You are on page 1of 12

Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan pembangunan


adalah tersedianya permodalan. Permodalan tidak didapat begitu saja
tetapi dibutuhkan sarana-sarana lain termasuk halnya meletakkan
keberadaan lembaga jaminan yang salah satunya adalah lembaga gadai.
Dalam rangka pembinaan hukum nasional diperlukan perhatian
yang serius tentang lembaga jaminan gadai, karena perkembangan
perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit,
sedangkan pemberian kredit memerlukan jaminan demi keamanan
pemberian kredit itu sendiri.
Lembaga gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya KUH Perdata) diatur dalam Buku III Bab XX Pasal 1150
sampai dengan Pasal 1160. Lembaga gadai banyak digunakan dalam
praktik. Kedudukan pemegang gadai berbeda dengan pemegang fidusia,
karena benda jaminan berada dalam penguasaan pemegang gadai selaku
kreditur. Dalam hal ini kreditur sedapat mungkin akan terhindar dari
iktikad jahat (te kwader trouw) pemberi gadai. Dalam gadai benda
jaminan sama sekali tidak boleh berada dalam penguasaan
(inbezitstelling) pemberi gadai, sedang benda yang dijaminkan dengan
jaminan fidusia tetap berada di tangan pemberi jaminan fidusia selaku
debitur.1
Kata “gadai” dalam undang-undang digunakan dalam dua arti,
pertama menunjukkan kepada bendanya (benda gadai). Kedua, tertuju
kepada haknya (hak gadai).2
Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam
suatu perseroan terbatas. Demikian yang dirumuskan dalam Pasal 51
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

1
Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata: Tak sah adalah hak gadai atas segala benda
yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau pemberi gadai, ataupun yang
kembali atas kemauan si berutang.
2
J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993),
hal. 99

1
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

Perseroan Terbatas (selanjutnya UUPT).3 Dengan demikian modal


berbicara tentang sesuatu yang abstrak yang lebih merupakan wujud
kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang pendiri atau pemegang
saham sebagai suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan berdasarkan
perjanjian pendirian perseroan terbatas. Sedangkan saham merefleksikan
sesuatu hak yang merupakan benda yang dapat dikuasai dengan hak
milik, yang memiliki wujud konkrit, yang dapat dilihat dan dikuasai
secara fisik oleh setiap pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas.
Saham sebagai suatu hak yang merupakan benda yang dapat
dikuasai dengan hak milik juga dapat ditemukan dasarnya pada ketentuan
umum yang diatur dalam KUH Perdata Pasal 511 angka (4).4 Oleh karena
itu saham sebagai benda bergerak dijadikan sebagai jaminan hutang
dengan gadai atau jaminan fidusia sebagai lembaga jaminannya. Hal ini
sejalan dengan ketentuan Pasal 60 UU PT.5 Saham adalah benda bergerak
dan karena itu dapat digadaikan.
Saham sebagai suatu hak yang merupakan benda yang dapat
dikuasai dengan hak milik. Sero-sero atau andil-andil itu terdapat dalam
persekutuan perdagangan uang, persekutuan dagang atau persekutuan
perusahaan. Sekalipun persekutuan dan perusahaan yang bersangkutan itu
merupakan kebendaan tidak bergerak, namun sero-sero atau andil-andil
itu dianggap merupakan kebendaan bergerak, akan tetapi hanya terhadap
para pesertanya selama persekutuan berjalan, sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 511 angka (4) KUH Perdata. Untuk itu perlu ketegasan
tentang saham sebagai benda bergerak yang pada akhirnya memberi
ketegasan tentang lembaga jaminan yang dapat dibebankan atas saham
tersebut. Ketentuan mengenai saham sebagai benda yang dapat dimiliki
dipertegas kembali dalam rumusan Pasal 60 UU PT. Bahwa kepemilikan
atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada

3
Pasal 51 UU PT No.40 tahun 2007 (UUPT) berbunyi: “Pemegang saham
diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.”
4
Pasal 511 KUH Perdata berbunyi: “Sebagai kebendaan bergerak karena
ketentuan undang-undang harus dianggap: Sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan
perdagangan uang, persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda-
benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaan tak bergerak.
Sero-sero atau andil-andil itu dianggap merupakan kebendaan bergerak, akan tetapi hanya
terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan.”
5
Pasal 60 UUPT menyebut bahwa: “(1) Saham merupakan benda bergerak dan
memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya. (2). Saham
dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam
anggaran dasar.”

2
Pendahuluan

pemegangnya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.6


Pemegang saham yang memiliki saham mempunyai hak kebendaan
terhadap saham tersebut.
Sebagai subjek hukum pemegang saham mempunyai hak dan
kewajiban yang timbul atas saham tersebut. Selaku pemegang hak,
pemegang saham berhak mempertahankan haknya terhadap setiap orang.
Hak dan kewajiban pemegang saham baik terhadap perseroan maupun
terhadap pemegang saham lainnya berada dalam hubungan perikatan,
seagaimana diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar perseroan.
Gadai (Pand) merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda
bergerak yang diatur dalam KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan
memberikan kekuasaan kepada kreditur lainnya, dengan kekecualian
untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah
digadaikan.7
Adapun yang menjadi objek jaminan gadai adalah benda
bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Benda yang tidak
berwujud yang dapat menjadi jaminan antara lain adalah surat-surat
berharga, saham-saham, obligasi, sertifikat Bank Indonesia, surat
berharga pasar uang, hak tagih.
Digunakannya saham sebagai jaminan kredit, maka selama
debitur belum melunasi hutangnya, saham tersebut berada dalam
kekuasaan kreditur, namun segala hak yang timbul dari pemilikan saham
tersebut tetap berada pada debitur sebagai pemilik saham.
Hal ini disebabkan oleh karena sifat penyerahan saham tersebut
adalah hanya tertuju pada jaminan sebagai pelunasan hutang apabila
debitur ternyata tidak dapat melunasi hutangnya tepat pada saat yang
telah diperjanjikan untuk itu.
Perkembangan industri dan perdagangan dewasa ini juga
berakibat secara langsung terhadap perkembangan lembaga jaminan
gadai itu sendiri, yang salah satu perkembangan tersebut adalah
timbulnya praktik gadai saham. Praktik gadai saham timbul sebagai suatu
bentuk jaminan kredit yang diberikan debitur kepada kreditur, karena
dalam hal pemberian kredit maka perihal keberadaan jaminan sangat
utama dalam hal seorang debitur mendapatkan pinjaman uang/kredit.

6
I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), hal.
203.
7
Pasal 1150 KUH Perdata.

3
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

Perjanjian gadai saham merupakan faktor kunci dalam proses


penyaluran kredit ke dunia usaha. Apabila debitur gagal8 membayar
kredit (failure debtor), maka perjanjian tersebut adalah pelindung bagi
bank bila di kemudian hari akan menjual kembali bagian saham yang
dijaminkan itu.9
Ketika sebuah bank memutuskan memberi kredit kepada nasabahnya,
maka sudah sewajarnya bagi bank tersebut meminta jaminan atau
kolateral. Kolateral itu akan menjadi benteng terakhir pertahanan bank,
apalagi setelah dihapuskannya fasilitas likuiditas bank Indonesia. Kualitas
kolateral itu pulalah yang menentukan apakah bank dapat memperoleh
kembali dana yang disalurkan bila debitur tersebut dikemudian hari
ternyata gagal melakukan pembayaran kembali hutangnya.
Suatu prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditur
tidak dapat meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan
untuk pelunasan hutang debitur kepada kreditur.10 Ratio dari ketentuan ini
adalah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan yang akan terjadi jika
kreditur memiliki benda jaminan yang nilainya lebih besar dari jumlah
hutang debitur kepada kreditur. Karena itu benda jaminan tersebut harus
dijual dan kreditur berhak mengambil uang hasil penjualan tersebut
sebagai pelunasan piutangnya. Apabila masih ada kelebihan, maka sisa
hasil penjualan tersebut harus dikembalikan kepada debitur.
Dalam praktiknya, kreditur berupaya menghindari larangan ini
dengan membuat perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali untuk
menyelubungi perjanjian hutang piutang dengan gadai sebagai
jaminannya. Sikap Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam hal ini
sudah jelas, yaitu membatalkan atau menyatakan batal demi hukum
perjanjian seperti itu. Namun demikian mengingat berbagai kendala yang
dihadapi kreditur dalam melakukan eksekusi atas benda yang dijaminkan,
maka perlu dipikirkan suatu mekanisme hukum yang memungkinkan
kreditur memperoleh pelunasan piutangnya secara efisien dengan tetap
memberikan perlindungan hukum kepada debitur dan pembeli barang
jaminan tersebut.11

8
Istilah debitur gagal merupakan phrase umum tidak dapat diidentikkan dengan
wanprestasi.
9
Pradjoto, Bisnis & Keuangan, (Kompas , Senin 5 Juni 2006).
10
Pasal 1154 KUH Perdata: Apabila si berutang atau si pemberi gadai tidak
memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki
barang yang digadaikan.
11
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Prenada
Media, 2005), hal. 23-24.

4
Pendahuluan

Bagi kreditur pemegang jaminan kebendaan seperti gadai,


jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan mempunyai hak untuk
mengambil hasil penjualan benda yang dibebani gadai, jaminan fidusia,
hipotik pelunasan piutangnya lebih dahulu dari kreditur konkuren yang
dijaminkan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata atau disebut droit de
preference.12
Dalam praktik kreditur khususnya lembaga keuangan seperti
bank akan meminta suatu jaminan khusus yang lahir dari perjanjian
antara kreditur dengan debitur. Dalam hal ini kreditur mempunyai hak
kebendaan atas benda milik debitur atau pihak ketiga sebagai jaminan
hutang. Pengikatan jaminan ini bersifat accessoir artinya jaminan itu
lahir, hapus dan beralih mengikuti atau tergantung pada perjanjian
pokoknya, yaitu hutang piutang atau perjanjian kredit.13
Selain itu kreditur memegang hak kebendaan, tetap mempunyai
hak gadai, jaminan fidusia, hipotik ataupun hak tanggungan, meskipun
benda yang dibebani dengan jaminan dipindahtangankan atau dialihkan
kepada pihak ketiga dalam hal ini pembeli. Dalam ilmu hukum sifat ini
dikenal dengan istilah droit de suit.14
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yaitu Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata, pelaksanaan eksekusi atas
barang gadai, telah ditentukan secara limitatif dan imperatif dengan cara
dan bentuk tertentu. Semua objek gadai saham bila akan dieksekusi harus
dijual secara lelang di muka umum. Proses eksekusi gadai saham tersebut
harus dilakukan secara terbuka, supaya terdapat perlindungan bagi
pemilik saham untuk mendapatkan harga pasar yang wajar.

Cara ini merupakan ketentuan dasar atas eksekusi barang gadai:


1. Penjualan dilakukan di muka umum.
2. Cara penjualan, menurut kebiasaan setempat.
3. Sesuai dengan syarat-syarat yang lazim berlaku.
4. Dari hasil penjualan, kreditor mengambil pelunasan meliputi: jumlah
utang pokok, bunga, dan biaya yang timbul dari penjualan. Namun di
sisi lain jika debitur gagal bayar maka kreditur bisa langsung
melakukan lelang atas aset yang dijaminkan itu.

12
R. Subekti, (1), Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum
Indonesia. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal 17.
13
Ibid. hal.16.
14
Ibid. hal 18.

5
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

Dalam perjanjian pemberian kredit selalu ada pernyataan bahwa


bank bisa langsung melakukan lelang atas aset yang dijaminkan jika
debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya sampai tenggang waktu yang
ditentukan. Sebenarnya Pasal 1155 KUH Perdata, secara Ipso Jure,
memberi parate executie dengan hak menjual atas kuasa sendiri (rechts
van eigenmachtige verkoop, the right to sale) objek barang gadai kepada
pemegang gadai (kreditur, tanpa hal itu diperjanjikan dalam perjanjian
gadai), namun Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata mengatur prinsip-prinsip
pokok:
1. Penjualan barang gadai harus atau mesti dilakukan di muka umum
melalui penjualan lelang (executtoriale verkoop) atau the right to sale
under execution;
2. Ketentuan pokok penjualan barang gadai di muka umum adalah
mandat memaksa (imperatief mandaat) atau mandatory instruction
yang diberikan undang-undang kepada pemegang gadai/kreditor
dalam kedudukan eigenmachtige verkoop berdasarkan Pasal 1155
ayat (1) KUH Perdata.

Terjadi suatu distorsi, satu sisi kreditur dan debitur yang


melakukan kontrak hutang mempunyai tanggung jawab atas penjualan
benda jaminan untuk pelunasan hutang debitur yang gagal bayar, di sisi
lain pihak ketiga dalam hal ini pembeli benda jaminan harus dilindungi
atas batasan kebebasan berkontrak yang dilakukan kreditur dan debitur.
Pada dasarnya UUPT memberikan hak appraisal (appraisal right)
melalui Pasal 62 dan Pasal 126 ayat (1) hanya terhadap tindakan-tindakan
sebagai berikut:
1. Perubahan anggaran dasar.
2. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan; atau
3. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.

Hak appraisal merupakan keistimewaan yang diberikan oleh


UUPT. Hak appraisal ini merupakan suatu hak untuk menggantikan
ketentuan dalam hukum korporat yang sudah terbilang kuno di beberapa
negara bahwa terhadap tindakan korporat tertentu, seperti merger dan
akuisisi, perubahan anggaran dasar, penjualan, penjaminan dan lain-lain
perlu lebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang saham yang
diputuskan secara aklamasi dalam arti seratus persen (100%) harus
menyetujui tindakan tersebut.

6
Pendahuluan

Hak appraisal, atau yang sering disebut dengan istilah dissenters


right atau right of dissent, yang merupakan hak untuk keluar dari
perusahaan dengan kewajiban dari pihak perusahaan atau pemegang
saham lain untuk membeli saham pemegang saham yang keluar tersebut
dengan saham yang dinilai (appraise) pada harga yang pantas.15
Perbedaan pendapat (disenting opinion) diakui hanya jika
terdapat alasan yang sudah ditentukan, dan sebabnya itu hanyalah jika
tindakan tersebut merugikan pemegang saham atau perseroan seperti
yang disebutkan dalam Pasal 62 ayat (1) UU PT. Setiap pemegang saham
berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga
yang wajar, apabila yang besangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham, dan apabila saham yang
dibeli melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan
maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
lain. Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan
dengan ketentuan dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan
kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan dan jumlah nilai
nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang
dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak
melebihi sepuluh persen (10%) dari jumlah modal yang ditempatkan.16
Perlindungan hukum bagi pembeli saham yang digadaikan sangat
diperlukan demi terjaminnya kepastian hukum. Pembelian harus
dilakukan secara lelang di muka umum. Jika pembelian objek gadai
dilakukan di bawah tangan, maka pembeli dan bank tidak harus
dilindungi karena perbuatan tersebut melawan hukum. Karena harga

15
Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (1), (Bandung: CV.
Utomo, 2005), hal. 178.
16
Pasal 62 UUPT berbunyi:
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui
tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:
a. perubahan Anggaran Dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan;
atau
c. Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan atau pemisahan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, perseroan wajib
mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.

7
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

pasar wajar tertinggi saham harus diuji di muka umum, bukan secara
sembunyi di bawah tangan,17 untuk menghindari tindakan yang dapat
menimbulkan kecurigaan atas adanya konspirasi antara kreditur dengan
pembeli.
Walaupun alasan sudah ditentukan dalam peraturan perundangan
sulit untuk membuktikan bahwa tindakan tersebut menyebabkan kerugian
atau akan adanya kerugian bagi pemegang saham atau bagi perusahaan
secara keseluruhan. Apalagi karena para pemegang saham minoritas saat
bersikap berbeda pendapat, umumnya tindakan perseroan yang
diperdebatkan tersebut masih belum dilakukan atau baru mulai dilakukan
sehingga kerugian belum kelihatan. Hal tersebut mengakibatkan bahwa
Pasal 62 ayat (1) UUPT sulit untuk diterapkan.
Terhadap pelaksanaan hak appraisal juga berlaku apa yang
disebut dengan market exeption. Dengan market exeption ini, yang
dimaksudkan adalah bahwa hak appraisal tidak diberikan manakala
terhadap saham yang akan dijual dengan hak appraisal tersebut
merupakan saham dari perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan
di pasar modal. Logikanya jika kemampuan keuangan/kondisi keuangan
kas/aliran tunai (cash flow) dalam perseroan sudah tersedia, bagi
pemegang saham yang tidak setuju dengan tindakan perseroan tersebut
melalui penjualan sahamnya di pasar modal, untuk apa lagi diberikan hak
appraisal, karena tujuan pemberian hak tersebut adalah untuk
meningkatkan kemampuan keuangan kas bagi pemegang saham tersebut.
Namun yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa pemberian hak
tersebut kepada pemegang saham yang keberatan sahamnya untuk dijual,
bukanlah semata-mata untuk menyediakan aliran dana masuk ke kas,
tetapi hal tersebut menyangkut tentang hak dari seluruh pemegang saham,
yang dijamin oleh undang-undang.18
Hak appraisal tidak diberikan apabila saham yang akan dijual
merupakan saham dari perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan
di pasar modal. Bila tetap diberikan juga sebenarnya bukanlah merupakan
suatu tindakan yang baik, karena ketika pemegang saham yang tidak
setuju menjual sahamnya ke pasar, harga saham tersebut sudah terkoreksi
karena berita adanya tindakan perseroan yang ditentang oleh beberapa
pemegang saham yang tidak setuju tersebut. Atau meskipun harga saham
tidak terkoreksi, harga saham di pasar modal belum tentu mencerminkan
harga saham yang sebenarnya sesuai dengan keadaan perusahaan. Dalam

17
Pradjoto, Loc cit.
18
Munir Fuady, (1), Op. cit. hal. 183.

8
Pendahuluan

perkembangannya, penggunaan hak appraisal ini merupakan pranata


hukum yang berfungsi untuk mencegah pihak direksi untuk melakukan
transaksi yang merugikan dan dapat menjadi kompensasi bagi pemegang
saham yang tidak setuju dengan tindakan perubahan prinsipil dalam
perseroan tersebut.19
Kreditur dan debitur yang melakukan kontrak hutang mempunyai
tanggung jawab atas penjualan benda jaminan apabila debitur gagal bayar
pada waktu yang telah ditentukan. Namun pihak ketiga dilindungi atas
batasan kebebasan berkontrak yang dibuat kreditur dan debitur tersebut.
Penjual barang-barang bergerak yang belum dibayar, dapat
melaksanakan hak istimewa atas harga pembelian barang-barang itu, jika
barang-barangnya masih berada di tangan debitur, tak peduli apakah ia
menjualnya barang-barang itu dengan penundaan waktu atau dengan
tunai.20 Ketentuan ini merupakan ketentuan umum mengenai pelaksanaan
hak istimewa penjual atas kebendaan yang dijual, yang belum
memperoleh pelunasan, dijual dari harta kekayaan pembeli, maka hasil
dari penjualan tersebut akan dipergunakan atau dipakai untuk melunasi
kewajiban debitur kepada kreditur. Dalam hal ini penjual memperoleh
pelunasan yang tidak pari pasu dan pro rata sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1132 jo. 1133 KUH Perdata.
Jika penjualan dilakukan secara tunai, maka penjual mempunyai
kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya selama barang-barang ini
masih berada di tangan pembeli, sedangkan ia dapat menghalang-halangi
dijualnya terus barang-barang itu asal saja penuntutan kembali itu
dilakukan di dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah penyerahannya.21
Hak penjual gugur, jika barang-barangnya setelah berada di
tangan pembeli asal atau di tangan kuasanya, telah dibeli oleh seorang
pihak ketiga dengan iktikad baik dan diserahkan kepada orang itu.
Namun jika harga pembeliannya belum dibayar oleh pihak ketiga
tersebut, penjual asal dapat menuntut supaya uang itu diberikan
kepadanya hingga sejumlah besar tagihan, asal saja penuntutan itu
dilakukan dalam waktu enam puluh hari setelah penyerahannya.22 Namun
ketentuan selanjutnya dalam Pasal 231 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (selanjutnya disebut KUH Dagang), menentukan dengan jelas
agar pelaksanaan penuntutan kembali itu dapat dilaksanakan, kebendaan

19
Ibid.
20
Pasal 1144 KUH Perdata.
21
Lihat Pasal 1145 KUH Perdata.
22
Lihat Pasal 1146a KUH Perdata.

9
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

yang dijual tersebut harus masih berada dalam keadaan yang sama
dengan pada saat penyerahan (yang menurut ketentuan Pasal 1481 KUH
Perdata harus sama dengan keadaan saat penjualan dilakukan).23
Sehingga konsekuensinya, meskipun pembeli telah mengikatkan diri
dalam perjanjian tersebut tidak berarti hak-haknya bisa diabaikan begitu
saja oleh pemilik bagian saham yang sahamnya telah digadaikan kepada
bank.
Di Indonesia, kasus sengketa gadai saham ini pernah terjadi,
yakni yang menyangkut sebuah entitas bisnis pertambangan. Bagian
saham dari salah satu pemilik hak kuasa atas pertambangan itu
digadaikan sebagai jaminan kredit kepada salah satu bank asing di luar
negeri. Pada saat pemilik saham gagal membayar hutang pada saat jatuh
tempo, maka pihak bank memutuskan untuk menjual bagian saham
tersebut kepada salah satu pembeli di Indonesia. Merasa dirugikan dan
diperlakukan secara sepihak oleh bank, sang pengusaha justru
mengajukan gugatan kepada bank yang bersangkutan dan pembeli saham
tersebut. Pengadilan negeri pada tingkat pertama mengeluarkan
penetapan bahwa bank sebagai kreditur berhak menjual seluruh saham
yang diagunkan sebagai jaminan hutang tersebut, namun oleh pengadilan
pada tingkat banding telah membatalkan penetapan pengadilan negeri
tersebut. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) melalui suratnya
tanggal 3 Maret 2006 menyatakan sejumlah penetapan Pengadilan Negeri
(PN) Jakarta Selatan terkait dengan eksekusi gadai saham milik Beckkett
Pte Ltd oleh Deutsche Bank AG, batal demi hukum karena tidak
berdasarkan hukum.24 Sementara itu pada saat yang sama debitur juga
mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi (Hight Court) Singapura
agar transaksi penjualan saham antara kreditur dan pembeli itu dibatalkan
dan kepemilikan atas saham itu dibekukan. Pengadilan Tinggi Singapura
menolak tuntutan tersebut dan dikuatkan lagi oleh pengadilan di tingkat
banding yang bersifat final dan mengikat (final and binding), karena
court of appeal merupakan lembaga banding tertinggi di Singapura.25
Dengan demikian dari penjelasan di atas harus ada perlindungan
hukum bagi pembeli bagian saham yang dijual oleh bank sebagai kreditur
yang dalam hal ini selaku pemegang gadai, mengingat saham yang

23
Gunawan Widjaya, Kartini Muljadi, (1), Jual Beli, (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 257.
24
Antara News, 27 Maret 2006,
<http://www.antara.co.id/print/index.php?id=30715>
25
Dianlia Menangi Sengketa Saham Adaro, Jakarta, (Suara Karya, 23
September 2005).

10
Pendahuluan

dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit tersebut merupakan hak bank


sebagai kreditur untuk menjual benda yang dijaminkan debitur yang
gagal bayar hutang tersebut. Karena jaminan itulah yang akan menjadi
benteng terakhir pertahanan bank, maka perlindungan hukum juga
diperlukan bagi pembeli bagian saham yang dijual bank. Sebab bank juga
punya kewajiban bagi para nasabah lain sebagai penyimpan dana pihak
ketiga yang kemudian digunakan sebagai dana pemberian kredit kepada
masyarakat. Namun hakikatnya proses penggadaian saham tersebut harus
dilakukan secara terbuka. Dalam perjanjian pemberian kredit selalu ada
pernyataan bahwa bank bisa langsung melakukan lelang atas aset yang
dijaminkan jika debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya sampai
tenggang waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini sudah seharusnya
bahwa pembeli yang beriktikat baik mendapat perlindungan hukum untuk
menikmati benda yang dibeli dengan tenteram dan bebas dari tuntutan
hukum.
Perlindungan yang berikan oleh hukum hanya bagi pembeli yang
beriktikad baik, namun standar iktikad baik itu tidak ada dijelaskan atau
tidak ada diberi batasan-batasan oleh undang-undang. Di sisi lain bank
sebagai kreditur tak mungkin melakukan konspirasi dengan pembeli
karena bank sangat berkepentingan mendapatkan pengembalian hutang
yang setinggi mungkin.
Pembeli saham yang digadaikan akan memperoleh jaminan
kepastian hukum apabila pembelian dilakukan secara lelang di muka
umum. Tetapi jika pembelian objek gadai dilakukan di bawah tangan,
maka pembeli dan bank tidak harus dilindungi karena perbuatan tersebut
melawan hukum. Apabila penjualan dilakukan di bawah tangan, maka
patut dicurigai. Karena harga pasar wajar tertinggi saham harus diuji di
muka umum, bukan secara sembunyi-sembunyi dengan penjualan di
bawah tangan. Dengan demikian terdapat perlindungan bagi pemilik
saham untuk mendapatkan harga pasar yang wajar. Jadi hakikatnya
proses eksekusi saham tersebut harus dilakukan secara terbuka.
Klausul yang memberi hak kepada pemegang gadai melakukan
penjualan di bawah tangan, bertentangan dengan Pasal 1155 KUH
Perdata. Klausul yang demikian dianggap tidak pernah ada (never
existed) karena bersifat illegal, dan tentunya hal ini akan berdampak
memberikan kepastian hukum sekaligus memberikan perlindungan
hukum kepada pembeli apabila telah melakukan jual beli barang yang
digadaikan seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang.

11
Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan

Selain itu kreditur dan debitur yang melakukan kontrak hutang


mempunyai tanggung jawab atas penjualan benda jaminan dan pihak
ketiga dilindungi atas batasan kebebasan berkontrak.
Meskipun undang-undang menyatakan bahwa kepemilikan atas
suatu kebendaan telah beralih pada saat penyerahan kebendaan dilakukan,
namun karena ketentuan 1266 KUH Perdata masih memungkinkan
dibatalkannya suatu perjanjian (jual beli) demikian dalam hal salah satu
pihak cidera janji (untuk tidak memberikan pelunasan pembayaran) atas
kebendaan (saham) yang dibeli, maka sesungguhnya kepastian hukum
mengenai perlindungan hukum bagi pembeli gadai saham belum ada.

12

You might also like