan keberhasilan
sampai dengan panen, setelah sebelumnya diaplikasi dengan kompos plus Trichoderma
sp.

Pemanfaatan agens antagonis selain pada tanaman hortikultura, juga pada tanaman
pangan. 2 (dua) jenis bakteri antagonis yang telah menunjukkan keefektifitasannya
untuk menekan penyakit kresek yang disebabkan oleh patogen Xanthomonas oryzae
adalah Pseudomonas fluorescens dan Corynebacterium. Hasil pengujian kedua jenis
bakteri antagonis tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Efektifitas Agens Antagonis Corynebacterium Terhadap Penyakit HDB pada


Padi

Perlakuan Tingkat Serangan HDB (%)


3 mst 5 mst 7 mst 9 mst 10 mst 11 mst 12 mst
Corynebacterium 0 0 0 0 1,56 1,88 2,16
Pseudomonas 0 0 0 0,92 4,6 4,88 5,08
fluorescens
Kontrol 0 0,2 0,4 9,92 25,28 30,08 30,08
Keterangan : P.f = Pseudomonas fluorescens (agens antagonis)
mst = minggu setelah tanam

Dari tabel 2 (dua), dapat dilihat bahwa Corynebacterium mampu menggeser masa
inkubasi sampai 5 minggu, sedangkan Pseudomonas fluorescens 4 minggu. Hal ini
berkaitan erat dengan intensitas penyakit pada masa kritis (fase pengisian malai) dan
pada masa panen. Kontrol menunjukkan tingkat intensitas penyakit yang lebih tinggi
(pada 12 mst).

Pada uji lapang di Cianjur dan Purwakarta, Corynebacterium mampu menekan HDB
berkisar antara 52,27% - 81,85% dibandingkan dengan tanpa aplikasi, seperti pada
tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Kemampuan Agens Antagonis Dalam Menekan Perkembangan Penyakit HDB


di Tingkat Lapang.

Lokasi Varietas Perlakuan Tingkat Penekanan


(%)
Kab. Cianjur (2001) Ciherang Corynebacterium 52,27
Kab. Purwakarta Ciherang Corynebacterium 81,85
(2005)

3
Efektifitas Corynebacterium ditingkat lapang cukup menjanjikan, oleh karena sampai
saat ini sarana pengendalian untuk penyakit kresek tersebut masih sangat terbatas.
Corynebacterium dapat diperbanyak secara massal oleh petani dengan biaya cukup
murah, sehingga para petani sebenarnya mampu menyediakan sarana pengendalian
penyakit kresek yang efektif dan efisien secara mandiri.

You might also like