You are on page 1of 37

Referat : Atrium Fibrilasi 2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Jantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus (1) untuk


membangkitkan impuls-impuls ritmis yang menyebabkan timbulnya
kontraksi ritmis otot jantung, dan (2) untuk mengkonduksikan impuls ini
dengan cepat ke seluruh jantung. Bila sistem konduksi berfungsi normal,
atrium akan berkontraksi kira-kira seperenam detik lebih awal dari
kontrkasi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian tambahan pada
ventrikel sebelum ventrikel memompa darah ke sirkulasi paru-paru dan
perifer. Namun sistem ritmis dan konduksi dalam jantung ini sangat
rentan terhadap kerusakan akibat penyakit jantung, terutama akibat
iskemia jaringan jantung karena kurangnya aliran darah koroner.
Akibatnya sering berupa irama jantung yang sangat ganjil, atau
serentetan kontraksi yang abnormal dari ruang-ruang jantung, dan
efektivitas daya pompa jantung sering sangat terpengaruh, bahkan dapat
menyebabkan kematian.2

Impuls listrik dimulai di sebuah daerah yang disebut sinus node,


yang terletak di bagian atas atrium kanan. Ketika sinus node kebakaran,
dorongan dari aktivitas listrik menyebar melalui atrium kiri dan kanan,
menyebabkan berkontraksi, memaksa darah ke ventrikel. Kemudian
perjalanan impuls listrik secara tertib ke daerah lain yang disebut
atrioventrikular (AV) node dan jaringan HIS-Purkinje. Nodus AV adalah
jembatan listrik yang memungkinkan dorongan untuk pergi dari atrium ke
ventrikel. HIS-jaringan Purkinje membawa dorongan seluruh ventrikel.
Impuls kemudian bergerak melalui dinding ventrikel, menyebabkan
mereka kontrak. Hal ini akan memaksa darah keluar dari jantung ke paru-
paru dan tubuh. Kosong vena paru-paru darah yang mengandung oksigen
dari paru-paru ke atrium kiri. Jantung normal berdetak dalam irama yang
konstan - sekitar 60 sampai 100 kali per menit saat istirahat. 2

Page | 1
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Atrial fibrilasi ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan
keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.1

Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi


atrium diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan
EKG dapat dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada
saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya memerlukan
pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan
program tadi.2

Gambar 1. Sumber : http://www.nature.com. 2009

Page | 2
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

BAB I
ILUSTRASI KASUS

ANAMNESIS
Identitas
Nama : Tn.S
Usia : 93 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Medan
Status : Menikah
Suku : Batak
Agama : Kristen
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Tgl masuk : 28 Februari 2011

Keluhan Utama
Sakit perut sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan
Sesak nafas, mual, muntah, nafsu makan berkurang, batuk berdahak.

Riwayat penyakit sekarang


• Pasien masuk UGD RSAL dengan keluhan sakit perut sejak 3 hari SMRS. Sakit perut
dirasakan di daerah ulu hati sampai ke tengah. Sakit perut awalnya dirasakan pasien
sejak 2 minggu SMRS dan hilang timbul, namun 3 hari terakhir ini sakit perut terasa
semakin berat dan terasa terus menerus. Selain sakit perut, pasien juga mengeluh
adanya sesak nafas yang semakin berat sejak 2 minggu SMRS. Sesak nafas dijelaskan
pasien berupa rasa berat saat pasien bernapas. Sesak datang biasanya bila pasien

Page | 3
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

sedang sakit perut. Sesak nafas tidak dipengaruhi kegiatan karena sehari-hari kegiatan
pasien hanya di rumah, makan, nonton TV, dan berbaring di tempat tidur. Sesak nafas
juga tidak dipengaruhi cuaca. Pasien tidak pernah terbangun saat malam karena sesak,
dan pasien juga hanya menggunakan 1 bantal saat pasien tidur. Bersamaan dengan itu
pasien juga mengeluh mual yang mengakibatkan pasien tidak nafsu makan sejak 2
minggu SMRS. Bahkan 1 hari SMRS pasien sempat muntah 2x berisi cairan yang
terasa asam. Pasien juga mengaku batuk dengan dahak berwarna putih kental sejak 1
minggu SMRS, namun dahak sulit untuk dikeluarkan oleh pasien. Sejak 1 tahun
terakhir ini pasien terkadang merasa berdebar-debar secara tiba-tiba. Pasien tidak
demam, pasien juga mengaku tidak pernah bengkak pada kaki.
• Selama 2 minggu keluhan, pasien tidak berobat ke dokter. Tidak ada penurunan berat
badan beberapa waktu terakhir ini.

Riwayat penyakit dahulu


• Pasien sudah menderita darah tinggi (hipertensi) sejak tahun 1991 dan tidak rutin
berobat ke dokter,bila pasien berobat biasanya mendapatkan obat yang pasien tidak
ingat jenisnya.
• Riwayat DM (-), Asma (-), Alergi (-), Batuk lama / sakit paru (-)

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat Hipertensi (?), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-)

Riwayat Kebiasaan
• Pasien mengaku memang sedikit makan beberapa tahun terakhir.
• Pasien mengaku saat muda merokok sampai 5 tahun terakhir. Pasien biasanya
merokok sebanyak 2 bungkus per hari.
• Pasien juga mengaku saat muda suka mengkonsumsi minuman beralkohol.
• Pasien tidak pernah berolahraga, sehari-hari pasien hanya di rumah saja.

Page | 4
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

III.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 1/3/2011 pada jam 08.00 WIB di P. Sangeang

Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis (GCS=15)
Kesan sakit : sakit sedang
Cara berbaring:: aktif
Pasien tampak : tenang, menggigil (-), kejang (-), sesak (+), oedem (-)
Habitus : piknikus
Status gizi : BB/TB2 = kg/( m)2 = kg/m2
Gizi kurang
Kulit : warna coklat, tidak anemis, tidak sianosis, tidak ikterik
Kelembaban cukup, suhu hangat, turgor baik, efluoresensi tidak terlihat

Tanda vital
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 98 kali per menit, isi cukup, iregular, equal
Pernapasan : 24 kali per menit, simetris kanan dan kiri, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,4 OC
Pemeriksaan fisik
KEPALA : bentuk kepala normocephali, tidak ada deformitas, simetris
Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
MATA :
- Alis : warna hitam, distribusi merata, simetris
- Palpebra : tdak oedem, tidak cekung, tidak exoftalmus atau
enoftalmus, tidak ektropion atau entropion,
tidak ada hordeolum, tidak ada kalazion
- Bulu mata : tidak trikiasis atau distrikiasis
- Tekanan bola mata : normal
- Konjungtiva : tidak anemis, tidak ada injeksi konjungtiva

Page | 5
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

- Sklera : tidak ikterik, tidak ada pinguekula, pterigium (+),


tidak ada bercak bitot
- Lensa : tidak keruh
- Pupil : bulat, tepi rata, isokor
- Refleks cahaya langsung +/+, tak langsung +/+

HIDUNG :
- Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum; lubang hidung
simetris, tidak keluar secret ataupun darah dari hidung
- Tidak ada deviasi septum, mukosa hidung tidak pucat dan tidak hiperemi, concha
tidak hiperemi dan tidak oedem dan tidak hipertrofi, tidak terdapat darah atau bekuan
darah dalam lubang hidung
- Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus maksilaris dan
sinus sfenoidalis

MULUT
- Bibir : tidak ada deformitas, warna tidak pucat dan tidak sianosis,
tidak tampak kering, pecah-pecah, sariawan, keilitis dan keilosis
- Gigi : ada karies M2 bawah kanan.
- Gusi : warna merah muda, tidak hiperemi
- Lidah : bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, simetris,
tidak tremor, bersih, pinggir lidah tidak hiperemi,
papil lidah tidak kasar dan tidak atrofi
- Palatum : tidak ada cleft, tidak ada benjolan, tidak ada tumor
- Uvula : letak di tengah, tidak hiperemi, tidak membesar
- Tonsil : T1/T1 tenang, tidak membesar, tidak hiperemi
- Faring : tidak hiperemi
- Produksi saliva cukup

TELINGA
- Bentuk normal, tidak ada deformitas, simetris, tidak ada benjolan atau tophi atau
oedem

Page | 6
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

- Tidak ada nyeri tekan tragus, nyeri tekan mastoid, nyeri tarik aurikuler, tidak teraba
benjolan
- Serumen sedikit, membran timpani intak

LEHER
- Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi, tidak tampak benjolan, tidak
tampak efluoresensi
- Trakea lurus ditengah; kelenjar tiroid tidak membesar; KGB tidak teraba membesar
dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan; tidak ada kaku kuduk,
JVP 5-1 cmH2O

TORAKS
- INSPEKSI : bentuk dada simetris saat statis dan dinamis; gerak pernapasan
simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi sela iga; iktus kordis terlihat
di 2 cm lateral ics V garis midclavicular sinistra; tidak terlihat
benjolan, tidak tampak spider nevi, pelebaran atau penojolan vena
kulit, tidak tampak efluoresensi; buah dada letaknya simetris, pada
papila mammae tidak tampak keluar sekret, tidak tampak benjolan,
tidak tampak pengerutan kulit, tidak ada ginekomastia
- PALPASI : gerak nafas simetris, VF simetris; ictus cordis teraba di 2 cm lateral
ics V garis midclavicularis sinistra; suhu hangat, kelembaban cukup,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
- PERKUSI :
Hemitoraks kanan : batas paru-hepar : ICS VI garis midclavicular
dextra
Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Hemitoraks kiri : batas paru lambung : ICS VI linea axilaris anterior
Batas kiri jantung : ICS V 2cm lateral dari linea
midclavikular sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
- AUSKULTASI
Paru : SN vesikuler. Ronkhi(-/-),Wheezing (-/-)

Jantung: BJ I-II iregular, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Page | 7
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

ABDOMEN
- INSPEKSI : bentuk abdomen cekung, gerak nafas simetris tidak ada bagian
yang tertinggal dan tipe pernapasan abdominothorakal; warna
kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efluoresensi;
tidak tampak gerakan peristaltik; tidak tampak pelebaran vena,
tidak tampak roseola spot atau caput medusa; tidak terlihat
smiling umbilicus
- PALPASI : teraba supel, tidak teraba benjolan, tidak ada defense
muscular, nyeri tekan epigastrium (+), tidak ada undulasi; hepar
tidak teraba; lien dbn, ballotemen (-)
- PERKUSI : timpani di seluruh lapang abdomen, ada nyeri tekan, tidak ada
shifting dullness
- AUSKULTASI : bising usus (+) normal

PUNGGUNG
- INSPEKSI : vertebra lurus ditengah, tidak ada lordosis, kifosis, skoliosis,
gibbus; bentuk thoraks simetris, pada gerak nafas tidak ada
bagian yang tertinggal; tidak tampak benjolan, tidak tampak
efloresensi kulit
- PALPASI : gerak nafas simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
benjolan
- PERKUSI : tidak ada nyeri costovertebra; batas bawah paru kanan
setinggi thorakal 10, batas bawah paru kiri setinggi thorakal 11
- AUSKULTASI : SN vesikuler.Rh(-/-),Wh(-/-)

EKSTREMITAS
- ATAS :
INSPEKSI: tidak eritem, tidak terlihat efluoresensi kulit, tidak tremor
PALPASI: tidak teraba oedem, reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-
- BAWAH :
INSPEKSI: tidak eritem, tidak terlihat efluoresensi kulit, tidak tremor
PALPASI: tidak teraba oedem, reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-

Page | 8
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab
GDS = 112 g/dL
SGOT/SGPT = 22/13
Ureum = 68 ↑
Kreatinin = 1,2
Na = 139 mmol/L
K = 3,2 mmol/L ↓
Cl = 108 mmol/L
Leukosit = 6600/µL
Eritrosit = 4,04 juta/mm3 ↓
Hb = 12,8 g/dL ↓
Ht = 39% ↓

Elektrokardiogram

Page | 9
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Irama : aritmia, QRS rate : 160x/menit,


• Aksis : deviasi aksis kiri
• Gelombang P irregular dan cepat
• PR interval 0,12 detik
• Kompleks QRS :
• < 0,12 detik

Page | 10
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• gelombang RSR’ di V1, V2, V3


• T inverted : AVL, V1, V2, V3
• Kesan: Atrial Fibrilasi rapid response, IRBBB, iskemia di anteroseptal wall

Foto Roentgen ( 28 Februari 2011)

• Inspirasi cukup, simetris


• CTR ratio 55%
• Aorta : elongasi (+), kalsifikasi (+), dilatasi (-),
• Apeks normal
• Trakea terletak di tengah
• Diafragma licin
• Sudut costofrenikus tajam

Page | 11
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Tulang dan jaringan lunak normal

PEMERIKSAAN FOLLOW UP
Tanggal 1 Maret 2011
S : nyeri perut (+)↓ , sesak (-), mual (-), lemes (+), nafsu makan ↑ sedikit, batuk (+) ↓,
BAK merah
O:
• Keadaan umum: Tampak sakit ringan
• Kesadaran : compos mentis
• Tekanan darah: 120/80 mmHg
• Heart rate : 100x / menit, irreguler
• Leher : JVP 5-1 cmH20
• Pernapasan : 20x / menit
• Suhu : afebris
• Mata : konj pucat -/-, sklera ikterik -/-
• Jantung : BJ I -II ↓, murmur (-), gallop (-)
• Paru : Vesikuler, ronki -/-, wh -/-
• Ekstremitas : akral hangat, edema -/-/-/-

EKG:
• Irama : aritmia, QRS rate : 110x/menit,
• Aksis : deviasi aksis kiri
• Gelombang P irregular
• PR interval 0,20 detik
• Kompleks QRS :
• < 0,12 detik
• gelombang RSR’ di V1, V2

Page | 12
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• T inverted : V1
• Kesan: Atrial Fibrilasi normoresponse, IRBBB

A: Sindroma dispepsia dengan Atrial Fibrilasi dan IRBBB, HHD

P:
• RL 8 tpm
• Digoxin 2 x 1
• Aldacton 1 x 25 mg
• Simarc 1 x 1
• Lasix 1 x 1 amp
• Cendantron 3 x 1 amp
• Panso 2 x 1 amp
• KSR 2 x 1
• Cough syr 3 x C1
• Pro USG abdomen

Tanggal 2 Februari 2011


S : nyeri perut (+)↓ , sesak (-), mual (-), lemes (+), nafsu makan ↑ , batuk (+) ↓,
BAK masih merah ↓
O:
• Keadaan umum: Tampak sakit ringan
• Kesadaran : compos mentis
• Tekanan darah: 100/80 mmHg
• Heart rate : 72x / menit
• Pernapasan : 20x / menit
• Suhu : afebris
• Mata : konj pucat -/-, sklera ikterik -/-
• Jantung : BJ I -II ↓, murmur (-), gallop (-)
• Paru : Vesikuler, ronki -/-, wh -/-
• Ekstremitas : akral hangat, edema -/-/-/-

EKG:
• Irama : aritmia, QRS rate : 110x/menit,

Page | 13
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Aksis : deviasi aksis kiri


• Gelombang P irregular
• PR interval 0,20 detik
• Kompleks QRS :
• < 0,12 detik
• gelombang RSR’ di V1, V2
• T inverted : V1
• Kesan: Atrial Fibrilasi rapid response, IRBBB

USG Abdomen :
• Kesan : hepatomegali dengan kalsifikasi nodul di hepar
• Cor membesar

A: Sindroma dispepsia dengan HHD, Atrial Fibrilasi dan IRBBB

P: Tirah baring posisi setengah tidur


• RL 8 tpm
• Digoxin 1 x 1
• Captopril 3 x 12,5 mg
• Aldacton 1 x 25 mg
• Lasix 1 x 1 amp
• Inpepsa 3 x 1

RESUME
• Pasien Tn.S, 93 tahun masuk UGD RSAL dengan keluhan sakit perut sejak 3 hari
SMRS. Sakit perut dirasakan di daerah ulu hati sampai ke tengah. Sakit perut awalnya
dirasakan pasien sejak 2 minggu SMRS dan hilang timbul, namun 3 hari terakhir ini
sakit perut terasa semakin berat dan terasa terus menerus. Selain sakit perut, pasien
juga mengeluh adanya sesak nafas yang semakin berat sejak 2 minggu SMRS. Sesak
nafas ( rasa berat saat pasien bernapas) datang biasanya bila pasien sedang sakit perut.
Sesak nafas tidak dipengaruhi kegiatan dan tidak dipengaruhi cuaca. Pasien tidak
pernah terbangun saat malam karena sesak, dan pasien juga hanya menggunakan 1

Page | 14
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

bantal saat pasien tidur. Bersamaan dengan itu pasien juga mengeluh mual yang
mengakibatkan pasien tidak nafsu makan sejak 2 minggu SMRS. Bahkan 1 hari
SMRS pasien sempat muntah 2x berisi cairan yang terasa asam.. Pasien juga mengaku
batuk dengan dahak berwarna putih kental sejak 1 minggu SMRS, namun dahak sulit
untuk dikeluarkan oleh pasien. Sejak 1 tahun terakhir ini pasien terkadang merasa
berdebar-debar secara tiba-tiba
• Riwayat hipertensi sejak tahun 1991 dan tidak terkontrol
• Riwayat merokok (+) dari muda sampai 5 tahun terakhir, sebanyak 2 bungkus per
hari. Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol (+).
• Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan
• Ureum = 68 ↑
• K = 3,2 mmol/L ↓
• Eritrosit = 4,04 juta/mm3 ↓
• Hb = 12,8 g/dL ↓
• Ht = 39% ↓
• Roentgen Thorax : kardiomegali disertai elongasi aorta + kalsifikasi
• EKG : Fibrilasi rapid response, IRBBB, iskemia di anteroseptal wall

DIAGNOSIS KERJA
- Sindroma Dispepsia
- HHD
- RBBB
- Atrial Fibrilasi rapid response

DIAGNOSIS BANDING
Sindroma Dispepsia disertai HHD dengan Atrial Fibrilasi rapid response

PENATALAKSANAAN
• O2 2-3 liter/menit kanul nasal
• RL 8 tpm
• Omeprazol 1 ampul
• Impepsa syrup 3 x CI
• Panso 3 x 1 amp
• Ondansentron 3 x 1 amp

Page | 15
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Digoxin 2 x 1 amp
• Captopril 1 x 12,5 mg
• Bisoprolol 1x 2,5 mg
• Furosemide 1x40 mg tab
• Lasix 1 x 1
• Aldacton 1 x 25 mg
• Simarc 1 x 1

PEMERIKSAAN ANJURAN
- Kolesterol darah
- ECHO

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Page | 16
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

BAB II
ANALISA KASUS

Pada pasien ini yang menyebabkan sindroma dyspepsia yaitu karena pasien sering
telat makan dengan jumlah makan yang sedikit atau dapat dikatakan pola makan yang
tidak teratur, sehingga pemasukan makanan menjadi kurang lalu lambung akan kosong.
Kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat adanya gesekan
antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan
produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat
baik makanan maupun cairan.

Sesak napas yang dirasakan pasien kemungkinan karena rasa begah akibat
peningkatan produksi asam lambung yang berlebihan, namun bisa juga disebabkan oleh
kardiomegali. Kardiomegali pada pasien ini disebabkan oleh hipertensi yang tidak
terkontrol selama 10 tahun sehingga jantung dipaksa untuk memompa darah bertekanan
tinggi. Jantung pun memberikan kompensasi berupa terjadinya hipertrofi dari ventrikel
kiri. Hipertrofi dari ventrikel kiri serta hipertensi tidak terkontrol yang berkepanjangan ini
lama kelamaan berpengaruh terhadap aorta (arcus aorta). Aorta pasien berkompensasi
karena menerima darah dengan tekanan tinggi dari ventrikel kiri sehingga terjadi elongasi
aorta. Semua hal ini tampak pada gambaran Roentgen pasien dimana ditemukan CTR
yang > 50% yaitu 55%. Pada Roentgen juga didapatkan gambaran LVH serta elongasi
aorta. Pada aorta tampak juga adanya sedikit kalsifikasi berupa gambaran radioopaque
pada arcus aorta. Adanya perubahan struktur anatomi serta fisiologi dari jantung sebagai

Page | 17
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Target Organ Damage ini menyimpulkan bahwa pasien menderita HHD (Hypertensive
Heart Disease)

Mengenai keluhan rasa berdebar-debar yang sudah lama dirasakan pasien


memperjelas adanya Atrial Fibrilasi pada hasil EKG pasien ini. Atrial Fibrilasi pada kasus
ini disebabkan oleh hipertensis sistemik yang kronis sehingga terjadi fokus ektopik
ganda atau daerah reentri multiple. Karena tidak ada depolarisasi
uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi
yang disebut gelombang “f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak
teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan
sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga irama QRS tidak
teratur pada gambaran EKG pasien.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFINISI

Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f”


dengan frekuensi antara 350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7

Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah
reentri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan
listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium
atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara
menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi uniform, tidak terbentuk
gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang “f”
yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui nodus
AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV
sehingga irama QRS tidak teratur. 5, 6

III.2 PREVALENSI

Page | 18
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan


populasi usia lanjut dan insiden penyakit kardiovaskular. Pada umur
dibawah 50 tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat lebih dari
9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan wanita. 1

AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap


kejadian stroke emboli. Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non
valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak
dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham resiko terjadinya
stroke emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali
lebih banyak pada AF valvular dibandingkan dengan kontrol. 1

III.3 ETIOLOGI

AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan


struktural akibat penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF
juga menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya ±10% dari
seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami AF, tetapi kejadian
tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien
yang menjalani operasi pintas koroner, sepertiganya mengalami episode
AF terutama pada tiga hari pasca operasi. Walaupun sering menghilang
secara spontan, AF pasca operatif tersebut akan memperpanjang lama
tinggal di rumah sakit. 1,4

Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah


lama diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan
terjadinya AF dan mempunyai resiko empat kali lipat untuk terjadinya
komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri,
kejadian AF ditemukan pada satu diantara lima pasien. AF juga dapat
merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor
jantung seperti miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti sindroma Wolff
Parkinson White dapat berhubungan dengan AF. Hal yang
menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur

Page | 19
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma ini, akan


mengeliminasi AF pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan
dengan AF misalnya takikardia atrial, AVNRT ( Atrio Ventricular Nodal
Reentrant Tachycardia ) dan bradiaritmia seperti sick sinus syndrome dan
gangguan fungsi sinus node lainnya. 1,4

AF juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik


nonkardiak. Misalnya pada hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi
sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus 10% dari pasien AF.
Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru
obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien AF
tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone
AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan resiko tromboemboli yang
tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia
lanjut resiko ini tetap akan meningkat. 1,4

Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan


kejadian AF tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan
kelainan jantung maupun kelainan diluar jantung. Kondisi-kondisi yang
berhubungan dengan kejadian AF dibagi bersadarkan : 1,4

III.3.1 Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :

♥ Penyakit Jantung Koroner

♥ Kardiomiopati Dilatasi

♥ Kardiomiopati Hipertrofik

♥ Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik

♥ Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom


WPW, sick sinus syndrome

Page | 20
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

♥ Perikarditis

III.3.2 Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :

• Hipertensi sistemik

• Diabetes melitus

• Hipertiroidisme

• Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal


primer, emboli paru akut

• Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada


pasien yang sensitive melalui peniggian tonus vagal atau
adrenergik.

III.4 KLASIFIKASI

♥ Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari 3


:

• Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan


kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia

• Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung


tetapi ada kelainan sitemik yang dapat menimbulkan aritmia

♥ Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan


usaha konversi ke irama sinus 3
:

• Paroksismal :

Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan


sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun

Page | 21
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Persisten :

Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti


dengan intervensi pengobatan atau tindakan

• Permanen :

Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi


pengobatan AF tetap tidak berubah

♥ Dapat pula dibagi sebagai 3


:

• Akut  bila timbul kurang dari 48 jam

• Kronik  bila timbul lebih dari 48 jam

III.5 PATOFISIOLOGI

 Aktivasi fokal  fokus diawali biasanya dari daerah vena


pulmonalis

 Multiple wavelet reentry  timbulnya gelombang yang menetap


dari depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi
atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus
secara cepat. 1, 4

Gambar 2. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi


ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan

Page | 22
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan


fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam
ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah
yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan
menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang
panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan
faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.2

III.6 DIAGNOSIS

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF


sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya
AF, penyakti yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar,
sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat lelah, sinkop
atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang
sangat berkurangpada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat
menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri. 1, 4 , 7, 8

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :

• Anamnesis :1

 Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanya


timbulnya ( episode pertama, paroksismal, persisten,
permanen )

 Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-


debar, lemah, sesak nafas terutama saat beraktivitas, pusing,
gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung
kongestif

Page | 23
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

 Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF


misalnya hipertiroid.

• Pemeriksaan Fisik :1

 Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan


regularitasnya, tekanan darah

 Tekanan vena jugularis

 Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal


jantung kongestif

 Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan


kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapat
bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup
jantung

 Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

 Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung


kongestif

• Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ),


enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung. 1

• Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi


AF ), hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-
eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia. 1

• Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK,


kor pulmonal. 1

• Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran


dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel
kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago Echocardiography )
untuk melihat trombus di atrium kiri. 1

Page | 24
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

• Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode


pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol. 1

• Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari


kontrol laju irama jantung. 1

• Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring


studi elektrofisiolagi. 1

Gambar 3. Sumber : www.withrop.com. Tahun 2009

III.7 PENATALAKSAAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah


mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan
pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan AF perlu
diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke
irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada
pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera
dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali
kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif
pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus
dipertimbangkan. 1

Page | 25
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

III.7.1 Kardioversi

Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala,


memperbaiki hemodinamik, menigkatkan kemampuan latihan, mencegah
remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi
dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi
farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik.
Resiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi
elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan
sama pada keduanya. 1, 13

Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia 1

Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, Kuinidin


Tipe IB Lidokain, Meksiletin
Tipe IC Flekainid, Moricizin, Propafenon
Tipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )
Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, Sotalol
Tipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )
Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006

Pasien AF dengan hemodinamik yang stabil akibat laju irama


ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera
dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200
Joule. Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 Joule. Pasien
dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek. 1,

12

III.7.2 Terapi Ablasi

Kateter ablasi merupakan pilihan terapi bagi orang-orang yang tidak


dapat mentolerir obat-obatan atau bila gagal mempertahankan irama
jantung normal. 10

III.7.3 Permanen Pacemaker

Page | 26
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Sebuah alat pacu jantung adalah alat yang mengangkut impuls listrik ke
otot jantung untuk memepertahankan denyut jantung yang adekuat. Alat
pacu jantung yang ditanamkan pada pasien dengan AF yang memiliki
detak jantung yang lambat. Pada alat pacu jantung tersebut memiliki
generator denyut dan penyalur yang mengirimkan impuls dari generator
denyut ke otot jantung serta merasakan aktivitas listrik jantung. 10

III.7.4 Terapi Pembedahan

Pasien dengan AF kronis tidak berkurang dengan pengobatan atau


pasien yang memiliki kondisi lain yang memerlukan operasi jantung dapat
menjadi kandidat untuk terapi pembedahan. Selama prosedur Maze
serangkaian potongan tepat dibuat dikanan dan kiri atrium untuk
membatasi impuls listrik ke jalur yang ditetapkan untuk mencapai nodus
AV. 10, 12

Pembedahan vena pulmonalis merupakan modifikasi dari prosedur


Maze dimana ahli bedah menggunakan sumber energi alternatif untuk
menciptakan lesi. Sumber energy alternative yang digunakan selama
operasi vena pulmonalis meliputi radio frekuensi, kriotermi, microwave,
laser. Tujuan dari keempat sumber energi tersebut adalah utnuk
mengahasilkan lesi dan akhirnya jaringan parut untuk memblokir impuls
listrik yang abnormal dan untuk memicu konduksi yang normal dari
impuls listrik melalui jalur yang seharusnya. 10

III.7.5 Pengobatan Profilaktik dengan Obat Antiaritmia Untuk


Mencegah Rekurensi

AF yang berlangsung lebih dari 3 bulan merupakan salah satu


prediktor terjadinya rekurensi. Obat antiartimia yang sering dipergunakan
untuk mempertahankan irama sinus : 1

Page | 27
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Tabel 6. Dosis Obat Untuk Mempertahankan Irama Sinus Pada FA

Obat Dosis Efek Samping


Harian
Amiodaron 100-400 mg Fotosensitivitas, toksikosis paru, polineuropati, kel
GI, bradikardia, torsade de pointes (jarang)
Disopyrami 400-750 mg Torsade de pointes, gagal jantung, glaucoma,
de retensi urin, mulut kering
Dofetilide 500-1000 mg Torsade de pointes
Flecainide 200-300 mg Takikardia ventricular, gagal jantung kongestif,
konduksi nodal AV berubah (konversi menjadi fluter
atrial)
Procainami 1000-4000 Torsade de pointes, lupus like syndrome, gejala GI
de mg
Propafenon 450-900 mg Takikardi ventricular, gagal jantung kongestif,
konduksi nodal AV berubah (konversi menjadi fluter
atrial)
Quinidine 600-1500 mg Torsade de pointes, keluhan sal cerna, konduksi
nodal AV berubah
Sotalol 240-320 mg Torsade de pointes, gagal jantung kongestif,
bradikardia, penyakit paru bronkospastik yang
merupakan eksaserbasi dari obstruksi kronik,
bradikardia
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006

III.7.6 Pengontrolan Laju Irama Ventrikel

Obat-obat yang sering dipergunakan untuk mengontrol laju irama


ventrikel adalah digoksin, antagonis kalsium ( verapamil, diltiazem ) dan
penyekat beta. Laju irama yang dianggap terkontrol adalah di antara 60-
80 x/menit pada saat istirahat dan 90-115 x/menit pada saat aktivitas. 1

III.8 ALGORITME PENATALAKSANAAN AF

Dalam penatalaksanaan AF perlu diketahui apakah AF tersebut


paroksismal, persisten atau permanen. Hal tersebut penting untuk
penatalaksanaan selanjutnya apakah perlu dilakukan kardioversi atau
cukup dengan pengendalian laju irama ventrikel. 1

III.8.1. AF yang baru ditemukan atau episode pertama AF

Page | 28
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Gambar 6. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

III.8.2 Paroksismal Rekuren

Gambar 7. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

III.8.3 AF Persisten Rekuren

Page | 29
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Gambar 8. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

III.9 KOMPLIKASI

AF dapat mengakibatkan terjadi beberapa komplikasi yang dapat


meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas. Pada pasien dengan
sindroma WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ekstranodal yang
memintas nodus atrioventrikular, dimana pada saat terjadi AF disertai pre-
eksitasi ventrikular, dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan
menyebabkan kematian mendadak. Pada keadaan seperi ini ablasi
dengan radiofrekuensi sangat dianjurkan. AF yang disertai dengan laju
irama ventrikel yang cepat serta berhubungan dengan keadaan obstruksi
jalur keluar dari ventrikel atau terdapat stenosis mitral, dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi dan perubahan keadaan klinis.
Beberapa komplikasi lain dapat terjadi pada flutter atrial dengan laju
irama ventrikel yang cepat. Laju ventrikel yang cepat ini bila tidak
terkontrol dapat menyebabkan kardiomiopati akibat takikardia persisten.
Diantara komplikasi yang paling sering muncul dan membahayakan
adalah tromboemboli, terutama stroke. 1,4

Page | 30
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Risk Factors Relative


Risk
Prior stroke or TIA 2.5
History of hypertension 1.6
Heart failure and/or reduced left ventricular function 1.4
Advanced age 1.4
Diabetes 1.7
Coronary artery disease 1.5

Tabel 7. Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya


stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial adalah :

 Usia > 65 tahun

 Hipertensi

 Penyakit Jantung Reumatik

 Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack )

 Diabetes melitus

 Gagal Jantung Kongestif

 Karakteristik gambaran TEE :

 Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri

 Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt

 Atheroma aortic kompleks

Page | 31
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

III.10 PROGNOSIS

Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan


irama sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan
atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan
pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia
lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang
ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan
keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan
antikoagulan.9

Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih


baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan
takikardi cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF
dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada
komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung
termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.
9

Page | 32
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

BAB IV

KESIMPULAN

Fibrilasi atrial ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan
keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.

Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi


atrium diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan
EKG dapat dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada
saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya memerlukan
pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan
program tadi.

Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :

Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati Dilatasi, Kardiomiopati


Hipertrofik, Penyakit Katup Jantung, Aritmia jantung, Perikarditis

Page | 33
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :

Hipertensi sistemik, Diabetes mellitus, Hipertiroidisme, Penyakit paru,


Neurogenik

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi Anamnesis, Pemeriksaan Fisik,


Laboratorium, Pemeriksaan EKG , Foto Rontgen Toraks, Ekokardiografi ,
Pemeriksaan Fungsi Tiroid, Uji latih

PENATALAKSAAN

Setiap usaha dan cara harus dilakukan untuk mencapai efektifitas


terapi, terutama pada pasien-pasien yang mengalami gejala yang
berhubungan dengan fibrilasi atrium. Pemantauan holter selama 24 jam
atau tes treatmil dapat menyokong evaluasi variabilitas jantung. Terapi
terkontrol dapat dilihat dari hate rate 60-80 beat/menit pada saat istirahat
dan 90-150 beat/menit pada latuhan sedang. Untuk cara mencapai ini
dapat dilakukan upaya medikasi bloking AV node pada pasien-pasien
dengan riwayat fibrilasi atrium. Beta blocker oral, kalsium channel blocker
non dihiropiridin dan digoksin biasanya efektif. Digoksin efektif pada
pasien terutama dengan gagal jantung namun dibutuhkan monitoring
ketat dari kadar obat dan fungsi ginjal. Pada keberadaan kardiomiopati
takikardi atau rate ventricular yang tidak adekuat selain obat, dapat
dipertimbangkan pemasangan implant AV node dan pacemaker.
Kombinasi dari pengobatan, contohnya beta blocker dan digoksin lebih
baik dibandingkan dengan pengobatan obat tunggal pada beberapa
pasien. Amilodaron dapat mengontrol rate ventrikel tapi disatu sisi obat
antiaritmia dapat mencetuskan fibrilasi atrium dalam bentuk flutter atrial

Page | 34
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

lambat yang dapat tercetus 1:1 dari atrium ke ventrikel. Terapi dengan
obat kelas IC dapat menjaga ke efektifan kontrol AV node sangat penting
pada banyak pasien. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta, Hal 1537-42

2. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. EGC. Jakarta, Hal 151-202

3. Rani A. 2007. Panduan Pelayanan Medik Departemen Penyakit


Dalam. RSUP DR Cipto Mangunkusumo. Jakarta, Hal 64-5

4. Davey Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga. Jakarta. Hal


162-4

Page | 35
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

5. Ismudiati, Lily R. 1996. Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta. Hal 277-
9

6. Gray H. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Erlangga. Jakarta. Hal 169-


171

7. Alpert, Joseph S. 1981. Manual Of Coronary Care. Second editions.


HAL. USA. Hal 51-3

8. Mansjoer A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.


FKUI. Jakarta. Hal 459-71

9. Rosenthal, Lawrence, Mcmanus David D. Atrial fibrillation. Tersedia


di http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 12 Desember
2009.

10. Stein David W, Shuman Tracy C. Atrial Fibrillation. Tersedia di


http://www.emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 1 Desember
2009

11. Sovari Ali A, Kocheril Abraham G. Fibrilasi Atrium, Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Tersedia di http://www.prematuredoctor.com.
Diakses tanggal 15 November 2009.

12. Syafei Hendarmin. Kardiovarsi Fibrilasi Atrium Pasca Bedah Katup


Mitral dan Valvuloplasti Balon Mitral. Tersedia di
http://www.perki.com. Diakses tanggal 15 November 2009.

13. Gilang LYH. Amiodaron Harapan Penderita Fibrilasi Atrium. Tersedia


di http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 November 2009.

Page | 36
Referat : Atrium Fibrilasi 2011

14. Anonim. Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.winthrop.org.


Diakses tanggal 15 November 2009.

15. Anonim. Cardiac Electrophysiology. Tersedia di


http://www.cardiology.htm. Diakses tanggal 15 November 2009.

16. Nattel Stanley. Diagram Of Electrical Activity During Atrial


Fibrillation. Tersedia di http://www.nature.com. Diakses tanggal 15
November 2009.

Page | 37

You might also like