You are on page 1of 13

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi elektroda [AWS A5.1-91, 1991]. ............................................................ 13


Tabel 2.2 Kekuatan tarik dan luluh elektroda [AWS A5.1-91, 1991]. ...................................... 14
Tabel 2.3 Ukuran elektroda [AWS A5.1-91, 1991]. ................................................................ 14
Tabel 2.4. Spesifikasi baja lunak [Okumura et.al, 1996]......................................................... 17
Tabel 2.5 Normal strength steels - Chemical composition and deoxidation practice
(specification by Bureau Veritas) ............................................................................................ 18
Tabel 2.6 Higher strength steels -Chemical composition and deoxidation practice
(specification by Bureau Veritas) ............................................................................................ 18
Tabel 3.1 Welding prosedure spesification.............................................................................. 36
Tabel 4.1 WPQR pengelasan spesimen I. ................................................................................ 49
Tabel 4.2 WPQR pengelasan spesimen II. .............................................................................. 50
Tabel 4.3 WPQR pengelasan spesimen III. ............................................................................. 51
Tabel 4.4 Besar masukan panas tiap layer.. ............................................................................. 51
Tabel 4.5 Tinggi manik las. ..................................................................................................... 54
Tabel 4.6 Hasil uji radiography. .............................................................................................. 56
Tabel 4.7 Hasil pengamatan uji makro etsa. ............................................................................ 57
Tabel 4.8 Prosentase kandungan ferit dan perlit hasil foto mikro. .......................................... 62
Tabel 4.9 Perhitungan hasil uji tarik ........................................................................................ 65
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Pengujian Impak ...................................................................... 67
Bab 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses pengelasan bimetal adalah proses pengelasan yang menyambungkan dua


macam logam yang berbeda. Pengelasan bimetal mempunyai tingkat kerumitan yang lebih
tinggi dibanding dengan pengelasan dengan logam yang sejenis. Karena logam yang tidak
sejenis mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Sehingga proses pengelasan
logam yang tidak sejenis membutuhkan beberapa teknik tertentu, misalnya pemilihan logam
yang akan disambung harus tepat, pemilihan elektrode yang sesuai, pengaturan heat input
yang tepat, serta pemilihan perlakuan panas pasca pengelasan yang tepat.

Untuk itu dibutuhkan suatu cara agar pengelasan bimetal lebih dapat diterima dan pada
akhirnya dapat diaplikasikan dengan baik sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu cara
yang mungkin dapat dilakukan adalah penambahan magnet eksternal saat proses pengelasan.
Magnet eksternal dapat dibangkitkan dengan adanya elektromagnet dari kumparan yang telah
dialiri listrik. Pada proses pengelasan, terjadi sirkulasi logam cair pada weld pool. Sirkulasi
logam cair pada weld pool, akan berpengaruh terhadap porositas dan pelarutan unsur-unsur
lain sehingga nanti akan berpengaruh juga terhadap sifat mekanik baja.

1.2. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dipecahkan dalam tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan magnet external terhadap sifat mekanik baja pada
pengelasan bimetal.

2. Bagaimana pengaruh penggunaan magnet external terhadap porositas.


1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini berdasarkan uraian di atas yaitu :

1. Mengetahui pengaruh magnet eksternal terhadap sifat mekanik baja SS 41 dan baja
AH 36

2. Mengetahui pengaruh variasi kuat medan magnet terhadap hasil pengelasan butt joint.

1.4. Manfaat

Manfaat yang akan didapat dari penulisan tugas akhir ini adalah :

Sebagai referensi dalam pengelasan pelat bimetal dengan menggunakan elektroda


ferromagnetik.

1.5. Batasan Masalah

Untuk membatasi agar pembahasan dalam tugas akhir ini tidak terlalu luas maka
ditentukan batasan masalah bagi tugas akhir ini. Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :

1. Material plat yang digunakan adalah baja SS 41 dan baja AH 36.

2. Medan magnet yang digunakan sebesar 0 gauss, 10 gauss dan 15 gauss.

3. Pengelasan menggunakan proses SMAW Short Circuiting Transfer.

4. Pengujian tarik

5. Pengujian impak dengan metode charpy.

6. Analisa porositas menggunakan metallography test dan radiography test.

2
1.6. Hipotesis Awal

Dengan variasi kuat medan magnet yang diberikan pada baja SS 41 dan baja AH 36,
semakin kecil harga kuat medan magnet maka semakin baik sifat mekaniknya.

1.7. Metodologi

Metode dan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari dan mempelajari literatur-literatur yang


sesuai, sehingga dapat mempermudah dalam proses penelitian dan analisis data penelitian.

b. Pengumpulan data

Data yang diharapkan dari penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui mekanisme pengujian sedangkan data sekunder diperoleh
melalui literatur ataupun informasi yang lain.

x Ada beberapa tahap pengujian dalam penelitian ini, tahap-tahap tersebut adalah:

x Persiapan material

x Pengelasan dan pembuatan spesimen tes

x Pengujian radiography

x Pengujian impak

x Pengujian foto mikro dan makro

x Pengujian tarik

3
c. Analisis dan pembahasan

Analisis dan pembahasan dilakukan terhadap hasil pengujian yang dilakukan. Hasil
pengujian yang dianalisis adalah sebagai berikut :

x Hasil pengujian radiography

x Hasil pengujian impak

x Hasil foto mikro dan makro

x Hasil pengujian tarik

d. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan perbandingan maka diambil kesimpulan dari pengujian yang
telah dilakukan.

Metode dan langkah-langkah diatas dapat ditampilkan dalam bentuk diagram, diagram
dari metode dan langkah-langkah diatas dapat dilihat pada halaman selanjutnya :

1.8. Sistimatika Penulisan

Untuk memperoleh hasil laporan tugas akhir yang sistematis dan tidak keluar dari
pokok permasalahan maka dibuat sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan, dan manfaat penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan teori yang memberikan penjelasan mengenai teori yang digunakan dalam
pembuatan spesimen pengujian.

4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kegiatan yang dilakukan selama proses pegujian

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan berisi analisis yang dilakukan terhadap hasil perhitungan dan
pengujian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan berisi kesimpulan dari tugas akhir dan saran untuk pengujian
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
6
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Berdasarkan definisi dari British Standard 499, pengelasan adalah penggabungan


antara potongan logam pada permukaanya dalam bentuk plastis maupun cair dengan cara
dipanaskan atau diberi tekanan ataupun dengan cara keduanya. Berdasarkan definisi dari
Deutche Industrie Normen (DIN) pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam
atau paduan logam yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Sedangkan [Okumura
et.al, 1996], mendefinisikan lebih lanjut dalam bukunya bahwa las adalah sambungan
setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Prosedur
pengelasan kelihatanya sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah
yang harus diatasi dimana pemecahanya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena
itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi praktek. Secara lebih
terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan
sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las
dan jenis las yang akan digunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau
mesin yang dirancang. Berdasarkan [Groud, 1995] dalam bukunya yang berjudul principles of
welding technology menerangkan bahwa meskipun besi telah digunakan beribu tahun sebelum
masehi, tetapi tidak seorang pun yang yakin bagaimana cara memproduksi besi yang
digunakan pada waktu itu. Diduga bahwa terdapat gumpalan besi yang tertinggal
dipermukaan tanah akibat jatuhnya meteor, bongkahan besi ini yang kemudian dipergunakan
sebagai peralatan. Lebih lagi jika terjatuh pada daerah pemukiman yang mengandung biji.
Jatuhnya meteor dapat menbakar biji besi ini, dan dalam keadaan yang cocok memungkinkan
terbentuknya gumpalan impure copper (tembaga tidak murni) yang dapat dengan mudah
dibentuk. Dan baru pada tahun 1400 S.M. penduduk Syiria dapat mengembangkan forged
welding (penyambungan dengan ditempa). Setelah energi listrik ditemukan, teknologi
pengelasan berkembang dengan pesat sehingga menjadi teknik peyambungan yang paling
mutakhir. Penemuan terkait masalah pengelasan dapat dilihat pada gambar. 2.1.

7
Gambar 2.1 Grafik penemuan metode pengelasan [Okumura et.al, 1996].

2.2. Klasifikasi Pengelasan

Sampai saat ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam
bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara
konvensional cara-cara pengklasifikasian tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasakan energi yang digunakan.
Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan dan las patri. Sedangkan
klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia
dan las mekanik. Bila diadakan klasifikasi lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan
terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali. Dari dua jenis klasifikasi
tersebut, klasifikasi berdasakan cara kerja lebih banyak digunakan. Berdasarkan klasfikasi ini
pengelasan diagi menjadi tiga kelas utama yaitu : pengelasan cair, pengelasan tekan dan
pematrian.

x Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai


mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar

x Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan


kemudian ditekan hinga menjadi satu

8
x Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan
menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam
induk tidak ikut mencair, [Okumura et.al, 1996].

SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Pengelasan jenis SMAW merupakan jenis pengelasan yang paling sering digunakan
dalam pengerjaan konstruksi berbagai macam produk suatu misal pembuatan kapal, tanki-
tanki, lokomotiv, ketel uap dan berbagai peralatan kebutuhan rumah tangga. pada pengelasan
ini, panas yang terjadi berasal dari aliran listrik yang bergerak dalam suatu kabel dan aliran
listrik tersebut terhambat oleh kabel. Besarnya panas yang dihasilkan berbanding lurus
dengan besarnya aliran arus dan besarnya hambatan. Panas yang besar juga dihasilkan akibat
loncatan aliran arus listrik dari ujung elektroda ke base metal, gap udara ini menimbulkan
hambatan yang besar bagi aliran arus dan hambatan ini yang kemudian menimbulkan busur
api yang panasnya mencapai 3300º - 5500º C. [Giachino, et.al.,1976].

Pengelasan SMAW juga dikenal dengan nama lain Manual Metal Arc (MMA)
welding, dan stick electrode welding. Beberapa spesifikasi mengenai pengelasan SMAW
dapat dijelaskan sebagai berikut :

Jenis operasional : Manual

Sumber panas : Busur api (arc)

Gas pelindung : dihasilkan oleh flux (self shielded)

Arus : 25 – 350 A

Besar heat input : 0,5 – 11 kJ/s

Cara pengoperasianya adalah tukang las (welder) harus memunculkan busur api antara ujung
elektroda dengan logam yang akan di-las. Busur api tersebut akan mencairkan logam dan
elektroda yang digunakan menjadi cairan lasan (weld pool) yang terlindungi oleh lapisan flux
yang ikut mencair. Selain terlindungi oleh flux yang ikut mencair weld pool juga terlindungi
oleh gas yang dihasilkan oleh flux yang terbakar. Selama proses tersebut, tukang las (welder)
harus menggerakkan ujung elektroda berdekatan dengan cairan logam lasan. Hal ini
dimaksudkan agar tetap menjaga jarak busur api tetap pada posisinya, besarnya arus yang

9
masuk dapat dikendalikan oleh power suply. Panjang elektroda yang normal digunakan dalam
pengelasan adalah 460 mm, dan pada saat sebagian besar busur elektroda sudah mencair dan
menyisakan elektroda dengan panjang 50 mm, maka busur las harus segera dimatikan.
Pengelasan dapat dilanjutkan kembali dengan memasang elektroda yang baru setelah lapisan
slag yang memadat telah dibersihkan, [Groud, 1995].

Gambar 2.2 Skema pengelasan SMAW [Groud, 1995].

Keuntungan dari pengelasan SMAW :

x Dapat dipindah dengan mudah (fleksibel).

x Dapat digunakan pada hampir semua logam.

x Dapat digunakan pada semua posisi pengelasan.

x Investasi untuk peralatan murah.

x Dapat digunakan pada pengelasan baja tipis ataupun tebal.

10
Keterbatasan dari pengelasan SMAW :

x Pengelasan harus dimatikan, saat panjang elektroda tinggal 50 mm dari panjang


semula.

x Harus dilakukan chipping pada slag yang dihasilkan.

x Harus melepas putung elektroda yang tersisa.

x Harus memasang dengan elektroda yang terbaru.

Hal ini dilakukan berulang kali selama proses pengerjaan. Hal ini menyebabkan tukang
las (welder) tidak bisa mencapai faktor operasi atau duty cycle lebih besar dari 25%,[Cary,
2005].

2.3. Elektroda

Elektroda didefinisikan sebagai lapisan kawat logam yang mempunyai komposisi


seperti logam yang akan dilas,[Giachino, et.al.,1976]. Ada berbagai jenis dan ukuran
elektroda yang berbeda, dan jika salah dalam menentukan elektroda dalam pengelasan maka
kita akan sulit untuk mendapatkan hasil las-lasan yang baik. Secara umum semua elektroda
dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok utama, yaitu ; mild steel electode, high-carbon
steel, special alloy steel, cast iron dan non-ferrous electrode. Sebagian besar las busur api
dilakukan dengan menggunakan kelompok elektroda mild steel. Setiap kelompok elektroda
tersebut digunakan untuk pengelasan logam dari jenis yang sama. Suatu misal; elektroda besi
cor (cast iron electrode) digunakan untuk pengelasan besi cor, elektroda non-ferrous
digunakan untuk pengelasan logam sepeti aluminium, tembaga (cupper) dan kuningan
(brass).

Elektroda dibuat tidak hanya untuk mengelas dua logam yang berbeda, tetapi juga
didesain untuk berbagai kondisi pengelasan, seperti polaritas, posisi pengelasan, kuat tarik
yang diinginkan dan juga tambahan unsur kimia yang diinginkan. Beberapa elektroda hanya
cocok digunakan untuk posisi horisontal, beberapa yang lain hanya cocok untuk posisi
vertical dan ada juga yang dapat digunakan untuk segala posisi.

11
Elektroda untuk mild steel masih dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu; bare dan
shielded. Elektroda bare adalah elektroda tanpa bungkus, pada awal penemuan teknologi las
elektroda yang dipakai adalah jenis ini, tetapi pada saat ini jenis elektroda bare sangat jarang
digunakan, karena selain sukar untuk digunakan mengelas, jenis elektroda ini juga
menghasilkan hasil lasan yang brittle dan kuat tariknya rendah. Sedangkan elektroda shielded
adalah elektroda yang mempunyai lapisan yang terdiri atas berbagai macam substansi seperti
selulosa sodium, selulosa potasium, sodium titan, sodium potas, oksida besi, serbuk besi dan
beberapa bahan lain yang berguna. Setiap substansi tersebut diharapkan memberikan fungsi
pada proses pengelasan. adapun beberapa fungsinya adalah sebagai berikut: [Giachino,
et.al.,1976].

1) Berperan sebagai pembersih dan katalis deoksidasi pada proses pencairan kawat
logam

2) Menghasilkan suatu gas pelindung untuk melindungi logam cair dari pengaruh gas-gas
yang ada di atmosfer, seperti oksida dan nitrida.

3) Menghasilkan slag yang dapat memperlambat laju pendinginan, sehingga hasil


pengelasan diharapkan lebih ductile.

4) Menghasilkan permulaan busur api yang lebih mudah, menstabilkan busur api lebih
baik dan dapat mengurangi terjadinya spatter.

5) Menghasilkan penetrasi yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas X-ray dari
lasan.

Beberapa elektoda mempunyai lapisan yang mengandung biji besi, pada proses
pengelasan serbuk biji besi ini dapat berubah menjadi baja dan menjadi bagian dari weld
deposit. Serbuk biji besi juga dapat membantu untuk meningkatkan kecepatan pengelasan dan
memperbaiki tampilan lasan.

Elektroda las yang ada di pasaran biasanya dibungkus dengan bahan-bahan flux
tertentu yang tergantung dari penggunaanya. Walaupun jenis elektroda sangat banyak
jumlahnya, tetapi secara garis besar dapat digolongkan menjadi kelas-kelas berikut yang
pembagianya didasarkan atas flux yang mebungkusnya,[Giachino, et.al.,1976].

12

You might also like