Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata
lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau
rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena
proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
2. Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
3. Patofisiologi
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
4. Manifestasi Klinis
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
7) Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
6. Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus
permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12
bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi
waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter
sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa
hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi
degan hemostratau skapel
b. Pengobatan
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus,
pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah
sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.
1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
3) Riwayat psikologis
a. BB lahir abnormal
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Kriteria Hasil :
Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
Intervensi :
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi
protein.
4. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.
A. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland,
1998).
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966)
membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula
rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir
dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.
B. Pathofisiologi
C. Ganbaran Klinik
Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut
merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1. Tidak adanya apertura anal
2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3. Muntah dengan abdomen yang kembung
4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok
anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus.
Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan,
maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan
terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa
perut kembung, muntah berwarna hijau.
artikel disini :http://blog.ilmukeperawatan.com
D. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram
mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium
E. Penatalaksanaan
? Medik:
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan
koreksi sekaligus
? Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut
dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya
dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta
memperhatikan kesehatan bayi.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
G. Path Ways
G. Intervensi
DP Tujuan Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria
Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol
Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
KH:
? Pasien dapat BAK dengan normal
? idak ada perubahan pada jumlah urine
Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang
Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
dengan KH :
? Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
? Turgor pasien baik
? Pasien tidak mual, muntah
? Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:
? Nyeri berkurang
? Pasien merasa tenang
? Tidak ada perubahan tanda vital
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama
dengan KH:
? Mempertahankan integritas kulit
? Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
? Mengindentifisikasi faktor resiko individu • Kaji pola eliminasi BAK pasien
• Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
• Selidiki keluhan kandung kemih penuh
• Awasi/observasi hasil laborat
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
• Kaji KU pasien
• Timbang berat badan pasien
• Catat frekuensi mual, muntah pasien
• Catat masukan nutrisi pasien
• Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
• Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
• Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
• Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai
stoma
• Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
• Bantu melakukan latihan rentang gerak
• Awasi adanya kekakuan otot abdominal
• Kolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for
planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC.
Jakarta.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25.
Jakarta: EGC
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC.
Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. USA: CV Mosby
[ad#tak-usah-bingung]
ASKEP ATRESIA ANI
Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu
lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan
rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi
bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang
mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan
pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi
rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi,
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
1. Anomali rendah
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
2. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
3. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4
kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin
terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ;
harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel
vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar
sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat
divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera
dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ;
lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal
pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu
Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan radiologis
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Colostomi sementara
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien
dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan
rumah.
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
3. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
Wong,1996).
otot.
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik
(Doenges,1993).
(Doenges,1993).
perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu:
(Doenges,1993).
(Suriadi,2001).
7. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993).
(Doenges,1993).
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi :
usus normal.
dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di
Intervensi :
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma.
4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran
stoma.
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan.
berlebih (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas,
Intervensi :
3. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan
indikasi.
Intervensi :
1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan.
program diit.
Intervensi :
5. Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda – tanda vital dan pengkajian.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma
saraf jaringan (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil : ekspresi wajah
Intervensi :
kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat defekasi.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal
secara tepat.
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
3. Tindakan keperawatan
6. Evaluasi
klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan