You are on page 1of 63

Jurnal

Manajemen
Pelayanan Kesehatan
The Indonesian Journal of Health Service Management
Volume 12/Nomor 03/September/2009

Daftar Isi

Editorial
Apakah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Dapat Terus Dilaksanakan?
Sebuah Analisis Sejarah dan Budaya 113

Makalah Kebijakan
Politik Pembangunan dan Kebijakan Privatisasi Pelayanan Kesehatan
Dumilah Ayuningtyas 115

Artikel Penelitian
Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal antara Puskesmas Cakupan Tinggi
dengan Puskesmas Cakupan Rendah Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard
Ernawati, Djaswadi Dasuki, Abdul Wahab 120

Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Perusahaan Peserta Program Jaminan Kecelakaan Kerja
pada PT Jamsostek Cabang Medan
Gerry Silaban, Soebijanto, Adi Heru Soetomo,
Lientje Setyawati Maurits, Suma’mur, P.K. 130

Hambatan dan Harapan Sistem Kredensial Dokter:


Studi Kualitatif di Empat Rumah Sakit Indonesia
Herkutanto, Astrid Pratidina Susilo 140

Upaya Meningkatan Penanggulangan GAKI pada Anak Sekolah


di Daerah Gondok Endemik Berat di Kota Surabaya
Oktarina, Dwi Astuti Soekisno Putri 148

Analisis Penetapan Pasar Sasaran


Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2008
Asiah Hamzah, Darmawansyah, Sukri Palutturi, Petrus Romeo 156

Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya Anggaran Obat


Pemerintah Kota Batam setelah Pembebasan
Biaya Retribusi Pasien Puskesmas
Nurliyasman, Rustamaji, Sri Suryawati 162

Resensi Buku
Strategic Management of Health Care Organizations 171

Korespondensi
Developing Framework for Civil Aviation Occupational Health and Safety System In Indonesia 172
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 113 - 114
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Editorial

APAKAH UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL


DAPAT TERUS DILAKSANAKAN?
SEBUAH ANALISIS SEJARAH DAN BUDAYA

Di penghujung tahun 2009 ini, usia Undang – yang sudah menjadi tradisi, menjadi bagian dari
Undang (UU) Jaminan Kesehatan Masyarakat sejarah panjang sektor kesehatan Indonesia. Tradisi
(Jamkesmas) telah lima tahun (UU No. 40/2004). dokter mendapat fee for service tidak hanya 10
Selama lima tahun, praktis UU Sistem Jaminan Sosial tahunan. Sudah lama sekali.
Nasional (SJSN) tidak berjalan. Salah satu Sejarah sangat penting untuk menjadi
penyebabnya adalah bahwa UU SJSN ini pertimbangan kebijakan. Pada tahun 1948,
membutuhkan UU lain yaitu UU Badan Pengelola pemerintah Inggris dari Partai Buruh secara keras
Jaminan Sosial (BPJS) yang tidak kunjung selesai. menasionalisasi semua pelayanan kesehatan agar
Pernyataan menarik adalah bahwa UU SJSN ini terlihat terjadi pemerataan. Hal ini tidak terjadi di Amerika
tidak efektif untuk merubah masyarakat dan tentunya Serikat. Dengan menasionalisasi RS swasta,
pertanyaannya mengapa gagal? Salah satu pemerintah Inggris dapat melakukan intervensi
penjelasan adalah bahwa UU SJSN tidak dengan kuat. Patut dicatat bahwa sekitar tahun 1948
memperhatikan sejarah masyarakat yang akan diatur medico industrial compleks belum sekuat sekarang.
oleh UU. Sebuah UU dapat gagal karena tidak berhasil Dalam konteks perubahan di Inggris, kebijakan
merubah tata kehidupan masyarakat. Artinya tata menasionalisasi menjadi NHS dilakukan oleh PM
kehidupan yang sudah berlangsung lama sejarahnya Partai Buruh saat itu, dalam suasana rekonstruksi
tidak bisa diubah. Masyarakat secara sengaja atau Inggris pasca Perang Dunia II. Kebijakan ini
tidak sengaja menolak pelaksanaan UU. menasionalisasi pelayanan kesehatan swasta,
Diskusi mengenai kebijakan dan history kemanusiaan (termasuk keagamaan), pemerintah
merupakan hal menarik untuk diperdebatkan. Sebuah lokal diinisiasi oleh kantor PM Inggris yang cenderung
kebijakan (misal UU) dapat bersifat ahistorik jika tidak lebih ke kiri (sosialis) yaitu Partai Buruh.
mempertimbangkan atau melihat sejarah. Namun Kebijakan ini sangat memperhatikan tradisi
perlu dicatat bahwa kebijakan memang dapat dalam sejarah, termasuk tradisi pendapatan tinggi
bertujuan membalikkan sejarah atau merubah sebuah dokter yang sangat kuat. Para pengambil kebijakan
tradisi. Lee Kuan Yew dengan kebijakan keras paham bahwa para dokter pasti menentang. Oleh
berpuluh tahun mampu merubah perilaku kebersihan karena itu, Aneurin Bevan (Menteri Kesehatan Inggris
penduduk Singapura. Jadilah sekarang situasi saat itu) menyatakan: “I stuffed their mouths with
Singapura yang lebih bersih dibanding London gold”. Agar tidak ditentang dokter, kebijakan ini
(sebagai benchmark Lee Kuan Yew). Situasi ini sangat memperhatikan pendapatan para dokter
berbeda dengan kebiasaan hidup tidak bersih dalam sehingga mau berubah.
sejarah masyarakat perantauan Chinese. Kebijakan Dari gambaran ini, kita dapat melihat betapa
Singapura bersih tersebut berhasil membalikkan rapuhnya UU SJSN. Terbukti selama lima tahun tidak
peninggalan sejarah. Kebijakan Singapura memang berjalan. Kerapuhan timbul dari berbagai sudut.
sangat keras karena melihat budaya kebersihan Pertama dari saat disahkannya. Undang-Undang
dalam sejarah Singapura yang tidak baik. Jadi kalau (UU) SJSN disahkan oleh Ibu Megawati di hari-hari
sebuah kebijakan tidak memperhatikan sejarah/tradisi akhir periode kepresidenan. Undang-Undang (UU)
budaya, maka kebijakan ini mempunyai risiko tidak semacam ini sering disebut sebagai “Midnight Laws”.
berjalan. Hanya di atas kertas. Dapat dipahami bahwa periode kepresidenen
Undang-Undang (UU) SJSN merupakan hal berikutnya tidak merasa memiliki (ownership) UU
sangat berat karena harus mampu merubah berbagai SJSN. Sangat berbeda dengan NHS di Inggris yang
hal termasuk perubahan budaya masyarakat, dokter, disiapkan bertahun-tahun sebelumnya sebagai
tenaga kesehatan lainnya, pimpinan dan staf agenda Partai Buruh. Oleh karena itu, UU SJSN perlu
perusahaan asuransi kesehatan, pejabat dinas diamandemen dengan salah satu tujuan adalah
kesehatan, sampai ke pejabat. Undang-Undang (UU) meningkatkan kepemilikan dan dukungan politis dari
SJSN bukan hanya merubah prosedur, tapi budaya pemerintah yang berkuasa.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 113
Laksono Trisnantoro: Apakah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional ...

Kerapuhan kedua, UU SJSN tidak bicara dari kecurigaan para industrialis terhadap UU SJSN
banyak mengenai tradisi di sektor kesehatan, ini yang dianggap mengurangi daya kompetisi produk
termasuk peran para dokter yang sangat powerfull. Indonesia. Undang-Undang (UU) SJSN menjadi
Masalah apakah para dokter akan kekurangan sangat rapuh pada perdebatan ideologis. Akibatnya
income apabila menjalankan UU SJSN tidak dibahas. masalah teknis yang banyak terdapat disektor
Kenyataan memang sudah terjadi. Model UU SJSN kesehatan menjadi terabaikan. Komponen
memberikan insentif rendah dibanding OOP. Undang- kesehatan bisa menjadi tidak terurus secara baik
Undang (UU) SJSN tidak bicara banyak mengenai dalam UU SJSN.
bagaimana meratakan pelayanan kesehatan ke Oleh karena itu, diusulkan agar UU SJSN
berbagai tempat, UU SJSN tidak bicara banyak diamandemen dan kalau bisa dipisahkan sendiri.
mengenai tradisi masyarakat Indonesia yang tidak Dari titik ini kemudian disusun UU Asuransi
kenal risiko dan lain-lain. Banyak sekali hal Kesehatan dan atau UU Jaminan Kesehatan
operasional tidak dibahas. Nasional. Mengingat beratnya masalah yang sampai
Kerapuhan ketiga, UU SJSN mencakup mencakup tata kehidupan dan sejarah yang sudah
kesehatan dan berbagai aspek welfare dalam panjang, diharapkan jangan diletakkan bersama-
hubungan pengusaha dengan buruh. Aspek ini sangat sama dengan jaminan sosial lainnya (Laksono
politis. Berbagai kepentingan dan ideologi yang Trisnantoro, trisnantoro@yahoo.com).
saling bertentangan dapat terjadi. Hal ini dapat dilihat

114 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 115 - 119
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Makalah Kebijakan

POLITIK PEMBANGUNAN
DAN KEBIJAKAN PRIVATISASI PELAYANAN KESEHATAN
THE POLITIC OF DEVELOPMENT AND HEALTH PRIVATIZATION IN HEALTH SERVICE

Dumilah Ayuningtyas
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

ABSTRACT proses liberalisasi dibidang ekonomi adalah


A wave into democratization and liberalization which influenced keputusan pemerintah baik pusat dan daerah untuk
the development of government politic had arisen. This wave
also provided space for public’s participation or any other
melakukan privatisasi aset-aset pelayanan publik,
private sector on development privatization including public termasuk di sektor kesehatan, tak terkecualikan,
service. Thus health sector is not an exception in this case. hal ini terjadi pula di Indonesia.
Substantive definition of privatization is action of diminishing
the government’s participation (state control) and increasing
private’s partaking. Although the inclination for escalation of
Politik dan Arah Pembangunan Pemerintah
privatization policy on health service seems promising, yet it Era reformasi membawa dinamika politik yang
still need endeavor to ensure that the implementation of sangat deras, antara lain terepresentasi dalam
privatization in Indonesia does not contradict with government’s pergantian pengelolaan kekuasaan dengan tak
obligation and objective in giving broadened and attainable
health service with good quality.
kurang dari lima kepala negara dimiliki Indonesia di
tahun 1997-2005. Pada rentang waktu itu pula, terjadi
Keywords: government political development, privatization’s perubahan signifikan dalam bidang kesehatan
policy on health service termasuk kebijakan pembiayaan kesehatan. Khusus
di sektor perumahsakitan, pemerintah telah
ABSTRAK beberapa kali mengganti status rumah sakit berturut-
Telah terjadi gelombang menuju demokratisasi dan liberalisasi
yang mempengaruhi politik pembangunan pemerintah dan turut mulai dari pengguna PNBP, Perusahaan
memberi ruang bagi kesertaan masyarakat atau pihak swasta Jawatan (Perjan) bagi 13 Rumah Sakit Umum
lainnya dalam privatisasi pembangunan termasuk pelayanan Pemerintah (RSUP), berubah dalam pilihan menjadi
publik tak terkecuali di bidang kesehatan. Pengertian subtanstif Perum atau Persero dengan lahirnya Undang-Undang
privatisasi adalah kegiatan mengurangi peranan pemerintah
(state control) dan meningkatkan peran swasta (”the act of (UU) No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
reducing the role of government and expanding that of the (BUMN). Berikutnya keluar Peraturan Pemerintah
private sector”). Meski terdapat kecenderungan meningkatnya (PP) No. 8/2003 yang paralel dengan BUMN dan
kebijakan privatisasi bagi pelayanan kesehatan diperlukan mempengaruhi status Rumah Sakit Umum Daerah
upaya untuk memastikan bahwa pelaksanaan privatisasi di
Indonesia tidak malah bertentangan dengan kewajiban dan (RSUD) menjadi bentuk Badan Layanan Umum
tujuan pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan (BLU) berdasarkan UU No. 1/2004 tentang
yang merata, terjangkau dan berkualitas. Perbendaharaan Negara, bahkan di ibukota tiga
RSUD telah ditetapkan sebagai Perseroan Terbatas
Kata Kunci: politik pembangunan pemerintah, kebijakan
privatisasi pelayanan kesehatan (PT) melalui tiga buah Peraturan Daerah (Perda)
yaitu: Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta
PENGANTAR No.13,14,15/2004 tentang Perubahan Bentuk Badan
Telah terjadi arus perubahan sistem politik Hukum menjadi PT dan Penyertaan Modal
kepemerintahan sebagai sebuah transisi menuju Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada PT. Rumah
demokrasi di negara-negara baru, yang seringkali Sakit Haji, Pasar Rebo dan Cengkareng bersamaan
juga disebut sebagai gelombang ketiga demokrasi. dengan disahkannya UU No. 32/2004 tentang
Sebuah gelombang biasanya mencakup liberalisasi Otonomi Daerah.
atau upaya demokratisasi dari sistem-sistem politik Menarik untuk mencermati korelasi antara
yang tidak atau belum sepenuhnya demokratis.1 kondisi politik dengan perubahan arah pembangunan
Liberalisasi di bidang politik akan berkorelasi dengan pemerintah pada contoh kasus perumahsakitan
arah kebijakan pembangunan di suatu pemerintahan tersebut. Alternatif jawaban atas pertanyaan adakah
utamanya di sektor ekonomi.2 Salah satu ciri dari politik mempengaruhi arah pembangunan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 115
Dumilah Ayuningtyas: Politik Pembangunan dan Kebijakan ...

pemerintah bisa diperoleh bila mengacu pada Di lain pihak, model pembangunan liberal relatif
pandangan Bjorn Hettne tentang Development ”tidak ramah” terhadap peran pemerintah. Berbeda
Theories in the Three Worlds yang menyebutkan dengan logika teori modernisasi yang bersifat
setidaknya ada empat model pembangunan yang progresif, teori liberal cenderung melihat pentingnya
pernah diterapkan di seluruh dunia dan kesemuanya logika keseimbangan yang melepaskannya pada
menyandarkan pada konteks dominasi politik yang keseimbangan neraca antara sektor permintaan dan
berkembang, masing-masing: teori modernisasi, penawaran. Teori liberal tidak memiliki role model
teori liberal, teori ketergantungan, dan teori alternatif.3 dalam tujuan pembangunan yang hendak
Teori modernisasi melihat masyarakat Eropa dicapainya, namun teori ini melihat bahwa kondisi
sebagai role model bagi pembangunan negara- perekonomian terbaik hanya dapat tercapai saat
negara berkembang di Asia dan Afrika. Teori kedua, negara membiarkan masyarakat berikut individu-
yaitu teori liberal menggunakan logika liberalisme individu di dalamnya menggunakan sumber daya
yang dirintis Adam Smith sebagai acuan utama untuk (faktor produksi) sebebas mungkin. Pemerintah tidak
melihat pembangunan. Teori ketergantungan boleh ikut campur karena akan merusak mekanisme
terutama dilatarbelakangi pemikiran Marxis yang pasar yang dikatakan dikendalikan oleh invisible hand.
melihat perekonomian global sebagai eksploitatif
terhadap negara-negara berkembang dan Privatisasi Pembangunan di Mancanegara dan
menyarankan agar negara-negara tersebut berusaha di Indonesia
memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga Cita-cita dunia barat sebagian besar adalah cita-
mengurangi ketergantungan pada ekonomi global. cita liberal yang menyepakati tentang arti liberalisme,
Teori terakhir merupakan perkembangan lebih lanjut selain kebebasan atau liberte individu yaitu hal-hal
dari pemikiran-pemikiran pembangunan yang lain dan yang akan menyelamatkan dan mempertinggi
berpandangan bahwa pembangunan seharusnya kebebasan itu, seperti persamaan hak, pemerintahan
lebih melibatkan kelompok-kelompok yang konstitusi, aturan hukum, dan toleransi. Pada batasan
termarjinalisasi yaitu kelompok minoritas dan konsep liberalisme seperti inilah ruang privatisasi
termasuk juga kaum perempuan. pembangunan pemerintah berada.
Pembangunan Indonesia berkisar di antara Adanya arus besar privatisasi sebagai
kedua teori pembangunan pertama dan keduanya representasi politik liberalisasi setidaknya dapat
pernah digunakan dalam perjalanan pembangunan dipahami dengan mengacu pada pandangan J.A. Kay
pemerintah. Teori modernisasi digunakan pada masa dan D.J. Thomson yang menganggap bahwa privatisasi
orde baru, sementara itu pada masa dan pasca tidak semata-mata soal pengalihan kepemilikan badan
reformasi pemerintah cenderung menggunakan teori usaha saja melainkan merupakan cara mengubah
atau model liberalisasi. Pandangan tersebut dapat hubungan antara pemerintah dan sektor swasta
diterima setidaknya jika kita menelaah lebih dalam ”...means of changing relationship between the
pengertian tentang kedua model tersebut. Model government and private sector”,4 secara lebih subtanstif
pembangunan pertama sering disebut pula sebagai dalam perspektif filsafat-politik, privatisasi berarti
“Teori Pembangunan yang Eropasentris”, karena kegiatan mengurangi peranan pemerintah (state control)
memandang negara-negara di Eropa adalah dan meningkatkan peran swasta. Privatisasi adalah:
gambaran ideal masyarakat yang ingin maju. Asumsi ”the act of reducing the role of government and
teori ini adalah dualitas antara Masyarakat Barat dan expanding that of the private sector.”5
Masyarakat Timur yang terkategori sebagai Pada praktiknya, terdapat perbedaan dalam
masyarakat maju (bagi barat) dan terbelakang yang penetapan batasan dan pelaksanaan privatisasi.
semestinya diadabkan (untuk timur). Oleh karenanya, Sebagai contoh, Amerika Serikat (selanjutnya
teori ini memberikan ruang bagi bantuan luar negeri disebut AS) privatisasi diartikan sebagai minimalisasi
terutama untuk negara-negara berkembang. Teori ini peranan pemerintah dan maksimalisasi peran sektor
memang tidak bisa lepas dari pengaruh pemikiran swasta, baik dalam aktivitas-aktivitas layanan publik
Keynes yang menitikberatkan peran pemerintah maupun kepemilikan aset-asetnya. John D. Donahue
dalam menggerakkan perekonomian. Logika liberal memberikan konsep berikutnya tentang privatisasi
agar pemerintah tidak ikut campur dalam kehidupan yang lebih menekankan pada peningkatan kinerja
perekonomian warganya harus dilanggar.3 Teori ini sektor publik dengan pelibatan kekuatan sektor
mengizinkan pengeluaran besar-besaran dalam swasta dalam layanan publik dengan ungkapan: ”the
anggaran pemerintah negara berkembang untuk term more often refers to the private delivery of goods
pembangunan negara, maka fenomena BUMN adalah and services that are still paid collectively’.5
sesuatu yang lazim.

116 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Sementara di Inggris, konsep privatisasi Ketiga, perusahaan negara yang belum terprivatisasi
mempunyai beberapa pengertian yang berbeda. akan sangat banyak mendapatkan intervensi politik
Dalam arti sempit privatisasi didefinisikan sebagai dari pemerintah maupun legislatif, sehingga akan
konsep penjualan aset-aset publik, sebagaimana menghambat pertumbuhan dan perkembangan
ungkapan Peter M. Jackson dan Catherine M.Price: perusahaan, terutama dalam hal investasi, profit
”privatization could be defined in narrow terms sharing, dan lain-lain.7
restricting the concept to the sale of public as sets.”. Sementara kelompok yang kontra
Berikutnya, privatisasi lebih diartikan sebagai proses mengemukakan bahwa privatisasi berhubungan
pengalihan bentuk hukum perusahaan negara langsung dengan fenomena global, karena sistem
berdasarkan perundang-undangan yang ada dan ekonomi yang terpusat pada negara (state centered
kemudian diikuti dengan penjualan saham-saham economic system) ditransformasikan menjadi suatu
perusahaan tersebut kepada pihak swasta: “the sistem ekonomi yang berpusat pada mekanisme
formation of a company under the Companies Act pasar bebas (free market economic system). Hal
1985 and the sub sequent sale of at least 50% of ini dianggap sebagai bentuk penjarahan kekayaan
the shares to private shareholder”.. Penekanan pada negara model baru dari kolonialisme dan liberalisme
penjualan aset publik berupa perusahaan negara yang telah terbukti memiskinkan masyarakat di
kepada pihak lain dengan terlebih dahulu mengalihkan negara dunia ketiga.5
bentuk hukum perusahaan tersebut menjadi Di Indonesia, terdapat beberapa konsep dan
perusahaan swasta sesuai dengan UU Perusahaan pemahaman yang menjadi dasar pelaksanaan
yang ada dan kemudian menjualnya sebagian atau privatisasi. Antara lain, konsep privatisasi sebagai
seluruhnya saham-sahamnya kepada pihak swasta bentuk pengurangan intervensi pemerintah ke BUMN,
dianggap sebuah ciri privatisasi di Inggris.6 dan memberikan lebih banyak kebebasan bagi
Sebagai sebuah kebijakan, privatisasi telah BUMN untuk beroperasi sesuai dengan anggaran
memunculkan pro dan kontra dengan dasar dasarnya. 8 Konsep ini memang lebih banyak
argumentasi masing-masing. Antara lain ungkapan menekankan kepada pengurangan intervensi
mantan Menteri Ekonomi dan Keuangan Spanyol pemerintah ke BUMN yang pada akhirnya bertujuan
Carlos Solchaga mewakili kelompok pro: privatisasi membuat BUMN mandiri dalam operasionalnya
adalah bagian dari proses demokrasi. Dalam banyak sehari-hari. Berdasarkan definisi dan konsep
kasus, privatisasi merupakan solusi terbaik karena privatisasi ini, sudah banyak BUMN di Indonesia
dengan privatisasi perusahaan dapat lebih cepat yang diprivatisasi oleh pemerintah semenjak tahun
berkembang dan maju, sehingga membuka peluang 1990-an seperti Indosat, Telkom, tambang timah,
lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Belum lagi dan lainnya.
daya saing, yang berarti dapat meningkatkan profit Selain itu, privatisasi di Indonesia juga sering
dan menurunkan tarif atau harga”.5 Dukungan serupa diartikan sebagai kegiatan mengalihkan sebagian
juga diberikan oleh seorang ekonom dari Australia tugas pemerintah ke sektor swasta. Pada definisi
National University Indonesia Project, Ross Mcleod. ini, pemerintah mengalihkan sebagian tugasnya
Menurutnya ada beberapa alasan yang membuat kepada pengusaha swasta, seperti penanganan
privatisasi merupakan jalan yang tepat untuk sebuah sampah, penyediaan air minum dan berbagai
perubahan yaitu pertama, privatisasi mengefektifkan layanan publik lainnya, sehingga banyak prasarana
manajemen lembaga terkait, sehingga jika pemimpin dan pelayanan publik yang dibangun oleh pihak
dianggap tidak mampu lagi memegang kendali swasta, seperti rumah sakit, sekolah, angkutan
perusahaan atau melakukan kesalahan yang umum, jalan tol, angkutan udara, dan perumahan.
berakibat fatal pada perusahaan maka ia dapat Artinya pelaksanaan privatisasi di Indonesia
dipecat. Tidak seperti sistem yang dipakai saat ini, menganut dua konsep privatisasi, yang
jika pemimpin melakukan kesalahan, sanksi yang memfokuskan pada pelayanan publik, seperti di AS
diberikan hanya mutasi jabatan. Kedua, proses dan juga pada penjualan BUMN, seperti di Inggris.9
rekrutmen, promosi dan remunerasi dalam sistem Dengan peningkatan kinerja, perluasan partisipasi
kepegawaian yang mengacu pada sistem yang masyarakat dan tingkat manfaat yang dapat diambil
berlaku pada lembaga pemerintah menghasilkan menjadi beberapa dasar pelaksanaan privatisasi
banyak pegawai dengan kualitas yang di bawah dari seperti tertuang dalam UU RI No. 19/2003 tentang
yang diharapkan, sementara perusahaan BUMN pasal 1 ayat 12 tetang privatisasi: ” .. adalah
membutuhkan pegawai dengan kualitas sesuai yang penjualan saham persero, baik sebagian maupun
dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja peusahaan. seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 117
Dumilah Ayuningtyas: Politik Pembangunan dan Kebijakan ...

meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, sering terhalang oleh kendala politis, selain juga
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, kemampuan kewirausahaan dari pengelola.
serta memperluas pemilikan saham oleh Mengingat area penting yang menjadi tanggung
masyarakat”. jawab pemerintah di bidang kesehatan adalah
regulasi, keuangan dan penetapan standar
Privatisasi Pelayanan Kesehatan pelayanan, maka sudah seharusnya pemerintah
Pengurangan peran pemerintah karena menaruh perhatian tinggi pada transformasi bentuk
ketidakmampuan menanggung sendiri beban dan dan status rumah sakit serta penyelesaian masalah-
biaya pengembangan pelayanan kesehatan bahkan masalah yang timbul pada prosesnya.10
pemeliharaan pelayanan kesehatan dengan alternatif Pihak yang kontra terhadap kebijakan privatisasi
penyertaan pihak swasta menjadi salah satu dasar di Indonesia beranggapan bahwa kebijakan
penetapan kebijakan privatisasi. Pemindahan privatisasi pelayanan kesehatan atau rumah sakit
sebagian tugas pengelolaan pelayanan kesehatan merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945 Pasal
kepada organisasi sukarelawan, Lembaga Swadaya 28H 1 tentang Hak Pelayanan Kesehatan dan Pasal
Masyarakat (LSM) atau perusahaan-perusahaan 34 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa negara
privat ‘for profit ataupun non profit ‘ mengacu pada bertanggung jawab atas fasilitas kesehatan dan
berbagai peraturan pemerintah yang mengikat. fasilitas umum yang layak. Mengambil pelajaran dari
Banyak pemerintahan negara-negara sedang pengalaman berbagai negara lain, Thabrany
berkembang yang bahkan telah lama tergantung berpendapat bahwa bentuk perseroan terbatas
kepada sektor swasta atau organisasi pemberi bukanlah bentuk yang tepat untuk sebuah fasilitas
bantuan dalam penyediaan pelayanan kesehatan. pelayanan publik seperti rumah sakit. Ada banyak
Meski seolah terkesan pragmatis, namun hal ini karakteristik dalam pelayanan di bidang kesehatan
dapat dipandang sebagai fenomena sementara yang tidak bisa disamakan dengan pelayanan publik
karena pemerintah akan memulihkan dan yang lainnya.11
memperkuat perannya kembali dengan mengambil Terlepas dari pro dan kontra yang berkembang,
bila telah tersedia sumber dana yang mencukupi. serta alasan ideologis dan politis yang
Dasar pertimbangan lain adalah cepatnya melatarbelakangi, faktanya privatisasi pelayanan
pertumbuhan tuntutan pasar di era perdagangan kesehatan telah berlangsung. Pada tahun 1993,
bebas pada lembaga-lembaga pemerintah, tak World Development Report memberikan data
terkecuali di bidang kesehatan yang mengharuskan mengenai estimasi jumlah sektor swasta (private)
dilakukannya upaya-upaya terobosan termasuk dan publik di 79 negara pada tahun 1990. Hasil
pengubahan bentuk status kepemilikan atau penelitian menunjukkan bahwa sektor swasta
privatisasi. Korporatisasi atau privatisasi pelayanan (private) pada 24 negara di antaranya telah
kesehatan diyakini akan mampu menjawab masalah- berkembang lebih besar daripada sektor publik. Pada
masalah inefisiensi pengelolaan keuangan, belum banyak negara, pelayanan kesehatan sudah
optimalnya mutu pelayanan kesehatan dan beroperasi mendekati situasi pasar bebas sehingga
sebagainya. Kebijakan privatisasi bahkan dipandang privatisasi telah menjadi bagian penting dalam
sebagai salah satu jalan yang harus ditempuh untuk agenda politik di banyak negara.Sebagaimana data
menyelamatkan keuangan negara dan daerah. tentang kontribusi sektor swasta (private) dalam
Argumentasi dukungan terhadap kebijakan pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang
privatisasi antara lain: sebagai upaya mengurangi Asia berikut: India, 57% dari rumah sakit dan 32%
beban keuangan pemerintah, sekaligus membantu dari tempat tidur adalah swasta; Korea, proporsi
sumber pendanaan pemerintah dengan menjual rumah sakit swasta telah meningkat dari 35% ke
sahamnya, meningkatkan efisiensi pengelolaan 95% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir; Filipina,
perusahaan, meningkatkan profesionalisme, 67% dari rumah sakit adalah swasta meliputi 50%
mengurangi campur tangan birokrasi dan pemerintah dari tempat tidur, Thailand 30% dari rumah sakit
terhadap pengelolaan perusahaan, mendukung adalah swasta. Di India dan Thailand, pembelanjaan
pengembangan pasar modal dalam negeri, sebagai kesehatan bersumber swasta adalah sekitar 88%;
pembawa bendera (flag-carrier) dalam mengarungi di Indonesia 65%; di Korea 60%; di Filipina sekitar
pasar global. 50%.10 Bagaimana memaknai data kontribusi pihak
Atas dasar itu, Eid, F, menyayangkan swasta pada pelayanan kesehatan di sebuah Negara
kenyataan bahwa keuntungan atau manfaat yang apakah sebagai suatu hal positif yang menunjukkan
bisa didapat dari privatisasi rumah sakit pemerintah kemajuan di bidang kesehatan atau justru sebaliknya

118 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

tentu terpulang pada paradigma sang penilai serta 3. Syamsul Hadi, et.all, Strategi Pembangunan
konsideran pelaksanaan privatisasi pelayanan Indonesia Pasca IMF, Granit, Jakarta,
kesehatan itu sendiri. 2004:8,9,10.
4. J.A Kay & D.J Thompson, Privatization: A policy
PENUTUP in search of rationale in Economic Journal,
Pada banyak negara, pelayanan kesehatan 1986;96:18-32.
sudah beroperasi dalam jarak yang dekat dengan 5. Safri Nugraha, Privatisasi di Berbagai Negara:
mekanisme dan situasi pasar bebas. Catatan yang Pengantar Untuk Memahami Privatisasi
penting dalam melengkapi bahasan tentang politik Penerbit Lentera Hati, Jakarta, 2002:10, 16-18,
pembangunan pemerintah dan kebijakan privatisasi 19. 20
pelayanan kesehatan adalah perspektif James A. 6. Revrisond Baswir, Bahaya Globalisasi
Carporaso dan David P. Levine yang memandang Neoliberal, Republika Senin 8 Desember 2003
keterkaitan hubungan antara aktivitas politik dan 7. Ross Mcleod, Why Privatise In Indonesia? And
aktivitas ekonomi sebagai: ”Economics is a way How? East Asia Forum. http://www.eastasia
acting, politics a place to act”, lengkap dengan forum.org/2008/08/07/why-privatise-in-
empat pilar pendekatannya yaitu: masyarakat indonesia-and-how/. Diakses pada tanggal 18
madani (civil society), the self regulating market, April 2008.
Private interest and public good, state and society.12 8. Florence Eid, “Governance & Incentives in
Ditambah dengan tuntutan perundangan Pasal 74 Corporatized Hospital” (Working Paper, the
dan 75, UU No.19/2003 mengingatkan bahwa setiap American University of Beirut), Maret 2005.
kebijakan privatisasi bertujuan meningkatkan kinerja 9. Hasbullah T. Risiko Konversi rumah Sakit Publik
dan harus memperhatikan prinsip transparansi, Menjadi Perusahaan, 2006. http://www.kompas.
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, com/kompas-cetak/0506/15/opini/1817832.
dan kewajaran, selazimnya dilakukan telaah cermat htm, Diakses pada 18 April 2007.
dan mendalam untuk memastikan bahwa 10. Willam Newbrander, Private Health Sector
pelaksanaan privatisasi di Indonesia tidak malah Growth in Asia, Issues and Implication. John
bertentangan dengan kewajiban dan tujuan Willey & sons Press, London, UK, 1997.
pemerintah untuk memberikan pelayanan 11. Carol Baker, The Health Care Policy Process,
kesehatan yang merata, terjangkau, dan berkualitas. Sage Publications Ltd, London, 1996:163
12. James A. Caporaso and David P. Levine,
KEPUSTAKAAN Theories of Political Economy, Cambridge
1. Samuel Huntington, Gelombang Demokratisasi University Press, USA, 1992: 31.
Ketiga. Grafiti, Jakarta, 2000;Bab. 1,3.
2. Tommy Legowo, Demokratisasi: Refleksi
Kekuasaan yang Transformatif, Analisis CSIS,
1994;XXIII(1):6.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 119
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 120 - 129
Ernawati, dkk.: Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal ...
Artikel Penelitian

EVALUASI KINERJA PELAYANAN ANTENATAL ANTARA PUSKESMAS


CAKUPAN TINGGI DENGAN PUSKESMAS CAKUPAN RENDAH
MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD
EVALUATION ON ANTENATAL CARE PERFORMANCE BETWEEN HIGH AND LOW COVERAGE
COMMUNITY HEALTH CENTERS USING BALANCED SCORECARD

Ernawati¹, Djaswadi Dasuki², Abdul Wahab³


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi
2
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK UGM, Yogyakarta
3
CHN-RL, FK UGM, Yogyakarta

ABSTRACT ABSTRAK
Background: Community Health Center (CHC) is hoped to Latar Belakang: Puskesmas sebagai unit pelayanan dasar
give quality antenatal care. However, maternal and child health diharapkan mampu memberikan pelayanan antenatal
coverage in Bekasi District has not achieved the targeted berkualitas. Di Kabupaten Bekasi cakupan Kesehatan Ibu dan
standard yet. First visit of pregnant mothers in 2006 was 87.5% Anak (KIA) pada tahun 2006 adalah K1 (87,5%) dan cakupan
and fourth visit coverage was 77.8%. There were 21 cases K4 (77,8%). Jumlah kematian ibu tahun 2006 sebanyak 21
of maternal mortality in 2005 and only four out of 34 CHCs orang. Dari 34 Puskesmas yang mencapai target cakupan KIA
achieved the target of maternal and child coverage. These hanya 4 Puskesmas (11,76%). Hal ini menggambarkan bahwa
show that maternal and child health care performance is not kinerja pelayanan KIA masih belum optimal dan perlu dilakukan
optimal; therefore, improvement should be made. One of evaluasi guna perbaikan kinerja pelayanan KIA di masa datang.
performance measurements is balanced scorecard which Pengukuran kinerja yang dilakukan menggunakan balanced
includes four perspectives, namely finance, costumers’ scorecard yang meliputi empat perspektif yaitu keuangan,
satisfaction, internal business, and learning and growth. kepuasan pelanggan, proses pelayanan dan pengembangan
Objective: To evaluate antenatal care performance between sumber daya manusia.
high coverage CHC and low coverage CHC using balanced Tujuan: Mengevaluasi kinerja pelayanan antenatal antara
scorecard approach in Bekasi District. Puskesmas cakupan tinggi dengan Puskesmas cakupan rendah
Method: This was an observational study with cross sectional di Kabupaten Bekasi dengan menggunakan pendekatan
study design. Qualitative data were used in this study. The balanced scorecard.
subjects were the head of CHCs, the midwives responsible Metode: Jenis penelitian observasional dengan rancangan
for the implementation of antenatal care in maternal and child cross sectional dilengkapi dengan data kualitatif. Subjek
health room, and all pregnant mothers receiving forth visit care. penelitian adalah kepala Puskesmas, bidan penanggung jawab
The study was performed in Mekarmukti and Cibarusah CHCs. dan pelaksana pelayanan antenatal di ruang KIA, serta seluruh
Study instruments were questionnaire, checklist, and interview ibu hamil yang mendapatkan pelayanan K4. Lokasi penelitian di
guide. Univariate analysis and bivariate analysis with chi-square Puskesmas Mekarmukti dan Cibarusah. Instrumen
test and stratification were used. menggunakan kuesioner, check list dan pedoman wawancara.
Results: There was an association between providers’ Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan
education/training and antenatal coverage (χ² = 10.015; p = uji chi-square (χ²) dan stratifikasi.
0.002; PR = 4.026; CI 95% = 1.667-9.724), and patients’ Hasil: Analisis menunjukkan hubungan pendidikan/pelatihan
satisfaction (χ2 = 4.607; p = 0.032; PR = 2.516; CI 95% = 1.080- dengan cakupan antenatal (χ² = 10,015; p = 0,002; OR = 4,026;
6.348), while standardized care was not related to antenatal 95%CI = 1,667-9,724) dan kepuasan pasien (χ² = 4,607; p =
care coverage. Stratification analysis showed that antenatal 0,032; OR = 2,516; 95%CI = 1,080-6,348) sedangkan
care coverage in Mekarmukti CHC was better than that in pelayanan sesuai standar tidak berhubungan dengan cakupan
Cibarusah CHC (χ2 = 5.662; p = 0.017; PR = 4.407; CI 95% = antenatal. Analisis stratifikasi diketahui ada perbedaan
1.082-18.789), patients’ satisfaction in Mekarmukti CHC was pendidikan/pelatihan terhadap cakupan antenatal yaitu
better than that in Cibarusah CHC (χ2 = 6.935; p = 0.008; PR = Puskesmas Mekarmukti lebih baik dibandingkan Cibarusah (χ²
8; CI 95% = 1.256-84.624). Based on the qualitative data, there = 5,662; p = 0,017; OR = 4,407; 95%CI = 1,082-18,789),
was no difference in finance performance in both CHCs. kepuasan pasien di Puskesmas Mekarmukti lebih baik
Conclusions: There is a difference between providers’ dibandingkan Puskesmas Cibarusah (χ² = 6,935; p = 0,008; OR
education/training and the level of patients’ satisfaction in = 8; 95%CI = 1,256-84,624). Data kualitatif tentang kinerja
Mekarmukti and Cibarusah CHCs. There is no difference in keuangan menunjukkan di Puskesmas Mekarmukti lebih baik
Mekarmukti and Cibarusah CHCs operational fund and standard daripada Puskesmas Cibarusah.
Kesimpulan: Ada perbedaan pendidikan/pelatihan petugas
antenatal care.
dan tingkat kepuasan pasien antara Puskesmas Mekarmukti
dan Cibarusah. Tidak ada perbedaan standar pelayanan
Keywords: balanced scorecard, performance, antenatal
antenatal dan dana operasional antara Puskesmas Mekarmukti
coverage
dan Cibarusah.

Kata kunci: balanced scorecard, kinerja, cakupan antenatal

120 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

PENGANTAR dan membuat tujuan strategis untuk melakukan suatu


Angka kematian ibu (AKI) merupakan barometer perubahan yang diukur dari perspektif pertumbuhan
pelayanan kesehatan, semakin rendah angka dan pembelajaran, bisnis internal, pelanggan, dan
kematian ibu berarti pelayanan kesehatan pada ibu keuangan.9
hamil dan ibu bersalin semakin baik.1 Upaya yang Di samping itu, balanced scorecard juga
dilakukan pemerintah dengan menempatkan menjadikan seluruh komponen pelayanan kesehatan
program KIA sebagai program prioritas melalui fokus yang diberikan lebih koheren, sehingga terjadi
strategi making pregnancy safer (MPS). Salah satu peningkatan kecepatan respons petugas terhadap
kebijakannya adalah pelayanan antenatal harus perubahan lingkungan pelayanan. Selain itu,
diberikan sesuai standar pada semua fasilitas meningkatkan pemberdayaan tenaga kesehatan
kesehatan.2 Ibu hamil yang mendapatkan perawatan dalam implementasi rencana pelayanan dan
antenatal yang baik dengan menggunakan model baru menghasilkan kinerja keuangan Puskesmas dalam
atau model standar, maka risiko terjadinya penyakit jangka panjang.10
selama kehamilan dapat terdeteksi secara dini.3
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan BAHAN DAN CARA PENELITIAN
di tingkat dasar, diharapkan memberikan pelayanan Jenis penelitian observasional dengan
kesehatan yang bermutu, memuaskan, sesuai standar rancangan cross sectional. Metode penelitian
dan etika profesi.4 Cakupan perawatan kehamilan di menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Purworejo tinggi (86,3%), tetapi manfaat perawatan Variabel adalah pendidikan dan pelatihan petugas,
kehamilan terhadap hasil kehamilan tidak bermakna.5 standar pelayanan, kepuasan pasien dan dana
Ibu hamil sebagai pelanggan atau klien yang operasional, dengan variabel terikat cakupan
memanfaatkan Puskesmas untuk mendapatkan antenatal.
pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. Waktu penelitian bulan Mei sampai dengan Juli
Kepuasan pelanggan atau pasien sangat ditentukan 2007. Sebagai unit analisis adalah Petugas KIA
oleh ketanggapan (responsiveness) petugas dalam (bidan), Kepala Puskesmas dan Ibu Hamil yang
memberikan pelayanan kepada pasien.6 berkunjung ke Puskesmas terpilih untuk
Puskesmas yang mencapai target cakupan K4 mendapatkan pelayanan antenatal pada saat
berdasarkan data 2006 hanya diperoleh dua penelitian berlangsung.
Puskesmas yaitu Puskesmas Mekarmukti dan Instrumen penelitian yang digunakan adalah
Puskesmas Setu I, sedangkan Puskesmas yang kuesioner, check-list, dan daftar pertanyaan untuk
tidak mencapai target salah satunya adalah melakukan indepth interview. Analisis data dilakukan
Puskesmas Cibarusah. Puskesmas Cibarusah dan dengan analisis univariat, bivariat menggunakan chi
Puskesmas Mekarmukti adalah dua dari 34 square dan analisis stratifikasi, dilengkapi data
Puskesmas yang memiliki tipe yang sama dari segi kualitatif dari wawancara terhadap sumber.
sarana prasarana yang dimiliki, kondisi wilayah dan
status Puskesmas. Menarik untuk dilakukan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
penelitian adalah apakah terdapat perbedaan kinerja Subjek penelitian dibagi dalam tiga kelompok
antara petugas KIA di Puskesmas Mekarmukti dan yaitu Kepala Puskesmas, Bidan Penanggung Jawab
Puskesmas Cibarusah dari segi keterampilan, KIA, dan Ibu Hamil.
kepatuhan menerapkan standar pelayanan, dan
kepuasan pasien. Kinerja pelayanan KIA dinilai dari 1. Kinerja Pelayanan Antenatal Care (ANC)
cakupan K1, K4, pertolongan persalinan oleh tenaga Penilaian kinerja pelayanan antenatal care
kesehatan. Bila kinerja rendah, sedangkan jumlah (ANC) menggunakan empat perspektif balanced
tenaga dan dana yang digunakan besar, maka scorecard yaitu perspektif finansial, perspektif
efektivitas dan efesiensi pelayanan rendah.7 customer, perspektif bisnis internal dan perspektif
Faktor-faktor yang mempengaruhi baik-buruknya pendidikan dan pelatihan.
kinerja adalah harapan dalam pekerjaan, umpan-
balik segera, lingkungan dan alat, motivasi dan a. Pendidikan dan Pelatihan
insentif, pengetahuan dan keterampilan, serta Pendidikan baru terealisasi sebesar (75%),
kemampuan untuk melakukan pekerjaan.8 sedangkan pelatihan terdapat dua pelatihan yang
Balanced scorecard secara komprehensif dapat masih kurang yaitu standar pelayanan kebidanan
menelusuri kepuasan pelanggan, memotivasi (66,67%) dan komunikasi interpersonal konseling
pegawai, mengukur pencapaian kinerja keuangan (53,33%).

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009  121
Ernawati, dkk.: Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal ...

Tabel 1. Target dan Realisasi Perspektif Pendidikan dan Pelatihan


Berdasarkan Balanced Scorecard
Target Realisasi
Perspektif Pendidikan dan Pelatihan
Skor % Skor %
Pendidikan (SKS)
Diploma I 40 25 40 25
Diploma III 80 50 80 50
Diploma IV 40 25 0 0
Total 160 100 120 75
Pelatihan (Jam)
SPK 36 100 24 66,67
KIP-K 30 100 16 53,33
Quality Assurance (QA) 24 100 24 100
Penggunaan buku KIA 42 100 42 100
Total 132 100 106 80,30

b. Pelayanan Sesuai Standar Tabel 4. Target dan Realisasi Perspektif Finansial


Distribusi data skor penilaian terhadap Berdasarkan Balanced Scorecard
pelayanan antenatal care sesuai standar menurut Target Realisasi
Perspektif Finansial
Skor % Skor %
Puskesmas tersaji pada Tabel 2. Pemeriksaan ibu hamil 33.090 100 15.434 46,64
Pemberian imunisasi TT 3.840 100 1.280 33,33
Tabel 2. Distribusi Skor Penilaian Pelayanan Pemberian tablet Fe 297.810 100 33.090 11,11
Sesuai Standar Terhadap Pelayanan Antenatal Total 334.740 100 49.804 14,88
M enurut Puskesmas Skor : dalam satuan Rupiah (,000)
Skor penilaian
Ibu hamil
Puskesmas pelayanan sesuai standar
(orang)
Mean ± SD Min Max
2. Analisis Kinerja Pelayanan Terhadap
Mekarmukti 46 71,85 ± 16,03 33 98 Cakupan Antenatal Berdasarkan Balanced
Cibarusah 46 62,65 ± 18,50 38 98 Scorecard
Dengan demikian, berdasarkan nilai
Penilaian standar pelayanan antenatal lebih baik kesenjangan balanced scorecard dapat disusun
pada Puskesmas Mekarmukti dibandingkan dengan perencanaan kegiatan peningkatan kinerja
Puskesmas Cibarusah. pelayanan antenatal berdasarkan empat perspektif
(Gambar 1) yaitu :
c. Kepuasan Pasien
Distribusi data skor penilaian terhadap kepuasan
pasien terhadap pelayanan antenatal menurut strata
Puskesmas tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Skor Penilaian Kepuasan Pasien


Terhadap Pelayanan Antenatal
M enurut Puskesmas
Skor penilaian
Ibu hamil
Puskesmas kepuasan pasien
(orang)
Mean ± SD Min Max
Mekarmukti 46 70,13 ± 1,92 65 75
Cibarusah 46 72,54 ± 2,95 67 85

Tingkat kepuasan pasien (ibu hamil) menurut


Puskesmas diketahui bahwa ibu hamil lebih puas
mendapat pelayanan antenatal di Puskesmas Cibarusah
dibandingkan dengan Puskesmas Mekarmukti.

d. Biaya Operasional
Penetapan skor sebesar Rp334.740.000,00 Gambar 1. Spiderweb Kinerja Pelayanan Antenatal
dengan realisasi anggaran sebesar Rp49.804
(14,88%), seluruh perspektif finansial memiliki skor 1) Jangka Pendek
terealisasi di bawah 80%. (Tabel 4) a) Dukungan finansial tablet Fe

122  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 5. Analisis Kinerja Pelayanan Antenatal Berdasarkan Balanced Scorecard


Kinerja Pelayanan Balanced Scorecard Prioritas
Target Realisasi Selisih
Skor (%) Skor (%) Skor (%)

Pendidikan (SKS)
1. Diploma I 40 (25) 40 (25) -
2. Diploma III 80 (50) 80 (50) -
3. Diploma IV 40 (25) - 40 (25)
Total
160 (100) 120 (75) 40 (25)
Pelatihan (Jam)
1. SPK 36 (100) 24 (66,67) 12 (33,33)
2. KIP-K
30 (100) 16 (53,33) 14 (46,67)
3. Quality Assurance
24 (100) 24 (100) -
4. Penggunaan buku KIA
42 (100) 42 (100) -
Total
132 (100) 106 (80,30) 26 (19,70)
4

Perspektif Pelayanan Sesuai


Standar

1. Anamnesa 1564 (100) 1095 (70,01) 469 (29,99)


2. Pemeriksaan umum 276 (100) 240 (86,96) 36 (13,04)
3. Pemeriksaan kebidanan luar 1012 (100) 532 (52,57) 480 (47,43)
4. Pemb. Imunisasi TT 92 (100) 61 (66,30) 31 (33,70)
5. Pemb. Fe 92 (100) 86 (93,48) 6 (6,52)
6. Konseling 644 (100) 312 (48,45) 332 (51,55)
Total 3680 (100) 2326(63,21) 1354 (36,79) 2

Perspektif Kepuasan Pasien

1. Reliability 736 (100) 495 (67,26) 241 (32,74)


2. Responsiveness 368 (100) 270 (73,37) 98 (26,63)
3. Assurance 2576 (100) 1919 (74,50) 657 (25,50)
4. Empathy 2208 (100) 1603 (72,60) 605 (27,40)
5. Tangiables 1472 (100) 1102 (74,86) 370 (25,14)
Total 7360 (100) 5389(73,22) 1971 (26,78)
3

Perspektif Finansial

33,09 (100) 15,4 (46,64) 17,65 (53,56)


1. Pemeriksaan ibu hamil
3,84 (100) 1,28 (33,33) 2,56 (66,67)
2. Imunisasi TT
297,81 (100) 33,09(11,11) 264,72 (88,89)
3. Tablet Fe
Total 334,74 (100) 49,80(14,80) 284,9 (85,12) 1

b) Peningkatan pelayanan sesuai standar: c) Pelatihan Standar Pelayanan Kebidanan


pemeriksaan kebidanan luar (SPK)
c) Pelatihan KIP-K d) Peningkatan kepuasan: empathy dan
d) Peningkatan kepuasan: reliability reponsiveness
2) Jangka Menengah 3) Jangka Panjang
a) Dukungan finansial: imunisasi a) Dukungan finansial: pemeriksaan ibu hamil:
b) Peningkatan pelayanan sesuai standar: pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pelaksanaan imunisasi TT tekanan darah dan tinggi fundus uteri.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009  123
Ernawati, dkk.: Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal ...

b) Peningkatan pelayanan sesuai standar: KIA tidak mengetahui persis uang tersebut,
anamnesa, pemeriksaan umum dan karena semuanya diserahkan ke bendahara
Puskesmas. Kalau memang ada dana
pemberian Fe. tersebut kami dikasih tahu saja ya bu !”
c) Pelatihan penggunaan Buku KIA (kohort ibu (Koordinator KIA Puskesmas Mekarmukti)
dan bayi) dan tugas belajar jenjang Diploma
IV pada petugas KIA (bidan) Puskesmas. “Anggaran pembiayaan yang kami peroleh
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi tahun
d) Peningkatan kepuasan: assurance dan 2006 sebenarnya dirasakan sangat kurang,
tangibles sehingga kadang-kadang kami mengalami
kendala untuk mengaktifkan kegiatan
3. Analisis Hubungan Kinerja Pelayanan mengingat lokasi antar kelurahan sangat
jauh, apalagi berkaitan dengan kegiatan
Terhadap Cakupan Antenatal antenatal yang harus turun ke lapangan.
Khusus biaya operasional, analisis dilakukan Untuk mengantisipasi hal tersebut
direncanakan kunjungan pada hari tertentu.”
berdasarkan atas persentase cakupan antenatal,
distribusi data operasional dan cakupan antenatal: “... satuan biaya untuk kegiatan antenatal
indikator 5 T, tersaji pada Tabel 6. Puskesmas kami sangat kurang memadai

Tabel 6. Anggaran Pembiayaan Kegiatan Antenatal berdasarkan Indikator 5T


[ (n) Tidak Standar = 53 Ibu Hamil I (n) Standar = 39 Ibu Hamil ]
Biaya program Indikator 5 T
Puskesmas
antenatal per tahun TB/BB TD TFU Imunisasi TT Tablet Fe
Mekarmukti Rp. 7.807.536,- 100 100 89,13 78,26 91,30
Cibarusah Rp. 7.625.640,- 100 100 82,61 54,35 95,65

Besaran pembiayaan operasional pada masing- apalagi hanya sebesar ± Rp5.000,00 per ibu
hamil/tahun padahal kunjungan untuk ibu
masing Puskesmas hampir mendekati sama karena
hamil sampai K4, ...”
alokasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi
berdasarkan pada jumlah sasaran dikalikan dengan “... pada Puskesmas kami biaya y ang
@Rp4.664 per ibu hamil. Permasalahan yang ditemui dianggarkan Dinas kami upayakan pada
pemanfaatan pada kunjungan ibu hamil yang
di lapangan dapat dikemukakan seperti hasil risti (risiko tinggi) sebesar Rp7.000.000,00
wawancara peneliti terhadap dua Kepala sedangkan sisany a diupay akan pada
Puskesmas, hasil wawancara terangkum sebagai pertemuan Posy andu dalam rangka
berikut: pemberdayaan kader Posyandu dalam
rangka deteksi dini ibu hamil dengan risiko.”
(Kepala Puskesmas Cibarusah)
“... alokasi biaya untuk kegiatan antenatal
Puskesmas kami sangat kecil sekali untuk
sasaran sebanyak 1.674 ibu hamil, jadi kami “... kalau di dibagi per sasaran ibu hamil di
memprioritaskan pada ibu hamil yang risti Puskesmas kami, saya rasa sangat kecil
(risiko tinggi) sebanyak 48 ibu hamil untuk sekali, namun kami berusaha untuk tetap
tahun 2006 sehingga dana yang didapatkan melaksanakan kegiatan KIA dengan baik
per ibu hamil/tahun sebesar Rp162.657 meskipun hanya mendapat lelah karena sudah
dengan kegiatan kunjungan rumah dan risiko kami selaku Bidan Puskesmas ...”
merujuk pasien ke rumah sakit...” (Kepala
Puskesmas Mekarmukti) “... cakupan antenatal khusus K4 Puskesmas
kami masih di bawah rerata yaitu 54,1%,
faktor-faktor penghambat yang kami rasakan
“... kegiatan antenatal yang ada sumber adalah kesulitan penjangkauan sasaran, baik
biayanya kami rasakan tidak cukup, sehingga ibu hamil ke Puskesmas atau kunjungan
kami banyak menyatukan kegiatan program- rumah ibu hamil oleh Petugas Puskesmas.
program lain seperti imunisasi dan gizi baik Ketersediaan dana adalah tidak sampai ke
di Posyandu atau Puskesmas, biar sekali dana transportasi, kalaupun bisa kami
jalan danany a cukup memadai daripada gabungkan dengan kegiatan lain y ang
kegiatan berjalan sendiri-sendiri...” kebetulan lokasinya berdekatan dengan
sasaran (Ibu hamil), sehingga keterlambatan
“... dana untuk kegiatan khusus seperti kunjungan yang seharusnya terjadwalkan.”
pengukuran tinggi badan dan berat badan,
tekanan darah, tinggi fundus uteri, imunisasi “... dana untuk kegiatan antenatal yang saya
TT dan tablet Fe di sini ‘Puskesmas’ tidak ketahui adalah kunjungan ibu hamil risti dan
begitu nampak nyata uangnya, hanya rutin kunjungan Posyandu, itupun sebagian besar
kami ketahui y aitu uang transport dan untuk transport saja, sedangkan untuk yang
kunjungan Posyandu. Soalnya kami petugas lain seperti makan kadang-kadang terpakai

124  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

uang sendiri. Kalau memang ada dana lain Cakupan antenatal dipengaruhi oleh pendidikan/
kami tidak tahu detailnya, sebab semuanya pelatihan petugas KIA (  ² = 10,015; p = 0,002; PR
diketahui oleh Kepala Puskesmas dan
Bendahara Puskesmas ... !” (Koordinator KIA = 4,026; 95%CI = 1,667-9,724) dan kepuasan pasien
Puskesmas Cibarusah) (  ² = 4,607; p = 0,032; PR = 2,516; 95%CI = 1,080-
6,348). Adapun pelayanan sesuai standar tidak
Hasil wawancara alokasi anggaran biaya berhubungan terhadap cakupan antenatal pada
operasional dilakukan juga pada pemegang kategori cukup (p = 0,777; PR = 1,114; 95%CI =
Program KIA Dinas Kesehatan Kabupaten 0,451-2,903), baik (p = 0,775; PR = 1,118; 95%CI =
Bekasi, adapun kutipan hasil wawancara 0,386-3,589).
sebagai berikut:
4. Analisis Stratifikasi
“... anggaran biaya operasional untuk kegiatan Analisis variabel pendidikan/pelatihan dan
antenatal dimasukkan dalam mata anggaran
Pelayanan Kesehatan Maternal bersumber
kepuasan pasien terhadap cakupan antenatal dapat
dari APBD II, yang direncanakan sesuai dengan disampaikan sebagai berikut :
RASK dan DASK dari usulan Puskesmas. a. Hubungan antara Pendidikan/Pelatihan
Sedangkan kegiatan KIA lain sebagian besar dan Cakupan Antenatal Berdasarkan Strata
dimasukkan ke dalam pembiay aan
transportasi dan pemeliharaan ...“
Puskesmas
“... kalau dana pelaksanaan imunisasi TT dan Berdasarkan stratifikasi diketahui bahwa ada
Fe merupakan kerja sama lintas program perbedaan pendidikan dan pelatihan terhadap
yaitu P2M dan Gizi, sehingga saya hanya cakupan antenatal di Puskesmas Mekarmukti
selaku pemantau kegiatan dan laporan hasil
cakupan, soalnya biaya diketahui oleh 2 (² = 5,662; p = 0,017; PR = 4,407; 95%CI = 1,082-
pemegang program tersebut ...” 18,789) lebih baik dibandingkan dengan Puskesmas
Cibarusah.dalam arti dengan adanya tingkat
“... perencanaan kami lakukan berdasarkan pendidikan dan pelatihan pada petugas KIA di
atas penetapan sasaran oleh Puskesmas,
oleh karena kami menyerahkan sepenuhnya Puskesmas Mekarmukti akan mengakibatkan
pemanfaatannya oleh Puskesmas, hanya saja peningkatan cakupan antenatal yang sesuai standar
pertanggungjawabannya harus mengikuti sebesar 4,407 kali. (Tabel 8).
ketentuan pelaporan keuangan daerah
Kabupaten Bekasi ...” (Kasi KIA Dinas
Kesehatan Kabupaten Bekasi) b. Hubungan antara Kepuasan Pasien dan
Cakupan Antenatal Berdasarkan Strata
Analisis dilakukan pada variabel-variabel Puskesmas
penelitian terhadap cakupan antenatal menurut Ada perbedaan kepuasan pasien di Puskesmas
tingkat pendidikan dan pelatihan, pelayanan sesuai Mekarmukti (² = 6,935; p = 0,008; PR = 8; 95%CI
standar dan kepuasan pasien, hasil analisis dapat = 1,256-84,624) dibandingkan dengan Puskesmas
disampaikan pada Tabel 7. Cibarusah, dalam arti kepuasan pasien yang datang

Tabel 7. Hubungan Variabel-Variabel Penelitian dengan Cakupan Antenatal


[ (n) Tidak Standar = 53 Ibu Hamil I (n) Standar = 39 Ibu Hamil ]

* Signifikansi p < 0,05

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009  125
Ernawati, dkk.: Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal ...

ke pelayanan KIA di Puskesmas Mekarmukti lebih Petugas di Puskesmas Mekarmukti rata-rata


baik dibandingkan dengan Puskesmas Cibarusah. berumur 31-40 tahun, sedangkan di Puskesmas
Kepuasan pasien terhadap cakupan antenatal Cibarusah rata-rata berumur lebih dari 40 tahun.
yang sesuai standar di Puskesmas Mekarmukti Pendidikan formal bagi petugas di kedua Puskesmas
akan memberikan perbedaan risiko sebesar 8 kali hampir sama yaitu rata-rata berpendidikan D1. Lama
dibandingkan dengan kepuasan pasien di tugas untuk kedua Puskesmas berbeda,
Puskesmas Cibarusah. (Tabel 9). Puskesmas Mekarmukti rata-rata bertugas 0-20
tahun, sedangkan di Puskesmas Cibarusah 50%
PEMBAHASAN lama tugasnya lebih dari 20 tahun.
1. Karakteristik Responden dan Petugas
Ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas pada 2. Perspektif Pendidikan dan Pelatihan
umumnya berusia rata-rata 20-35 tahun, karena pada Hasil penelitian ditemukan bahwa pendidikan/
kelompok ini adalah usia masa subur sehingga aman pelatihan petugas (bidan) yang memberikan
untuk hamil. Pendidikan ibu hamil di kedua pelayanan antenatal di Ruang KIA Puskesmas
Puskesmas rata-rata SLTA, hal ini menunjukkan Mekarmukti lebih baik daripada Puskesmas
pada umumnya yang berkunjung ke Puskesmas Cibarusah.
adalah ibu hamil dengan taraf pendidikan Sekolah Kepatuhan petugas terhadap standar pelayanan
Menengah Atas (SMA). Tingginya tingkat pendidikan ditentukan dengan efektivitas pendidikan yang
maka makin tinggi tuntutan akan mutu pelayanan. diterimanya.12 Tingginya pengetahuan yang dimiliki
Tingkat pendapatan bagi ibu hamil di kedua petugas ditentukan oleh efektivitas pendidikan dan
Puskesmas terdapat perbedaan yaitu Puskesmas pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi.10
Mekarmukti ibu hamil yang berkunjung rata-rata Balanced scorecard tidak hanya menekankan pada
memiliki pendapatan Rp1 juta- Rp2 juta per bulan output organisasi saja tetapi juga infrastruktur
yaitu 50%, hal ini menggambarkan bahwa rata-rata organisasi itu sendiri yang terdiri dari orang, sistem
ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas dan prosedur.13
Mekarmukti adalah kriteria ekonomi menengah.

Tabel 8. Analisis Stratifikasi Hubungan Pendidikan/Pelatihan Terhadap


Cakupan Antenatal Berdasarkan Strata Puskesmas
[ (n) Tidak Standar = 53 Ibu Hamil I (n) Standar = 39 Ibu Hamil ]
Puskesmas Pendidikan Cakupan Antenatal ² p PR
dan (95%CI)
Tidak standar(%) Standar (%) Total (%)
pelatihan
17 6 23
DI
(73,91) (26,09) (100,0) 4,407
Mekarmukti 5,662 0,017
9 14 23 (1,082-18,789
D III
(39,13) (60,87) (100,0)
17 6 23
DI
(73,91) (26,09) (100,0) 3,683
Cibarusah 4,394 0,036
10 13 23 (0,913-15,589
D III
(43,48) (56,52) (100,0)
53 39 92
Total (%)
(57,61) (42,39) (100,0)

Tabel 9. Analisis Stratifikasi Hubungan Kepuasan Pasien Terhadap


Cakupan Antenatal Berdasarkan Strata Puskesmas
[ (n) Tidak Standar = 53 Ibu Hamil I (n) Standar = 39 Ibu Hamil ]
Puskesmas Kepuasan Cakupan Antenatal ² p PR
pasien (95%CI)
Tidak standar (%) Standar (%) Total (%)
24 12 36
Kurang puas
(66,67) (33,33) (100,0) 8
Mekarmukti 6,935 0,008
2 8 10 (1,256-84,624
Puas
(20,00) (80,00) (100,0)
11 5 16
Kurang puas
(68,75) (31,25) (100,0) 1,925
Cibarusah 1,023 0,312
16 14 30 (0,462-8,781
Puas
(53,33) (46,67) (100,0)
53 39 92
Total (%)
(57,61) (42,39) (100,0)

126  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tujuan finansial, pelanggan dan proses internal 4. Perspektif Customer (Kepuasan Pasien)
di balanced scorecard biasanya memperlihatkan Peningkatan kepuasan pasien dipengaruhi oleh
adanya kesenjangan antara kapabilitas sumber daya adanya salah satu mutu pelayanan antenatal yang
manusia, sistem dan prosedur untuk menghasilkan sesuai standar, berdasarkan asumsi tersebut maka
kinerja yang baik.14 Untuk menutupi kesenjangan ini apakah Puskesmas yang memiliki cakupan tinggi
harus dilakukan pelatihan petugas, peningkatan disebabkan oleh kepuasan terhadap pelayanan yang
teknologi dan informasi, serta peningkatan prosedur diberikan.
kegiatan rutin. Dari hasil analisis terdapat perbedaan kepuasan
Pelatihan merupakan suatu keharusan bila pasien yang mendapatkan pelayanan di Ruang KIA
organisasi menghendaki kinerja yang baik dari para Puskesmas Mekarmukti lebih baik dibandingkan
pegawainya, kendati mengandung untung-rugi dengan Puskesmas Cibarusah. Perbandingan
pelatihan lebih banyak memberikan keuntungan. kepuasan pasien terhadap pelayanan antenatal
Pelatihan akan meningkatkan kepuasan customer sesuai standar di Puskesmas Mekarmukti 8 kali
dan meningkatkan pelatihan petugas.15 lebih puas dibandingkan dengan kepuasan pelayanan
antenatal di Ruang KIA Puskesmas Cibarusah. Hal
3. Perspektif Bisnis Intern Yaitu Pelayanan ini didukung oleh penelitian Ghufron dkk,18 bahwa
Sesuai Standar sebanyak 1,7 ibu hamil tidak mau memeriksakan
Hasil penilaian kepatuhan petugas terhadap kehamilannya pada bidan yang terdekat karena
standar pelayanan antenatal di Ruang KIA pada alasan bidan kurang memiliki kemampuan dalam
umumnya lebih baik di Puskesmas Mekarmukti adaptasi dengan budaya setempat dan kurang
daripada di Puskesmas Cibarusah16 mengungkapkan mampu dalam memberikan pelayanan dan
bahwa kepatuhan petugas terhadap standar mendeteksi, merujuk secara medik, sehingga hal
pelayanan sangat dipengaruhi oleh kemampuan ini menimbulkan ketidakpuasan ibu untuk
petugas dalam melakukan kinerja didukung oleh memanfaatkan bidan dalam perawatan kehamilan.
fasilitas dan peralatan, serta prosedur pelaksanaan Kepuasan pasien tidak hanya berdasarkan pada
pelayanan. penilaian terhadap keterampilan petugas, tetapi
Sikap petugas di Ruang KIA lebih baik harus mencakup hubungan petugas dengan pasien,
dibandingkan dengan Puskesmas Cibarusah, sikap kenyamanan pelayanan dan kebebasan melakukan
yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pilihan, kemampuan dan kompetensi teknis dan
customer tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah efektivitas pelayanan dan keamanan tindakan.24
kunjungan pasien. Kepatuhan petugas dalam Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti
melakukan anamnesa pada pelayanan antenatal terhadap pasien ditemukan waktu tunggu pasien
secara statistik lebih baik di Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan di Ruang KIA berkisar
Mekarmukti dibandingkan dengan Puskesmas antara 2 - 15 menit. Hal ini mempengaruhi
Cibarusah, kepatuhan petugas dalam melakukan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan.
anamnesa akan dapat mengetahui atau tergali Pelanggan akan merasa puas jika mendapatkan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh ibu hamil, pelayanan yang mereka butuhkan sesuai dengan
sehingga risiko atau komplikasi secara dini akan ketepatan waktu, biaya, dan berkualitas pelayanan.14
dapat diketahui, hal ini didukung dengan hasil Ibu hamil umumnya menghargai tenggang waktu
penelitian 17 , bahwa wanita hamil yang tidak yang singkat dan tepat waktu, serta jasa yang
melakukan perawatan kehamilan mempunyai risiko konstan.
terjadinya abnormal 1,6 kali jauh lebih tinggi dibanding Salah satu aspek untuk mengukur proses
wanita yang melakukan pemeriksaan kehamilan. pelayanan adalah responsiveness yaitu kesediaaan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa untuk membantu ibu hamil dalam memberikan
pelayanan antenatal standar 5T lebih baik di pelayanan yang cepat terhadap setiap pasien yang
Puskesmas Mekarmukti dibandingkan dengan dilayani.20
Puskesmas Cibarusah. Standar pelayanan 5T
merupakan indikator kualitas pelayanan antenatal, 5. Perspektif Finansial
kualitas perawatan kehamilan tidak saja mencakup Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa faktor
banyaknya pemeriksaan kehamilan, namun juga finansial atau keuangan tidak berpengaruh terhadap
konseling dan pemeriksaan dengan cara pendekatan cakupan antenatal dan ditemukan tidak ada
risiko adalah penting untuk masyarakat, khususnya perbedaan besar dana yang digunakan dalam
pada kehamilan risiko tinggi.17 pelayanan antenatal antara Puskesmas Mekarmukti
dan Puskesmas Cibarusah, namun dalam hal

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009  127
Ernawati, dkk.: Evaluasi Kinerja Pelayanan Antenatal ...

pencapaian cakupan pelayanan antenatal terdapat pelayanan antenatal, sehingga disarankan bagi Dinas
kesenjangan antara kedua Puskesmas tersebut. Kesehatan Kabupaten Bekasi dapat melakukan
Banyak faktor yang mempengaruhi seperti yang evaluasi secara berkala terhadap kinerja Puskesmas
dikemukakan oleh Lou, C, dan Solichin, M21 yang menggunakan balanced scorecard dan menyusun
menggunakan balanced scorecard untuk menilai standar pedoman penilaian kinerja. Puskesmas
kepuasan kerja, diketahui bahwa faktor financial tidak dapat melakukan evaluasi kinerjanya secara berkala
dapat berdiri sendiri, ia harus didukung dengan faktor menggunakan standar pedoman penilaian kinerja
non-financial. dan balanced scorecard, sehingga dapat
Suatu tempat pelayanan kesehatan yang ingin meningkatkan cakupan pelayanan khususnya
menghasilkan tingkat kepuasan tinggi perlu memiliki antenatal yang berkualitas sesuai standar.
kekuatan financial dalam mengembangkan,
memperbaharui, serta meningkatkan pelayanan.22 KEPUSTAKAAN
Pada penelitian ini kedua Puskesmas 1. World Health Organization, NHA Producers
memperoleh dana operasional yang sama akan Guide, WHO, Geneva, 2002, Avalaible on: http/
tetapi terdapat perbedaan kinerja. Hal ini disebabkan www.who.int
karena jumlah realisasi dana tidak sesuai dengan 2. Departemen Kesehatan R.I, Laporan
usulan. Hal ini didukung oleh pendapat Azwar23 yang Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
menyatakan bahwa pembiayaan kesehatan harus Milenium Indonesia, 2003: 58-62. http://
memenuhi persyaratan antara lain tersedia dalam depkes.go.id/. Diakses pada 15 Maret 2006.
jumlah yang cukup, penyebaran dana sesuai 3. Villar J, Ba’aqeel H, Piaggio G, Lumbiganon,
kebutuhan dan pemanfaatan tepat pada sasaran. P, Belizan MJ, Farnot U, Almazrou, Carroli G,
Dalam menilai kinerja organisasi, ukuran-ukuran Pinol A, Donner A, Langer A, Nigenda G, Mugford
keuangan saja dinilai kurang mewakili. Hal ini M, FoxRushby J, Hutton G, Bergsjo P,
disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan Bakketeig L, Berendes H, “WHO Antenatal Care
memiliki beberapa kelemahan yaitu pendekatan Randomised Trial for the Evaluation of A New
finansial bersifat historis, sehingga hanya mampu Model of Routine Antenatal Care”, The Lancet,
memberikan indikator dari kinerja manajemen dan 2001:1551-64.
tidak mampu sepenuhnya menuntun organisasi 4. Departemen Kesehatan R.I, Modul Ajar Safe
kearah yang lebih baik. Pengukuran lebih berorientasi Motherhood, Jakarta. 1999.
kepada manajemen operasional dan kurang 5. Dasuki D, Hakimi M, Wilopo SA, Kurniawati L.
mengarah kepada manajemen strategis.12 Evaluasi Efektivitas Perawatan Kehamilan Di
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berita
KESIMPULAN DAN SARAN Kedokteran Masyarakat, 1997;XIII:16-20.
6. Abdurrauf. Evaluasi Kinerja Instalasi Gawat
Terdapat perbedaan pendidikan dan pelatihan
Darurat RSU Banjar berdasarkan Balanced
antara Puskesmas cakupan tinggi (Mekarmukti)
Scorecard, Tesis, UGM, Yogyakarta.2000.
dengan Puskesmas cakupan rendah (Cibarusah),
7. Departemen Kesehatan R.I, Modul Ajar Safe
yaitu pendidikan dan pelatihan lebih baik pada
Motherhood, Jakarta. 1998.
Puskesmas Mekarmukti dari pada Puskesmas
8. Fort AL, & Voltero L. Factors Affecting the
Cibarusah. terdapat perbedaan kepuasan pasien
Performance Health Care Provider in Armenia,
antara Puskesmas cakupan tinggi (Mekarmukti)
Journal of Bio Med Central. 2004;2(8)June:1-11
dengan Puskesmas cakupan rendah (Cibarusah)
9. Wijono Djoko, Manajemen Kepemimpinan dan
yaitu tingkat kepuasan pasien di Puskesmas
Organisasi Kesehatan, Airlangga University
Mekarmukti lebih baik dibandingkan dengan
Press, Surabaya. 1997.
Puskesmas Cibarusah, serta tidak ada perbedaan
10. Mulyadi.Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja
kepatuhan petugas terhadap standar pelayanan
Personel Berbasis Balanced Scorecard,
antenatal antara Puskesmas Mekarmukti dengan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2000.
Puskesmas Cibarusah.
11. Departemen Kesehatan R.I, Pedoman
Anggaran atau dana operasional yang
Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan
digunakan untuk pelayanan KIA tidak terdapat
Dasar, Jakarta. 1996.
perbedaan di kedua Puskesmas. Cakupan antenatal
12. Mulyadi. Balanced Scorecard: Alat Manajemen
secara umum dipengaruhi oleh tingkat kepuasan
Kontemporer untuk Pelipatgandaan Kinerja
pasien, pendidikan dan pelatihan petugas dan
Keuangan Perusahaan. Salemba Empat,
anggaran/dana operasional yang digunakan untuk
Jakarta.2001.

128  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

13. Sasongko N. Balanced Scorecard Perspektif 18. Ghufron A, Wahab A, Hakimi M. Pemanfaatan
pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Pelayanan Bidan Desa Dalam Pemeriksaan
Growth Perspective). Workshop Akuntansi Kehamilan di Kabupaten Purworejo. CHNRL
Manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Faculty of Medicine, Gadjah Mada University,
Jenderal Achmad Yani.2000. Yogyakarta. 1997.
14. Kaplan RS, dan Norton David P. Translating 19. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan,
Strategy Into Action The Balanced Scorecard, Edisi Ketiga. Bina Putra, Jakarta.1996.
Harvard Business School Press, Boston.1996b. 20. Parasuraman A . Customer Service In Business
15. Mayer T, A. Cates RJ, Mastorovich, M. J., and to Business Market; An Agenda For Research,
Royalty, D.L. Emergency Departement Pasient University of Miami, Florida USA, Journal of
Satisfaction Cutomer Service Training Improves Busness dan Industrial Marketing,1998;13 (4/5):
Patient Statisfaction and Ratings of Physician 309-21.
and Nurce Skill, Journal of Health Care 21. Lau C, Solichin M. Measurement Financial, Non
Management,1998;43(5): 427 – 40. Finansial Perspektif.2005.
16. Katz JM, Green E. Managing Quality a Quality 22. Nelson EC, Rust Roland T, Zahorik Antoni, Rosi
a to System WIDE Performance Management Robin L, Batalden Paul, and Siemanski Beth
in Health Care. Mosby Year Book, Second Ann. Do Patient Perceptions Of Quality Relate
Edition, St Louis Missouri.1997. to Hospitel Financial Performance, Journal of
17. Dasuki D, Hakimi M, Wilopo SA, Kurniawati L. Health Care Marketing,1992; 12 (4): 6-13.
Evaluasi Efektifitas Perawatan Kehamilan Di 23. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan,
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berita Edisi Ketiga. Bina Putra, Jakarta.1996.
Kedokteran Masyarakat, 1997;XIII:16-20.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009  129
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 130 - 139
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
Artikel Penelitian

KINERJA PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA PERUSAHAAN PESERTA PROGRAM JAMINAN
KECELAKAAN KERJA PADA PT JAMSOSTEK CABANG MEDAN
THE IMPLEMENTATION PERFORMANCE OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
MANAGEMENT SYSTEM IN REGISTERED ENTERPRISES ON THE EMPLOYMENT ACCIDENT
BENEFIT PROGRAMIN PT JAMSOSTEK BRANCH MEDAN

Gerry Silaban1, Soebijanto2, Adi Heru Soetomo2,


Lientje Setyawati Maurits2, Suma’mur, P.K.3
1
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
FKM Universitas Sumatera Utara, Sumatera
2
Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta
3
Masyarakat Peduli Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja Indonesia

ABSTRACT ABSTRAK
Background: The high number of industrial accident is caused Latar belakang: Tingginya angka kecelakaan kerja
by management dysfunction in term of occupational health disebabkan disfungsi manajemen terhadap keselamatan dan
and safety. The implementation of occupational health and kesehatan kerja. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
management system (OHSMS) established by the Regulation dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang ditetapkan melalui
of The Minister of Manpower No. 05/1996, is a government Permenaker (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) No. 05/1996
policy that has to be implemented by the enterprises in the merupakan kebijakan pemerintah wajib dilaksanakan oleh
attempt to decrease industrial accident rate. The performance perusahaan dalam upaya menurunkan angka kecelakaan kerja.
of OHSMS implementation is assessed by OHSMS audit to Kinerja penerapan SMK3 dinilai melalui audit SMK3 untuk
gather objective evidence from strength and weakness in the memperoleh bukti objektif dari kekuatan atau kelemahan dalam
implementation of occupational health and safety in work places. pelaksanaan K3 di tempat kerja.
Method: The type of this research is survey research. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Sampel
Research sample was established based on the manpower penelitian ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja
number criteria of at least 100 people in each enterprise. The = 100 orang tiap perusahaan. Kinerja penerapan SMK3
performance of OHSMS implementation based on 12 OHSMS diketahui berdasarkan 12 unsur audit SMK3 yang berhubungan
audit elements was known to be correlated with 5 OHSMS dengan lima prinsip penerapan SMK3. Analisis variansi amatan
implementation principles. One factor repeated observation ulangan 1-faktor digunakan untuk menguji perbedaan kinerja
variance analysis was used to test the performance difference 12 unsur audit SMK3 dan lima prinsip penerapan SMK3.
of 12 OHSMS audit items and 5 OHSMS implementation principles. Hasil: Sebanyak 53 (96,36%) perusahaan yang memenuhi
Result: A number of 53 (96.36%) enterprises fulfilled 0-60% kriteria 0% - 60% dan 2 (3,64%) perusahaan yang memenuhi
criteria and 2 enterprises (3.64%) fulfilled 60-84% criteria from kriteria 60% - 84% dari 166 kriteria audit SMK3. Ada perbedaan
166 OHSMS audit criteria. The mean criteria fulfillment number kinerja 12 unsur audit SMK3, kinerja unsur 5 (pembelian) dicapai
(percentage) was highest achieved (scored 4) in 5th element dengan persentase tertinggi. Ada perbedaan kinerja 5 prinsip
(purchasing) that is 4 out from 7 criteria (57.14%) in 5th element. penerapan SMK3, kinerja prinsip 3 (menerapkan kebijakan K3)
Mean score of 5 th element was reached with the highest dicapai dengan persentase tertinggi.
percentage (74.87% from 5th element maximum score). F-test Kesimpulan: Manajemen harus mempunyai komitmen dan
result showed a significant difference (p < 0.01) in 12 OHSMS melibatkan seluruh tenaga kerja dalam memperbaiki kinerja
audit elements performance and t-test showed variety between penerapan SMK3 untuk menurunkan angka kecelakaan kerja
each performance in 12 OHSMS audit elements. Mean criteria yang bermuara pada peningkatan produktivitas kerja.
fulfillment number (percentage) was highest achieved (scored
4) in 3rd principle that is 20 out of 67 criteria (29.85%) of 3rd Kata kunci: kecelakaan kerja, perusahaan peserta program
principle. Principle 3 means score was reached with the highest jaminan kecelakaan kerja,kinerja penerapan sistem manajemen
percentage (55.40% from 3rd principle maximum score). F-test keselamatan dan kesehatan kerja
result showed a significant difference (p < 0.01) in 5 principles
of OHSMS implementation performance and t-test resulted in PENGANTAR
variety between each principle performance in 5 principles of
OHSMS implementation. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Conclusion: Management should have a commitment and sebagai satu dari empat Program dari PT. Jamsostek
involve all workers in enhancing OHSMS implementation yang kepesertaannya terbagi atas kelompok jenis
performance to reduce industrial accident rate which lead to usaha I, II, III, IV, dan V sesuai dengan tingkat risiko
productivity and work quality improvement.
pekerjaan.
Keywords: industrial accident, registered enterprises in the Kepesertaan perusahaan dalam Program JKK
employment accident benefit program, the implementation hanya sebatas pengalihan risiko (risk transfer),
performance of occupational health and management system

130 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

bukan pengurangan risiko (risk reduction) penerapan SMK3 antara lain tidak ada atau
kecelakaan kerja. Perlindungan tenaga kerja harus rendahnya komitmen manajemen dan tenaga kerja
dibarengi dengan pengurangan risiko kecelakaan terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja melalui penerapan SMK3. Pada kerja (K3), latar belakang pendidikan tenaga kerja
Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja relatif masih rendah yang berkorelasi dengan
(Permenaker) No. 05/1996 tentang Sistem kesadaran dan pemahaman terhadap K3, tenaga
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja kerja belum ditempatkan sebagai mitra usaha,
(SMK3) dinyatakan bahwa “Setiap perusahaan yang masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang ekonomi dan belum dilihat dari aspek moral dan hak
atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang azasi manusia, alokasi anggaran K3 perusahaan
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan relatif kecil, supervisi K3 dan pelaksanaan K3 masih
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan parsial (tidak komprehensif), jenis standar K3
kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, berbeda, kemampuan pemerintah dalam pembinaan
dan pencemaran wajib menerapkan SMK3”. dan penegakan hukum yang lemah. 5,6 Angka
Kebijakan ini dipertegas kembali pada Pasal 87 Ayat kecelakaan kerja akan terus meningkat bila program
1 Undang-Undang (UU) No. 13/2003 tentang K3 dalam SMK3 tidak berjalan sesuai dengan
Ketenagakerjaan bahwa “Setiap perusahaan wajib rencana.7 Pencegahan kecelakaan kerja merupakan
menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem tanggung jawab utama manajemen.8
manajemen perusahaan”. Kecelakaan kerja sering terjadi disebabkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan kegagalan dalam penerapan SMK3. Sistem
Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
tak terpisahkan dari proses produksi yang bertujuan (SMK3) akan berfungsi lebih baik apabila
meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta perusahaan telah mengembangkan budaya K3 yang
berperan dalam upaya perlindungan investasi.1 disertai dengan perilaku yang aman dari tenaga kerja
Penerapan SMK3 pada tingkat perusahaan agar tercapai pemenuhan terhadap peraturan dan
berdampak positif yaitu mengurangi risiko bahaya di prosedur K3.9 Apabila pengusaha dan pekerja terus
tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. membudayakan K3 melalui penerapan SMK3 akan
Quinn2 salah seorang pakar dari ILO menyatakan memberi pengaruh besar terhadap stabilitas usaha.10
bahwa meningkatnya penggunaan fasilitas kerja dan Dilaksanakan tidaknya penerapan SMK3
angka kecelakaan kerja merupakan salah satu diindikasikan dari kinerja penerapan SMK3
alasan pentingnya penerapan SMK3. Penerapan berdasarkan hasil audit terhadap 12 unsur audit
SMK3 bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab SMK3 yang terkait dengan pelaksanaan 5 prinsip
dan potensi kecelakaan kerja sebagai acuan dalam penerapan SMK3. Selain itu, audit SMK3 menilai
melakukan tindakan mengurangi risiko.3 Selain itu, efektivitas penerapan SMK3, membuktikan kekuatan
penerapan SMK3 membantu pimpinan perusahaan dan memperbaiki kelemahan sistem yang berjalan,
agar mampu melaksanakan standar K3 yang sehingga tercapai tujuan.10
merupakan tuntutan masyarakat nasional dan Berdasarkan masalah tersebut di atas, tujuan
internasional.1 penelitian ini adalah untuk mengkaji perbedaan
Angka kecelakaan kerja perusahaan peserta kinerja 12 unsur audit SMK3 dan perbedaan kinerja
Program JKK pada PT Jamsostek Cabang Medan lima prinsip penerapan SMK3.
masih tinggi walaupun terlihat cenderung menurun
selama kurun waktu 3 tahun, yaitu tahun 2003 BAHAN DAN CARA PENELITIAN
sebanyak 3.250 kasus; tahun 2004 sebanyak 2.958 Data kecelakaan kerja dikumpulkan melalui
kasus; dan tahun 2005 sebanyak 1.759 kasus. Angka Formulir Jamsostek 3 Bentuk K.K. 3 (Laporan
kecelakaan kerja pada kelompok jenis usaha I, II, III, Kecelakaan Tahap I) dari seluruh perusahaan
IV, dan V pada tahun 2005 masing masing sebanyak kelompok jenis usaha III peserta Program JKK pada
536 kasus, 331 kasus, 564 kasus, 118 kasus, dan PT Jamsostek Cabang Medan yang tenaga kerjanya
207 kasus.4 Ruang lingkup penelitian difokuskan pada mengalami kecelakaan kerja selama kurun waktu 1
perusahaan kelompok jenis usaha III dengan jumlah tahun (1 Januari - 31 Desember 2005). Kemudian
kecelakaan kerja terbanyak yaitu 564 kasus dari seluruh perusahaan tersebut ditetapkan sampel
(32,06%) dari 1.759 kasus. penelitian berdasarkan kriteria jumlah tenaga tenaga
Angka kecelakaan kerja yang masih tinggi tidak kerja = 100 orang (purposive sample) ada sebanyak
terlepas dari masalah pengelolaan K3 melalui 55 perusahaan.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 131
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...

Dalam penerapan SMK3, perusahaan wajib pengukuran (mencakup inspeksi, pemantauan


melaksanakan 5 prinsip penerapan SMK3 yang kesehatan, dan pemantauan lingkungan kerja);
berlandaskan pada prinsip manajemen yaitu Plan, prosedur rapat tinjauan manajemen. Setelah itu,
Do, Check, Improvement (PDCI). Alat ukur kinerja melakukan verifikasi kondisi di lapangan melalui
penerapan SMK3 digunakan daftar periksa (check observasi dan pada saat yang bersamaan melakukan
list) audit SMK3 yang ditetapkan pada Lampiran II wawancara dengan tenaga kerja untuk mendapatkan
Permenaker RI No. 05/1996 tentang Pedoman Teknis masukan apakah program K3 benar-benar ada
Audit SMK3. Daftar periksa audit SMK3 terdiri dari secara formal dan konsisten dilaksanakan.
166 kriteria. Tiap kriteria ditetapkan empat pilihan Setelah melakukan verifikasi melalui
yaitu SS (Sangat Sesuai), SE (Sesuai), TS (Tidak pemeriksaan dokumen, inspeksi, observasi, dan
Sesuai), dan ST (Sangat Tidak Sesuai) dengan skor wawancara dengan tenaga kerja, tiap kriteria audit
masing-masing 4, 3, 2, dan 1. SMK3 dinilai dengan membuat tanda “√” pada kolom
Audit SMK3 meliputi 12 unsur yang ditujukan pilihan tiap kriteria dalam daftar periksa audit SMK3.
untuk menemukan fakta (fact finding) daripada Skor kriteria tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3
pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Unsur 1 dan skor kriteria tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan
(28 kriteria) berhubungan dengan prinsip 1. Unsur 2 SMK3 dijumlahkan. Data dianalisis untuk
(10 kriteria) dan unsur 3 (8 kriteria) berhubungan dengan membuktikan hipotesis menggunakan uji anova
prinsip 2. Unsur 4 (7 kriteria), unsur 5 (7 kriteria), unsur amatan ulangan 1-Faktor dengan bantuan Program
6(40 kriteria), dan unsur 9 (13 kriteria) berhubungan SPS-2005.11
dengan prinsip 3. Unsur 7 (15 kriteria), unsur 10
(7 kriteria) dan unsur 11 (4 kriteria) berhubungan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dengan prinsip 4. Unsur 8 (11 kriteria) dan unsur 12 Deskripsi Sampel Penelitian Perusahaan
(16 kriteria) berhubungan dengan prinsip 5. Kelompok Jenis Usaha III
Pelaksanaan audit SMK3 dilakukan di tiap Perusahaan kelompok jenis usaha III umumnya
perusahaan sampel penelitian yang diawali bergerak dalam industri pengolahan untuk bahan
mengadakan pertemuan dengan manajemen untuk baku, produk setengah jadi, dan produk jadi dengan
memberikan penjelasan tentang tujuan, ruang jenis dan sifat pekerjaan serta kondisi lingkungan
lingkup, dan proses audit SMK3. Kemudian kerja yang mempunyai risiko kecelakaan kerja yang
melakukan pemeriksaan dokumen yang diaudit tinggi seperti peleburan logam, perusahaan
untuk verifikasi semua informasi yang diperoleh dari penggergajian kayu, pabrik keperluan kaki,
manajemen dan memastikan apakah program K3 penggilingan (remiling) karet, pabrik kimia lainnya
diterapkan atau tidak yang meliputi manual SMK3 (lilin, obat nyamuk bakar dan cair), pabrik barang-
(mencakup kebijakan K3 perusahaan, struktur barang dari logam, dan pabrik plastik.
organisasi perusahaan, profil perusahaan, struktur Jumlah kecelakaan kerja terbanyak (87 kasus)
P2K3, tujuan dan sasaran K3, diskripsi pekerjaan); pada pabrik kimia lainnya (peleburan logam) dan
prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan tersedikit (1 kasus) pada berbagai jenis usaha seperti
pengendalian risiko (mencakup catatan hasil percetakan, pabrik minuman, industri-industri lain,
identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko rumah makan dan minuman, industri minyak kelapa
yang telah dilakukan); program kerja (termasuk sawit, pabrik barang-barang dari logam, penggilingan
program kerja yang berkaitan pengendalian risiko (remilling) karet, perusahaan air, pabrik minuman dari
hasil aktivitas penilaian risiko); pengendalian alkohol, pabrik keperluan kaki, pabrik kimia lainnya,
dokumen; pengendalian catatan; prosedur audit penggergajian kayu, dan hotel.
internal; prosedur identifikasi dan pemenuhan
peraturan perundangan (termasuk daftar pemenuhan Tingkat Pemenuhan Kriteria Audit SMK3
peraturan perundangan bidang K3); prosedur Berdasarkan hasil audit SMK3 diperoleh jumlah
komunikasi dan konsultasi; prosedur insiden, skor 12 unsur audit SMK3 tertinggi pada pabrik
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, investigasi, minuman sebesar 602, terendah pada industri
dan tindakan pencegahan (mencakup pelaporan peleburan logam sebesar 193, dengan rerata sebesar
sumber bahaya, hampir celaka, kecelakaan kerja, 304 atau 45,78% dari 664 (jumlah skor audit SMK3).
dan penyakit akibat kerja); prosedur operasional Pencapaian rerata ini belum menunjukkan kategori
(mencakup izin kerja, pembelian, desain, seleksi dan jumlah skor yang memenuhi persyaratan dalam
evaluasi vendor, pelatihan, perawatan, rekrutmen, pemenuhan penerapan SMK3. Agar kewajiban
penanganan bahan berbahaya dan beracun); penerapan SMK3 minimal dapat dipenuhi, setiap
prosedur tanggap darurat; prosedur pemantauan dan perusahaan sekurang-kurangnya harus memperoleh

132 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

jumlah skor sebesar 400 - 560 atau memenuhi 100 berkompetisi, dan penerapan SMK3 tidak dapat
- 140 kriteria dari 166 kriteria dengan asumsi tiap berkelanjutan.18 Kualitas pelaksanaan K3 yang
kriteria memperoleh skor 4. Jumlah skor ini dapat rendah disebabkan kurangnya pemenuhan terhadap
ditingkatkan lagi apabila manajemen melakukan peraturan perundangan K3 dari pimpinan perusahaan
perbaikan (peningkatan) dalam penerapan SMK3 dan kurang menyebarnya personel yang
hingga mencapai jumlah skor sebesar 564 - 664 dan berkompeten di bidang K3 untuk memberikan
pada akhirnya dapat dipertahankan serta pengetahuan tentang peraturan perundangan K3.19
berkelanjutan. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) telah terbukti sebagai Perbedaan Kinerja 12 Unsur Audit SMK3
faktor yang dapat mengurangi jumlah dan keparahan Rerata jumlah (persentase) perusahaan yang
kecelakaan kerja yang pada akhirnya mengurangi memenuhi kriteria (memperoleh skor 4) untuk tiap
jumlah jaminan kecelakaan kerja (biaya kompensasi unsur dari 12 unsur audit SMK3 yaitu sebanyak 4
kecelakaan kerja).12 perusahaan (7,27%) untuk unsur 1, 3 perusahaan
Jumlah (persentase) pemenuhan kriteria (5,46%) untuk unsur 2, 7 perusahaan (12,73%) untuk
(memperoleh skor 4) audit SMK3 tertinggi yaitu unsur 3, 9 perusahaan (16,36%) untuk unsur 4, 31
sebanyak 127 kriteria (76,51% dari 166 kriteria) pada perusahaan (56,36%) untuk unsur 5, 17 perusahaan
pabrik minuman, terendah sebanyak 6 kriteria (3,61% (30,91%) untuk unsur 6, 11 perusahaan (20,00%)
dari 166 kriteria) pada pabrik peleburan logam, dan untuk unsur 7, 12 perusahaan (21,82%) untuk unsur
rerata jumlah (persentase) pemenuhan kriteria 8, 11 perusahaan (20,00%) untuk unsur 9,
sebanyak 32 kriteria (19,04% dari 166 kriteria). 1 perusahaan (1,82%) untuk unsur 10, 1 perusahaan
Terdapat hanya 2 (3,64%) perusahaan yang (1,82%) untuk unsur 11, dan 7 perusahaan (12,74%)
mencapai pemenuhan kriteria 60% - 84% dari 166 untuk unsur 12. Terlihat bahwa tidak ada satu unsur
kriteria audit SMK3, sedangkan 53 (96,36%) yang dipenuhi oleh seluruh perusahaan. Kriteria unsur
perusahaan mencapai pemenuhan kriteria 0% - 60% 5 (pembelian) terbanyak dipenuhi perusahaan, sama
dari 166 kriteria audit SMK3. halnya dengan hasil audit PT Sucofindo tahun 2001
Tingkat pencapaian tersebut di atas - 2003 juga diperoleh rerata jumlah (persentase)
menunjukkan bahwa penerapan SMK3 belum perusahaan terbanyak memenuhi unsur 5
menyeluruh. Hasil penelitian lain juga menunjukkan (pembelian) yaitu 56 (%) dari 74 perusahaan.5
hal yang sama yaitu tingkat pencapaian penerapan Manajemen perusahaan lebih memprioritaskan unsur
SMK3 sebesar 70,24% pada 20 perusahaan 5 (pembelian) mengingat kaitannya dengan kegiatan
subsektor industri pengolahan13, penerapan SMK3 usaha produksi yang meliputi ketelitian terhadap
pada industri garment tidak sepenuhnya berjalan pembelian sarana produksi (mesin, alat,
dengan baik disebabkan oleh faktor ekonomi, perlengkapan, instalasi, dan bahan-bahan baku)
pendidikan, dan perilaku pekerja14, komitmen direktur sesuai dengan spesifikasinya, melakukan
rumah sakit terhadap K3 masih rendah, organisasi pemeriksaan terhadap barang atau jasa yang telah
dan pelaksanaan K3 belum menyeluruh tiap unit kerja dibeli, dan kontrol barang atau jasa yang dipasok
sehingga perlu penerapan SMK3 15 , tingkat pelanggan melalui kegiatan identifikasi potensi
pelaksanaan penerapan SMK3 dicapai sebesar bahaya dan menilai risikonya dalam rangka menjaga
70,74% pada industri tekstil.16 (mempertahankan) kualitas produk/jasa yang
Tingkat pencapaian lebih tinggi pada dihasilkan.
perusahaan yang telah menerapkan SMK3 Pemenuhan kriteria unsur 5 (pembelian)
sebagaimana hasil audit SMK3 terhadap 100 termasuk kegiatan pengendalian risiko.
perusahaan pada tahun 2004 yang dilaporkan oleh Pengendalian risiko merupakan pendekatan utama
PT Sucofindo (badan audit SMK3 yang ditunjuk oleh yang digunakan dalam manajemen risiko seperti
pemerintah) menunjukkan bahwa sebanyak 92 substitusi bahan yang berbahaya dengan tidak
perusahaan (92,00%) dengan tingkat pencapaian berbahaya, pembelian peralatan dan rancangan
penerapan SMK3 85% - 100% dari 166 kriteria audit teknik dari proses produksi yang tidak menimbulkan
SMK3, dan 8 perusahaan (8,00%) dengan tingkat bahaya.20 Manajemen risiko yang efektif merupakan
pencapaian penerapan SMK3 60% - 84% dari 166 strategi inti dari SMK3 yang mencakup identifikasi
kriteria audit SMK3.17 Perusahaan dengan tingkat bahaya, mengukur dan mengendalikan risiko,
pencapaian penerapan SMK3 yang rendah tidak mengevaluasi dan melakukan tinjauan ulang
menguntungkan dalam waktu jangka panjang, kinerja tindakan pengendalian risiko untuk meyakinkan
penerapan SMK3 rendah, tidak mampu bahwa SMK3 dilaksanakan dan dipertahankan.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 133
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...

Manajemen risiko yang efektif membutuhkan Hal yang dapat dilakukan di tempat kerja untuk
tanggung jawab yang telah ditetapkan, kompetensi, meningkatkan kinerja K3 dan bebas dari gangguan
dan sumber daya untuk menentukan dan produksi yaitu: pekerja dan supervisor harus
melaksanakan tindakan pencegahan yang mengetahui dan menyadari akan bahaya dan potensi
disyaratkan, melibatkan tenaga kerja secara aktif, bahaya; pekerja berperilaku aman; pekerja mampu
prosedur pengendalian risiko didokumetasikan dan melakukan pekerjaan dengan aman; lingkungan kerja
dapat digunakan.21 harus dibuat aman dan sehat melalui pengendalian
Pencapaian jumlah skor tiap unsur audit SMK3 teknis atau administratif, substitusi atau mengurangi
menunjukkan kinerja tiap unsur audit SMK3. Kinerja bahan atau kondisi yang berbahaya, atau memakai
penerapan SMK3 dikatakan baik apabila jumlah skor alat pelindung diri; peralatan, mesin dan bahan-bahan
tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 dicapai dengan harus berfungsi dengan aman bila digunakan;
skor maksimum. Pada Tabel 1 tertera rerata jumlah ketentuan tentang tanggap darurat harus dibuat
(persentase) skor unsur 5 dicapai tertinggi yaitu untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja.23 Di
sebesar 20,96 (74,86% dari skor maksimum unsur samping itu, keterlibatan manajer puncak terhadap
5), kemudian diikuti berurut hingga terendah yaitu K3 sangat penting dalam menyusun finansial, tenaga
rerata jumlah (persentase) skor unsur 6,unsur 7, profesional, membuat kebijakan dan program K3,
unsur 8, unsur 4, unsur 9, unsur 10, unsur 12, unsur dan keterlibatan tenaga kerja sangat diperlukan
3, unsur 2, unsur 1, dan unsur 11. dalam pelaksanaan K3. 24 Tenaga kerja yang
Hasil uji F diperoleh bahwa ada perbedaan berorientasi pada K3 melalui perilaku aman bekerja
sangat signifikan (p< 0,01) kinerja 12 unsur audit merupakan suatu faktor positif terhadap kinerja K3
SMK3 dan uji-t diperoleh perbedaan antar kinerja dalam rangka mengurangi angka kecelakaan kerja
tiap unsur dari12 unsur audit SMK3. Perbedaan perusahaan.25 Pendidikan K3 dan kemampuan
antarkinerja tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 personal tenaga kerja tidak cukup untuk membuat
menunjukkan keragaman dalam pemenuhan kriteria aman bekerja, untuk itu manajemen hendaknya terus-
tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3, sehingga secara menerus memotivasi perilaku tenaga kerja agar
keseluruhan ada perbedaan kinerja 12 unsur audit kecelakaan kerja dapat dihindari.26
SMK3.
Perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3 Perbedaan Kinerja 5 Prinsip Penerapan SMK3
memberikan gambaran yang jelas dan lengkap Rerata jumlah (persentase) pemenuhan kriteria
tentang status mutu pelaksanaan penerapan SMK3 (memenuhi skor 4) dicapai tertinggi pada prinsip 3
yang menjadi masukan bagi manajemen agar dapat yaitu 20 kriteria (29,85%) dari 67 kriteria prinsip 3,
dilakukan perbaikan (pemenuhan) terhadap kriteria kemudian diikuti berurut hingga terendah masing-
tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 sehingga insiden masing rerata jumlah (persentase) pemenuhan
atau kecelakaan kerja yang menimbulkan kerugian kriteria prinsip 4 sebanyak 4 (15,38%) dari 26 kriteria
dapat dikurangi dan tidak terjadi gangguan prinsip 4, prinsip 5 sebanyak 4 kriteria (14,81%) dari
produksi.Pemenuhan kriteria tiap unsur audit SMK3 27 kriteria prinsip 5, prinsip 1 sebanyak 2 kriteria
dapat meningkatkan kinerja K3 melalui manajemen (7,14%) dari 28 kriteria prinsip 1, dan prinsip 2
K3 yang sistematis. 21 Komitmen manajemen sebanyak 1 kriteria (5,56%) dari 18 kriteria prinsip 2.
terhadap K3 harus disertai dengan kepemimpinan Kinerja penerapan SMK3 dikatakan baik
yang mampu menciptakan iklim yang aman di tempat apabila kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan
kerja.22 SMK3 dicapai jumlah skor (persentase) tertinggi dari

Tabel 1. Rerata Jumlah (Persentase) Skor Tiap Unsur dari 12 Unsur Audit SMK3
12 Unsur Audit SMK3 Rerata Skor Skor Maksimum %
Unsur 1 (pembangunan dan pemeliharaan komitmen) 38,38 112 34,27%
Unsur 2 (strategi pendokumentasian) 13,86 40 34,65%
Unsur 3 (peninjauan ulang disain dan kontrak) 11,47 32 35,84%
Unsur 4 (pengendalian dokumen) 12,51 28 44,68%
Unsur 5 (pembelian) 20,96 28 74,86%
Unsur 6 (keamanan bekerja berdasarkan SMK3) 92,18 160 57,61%
Unsur 7 (standar pemantauan) 28,56 60 47,60%
Unsur 8 (pelaporan dan perbaikan kekurangan) 20,27 44 46,07%
Unsur 9 (pengelolaan material dan pemindahannya) 22,82 52 43,88%
Unsur 10 (pengumpulan dan penggunaan data) 11,84 28 42,29%
Unsur 11 (audit SMK3) 4,22 16 26,38%
Unsur 12 (pengembangan keterampilan dan kemampuan) 27,06 64 42,28%

134 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

skor maksimum. Pada Tabel 2 tertera rerata jumlah menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman,
(persentase) skor prinsip 3 dicapai tertinggi yaitu serta membuat mekanisme dan struktur organisasi
148,47 (55,40% dari skor maksimum), kemudian dengan prinsip penerapan SMK3 yang efektif.
diikuti berurut hingga terendah yaitu rerata jumlah Manajemen harus mempunyai komitmen untuk
skor (persentase) prinsip 5, prinsip 4, prinsip 2, dan menyediakan sumber daya yang diperlukan yaitu
prinsip 1. Pencapaian jumlah skor tertinggi pada tenaga kerja dan finansial dalam rangka mendukung
prinsip 3 juga diperoleh pada penelitian Widiastuti mekanisme dan struktur organisasi dari penerapan
tentang fungsi manajemen keselamatan dan SMK3. Selain itu, harus ada perencanaan K3 yang
kesehatan kerja pada salah satu pabrik gula di Jawa terperinci dan berisi penjelasan dari tujuan K3 dan
Timur diperoleh bahwa skor penerapan fungsi terukur. Kinerja penerapan SMK3 merupakan
perencanaan (prinsip 1) sebesar 46,62%, skor indikator yang dapat diukur melalui audit SMK3
penerapan fungsi pengorganisasian (prinsip 2) untuk meyakinkan keberhasilan penerapan SMK3
sebesar 10%, skor penerapan fungsi penggerakan dan dapat dibandingkan dengan sebelumnya.30
(prinsip 3) sebesar 55,17% (tertinggi), skor penerapan Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat
fungsi pengendalian (prinsip 4) sebesar 51,8%, dan kerja K3 harus dikendalikan. Pengendalian risiko
skor penerapan fungsi evaluasi (prinsip 5) sebesar yang efektif hanya dapat dilakukan melalui
0%.27 penerapan SMK3. Kekuatan dan keberhasilan setiap
Hasil uji F diperoleh ada perbedaan sangat perusahaan terletak pada tata kelola yang efektif
signifikan (p < 0,01) kinerja 5 prinsip penerapan terhadap produktivitas, kualitas produk, keselamatan,
SMK3 dan uji-t diperoleh perbedaan antar kinerja kesehatan dan lingkungan kerja, di samping
tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3. pemasaran dan finansial. Komitmen perusahaan
Perbedaan antar kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip terhadap K3 harus ditunjukkan dengan kinerja K3
penerapan SMK3 menunjukkan keragaman dalam yang baik.31
pelaksanaan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan Enam alasan utama pencegahan kecelakaan
SMK3, sehingga secara keseluruhan ada perbedaan kerja dan penyakit akibat kerja melalui pelaksanaan
kinerja 5 prinsip penerapan SMK3. Penerapan SMK3 K3 dalam suatu sistem yaitu:32
masih bersifat slogan dan belum membudaya di 1. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
tengah masyarakat dan masih dipandang dalam dapat menghancurkan masa depan tenaga kerja
lingkup sempit (terbatas dalam lingkup kerja) belum yang secara moral tidak dibenarkan.
menjadi bagian integral dari bisnis.28 2. Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
Bila pelaksanaan penerapan SMK3 secara akibat kerja merupakan tanggung jawab
bersiklus, kontinu, dan berkelanjutan, maka diperoleh pengusaha bersama tenaga kerja.
jumlah (persentase) skor maksimum untuk tiap 3. Kecelakaan kerja menurunkan efisiensi usaha
prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3, sehingga dan produktivitas kerja.
tidak terdapat keragaman dalam pelaksanaan 5 4. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
prinsip penerapan SMK3. Kinerja 5 prinsip penerapan menimbulkan kerawanan sosial.
SMK3 ditentukan oleh kemauan dan keterlibatan 5. Teknik keselamatan kerja ditujukan untuk
seluruh jajaran dalam manajemen dan tenaga kerja menurunkan angka kecelakaan kerja (accident
serta keikutsertaan Komite K3 (P2K3) dalam rate) dan angka keparahan kecelakaan kerja
pelaksanaan K3 yang berdampak terhadap angka (severity rate).
kecelakaan kerja dan klaim kecelakaan kerja.24 Kunci 6. Adanya tuntutan dari pemerintah untuk
agar bekerja aman dan lingkungan kerja sehat menyediakan tempat kerja yang sehat dan
adalah dengan penerapan SMK3 secara aman.
komprehensif.29 Pengusaha atau manajemen puncak (top
Penerapan SMK3 diawali dengan adanya management) harus bertanggung jawab terhadap
pernyataan kebijakan manajemen untuk rendahnya kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip

Tabel 2. Rerata (Persentase) Skor Tiap Prinsip dari 5 Prinsip Penerapan SMK3
5 Prinsip Penerapan SMK3 Rerata Skor Skor Maksimum %
Prinsip 1 (menetapkan kebijakan K3 dan komitmen menerapkan SMK3) 38,38 112 34,27%
Prinsip 2 (merencanakan penerapan K3) 25,33 72 35,18%
Prinsip 3 (menerapkan kebijakan K3) 148,47 268 55,40%
Prinsip 4 (mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja K3) 44,62 104 42,90%
Prinsip 5 (meninjau ulang dan meningkatkan pelaksanaan SMK3) 47,33 108 43,82%

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 135
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...

penerapan SMK3 dan menyikapinya dengan 5. Personel K3 yang mempunyai tugas, fungsi, dan
paradigma revitalisasi pelaksanaan penerapan kewenangan sesuai dengan kompetensinya
SMK3. Titik awal (starting point) pelaksanaan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penerapan SMK3 sebaiknya dilakukan sosialisasi penyakit akibat kerja. Personel K3 meliputi ahli
SMK3 di tingkat perusahaan bagi seluruh komponen K3 umum, ahli K3 spesialis (listrik dan
(pengusaha, manajemen, dan tenaga kerja) yang kebakaran, mekanik, uap dan bejana tekan,
terlibat dalam aktivitas di tempat kerja. Bila konstruksi, kimia), dokter perusahaan,
komponen tersebut telah memiliki pengetahuan dan paramedis (perawat) perusahaan, ahli higiene
pemahaman (persepsi) yang sama terhadap tahapan industri, petugas P3K, petugas K3 (kimia,
pelaksanaan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan radiasi, kebakaran, konstruksi, confined space),
SMK3, maka masing-masing akan mengetahui operator (pesawat uap, crane), teknisi (lift,
tugas dan fungsi, serta tanggung jawabnya dalam listrik), dan juru las.
pelaksanaan penerapan SMK3. Di samping
manajemen menyiapkan (menyediakan) sumber Setelah manajemen memenuhi sumber daya
daya yang terkait dengan pelaksanaan penerapan yang terkait dengan pelaksanaan penerapan SMK3,
SMK3 yaitu: langkah selanjutnya mengidentifikasi kegiatan apa
1. Dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan yang belum berjalan agar dilakukan kajian kendala
SMK3. pelaksanaannya dan kegiatan apa yang telah
2. Pembentukan organisasi K3 di tempat kerja berjalan agar dapat dilakukan perbaikan tiap prinsip
seperti Bagian Keselamatan dan Kesehatan dari 5 prinsip penerapan SMK3 dengan berpedoman
Kerja (Occupational Safety and Health pada Lampiran I Permenaker No. 05/1996.Tahap
Department) yang membawahi beberapa sub akhir dari penerapan K3 adalah meyakinkan
bagian (regu penanggulangan kebakaran, tim perbaikan (peningkatan) dilakukan secara
tanggap darurat (emergency response menyeluruh, konsisten dan berkesinambungan, serta
preparedness team), pelayanan kesehatan dievaluasi melalui audit internal K3 paling tidak
kerja), Panitia Pembina Keselamatan dan setahun sekali. Kegiatan audit eksternal SMK3
Kesehatan Kerja (P2K3) atau Safety dapat dilakukan apabila pelaksanaan 5 prinsip
Committee. Organisasi K3 ini bertugas: penerapan SMK3 telah berjalan dan
a. Memberikan saran dan rekomendasi berkesinambungan untuk memperoleh pengakuan
terhadap perbaikan pelaksanaan penerapan dari pemerintah terhadap penerapan SMK3 di
SMK3 kepada manajemen perusahaan. Menakertrans RI pada acara
b. Melakukan indentifikasi sumber-sumber penyerahan penghargaan SMK3 tahun 2008
bahaya, pengawasan terhadap penerapan menyatakan bahwa pemerintah akan mempercepat
syarat-syarat dan standar K3, dan pelaksanaan audit SMK3 di perusahaan-perusahaan
pencegahan kecelakaan kerja di tempat yang selama ini berjalan setahun sekali menjadi tiga
kerja bulan atau enam bulan sekali. Hasil audit SMK3 akan
c. Sebagai wadah komunikasi dan kerjasama segera diumumkan perusahaan yang memiliki
dalam meningkatkan kinerja pelaksanaan kinerja SMK3 buruk agar dapat memperbaiki diri,
penerapan SMK3 di tempat kerja termasuk perusahaan yang belum menerapkan
d. Menyebarluaskan informasi K3 ke seluruh SMK3. Langkah ini diambil untuk menekan tingkat
unit kerja yang meliputi peraturan kecelakaan kerja dan meningkatkan kesiagaan
perundangan K3, kebijakan K3 perusahaan, perusahaan menghadapi potensi kecelakaan kerja
kegiatan K3, dan laporan hasil audit internal mengingat pentingnya amanah dari Permenaker
SMK3. No. 05/1996.Dibutuhkan waktu yang panjang untuk
3. Sarana K3: pelayanan kesehatan kerja, pintu menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit
dan tangga darurat, tempat pelatihan K3. akibat kerja meskipun semua organisasi yang
4. Fasilitas K3: alat pelindung diri, P3K, alat relevan terlibat dalam upaya penerapan SMK3.33
pemadam api, alat dan sistem tanda bahaya, Kebijakan Permenaker No. 05/1996 sejatinya
alat pemantauan kondisi lingkungan kerja, untuk mewajibkan perusahaan agar dapat memenuhi
rambu dan tanda keselamatan kerja, manual standar K3 yang kemudian dinilai melalui audit
K3 (berisi peraturan perundangan K3; prosedur SMK3 untuk memperoleh sertifikat SMK3. Namun
pengoperasian dan penanganan mesin, alat, sertifikasi SMK3 diperlakukan oleh sebagian
instalasi dan bahan berbahaya, instruksi kerja; pengusaha sebagai tujuan akhir, sehingga hasil audit
instruksi tanggap darurat). SMK3 tidak dapat menggambarkan kondisi objektif

136 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

dari penerapan SMK3 di perusahaan dan sertifikasi terhadap kelemahan (kekurangan) dari pelaksanaan
SMK3 tidak menjadi jaminan kualitas dari kinerja 5 prinsip penerapan SMK3. Kinerja penerapan SMK3
penerapan SMK3 yang dimungkinkan bias karena (tingkat pemenuhan kriteria audit SMK3) perlu
faktor subjektif. Oleh karena itu, perlu ada dipertimbangkan oleh Pemerintah (Depnakertrans
pengawasan terhadap pihak-pihak yang terlibat RI), PT Jamsostek, dan Asosiasi Pengusaha
dalam pengajuan audit SMK3 perusahaan dan Indonesia dalam menetapkan besarnya iuran jaminan
auditor yang melakukan audit SMK3. Di samping kecelakaan dalam Program JKK yang sampai saat
itu, kebijakan Permenaker No. 05/1996 perlu ini masih berdasarkan pada pengelompokan risiko
ditopang dengan suatu peraturan pemerintah yang dari jenis usaha.Perusahaan dengan kinerja
menetapkan dan mengatur tentang penerapan SMK3 penerapan SMK3 yang baik berhak mendapat
agar lebih jelas dan rinci termasuk sanksi hukumnya. insentif dalam bentuk pembayaran iuran jaminan
Dengan demikian, diharapkan dapat memacu kecelakaan kerja lebih kecil dibanding perusahaan
peningkatan jumlah perusahaan dalam penerapan dengan kinerja penerapan SMK3 yang buruk.
SMK3 seiring dengan meningkatnya kesadaran
pengusaha akan pentingnya penerapan SMK3. KEPUSTAKAAN
1. Ichsan S. Klasifikasi Ahli Keselamatan Kerja,
KESIMPULAN DAN SARAN Ahli Hygiene Perusahaan dan Dokter
Kesimpulan Perusahaan Di Masa Mendatang. Makalah
Kinerja penerapan SMK3 masih rendah dilihat Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi
dari jumlah perusahaan dan tingkat pencapaian Dokter Perusahaan. Diselenggarakan oleh Balai
dalam pemenuhan kriteria tiap unsur dari 12 unsur Keselamatan Kerja dan Hiperkes Medan.2003.
audit SMK3. Ada perbedaan yang sangat signifikan 2. Siswati M.Summary of the Workshop on Asean
(p < 0,01) kinerja tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 Occupational Safety and Health Management
yang mengakibatkan ada perbedaan yang signifikan System (OSH-MS). Majalah Hiperkes dan
(p < 0,05) kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan Keselamatan Kerja. Pusat Pengembangan
SMK3. Kondisi ini memberi peringatan (warning) bagi Keselamatan Kerja dan Hiperkes Balitbanginfo
pengusaha atau manajemen perusahaan agar Depnakertrans RI, Jakarta.2003; XXXVI(2) April-
melakukan upaya perbaikan terhadap pelaksanaan Juni.
5 prinsip penerapan SMK3. Pelaksanaan tiap prinsip 3. Suokas, J. The Role of Safety Analysis in
dari 5 prinsip penerapan SMK3 harus berurutan dan Accident Prevention. Accident Anal Prev, 1988;
mengacu pada prinsip Plan, Do, Check, and 20(1): 67-85.
Improvement (PDCI), sehingga konsisten dan 4. Kanwil I PT Jamsostek. Data Kepesertaan
berkelanjutan yang pada akhirnya kriteria tiap unsur Program Jamsostek dan Kecelakaan Kerja
audit SMK3 dapat dipenuhi. Manajemen perusahaan Tahun 2003 - 2005.Medan.2006.
harus bekerja sama dengan ahli K3 dan 5. Rudiyanto. Penerapan SMK3 dan Pelaksanaan
memberdayakan panitia pembina K3 perusahaan Audit SMK3. Makalah Pelatihan Pengenalan
agar pelaksanaan penerapan SMK3 komprehensif SMK3. Diselenggarakan oleh PT (Persero)
dan melekat dalam aktivitas kerja sehingga tercipta Sucofindo, Jakarta. 2004.
budaya kerja (corporate culture) berbasis K3. 6. Ichsan S. Urgensi Hiperkes dan Keselamatan
Perbaikan (peningkatan) kinerja pelaksanaan 5 Kerja Di Perusahaan. Makalah Pelatihan
prinsip penerapan SMK3 harus disertai pembinaan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter
dan pengawasan penerapan SMK3 yang intens dan dan Paramedis Perusahaan. Diselenggarakan
penegakan hukum oleh instansi dinas tenaga kerja oleh Balai Keselamatan Kerja dan Hiperkes
disamping peran serta dari PT Jamsostek, Medan Bekerja Sama dengan Asosiasi Hiperkes
PT Sucofindo, organisasi profesi K3, Perusahaan dan Keselamatan Kerja Indonesia (AHKKI)
Jasa K3, Balai K3, dan akademisi yang peduli Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Medan.2002.
terhadap masalah K3. 7. Suma’mur PK. Program Prioritas dan
Pemberdayaan Potensi K3 Tahun 2003 dan 2004
Saran Guna Mewujudkan Kemajuan Substansial K3.
Temuan hasil audit SMK3 dapat dijadikan Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
sebagai acuan bagi manajemen perusahaan, dinas Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan
tenaga kerja dan pihak-pihak lain yang terkait dalam Hiperkes, Balitbanginfo Depnakertrans RI,
penerapan SMK3 agar dapat melakukan perbaikan Jakarta.2003; XXXVI(2) April-Juni.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 137
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...

8. Alli BO. Fundamental Principles of Occupational 18. Hamalainen PJ. Takala, and K.L. Saarela.
Health and Safety. First Published, International Global Estimates of Occupational Accidents.
Labor Office, Geneva.2001. Safety Science, 2006; 44: 137-56.
9. Hopkins A. Safety Culture, Mindfulness and 19. Frick K. Organisational Development and OHS
Safe Behaviour: Converging Ideas? Working Management in Large Organisations. Working
Paper 7. The Conference Australian OHS Paper 14. The Conference Australian OHS
Regulation for the 21st Century, National Regulation for the 21st Century, National
Research Centre for Occupational Health and Research Centre for Occupational Health and
Safety Regulation and National Occupational Safety Regulation and National Occupational
Health and Safety Commission, Canberra.2002. Health and Safety Commission, Canberra.2003.
10. Ramli S. New Paradigm Untuk Meningkatkan 20. Taylor G, K. Easter, and R. Hegney.Enhancing
Kinerja K3. Makalah Konvensi Nasional K3 Ke- OccupationalSafetyand Health. 2004 (http://
VI. Diselenggarakan oleh Dewan Keselamatan books.google.com/books?id=qs_FgDdalv8C
dan Kesehatan Kerja Nasional, Jakarta.2006. &pg=PA579&q=occupational+health+and+
11. Hadi S. Pamardiningsih Y. SPS-2000 (Seri safety+journal&hl=id#PPP1,M1)
Program Statistik Versi 2000), Manual SPS 21. Bluff L. Systematic Management of
Paket Midi. Universitas Gadjah Mada, Occupational Health and Safety. Working Paper
Yogyakarta. 2000. 20. The Conference Australian OHS Regulation
12. Groeneweg J. The Accident Causation Model.In: for the 21st Century, National Research Centre
Ch. 57 Audits, Inspections and Investigations. for Occupational Health and Safety Regulation
Encyclopaedia of Occupational Health and and National Occupational Health and Safety
Safety. Vol. II, Fourth Edition, International Commission, Canberra.2003.
Labour Office, Geneva.1998. 22. Hansen L.Beyond Commitment. Occup
13. Sugiyono. Kecelakaan Kerja Sektor Industri Hazards, 1993; 55(9): 250.
Pengolahan dan Penerapan Sistem Manajemen 23. Skiba R. Theoritical Principles of Job Safety.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di In: Ch. 56 Accident Prevention. Encyclopaedia
Kotamadya Yogyakarta Kajian Tahun 2001. of Occupational Health and Safety. Vol. II, Fourth
Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja, Edition, International Labour Office, Geneva.
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah 1998.
Mada, Yogyakarta.2002. 24. Simard M. Safety Culture and Management. In:
14. Yuliani R. Kajian Sistem Manajemen Ch. 59 Safety Policy and Leadership.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada PT Encyclopaedia of Occupational Health and
Primisima (Industri Garment) Di Sleman Safety. Vol. II, Fourth Edition, International
Yogyakarta. Tesis. Program Studi Magister Labour Office, Geneva. 1998.
Rekayasa Keselamatan Industri, Pascasarjana 25. Saari J. On Strategies and Methods in Company
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.2004. Safety Work: From Informational to Motivational
15. Novianto R. Penerapan Sistem Manajemen Strategies. J Occup Acc 12: 107-117.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Rumah 26. Peters RH. Strategies for Encouraging Self-
Sakit Unisma Malang Jawa Timur. Tesis. Minat Protective Employee Behaviour. J Saf Res,
Utama Manajemen Rumah Sakit, Program Studi 1991; 22: 53-70.
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah 27. Widiastuti E. Fungsi Manajemen Keselamatan
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, dan Kesehatan Kerja dan Terjadinya Kecelakaan
Yogyakarta.2005. Kerja Di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero)
16. Subekti A. Audit Sistem Manajemen Pabrik Gula Djatiroto Lumajang. Tesis. Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT Lotus Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Indah Textile Industry Dengan Menggunakan 2005.
Sistem Informasi Audit. Tesis. Program Magister 28. Hadi S. Internal Audit Keselamatan dan
Teknologi Manajemen, ITS, Surabaya.2008. Kesehatan Kerja. Majalah Hiperkes dan
17. Depnakertrans RI. Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kerja. Pusat Pengembangan
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan Kerja dan Hiperkes Balitbanginfo
(SMK3). Direktorat Pengawasan Kesehatan Depnakertrans RI, Jakarta. 2004;XXXVI(3) Juli-
Kerja Ditjen Pembinaan Pengawasan September.
Ketenagakerjaan, Jakarta. 2005. 29. OSHA. OSHA: Employee Workplace Rights.
US Department of Labor. 2003.

138 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

30. Linehan A.Workplace Inspection and Regulatory 32. Reese CD. Occupational Health and Safety
Enforcement. In: Ch. 57 Audits, Inspections and Management: A Practical Approach.Lewis
Investigations. Encyclopaedia of Occupational Publishers, Boca Raton.2003.
Health and Safety. Vol. II, Fourth Edition, 33. Siriruttanapruk S. and P. Anatagulnathi.
International Labour Office, Geneva. 1998. Occupational Health and Safety Situation and
31. Venkataraman N. Safety Performance Factor. Research Priority in Thailand. Industrial Health,
Journal Occupational Safety Health, National 2004; 42,135-40.
Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH), Malaysia. 2008; 5: 27-30.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 139
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 140 - 147
Herkutanto, dkk.: Hambatan dan Harapan Sistem ...
Artikel Penelitian

HAMBATAN DAN HARAPAN SISTEM KREDENSIAL DOKTER:


STUDI KUALITATIF DI EMPAT RUMAH SAKIT INDONESIA
OBSTACLES AND EXPECTATION OF PHISICIAN CREDENTIALING SYSTEM:
A QUALITATIVE STUDY IN FOUR INDONESIAN HOSPITALS

Herkutanto1, Astrid Pratidina Susilo2


1
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ SMF Forensik
Klinik/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
2
Departemen Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda

ABSTRACT Hasil: Hambatan terwujudnya sistem kredensial ideal adalah


Background : The accountability of the physicians serving in mispersepsi bahwa kredensial identik dengan proses
health care is a crucial factor to establish the patient safety. penerimaan dokter sebagai karyawan rumah sakit. Harapan
The credentialing system, a process to grant clinical privilege, partisipan tercermin dari kebutuhan proses monitoring,
aims to ensure the accountability. Credentialing processes vary hubungan baik tim kredensial dengan pihak manajemen,
in different Indonesian Institutions, and frequently are standardisasi aturan dan instrumen kredensial, adanya tim
inadequately performed. Information about obstacles and kredensial yang obyektif, dan hubungan baik antar sejawat.
expectations on current credentialing process is needed to Kesimpulan: Indonesia membutuhkan sistem kredensial yang
design a strategy to develop credentialing system. dapat menjamin keselamatan pasien. Harapan partisipan sejalan
Methods: A qualitative study using Focus Group Discussions dengan elemen-elemen sistem kredensial yang
(FGD) were conducted in four hospitals in Indonesia with direkomendasikan, yaitu yang berdasar pada konsep
different characteristics. Every FGD was attended by 10-20 profesionalisme.
participants, consisted of physicians and hospital management.
The results of the FGDs were analyzed with qualitative Kata kunci : sistem kredensial dokter, profesionalisme,
approach. keselamatan pasien
Results: The obstacles of the establishment of ideal credential
system rooted in the inappropriate perception that credential is PENGANTAR
the same as physicians recruitment as hospital employees.
The expectations of the participants are the needs of monitoring
“You medical people will have more lives to answer
process, sound relationship between credential team and for in the other world than even we generals.”
hospital management, standardization of policy and credential (Napoleon Bonaparte)
instruments, existence of objective credential team, and good
relationships among colleagues.
Conclusions: Indonesia needs a credentialing system that is
Salah satu tonggak keselamatan pasien adalah
able to establish the patient safety. The expectations of akuntabilitas sumber daya manusia yang terlibat
participants are in line with the recommended credential dalam layanan kesehatan. Dokter, perawat, atau
system, which is based on the concept of professionalism. tenaga kesehatan lainnya dituntut untuk memiliki
Keywords: physicians credentialing system, professionalism,
kompetensi yang adekuat.1,2 Berpijak pada prinsip
patient safety dasar gerakan keselamatan pasien untuk ‘non
blaming culture’ atau budaya tidak menyalahkan,2,3,4
ABSTRAK jaminan kompetensi yang adekuat inipun berbasis
Latar Belakang: Salah satu tonggak keselamatan pasien pada pendekatan sistem. Oleh karena itu, dalam
adalah akuntabilitas dokter yang terlibat dalam layanan tataran makro (sistem layanan kesehatan nasional),
kesehatan. Akuntabilitas ini dijamin melalui proses kredensial,
yaitu suatu proses untuk memberikan kewenangan klinis atas dibutuhkan suatu sistem yang dapat
suatu tindakan medis. Proses kredensial di berbagai institusi di mengakomodasi kebutuhan jaminan kompetensi
Indonesia masih bervariasi dan belum adekuat. Untuk menyusun tersebut. Jaminan kompetensi ini telah diatur dalam
strategi pengembangan sistem kredensial, dibutuhkan informasi Keputusan Menteri Kesehatan RS No. 631/
tentang hambatan dan harapan atas sistem kredensial.
Metode: Studi kualitatif dengan diskusi kelompok terfokus MENKES/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf
(Focus Group Discussion – FGD) dilaksanakan di empat rumah Medis (Medical Staff Bylaws), dimana ditetapkan
sakit Indonesia dengan karakteristik berbeda-beda. Tiap FGD bahwa subkomite kredensial komite medis di rumah
dihadiri oleh 10-20 partisipan yang terdiri dari dokter dan sakit bertugas mengatur masalah kewenangan klinis
manajemen rumah sakit. Hasil FGD dianalisis berdasarkan
prinsip-prinsip analisis data kualitatif. (clinical privilege) setiap dokter yang bekerja di
rumah sakit tersebut. 5

140 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Terdapat hubungan yang bermakna antara kredensial bervariasi di berbagai institusi.8 Kondisi
jumlah klaim terhadap dokter dan rumah sakit yang ini yang menyebabkan proses kredensial yang
terkait dengan kelalaian tindakan medik dokter. Dari dilakukan oleh komite medik di Indonesia saat ini
98.609 kejadian yang tak diharapkan yang terjadi di masih belum adekuat.
rumah sakit di New York tahun 1984 ternyata 27.179 Di masa mendatang di Indonesia, kredensial
di antaranya merupakan kelalaian medis.6 Leape yang mengarah kepada pemberian kewenangan
dkk7 melakukan penelitian lebih rinci terhadap tipe klinis yang lebih rinci (“delineation of clinical
kesalahan medis. Dari 1.133 pasien yang cedera privilege”). Pada proses kredensial dengan sistem
akibat tindakan medis, komplikasi medikamentosa “delineation of clinical privilege” tersebut, kompetensi
adalah bentuk yang tersering dijumpai (19%) dokter untuk setiap jenis tindakan medis disebuah
dibandingkan dengan komplikasi teknis (13%). rumah sakit lebih terkendali. Dengan demikian,
Kelalaian akibat pembedahan tercatat lebih sedikit keselamatan pasien akan lebih terjamin atas setiap
(17%) dibandingkan tindakan non-bedah (37%). jenis tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
Proporsi kelalaian di bidang diagnostik cukup tinggi Dengan terjaminnya keselamatan pasien atas
(75%), sedangkan di bidang terapeutik, proporsi tindakan medis yang dilakukan dokter tentu akan
kelalaian prosedur non-invasif adalah 77%. Untuk menurunkan jumlah klaim pasien terhadap dokter
mencegah terjadinya potensi klaim akibat tindakan dan rumah sakit.
medis, setiap rumah sakit harus mengembangkan Untuk menyusun strategi pengembangan sistem
strategi sistem kredensial yang adekuat.7 kredensial yang dapat memberikan jaminan
Proses kredensial adalah proses untuk akuntabilitas, dibutuhkan informasi tentang kondisi
memberikan kewenangan klinis (clinical privilege) yang ada saat ini. Oleh karena itu, suatu proses
bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan penggalian kebutuhan dilaksanakan di empat rumah
klinis tertentu. Kewenangan ini diberikan oleh sakit Indonesia menjawab rumusan masalah berikut:
institusi kesehatan setelah mendapat rekomendasi 1) Bagaimana proses kredensial dokter yang ada di
dari mitra bestari. Dalam proses ini, jika seorang lapangan saat ini?, 2) Bagaimana harapan atas
dokter atau tenaga kesehatan dianggap memiliki sistem kredensial dokter di rumah sakit di masa
kompetensi tertentu, ia akan mendapat penugasan mendatang?
klinis (clinical appointment) dari Badan Pengampu
(Governing Board) rumah sakit yang dapat saja BAHAN DAN CARA PENELITIAN
didelegasikan kepada Direktur Rumah Sakit.1,8 Untuk menjawab rumusan masalah di atas,
Setiap kewenangan klinis tertentu yang dimiliki suatu studi kualitatif dengan diskusi kelompok
seorang dokter harus ditinjau secara berkala, sesuai terfokus (Focus Group Discussion – FGD)
dengan perkembangan kompetensi si dokter atau dilaksanakan di empat rumah sakit di Indonesia.
tenaga kesehatan tersebut.1 Metode ini dipilih karena diharapkan dapat
Beberapa literatur memaparkan bahwa proses memberikan informasi naratif yang diperkaya dengan
kredensial merupakan sistem yang terintegrasi interaksi antar partisipan.12,13
dalam layanan kesehatan di berbagai negara. Di Sesuai dengan prinsip studi kualitatif yang
USA, proses kredensial telah menjadi standar di mementingkan maximum diversity,12 rumah sakit
setiap rumah sakit. 1 Sebuah publikasi yang dipilih memiliki karakteristik yang berbeda-
mendeskripsikan proses kredensial untuk dokter beda. Rumah Sakit 1 (RS1) adalah rumah sakit
spesialis anak.9 Sebuah Fakultas Kedokteran Gigi pemerintah tipe A. Rumah Sakit 2 (RS2) adalah
di USA bahkan mengimplementasikan sistem rumah sakit swasta tipe B berbasis agama. Rumah
kredensial untuk menjamin kompetensi staf Sakit 3 (RS3) adalah rumah sakit khusus yang
pengajar.10 melayani satu jenis spesialisasi, sedangkan Rumah
Sama seperti negara lain, Indonesia Sakit 4 (RS4) adalah rumah sakit khusus yang
membutuhkan proses kredensial untuk menjamin membutuhkan layanan terpadu multispesialisasi.
akuntabilitas tenaga kesehatan. Proses ini adalah Keempat rumah sakit berlokasi di ibukota provinsi
bentuk tanggung jawab institusi kesehatan terhadap di Pulau Jawa dan berperan sebagai rumah sakit
masyarakat atas kepercayaan yang diberikan untuk pendidikan. Rumah Sakit 2 (RS2) hanya menjadi
menjaga keselamatan pasien.11 Walaupun istilah pusat pendidikan keperawatan saja, bukan
kredensial sendiri bukan hal yang baru dalam sistem kedokteran.
layanan kesehatan Indonesia, namun gambaran Setiap FGD dilaksanakan dalam forum
implementasi proses dan pencapaian tujuan pertemuan Komite Medis di tiap-tiap rumah sakit

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 141
Herkutanto, dkk.: Hambatan dan Harapan Sistem ...

dan tiap FGD dihadiri oleh 10-20 partisipan yang dokter dengan kualifikasi tertentu serta untuk
terdiri dari dokter dan pihak manajemen rumah sakit. menjamin keselamatan pasien.
Focus Group Discussion (FGD) ini dilaksanakan Persepsi bahwa proses kredensial adalah
selama satu jam, dipimpin oleh seorang moderator proses penerimaan karyawan melandasi bagaimana
dan didampingi oleh seorang sekretaris. Partisipan prosedur kredensial saat ini. Dokter kandidat yang
melakukan diskusi atas beberapa pertanyaan yang dikredensial diminta menyerahkan lamaran dan
dilemparkan oleh moderator. Pertanyaan disusun dokumen penyerta seperti ijazah, transkrip
oleh para penulis, dimodifikasi sesuai kondisi rumah akademis, dan surat rekomendasi. Selanjutnya
sakit, serta direvisi berdasarkan hasil FGD rumah kandidat akan menjalani wawancara serta beberapa
sakit sebelumnya, tanpa mengubah topik-topik tes tambahan seperti tes kesehatan dan tes
utama (Tabel 1). psikologi. Pelaksana kredensial bisa Tim Kredensial
Komite Medis, panitia kredensial atau kelompok
Tabel 1. Daftar Pertanyaan Focus Group Discussion sejenis yang ditunjuk Direksi. Proses ini bervariasi
1 Hal-hal apa yang menurut pengalaman sejawat di keempat rumah sakit dan terdapat perbedaan
telah Anda ketahui tentang proses kredensial pelaksana dan tes yang diterapkan. Namun ide
selama menjalankan profesi?
2 Bagaimanakah proses kredensial yang seharusnya dasarnya sama yaitu seleksi karyawan. Prinsipnya,
menurut pendapat sejawat? proses kredensial yang ada saat ini mencoba
3 Bagaimana pendapat sejawat tentang proses memotret pengetahuan, sikap, karakter,
kredensial di Rumah Sakit Anda
a. Apakah telah cukup ideal? keterampilan, dan profesionalisme kandidat.
b. Hambatan-hambatan apa yang dijumpai? Hasil proses kredensial adalah rekomendasi
c. Hal-hal yang bisa dikembangkan? kepada Direksi tentang kelayakan dokter.
Berdasarkan rekomendasi ini, Direksi akan
Tidak semua FGD direkam secara elektronik karena
mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan
tidak semua partisipan berkenan. Seluruh FGD
kandidat sebagai dokter karyawan. Pada kasus saat
dituangkan dalam notulensi terperinci. Notulensi FGD
kandidat melamar sebagai dokter tamu, maka yang
dianalisis berdasarkan prinsip-prinsip analisis data
bersangkutan mendapat surat ijin merawat di rumah
kualitatif.14 Analisis dilakukan oleh tiap-tiap penulis,
sakit.
kemudian didiskusikan sampai kesepakatan
Partisipan FGD berpendapat bahwa proses ini
tercapai. Pada akhir FGD atau pada pertemuan
belum ideal, karena sering kali ditemukan false
berikutnya, hasil analisis FGD dipresentasikan
positive. Dokter yang di awal nampak “baik-baik
kepada partisipan. Partisipan diberi kesempatan
saja”, seiring dengan berjalannya waktu mulai
bertanya dan melakukan klarifikasi. Prosedur yang
menunjukkan sikap-sikap yang bermasalah. Rumah
disebut member checking ini bertujuan meyakinkan
sakit kesulitan untuk memutuskan hubungan kerja
bahwa interpretasi penulis sesuai dengan informasi
dokter yang telah berstatus karyawan tetap karena
yang disampaikan oleh partisipan. Pada studi
dibatasi oleh UU Tenaga Kerja atau karena rasa
kualitatif, prosedur ini bermanfaat untuk
segan (ewuh pakewuh – bahasa Jawa) antar kolega.
meningkatkan kualitas studi.12
Partisipan FGD melihat masalah ini timbul karena
Sebelum FGD dilaksanakan, para partisipan
proses kredensial saat ini hanya memotret kandidat
diberi informasi bahwa hasil FGD akan
pada satu titik waktu.
dipublikasikan untuk kepentingan advokasi
pengembangan sistem kredensial di Indonesia, dan
Harapan Sistem Kredensial di Masa Datang
diminta persetujuan. Nama partisipan dirahasiakan.
Partisipan keempat FGD sepakat bahwa suatu
Partisipan memahami bahwa FGD ini dilakukan
sistem kredensial yang baik akan menjamin kualitas
bukan sebagai studi ilmiah, namun sebagai
layanan rumah sakit terhadap pasien. Partisipan juga
penggalian kebutuhan untuk pengembangan proses
sepakat bahwa proses kredensial belum ideal.
kredensial di rumah sakit masing-masing.
Harapan partisipan tercermin dari kebutuhan yang
tercetus dalam FGD, yaitu kebutuhan proses
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
monitoring, hubungan baik tim kredensial dengan
Proses Kredensial Saat Ini
pihak manajemen, standardisasi aturan dan
Pada keempat FGD, persepsi dominan adalah
instrumen kredensial, serta kebutuhan tim
bahwa kredensial identik dengan proses penerimaan
kredensial yang ideal. Selain itu, partisipan juga
dokter sebagai karyawan rumah sakit. Beberapa
menggarisbawahi bahwa hubungan baik antar kolega
partisipan memiliki pendapat lain, bahwa tujuan
sangat penting untuk dijaga.
proses kredensial dokter adalah untuk mencari

142 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan monitoring lahir dari keterbatasan “Kalau ada hubungan senioritas, hubungan
proses kredensial yang hanya memotret kandidat kerja, atau sering menggantikan praktik,
kayaknya kurang pas....” [dr Y, RS2]
pada satu titik waktu. Salah satu usul adalah
diterapkannya periode uji coba bagi kandidat. Dalam Terakhir, FGD juga menunjukkan bahwa sistem
periode ini kompetensi kandidat diobservasi dan kredensial seharusnya tidak menjadi sumber konflik
disupervisi saat bekerja di lapangan. Usul lain adalah antar dokter, misalnya karena perebutan lahan antar
pemanfaatan data rekam medis sebagai bahan spesialisasi. Proses kredensial diharapkan dapat
evaluasi track record dokter di rumah sakit. Salah menjaga hubungan baik antar sejawat. Kompetisi
seorang partisipan FGD RS3 mengusulkan proses yang muncul diharapkan bersifat positif, yaitu untuk
rekredensial. Kewenangan klinis tidak diberikan meningkatkan mutu dokter. Proses kredensial dapat
seumur hidup, namun disesuaikan dengan menjadi sarana untuk legitimasi kompetensi seorang
kompetensi dan kondisi fisik dokter. dokter yang telah memiliki kewenangan klinis. Selain
Kebutuhan hubungan baik tim kredensial dengan itu, peserta FGD RS1 juga berharap agar kredensial
pihak manajemen muncul sebagai salah satu tidak kontradiktif dengan proses yang dilakukan oleh
harapan perbaikan sistem kredensial. Pada FGD di kolegium.
RS1 dan RS2, hubungan baik ini tercermin salah
satunya dalam bentuk umpan-balik atas Tabel 2. Rangkuman Topik Hasil Analisis FGD
rekomendasi Tim Kredensial kepada Direksi. Tim Empat Rumah Sakit
Kredensial ingin tahu apakah dokter yang 1 Proses kredensial saat ini
direkomendasikan pada akhirnya diterima di rumah 1.1. Tujuan
sakit atau tidak. a. Penerimaan karyawan
b. Keselamatan pasien
“Kita hanya melakukan pertemuan pertama 1.2 Prosedur
dengan calon karyawan, tetapi kita tidak Melalui dokumen aplikasi, wawancara, tes untuk
mendapat evaluasinya.” [dr X, RS2] memotret pengetahuan, sikap, karakter,
keterampilan, dan profesionalisme
Partisipan melihat umpan-balik sebagai salah 1.3 Pelaksana
Tim/panitia kredensial
satu motivasi bagi anggota tim kredensial, supaya 1.4 Keluaran kredensial
proses ini tidak dipersepsi sebagai formalitas belaka. Rekomendasi kepada Direksi , diikuti SK
Partisipan juga mengharapkan kewenangan lebih penerimaan karyawan
untuk memutuskan diterima atau tidaknya seorang Proses kredensial saat ini dianggap tidak ideal
karena banyak false positive
dokter, sebagai bentuk kepercayaan Direksi. Focus 2 Harapan sistem kredensial masa datang
Group Discussion (FGD) RS3 melihat hubungan baik 2.1. Kebutuhan monitoring
dapat dibangun melalui kesepakatan wewenang dan a. Periode uji coba
b. Analisis track record dokter melalui data rekam
kedudukan tim kredensial dalam rumah sakit. medis
Kebutuhan standardisasi aturan dan instrumen c. Proses rekredensial
kredensial merupakan usaha untuk mengurangi 2.2 Kebutuhan hubungan baik dengan pihak
manajemen
subjektivitas kolega pada proses kredensial. Aturan
a. Umpan balik manajemen atas rekomendasi
dan instrumen dikembangkan sesuai kebutuhan lokal dari tim kredensial
rumah sakit, dan divalidasi oleh komite medis. Pada b. Kesepakatan atas kewenangan dan
FGD di RS1, seorang partisipan yang menyebutkan kedudukan tim kredensial di rumah sakit
2.3 Kebutuhan standardisasi aturan dan instrumen
bahwa proses kredensial menghasilkan kewenangan a. Mengurangi subyektivitas
klinis. Panitia kredensial membuat suatu kebijakan b. Kebijakan atau petunjuk dibuat oleh mitra
atau petunjuk berdasarkan rekomendasi mitra bestari
2.4 Kebutuhan tim ideal
bestari. Tiap tahap proses kredensial diberi batas a. Anggota Komite Medis atau dokter tamu
waktu. Sanksi dapat diterapkan jika batas waktu b. Bijak, berpengaruh, netral
terlewati. c. Menghindari budaya ewuh pakewuh
2.5 Kebutuhan hubungan baik antar sejawat
Selanjutnya, kebutuhan tim ideal untuk proses
kredensial digambarkan sebagai tim yang solid,
sungguh-sungguh bekerja, dan netral. Anggota tim PEMBAHASAN
berasal dari komite medis maupun dokter tamu. Tujuan utama pembentukan komite medis
Mereka adalah orang-orang bijak dan berpengaruh adalah menjaga profesionalisme para tenaga medis
dari setiap spesialisasi. Partisipan juga berharap di sebuah rumah sakit. Dengan dijaminnya
supaya budaya segan (ewuh pakewuh – bahasa profesionalisme tenaga medis maka keselamatan
Jawa) tidak menghambat proses kredensial. dan harkat martabat pasien di rumah sakit akan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 143
Herkutanto, dkk.: Hambatan dan Harapan Sistem ...

senantiasa terjaga dengan baik. Dua komponen Model kredensial ini bertumpu pada tiga proses
utama profesionalisme kedokteran yang harus inti. Pertama, praktisi medis melakukan aplikasi
senantiasa dijaga rumah sakit adalah masalah clinical pivilege dengan metode self assessment.
perilaku (conduct) dan kompetensi tenaga medis.15,16 Kedua, mitra bestari mengkaji dan memberikan
Rumah sakit berkewajiban menjaga kedua persetujuan aplikasi berdasarkan buku putih (white
komponen utama profesionalisme kedokteran paper) yang memuat syarat seorang dokter
tersebut melalui komite medis, bahkan memiliki melakukan tindakan medis tertentu. Ketiga, rumah
tanggung jawab hukum atas akibat tidak sakit menerbitkan clinical appointment berdasarkan
diterapkannya profesionalisme (non-delegable duty). rekomendasi dari mitra bestari. Secara periodik,
Sayangnya, komite medis pada kebanyakan dokter akan melalui proses rekredensial, di mana
rumah sakit di Indonesia belum melaksanakan tugas tiga proses inti tersebut akan berulang. Selain itu,
untuk menjaga kedua komponen utama jika seorang dokter dianggap akan membahayakan
profesionalisme tenaga medis dengan baik. Komite keselamatan pasien, clinical privilegenya dapat
medis masih dipersepsikan sebagai kelompok yang ditangguhkan (suspension of clinical privilege)
berfungsi untuk menjaga kepentingan (ekonomis) sebagian atau seluruhnya, sehingga dokter yang
para dokter di rumah sakit.11 Fungsi kredensial, bersangkutan tidak diperkenankan melakukan
peningkatan mutu profesi, dan penjagaan disiplin tindakan medis di rumah sakit tersebut.8
profesi belum terlaksana dengan baik karena konsep Mungkin saja ada pendapat yang
profesionalisme belum diimplementasikan oleh mempertanyakan kewenangan rumah sakit dalam
komite medis. mengatur dokter dalam melakukan tindakan medis
Upaya utama untuk melindungi keselamatan di rumah sakit tersebut. Dokter yang memiliki surat
pasien adalah rumah sakit menjamin kompetensi tanda registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran
setiap dokter yang melakukan tindakan medis melalui Indonesia (KKI) memang berwenang untuk
mekanisme kredensial. Dengan kurang berfungsinya melakukan tindakan medis di wilayah Indonesia
komite medis, tentu ingin diketahui hal apa sajakah sesuai dengan ijazah spesialisnya yang diterbitkan
yang dapat menghambat proses kredensial yang oleh kolegium. Namun demikian, KKI dan Kolegium
baik di rumah sakit. Penelitian ini telah menunjukkan tidak dapat digugat atau dituntut oleh pihak pasien
bahwa proses kredensial belum seperti yang bila ternyata seorang dokter tidak kompeten
diharapkan karena adanya mispersepsi dari para melakukan tindakan medis tertentu, sehingga
dokter. Namun demikian, perbaikan terhadap proses menimbulkan kecederaan. Selain dokter tersebut,
kredensial di rumah sakit sangat memungkinkan rumah sakit juga bertanggung jawab terhadap dokter
dilakukan karena para dokter masih memiliki yang tidak kompeten (non-delegable duty). Rumah
kebutuhan untuk perbaikan dan telah memiliki sakit berkewajiban melindungi pasien dari dokter
pemikiran yang sejalan dengan elemen-elemen yang tidak kompeten dengan menerapkan
proses kredensial yang ideal. mekanisme kredensial. Konsep kredensial rumah
sakit model ini (delineation of clinical privileges)
Mispersepsi Dokter tentang Konsep Kredensial diikuti di dunia internasional dalam akreditasi rumah
dan Kebutuhan Masa Mendatang di Indonesia sakit oleh Joint Commission International (JCI). 17
Dalam penelitian ini nampak bahwa akar Model kredensial ini dapat dilihat pada Gambar
mispersepsi proses kredensial adalah tumpang- 1, sementara Tabel 3 membandingkan mispersepsi
tindih proses kredensial dengan proses penerimaan dan rekomendasi model.
karyawan. Persepsi dominan ini melandasi seluruh Model kredensial di atas banyak diterapkan di
proses kredensial yang ada saat ini. Selama ini, berbagai negara karena merupakan bentuk klasik
kredensial bukan menjadi prosedur untuk menjamin konsep professionalisme yang didasarkan pada
profesionalisme dokter, tetapi berperan sebagai kontrak sosial.18 Konsep kontrak sosial ini berawal
bagian proses seleksi karyawan rumah sakit. dari daratan Eropa sekitar lebih dari 150 tahun yang
Studi ini juga menunjukkan bahwa dokter lalu, dan tetap bertahan hingga saat ini yang di
berpendapat bahwa proses kredensial yang ada banyak negara dituangkan dalam bentuk Undang-
sekarang belum ideal. Untuk menjawab kebutuhan Undang Praktik Kedokteran (medical practice act).
Indonesia, kami merekomendasikan suatu model Dalam kontrak sosial tersebut, kelompok profesi
yang: (1) menjawab tujuan keselamatan pasien, (2) dokter terikat untuk memproteksi masyarakat
sesuai dengan konsep profesionalisme, (3) telah dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap
dicoba di berbagai negara dengan hasil yang baik.1 dokter yang akan menjalankan praktik dalam

144 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Gambar 1. Tiga proses inti kredensial

Tabel 3. Mispersepsi Sistem Kredensial dan masyarakat terhindar dari praktisi medis yang tidak
Rekomendasi Masa Depan
profesional. 19
Mispersepsi Rekomendasi Model kredensial di atas sangat dimungkinkan
Tujuan Seleksi karyawan Keselamatan Pasien
Prosedur Telaah dokumen Self assessment atas untuk diterapkan pada berbagai rumah sakit di
aplikasi, wawancara, clinical privilege dan Indonesia. Pada awalnya profesi medis Indonesia
dan tes atas dokter approval dari Mitra memang belum mengenal konsep profesionalisme
pelamar Bestari
Standar White Paper
dengan model kontrak sosial karena pemerintahan
Pelaksana Tim kredensial Mitra Bestari Kolonial Belanda tidak memperkenalkan hal tersebut
Keluaran SK penerimaan Clinical Appointment di Hindia Belanda pada masa lampau. 20 Namun saat
karyawan
ini, dasar utama untuk menerapkan model kredensial
tersebut telah terdapat di Indonesia karena konsep
masyarakat. Sebaliknya, kelompok profesi dokter profesionalisme dengan model kontrak sosial di atas
memperoleh hak istimewa (privilege) untuk telah mulai diterapkan di dunia kedokteran Indonesia
melakukan praktik kedokteran dengan mekanisme sejak tahun 2004. 21,22 Penerapan konsep
perizinan. Perizinan ini dilaksanakan oleh suatu profesionalisme dengan model kontrak sosial saat
lembaga yang dibentuk oleh UU (statutory body) di Indonesia ini telah dilakukan oleh KKI dan Majelis
yang biasanya disebut sebagai medical council atau Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.20, 21, 22, 23
medical board.19 Mereka yang tidak mempunyai izin
praktik dilarang melakukan praktik kedokteran Adanya Pemikiran Dokter yang Sejalan dengan
dengan ancaman pidana. Dokter yang telah memiliki Elemen-Elemen Sistem Kredensial yang Ideal
izin praktik (clinical privilege) akan menikmati Walaupun ada mispersepsi atas proses
manfaat ekonomis dalam bentuk honorarium dari kredensial, studi ini juga menunjukkan bahwa
pasien. Namun demikian, bila dokter itu melakukan harapan para dokter sebenarnya sejalan dengan
pelanggaran standar profesi (professional elemen-elemen sistem kredensial yang
misconduct) maka izin praktik tersebut dapat direkomendasikan oleh penulis seperti terangkum
ditangguhkan (suspension of clinical privilege) agar dalam Tabel 4.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 145
Herkutanto, dkk.: Hambatan dan Harapan Sistem ...

Tabel 4. Sistem Kredensial: Harapan dan Bentuk Ideal 2. Wachter RM. Understanding Patient Safety.
Mekanisme Kredensial McGraw Hills, USA, 2008.
Harapan dokter Bentuk Ideal 3. WHO. World Alliance For Patient Safety.
Kebutuhan monitoring Proses rekredensial dan
audit medis
Forward Programme 2008-2009. World Health
Kebutuhan hubungan baik Clinical Appointment dan Organization, Geneva, 2008.
dengan pihak manajemen Clinical Privilege 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kebutuhan standardisasi Clinical Privilege Forms, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
aturan dan instrumen White Papers
Kebutuhan tim ideal Mitra Bestari Sakit (Patient Safety). Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2006.
Dengan demikian, perbaikan terhadap proses 5. Keputusan Menteri Kesehatan Rumah Sakit No.
kredensial di rumah sakit sangat memungkinkan 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang Peraturan
dilakukan karena para dokter masih memiliki Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws).
kebutuhan untuk perbaikan dan telah memiliki Jakarta. 2005.
pemikiran yang sejalan dengan elemen-elemen 6. Localio AR, Lawthers AG, Brennan TA, Laird
proses kredensial yang ideal. NM, Hebert LE, Peterson LM, et al. Relation
Between Malpractice Claims and Adverse
Keterbatasan Studi Events Due to Negligence. Results of the Harvard
Keterbatasan dalam studi ini adalah: 1) Keempat Medical Practice Study III. N Engl J Med.
rumah sakit ini berlokasi di ibu kota provinsi yang 1991;25(Juli):245-51.
berada di Pulau Jawa. Gambaran proses kredensial 7. Leape LL, Brennan TA, Laird N, Lawthers AG,
di lokasi-lokasi lain, misalnya di rumah sakit Localio AR, Barnes BA, et al. The Nature of
kabupaten atau di rumah sakit di luar Pulau Jawa Adverse Events in Hospitalized Patients.
perlu digali. Results of the Harvard Medical Practice Study
Sebagai suatu studi kualitatif, temuan ini II. N Engl J Med. 1991;7:324(6)Feb:377-84.
menyumbang informasi untuk menyusun strategi 8. Herkutanto. Credential and Clinical Privileges,
pengembangan sistem kredensial di Indonesia. The Way to Patient Safety. Presentasi pada
Untuk menguji penerapan model dengan konteks Kongres Nasional PERSI, Jakarta, 2008.
layanan kesehatan di Indonesia, dibutuhkan suatu 9. O’Connor, ME, Commitee on Hospital Care.
studi eksperimental atau evaluasi lebih lanjut. Medical Staff Appointment and Delineation of
Pediatric Privileges in Hospitals. Pediatrics,
KESIMPULAN DAN SARAN 2002; 110:414-8.
Studi ini menunjukkan tiga hal utama yaitu : 1) 10. Valenza JA, George LA, O’Neil PN. A Model for
Proses kredensial dokter di rumah sakit Indonesia Clinical Credentialing of Dental School Faculty,
sering dicampuradukkan dengan proses penerimaan Journal of Dental Education, 2005; 69:8.
karyawan. 2) Pada dasarnya dokter memiliki 11. Herkutanto. Profil Komite Medis di Indonesia
kebutuhan perbaikan sistem kredensial. 3) Harapan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dokter selaras dengan model kredensial yang Kinerjanya dalam Menjamin Keselamatan
mengarah kepada “delineation of clinical privilege”. Pasien. Jurnal Manajemen Pelayanan
Model ini bertonggak pada proses segitiga kredensial Kesehatan, 2009; 2(1) Maret: 41-7.
yang terdiri dari clinical privilege, white paper, dan peer 12. Berg BL. Qualitative Research Methods for the
group, dengan keluaran berupa clinical appointment. Social Sciences. Pearson Education, Boston,
4) Sistem kredensial dokter di rumah sakit dengan 2004.
menggunakan model “delineation of clinical privilege” 13. Wong LP. Focus Group Discussion: A Tool for
sangat memungkinkan untuk diterapkan karena Health and Medical Research. Singapore Med J,
berbagai elemen yang diperlukan telah terdapat dalam 2008;49(3):256.
profesi medis di Indonesia saat ini. 14. Lacey A, Luff D. Qualitative Research Analysis.
Trent RDSU, Sheffield, 2007.
KEPUSTAKAAN 15. Browne K, Freeling P. The Doctor-Patient
1. The Joint Commission on Accreditation of Relationship. E&S Livingstone Ltd., Edinburgh,
Healthcare Organization. Credentialing, 1967.
Privileging, Competency, and Peer Review. Joint 16. Tahka V. The Patient Doctor Relationship. ADIS
Commission Resources, Illinois, 2003. Health Science Press, Sydney, 1984.

146 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

17. Joint Commission International, Joint Master of Laws Thesis, La Trobe University,
Commission International Accreditation Melbourne, 2006.
Standards for Hospitals, 3rd Edition, USA, 2007. 21. Herkutanto, Freckelton. I, Indonesian Health
18. Cruess RL, Cruess SR, Johnston SE. Practitiones Regulation. Law in Context, Special
Professionalism and Medicine’s Social Edition: Regulating Health Practitioners, The
Contract. Journal of Bone and Joint Surgery, Federation Press, New South Wales, 2006; 23
2000;82A:1189. (2): 229-42.
19. The Royal College of Physicians. Doctors in 22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Society: Medical Professionalism in a Changing Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
World. The Royal College of Physicians, Jakarta, 2004.
2005;18. 23. Konsil Kedokteran Indonesia, Penyelenggaraan
20. Herkutanto, Protecting Patient’s Rights and Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia.
Safety: A Comparative Study of Recent Jakarta, 2007.
Regulatory Reforms in Indonesia and Victoria,

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 147
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 148 - 155
Oktarina, dkk.: Upaya Meningkatan Penanggulangan GAKY ...
Artikel Penelitian

UPAYA MENINGKATAN PENANGGULANGAN GAKI PADA ANAK SEKOLAH DI


DAERAH GONDOK ENDEMIK BERAT DI KOTA SURABAYA
EFFORT TO ASSET IODINE DEFICIENCY DISORDER AT PRIMARY SCHOOL CHILDREN
AT SURABAYA CITY

Oktarina1, Dwi Astuti Soekisno Putri2


1
Pusat Penelitian Pengembangan Sistem Dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya
2
Dinas Kesehatan Kota Surabaya

ABSTRACT telah dianggap sebagai masalah besar. Ini perlu diteliti dan
Background: Iodine deficiency disorder is one of four dianalisis oleh pelaksana setelah semua diprogram.
malnutrition problems in Indonesia. Initial surveys at Primary Metode: Tujuan penelitian ini adalah jenis deskriptif, yang
School children in East Java reveal the goiter prevalence is dilakukan sebuah sectionally silang dilakukan dari Mei sampai
high, the Total Goiter Rate (TGR) 22,9%. The recent study at dengan Juli tahun 2005. Kajian ini dilakukan untuk memeriksa
Surabaya City, has 16,93% of severely iodine-deficiency efek dari gangguan kekurangan yodium di 7 daerah kabupaten
villages, higher than normative value (less than 5%). Since di 10 desa di Surabaya; Tambak Oso Wliangun, Romokalisari
Surabaya is regarded as the second largest city after Jakarta, (Benowo), Sidotopo Wetan, Tambak Wedi (Kenjeran), Manyar
the iodine-deficiency disorder have been considered major Sabrangan (Mulyorejo), Kedung Cowek ( Bulak), Perak Utara,
problem. This need to be examined and analysed the Nyamplungan (P. Cantikan), Bubutan dan Bangkingan
implementing programmed after all. (Lakarsantri).
Method: The purpose of this study was a descriptive type, Hasil: Hasil menunjukkan banyak faktor, seperti faktor-faktor
done cross sectionally a carried out from Mei to July 2005. The ekonomi sosial dari masyarakat, kekurangan-kekurangan
study was conducted to examine the effect of iodine-deficiency iodium disorder pengetahuan, rendah motivasi staf kesehatan
disorder in 7 district area at 10 villages in Surabaya; Tambak untuk menjalankan program menengah dan jangka pendek dari
Oso Wliangun, Romokalisari (Benowo), Sidotopo Wetan, program-kekurangan iodium, perencanaan, pengorganisasian,
Tambak Wedi (Kenjeran), Manyar Sabrangan (Mulyorejo), actuating dan koordinasi di Pusat Kesehatan Primer
Kedung Cowek (Bulak), Perak Utara, Nyamplungan (P.Cantikan), (Puskesmas) harus diambil segera.
Bubutan, and Bangkingan (Lakarsantri). Kesimpulan: Rekomendasi sebagai berikut promotif, preventif,
Result: The result show many faktor, such as social economic kuratif dan rehabilitatif strategi, dengan sosialisasi, advokasi
factors from the society, the lack of iodine-deficiencies discrder asin yodium dan pengetahuan tentang penyakit gondok untuk
knowledge, low health staff motivation to run the program etc. departemen lintas sektoral terkait, serta staf kesehatan, staf
The middle term and short programme of iodine-deficiency, Pusat Kesehatan Primer, masyarakat dalam kekurangan iodium
planning, organizing, actuating and coordination at the Primary parah, kesadaran gizi dan makanan daerah. Memberikan
Health Center (Puskesmas) should be taken soon. pelayanan kesehatan secara keseluruhan kelainan kekurangan
Conclusion: The recommendation as follow promotive, iodium-masalah, diet konseling, perawatan medis, perencanaan
preventive, curative and rehabilitative strategy, by socialization, pengelolaan terpadu, pengorganisasian dan aktualisasi.
advocation salty iodine and knowledge of goiter disease to Koordinasi dan mengevaluasi program, meningkatkan kualitas
related cross sectoral department, as well as health staffs, dan profesionalisme dalam mengelola kekurangan iodium-
Primary Health Center staff, the society in severely iodine- masalah gangguan terutama di Pusat Kesehatan Primer di Kota
deficiency, nutrition and food awareness area. Provide overall Surabaya.
health services for iodine-deficiency disorder problems; diet
counseling, medical treatment, integrated management planning, Kata kunci: defisiensi iodium-masalah gangguan, staf
organizing and actualization. Coordinating and evaluating the kesehatan masyarakat dan faktor-faktor, pengelolaan dan
programme, improve the quality and professionalism in managing pengendalian
the iodine-deficiency disorder problem especially in Primary
Health Center in Surabaya City. PENGANTAR
Keywords: iodine-deficiency disorder problem, society and
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
health staff factors, management and control merupakan masalah utama kesehatan dan gizi di
Indonesia.1 Masalah gizi masyarakat ini masih
ABSTRAK merupakan prioritas untuk ditanggulangi. Ada empat
Latar Belakang: Kekurangan iodium disorder adalah salah masalah gizi kurang di Indonesia yaitu Kurang
satu dari empat masalah gizi buruk di Indonesia. Survei awal di
Energi Protein (KEP), Anemia, Kekurangan Vitamin
Sekolah Dasar di Jawa Timur mengungkapkan prevalensi
gondok yang tinggi, angka gondok total (TGR) sebesar 22,9%. A (KVA), dan GAKI. Di Indonesia, daerah endemik
Studi baru-baru ini di Kota Surabaya, memiliki berat 16,93% berat (prevalensi gondok >30%) mencapai 7% di
dari kekurangan iodium-desa, lebih tinggi dari nilai normatif seluruh kecamatan, daerah endemik sedang
(kurang dari 5%) karena Surabaya dianggap sebagai kota
(prevalensi gondok 20%-29%) mencapai 5% dan
terbesar kedua setelah Jakarta, gangguan kekurangan iodium
daerah endemik ringan (prevalensi gondok 5%-

148 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

19,9%) mencapai 21%. Gangguan Akibat Upaya menurunkan prevalensi gondok adalah
Kekurangan Iodium (GAKI) terjadi pada daerah atau dengan intensifikasi penanggulangan GAKI berupa
lingkungan yang kekurangan iodium yaitu bila kondisi jangka pendek dengan pemberian kapsul iodium,
tanah dan sumber air minum di wilayah tersebut upaya jangka menengah berupa pemakaian garam
kekurangan iodium. Iodium adalah zat gizi beriodium (fortifikasi) dan upaya jangka panjang
(micronutrient yang dibutuhkan tubuh manusia, yang dengan meningkatkan konsumsi makanan beriodium
terdapat dalam makanan atau minuman dengan dan menghindari bahan goitrogenik, dengan jalan
kadar minimal 100-150 mikrogram/hari, diserap memberikan lebih banyak pengetahuan berupa
kelenjar gondok dan diubah menjadi hormon T4.2 penyuluhan yang lebih intensif dan terarah kepada
Gondok (simple goiter) dapat disebabkan karena sasaran, sehingga diharapkan prevalensi gondok
kekurangan iodium atau karena sebab lain yaitu menurun menjadi di bawah 5% di tahun 2010.6
bertambahnya kebutuhan iodium pada masa Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di
pertumbuhan, kehamilan, laktasi atau karena Sekolah Dasar Negeri Bubutan X dan Sekolah Dasar
pengaruh zat goitrogenik. Gangguan Akibat Negeri Bubutan XII terdapat perbedaan yang cukup
Kekurangan Iodium (GAKI) mengakibatkan bermakna pada prestasi belajar anak yang menderita
gangguan sintesa hormone thyroid yang gondok dan tidak gondok7.
mempengaruhi metabolisme/sekresi hormone Pada Tabel 1 prestasi belajar responden yang
thyroid yaitu L-thyroxine (T4) dan 3,5,3-triodo- menderita gondok dengan prestasi belajar yang tidak
thyronine (T3). L-thyroxine (T4) dan 3,5,3-triodo- baik sebanyak 28 orang (63,6%), sedangkan yang
thyronine (T3) berfungsi memacu proses tidak gondok dengan prestasi belajar tidak baik
pertumbuhan sampai dewasa (20 tahun), memacu sebanyak 18 orang (62,1%).
proses metabolisme otak, otot, jantung, hati, ginjal
dan organ reproduksi.3 Tabel 1. Distribusi Prestasi Belajar Responden yang
Data status iodium global yang dikumpulkan Menderita Gondok dan Tidak Gondok
di Sekolah Dasar Negeri Bubutan X dan
oleh WHO dari 126 negara menunjukkan bahwa 54 Sekolah Dasar Negeri XII, Tahun 2003
(43%) negara masuk kategori kekurangan iodium. Perstasi Tidak Gondok n Total n
Sebanyak 5 (4%) negara masuk kategori berlebihan Belajar Gondok n (%) (%)
iodium yang berisiko iodium induced hyperthyroidism (%)
Tidak baik (rata-
(IIH) dan bahaya gangguan kesehatan lainnya.4
rata nilai < 7 ) 18 (62,1) 28 (63,6) 46 (63,0)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iodium Baik (rata-rata
sebagai kalium iodat yang ditambahkan dalam nilai >7 ) 11 (37,9) 16 (36,4) 27 (37,0)
garam kandungan tidak stabil. Iodium dalam garam Total 29 (100) 44 (100) 73 (100)
Indonesia menurun sebesar 20% dalam wadah
tertutup Low Density Poly Ethylene (LDPE) pada Untuk menurunkan angka prevalensi gondok
kelembaban relatif 60% dan suhu 400C setelah satu endemik anak sekolah di Kota Surabaya menjadi
tahun. Untuk mendapatkan jaminan bahwa mutu kurang dari 5% perlu analisis program
produk garam beriodium selalu memenuhi penanggulangan GAKI yang telah dilaksanakan
persyaratan perlu dilakukan pemantauan secara pemerintah terutama yang berkaitan dengan
berkala baik terhadap kandungan iodium dalam manajemen tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas
garam maupun pelaksanaan pengolahan garam yang berhubungan langsung dengan masyarakat
beriodium, serta meningkatkan sistem dalam peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku
pengawasannya.5 mereka terhadap garam beriodium yang merupakan
Hasil survei gondok pada anak sekolah di Kota faktor potensial penyebab timbulnya penyakit gondok
Surabaya yang dilaksanakan mulai tahun 1997 pada anak sekolah.
sampai dengan tahun 2002 semakin menunjukkan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) program penanggulangan GAKI anak sekolah dalam
sampai 16,65%. Dari 163 kelurahan di seluruh Kota peningkatkan upaya penanggulangan GAKI anak
Surabaya yang di survei didapat kelurahan dengan sekolah di daerah gondok endemik berat di Kota
endemik berat sebanyak 10 kelurahan (16,39%), Surabaya. Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk
kelurahan dengan endemik sedang terdapat pada menganalisis faktor provider (pelaksana gizi, bidan/
18 kelurahan (29,51%), dan kelurahan dengan palpator, paramedis) yang meliputi pendidikan,
endemik ringan terdapat pada 25 kelurahan pengetahuan, keterampilan, motivasi, pelatihan,
(40,96%).6 imbalan, biaya, dan kepala Puskesmas atau dokter

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 149
Oktarina, dkk.: Upaya Meningkatan Penanggulangan GAKY ...

Puskesmas sebagai perencana, pelaksana, penilai, kelurahan yang merupakan daerah gondok endemik
Pengawas dan Pengendalian Program GAKI. Faktor berat di Kota Surabaya. Sampel ketiga orang tua
masyarakat yaitu anak Sekolah Dasar atau (ibu) yang berasal dari anaknya yang menderita
Madrasyah Ibtidaiyah kelas V dan kelas VI dengan gondok derajat 1a atau 1b 100 orang dan 100 orang
status gizi anak, dan orang tua (ibu) dengan ibu dari anaknya yang tidak gondok yang berada di
penghasilannya, pemberian uang jajan, perilaku 10 kelurahan yang merupakan daerah gondok
(kebiasaan sarapan pagi), serta implementasi endemik berat. Pengumpulan data dilakukan dengan
Program GAKI di sekolah atau keterlibatan petugas wawancara terstruktur dan pengamatan dokumen.
kesehatan di sekolah (riwayat mendapat kapsul
beriodium dari petugas kesehatan) yang menjadi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
penyebab tingginya prevalensi GAKI anak sekolah Prevalensi Gondok di Daerah Gondok Endemik
di Kota Surabaya. Berat
Di Kota Surabaya sudah dilaksanakan Program
BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penanggulangan GAKI sejak mulai Program
Penelitian ini merupakan penelitian analitik Pembangunan Jangka Panjang I sampai Program
dengan pendekatan cross sectional. Waktu Pembangunan Jangka Panjang II dan sampai sekarang.
pelaksanaan penelitian bulan Mei sampai dengan Tetapi pada survei gondok yang dilaksanakan tahun
Juli 2005. Populasi sampel pada tujuh Puskesmas 2002, ternyata prevalensi GAKI masih cukup tinggi
di Kota Surabaya dengan kriteria daerah gondok yaitu mencapai 16,93%. Pemeriksaan kelenjar gondok
endemik berat, yaitu Puskesmas Lidah Kulon yang dilakukan di sekolah dengan cara inspeksi dan
(Lakarsantri), Gundih (Bubutan), Semeni (Benowo), palpasi/perabaan dan didasarkan atas klasifikasi
Mulyorejo, Sidotopo Wetan dan Kenjeran. sebagai berikut (Tabel 2).
Pengambilan sampel secara multistage random Tahun 2002 dilakukan survei palpasi gondok di
sampling. Sampel penelitian terdiri dari petugas Sekolah Dasar dengan hasil pada Tabel 3 daerah non-
kesehatan 21 orang, yang masing-masing endemik sebesar 13,11%, berasal dari 8 kelurahan
Puskesmas diambil tiga orang yaitu Kepala dari 5 kecamatan di Kota Surabaya, dengan rata-rata
Puskesmas atau Dokter Puskesmas, Pelaksana TGR sebesar 10,37% (jumlah anak yang diperiksa
Gizi, dan Paramedis. Sampel kedua adalah anak 3803 anak). Pada daerah endemik ringan sebesar
Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah dari kelas 39,34% berasal dari 24 kelurahan dari 18 kecamatan
V dan kelas VI sebanyak 100 orang yang menderita di Kota Surabaya, rata-rata TGR sebesar 12,94%
gondok derajat 1a atau 1b dan 100 orang anak (jumlah anak yang diperiksa 10.267 anak).
sekolah yang tidak gondok yang berada di 10

Tabel 2. Klasifikasi Gondok


Derajat Inspeksi Palpasi Keterangan
Grade 0 Tidak ada pembesaran Tidak teraba, bila teraba
Grade 1a Tidak terlihat besarnya normal
Teraba struma/ tidak lebih Ukuran normal sebesar
besar dari kelenjar thyroid ruas pertama ibu jari
nomal.
Pembesaran: 2-4 kali lebih
besar normal.
Grade 1b Tidak terlihat jelas Teraba struma
(umumnya),baru. Dapat
dilihat bila posisi kepala
tengadah
Grade II Mudah dilihat, kepala
posisi biasa.
Grade III Terlihat dari jarak jauh
Tertentu. (> 6m).
Grade IV Struma yang amat besar
(monstrous)

Total Goiter Rate = 1a, 1b,II, III/ Jumlah yang diperiksa x 100%
Visible Goiter Rate = 1b, II, III/ Jumlah diperiksa x 100%
Prevalensi (TGR) = 0 – 4 % : Tidak endemik
5 – 19 % : Endemik ringan
20 – 29% : Endemik sedang
> 30% : Endemik berat

150 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 3. Hasil Survei Palpasi Gondok Anak Sekolah Dasar di Kota Surabaya
Daerah Non-endemik dan Endemik Ringan Tahun 2002
Daerah Non-endemik Kecamatan Kelurahan TGR (%) Jumlah Anak
13,1 Diperiksa
Manunggal Kwijenan 0 164
Manunggal 0 288
Tandes Buntaran 0 223
Balong Sari 0 629
Jambangan Tubanan 0 381
Krembangan Margorejo 2,78 937
Tambak Sari Kemayoran 3 701
Pacar Kembang 4,59 480
Total X: 10,37 3803
Daerah Endemik Jumlah Anak
Ringan 39,34% Sekolah
Tenggilis Kutosari 5,08 748
Mejoyo
Wonocolo Siwalan Kerto 5,2 711
Tegal Sari Keputran 6,64 301
Wonorejo 8,77 251
Semampir Ampel 6,9 203
Wonokromo 9,88 334
Ujung 11,81 237
Gunung Anyar Runggut Menanggal 7,33 623
Karang Pilang W.Gunung 9,7 536
Sambikerep Bringin 10,24 498
Sambikerep 17,96 373
Krembangan Mr.Krembangan 12,21 393
Jambangan Jambangan 12,5 341
Simokerto Sidodadi 13,44 387
Pakal Pakal 13,95 301
Wonokromo Wonokromo 14,93 221
Ngagel Rejo 16,57 492
Wiyung Jajar Tunggal 14,95 361
Gubeng Airlangga 15,16 231
Sawahan Kupang Krajan 17,89 548
Pakis 19,88 664
Asem Rowo Greges 19,67 244
Tambak Sari Tambak Sari 19,91 417
Kenjeran Tanah Kali Kedinding 19,96 852
Total X: 12,94 1027

Tabel 4 daerah endemik sedang di Kota Dari hasil penelitian, sarana prasarana yang ada
Surabaya sebanyak 29,50% berasal dari 18 di Puskesmas, ada 2 Puskesmas yang baik, 3
kelurahan dari 15 kecamatan. rata-rata TGR sebesar Puskesmas cukup, dan 2 Puskesmas kurang baik,
24,47% (jumlah anak yang diperiksa 7364 anak) dan sehingga untuk meningkatkan kualitas penyuluhan,
daerah endemik berat sebesar 16,93% berasal dari dianjurkan memaksimalkan pelayanan pojok gizi di
10 kelurahan dari 7 kecamatan, dengan rata-rata Puskesmas, meningkatkan sarana prasarana (food
TGR sebesar 38,44% (lebih besar rata-rata daerah model dan iodine test), melengkapi prosedur tetap
gondok endemik berat di Jawa Timur). (protap) diet yang lengkap, leaflet dan konseling
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa daerah endemik garam beriodium. Sarana prasarana Program GAKI
sedang dan berat di wilayah Kota Surabaya kumulatif di Puskesmas kurang (28,66%), terutama ketiadaan
telah mencapai 46,43%, yang berarti bahwa hampir food model (42,68%), pojok gizi (28,64%) dan protap
separuh dari populasi anak sekolah di Kota diet dan leaflet tentang GAKI (14,52%).
Surabaya telah mengalami kekurangan iodium, bila
terjadi terus-menerus dalam jangka waktu lama akan 1. Faktor Provider
menimbulkan dampak negatif yang dapat Faktor yang menentukan petugas/provider untuk
menurunkan kualitas sumber daya manusia, melaksanakan suatu tindakan dipengaruhi oleh
terutama generasi muda dan akhirnya dapat pengetahuan dan keterampilan. Petugas/provider
mengganggu proses pembangunan kesehatan di akan lebih mudah berkomunikasi bila memiliki
Kota Surabaya.3 pengetahuan yang cukup dan baik.8 Pengetahuan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 151
Oktarina, dkk.: Upaya Meningkatan Penanggulangan GAKY ...

Tabel 4. Hasil Survei Palpasi Gondok Anak Sekolah di Kota Surabaya


Daerah Endemik Sedang dan Endemik Berat, Tahun 2002
Daerah Endemik Kecamatan Kelurahan TGR (%) Jumlah
Sedang: 29,50% Anak Sekolah
Gayungan Menaggal 20,95 164
Rungkut Rungkut Kidul 21,95 288
Penjar Sari 26,93 251
Genteng Embong Kaliasin 21,62 223
Kapasari 25,35 301
Sukolilo Medokan S 21,76 629
Gebang Putih 24,02 480
Mulyorejo Sutorejo 22,95 381
Tambak Sari Gading 23,12 937
Tegal Sari Tegal Sari 23,73 701
Gubeng Barata Jaya 24,29 3803
Wonokromo Sawung Galing 25 748
Bubutan Jepara 25,3 711
Bulak Komplek. Kenjeran 25,59 203
Dukuh Paris Gunung Sari 25,68 623
Simokerto Simokerto 26,94 536
Pakal Sumber Rejo 27,33 334
Asem Rowo Asem Rowo 28,44 498
Total X: 24,47 7364
Daerah Endemik Jumlah Anak Sekolah
Berat 16,93%
Benowo T.Oso Wilangon 30,34 234
Romo Kalisari 40,01 160
Kenjeran Sido Topo Wetan 31,89 698
Tambak Wedi 31,89 698
Mulyorejo Manyar Sabrangan 32,02 253
Bulak Kedung cowek 33,84 263
P. Cantikan Perak Utara 35,1 245
Nyamplungan 42,37 177
Bubutan Bubutan 48,34 151
Lakarsantri Bangkingan 57,3 225
Total X: 38,44 3176

petugas kesehatan tentang Program GAKI yang Selain itu, masih ada sebagian petugas/provider
sedang dilaksanakan masih kurang baik sebanyak yang merasa pekerjaannya kurang sesuai (21,42%),
(57,14%), sedangkan pengetahuan tentang serta sebagian besar (57,14%) merasa pimpinan
prevalensi GAKI di wilayahnya masih kurang mereka belum pernah memberikan penghargaan bila
(64,27%). Kurangnya koordinasi lintas program mereka berprestasi, dan 50% petugas belum
(42,62%). Untuk meningkatkan motivasi petugas mengikuti pelatihan.
kesehatan sangat diperlukan komitmen pimpinan Dalam survei pembesaran kelenjar tiroid
dalam memecahkan masalah yang ada di (gondok), World Health Organization (WHO)
Puskesmas, melalui minilokakarya dan merekomendasi agar dilakukan palpasi pada anak
pembentukan tim yang baik.9 sekolah. Pembesaran kelenjar tiroid pada anak usia
Pada kegiatan minilokakarya membicarakan sekolah menandakan masih adanya kasus baru
GAKI jarang dilaksanakan (28,58%), kegiatan mini kekurangan iodium di suatu masyarakat. Kendala
lokakarya membicarakan GAKI dengan lintas sektor yang ditemukan dengan melakukan palpasi pada
tidak dilaksanakan (50%), pengetahuan yang benar anak sekolah adalah hampir semua pembesaran
tentang perlakuan terhadap garam atau makanan kelenjar tiroid yang terdeteksi pada anak sekolah
beriodium kurang (85,72%), pengetahuan distribusi hanya berukuran teraba (palpable), jadi belum
kapsul iodium pada ibu hamil kurang (14,29%). sampai terlihat (visible). Pengalaman tidak mudah
Pada penelitian ini ditemukan masih ada kerja untuk menghindari inter-observer variation pada
sama yang kurang baik yaitu (21,42%), padahal palpasi khususnya pada pembesaran kelenjar tiroid
dalam pencapaian tujuan organisasi sangat yang hanya teraba.11
dibutuhkan kerja tim yang baik.10 Kerja sama, beban Berdasarkan wawancara dengan petugas,
kerja dan pemenuhan kebutuhan yang optimal ini ternyata sebagian besar (78,57%) petugas
dapat mempengaruhi tingkat motivasi petugas/ membutuhkan pelatihan palpasi gondok anak
provider dalam melaksanakan pekerjaannya. sekolah yang lebih intensif dan (42,86%) petugas/

152 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

provider yang tidak menerima imbalan. Salah satu sebaiknya melaksanakan kegiatan pemberdayaan
cara manajemen untuk meningkatkan perstasi kerja, karyawan yang meliputi pendelegasian wewenang
motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah Program Penanggulangan GAKI, pembinaan terhadap
melalui kompensasi atau imbalan.12 pelaksana gizi, bidan dan paramedis untuk
Biaya merupakan faktor penting dalam memaksimalkan cakupan kegiatan Program GAKI
menunjang keberhasilan program. Dari hasil yang dampaknya dapat menurunkan prevalensi GAKI
penelitian didapatkan bahwa dana yang diterima di wilayah kerja Puskesmas. Pemberdayaan sumber
tidak sesuai dengan dana yang dibutuhkan. Biaya daya manusia di tingkat Puskesmas sangat penting
atau dana yang dialokasikan untuk Program GAKI artinya untuk kualitas keberhasilan (efektivitas) suatu
tidak cukup atau kurang (55,0%) untuk pendataan, program Puskesmas.12
distribusi kapsul iodium, palpasi gondok anak
sekolah dan monitoring garam beriodium. 2. Faktor Masyarakat
Perencanaan Program GAKI sebagian besar 5 a. Anak Sekolah
Puskesmas (71,42%) tidak mempunyai rencana Untuk status gizi anak sekolah dengan gondok
kerja tahunan Program GAKI antara lain dalam derajat 1a dan 1b yang bertubuh kurus (42,0%), dan
penyediaan data khusus sasaran distribusi kapsul anak sekolah non gondok dengan bentuk tubuh
iodium, sasaran palpasi gondok anak sekolah, jadwal normal (46,0%). Pengetahuan anak sekolah dengan
penyuluhan dan peta endemis gondok (28,66%), gondok derajat 1 tentang garam beriodium juga
penyediaan data prevalensi GAKI (42,68%), rencana kurang (24,0%) dibandingkan dengan pengetahuan
kerja tahunan (57,12%) dan microplanning (42,68%) anak sekolah non gondok (44,5%). Cakupan
serta hanya 1 Puskesmas (14,52%) cukup dan ada distribusi kapsul iodium kepada anak sekolah juga
1 Puskesmas (14,52%) baik perencanaan lebih banyak (14,5%) kepada anak sekolah non-
programnya. Perencanaan dalam organisasi sangat gondok dan anak sekolah dengan gondok derajat 1
penting karena dapat menunjang keberhasilan tidak mendapat kapsul iodium (9%). Sehingga perlu
program. Perencanaan yang baik dapat dicapai dicermati beberapa alasan anak sekolah tidak mau
dengan mempertimbangkan kondisi yang akan kapsul iodium (muntah). Anak sekolah dengan
datang dan kondisi saat perencanaan dibuat.8 gondok derajat 1a dan 1b juga mendapat uang jajan
Pada pelaksanaan Program GAKI ada 1 yang diterima kurang dari seribu rupiah (67,0%) dan
Puskesmas (14,28%) dengan nilai baik (>75%) dan tidak pernah sarapan pagi (25,5%). Upaya untuk
ada 2 Puskesmas (28.57%) pelaksanaan Program meningkatkan pengetahuan tentang GAKI adalah
GAKI dengan nilai cukup, serta ada 4 Puskesmas melalui guru sekolah masing-masing, sehingga perlu
(57,14%) dengan nilai kurang. Pelaksanaan Program kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan
GAKI yang baik di butuhkan pembagian tugas yang pertemuan dengan guru sekolah secara rutin.
jelas siapa pemberi palayanan, pemberi penyuluhan
dan siapa yang melakukan pendataan/palpasi b. Orangtua (Ibu)
gondok anak sekolah. Pendidikan orang tua (ibu) dari anak sekolah
Pada penilaian, pengawasan dan pengendalian dengan gondok derajat 1 berpendidikan SD dan tidak
Program GAKI ada 3 Puskesmas (42,86%) dengan tamat SD/MI (36,0%). Tetapi kebanyakan ibu dari
nilai baik dan yang mendapat nilai cukup ada 3 daerah gondok endemik berat masih berpendidikan
Puskesmas (42,62%) dan yang nilai kurang (14,52%) rendah/ tamat SD/MI (45,0%). Orang tua (ibu) dari
1 Puskesmas. Penilaian, pengawasan dan anak sekolah non gondok lebih banyak bekerja
pengendalian Program GAKI di Puskesmas masih (25,0%), sehingga dapat menambah penghasilan
kurang (57,14%) terutama pada umpan balik, baik keluarga dan meningkatkan sosial ekonomi/
dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya maupun dari pendapatan keluarga. Penghasilan orang tua (ibu)
Kepala Puskesmas (57,14%), kegiatan penilaian, dari anak sekolah dengan gondok derajat 1
pengawasan dan pengendalian yang baik >Rp900.000,00 (32,5%). Pengetahuan tentang GAKI
memerlukan pelaporan yang lengkap dan rutin, ada yang diperoleh dari petugas kesehatan kurang
kejelasan target, ada pembinaan, pelatihan dan (45,5%), sebanyak (39,0%) ibu dari anak dengan
supervisi program dan penilaian kinerja. gondok derajat 1a dan1b tidak mengetahui akibat
Pada pemberdayaan karyawan ada 1 kekurangan iodium pada kecerdasan anak, dan
Puskesmas (14,50%) yang mempunyai nilai baik orang tua (ibu) dari anak dengan gondok derajat 1a
(>15), nilai cukup ada 2 Puskesmas (28,36%) dan dan 1b sebagian besar (48,5%) tidak mengetahui
nilai kurang ada 4 Puskesmas (57,14%). Untuk perlakuan terhadap garam/ makanan yang dapat
meningkatkan pelayanan Program GAKI, Puskesmas mengurangi kadar iodium.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 153
Oktarina, dkk.: Upaya Meningkatan Penanggulangan GAKY ...

KESIMPULAN DAN SARAN penanganan masalah GAKI secara terpadu dengan


Kesimpulan pembentukan tim leaning di Puskesmas dan
Secara umum penyebab tingginya prevalensi meningkatkan cara kerja tim (Team Work).
GAKI anak sekolah didaerah gondok endemik berat
adalah kurangnya sarana prasarana (food model dan Saran
iodina test, konseling garam beriodium, pojok gizi, Bagi Dinas Kesehatan perlu disusun upaya
protap diet, leaflet) di Puskesmas, pengetahuan peningkatan penanggulangan GAKI di daerah gondok
petugas tentang Program GAKI yang sedang endemik berat di Kota Surabaya berupa upaya
dilaksanakan, petugas tidak mengikuti pelatihan jangka pendek dengan meningkatkan pengetahuan,
tentang GAKI, kurangnya dana yang dibutuhkan keterampilan dan komitmen seluruh petugas
untuk distibusi kapsul iodium, palpasi gondok anak kesehatan dalam penyusunan rencana kerja (POA),
sekolah dan monitoring garam beriodium, motivasi, minilokarya, pelaksanaan kegiatan, pendistribusian
imbalan, pelaksana gizi, bidan dan paramedis kapsul iodium, palpasi gondok anak sekolah,
mengenai program penanggulangan GAKI, penyediaan peta prevalensi gondok, perbaikan
manajemen program penaggulangan GAKI yang metoda dan media penyuluhan pada sasaran.
masih kurang baik (perencanaan, pelaksanaan, Perlunya peningkatan kualitas petugas/provider
penilaian, pengawasan dan pengendalian), dengan memberi kesempatan melanjutkan
pemberdayaan karyawan yang masih kurang. pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau
Pendidikan yang rendah dari masyarakat, sosial mengikutsertakan dalam pelatihan pelatihan secara
ekonomi yang rendah, pengetahuan yang kurang berkala dan berkesinambungan, mengupayakan
tentang akibat kekurangan iodium pada kecerdasan adanya imbalan bagi petugas/ provider baik finansial
anak sekolah, perlakuan terhadap makanan/ garam maupun nonfinansial untuk meningkatkan hasil kerja
beriodium yang salah, kurang terlibatnya petugas (produktivitas), serta menyesuaikan beban kerja
kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada petugas/provider sesuai kemampuannya agar dapat
masyarakat. meningkatkan motivasi petugas/provider.
Upaya promotif dan preventif yaitu sosialisasi Selain itu, kegiatan pendukung lain yang perlu
dan advokasi (penyuluhan) Program Penanggulangan dilakukan adalah meningkatkan koordinasi lintas
GAKI yang lebih luas kepada masyarakat dengan program dalam manajemen penanggulangan GAKI
diseminasi informasi kepada seluruh jajaran yang mencakup perencanaan, pelaksanaan,
kesehatan dan tokoh masyarakat, Gerakan Sadar penilaian, pengawasan dan pengendalian Program
Pangan dan Gizi, perilaku masyarakat dalam Penanggulangan GAKI yang lebih efektif dan efisien
pengertian bagaimana perlakuan yang benar dengan membentuk team learning (team base) di
terhadap garam beriodium 85,72%, mengenal Puskesmas, meningkatkan koordinasi lintas sektor
kelainan akibat gondok sejak dini, berupaya untuk untuk memberikan informasi lebih luas tentang GAKI
meningkatkan gizi keluarga secara mandiri dan terus kepada masyarakat dan sekolah serta upaya
berupaya untuk meningkatkan kesehatan dan penanggulangannya, serta perlu diadakan kerja sama
kesejahteraan anak, keluarga dan lingkungan. dengan Akademi Gizi Surabaya dalam rangka
Strategi kuratif dan rehabilitatif yaitu pelatihan, palpasi gondok anak sekolah.
meningkatkan status gizi individu, keluarga dan
masyarakat dengan menurunkan prevalensi GAKI, KEPUSTAKAAN
memberika, pelayanan kesehatan kepada individu, 1. Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
keluarga dan masyarakat agar sadar bahwa Departemen Kesehatan RI. Masalah GAKI dan
berkepanjangan dan menimbulkan efek misalnya Upaya Penanggulangannya. Makalah Rapat
menurunnya kecerdasan pada anak, gangguan Kerja Bupati/Walikota dalam Rangka
pertumbuhan dan gangguan kesuburan, Desentralisasi Pelaksanaan Wajar Diknas 9
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Tahun, Jakarta. 1999.
Puskesmas dan di luar Puskesmas secara aktif 2. Tinker A, E Ransom. Healthymothers and
dengan meningkatkan keterpaduan lintas sektor dan Healthy New Borns: The Vital Links, Save The
lintas program serta memberikan pelayanan yang Children, Population Reverence Bureau. 2002.
professional (dokter, pelaksana gizi, paramedis yang 3. Soegianto B. Gangguan Akibat Kekurangan
sudah terlatih). Yodium, Akademi Gizi, Surabaya. 2002
Memberikan pelayanan kesehatan untuk 4. Anderson MB. Takkouche I. Egli HE. Allen and
masalah KEP dan GAKI secara menyeluruh yang B. De Benoist. Current global Iodine Status and
meliputi konseling diet, pengobatan medis, Progress over the Last Decade towards the

154 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Elimination of Iodine Deficiency. IDD Newsletter, 9. Supriyanto. Team Learning, Journal Administrasi
2006;1:10-12. dan Kebijakan Kesehatan, Program
5. Wisnu C. Penentuan Kadar Spesi Iodium dalam Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Garam Beriodium yang Beredar di Pasar dan 2003.
Bahan Makanan Selama Pemasakan dengan 10. Dolinsky A. Elderly Patients Satisfaction with
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi- the Our Come of Their Health Care Complaints.
Pasangan Ion. Media Medika Indonesiana. Health Care Manage Rev, 22 (2), 33-40. Aspen
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Publiser Inc. 1997.
Semarang,2008; 43(01): 22-.8. 11. Kartono D, Muhilal, Sunarno RW, Atmarita.
6. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Standard Indikator Total Goiter Rate (TGR) Anak Sekolah
Pelayanan Minimal Dinas Kesehatan Propinsi Sebagai Dasar Kebijakan Program GAKI di
Jawa Timur. 2002. Indonesia. Jurnal GAKI Indonesia. 2006;5:1-2:
7. Munfarida S. Perbedaan Prestasi Belajar Anak 28-34
yang Menderita Gondok dan Tidak Gondok di 12. Simamora H. Manajemen Sumber Daya
Daerah Endemik Berat. Akademi Gizi, Manusia. Bagian Penerbitan STIE YKPN,
Surabaya. 2003. Yogyakarta.2001.
8. Handoko TH. Manajemen, Yogyakarta. BPPE.
2000.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 155
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 156 - 161
Asiah Hamzah, dkk.: Analisis Penetapan Pasar Sasaran ...
Artikel Penelitian

ANALISIS PENETAPAN PASAR SASARAN


RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR TAHUN 2008
ANALYSIS OF DETERMINING TARGET MARKET
OF STELLA MARIS HOSPITAL IN MAKASSAR 2008

Asiah Hamzah1, Darmawansyah1, Sukri Palutturi1, Petrus Romeo²


1
Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
2
Alumni Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT satu alternatif yang tepat karena rumah sakit akan mendapatkan
Backgrounds: The increasing of quality competition in service beberapa manfaat yaitu: 1) alokasi sumber daya yang lebih
of hospital health, driving management of Stella Maris Hospital efisien 2) dapat memilih sasaran yang lebih menarik (atraktif),
in Makassar to design business strategy which can be cost 3) lebih memahami kebutuhan dan keinginan pasar, 4) semakin
effective and improve the earnings. Strategy of target marketing sempit scope pasar yang dilayani, dan 5) semakin paham
is one of the accurate alternatives because hospital will get rumah sakit terhadap perilaku pasarnya.
some benefit namely: 1) more efficient resource allocation 2) Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pasar
can chosen the more interesting target, 3) more comprehending sasaran rumah sakit berdasarkan karakteristik masyarakat
of requirement and market desire 4) progressively narrow the pengguna, segmen pasar yang terbentuk, dan profil Rumah
scope market served, and 5) progressively understand the Sakit Stella Maris Makassar.
hospital to its market behavior. Metode: Penelitian ini menggunakan metode survei dengan
Objectives: The aim of this research is to find out the hospital menyebarkan kuesioner kepada 115 pasien/keluarga pasien
market segment based on: the consumer characteristics, the yang menggunakan jasa layanan kesehatan rawat inap di
interest of market segment, and the profile of Stella Maris Rumah Sakit Stella Maris Makassar sejak tanggal 15 April hingga
Hospital in Makassar. 15 Mei tahun 2008.
Methods: The research was carried out in the inpatient unit Hasil: Berdasarkan karakteristik pengguna layanan jasa Rumah
of Stella Maris Hospital in Makassar. The data were obtained Sakit Stella Maris Makassar, teridentifikasi tiga segmen pasar
by survey and questionnaire to 115 patients or patients’ family dengan jumlah anggota masing-masing adalah: segmen I
in the inpatient unit of Stella Maris Hospital in Makassar from sebanyak 30 orang (26,09%); segmen II sebanyak 25 orang
April 15 to May 15, 2008. (21,74%); dan segmen III sebanyak 60 orang (52,17%).
Results: The result shows that based on customers’ Kemampuan dan ketersediaan sumber daya Rumah Sakit Stella
characteristics, there were three market segments namely Maris Makassar (bangunan, SDM, keuangan, jenis pelayanan,
segment I consisting of 30 people (26.09%); segment II manajemen organisasi, sistem informasi, alat dan teknologi
consisting of 25 people (21.74%); and segment III consisting kesehatan, serta sarana dan fasilitas) cukup menunjang
of 60 people (52.17%). Based on the interest of market segment, pelaksanaan strategi pemasaran bersasaran.
segment III is determined as the target market by Stella Maris Kesimpulan: Berdasarkan daya tarik segmen dan profil Rumah
Hospital in Makassar and labeled as health care maximize. Sakit Stella Maris Makassar, maka segmen pengguna III yang
Based on the profile of Stella Maris Hospital in Makassar which diberi label health care maximizer, ditetapkan sebagai pasar
is viewed from potential market size, market compartment, the sasaran Rumah Sakit Stella Maris Makassar tahun 2008.
number of closest competitors, substitution attendance,
geographical accessibility, and relationship between segment Kata Kunci: pasar sasaran, segmentasi, pemasaran rumah sakit
with partner companies or insurance, segment III is determined
as the target market by Stella Maris Hospital in Makassar, and PENGANTAR
labeled as health care maximize.
Conclusions: Viewed from the segment interest and the
Dewasa ini paradigma jasa pelayanan rumah
profile of Stella Maris Hospital in Makassar, segment III which sakit telah mengalami perubahan mendasar dari
labeled as health care maximize is determined as the target suatu sistem yang berpijak pada dasar kemanusiaan
market of Stella Maris Hospital in Makassar in 2008. menjadi sebuah lembaga usaha yang mempunyai
Keywords: target market, segmentation, hospital marketing
misi sosial.1 Perubahan ini menempatkan rumah
sakit pada posisi kontradiktif, pada satu sisi rumah
ABSTRAK sakit dituntut untuk memberikan pelayanan
Latar Belakang: Meningkatnya kompetisi kualitas dalam kesehatan yang terbaik dalam memenuhi fungsi
pelayanan kesehatan rumah sakit, mendorong manajemen sosialnya, dan pada sisi lain rumah sakit harus
Rumah Sakit Stella Maris Makassar untuk merancang strategi
dikelola dengan menerapkan prinsip bisnis modern
bisnis yang dapat menghemat biaya dan meningkatkan
pendapatan. Strategi pemasaran bersasaran merupakan salah guna mendapatkan keuntungan bagi keberlanjutan

156 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

pelayanannya. Oleh karena itu, rumah sakit perlu menguji efektivitas dan daya tarik segmen pasar
melakukan strategi pemasaran bersasaran yaitu guna menentukan pasar sasaran yang dapat digarap
rumah sakit mengidentifikasi segmen-segmen pasar sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan
utama, membidik satu atau dua segmen itu, dan sumber daya yang dimilikinya.
mengembangkan produk serta program pemasaran Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan,
yang dirancang khusus bagi masing-masing terhitung sejak tanggal 15 April hingga 15 Mei 2008.
segmen. Dengan demikian, maka rumah sakit akan Populasi penelitian adalah semua konsumen
mendapatkan beberapa manfaat yaitu: 1) alokasi pengguna layanan jasa pelayanan kesehatan Rumah
sumber daya lebih efisien, 2) rumah sakit dapat Sakit Stella Maris Makassar. Sampel penelitian
memilih sasaran yang lebih menarik (atraktif), 3) adalah pasien rawat inap yang menggunakan jasa
rumah sakit lebih memahami kebutuhan dan pelayanan selama kurun waktu 15 April hingga 15
keinginan pasar, dan 4) rumah sakit lebih memahami Mei 2008. Penentuan unit sampel menggunakan
situasi persaingan terutama dalam menghadapi metode nonprobability sampling dengan
pesaing yang menawarkan produk yang sama pertimbangan bahwa pasien rawat inap mudah
ataupun yang bersubstitusi secara dekat.2 dijumpai dan memiliki cukup waktu untuk mengisi
Dewasa ini banyak rumah sakit yang telah daftar pertanyaan. Penentuan sampel dilakukan
melaksanakan pemasaran sasaran. Rumah Sakit dengan menggunakan teknik sampling jenuh dengan
Graha Medika Jakarta telah merancang organisasi kriteria responden sebagai berikut: 1) bersedia
pemasaran untuk melayani kebutuhan sesuai menjadi responden, dan 2) dapat mengisi lembar
keinginan pasar yang terpilih yaitu golongan daftar pertanyaan penelitian. Jumlah sampel yang
menengah ke atas yang memiliki ciri sebagai berikut: berhasil dijaring sesuai kriteria tersebut adalah
1) rata-rata berpendidikan cukup sehingga lebih kritis sebanyak 115 responden.
dan selektif dalam menilai dan memilih pelayanan Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri
kesehatan yang dibutuhkan, 2) sedikit banyak dari data primer dan data sekunder. Data primer
memiliki pengetahuan tentang kesehatan secara dikumpulkan melalui teknik penyebaran kuesioner
umum, 3) lebih menghendaki mutu pelayanan jasa untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik
medis, 4) memiliki kemampuan untuk membayar demografis, geografis, psikografis, perilaku, dan
pelayanan yang dibutuhkan dan diinginkannya.3 kebutuhan, serta keinginan responden terhadap
Demikian pula Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pelayanan kesehatan rumah sakit. Data sekunder
telah menetapkan 115 instansi/perusahaan sebagai dikumpulkan dari laporan dan dokumen rumah sakit,
salah satu pasar sasarannya, dan telah serta instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data
menghasilkan peningkatan angka kunjungan pasien dimaksud di antaranya adalah profil rumah sakit,
yang signifikan dari sejumlah 1.881 kunjungan pada jumlah kunjungan, jumlah penduduk, dan data lain
tahun 2002 menjadi 2.173 kunjungan pada tahun yang terkait dengan penelitian ini. Data yang
2004.4 terkumpul, ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis
Rumah Sakit Stella Maris Makassar merupakan dengan menggunakan teknik analisis klaster non-
salah satu rumah sakit milik yayasan keagamaan hirarkhis berupa K-mean klaster dengan bantuan
yang ada di Kota Makassar. Sebagaimana yang perangkat lunak SPSS.5
terjadi pada rumah sakit swasta milik lembaga
keagamaan dan kemanusiaan lainnya di Indonesia, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rumah Sakit Stella Maris pada saat ini tengah Usia responden sebagian besar berada pada
mengalami perkembangan menarik, seiring dengan rentang usia 24 sampai 39 tahun yaitu sejumlah 33
berkurangnya sumbangan dana-dana kemanusiaan orang (28,7%) diikuti kelompok usia di bawah 12
(charity funds) yang sebelumnya menjadi sumber tahun sebanyak 27 orang (23,5%), 12 sampai 23
tradisional pendanaan rumah sakit. Hingga saat ini tahun sebanyak 26 orang (22,6%), dan persentase
belum ada informasi tentang strategi pemasaran terkecil terdapat pada kelompok usia 40 - 55 tahun
yang dilakukan manajemen rumah sakit dalam dan di atas 55 tahun masing-masing sebanyak 15,7%
menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan 9,6%. Sebagian besar responden (59,1%)
bisnisnya, sehingga perlu dilakukan penelitian ini. berjenis kelamin perempuan dan yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 40,9%. Tingkat
BAHAN DAN CARA PENELITIAN pendidikan responden, sebagian besar (39,1%)
Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian berpendidikan SLTA, diikuti tingkat pendidikan SD
kuantitatif eksplanatif 5 untuk mengidentifikasi (25,2%), SLTP (13,9%), sarjana (13,9%), dan tidak
segmen pasar rumah sakit yang terbentuk, serta tamat SD sebanyak 7,8%. Pekerjaan responden

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 157
Asiah Hamzah, dkk.: Analisis Penetapan Pasar Sasaran ...

umumnya adalah karyawan swasta yakni sebanyak profesional, serta kebersihan dan kerapihan ruangan
56,5%, diikuti PNS/TNI dan Polri sebanyak 17,4%, dan lingkungan rumah sakit. Sumber informasi
petani/petambak/nelayan sebanyak 13,9%, buruh tentang Rumah Sakit Stella Maris dan pelayanannya
sebanyak 7,8%, pensiunan sebanyak 2,6%, dan umumnya bersumber dari keluarga dan teman, serta
pemilik perusahaan sebanyak 1,5%. Tingkat pengalaman pribadi responden karena sebelumnya
pendapatan keluarga sebagian besar berada pada pernah mengunjungi anggota keluarga dan kerabat
kelompok pendapatan menengah ke bawah, yaitu yang dirawat di Rumah Sakit Stella Maris Makassar. 7
sebanyak 37,4% memiliki pendapatan antara Penggunaan jasa pelayanan Rumah Sakit Stella
Rp500.000,00 - Rp1.000.000,00 diikuti tingkat Maris dilakukan responden ketika menderita sakit
pendapatan di atas Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00 ringan, sedang dan sakit berat, masing-masing
sebanyak 26,1% dan di bawah Rp 500.000,00 dengan persentase: 44%; 88%; dan 100%. Selain
sebanyak 20,9%. Responden yang berpendapatan menggunakan pelayanan kesehatan di rumah sakit,
tinggi (> Rp2.000.000,00 – Rp 3.000.000,00 dan di responden juga menggunakan jasa pelayanan dokter
atas Rp3.000.000,00) hanya berjumlah 15,7%. Dilihat praktik, Puskesmas, pengobatan alternatif maupun
dari lokasi tempat tinggal dan status tempat tinggal pengobatan sendiri dengan membeli obat di apotek
responden umumnya merupakan masyarakat Kota atau toko obat yang terdekat. Umumnya responden
Makassar yaitu sebanyak 91,3% dan yang berasal menggunakan jasa pelayanan Puskesmas dan
dari luar kota Makassar hanya sebanyak 8,7%. melakukan pengobatan sendiri pada saat menderita
Responden yang berasal dari luar kota Makassar sakit ringan dan sedang. Pada kondisi sakit berat,
umumnya merupakan penduduk Kabupaten Gowa, umumnya responden (individu dan keluarga)
Takalar, dan Maminasata. Dari status tempat tinggal, menggunakan jasa pelayanan rumah sakit.
sebagian besar (58,3%) responden telah memiliki Alasan berobat ke Rumah Sakit Stella Maris
rumah sendiri, tinggal di rumah keluarga sebanyak Makassar, sebanyak 84,3% responden mengambil
26,1%, rumah kontrakan 13,9%, dan sebanyak keputusan atas ajakan keluarga dan 41,7% atas
1,7% tinggal di rumah dinas. ajakan teman. Pilihan atas kemauan sendiri dan
Semua responden sangat termotivasi untuk ajakan tetangga hanya sebanyak 3,5 dan 7,8 %.
menggunakan jasa pelayanan Rumah Sakit Stella Frekuensi pemanfaatan Rumah Sakit Stella Maris
Maris karena beberapa alasan sebagai berikut6: oleh individu adalah: 1 sampai 2 kali sebanyak 40%;
pelayanannya baik dan cepat, letak rumah sakit 3 sampai 4 kali sebanyak 31,3%; 5 sampai 6 kali
dekat dan strategis, kebersihan dan kenyamanan sebanyak 18,3%; dan lebih dar 6 kali sebanyak
ruangan dan lingkungan rumah sakit, memiliki 10,4%. Keluarga responden adalah: 1 sampai 2 kali
sarana dan fasilitas yang lengkap, memiliki tenaga sebanyak 26,1%; 3 sampai 4 kali sebanyak 31,3%;
dokter ahli dan profesional, pelayanan paramedis 5 sampai 6 kali sebanyak 20,0%; dan lebih dar 6
yang ramah dan profesional, menggunakan fasilitas kali sebanyak 22,6%.
Askes, dan faktor lainnya seperti tarif yang sesuai Untuk mengetahui jumlah dan keanggotaan
dan adanya keringanan dalam pola pembayaran jasa segmen pasar yang terbentuk, dilakukan analisis
pelayanan rumah sakit. Kedelapan faktor tersebut klaster. Analisis klaster adalah berkenaan dengan
mendapatkan penilaian baik oleh pasien dengan obyek-obyek yang memiliki kemiripan karakteristik.8
kisaran antara 60,9% - 100%. Keyakinan responden Obyek yang karakteristiknya berbeda secara
terhadap kemampuan rumah sakit dalam ekstrim dengan obyek yang lainnya tidak dapat
memberikan pelayanan prima, terlihat dari jawaban memberikan sumbangan terhadap kesamaan
responden yang menilai bahwa Rumah Sakit Stella (similarlity) sebagai dasar dalam melakukan
Maris Makassar merupakan salah satu rumah sakit pengelompokan obyek. Obyek yang berbeda secara
dengan kriteria baik. Rumah sakit yang baik memiliki ekstrim dengan obyek lainnya dinamakan dengan
kriteria utama: fasilitasnya lengkap, memiliki tenaga outliers. 3 Kehadiran outliers akan sangat
dokter dan perawat yang lengkap dan profesional, mengganggu hasil analisis data, sehingga harus
tarifnya tidak mahal dan terjangkau, kebersihan dan dikeluarkan dari analisis. Hasil uji statistik dan output
kenyamanan ruangan dan lingkungan rumah sakit, analisis klaster hirarkhis dalam bentuk diagram
dan prosedur penerimaan dan pelayanan yang cepat. dendogram menunjukkan bahwa dari 115 responden
Jawaban responden atas jenis pertanyaan mengenai penelitian, tidak ada satupun obyek/responden yang
kriteria rumah sakit yang baik tersebut, berkisar karakteristiknya berbeda secara ekstrim dengan
antara 60,0% - 97,4%. responden lainnya. Artinya, dari 115 responden
Citra utama Rumah Sakit Stella Maris Makassar penelitian ini tidak ada satu pun yang dikeluarkan
menurut responden adalah pelayanannya yang dari analisis.

158 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan skedul aglomerasi, memperlihatkan besar pengeluaran untuk belanja kesehatan pribadi
bahwa solusi tiga segmen merupakan yang terbaik dan keluarga yang lebih tinggi dibanding dengan
dan menghasilkan keanggotaan segmen sebagai anggota segmen lainnya. Dengan tingkat pendapatan
berikut: rumah tangga yang besar, anggota kelompok ini
a) Segmen I beranggotakan responden no: 1, umumnya melakukan pembayaran jasa pelayanan
7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 20, 21, 22, kesehatan secara tunai (out of pocket).4 Segmen I
23, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 34, 36, 39, 53, umumnya mencari pelayanan kesehatan ke lembaga
54, 58, 71, 87, 97, dan 104 penyaji layanan kesehatan baik pada saat sakit
b) Segmen II beranggotakan responden no: ringan, sedang maupun sakit berat. Namun
17, 19, 33, 38, 47, 51, 52, 55, 56, 57, 76, pencarian layanan kesehatan ke rumah sakit tidak
79, 80, 81, 82, 86, 94, 95, 96, 100, 103, terlalu giat. Jadi anggota segmen I merupakan
105, 106, 109, dan 112 pengguna yang inertia. Faktor yang membuat
c) Segmen III beranggotakan responden no: anggota kelompok I tertarik untuk menggunakan jasa
2, 3, 4, 5, 6, 15, 16, 29, 30, 31, 35, 37, 40, pelayanan Rumah Sakit Stella Maris adalah karena
41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 59, 70, pelayanannya yang cepat, dan faktor inilah yang
73, 74, 75, 78, 83, 84, 85, 88, 89, 90, 91, justru dinilai sebagai nilai unggul dari suatu rumah
92, 93, 98, 99, 101, 102, 107, 108, 110, sakit yang baik.9 Untuk memudahkan pengguna
111, 113, 114, dan 115 dalam memanfaatkan jasa layanan, anggota
kelompok ini cenderung menginginkan adanya
Hasil analisis k-mean klaster juga mendapatkan kunjungan dokter ke rumah untuk melakukan
ukuran klaster sebagai berikut:5 segmen I sebanyak pemeriksaan secara berkala.
30 orang, segmen II sebanyak 25 orang, dan segmen Segmen II umumnya adalah masyarakat Kota
III sebanyak 60 orang. Dilihat dari jumlah anggota Makassar yang berada pada rentang usia 40 - 55
masing-masing segmen tersebut di atas, maka dapat tahun. Berdasarkan jenis pekerjaan, tingkat
dikatakan bahwa ukuran relatif dari masing-masing pendidikan, status tempat tinggal, pendapatan dan
segmen yang terbentuk cukup besar, sehingga solusi jumlah pengeluaran belanja rumah tangga, maka
penetapan jumlah tiga segmen untuk segmentasi pasar status sosial anggota segmen ini diduga merupakan
Rumah Sakit Stella Maris Makassar, sangat baik. kelompok masyarakat menengah ke bawah.7 Hal ini
Hasil uji Anova memperlihatkan 31 karakteristik didukung pula dengan besar pengeluaran untuk belanja
yang nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Hal kesehatan pribadi dan keluarga yang lebih kecil
ini berarti terdapat 31 karakter yang berbeda antara dibanding dengan anggota segmen lainnya. Dengan
segmen. Hasil penelitian ini berbeda dengan tingkat pendapatan rumah tangga yang relatif kecil,
penelitian Syam8 di Rumah Sakit Lasinrang Pinrang anggota kelompok ini umumnya melakukan
yang hanya mengidentifikasi 21 karakter yang pembayaran jasa pelayanan kesehatan dengan
signifikan berbeda antar masing-masing segmen. Askeskin. Segmen II umumnya kurang mencari
Dalam analisis klaster, pengelompokan segmen pelayanan kesehatan ke lembaga penyaji layanan
pasar rumah sakit didasarkan atas adanya kesehatan terutama pada saat sakit ringan dan
keserupaan karakteristik masyarakat pengguna. sedang. Mereka biasanya mencari pengobatan
Semakin serupa karakteristik anggota suatu alternatif tetapi ketika menderita sakit berat, mencari
segmen, dan semakin berbeda karakteristik anggota pelayanan rumah sakit. Intensitas pemanfaatan rumah
antar segmen maka dikatakan semakin baik proses sakit sangat rendah yaitu 1 - 2 kali dalam setahun.
segmentasi tersebut. Hasil uji anova tersebut di atas Jadi anggota segmen II bukan merupakan pengguna
berarti pula bahwa segmentasi pasar pengguna jasa yang loyal.9 Faktor yang membuat anggota kelompok
pelayanan Rumah Sakit Stella Maris Makassar ke II tertarik untuk menggunakan jasa pelayanan Rumah
dalam tiga segmen merupakan solusi yang terbaik. Sakit Stella Maris karena pelayanannya yang cepat,
Karakteristik dari masing-masing segmen, dan faktor inilah yang justru dinilai sebagai nilai unggul
memperlihatkan bahwa segmen I umumnya dari suatu rumah sakit yang baik. Untuk memudahkan
merupakan masyarakat Kota Makassar yang berada pengguna dalam memanfaatkan jasa layanan,
pada rentang usia 24 sampai 39 tahun. Berdasarkan anggota kelompok ini cenderung menginginkan rumah
jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, status tempat sakit menyediakan sarana transportasi untuk antar
tinggal, pendapatan dan jumlah pengeluaran belanja jemput pasien.9
rumah tangga, maka status sosial anggota segmen Segmen III umumnya adalah masyarakat Kota
ini diduga merupakan kelompok masyarakat Makassar yang berada pada rentang usia 12 sampai
menengah ke atas. Hal ini didukung pula dengan 23 tahun. Anggota segmen ini sebagian merupakan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 159
Asiah Hamzah, dkk.: Analisis Penetapan Pasar Sasaran ...

orang yang sudah memiliki pekerjaan dan sebagian menempatkan kebersihan ruangan dan lingkungan
lagi sedang berada dalam bangku pendidikan atau rumah sakit sebagai kriteria utama dari suatu rumah
masih dalam tanggungan orang tua. Berdasarkan sakit yang baik.6 Untuk memudahkan pengguna
jenis pekerjaan/pekerjaan orang tua, tingkat dalam memanfaatkan jasa layanan, anggota
pendidikan, status tempat tinggal, pendapatan kelompok ini cenderung menginginkan rumah sakit
(keluarga) dan jumlah pengeluaran belanja rumah melakukan kunjungan ke rumah untuk mengadakan
tangga, maka status sosial anggota segmen ini pemeriksaan secara berkala.
diduga merupakan kelompok masyarakat Sebelum menentukan segmen pasar mana
menengah.3 Walaupun pengeluaran untuk belanja yang akan dipilih sebagai pasar sasaran Rumah
rumah tangga anggota segmen III sama dengan Sakit Stella Maris, perlu dilakukan evaluasi terhadap
segmen II, namun pengeluaran untuk belanja setiap segmen yang terbentuk.10 Evaluasi dilakukan
kesehatan pribadi dan keluarga lebih besar atas dasar kriteria sebagai berikut: 1) substansial,
dibandingkan dengan segmen II. Dengan tingkat 2) dapat diukur, 3) dapat dijangkau, 4) dapat
pendapatan rumah tangga yang tidak terlalu besar, dibedakan, dan 5) dapat dilayani. Berdasarkan hasil
anggota kelompok ini umumnya melakukan analisis sebelumnya maka ukuran segmen pasar
pembayaran jasa pelayanan kesehatan dengan Rumah Sakit Stella Maris diuraikan pada Tabel 1.
jaminan dari perusahaan tempat pasien/orang tua Dalam penelitian ini, pasar sasaran ditentukan
pasien bekerja.8 Segmen III umumnya mencari berdasarkan daya tarik segmen yang terbentuk dan
pelayanan kesehatan ke lembaga penyaji layanan ketersediaan sumber daya Rumah Sakit Stella Maris.
kesehatan baik pada saat sakit ringan, sedang Daya tarik segmen diukur dengan pendekatan:10
maupun sakit berat. Ketika menderita sakit ringan 1) ukuran pasar, 2) intensitas persaingan, dan 3) akses
dan sedang mereka biasanya menggunakan jasa pasar, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.
layanan Puskesmas terdekat, sedangkan pada Terlihat bahwa dari tujuh ukuran daya tarik
kondisi sakit berat mereka mencari pelayanan rumah segmen, semuanya terindikasi baik dibanding
sakit. Intensitas pemanfaatan rumah sakit baik oleh dengan segmen yang lainnya sehingga dapat
anggota keluarga maupun oleh pribadi pasien, sangat dikatakan bahwa segmen III efektif dan cukup baik
tinggi.6 Jadi anggota segmen III digolongkan sebagai untuk dijadikan pasar sasaran Rumah Sakit Stella
pengguna yang loyal. Faktor yang membuat anggota Maris Makassar. Keputusan pemilihan segmen III
kelompok III tertarik untuk menggunakan jasa sebagai pasar sasaran utama, telah sesuai pula
pelayanan Rumah Sakit Stella Maris adalah karena dengan misi R u m a h S a k i t S t e l l a M a r i s
pelayannya yang cepat, walaupun mereka Makassar yaitu: 11 1) Keberpihakan pada golongan

Tabel 1. Ukuran Segmen Pasar Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2008
Kriteria Segmen I Segmen II Segmen III
Substansial 30 25 60
Dapat diukur Ya Ya Ya
Dapat dijangkau Agak sulit (karakteristik Agak sulit (cenderung tidak Ya
ambivalen) menggunakan jasa RSSM)
Dapat dibedakan Ya Ya Ya
Dapat dilayani Agak sulit (cenderung Agak sulit (program yang dibuat untuk Ya
menghindari menggunakan menarik segmen belum tentu efektif
jasa RS) karena perilaku yg berbeda)
Keterangan Kurang efektif Kurang efektif Efektif
Sumber: Data Primer Diolah

Tabel 2. Rangkuman Daya Tarik Segmen III (Health Care Maximizers)


Daya Tarik Segmen Nilai Keterangan
Ukuran segmen 52,17% dari total pengguna layanan RSSM Baik
Ukuran pasar potensial (2007) 122.354 X 3,5 kunjungan/jiwa = 428.239 kunjungan Baik
per tahun
Pangsa pasar 56.428 : 428.239 X 100% = 13,18% Baik
Jumlah competitor terdekat 8 (delapan) rumah sakit Baik
Kehadiran substitusi Tidak ada Baik
Aksesibilitas geografis Letaknya strategis Baik
Keterkaitan dengan perusahaan Umumnya anggota segmen adalah pegawai swasta Baik
/asuransi mitra
Sumber: Data Primer Diolah

160 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

masyarakat lemah (option for the poor), 2) Pelayanan KEPUSTAKAAN


dengan mutu keperawatan prima (excelent service), 1. Kotler P. Kartajaya H, Huan HD, dan Liu S,
dan 3) Pelayanan kesehatan dengan standar Rethinking Marketing, Sustainable Marketing
kedokteran yang mutakhir dan komprehensif (one Enterprise di Asia. PT Indeks. Jakarta. 2004.
stop medical services). Profil segmen III yang telah 2. Setiadi JN, Perilaku Konsumen, Konsep dan
diuraikan terdahulu menunjukkan anggota segmen Implikasi untuk Strategi dan Penelitian
ini umumnya adalah masyarakat Kota Makassar Pemasaran. Prenada Media. Jakarta. 2005.
yang berada pada rentang usia 12 - 23 tahun dengan 3. Soebroto T, Soenarto S, dan Joh S, Evaluasi
status sosial menengah ke bawah. Tingkat Efektivitas di Rumah Sakit Panti Waluyo, Solo.
pendapatan keluarga berkisar antara Rp 1.000.000,00 Sains Kesehatan, 2001;14 (1).
- Rp2.000.000,00 dengan pengeluaran untuk belanja 4. Mangopo SD, Kuntjoro T, dan Nusyirwan MS,
kesehatan keluarga berkisar antara Rp500.000,00 - Strategi Pemasaran dan Perbaikan Mutu
Rp750.000,00 per tahun. Pekerjaan pasien/keluarga Berdasarkan Analisis Kepuasan Karyawan
umumnya adalah karyawan swasta. Instansi yang Bekerja Sama Dengan RS
Bethesda Yogyakarta. Jurnal Manajemen
KESIMPULAN DAN SARAN Pelayanan Kesehatan, Diterbitkan Oleh Pusat
Berdasarkan karakteristik pengguna layanan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas
jasa Rumah Sakit Stella Maris Makassar, Kedokteran UGM. Yogyakarta. 2005; 08(01)
teridentifikasi tiga segmen pasar dengan jumlah Maret:11-8.
anggota masing-masing segmen adalah: segmen 5. Simamora B, Analisis Multivariat Pemasaran.
segmen I sebanyak 30 orang (26,09%); segmen II Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
sebanyak 25 orang (21,74%); dan segmen III 2003.
sebanyak 60 orang (52,17%). Pasar sasaran Rumah 6. Foley RL, Kepuasan Pelanggan. Pengukuran
Sakit Stella Maris Makassar ditinjau dari daya tarik dan Penganalisisan dengan SPSS. Penerbit PT.
segmen dan profil Rumah Sakit Stella Maris adalah Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2005.
segmen pengguna III yang diberi label health care 7. Tigor HS, Achmad, Toto Suprapto, dan Emmy
maximizer. KM, Bisnis Plan Rumah Sakit Stella Maris.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi Makalah Seminar Tidak Dipublikasikan. 2008.
pelayanan, Rumah Sakit Stella Maris Makassar, 8. Zeithelm VA, and Bitner MJ, Services Marketing.
perlu merancang strategi bauran pemasaran Integrating Costumer Focus across the Firm.
bersasaran. Dalam konteks ini segmen pasar III yang Second Edition. Irwin McGraw-Hill. 2000.
diberi label health care maximizer patut 9. Kasali R. Membidik Pasar Indonesia,
pertimbangkan sebagai salah satu pasar sasaran Segmentasi, Targeting, Positioning. Cetakan
utama. Bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan Keempat. Gramedia.Jakarta.2000.
kesehatan Rumah Sakit Stella Maris Makassar, perlu 10. Soejitno S, Ali Alkatiri dan Emil Ibrahim. Reformasi
mengetahui profil lembaga penyaji layanan Perumahsakitan di Indonesia. Bagian Penyusunan
kesehatan guna mendapatkan pelayanan yang Program dan Laporan Ditjen Pelayanan Medik
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang Depkes RI-WHO. Jakarta. 2000.
diharapkan dan bagi peneliti, diharapkan untuk 11. Anonimous, Laporan Kegiatan Tahun 2006
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai strategi Rumah Sakit Stella Maris. Makassar, 2006.
bauran pemasaran Rumah Sakit Stella Maris 12. Syam, Hasnah, Penetapan Pasar Sasaran
Makassar dengan menambahkan variabel positioning Rumah Sakit Umum Lasinrang Kabupaten
dan Bauran pemasaran. Pinrang. Tesis Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar. 2006.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 161
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 162 - 170
Nurliyasman, dkk.: Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya ...
Artikel Penelitian

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MELONJAKNYA ANGGARAN OBAT


PEMERINTAH KOTA BATAM SETELAH PEMBEBASAN
BIAYA RETRIBUSI PASIEN PUSKESMAS
ANALYSIS OF FACTORS CAUSING SHARP INCREASE OF
DRUG BUDGET AT BATAM MUNICIPALITY AFTER
THE EXEMPTION OF RETRIBUTION COST
OF HEALTH CENTER PATIENTS

Nurliyasman1, Rustamaji2, Sri Suryawati2


1
Kantor Dinas Kesehatan Batam, Kepulauan Riau
2
Bagian Farmakologi Klinik, FK UGM, Yogyakarta

ABSTRACT belajar lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang


Background: Batam municipal government has implemented mempengaruhi anggaran obat.
the program of patient retribution cost exemption in all health Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan
centers of Batam Municipality with no exception (includes the pembebasan retribusi dan peningkatan anggaran obat.
haves and the have not) as long as they can show their Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasi
population identity card when they visit health canters. menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif, dengan rancangan
Consequently health budget increases four times higher than cross sectional study. Data kuantitatif diperoleh dari laporan
the previous fiscal year. This is interesting to study further in penyakit (LB1), laporan kunjungan (LB4), dan resep-resep di
order to find out the effectiveness or ineffectiveness of the Puskesmas pada tahun 2005, 2006, dan 2007. Sampling
program implementation. secara cluster, masing-masing tahun diambil sampel resep
Objective: The study aimed to analyze the policy of retribution tiga bulan perkiraan terjadinya puncak jumlah kunjungan pasien
exemption and increased drug expenditure budget. Puskesmas (Juni, Juli, Agustus). Data yang diperoleh ditabulasi,
Method: The study was retrospective observational using selanjutnya dilakukan analisis kebermaknaan menggunakan uji-
both quantitative and qualitative data, analytical survey method t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%. Secara
and cross sectional design. Quantitative data were obtained kualitatif, dilakukan wawancara mendalam terhadap para
with cluster sampling from documents of health centers such stakeholder yang terlibat untuk mencari penjelasan mengenai
as monthly report, number of visits of the patients, prescription data kuantitatif.
within three years (2005 – 2007) of samples of each year Hasil: Setelah program pembebasan retribusi ini dicanangkan
were taken three months during peak visits to health centers telah terjadi lonjakan jumlah kunjungan pasien sampai dua kali
(June, July and August). Data obtained were tabulated and dibandingkan dengan sebelumnya. Penelitian terhadap pola
analyzed using paired t-test at significance level 95%. penyakit menunjukkan tidak ada perbedaan antara sebelum
Qualitative data were obtained from in-depth interview with dan setelah pembebasan retribusi. Hasil analisis terhadap pola
related stakeholders. peresepan relatif sama antara sebelum dan setelah
Result: Retribution exemption program led to sharp increase pembebasan retribusi (uji t berpasangan p < 0,05). Artinya,
of visits to health centers to twice. There was no difference in Dinas Kesehatan Kota Batam berhasil mempertahankan pola
disease pattern before and after retribution exemption. The peresepan yang baik.
result of paired t-test to prescription pattern showed difference Kesimpulan: Faktor yang menyebabkan lonjakan anggaran
before and after retribution exemption. The Health Institution of obat setelah pembebasan retribusi puskesmas adalah kelebihan
Batam succeeded to maintain good prescription pattern. antisipasi belanja obat terhadap prediksi lonjakan jumlah
Conclusion : Caused sharp increase of drug budget after kunjungan. Kelebihan ini dapat diantisipasi dalam merencanakan
retribution exemption in health centers was over anticipate of belanja obat di tahun-tahun yang akan datang.
drug procurement to forecast of visits health centre. The over
procurement can be anticipated by planning of drug Kata Kunci : Puskesmas, pembebasan retribusi pasien,
procurement the next years. anggaran obat

Keywords: health centers, retribution exemption, drug budget PENGANTAR


Penerapan otonomi daerah mengamanatkan
ABSTRAK
Latar belakang: Pemerintah Kota Batam telah menerapkan pengalihan beberapa peran pemerintah pusat kepada
program pembebasan biaya retribusi pasien di semua pusat pemerintah daerah sebagai urusan wajib dan tugas
kesehatan masyarakat (Puskesmas) Kota Batam tanpa pembantuan, salah satunya adalah bidang
pengecualian (termasuk yang kaya dan miskin) selama mereka pelayanan kesehatan.1 Pemerintah Kota Batam
dapat menunjukkan kartu identitas penduduk mereka ketika
mereka kunjungi Puskesmas. Akibatnya anggaran kesehatan melaksanakan amanat tersebut dengan salah satu
dan juga kenaikan anggaran obat empat kali lebih tinggi programnya, yaitu pembebasan biaya retribusi
dibandingkan tahun fiskal sebelumnya. Hal ini menarik untuk pasien Puskesmas bagi seluruh penduduk Kota

162 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Batam, tanpa kecuali, baik miskin maupun kaya dilakukan di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau
terhitung sejak 2 Januari 2007. Walikota Batam Subjek pada penelitian ini adalah Puskesmas,
sebagai Kepala Daerah mengeluarkan kebijakan sebagai tempat pelaksanaan pelayanan yang
tersebut bertujuan untuk memberikan pelayanan dibebaskan retribusinya. Unit analisis penelitian ini
kepada semua masyarakatnya, terutama dalam hal adalah data jumlah kunjungan, jumlah obat yang
kesehatan. Dengan sendirinya, Dinas Kesehatan diresepkan, dan jumlah anggaran yang dialokasikan
sebagai pelaksana teknis harus melaksanakan untuk obat.
program ini dengan sebaik-baiknya, yang harus Data yang dikumpulkan adalah jenis kuantitatif
didukung oleh semua Puskesmas yang merupakan dan kualitatif. Kemudian dibandingkan jumlah
ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat dasar kunjungan pasien, pola penyakit dan pola peresepan
tempat dilaksanakannya program tersebut. sebelum dan setelah pembebasan retribusi. Sampel
Kota Batam sampai tahun 2007 telah memiliki diambil secara cluster pada 3 tahun terakhir (2005,
Puskesmas sebanyak 11 buah (8 buah di daerah 2006 dan 2007), masing-masing tahun diambil data
mainland dan 3 buah di daerah hinterland) dari 12 pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Untuk
kecamatan. Jumlah penduduk 724.315 jiwa tahun mendukung hasil data kuantitatif juga dilakukan
2007, dan tahun 2006 sebanyak 713.960, serta tahun pengumpulan data kualitatif dengan wawancara
2005 sebanyak 681.586 jiwa. Penduduk Kota Batam mendalam terhadap stakeholder yang terlibat, yaitu
kebanyakan kaum muda yang sebagian besar bekerja Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Kepala
di industri, di samping itu ada juga yang menjadi Gudang Farmasi Kota Batam, Kepala Seksi Farmasi
pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang, kerja di Makanan dan Minuman, Kepala Puskesmas,
sektor informal, dan lain-lainnya, serta pengangguran.2 Pengelola Obat Puskesmas, dan Gudang Farmasi.
Pembebasan biaya retribusi pasien di Puskesmas ini Data yang diperoleh ditabulasi, kemudian dilihat
diharapkan bisa membantu mereka yang tidak mampu. perbandingan sebelum dan setelah pembebasan.
Akibat pembebasan biaya retribusi ini terjadi Data kuantitatif dikumpulkan pada formulir kerja yang
kenaikan jumlah anggaran obat sampai 4 kali dari sudah disiapkan, berpedoman kepada how to
tahun sebelumnya. Jumlah anggaran obat tahun 2007 investigate drug use in health facilities dari World
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Health Organization (WHO).3 Kemudian direkap dan
(APBD) Kota Batam sebesar Rp6.550.443.044, selanjutnya diambil rata-rata 1 tahun dari masing-
tahun 2006 sebesar Rp1.514.500.000,00 dan tahun masing indikator untuk semua sampel Puskesmas.
2005 sebesar Rp 1.394.223.220.2 Selanjutnya diolah secara statistik menggunakan uji-
Berdasarkan uraian di atas, perlu dianalisis t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%
faktor apa yang mempengaruhi terjadinya lonjakan untuk melihat kebermaknaan data yang diperoleh.
anggaran obat tersebut. Apakah program Data kualitatif dari wawancara mendalam kemudian
pembebasan retribusi ini akan mengubah pola dibuatkan matriksnya untuk mendapatkan
penyakit dan pola peresepan. kesimpulan. Data kuantitatif dan kualitatif kemudian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ditriangulasi untuk memperkuat kesimpulan hasil
kebijakan pembebasan retribusi terhadap kebutuhan penelitian.
anggaran obat dan dampaknya terhadap sistem
pembiayaan kesehatan Kota Batam. Hasil penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
ini diharapkan bermanfaat bagi pembuat kebijakan 1. Alokasi Anggaran Obat pada APBD Kota
di Pemerintah Kota Batam untuk bahan Batam
pertimbangan mencari bentuk sistem pembiayaan Persentase antara anggaran obat dengan
kesehatan yang efektif dan efisien, sehingga anggaran kesehatan pada tahun 2007 sebesar
kebijakan tersebut bisa membantu masyarakat 18,6%, jauh lebih tinggi dari tahun 2005 dan
miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan 2006, yaitu perbandingan dengan dana
tidak terlalu membebani anggaran. kesehatan hanya sebesar 6,9% dan 4,7%.
Sementara perbandingan antara dana
BAHAN DAN CARA PENELITIAN kesehatan dengan APBD pada tahun 2007
Penelitian ini adalah penelitian observasional sebesar 4,7%, tahun 2006 sebesar 6,1% dan
retrospektif menggunakan metode survei dengan tahun 2005 sebesar 5,7%. Untuk lebih jelasnya
rancangan penelitian cross sectional. Penelitian bisa dilihat pada Tabel 1.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 163
Nurliyasman, dkk.: Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya ...

Tabel 1. Perbandingan Anggaran Obat, Anggaran Kesehatan dan APBD Kota Batam

Jenis Tahun
Anggaran Kenaikan Kenaikan
2005 2006 2007
Anggaran Anggaran
Dana obat *) Rp 1.394.223. Rp 1.514.500 Rp 120.276 Rp 6.550.443 Rp 5.035.943
Dana kesehatan *) Rp 20.115.925 Rp 32.395.410 Rp 12.279.485 Rp 35.253.307 Rp 2.857.897
ABPD kota *) Rp 353.762.787 Rp 529.566.084 Rp 175.803.297 Rp 746.039.000 Rp 216.472.916
% Dana obat dengan
kesehatan 6,9 4,7 18,6
% Dana kesehatan dengan
APBD 5,7 6,1 4,7
*) Angka dalam ribuan rupiah.
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Batam tahun 2005,2006 dan 2007

Dana kesehatan dengan APBD dari tahun kesehatan. Perbandingan persentase anggaran
2005, 2006 dan 2007 tidak terlalu tinggi kesehatan terhadap APBD, pada tahun 2007
perbedaannya. Alokasi anggaran kesehatan malah paling rendah. Artinya, dana kesehatan
dalam APBD Kota Batam mengalami penurunan tersedot untuk belanja obat.
pada tahun 2007 dibanding dengan tahun 2006.
Begitu juga dengan alokasi anggaran obat pada 2. Jumlah Kunjungan Pasien Puskesmas
tahun 2006, terjadi penurunan dibandingkan Data yang diperoleh dari form laporan LB4
dengan tahun 2005. Grafik pada Gambar 1 Puskesmas, menunjukkan adanya lonjakan
memberikan gambaran tentang fluktuasi alokasi kunjungan pasien Puskesmas. Hal ini terjadi
anggaran obat, kesehatan dan APBD Kota pada semua Puskesmas, rata-rata 2 sampai 3
Batam tersebut. kali jumlah kunjungan pasien sebelum
Pada Gambar 1 terlihat bahwa obat diberlakukannya pembebasan retribusi. Hasil
mendapat prioritas pendanaan dari sektor selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Gambar 1. Grafik Persentase Perbandingan Dana Obat dengan


Dana Kesehatan dan APBD Kota Batam
Tahun 2005, 2006 dan 2007

164 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Kunjungan per Bulan Puskesmas Kota Batam


Sebelum dan Setelah Pembebasan Retribusi Tahun 2005, 2006 dan 2007
Nomor Rata-rata jumlah pasien/bulan Persentase kenaikan
Puskesmas 2005 2006 2007 Sebelum Setelah
Puskesmas I 2610 2919 5313 12 % 82 %
Puskesmas II 2521 2930 6695 16 % 129 %
Puskesmas III * 1031 4359 * 323 %
Puskesmas IV ** 1496 3185 ** 113 %
Puskesmas V 1886 2047 2373 9 % 16 %
Puskesmas VI 1687 1907 4738 13 % 149 %
Puskesmas VII 1005 1119 2000 11 % 79 %
Puskesmas VIII 2277 2182 4407 -4 % 102 %
Rata-Rata 1498 1954 4134 10 % 124 %
Catatan : * Data Puskesmas Sei Lekop tahun 2005 tidak ada, karena mulai beroperasi 2006
** Data Puskesmas Sei Pancur tahun 2005 tidak bisa diperoleh, berkas tidak ada lagi.

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perubahan pola penyakit antara waktu sebelum
penelitian terhadap 8 sampel Puskesmas dari dan setelah pembebasan retribusi terhadap
data jumlah rata-rata kunjungan pasien setiap pasien Puskesmas. Sebelum pembebasan
bulannya, ternyata setelah pembebasan retribusi pola penyakitnya dengan urutan ISPA
retribusi terjadi lonjakan jumlah kunjungan yang paling banyak diikuti oleh penyakit gigi
pasien Puskesmas sebesar 124%. Sementara dan mulut, penyakit kulit, diare, hipertensi,
sebelumnya kenaikan kunjungan pasien dari penyakit lain saluran napas atas, dan
tahun 2005 ke tahun 2006 hanya 10%. seterusnya. Urutan setelah pembebasan
Jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan retribusi juga seperti itu tetap ISPA pada urutan
pasien total semua Puskesmas se-Kota Batam tertinggi diikuti oleh penyakit lain seperti
(11 buah Puskesmas) berdasarkan laporan Dinas penyakit gigi dan mulut, penyakit kulit, diare,
Kesehatan Kota Batam, data yang diperoleh dari penyakit lain saluran pernapasan atas, hipertensi
hasil penelitian tidak begitu jauh berbeda yaitu dan seterusnya, Jadi pada prinsipnya tetap
kenaikan jumlah kunjungan setelah pembebasan sama pola penyakit sebelum dan setelah
retribusi sebesar 110%. Jadi dari data tersebut pembebasan retribusi. Untuk lebih jelasnya
terlihat bahwa setelah pembebasan retribusi dapat dilihat pada Gambar 2.
terjadi kenaikan jumlah kunjungan 2 kali dari Dari Gambar 2 terlihat bahwa urutan dari
jumlah kunjungan sebelumnya. Untuk lebih yang besar ke yang kecil sama antara sebelum
jelasnya bisa dilihat pada Tabel 3. dan setelah pembebasan retribusi. Jumlahnya
saja sedikit berbeda, seperti ISPA sedikit lebih
3. Pola Penyakit besar sebelum dari setelah pembebasan
Hasil penelitian terhadap pola penyakit retribusi, namun urutannya tetap sebagai
yang ditangani oleh Puskesmas dari form penyakit terbanyak kasusnya. Hal yang sama
laporan LB1, ternyata tidak ada mengalami juga terjadi pada penyakit gigi dan mulut, sedikit

Tabel 3. Jumlah Kunjungan 11 Puskesmas di Kota Batam


Tahun 2005, 2006 dan 2007

Nomor Puskesmas Jumlah kunjungan Persentase kenaikan


2005 2006 2007 Sebelum Setelah
Puskesmas I 15.916 33.870 69.344 113% 105%
Puskesmas II 21.845 29.317 40.412 34% 38%
Puskesmas III 5.525 19.267 34.913 249% 81%
Puskesmas IV 14.809 43.097 191%
Puskesmas V 12.080 22.572 55.100 87% 144%
Puskesmas VI 13.362 22.800 22.541 71% -1%
Puskesmas VII 7.371 24.705 31.161 235% 26%
Puskesmas VIII 29.103 14.390 26.213 -51% 82%
Puskesmas IX 11.705 13.702 22.066 17% 61%
Puskesmas X 6.521 17.566 31.088 169% 77%
Puskesmas XI 3.100 15.693 406%
Jumlah Total 123.428 216.098 391.628
Rata-rata 103% 110%
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Batam Tahun 2005,2006 dan 2007

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 165
Nurliyasman, dkk.: Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya ...

ada kecenderungan pengurangan penggunaan


obat generik setelah pembebasan retribusi. Hal
ini disebabkan oleh terjadinya kecenderungan
peningkatan penggunaan obat dengan nama
dagang. Sebagai akibat dari anggaran obat
yang cukup besar, dalam pengadaan obat
apapun jenis obat yang diusulkan Puskesmas
dikabulkan, yang tujuannya supaya pelayanan
tidak terganggu. Data selengkapnya terdapat
pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Obat Generik


Diresepkan Sebelum dan Setelah Pembebasan
Retribusi Puskesmas
Nomor Puskesmas Sebelum Setelah
Puskesmas I 95,9% 95,3%
Puskesmas II 96,6% 95,9%
Puskesmas III 94,3% 94,4%
Puskesmas IV 96,0% 94,8%
Puskesmas V 95,5% 94,6%
Puskesmas VI 97,0% 93,7%
Gambar 2. Grafik Persentase 20 Terbanyak Penyakit Puskesmas VII 95,7% 94,8%
yang Ditangani Puskesmas Kota Batam Sebelum dan Puskesmas VIII 97,0% 94,3%
Setelah Pembebasan Retribusi Rata-rata 96,0% 94,7*%
* uji t berpasangan p < 0,05

lebih besar sebelum dibandingkan dengan b. Persentase Penggunaan Obat dengan


setelah pembebasan retribusi, tetapi urutannya Merek Dagang
sama pada peringkat kedua terbanyak kasus Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
penyakit yang ditangani oleh Puskesmas. menunjukkan terjadi peningkatan pemakaian
Perbedaan baru terlihat pada penyakit yang obat dengan nama dagang. Hal ini seiring
persentasenya kecil, ada sedikit perubahan dengan menurunnya penggunaan obat generik
urutan, namun hal tersebut tidak begitu setelah pembebasan retribusi. Pemakaian obat
berpengaruh, karena angka dan selisihnya pun dengan nama dagang lebih banyak pada saat
cukup kecil. pembebasan retribusi dibandingkan dengan
sebelumnya. Data selengkapnya terlihat pada
4. Pola Peresepan Tabel 5.
Pola peresepaan tidak berubah karena
pembebasan retribusi Puskesmas. Jumlah obat Tabel 5. Rata-Rata Persentase Obat Nama Dagang
yang diberikan pada setiap pasien antara 3-4 Diresepkan Sebelum dan Setelah Pembebasan
jenis. Penggunaan obat esensial rata-rata Retribusi Puskesmas
disetiap Puskesmas berkisar antara 85% - 87%, Nomor Puskesmas Sebelum Setelah
Puskesmas I 4,2% 4,7%
tidak ada perbedaan antara sebelum dan setelah Puskesmas II 3,4% 4,1%
pembebasan biaya retribusi pasien. Sedikit Puskesmas III 5,7% 5,6%
perbedaan terdapat pada penggunaan obat Puskesmas IV 4,0% 5,2%
generik, obat dengan merk dagang dan obat Puskesmas V 4,5% 5,4%
Puskesmas VI 3,0% 5,3%
antibiotika yang selengkapnya dapat dilihat pada Puskesmas VII 4,3% 5,0%
uraian berikut. Puskesmas VIII 3,1% 5,8%
Rata-rata 4,0% 5,1*%
a. Persentase Penggunaan Obat Generik * uji t berpasangan p < 0,05
Per Pasien
Penggunaan obat generik semua c. Persentase Penggunaan Antibiotika
Puskesmas terlihat persentasenya tidak jauh Pada Pasien Puskesmas
berbeda satu sama lain. Persentase Pengolahan data persentase pemakaian
penggunaan obat generik sebelum sedikit lebih antibiotika pada penelitian ini yang diamati
tinggi dari setelah pembebasan retribusi. Berarti bukan jumlah item antibiotika per lembar resep,

166 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

tetapi ada atau tidaknya penggunaan antibiotika Angka-angka di atas membuktikan bahwa
dalam setiap resep. Ada diberi skor 1 dan tidak dukungan pemerintah daerah terhadap kesehatan
diberi skor 0. Terjadi penurunan penggunaan belum maksimal. Seperti yang disampaikan oleh
antibiotika pada waktu pelaksanaan Murti5 bahwa program-program kesehatan dan
pembebasan retribusi. Data selengkapnya dapat pemberdayaan masyarakat mendapat prioritas lebih
dilihat pada Tabel 6. rendah dan karena itu sering dicoret. Rata-rata lebih
mengutamakan proyek pembangunan fisik yang
Tabel 6. Rata-rata Persentase Obat Antibiotika lebih terukur, mudah dilihat (konkrit) dan dapat
Diresepkan Sebelum dan Setelah Pembebasan dirasakan dengan cepat, sedangkan program
Retribusi Puskesmas
kesehatan lebih abstrak. Jika dibandingkan dengan
Nomor Puskesmas Sebelum Setelah
Puskesmas I 54,3% 53,7%
situasi sebelum desentralisasi, dana kesehatan
Puskesmas II 60,7% 52,3% berkisar antara 2,5% - 4% dan maksimum 7%.6
Puskesmas III 51,8% 45,8% Berarti tidak jauh berbeda dalam pelaksanaan
Puskesmas IV 48,3% 49,3%
dukungan pemerintah daerah terhadap program
Puskesmas V 39,7% 26,4%
Puskesmas VI 44,0% 31,0% kesehatan sebelum dan setelah otonomi daerah.
Puskesmas VII 49,7% 49,3% Lonjakan jumlah kunjungan pasien rata-rata
Puskesmas VIII 46,5% 46,3% perbulan sebesar 124%. Jika dibandingkan dengan
Rata-rata 49,4% 44,3*%
laporan dari Dinas Kesehatan Kota Batam, jumlah
* uji t berpasangan p < 0,01
total kunjungan semua Puskesmas untuk satu tahun
terjadi kenaikan sebesar 110%, pada waktu
Persentase penggunaan antibiotika pembebasan retribusi. Jadi, dari angka tersebut di
sebelum lebih tinggi dari setelah pembebasan atas kenaikan jumlah kunjungan pasien setelah
retribusi, yang berarti terjadi penurunan pembebasan retribusi adalah 2 kali dari jumlah
penggunaan antibiotika setelah pembebasan kunjungan sebelum pembebasan retribusi. Tidak
retribusi. Hal ini membuktikan bahwa terjadi diketahui hal ini terjadi karena memang kualitas
penurunan kasus penyakit akibat infeksi setelah pelayanannya yang bagus atau disebabkan karena
pembebasan retribusi, dimana apabila dilihat gratis, sehingga masyarakat banyak yang
pola penyakit salah satunya kasus ISPA mengunjungi Puskesmas. Masalah mutu pelayanan
memang terjadi penurunan persentase setelah Puskesmas yang tidak ditarik retribusinya,
pembebasan retribusi. sebagaimana sudah pernah diteliti sebelumnya oleh
Hartati 7 menunjukkan bahwa memang mutu
Pembahasan Puskesmas jadi menurun.
Anggaran obat setelah pembebasan retribusi Jenis dan bentuk pelayanan di Puskesmas
pasien melonjak sampai 4 kali anggaran sama saja, baik sebelum maupun setelah
sebelumnya, dari anggaran total kesehatan pelaksanaan program ini, begitu juga dengan jenis
mencapai sebesar 18,6%. Alokasi yang jauh lebih obat-obatan yang digunakan sama saja. Hanya dari
besar apabila dibandingkan dengan tahun 2005 yang jumlah kunjungan pasien saja yang meningkat,
hanya sebesar 6,9% dan tahun 2006 sebesar 4,7%. karena sepertinya masyarakat dalam tahap mencoba
Apabila dilihat perbandingan antara anggaran total sesuatu yang baru, ingin merasakan pelayanan
kesehatan dengan ABPD tahun 2007 sebesar 4,7%, Puskesmas yang tidak dipungut bayaran tersebut.
tahun 2006 sebesar 6,1% dan tahun 2005 sebesar Setelah berjalan satu tahun, ternyata pada akhir
5,7%, berarti terjadi penurunan persentase anggaran tahun sudah mulai terlihat penurunan dan pada tahun
kesehatan dalam APBD Kota Batam tahun 2007. kedua pelaksanaan, jumlah kunjungan kembali
Hasil kesepakatan Bupati/Walikota se-Indonesia normal seperti kondisi biasa, walaupun ada
tahun 2000, besarnya alokasi anggaran kesehatan peningkatan tetapi tidak banyak. Diperkirakan hal
adalah sebesar 15% dari total dana APBD, tetapi ini wajar mungkin juga disebabkan oleh pertambahan
kenyataannya baru mencapai 9% pada tahun 2001 jumlah penduduk Kota Batam.
dan 3% - 4% tahun 2002.4 Berarti anggaran total Perkiraan anggaran obat Dinas Kesehatan Kota
kesehatan Kota Batam masih jauh di bawah angka Batam tahun 2008 didasarkan pada data kunjungan
kesepakatan tersebut. Namun, angka rata-rata yang tahun 2005, 2006 dan 2007, yang dikorelasikan
terjadi secara nyata di beberapa kabupaten/kota dengan data besarnya anggaran obat pada tahun
lainnya di Indonesia sebesar 3% - 4%, di Kota Batam yang sama, analisis dengan regresi didapatkan
tidak jauh beda yaitu 4,7%. persamaan sebagai berikut : Y = 20192X – 2E+09

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 167
Nurliyasman, dkk.: Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya ...

(Gambar 2a). Dari persamaan tersebut, jika Pengalaman beberapa negara, seperti Central
diasumsikan jumlah kunjungan tahun 2008 naik 50% African Republic, pusat kesehatan publik yang
dari tahun 2007 yaitu menjadi 588.000 pasien. Maka mengelola sendiri dana obat dan pelayanan,
besarnya anggaran obat tahun 2008 adalah memiliki dana kembali lebih besar daripada yang
Rp9.872.896.000,00. Berarti sangat besar sekali melakukan pembebasan. Pusat kesehatan publik
dana yang dibutuhkan untuk pengadaan obat. Hal yang menerapkan sistem membayar, kualitas
ini diakibatkan karena pada tahun 2007 terjadi pelayanannya juga meningkat. Di Thailand dengan
pengadaan yang terlalu banyak, mengakibatkan Village Drug Fund (VDF), suatu koperasi yang
melonjaknya anggaran obat sampai 4 kali dari menyediakan pelayanan kesehatan yang tidak
sebelumnya. Sehingga persamaan ini kurang tepat mahal dan menyediakan obat esensial dengan
dipakai untuk perkiraan dana tahun 2008, 2009 dan kualitas bagus. Masyarakat 70% - 100% secara aktif
seterusnya. berpartisipasi dalam mendukung 50% pembiayaan
Sebagai koreksi, maka dilakukan simulasi kesehatan. Negara Costa Rica dengan skema
dengan asumsi dana pengadaan obat tahun 2007 asuransi The Costa Rica Social Security Fund
sebesar Rp3.584.000.000,00. Angka tersebut (CCSS), sebanyak 80% total belanja kesehatan
diperoleh dari perhitungan rata-rata biaya yang untuk pelayanan kuratif, preventif perorangan seperti
dikeluarkan Pemerintah Kota Batam per pasien imunisasi, pelayanan rehabilitasi dan pendidikan
tahun 2005 dan 2006, rata-rata biaya obat per kesehatan. Eropa Timur dengan melaksanakan
kunjungan Rp9.152. Maka tahun 2007, dana obat pembebasan, timbul masalah, yaitu insentif yang
yang diperlukan dengan jumlah kunjungan 391.628 keliru, kekurangan bahan-bahan dan peralatan medis
pasien adalah 3,6 miliar rupiah. Analisis regresi dari dan duplikasi pelayanan antara klinik pelayanan
simulasi terhadap data jumlah kunjungan dengan dasar dan rumah sakit. Inggris dengan National
dana pengadaan obat diperoleh persamaan sebagai Health Service (NHS), sebagian besar (85%) dibiayai
berikut: Y = 8612,7 X + 7E+07 (Gambar 2b). Hasil melalui anggaran pendapatan negara, dengan
perkiraan kebutuhan anggaran obat tahun 2008 Kota pelayanan gratis.8 Jadi dari pengalaman beberapa
Batam butuh dana untuk pengadaan obat sebesar negara seperti yang diuraikan di atas, ada segi positif
Rp5.134.267.600,00 dengan asumsi jumlah dan negatif dari pembebasan terhadap biaya
kunjungan meningkat 50% dari tahun sebelumnya, pelayanan kesehatan. Kualitas dari pelayanan
yakni 588.000 pasien. Dengan demikian pada tahun kesehatan dengan pembebasan biaya tidak bisa
2007 terjadi kelebihan dana obat sebesar diharapkan sebagus pelayanan dengan ditarik biaya.
Rp2.966.000.000,00 . Untuk itu dana riil yang Sikap dan apresiasi para petugas Puskesmas
dibutuhkan untuk pengadaan obat tahun 2008 adalah terhadap program pembebasan retribusi pun
sebesar Rp2.168.267.600,00. Pengecekan terhadap beragam, tapi kebanyakan kurang puas. Penelitian
angka pengadaan obat Dinas Kesehatan Kota Batam terdahulu oleh Elfian9, dengan melihat penerimaan
untuk tahun 2008 adalah sebesar 1,8 miliar rupiah. dokter dan perawat terhadap sistem pelayanan gratis
Hasil perkiraan yang diperoleh, terjadi kekurangan di Puskesmas Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
dana obat Dinas Kesehatan Kota Batam tahun 2008 Sikap dokter dan perawat pada pelayanan gratis
sebesar Rp368.267.600,00 jika kunjungan naik 50%. memberikan layanan kepada pasien tidak sepenuh

Gambar 2a. Grafik Forecasting Terhadap Jumlah Gambar 2b. Simulasi Forecasting dengan
Kunjungan Pasien dengan Anggaran Obat Anggaran Obat Sesuai Jumlah Kunjungan Pasien

168 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

hati, asal-asalan, sehingga akhirnya masyarakat Pola peresepan yang diteliti secara garis
menilai pelayanan Puskesmas tidak bermutu. Hasil besarnya tidak ada perubahan yang berarti antara
penilitian yang telah dilakukan di Kota Batam sebelum dengan setelah pembebasan retribusi.
menunjukkan rata-rata Puskesmas tidak keberatan Terjadi penurunan penggunaan obat generik, yang
dengan program pembebasan retribusi asal tidak disebabkan oleh terjadinya peningkatan pemakaian
semua digratiskan, jika bisa dibatasi, terutama yang obat dengan merk dagang pada saat
memerlukan tindakan, sebaiknya harus bayar. dilaksanakannya pembebasan retribusi.
Akibatnya, Puskesmas lebih banyak merujuk pasien Penggunaan obat antibiotika juga mengalami
ke rumah sakit, jika ada tindakan medis yang perlu penurunan, berarti para penulis resep meminimalkan
diberikan pada pasien. Petugas yang memberikan penulisan resep antibiotika jika tidak perlu yang
pelayanan berharap supaya mendapatkan insentif merupakan anjuran penggunaan obat yang rasional.
tambahan, karena sudah bekerja ekstra. Pola peresepan yang relatif tetap ini, merupakan
Pembebasan retribusi pada prinsipnya bisa suatu keberhasilan Dinas Kesehatan Kota Batam
diteruskan, akan tetapi sebaiknya hanya diberikan dalam menerapkan pedoman pengobatan
kepada masyarakat miskin saja, bagi yang kaya, dilingkungan pelayanan kesehatan dasar di
seharusnya diberikan tanggung jawab membayar, Puskesmas. Kondisi seperti ini tentu saja hasil kerja
dengan tarif tidak terlalu tinggi. Karena bagi keras dari unit pembina dan pengayom Puskesmas
masyarakat miskin sangat membantu sekali, dengan yaitu bidang pelayanan medik Dinas Kesehatan.
ketidakmampuannya untuk mengakses pelayanan Program-program pelatihan yang diberikan kepada
kesehatan, merasa terbantu dengan program penulis resep, maupun paramedis untuk
pembebasan retribusi ini. Keseimbangan dan meresepkan dan menggunakan obat secara rasional.
keadilan dalam pemberian subsidi kepada Para kepala Puskesmas juga selalu memonitor
masyarakat akan bisa tercapai, yaitu yang kaya setiap aktifitas di lingkungannya, sehingga bisa
disubsidi dengan bayaran yang rendah dan berjalan sesuai dengan ketentuan dari departemen
masyarakat miskin disubsidi dengan tidak kesehatan, maupun Dinas Kesehatan. Dinas
membayar. Kesehatan setiap tahun selalu mengeluarkan surat
Sebaran pola penyakit yang diteliti terhadap edaran untuk menggunakan obat secara rasional,
laporan LB1 pada 8 buah Puskesmas menunjukkan serta menganjurkan pemakaian obat generik di
tidak ada perbedaan, baik dari jenis penyakit yang fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan publik,
muncul maupun dari segi jumlah dan urutan terutama Puskesmas.
persentase yang besar dan kecil, secara umum tidak Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam
berubah. Sebaran pola penyakitnya tetap saja menyampaikan bahwa sudah dilakukan evaluasi
didominasi oleh penyakit ISPA, rongga mulut, diare, terhadap program ini dan akan terus dilakukan
dan penyakit kulit. Hal ini barangkali disebabkan supaya program ini berjalan dengan baik serta lebih
karena Puskesmas hanya untuk pelayanan efisien dan efektif dalam melayani masyarakat. Hasil
kesehatan dasar, sehingga jenis penyakit yang dari evaluasi menunjukkan ternyata pihak Dinas
muncul pun tidak ada yang terlalu serius dan Kesehatan mengusulkan untuk dicarikan bentuk
mengkhawatirkan. Mungkin, apabila Puskesmas juga alternatif lain, seperti tidak semua gratis, perlu
melayani semua penyakit bisa saja akan terjadi dilakukan batasan-batasan bentuk pelayanan. Bagi
perubahan pola penyakit yang ditangani, apalagi yang sudah memiliki jaminan dari pihak asuransi,
dengan tidak ditariknya retribusi kepada pasien. Tentu Jamsostek atau lainnya, tidak perlu digratiskan
saja akan terjadi perubahan dari fungsi Puskesmas mungkin bisa diklaim ke perusahaan yang
jika hal itu terjadi. menanggung.
Tidak terjadinya perbedaan pola penyakit Langkah yang perlu diambil oleh Pemerintah
sebelum dan setelah pembebasan retribusi. Berarti Kota Batam dalam pembiayaan kesehatan adalah
Puskesmas dengan batasan layanannya sebagai dengan membentuk suatu sistem kesehatan daerah.
pelayanan kesehatan tingkat dasar, keragaman Sistem itu akan mengatur mekanisme penyaluran
penyakit yang ditangani tidak kompleks, sehingga subsidi terhadap kelompok masyarakat miskin,
tidak membutuhkan dana yang besar untuk dengan tidak mengabaikan kelompok masyarakat
menanganinya. Maka dengan diberlakukannya kaya. Sistem cost sharing mungkin salah satu
pembebasan retribusi kepada pasien sebagai bentuk pembiayaan kesehatan yang bisa dicontoh
subsidi pemerintah terhadap masyarakatnya, dan diterapkan.
apabila dikelola dan dimanajemen dengan baik, tidak
akan terlalu membebani anggaran.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 169
Nurliyasman, dkk.: Analisis Faktor Penyebab Melonjaknya ...

KESIMPULAN DAN SARAN KEPUSTAKAAN


Terjadi peningkatan anggaran pembiayaan obat- 1. Dinas Kesehatan Kota Batam, Profil Kesehatan
obatan sampai empat kali dari anggaran sebelumnya. Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau, Batam.
Pembebasan biaya retribusi pasien Puskesmas 2006.
mengakibatkan lonjakan jumlah kunjungan jadi dua 2. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23
kali dari sebelum pembebasan. tahun 1992 tentang Kesehatan, Departemen
Tidak terjadi perubahan pola penyakit pada Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1992.
waktu pelaksanaan pembebasan biaya retribusi 3. World Health Organization, How to Investigate
Puskesmas, hanya jumlahnya saja yang meningkat Drug Use in Health Facilities, Department of
seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan Essential Drugs and Medicines Policy,
pasien, serta pola peresepen secara umum tidak Geneva.1999.
berubah. 4. Rachmat HH. Pembangunan Kesehatan di
Jadi penyebab melonjaknya anggaran obat Indonesia Prinsip Dasar, Kebijakan, Perencanaan
Pemerintah Kota Batam adalah antisipasi belanja dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada
obat yang ternyata terlalu banyak dibandingkan University Press, Yogyakarta. 2004.
dengan melonjaknya jumlah kunjungan Puskesmas. 5. Murti B. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan,
Hal ini bisa dimengerti karena lonjakan kunjungan Penerbit Kanisius, Yogyakarta.2000.
pasien akibat pembebasan retribusi memang agak 6. Trisnantoro L. Desentralisasi Kesehatan di
sulit diprediksi karena belum ada presedennya. Pada Indonesia dan Perubahan Fungsi Pemerintah
tahun-tahun yang akan datang kelebihan belanja obat 2001-2003, Gadjah Mada University Press.
ini bisa dikompensasi. Yogyakarta. 2005.
7. Hartati, Mutu Pelayanan Puskesmas dengan
UCAPAN TERIMA KASIH Pembebasan Tarif Retribusi di Kabupaten
Terima kasih diucapkan kepada Pemerintah Simalungun Propinsi Sumatera Utara, Tesis
Kota Batam, Dinas Kesehatan Kota Batam, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah
Puskesmas se-Kota Batam, Gudang Farmasi Kota Mada, Yogyakarta. 2007.
Batam, Magister Manajemen dan Kebijakan Obat 8. Suryawati S. Review of Cost-Sharing
atas semua fasilitas dan bantuannya sehingga Experiences in Financing Drugs in South-East
penelitian ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga Asia, Health Economics and Drugs DAP Series
disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat No.8. World Health Organisation, Geneva.1998.
disebutkan satu-satu per satu dalam tulisan ini, yang 9. Elfian, Penerimaan Dokter dan Perawat
telah membantu atas terlaksananya penelitian dan terhadap Sistem Pelayanan Gratis di
dalam penyelesaian tulisan naskah ini. Puskesmas Kabupaten Kampar, Tesis Program
Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.2007.

170 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 171
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Resensi

Judul : Strategic Management of Health Care Organizations


Penulis : Linda E. Swayne, W. Jack Duncan, Peter M. Ginter
Penerbit : Blackwell Publishing
Edisi : Kelima

T
idak ada yang kekal di dunia ini, segala apakah strategi yang mereka kembangkan berjalan
sesuatu terus berubah, termasuk sektor efektif atau tidak, dan kemudian dilanjutkan dengan
pelayanan kesehatan. Beberapa perubahan mengembangkan pemikiran strategis lainnya.
mendasar yang mengubah tampilan sektor pelayanan Dari sudut pandang penulis, strategic control
kesehatan kita adalah kemajuan pesat di bidang adalah bagian integral dari mengelola momentum
penelitian dan terapi gen, kemajuan bioengenering, strategis, sehingga dalam edisi ini konsep kontrol
ekonomi, dan pemasaran kesehatan yang berujung atau monitoring dan evaluasi diintegrasikan ke dalam
pada persaingan ketat dalam industri pelayanan Bab Strategy Development di bawah judul Managing
kesehatan. Tentunya berbagai kemajuan yang ada Strategic Momentum. Penulis berharap dengan
tidak terlepas dari berbagai masalah yang masih menggunakan pendekatan ini, akan lebih
menghantui sistem pelayanan kesehatan, antara lain mencerminkan bagaimana strategic control bekerja
masalah kuantitas dan kualitas tenaga profesional dalam sebuah organisasi sebagai bagian dari
kesehatan, masalah mutu layanan, masalah mengelola strategi, bukan sebagai sesuatu yang
keterbatasan akses, dan berbagai masalah dipikirkan terakhir atau pelengkap sebuah
pembiayaan lainnya. perencanaan.
Berbagai perubahan lingkungan di atas harus Pada bagian akhir edisi kelima ini ditampilkan
disikapi oleh pengelola pelayanan kesehatan dengan beberapa contoh kasus yang diperbaharui dan yang
sebuah strategi yang jelas. Untuk memenuhi benar-benar baru mengikuti model dan perspektif
kebutuhan itulah kemudian buku ini disusun. Buku baru yang disajikan sebelumnya. Beberapa kasus
ini dari awal membawa kita kepada sebuah upaya baru yang dimunculkan adalah: The Health Care
berpikir strategis yang secara jelas memisahkan Industry Note, Midwest Medical Group, dan Riverview
antara strategic thinking, strategic planning, dan the HMA Facility. Dengan hanya membaca beberapa
bagaimana mengelola strategi (managing strategic kasus yang tersedia, kita bisa meningkatkan wawasan
momentum). Ketiga konsep tersebut ditawarkan kita tentang manajemen strategis. Kita akan
sebagai elemen utama konseptual model yang baru diperkenalkan kepada berbagai variasi organisasi
dari manajemen strategis, dan dipercaya lebih pelayanan kesehatan dan bagaimana pendekatan
mencerminkan realitas dalam pengembangan dan mereka terhadap manajemen strategis, tentunya
pengelolaan strategi. semua ini memberikan tambahan pemahaman
Secara umum model baru ini menggambarkan tentang perencanaan strategis kepada kita.
manajemen strategis sebagai proses dari berpikir Satu hal yang dipertahankan dalam edisi ini
strategis, mengembangkan pemikiran strategis ke adalah bagaimana melatih pembaca untuk
dalam rencana strategis, dan mengelola strategi mengembangkan pemikiran logis yang objektif dan
momentum. Melalui manajemen perencanaan analitik dengan tidak meninggalkan kemampuan
strategis, pemahaman dan perspektif baru muncul intuisi dalam mengidentifikasi isu-isu strategis. Pada
dan proses berpikir strategis, perencanaan, dan akhirnya, buku ini adalah sebuah peta atau kompas
pengelolaan dimulai kembali. Untuk itu, seorang yang memberikan kita arah ke mana kita akan
manajer pelayanan kesehatan harus menjadi memulai perjalanan pribadi kita dalam mengarungi
seorang pemikir strategis dengan kemampuan untuk lautan pemikiran strategis. Memang buku ini
menganalisis perubahan lingkungan, menganalisis bukanlah satu-satunya peta atau kompas yang
data, mengembangkan pertanyaan, dan tersedia, tetapi tetap sangat layak untuk
mengembangkan ide-ide baru. Kemampuan lain dipertimbangkan sebagai referensi bagi para calon
yang harus dimiliki adalah mengembangkan dan pemikir strategis, dimanapun mereka bertugas.
menyusun sebuah rencana aksi melalui sebuah Selamat membaca.
perencanaan strategis. Ketika sebuah strategi
berhasil dirumuskan langkah selanjutnya adalah Pande Putu Januraga
memelihara momentum strategis dari organisasi kita. Bagian AKK PSIKM FK Universitas Udayana Bali
Terakhir manajer yang baik akan selalu bertanya dr.januraga@gmail.com atau
januraga@sph.unud.ac.id

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 171
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 12 No. 03 September l 2009 Halaman 172 - 173
Korespondensi
Korespondensi

Email ditujukan ke hiillary@yahoo.com

DEVELOPING FRAMEWORK FOR CIVIL AVIATION OCCUPATIONAL


HEALTH AND SAFETY SYSTEM IN INDONESIA

M elalui korespondensi ini mohon kiranya


diperkenankan saya memberikan
tanggapan dan masukan perihal artikel I Made Ady
melaksanakan sebagian saja dari kebijakan
(peraturan perundangan) dan standar keamanan dan
keselamatan penerbangan. Di samping belum
Wirawan yang berjudul Developing Framework for adanya Sistem K3 Penerbangan sebagaimana yang
Civil Aviation Occupational Health and Safety dimaksud oleh penulis. Menurut saya lebih tepat
System in Indonesia (Mengembangkan Kerangka istilah Sistem K3 Penerbangan menjadi Sistem
Konsep Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja Manajemen K3 Penerbangan, mungkin sama dengan
Penerbangan Sipil Di Indonesia) yang dimuat pada yang penulis maksud. Bila kita mau menurunkan
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 12/ angka kecelakaan pesawat terbang atau ingin
No. 2/Juni/2009. mencapai nihil kecelakaan (zero accident), maka
Masih tingginya jumlah kasus kecelakaan perlu suatu program keselamatan penerbangan yang
pesawat udara (penerbangan sipil) di Indonesia konsisten.3 Program K3 yang disusun merupakan
selama tiga tahun terakhir ini sebagaimana yang komponen dari SMK3.
dikemukakan oleh penulis merupakan masalah Pada alinea pertama dari pengantar artikel
utama di sektor perhubungan khususnya tersebut dinyatakan bahwa pemerintah Indonesia
perhubungan udara yang memerlukan perhatian telah melaksanakan Program Keselamatan dan
serius bagi pihak otoritas yang berkompeten Keamanan Penerbangan Sipil Nasional yang
termasuk manajemen maskapai penerbangan. berbasis pada peraturan perundangan yaitu Undang-
Meningkatnya kasus kecelakaan dan kerugiannya Undang (UU) No. 15/1992 tentang Penerbangan, dan
serta meningkatnya potensi bahaya dalam aktivitas seterusnya. Sepengetahuan saya bahwa UU No.
kerja dibutuhkan pengelolaan Keselamatan dan 15/1992 tentang Penerbangan telah diganti (direvisi)
Kesehatan Kerja (K3) secara efektif, menyeluruh, dengan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan tanggal
dan terintegrasi dalam manajemen perusahaan 12 Januari 2009. Dalam UU ini telah diatur tentang
melalui pendekatan SMK3. 1 Pencegahan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan yang
kecelakaan merupakan tanggung jawab utama dinyatakan pada Bab XIII Keselamatan Penerbangan
manajemen dan upaya pencegahannya berbasis Bagian Keempat Sistem Manajemen Keselamatan
pada manajemen melalui penerapan SMK3 yang Penyedia Jasa Penerbangan (mulai pasal 314 - pasal
terintegrasi di dalam proses dan budaya bisnis.2 322). Pasal 314 ayat 1 dinyatakan bahwa “Setiap
Pemerintah telah berupaya dalam pencegahan penyedia jasa penerbangan wajib membuat,
kecelakaan pesawat udara melalui kebijakan yang melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakan
ditetapkan terkait dengan penerbangan (termasuk secara berkelanjutan sistem manajemen
keselamatan dan keamanannya) dengan berbagai keselamatan (safety management system) dengan
bentuk seperti Undang-Undang, Peraturan berpedoman pada program keselamatan
Pemerintah, Permenhub, SK Dirjen Perhubungan penerbangan nasional”. Pelaksanaan Sistem
Udara, bahkan mengadopsi peraturan (standar Manajemen Keselamatan ini dijabarkan lebih rinci
keselamatan) yang ditetapkan oleh badan pada Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 20/
internasional (International Civil Aviation 2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan.
Organization, Civil Aviation Safety Regulation), Sistem Manajemen Keselamatan yang diatur
namun jumlah kasus kecelakaan penerbangan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 20/
belum dapat ditekan seminim mungkin. 2009 sepertinya tidak mencakup ruang lingkup
Akar penyebab (basic cause) masih tingginya kesehatan kerja. Pada hakikatnya upaya
jumlah kasus kecelakaan pesawat udara keselamatan kerja harus sejalan dengan kesehatan
dimungkinkan manajemen maskapai penerbangan kerja. Oleh karena itu, Sistem Manajemen
belum melaksanakan (memenuhi) atau Keselamatan hendaknya menyatu dengan

172 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Kesehatan Kerja. Saya sangat menghargai adanya Penerapan SMK3 di bidang penerbangan sipil
konsep desain Sistem K3 Penerbangan Sipil di bukanlah suatu pekerjaan yang mudah seperti
Indonesia dari penulis berupa program keselamatan membalikkan telapak tangan, namun diperlukan
dan kesehatan kerja sebagaimana yang disajikan komitmen yang kuat dari manajemen maskapai
dalam artikel, namun saya belum melihat detail dari penerbangan sipil dengan melibatkan seluruh
desain tersebut. jajarannya untuk memerapkan SMK3, pembinaan
Sebenarnya kita telah memiliki suatu standar dan pengawasan dari pemerintah Departemen
pengelolaan K3 melalui pendekatan suatu sistem Perhubungan, peran serta Komite Nasional
yang dikenal dengan Sistem Manajemen Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Badan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta
pelaksanaannya terintegrasi dalam manajemen pihak lainnya yang peduli terhadap masalah K3
perusahaan sebagaimana diatur dalam Peraturan penerbangan sipil. Output dari penerapan SMK3
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 05/1996. dapat mendongkrak citra maspakai penerbangan
SMK3 ini dapat diterapkan diberbagai sektor usaha/ sipil yang sekaligus mewujudkan zero accident, di
jasa (termasuk penyedia jasa penerbangan sipil). samping rasa nyaman dan aman dari pengguna jasa.
Pada pasal 3 Permenaker ini dinyatakan bahwa
setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga KEPUSTAKAAN
kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau 1. Rudiyanto. Penerapan SMK3 dan Pelaksanaan
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh Audit SMK3. Makalah Pelatihan Pengenalan
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat SMK3. Diselenggarakan oleh PT Sucofindo
mengakibatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat (Persero), Jakarta.2004.
kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran wajib 2. Alli BO. Fundamental Principles of Occupational
menerapkan SMK3.4 Health and Safety. First Published, International
Hingga saat ini belum banyak perusahaan Labor Office, Geneva.2001.
maskapai penerbangan sipil yang menerapkan 3. Mulijadi H. Keselamatan Penerbangan. Tersedia
SMK3 tersebut, oleh karena itu perlu ada kerja sama dalam http://news.vokezone. com/index.php/
dan koordinasi antara instansi Departemen Tenaga ReadStory/2007/02/14/58/4512/keselamatan-
Kerja dengan Departemen Perhubungan agar SMK3 penerbangan, Diakses pada 14 Februari 2007.
dapat diterapkan oleh manajemen perusahaan 4. Permenaker RI No. 05 Tahun 1996 tentang
maskapai penerbangan sipil. Departemen Sistem Manajemen Keselamatan dan
Perhubungan dapat mengembangkan SMK3 yang Kesehatan Kerja. Dalam: Himpunan Peraturan
ditetapkan Permenaker No. 05/1996 sesuai dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Cetakan Ke
situasi dan kondisi penerbangan di Indonesia, 2. Dicetak oleh Sekretariat ASEAN OSHNET,
sehingga disain Sistem K3 Penerbangan Sipil yang Jakarta. 2002.
diusulkan penulis dapat menjadi masukan bagi
Departemen Perhubungan.
Gerry Silaban
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l 173

You might also like