You are on page 1of 32

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Definisi Statistik dan Statistika


Statistik merupakan kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun
dalam tabel dan atau diagram yang menggambarkan suatu persoalan. Statistika
adalah ilmu yang mempelajari metode-metode untuk menyerdehanakan, meringkas,
dan mengorganisir data, serta menarik kesimpulan tentang populasi berdasarkan
data sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dengan ilmu statistik dapat pula
seseorang menganalisa suatu kejadian, melakukan hipotesis dan mengambil
kesimpulan. Statistik sangat erat hubungannya dengan data karena data merupakan
input dari statistik.
Pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis dilakukan dengan cara-cara
tertentu melalui metoda statistika. Metode pengumpulan data secara statistika sangat
efisien, yang berarti hemat waktu, biaya, tenaga, serta dapat diperoleh dengan
ketelitian yang cukup tinggi (Zulfitri, 2005). Berdasarkan interpretasi atau
kesimpulan yang akan dibuat, statistika terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
descriptive statistics/ statistika deskriptif dan inference statistics/ statistika inferensia.
Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan
dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna
(Walpole, 1995). Dengan kata lain statistika deskriptif adalah metode statistika yang
berusaha menjelaskan nilai statistik suatu data serta menggambarkan berbagai
karakteristik data dalam diagram maupun gambar.
Statistika inferensia mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis
sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan
mengenai keseluruhan gugus data induknya (Walpole, 1995). Metode ini berusaha
untuk membuat berbagai inferensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari suatu
sampel yang diteliti. Tindakan inferensi tersebut dapat berupa melakukan prakiraan,
peramalan, pengambilan kesimpulan, dan sebagainya. Pengambilan kesimpulan
didasarkan pada hasil analisis statistika yang dilakukan terhadap data hasil
penelitian.
Sementara itu dilihat dari sudut pandang orientasi pembahasannya, statistika
terbagi menjadi statistika teori dan statistika terapan. Statistika teori lebih lebih
berorientasi pada pemahaman model dan teknik statistika secara matematis atau
teoretis, sedangkan statistika terapan lebih berorientasi pada pemahaman atas
konsep dan teknik statistika untuk penggunaan di berbagai bidang aplikasi.
Menurut distribusi pola datanya, statistika dibagi menjadi 2, yaitu statistika
parametik dan statistika nonparametrik. Statistika parametrik menggunakan teknik
analisis berdasarkan pada model data yang terdistribusi normal, sementara satistika
nonparametrik menggunakan teknik analisis berdasarkan pada model data yang
terdistribusi secara bebas.
Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang jumlah variabel tak bebas/
dependensinya, statistika dikelompokkan menjadi statistika univariat dan satatistika
multivariat. Statistika univariat menganalisis data dengan melibatkan hanya satu
variabel tak bebas, namun tidak tergantung pada jumlah variabel bebasnya. Statistika
multivariat menganalisis data dengan melibatkan lebih dari satu variabel takbebas,
juga tidak tergantung pada jumlah variabel bebasnya.

2.2. Pembagian Jenis Data


Data merupakan suatu keterangan yang nyata, atau merupakan sesuatu yang
diketahui yang dapat memberikan gambaran mengenai suatu keadaan. Suatu data
umumnya dikaitkan/ terikat dengan tempat dan waktu. Data statistik adalah
keterangan atau ilustrasi mengenai suatu hal yang bisa berbentuk kategori atau
bilangan.
Data dikelompokkan dalam 5 kelas berdasarkan jenis/ karakteristiknya, yaitu
berdasarkan bentuk, sifat, sumber, skala pengukuran dan waktu pengumpulannya.

2.2.1. Berdasarkan Bentuk Data


1. Data Diskrit
Data diskrit adalah data yang disajikan dalam bentuk angka-angka,
angka-angka disini adalah angka bilangan bulat saja
2. Data Kontinu
Data kontinu adalah data yang disajikan dalam bentuk angka-angka,
hampir sama dengan data diskrit namun data yang disajikan dalam
bentuk angka pecahan.

2.2.2. Berdasarkan Sifat


1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-
angka.
2. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang
mengandung makna.
Dalam penyajian dan pengolahannya, skala data nominal dan ordinal
dapat digunakan untuk data kualitatif, sedangkan skala data interval
dan rasio dapat digunakan untuk data kuantitatif.

2.2.3. Berdasarkan Sumber


1. Data Intern
Data intern adalah data yang diperoleh atau bersumber dari dalam
suatu instansi (lembaga, organisasi).
2. Data Ekstern
Data ekstern adalah data yang diperoleh atau bersumber dari luar suatu
instansi. Data ekstern dibagi menjadi 2, yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari
sumbernya. Biasanya dengan menggunakan kuisioner atau
pengukuaran langsung dilapangan.
b. Data Sekunder, yaitu data yang tidak diambil secara langsung
artinya data ini diambil dari referensi-referensi yang sudah ada.

2.2.4. Berdasarkan Skala Pengukuran Data


1. Data Nominal
Data nominal adalah data skala yang mempunyai ciri untuk
membedakan skala ukur yang satu dengan skala ukur yang lain.
2. Data Ordinal
Data ordinal adalah data skala yang selain mempunyai ciri membedakan
juga mempunyai ciri mengurutkan pada rentangan tertentu.
3. Data Interval
Data interval adalah data skala yang mempunyai ciri membedakan,
mengurutkan, dan juga memiliki ciri jarak yang sama. Akan tetapi, zero
point sifatnya berubah-ubah tergantung dari skala yang dipakai.
4. Data Rasio
Data rasio adalah tingkatan data yang paling tinggi, mempunyai ciri
membedakan, mengurutkan, memiliki ciri jarak yang sama, serta
memiliki nilai nol (zero point) yang nilainya absolut.
2.2.5. Berdasarkan Waktu Pengumpulan Data
1. Data Time Series
Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu
pada satu obyek dengan tujuan untuk menggambarkan perkembangan.
Data time series juga sangat berguna bagi pengambil keputusan untuk
memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Karena diyakini
pola perubahan data runtun waktu beberapa periode masa lampau akan
kembali terulang pada masa kini/ yang akan datang. Data time series
juga biasanya bergantung kepada lag atau selisih
2. Data Cross Section
Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada satu waktu
tertentu pada beberapa obyek dengan tujuan untuk menggambarkan
keadaan untuk menggambarkan kegiatan atau keadaan dalam periode
tersebut.

2.3. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat dilakukan dengan sensus maupun sampling. Baik
melalui sensus atau sampling data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara (teknik),
yaitu sebagai berikut :
1. Wawancara (interview)
Wawancara adalah cara untuk mengumpulkan data dengan mengadakan
tatap muka secara langsung antara orang yang bertugas mengumpulkan data
dengan orang yang menjadi sumber data atau obyek penelitian.
a. Keuntungan
1) Memotivasi orang yang diwawancarai untuk menjawab dengan bebas
dan terbuka
2) Pewawancara dapat mengembangkan pertanyaan
3) Pewawancara dapat melihat kebenaran jawabanmelalui gerak-gerik dan
raut wajah yang diwawancarai
b. Kerugian
1) Membutuhkan waktu yang lama
2) Tergantung dari kepapandaian si pewawancara
3) Dapat mengganggu orang yang diwawancarai

2. Kuisioner (angket)
Kuisioner adalah cara mengumpulkan data dengan mengirim kuisioner yang
berisi sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada orang yang menjadi obyek
penelitian sehingga jawabannya tidak langsung diperoleh.
a. Keuntungan
1) Daftar pertanyaan baik untuk sumber data yang banyak
2) Responden tidak merasa terganggu
3) Daftar pertanyaan relatif lebih efisien untuk sumber data yang banyak
4) Karena daftar pertanyaan biasanya tidak mencantumkan identitas
responden, maka hasilnya dapat lebih obyektif.
b. Kerugian
1) Daftar pertanyaan tidak menggaransi responden untuk menjawab
pertanyaan.
2) Daftar pertanyaan cenderung tidak fleksibel
3) Pengumpulan sampel tidak dapat dilakukan secara bersama-sama
dengan daftar pertanyaan.
4) Daftar pertanyaan yang lengkap sulit untuk dibuat.

3. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan mengamati atau
mengobservasi obyek penelitian.
a. Keuntungan
1) Cenderung mempunyai keandalan yang tinggi
2) Analis sistem dapat melihat langsung apa yangsedang dikerjakan
3) Analis sistem dapat menggambarkan tata letakfisik dari kegiatan-
kegiatan
4) Analis sistem dapat mengukur tingkat dari suatu pekerjaan

b. Kerugian
1) Biasanya orang yang diamati merasa terganggu.
2) Pekerjaan yang diobservasi mungkin tidak dapat mmewakili suatu
tingkat kesulitan.
3) Dapat mengganggu kerja yang dilakukan.
4) Orang yang diamati biasanya cenderung melakukan pekerjaan yang
lebih baik dan sering menutup-nutupi kejelekan.

4. Tes dan skala obyektif


Tes dan skala obyektif yaitu suatu cara mengumpulkan data dengan
memberikan tes kepada obyek yang diteliti.
a. Kelebihan
1) Kelebihan tes obyektif yang paling kentara adalah, mengoreksinya
cepat.
2) Selain itu untuk peserta tes, jika tidak ada penalti untuk soal yang salah
kita bisa memberi jawaban acak. Kemungkinan benarnya juga cukup
bagus 20% (jika lima soal)
b. Kelemahan
1) Kelemahan paling mendasar dari tes obyektif adalah semua soal
dianggap sama

5. Metode Proyektif
Metode proyektif adalah cara pengumpulan data dengan mengamati atau
menganalisis suatu obyek melalui ekspresi luar dari obyek tersebut dalam
bentuk lukisan ataupun tulisan.

2.4. Teknik Sampling


Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian peneliti
(Walpole, 1995); merupakan seluruh objek atau unit yang menjadi sasaran penelitian
atau observasi (Fauzy, 2008). Sampel adalah suatu himpunan bagian dari suatu
populasi. Pengambilan sampel/ sampling adalah pemilihan sejumlah item tertentu
dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item yang diambil
untuk mewakili keseluruhan item yang diteliti. Item yang dipilih disebut sampel dan
keseluruhan item yang ada disebut populasi.
Pemilihan teknik pengambilan sampling/sampel merupakan upaya penelitian
untuk mendapat sampel yang reprensetatif (mewakili) yang dapat menggambarkan
populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas dua kelompok besar,
yaitu :
2.4.1. Probability Sampling (Random Sampling)
Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor
pemilihan/penunjukkan sampel yang akan diambil, yang semata-mata atas
pertimbangan peneliti, disini dihindarkan.
Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling :
1. Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan
2. Beda taksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat
diperkirakan
3. Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik

Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu :


1. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi
kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi
anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari
populasi N yang dilakukan secara random. Tiap unit populasi diberi
nomor, kemudian sampel yang diinginkan ditarik secara acak. Ada 2
cara yang dikenal :
a) Bila populasi sedikit :dilakukan dengan cara mengundi “cointoss”
b) Bila populasi besar :digunakan label “random number”
Keuntungannya adalah prosedur estimasi mudah dan sederhana,
sedangkan kekurangannya adalah membutuhkan daftar seluruh
anggota populasi sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas,
sehingga biaya transportasi tinggi.
Contohnya dalam proses rekruiting karyawan baru, terdapat 4
orang pelamar (misalnya A, B, C, dan D), dari 4 orang pelamar ini akan
dipilih 2 pelamar untuk mengikuti test wawancara. Kombinasi yang
mungkin sebanyak 2 pelamar yang dipilih dari 4 pelamar dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap pelamar adalah
pasangan AB, AC, AD, BC, BD, CD. Karena terdapat 6 pasangan yang
mungkin terjadi, maka masing–masing pasangan mempunyai
kesempatan ( probabilitas) yang sama, yaitu 1/6.

2. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)


Proses pengambilan sampel yang setiap unit populasi diberi nomor
dan diurutkan kemudian ditentukan nomor sebagai titik tolak untuk
menarik sampel.
Contohnya : jika kita menarik sampel kelipatan lima (5), maka
sampel kemudian adalah sampel ke-10, sampai ke-15, dst.
Setiap urutan ke “K” dari titik awal yang dipilih secara random, dimana
N
K=
n
Keterangan :
N = jumlah anggota populasi
N = jumlah anggota sampel
Cara ini digunakan bila ada sedikit stratifikasi pada populasi.
Keuntungan :
a) Perencanaan dan penggunaannya mudah
b) Sampel tersebar di daerah populasi
Kekurangannya adalah membutuhkan daftar populasi
Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi
secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel
adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam,
yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi
bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran
sampel.
Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang
akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara
sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
a) Susun sampling frame
b) Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
c) Tentukan K (kelas interval)
d) Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut
secara acak atau random–biasanya melalui cara undian saja.
e) Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal
yang terpilih.
f) Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

3. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)


Populasi dibagi ke dalam kelompok homogen (berdasarkan strata)
terlebih dahulu, kemudian ditarik sampel dari setiap strata baik secara
simple random sampling maupun secara systematic random sampling.
Penghitungan sampel menggunakan dua pendekatan :
a) Cara proporsional (bila jumlah elemen tiap sub populasi tidak
sama)
b) Cara disproporsional (bila jumlah elemen tiap sub populasi sama)

Contoh : kita meneliti kondisi gizi anak TK di Kota Malang. Karena


kondisi tiap TK berbeda, maka dibuat kriteria yang dapat
mengelompokkan sekolah TK ke dalam 3 kelompok (A = baik, B =
sedang, C = kurang). TK dengan kondisi A ada 20 buah dari 100 TK,
kondisi B = 50 buah, C = 30 buah. Jika berdasarkan perhitungan besar
sampel, kita ingin mengambil sebanyak 25 buah (25%), maka ambilan
25% dari masing-masing sub populasi tersebut di atas
100 TK (Populasi)

20 kelompok A 50 kelompok B 30 kelompok C

5 TK 12 – 13 TK 7 – 8 TK
Keuntungannya adalah taksiran mengenai karakteristik populasi lebih
cepat
Kekurangan :
a) Daftar populasi setiap strata diperlukan
b) Jika daerah geografisnya luas, biaya transportasi tinggi

4. Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)


Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana
sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item
(individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai
sampel. Cara ini digunakan bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-
kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap
kelompok.
Contoh : ingin meneliti gambaran karakteristik (umur, suku,
pendidikan, pekerjaan) orang tua mahasiswa FT UB. Mahasiswa dibagi
dalam 6 tingkat (I s/d VI ). Pilih secara random salah satu tingkat (misal
tingkat II). Maka semua orang tua mahasiswa FT UB tingkat II diambil
sebagai sampel.
Keuntungan :
a) Tidak memerlukan daftar populasi
b) Biaya transportasi kurang
Kekurangannya adalah prosedur estimasi sedikit

5. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)


Proses pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat, baik
bertingkat 2 atau lebih.
Misalnya : provinsi kabupaten kecamatan desa
lingkungan KK
Contoh : Kita ingin meneliti berat badan dan tinggi badan murid
SMA. Sesuai kondisi dan perhitungan, maka jumlah sampel yang diambil
± 2.000
Indonesia

32 provinsi
Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Malang

Kecamatan Klojen

Ada 3 SMA (±2.000)

Cara ini digunakan apabila :


a) Populasinya cukup homogen
b) Jumlah populasi sangat besar
c) Populasi menempati daerah yang sangat luas
d) Biaya penelitian kecil
Keuntungannya adalah biaya transportasi kurang
Kekurangan :
a) Prosedur estimasi sulit
b) Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang
lebih cermat

2.4.2. Non Probability Sample (Selected Sample)


Pemilihan sampel dengan cara ini tidak menghiraukan prinsip-prinsip
probabilitas. Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang diharapkan
hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan.
Cara ini dipergunakan bila biaya sangat sedikit, hasilnya diminta segera,
tidak memerlukan ketepatan tinggi, hanya sekedar gambaran umum saja.
Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut :
1. Sampel dengan Maksud (Purposive Sampling)
Sampel ini dikenal dengan Judgement Sampling atau Quota
Sampling. Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia
adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.
Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan
penelitian saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah
ada dalam anggota sampel yang diambil.
Dalam program pengembangan produk (product development),
biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan
pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap
produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar
akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Contoh lain, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan
perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil
sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai
perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh
sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan
saja.

2. Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling)


Merupakan teknik dalam memilih sampel, peneliti tidak
mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja.
Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di
situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel
ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang
kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil
secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan
jenis sampel ini,  hasilnya ternyata kurang obyektif.
Contoh : Ada seorang peneliti ingin mengetahui tentang kebersihan
wilayah Jakarta Selatan ia menanyakan kepada orang yang ada dijalan
atau orang dia jumpai  bukan orang yang mengerti tentang kebersihan
wilayah Jakarta Selatan seperti petugas kebersihan atau mendatangi
kantor gubernur atau walikota Jakarta Selatan.
Contohnya adalah the person-on-the-street interview yang
dilakukan dalam suatu program TV. Reporter TV biasanya
mewawancarai mereka yang dijumpai di jalan, tetapi umumnya
menghindari mereka yang berpenampilan tidak menarik, miskin, sangat
tua, dan tidak berpendidikan.
Contoh lain dari metode ini adalah penyebaran kuesioner yang
dititipkan atau diletakan didepan loket pelayanan SIM. Kuesioner
tersebut ditujukan bagi pelanggan untuk memberikan penilaian tentang
kinerja pelayanan SIM tersebut. Dalam kasus ini, tidak semua pelanggan
SIM memiliki akses terhadap kuesioner tersebut. Sementara mereka
yang memiliki akses juga belum tentu tertarik untuk mengisi kuesioner.
Pada kedua contoh diatas, mereka yang diwawancarai oleh
reporter TV dan sampel yang mengisi kuesioner tentang kinerja
pelayanan SIM pada dasarnya tidak mewakili populasi manapun. Hasil
dari penelitian yang demikian tidak dapat digeneralisasikan.

3. Sampel Snowball (Snowball Sampling)


Merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk
dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel
menjadi banyak.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu
orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah
selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa
mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian
yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan
pencarian wanita lesbian lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan pada
pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang
eksklusif (tertutup).

2.5. SERVQUAL
2.5.1. Pengertian Service Quality
Service Quality atau yang biasa disingkat Servqual, berarti kualitas atau
mutu dari sebuah jasa menggambarkan seberapa kualitas jasa yang
ditawarkan kepada customer dan dapat dilihat dari kepuasan pelanggan
yang menggunakan jasa tersebut.
Service quality memiliki banyak pendefinisian, yaitu :
1. Oliver (1980) serta Bolton dan Drew (1991)
Mereka mendefinisikan service quality sebagai perbedaan antara
kinerja service aktual dengan ekspetasi. Konsep ini disebut sebagai ‘The
Disconfirmation of Expectations Model’ yang menyatakan bahwa respon
kepuasan/ketidakpuasan merupakan hasil dari proses evaluasi kognitif
antara ekspetasi kinerja/pengalaman produk sebelum pembelian
dibandingkan dengan hasil kinerja/pengalaman produk yang benar-
benar terjadi setelah produk tersebut dikonsumsi. Hasil dari
perbandingan ini disebut dengan Expectancy Disconfirmation, yang
bervariasi antara negatif (ekspetasi melebihi hasil aktual), nol
(ekspetasi sama dengan hasil aktual) hingga positif (hasil aktual
melebihi ekspetasi).
2. Gronroos (1984)
Menjelaskan bahwa perceived service merupakan hasil dari proses
evaluasi, dimana pelanggan membandingkan antara ekspetasi dengan
layanan yang mereka peroleh.
3. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988)
Mendefinisikan konsep service quality sebagai suatu bentuk yang
sikap, yang terkait namun tidak sama dengan kepuasan, yang
merupakan hasil dari perbandingan antara ekspetasi dengan persepsi
kerja. Ekspetasi dilihat sebagai hasrat atau keinginan konsumen, yakni
apa yang mereka pikir harus diberikan (should offer) oleh penyedia
jasa, bukannya akan diberikan (would offer).
4. Cronin and Taylor (1992)
Berpendapat bahwa konsep service quality sebagai gap antara
ekspetasi dan kinerja tidaklah cukup. Mereka berpendapat bahwa
konsep service quality seharusnya merupakan sikap pelanggan
terhadap layanan, karena konsep kepuasaan sendiri berasal dari gap
antara ekspetasi dan kinerja atau disconfirmation of expectations.
Selanjutnya, sejumlah peneliti lainnya juga mendukung pandangan ini,
diantaranya McAlexander, Kaldenberg, Koenig (1994) dan Chiu (1992).

2.5.2. Rumus Servqual


Kualitas pelayanan diukur dari masing-masing dimensi di atas dengan
menghitung variabel G yang menggambarkan selisih atau gap antara
persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan dengan harapan
pelanggan. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml,
Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai
kualitas jasa. Kuesioner servqual dapat diubah-ubah agar cocok dengan
industri jasa yang berbeda-beda pula.
Skor servqual untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing
pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus :
G=P–E
Keterangan :
G = selisih/gap antara persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
diberikan dengan harapan pelanggan
P = persepsi pelanggan terhadap pelayanan (perception of delivered
service)
E = expectation of service

Dimana nilai persepsi atau umumnya disebut tingkat kepuasan


adalah sejauh mana baik atau buruknya pelayanan yang dirasakan oleh
pelanggan/ customer. Sementara nilai ekspektasi atau yang umumnya
disebut tingkat kepentingan adalah seberapa besar harapan pelanggan/
customer dalam suatu hal atau benda terhadap pelayanan yang diberikan.
Dalam pelaksanaannya, untuk membandingkan kedua nilai ini digunakan
skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang tentang fenomena sosial yang terdiri atas rentang
angka 1 sampai 5 atau 7 yang bernilai dari sangat tidak puas/ sangat tidak
penting (strongly disagree) sampai bernila sangat puas/ sangat penting
(strongly agree).

2.5.3. Dimensi dari Service Quality


Bagian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai dimensi dari
service quality yang diajarkan oleh berbagai peneliti dalam literatur
service secara umum.
Gronroos (1984) berpendapat bahwa service quality yang
diperoleh pelanggan mempunyai dua dimensi, yaitu :
1. Functional quality : menjelaskan bagaimana suatu layanan diberikan
2. Technical quality : menjelaskan apa yang diperoleh pelanggan dalam
service delivery.
U.Lehtinen dan J.R. Lehtinen (1991) berpendapat bahwa service
quality terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
1. Physical quality : lingkungan fisik dan perlengkapan/instrumen
yang digunakan dalam layanan.
2. Interactive quality : bagaimana gaya interaksi dari service provider
sesuai dengan gaya pelanggan
3. Corporate quality : evaluasi dari image perusahaan.
Dua dimensi yang diajukan Gronroos merupakan bagian utama
dari proses produksi jasa, yakni proses (functional) dan output (technical).
Keduanya memang ada hubungan, namun tidak overlap satu sama lain.
Sementara itu, dua dimensi awal yang diajukan oleh Lehtinen dkk
cenderung overlap. Physical quality merupakan dimensi output dan proses,
sementara interactive quality merupakan dimensi proses. Namun,
corporate quality sendiri dapat dievaluasi sebelum proses jasa
berlangsung. Lehtinen dkk juga berpendapat bahwa dimensi-dimensi ini
saling mempengaruhi satu sama lain, dan proses tersebut mempengaruhi
hasil dari pelayanan.
Sementara itu, Parasuman, Zeithmal dan Berry (1985) melihat
perceived sercvice quality sebagai gap yang terjadi antara persepsi
pelanggan terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan level
kualitas layanan yang diharapkannya. Mereka mengidentifikasi 10 penentu
kriteria yang digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas layanan,
berdasarkan hasil diskusi kelompok. Pada penelitian selanjutnya
Parasuraman dkk(1988) menciptakan instrumen yang dinamakan
SERVQUAL untuk mengukur customer gap.
Metode SERVQUAL ini mengukur perbedaan antara ekspetasi dan
hasil pencapaian dari berbagai dimensi kualitas. Lima dimensi kualitas ini
disebut juga dengan RATER.
1. Reliability
Mengukur kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan
secara konsisten dan akurat. Kriterianya yakni : tepat waktu, konsisten
atau rutin dan akurasi.
2. Assurance
Mengukur knowledge, kompetensi, dan sikap dari karyawan, juga
kemampuan mereka dalam menciptakan trust dan keyakinan dari
pelanggan. Kriterianya antara lain : kompetensi karyawan, menghargai
stakeholder, kredibilitas, kejujuran dan kerahasiaan, dan keamanan.
3. Tangibles
Mengukur bentuk dan gambaran fisik yang mewakili brand. Kriteria
yang digunakan antara lain : fasilitas fisik, perlengkapan, teknologi,
karyawan, dan materi komunikasi, seperti brosur, form dan lainnya.
4. Empathy
Mengukur tingkat perhatian dan kepedulian terhadap pelanggan.
Kriterianya antara lain : akses (terhadap karyawan, layanan, informasi),
komunikasi (jelas, tepat waktu, dan sesuai), memahami stakeholder,
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder, dan
personalization.
5. Responsiveness
Mengukur seberapa besar kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan dengan cepat. Kriterianya antara lain : kemauan
untuk membantu, respon yang cepat terhadap permintaan maupun
pertanyaan, metode penanganan masalah, metode menangani komplain
dan fleksibilitas.
Brady dan Cornin (2001) juga berpendapat bahwa service quality
terdiri dari 3 komponen, dimana mereka menambahkan komponen ketiga
yakni service environment dalam 2 dimensi versi Gronroos.
Hingga saat ini, SERVQUAL masih menjadi metode yang paling
banyak digunakan dan punya reputasi yang baik.
Menurut Parasuraman dkk (1990), Reliability secara konsisten
merupakan dimensi paling kritis, kemudian tingkat kedua Assurance,
ketiga oleh Tangibles, keempat oleh Responsiveness dan kadar
kepentingan yang paling rendah adalah Empathy. Pertimbangan-
pertimbangan ini yang menjadi dasar menggambarkan kualitas produk
yang ditawarkan kepada konsumen pengguna produk tersebut.
Berikut merupakan 8 Dimensi Kualitas menurut David Garvin :
1. Performance
Menunjukkan karakteristik utama suatu produk
2. Reliability
Dimensi kualitas yang menunjukkan kemungkinan suatu produk dapat
berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu tertentu.Biasanya
diukur dengan menggunakan waktu rata-rata kegagalan.
3. Durability
Ukuran dari umur suatu produk. Diukur dari waktu daya tahan produk
tersebut, dimana produk tersebut lebih baik diganti daripada
diperbaiki.
4. Serviceability
Kecepatan, kemampuan dan kemudahan dalam perbaikan.
5. Aesthetic
Ukuran, desain, rasa, suara dan bau dari suatu produk.
6. Features
Item-item ekstra yang ditambahkan dalam suatu produk
7. Perceived Quality
Penilaian konsumen terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh
merk-merk tertentu
8. Confirmance to Standard
Tingkat dimana suatu produk dan jasa telah sesuai dengan
spesifikasinya.

2.6. Uji Kelayakan Kuisioner


2.6.1 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama maka alat
ukur (kuisioner) tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas
menunjukkan konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang
sama.
Reliabilitas dapat juga menunjukkan menunjukkan sejauh mana
hasil alat ukur tersebut dapat diandalkan dan terhindar dari kesalahan
pengukuran. Keandalan alat menunjukkan ketepatan, kemantapan, dan
homogenitas alat ukur yang dipakai. Rumus uji reliabilitas
Kr Kr
α= α=
1+(K −1) r 1+(K −1) r
Keterangan :
α : Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
p : Jumlah data yang benar
q : Jumlah data yang salah

2.6.2 Uji Validitas


Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa
yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada
tes itu sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subjeknya. benar-benar
menyatakan hasil pengukuran/ pengamatan yang ingin diukur. Cara
mengukur validitas adalah dengan mencari korelasi antara masing-masing
pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi product
moment Pearson, sebagai berikut (Sugiyono, 1999):

r hitung = n ( ∑ XY )−( ∑ X ) (∑ Y )
√¿ ¿ ¿
Keterangan:
r : koefisien korelasi product momen
X : skor tiap pertanyaan/ item
Y : skor total
n : jumlah responden
Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total
diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritis (r) product
moment. Jika rhitung > rtabel, maka data tersebut valid.

2.6.3 Uji Kecukupan Data


Perhitungan uji kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan
jumlah sampel minimum yang dapat diolah untuk proses perhitungan
selanjutnya. Perhitungan ini dilakukan untuk melihat apakah data yang
dikumpulkan sudah cukup atau belum. Bila data yang ada sudah cukup,
maka perhitungan penelitian dapat dilanjutkan tetapi jika data yang
didapat belum cukup, maka proses pengambilan dan pengumpulan data
harus dilakukan lagi.
Uji kecukupan data dilakukan pada data eksternal. Uji kecukupan
data ini dimaksudkan untuk menentukan apakah sampel data yang
dikumpulkan sudah cukup atau belum.
Dengan menggunakan rumus Berfnaulli:
α 2
( z ) × p ×q
2
N '=
e2
Z α/2 : Nilai nistribusi normal standar untuk tingkat keberartian
α/2
α : Tingkat kepercayaan
e : Tingkat Ketelitian
p : Proporsi jumlah kuisioner yang dianggap benar
q : Proporsi jumlayh kuisioner yang dianggap salah (1-p)

2.7. Statistik Deskriptif


Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi
yang berguna (Walpole, 1995). Dengan kata lain statistika deskriptif adalah
metode statistika yang berusaha menjelaskan nilai statistik suatu data serta
menggambarkan berbagai karakteristik data dalam diagram maupun gambar
agar lebih mudah dipahami atau dibaca, tanpa menarik suatu kesimpulan
apapun. Berdasarkan ruang lingkup bahasannya, statistik deskriptif mencakup:

1. Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya, seperti:


(a) Grafik distribusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif)
(b) Ukuran nilai pusat (rata-rata, nilai tengah, modus, kuartil dan
sebagainya)
(c) Ukuran dispersi (jangkauan, simpangan rata-rata, variasi, simpangan
baku, dan sebagainya)
(d) Kemencengan dan keruncingan kurva
2. Angka indeks
3. Time series/ deret waktu atau berkala
4. Korelasi dan regresi sederhana.
Pengukuran distribusi suatu data digunakan untuk mengukur distribusi
suatu data. Ukuran umum distribusi yang digunakan adalah skewness, kurtosis,
dan kenormalan data.

2.7.1. Ukuran Lokasi


Ukuran lokasi adalah beberapa ukuran yang menyatakan dimana
distribusi data tersebut terpusat. Ukuran pemusatan berupa nilai tunggal
yang bisa mewakili suatu kumpulan data dan karakteristiknya
(menunjukkan pusat dari nilai data).
1. Rata-Rata (Mean)
Mean didefinisikan sebagai rata-rata hitung suatu data. Mean
dihitung dengan cara membagi jumlah nilai data dengan banyaknya
data.
Misalnya x1, x2, x3, ..., xn adalah nilai data dari sekumpulan data yang
berjumlah n, maka rata-ratanya adalah:
n

∑ Xi X 1+ X 2 +...+ X n
X = i =1 =
n n

Keterangan :
X = Rata-rata hitung X =rata−rata hitung

∑ X i= jumlah nilai data dari data pertama sampai datake n


i=1

n = banyaknya data

2. Nilai Tengah (Median)


Median adalah nilai tengah dari suatu kumpulan data, setelah data
tersebut diurutkan. Secara rumus, median terletak pada urutan ke
(n+1)/2, dimana n adalah banyaknya data.
Misalnya, terdapat sekumpulan data sebagai berikut:
5;7;10;13;20;22. Banyaknya data adalah 6, dengan demikian median
terletak pada urutan ke (n+1)/2 = (6+1)/2 = 3,5. Ini berarti median
terletak ditengah data urutan ketiga (10) dan keempat (13). Dengan
demikian, nilai mediannya adalah (10+13)/2 = 11,5.

3. Modus
Modus didefinisikan sebagai nilai data yang paling sering atau paling
banyak muncul atau dengan kata lain nilai data yang berfrekuensi
terbesar. Untuk menentukan modus dari data tunggal, data dirutkan
berdasar nilainya, kemudian mencari nilai data yang berfrekuensi
terbesar. Sementara untuk data kelompok, nilai modus ditentukan
dengan rumus:

Mo = modus
BMo = tepi kelas bawah kelas modus
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sesudahnya
Ci = interval kelas modus

2.7.2. Ukuran Variabilitas


Ukuran penyebaran adalah suatu ukuran baik parameter atau
statistika untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan data. Melalui
ukuran penyebaran dapat diketahui seberapa jauh data-data menyebar
dari titik pemusatannya.
1. Variansi
Variansi adalah suatu ukuran penyebaran data, yang diukur dalam
pangkat dua dari selisih data terhadap rata-ratanya.

2. Standar deviasi
Standar deviasi merupakan akar dari varians (ingat, karena pada
varians kita mengkuadratkan selisih data dari rata-ratanya, maka
dengan mengakarkannya, kita mendapatkan kembali nilai asalnya).

3. Range
Merupakan pengukuran yang paling sederhana untuk penyebaran
data. Rumus untuk range adalah:
Range = nilai maksimum – nilai minimum
Misalnya, nilai maksimum 180 dan nilai minimum 20, maka range
nya adalah 160.

2.7.3 Ukuran Bentuk


1. Kurtosis
Kurtosis merupakan alat ukur dalam menelusuri distribusi data
yang diperbandingkan dengan distribusi normal. Kurtosis
menggambarkan keruncingan (peakedness) atau kerataan (flatness)
suatu distibusi data dibandingkan dengan distribusi normal. Pada
distribusi normal, nilai kurtosis sama dengan 0. Nilai kurtosis yang
positif menunjukkan distribusi yang relatif runcing, sedangkan nilai
kurtosis yang negatif menunjukkan distribusi yang relatif rata.

Rumus kurtosis adalah:

2. Skewness
Skewness merupakan alat ukur dalam menelusuri distribusi data
yang diperbandingkan dengan distribusi normal. Skewness merupakan
pengukuran tingkat ketidaksimetrisan (kecondongan) sebaran data di
sekitar rata-ratanya. Distribusi normal merupakan distribusi yang
simetris dan nilai skewness adalah 0. Skewness yang bernilai positif
menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai positif
(ekor kurva sebelah kanan lebih panjang). Skewness yang bernilai
negatif menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai
negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang).
Rumus skewness adalah sebagai berikut:

2.7.4. Penyajian Data


Penyajian data statistik deskriptif adalah sebagai berikut :

1. Tabel ( Table)
(a) Tabel Arah Tunggal ( one-way Table)
Tabel arah tunggal ini disajikan dalam suatu tabel dimana
dalam tabel tesebut menggunakan hanya satu penyajian data saja.
Baik dalam bentuk baris saja atau kolom saja.
(b) Tabel Arah Majemuk (multi-way table)
Berbeda dengan tabel arah tunggal, tabel arah majemuk ini
disajikan dalam dua arah dan tiga arah. Penyajiannya dapat dalam
bentu baris dan kolom untuk dua arah. Untuk yang tiga arah bisa
dua baris satu kolom atau sebaliknya.

2. Grafik (Chart)
(a) Grafik Batang (Bar Chart)
Penyajian data ini menggunakan grafik batang yang dapat
menunjukkan nilai-nilai dari suatu data. Contoh grafik batang:
(b) Grafik Garis ( Line Chart)
Metode penggunaannya sama dengan penyajian dengan
grafik batang, Hanya saja disajikan dengan bentuk garis. Contoh
grafik garis:

(c) Grafik Lingkaran ( Pie Chart)


Metode penyajian data ini menggunakan lingkaran untuk
memperjelas nilai-nilai dalam suatu data. Biasanya metode ini
disajikan untuk data prosentase. Contoh grafik lingkaran:

3. Seven Tools
Seventools merupakan suatu alat/metode yang digunakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan suatu kualitas/mutu.( M.Zen S. Hadi
ST: Materi V). Berikut ini adalah jenis dari seven tools:
(a) Lembar Pemeriksaan ( Check Sheet)
Check Sheet adalah suatu format formulir untuk
mengumpulkan data secara sistematis yang menggambarkan
frekuensi berbagai efek.

(b) Pareto Diagram


Pareto Diagram membantu memfokus pada sejumlah
masalah atau efek yang sedikit tetapi dengan dampak terbesar
(memakai skala prioritas)

(c) Histogram
Histogram adalah suatu bentuk graph yang menunjukkan
adanya dispersi data. Dari graph ini kita dapat membuat analisa
karakteristik dan penyebab dispersi tersebut.

(d) Scatter Diagram ( Diagram Pencar)


Scatter Diagram digunakan untuk menyatakan hubungan
antara sebab dan akibat.
(e) Diagram Sebab Akibat
Diagram Sebab Akibat untuk mengetahui penyebab-
penyebab (variasi penyebab) suatu masalah.

(f) Peta Kendali


Peta Kendali untuk menunjukkan batasan kualitas dalam
proses produksi, dan sangat bermanfaat untuk deteksi situasi
abnormal di luar standar yang ditentukan dalam proses
manufaktur.

(g) Stratifikasi
Stratifikasi dipakai untuk menentukan penyebab khusus.
Misal untuk membuat analisa terhadap 2 mesin yang berbeda yaitu
A & B.

2.8. Analisis Crosstab


Crosstabs digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk table
silang yang terdiri dari baris dan kolom. Analisis crosstabs (tabel silang),
merupakan alat analisis untuk menggambarkan tentang data yang berbentuk
kolom dan baris serta berfungsi untuk menganalisis hubungan antara baris dan
kolom dengan analisis statistik seperti chi-square, correlation, contingency
ecoefficient, lambda, eta, kappa. McNemmar. Selain itu analisis crosstabs juga
bertujuan mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar variabel yang berbeda
dari seluruh variabel penelitian. Misalnya dalam kasus komunikasi dan negoisasi
dalam perbedaan gender ada hubungan atau tidak. Hasil analisis ditentukan
dengan adanya wawancara atau kuisioner yang mungkin bisa dilakukan
Analisis crosstabs dapat dibagi dua :
(a) Analisis crosstabs dengan menggunakan data nominal
(b) Analisis crosstabs dengan menggunakan data ordinal
Ada dua macam uji hipotesis dalam analisis crosstab, yaitu :
(a) Uji Homogenitas (Dua Sampel)
Pada Uji Homogenitas sample berasal dari dua populasi baris. Jadi
ditentukan terlebih dahulu besarnya sample n1 dan n2, sedangkan n sebagai

akibat dari jumlah n1 + n2. Langkah-langkah uji homogenitas dengan tabel

2x2 adalah sebagai berikut:


1. Hipotesis : H0 : p1 = p2 (homogenitas populasi 1 dan 2)

2. Statistic penguji

3. H0 ditolak jika Whit > chai1; alpha

(b) Uji Independensi (Satu Sampel)


Pada Uji Independensi sample berasal dari satu populasi. Jadi ditentukan
terlebih dahulu besarnnya n sample, sedangkan n1 dan n2 diperoleh dari

observasi sebagai bagian dari sampel. Langkah-langkah Uji Independensi


dengan tabel 2x2 adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis : H0 : P(AB) = P(A)P(B) dimana variable kategorik A

independent terhadap variable kategorik B


2. Statistik penguji

3. H0 ditolak jika Whit > chai1; alpha.

2.9. Analisis GAP


Gap adalah selisih dari dua atau lebih variable yang diujikan.Sebagai contoh
adalah pada selisih nilai tingkat kepentingan dan kepuasan. Menurut
Parasuraman dkk terdapat lima kesenjangan (gap) yang ungkin terjadi dalam
penyampaian kualitas jasa , adalah :
1) Gap Persepsi manajemen
Merupakan kesenjangan antara hal yang dirasakan manajemen mengenai
harapan pengguna jasa dengan harapan pengguna jasa yang sesungguhnya.
Fakltor yang mempengaruhi besarnya kesenjangan ini adalah orientasi riset
pemasaran, komunikasi ke atas dan banyaknya tingkat manajemen.
2) Gap Spesifikasi Kualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesenjangan tipe ini adalah
komitmen manajemen terhadap kualitas layanan, penetapan tujuan,
standarisasi tugas dan hal yang dirasakan terhadap kelayakan.
3) Gap penyampaian layanan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesenjangan tipe ini adalah
kesenjangan tim, kesesuaian antara teknologi dengan pekerjaan, kesesuaian
antar pekerja dengan karyawan, control sebagaimana yang dirasaka, konflik
perandan peran ganda.
4) Gap komunikasi pemasaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesenjangan tipe ini adalah
komunikasi horizontal dan kecenderungan untuk memberikan janjiyang
berlebihan.
5) Gap dalam pelayanan yang dirasakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesenjangan tipe ini adalah
adanya perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang
diharapkanoleh pelanggan.
Rumus manual Gap untuk setiap pasang pernyataan, dapat dihitung
berdasarkan rumus :
Skor Gap = Skor rata-rata Persepsi ˗˗ Skor rata-rata Ekspektasi

Total Skor Gap


Skor Gap Total =
Jumlah Responden

2.10. Analisis Important Performance Analysis


Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali
diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur
hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas
produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu
& Everett, 2000). IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada
berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil
analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003). IPA
mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan
faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi
kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut
konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan.
Importance Performance Analysis (IPA) secara konsep merupakan suatu
model multi-atribut. Teknik ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif
atribut dan kepuasan konsumen. Penerapan teknik IPA dimulai dengan
identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati.
Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-
literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain
pihak, sekumpulan atribut yang melekat kepada barang atau jasa dievaluasi
berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen
dan bagaimana jasa atau barang tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi
ini biasanya dipenuhi dengan melakukan survei terhadap sampel yang terdiri
atas konsumen. Setelah menentukan atribut-atribut yang layak, konsumen
ditanya dengan dua pertanyaan. Satu adalah atribut yang menonjol dan yang
kedua adalah kinerja perusahaan yang menggunakan atribut tersebut. Dengan
menggunakan mean, median atau pengukuran ranking, skor kepentingan dan
kinerja atribut dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau
rendah; kemudian dengan memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-
masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kuadran
kepentingan kinerja (Crompton dan Duray, 1985). Analisis di dalam metode IPA
didasarkan pada dua dimensi, yaitu (Yavas dan Shemwell, 2001):
(1) Tingkat kepentingan relatif dari aspek-aspek yang dinilai
(2) Penilaian pelanggan terhadap kinerja obyek dilihat dari aspek-aspek
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dibuat matriks dua dimensi sebagaimana
tersaji pada gambar berikut ini :
Merujuk pada gambar di atas, dari penerapan IPA dihasilkan empat
kuadran yang berisi empat kemungkinan kelompok aspek-aspek yang diteliti,
yaitu (Wade dan Eagles, 2003; Lewis, 2004):
1. Kuadran I, “Keep up the good work”
Memiliki skor yang tinggi baik dari sisi tingkat kepentingannya maupun
kinerjanya. Aspek-aspek pada kategori ini merupakan aspek-aspek yang ideal,
karena ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki keunggulan di bidang-
bidang yang dianggap penting oleh pelanggan.
2. Kuadran II, “Concentrate here”
Memiliki skor yang tinggi dari sisi tingkat kepentingan namun memiliki
skor yang rendah dari sisi kinerja. Hasil ini menunjukkan letak ketidakpuasan
para pelanggan.
3. Kuadran III, “Low priority”
Baik skor tingkat kepentingan maupun kinerja bernilai rendah. Aspek-aspek
yang termasuk ke dalam kelompok ini dapat diabaikan dari perhatian
manajemen di masa-masa mendatang.
4. Kuadran IV, ”Possible overkill”
Skor tingkat kepentingan rendah namun skor kinerja tinggi. Hasil ini
menunjukkan bahwa organisasi terlalu banyak terfokus pada aspek-aspek
yang berdampak kecil terhadap kepuasan pelanggan, sehingga sumberdaya
yang semula dialokasikan pada aspek-aspek di dalam kategori ini dapat
dialihkan kepada aspek-aspek lain yang memiliki skor tingkat kepentingan
tinggi namun kinerjanya rendah.

Contoh Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan yang digunakan adalah


sebagai berikut:
Rumus yang digunakan dalam IPA adalah sebagai berikut :

Xi
T ki= × 100 %
Yi
Keterangan :
TKi = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan
Yi = Skor penilaian kepentingan

You might also like