You are on page 1of 11

Patologi Birokrasi

Nepotisme Dalam Rekrutmen Pegawai


Negeri

Oleh;
Pandhu Yuanjaya (084674013)

Universitas Negeri Surabaya


Fakultas Ilmu Sosial
S1 Ilmu Administrasi Negara
2011
Salah satu fenomena yang sarat dalam perekrutan pegawai negeri, lembaga
pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah nepotisme. Dalam
kamus maya wikipedia, padanan arti dari nepotisme adalah penyalahgunaan jabatan
dengan lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya untuk mengisi jabatan tertentu. Undang-undang tahun
2004 diantaranya mengemukakan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini menuntut pemerintah bekerja secara profesional dalam proses implementasi
dari kebijakan dan tata hukum yang berlaku agar tewujud good governance yang di
impikan.

A. Pendahuluan
Di era reformasi ini tuntutan terhadap paradigma good governance dalam
seluruh kegiatan di era globalisasi dewasa ini sudah tidak dapat dielakkan lagi.
Tuntutan tersebut menjadi penting karena jika kondisi good governance dapat
dicapai, maka terciptalah suatu negara yang bersih dan responsif (Clean and
Responsif State), semaraknya masyarakat sipil (vibrant Civil Society) dan kehidupan
bernegara yang bertanggung jawab (Good Corporate Governance) niscaya tidak lagi
hanya menjadi sebuah impian. Kelemahan yang sangat menonjol dalam proses
pencapaian Good Governance di Indonesia ini selain tingginya korupsi, Indonesia
merupakan salah satu negara paling korup di dunia, adalah nepotisme yang bahkan
telah merambat hampir seluruh lapisan masyarakat. Praktek nepotisme juga telah
berkembang dan mengakar sangat kuat di lembaga-lembaga pemerintahan.
Dari uraian diatas mengindikasikan bahwa nepotisme benar-benar telah
menjadi permasalahan yang serius dan sistemik yang sangat membahayakan dan
merugikan negara maupun masyarakat, khususnya di negara kecil dan berkembang
seperti halnya Indonesia. Padahal masyarakat pada umumnya bukannya tidak
menyadari bahwa nepotisme telah mencederai rakyat, menambah rasa pesimistis dan
ketidak percayaan kepada aparatur negara dengan terjadinya penyimpangan
wewenang. Akan sangat riskan bila negara ini diatur oleh orang yang tidak
berkompeten di bidangnya, ataupun bisa terjadi penguasaan olah kelompok tertentu
karena nepotisme tersebut, dan sangatlah mubazir kemampuan seseorang disia-
siakan demi mendapatkan keuntungan pribadi padahal negara ini membutuhkan
aparatur yang berkualitas untuk meningkatkan pelayanan publik.
Untuk memulai pembahasan, definisi mengenai rekrutmen sendiri menurut
www.geocities.com adalah serangkaian kegiatan yang digunakan untuk mendapatkan
sejumlah pelamar yang secara potensial qualified. Produk dari rekrutmen adalah
sejumlah kandidat karyawan/kandidat pemegang jabatan yang akan diproses
sebelumnya. Rekrutmen merupakan proses awal dari apakah suatu organisasi
mendapatkan orang yang tepat atau sebaliknya. Rekrutmen menurut sculer dan
jacson (1997 : 227) antara lain meliputi upaya pencarian sejumlah karyawan yang
memenuhi syarat dalam jumlah tertentu, sehingga dari mereka dapat menyeleksi
orang-orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada.
Setelah diperoleh definisi mengenai rekrutmen, maka selanjutnya perlu
didefinisikan tentang pegawai negeri. Menerut Mokhamad Syuhadak, bahwa bisa
disimpulkan pegawai negeri adalah seorang yang diangkat dalam jabatan tertentu,
diserahi tugas sesuai dengan jabatan tersebut, dan digaji sesuai peraturan yang
berlaku, dan bekerja dilingkungan kantor pemerintahan.
Jadi rekrutmen pegawai negeri adalah upaya pencarian pegawai yang
memenuhi syarat-syarat yang berlaku yang diatur dalam perundang-undngan dalam
upaya perwujudan the right man in the right place dilingkungan pemerintahan.

B. Rekrutmen Pagawai Negeri Cenderung Nepotisme


Dalam proses rekrumen, hal yang paling mendasar tentunya mengenai
bagaimana sebenarnya tata cara pengadaan pegawai yang dalam proses
implementasinya sering terjadi penyimpangan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nepotisme itu adalah salah satu
bentuk perbuatan manusia dalam ikatan kerja sama yang mengutamakan ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan lain sebagainya, dengan mengorbankan orang lain
baik secara terang-terangan maupun secara terselubung. Secara realitas dalam
kehidupan administrasi, nepotisme tidak selamanya bersifat negatif pada kondisi-
kondisi tertentu. Sebagai contoh, penerimaan pegawai yang lulus seleksi sepuluh
orang dengan nilai yang sama dan tingkat persyaratan yang sama pula, tetapi yang
akan diterima sesuai dengan formasi yang tersedia hanya dua orang. Secara rasional
pimpinan atau penentu kelulusan itu mengambil yang terdekat pada dirinya (anak,
keponakan, saudara, famili, teman, dan sebagainya). Makmur (2009:67)
Penyakit nepotisme administrasi wujudnya adalah perbuatan seseorang atau
beberapa orang yang bertindak secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok untuk
memenuhi keinginan yang mereka harapkan dengan jalan mengorbankan orang lain.
Pemenuhan keinginan dalam rangka menciptakan kepuasan hidup, bila tidak dapat
dipenuhi, maka akan menimbulkan ganjalan-ganjalan dalam menjalankan kewajiban-
kewajiban dalam kehidupan, terutama yang kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan
administrasi yang mengikat dalam bentuk kerjasama manusia yang lebih dari satu
orang. Sehingga usaha pencapaian yang mereka sepakati bersama dapat terwujud
dengan baik, kemudian serangan virus penyakit nepotisme tidak perlu terjadi dalam
kehidupan manusia.
Kesimpulan yang menjadi akar permasalahan terjadinya KKN adalah:
1. pertama ketidakjelasan pemerintah dalam mengimplementasikan perekrutan
pegawai negeri sehingga masyarakat bingung bagaimana cara untuk masuk
kedalam suatu birokrasi, yang akhirnya menjadi pegawai honorer yang
mengabdi dulu beberapa tahun. Padahal menjadi pegawai honorer tersebut
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diangkat menjadi PNS. Karena
dianggap paling mudah dan tidak harus melakukan tes terlebih dahulu serta
juga tidak mengeluarkan uang banyak, maka jalan alternative ini banyak yang
menjalaninya.
2. Kedua Permasalahan rekrutmen CPNS juga terjadi pasca ujian seleksi CPNS.
Salah satu contoh kasus terjadi di Bengkulu, yaitu menyangkut tarik ulur
pemeriksaan hasil testing pemeriksaan calon CPNS antara Bupati/Walikota
dengan pemerintah provinsi Bengkulu. Akibatnya, pemeriksaan hasil ujian
seleksi diambil alih oleh pemerintah pusat melalui Kementerian PAN.
Dengan demikian, sekitar 68.000 lembar jawaban komputer (LJK) peserta tes
dikirim ke Jakarta untuk diperiksa. Kasus lain terjadi di Banyuwangi, Jawa
Timur. Kepolisian Resort Banyuwangi menahan 2 joki tes penerimaan CPNS
tersebut.
3. ketiga kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
sehingga banyak nepotisme yang dilakukan oleh aparatur negara dalam
menyeleksi CPNS sehingga timbullah kasus suap menyuap atau
kongkalikong antara CPNS dengan panitia seleksi CPNS tersebut agar dapat
dipermudah untuk menjadi pegawai negeri sipil. Rupanya cara tersebut juga
diminati oleh masyarakat karena dirasa cukup mudah diangkat menjadi
pegawai negeri, Karena tidak perlu capek-capek mengikuti aturan/langkah-
langkah yang harus dilakukan pada masa tes penerimaan CPNS tersebut.
Penjelasan mengenai peraturan pemerintah Nomor 98 tahun 2000 mengenai
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, yaitu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang
lowong. Lowongan formasi dalam suatu satuan organisasi negara pada umumnya
disebabkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, meninggal dunia, mutasi
jabatan dan adanya pengembangan organisasi. Oleh karena pengadaan Pegawai
Negeri Sipil adalah untuk mengisi formasi yang lowong, maka pengadaan
dilaksanakan atas dasar kebutuhan, baik dalam arti jumlah dan mutu pegawai,
maupun kompetensi jabatan yang diperlukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka setiap warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Hal ini berarti bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas
kebutuhan dan dilakukan secara obyektif sesuai dengan syarat yang ditentukan.
Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas serta untuk mewujudkan Pegawai
Negeri Sipil yang profesional, dipandang perlu mengatur kembali mengenai syarat
dan tata cara pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Seterusnya dalam pasal 1 ayat 3
menjelaskan setiap warga negara mendapatkan hak yang sama dalam perekrutan
yang diselenggarakan pemerintah, ini menunjukan jika tertutup kemungkinan untuk
melakukan penyimpangan. Tapi dilain pihak, kentalnya semangat nepotisme, baik di
sektor publik maupun swasta, terutama di daerah-daerah dalam penempatan posisi
yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.
Perhatian berikutnya ada pada etika pegawai negeri yang sangat buruk di
negeri ini. Menurut pendapat Frank J. McGilly, “Ethics are truly a part of
competence, and they are a part of democracy”. (Etika merupakan suatu bagian dari
kompetensi, dan juga merupakan suatu bagian dari demokrasi). Dengan definisi
tersebut berati bahwa seseorang yang bekerja sebagai pegawai negeri harus mengerti
bahwa dirinya merupakan bagian dari aparatur negara yang juga menjadi abdi negara
dan abdi masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan sendiri. Oleh karena itu,
korupsi, penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan, atau pungli dan yang serupa
dengan itu wajib di hindari.
Sebagai abdi masyarakat, maka pegawai negeri harus melayani tanpa
membeda-bedakan jabatan, kesukuan, penampilan, ataupun keturunannya. Semua
harus dianggap sama dan harus dilayani menurut peraturan, yang lebih berkompeten
maka itulah yang dipilih untuk menempati posisi yang dibutuhkan, bukan yang kenal
atau memiliki hubungan dekat yang tidak memiliki kemampuan atau kemampuannya
tidak lebih baik dari pesaing lain yang bukan kerabat yang dipilih.
Dalam hal perekrutan, pihak swasta lebih maju ketimbang birokrasi
pemerintah dalam hal pengadaan karyawan. Sebagai organisasi yang berorientasi
mencari keuntungan (pofit oriented company) mereka tidak akan berani mengambil
resiko dengan merekrut karyawan yang tidak bermutu. Maka pencarian dilakukan
dengan tepat. Guna mendukung terciptanya birokrasi yang tangguh dan berdayaguna
serta terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, sudah sepatutnya pemerintah
melakukan penyaringan calon pegawai sedemikian rupa sehingga hanya yang
memiliki kemampuan yang diterima.

C. Menyikapi Nepotisme
Nepotisme boleh dibilang ‘adik kandung’ dari Kolusi dan Korupsi yang
hangat dibicarakan semenjak bergulirnya era reformasi dewasa ini. Lebih tepatnya
ketika Soeharto berkuasa di negeri ini, sistem nepotisme sarat dalam
pemerintahannya. Karena kepala negara sudah demikian, maka hampir di seluruh
Indonesia, kepala-kepala pemerintahan baik dari tingkat gubernur, bupati, hingga
kepala-kepala kampung tidak terlepas dari unsur nepotisme ini. Tidak sampai disitu,
sampai pada kehidupan sehari-hari selalu muncul sikap-sikap napotis dan bahkan
telah melekat pada diri manusia dan tidak akan pernah hilang. Orde lama itu identik
dengan KKN, tetapi juga masih terpelihara secara rapi dalam orde reformasi ini.
Bila melekat dalam diri manusia, apakah seorang pemimpin yang lebih
mengedepankan nepotisme akan berhasil membangun sebuah masyarakat yang adil
dan makmur, seperti yang telah dicita-citakan oleh pendiri negeri ini? Bagaimana
dengan good governance yang telah menjadi cita-cita kebanyakan bangsa?
Sebenarnya, negeri ini terdiri dari banyak etnis yang mesti dibangun
berdasarkan falsafah ‘Bhineka Tunggal Ika’. Tidak ada istilah seseorang menjadi
pemimpin lalu hanya berdiri di tengah keluarganya sendiri. Itu namanya napotis.
Seorang pemimpin di negeri ini adalah seorang pemimpin yang keluar dari tindakan-
tindakan KKN. Ia berdiri sebagai orang umum, baik di rumah, di kantor maupun
dalam pergaulan sehari-hari. Idealnya, seorang pemimpin menurut keinginan para
pendiri bangsa yaitu, seorang yang selalu membuang jauh-jauh sifat-sikap
primordialisme, lalu mau membangun rakyat Indonesia dari Aceh sampai Papua.

D. Terapi Bagi Patologi


Penyakit nepotisme dalam administrasi, memang secara individual atau
sekelompok manusia yang kecil yang dapat menikmati suatu hasil dari kerjasama dan
sebagian besar manusia yang merasa dirugikan dan didzalimi dari sesorang atau
sekelompok kecil orang tetapi memiliki otoritas yang sangat besar. Jadi dengan
leluasa melakukan penindasan dan pemerasan terhadap orang lain. Penyakit
nepotisme administrasi juga menciptakan suatu perubahan dalam sebuah bentuk
kerjasama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada perubahan
negatif, atau dengan kata lain perubahan dalam arti penurunan dari seluruh aspek
yang dimiliki oleh bentuk kerjasama. Sebagai contoh, jangkauan kegiatan
operasional dengan unit organisasi sebanyak sepuluh, tetapi setelah diserang
penyakit nepotisme administrasi maka semakin lama semakin berkurang unitnya.
Setiap bentuk kerjasama secara umum menghendaki suatu perubahan itu ke
arah yang positif, dalam artian peningkatan baik jangkauan operasional, penambahan
jenis kegiatan, peningkatan volume kerja, kesejahteraan anggota dan lain sebagainya.
Kondisi seperti ini menggambarkan administrasi dalam keadaan sehat. Sekarang
timbul pertanyaan, bagaimana tertapi atau dengan kata lain pengobatan terhadap
penyakit nepotisme administrasi ? yang perlu kita lakukan adalah bagaimana seluruh
manusia yang terikat dalam kerjasama itu dapat mentadari bahwa ketidakjujuran,
keserakahan, manipulasi, dan semacamnya adalah suatu perbuatan yang dapat
menciptakan kesengsaraan bahkan sampai kepada kematian.
Administrasi yang sehat dan pengadaan pegawai yang jujur sudah semakin
dirasakan sebagai suatu kebutuhan pokok setiap manusia yang terikat dalam bentuk
kerjasama. Pengetahuan administrasi telah mengajarkan banyak hal tentang
bagaimana tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien serta memberikan rasa
keadilan maupun kesejahteraan pada semua orang yang terikat dalam bentuk
kerjasama. Oleh sebab itu jauh lebih menguntungkan apabila memlihara kesehatan
administrasi dari pada dengan mengobati penyakit atau patologi khususnya
nepotisme administrasi. Pengobatan penyakit nepotisme akan memerlukan
pembiayaan yang sangat mahal, perbaikan kerusakan memerlukan waktu lama,
sistem kerja lemah dan lain sebagainya yang disebabkan oleh bibit-bibit penyakit
atau patologi nepotisme administrasi.
Penyakit nepotisme dalam administrasi tentunya sangat berpengaruh negatif
terhadap pengembangan konseptual-teoritis, aktual-empiris, dan etika-estetika
administrasi, sehingga wawasan keilmuan untuk menciptakan kecerdasan berpikir
dan ketrampilan untuk menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta
suatu saat akan terkubur. Administrasi yang terkubur akibat keganasan virus patologi
nepotisme disamping akan berpengaruh negatif bagi manusia yang terikat langsung
dalam bentuk kerjasama, akan berpengaruh pula bagi manusia lainnya sebagai kolega
atau pemerhati terhadap administrasi yang bersangkutan. Tidak berfungsinya
konseptual-teoritis, aktual-empiris, dan etika-estetika administrasi, penyebab
utamanya adalah keganasan virus patologi nepotisme yang sesungguhnya merupakan
ulah manusia dalam administrasi itu sendiri.
Ketegangan manusia dalam administrasi ini banyak disebabkan oleh
perbedaan antara apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan. Pemikiran yang
berorientasi kepada konseptual-teoritis akan menciptakan wawasan keilmuan yang
dapat diandalkan mempertahankan kelangsungan hidup adminstrasi akibat keganasan
virus patologi nepotisme. Sedangkan kondisi perkembangannya senantiasa mencari
dan beruasaha menemukan sesuatu yang aktual dalam sebuah kenyataan terhadap
penerapan aktivitas administrasi. Demikian juga dengan bagaimana
mengimplementasikan aktivitas administrasi, sebaiknya senantiasa berorientasi
kepada ketentuan yang telah disepakati.
Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya
dilakukan secara terus-menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita
tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu merupakan suatu permulaan karena
diawali oleh pemikiran yang dilandasi wawasan keilmuan, ketangguhan moralitas,
dan keteguhan iman. Oleh sebab itu kita semua harus senantiasa menjunjung tinggi
nilai-nilai kebenaran, sehingga virus-virus penyakit nepotisme itu tidak akan
mengancam kehidupan kita setiap saat. Sebaiknya semua manusia yang terlibat
dalam kerjasama untuk melakukan aktivitas administrasi saling mengontrol dan
mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang bahaya laten virus penyakit
nepotisme tersebut.
Membentuk Komisi Aparatur Negara, dengan adanya lembaga ini setiap
proses penerimaan Pegawai Negeri akan dilakukan pihak luar pemerintah. Adanya
kelompok independen dalam komisi tersebut akan mendorong profesionalitas dalam
pengelolaan aparatur negara. Diawali pada reformasi sistem perekrutan pegawai.
Dengan menerapkan sistem fit and proper test calon aparatur negara diharapkan
mampu mengisi kekosongan formasi pegawai yang dibutuhkan. Yang terjadi sampai
saat ini adalah pegawai ditempatkan tidak pada kemampuan yang dimiliki, artinya
latar belakang akademis yang mereka miliki tidak sesuai dengan pekerjaan atau
dengan job description yang dibebankan.
E. Kesimpulan
Setelah memahami sistem perekrutan pegawai negeri, dan nepotisme yang
telah mengakar, maka banyak hal yang menjadi perhatian pemerintah pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, yaitu; nepotisme sangat berkaitan dengan
perekrutan pegawai. Hal ini terjadi karena tiap individu ingin menularkan / membntu
orang-orang yang dikenalnya, juga keinginan untuk menguasai sesuatu secara penuh
dengan meminimalisasikan peran orang lain diluar kerabat agar terhindar dari
ancaman yang bisa membuatnya kehilangan kekasaan.. Keinginan mewujudkan
good governance menuntut pemerintah dan semua kalangan untuk lebih profesional
dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menghindari
segala macam penyimpangan. Guna mendukung terciptanya birokrasi yang tangguh
dan berdayaguna serta terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, sudah sepatutnya
pemerintah melakukan penyaringan calon pegawai yang ketat, dari berbagai
penyimpangan dan memenuhi syarat-syarat dengan ketentuan yang diatur undang-
undang sehingga hanya yang memiliki kemampuan yang diterima. Semangat
nepotisme yang masih mengakar sangat sulit dihilangkan, maka yang menjadi ujung
tombak dari proses perbaikan aparatur negara adalah kembali pada kesadaran diri
masing-masing pihak, untuk menaati peraturan yang berlaku dan keinginan untuk
membangun negeri ini lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Www.geocities.com
Syafiie, Inu Kencana. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia.
Bandung: Bumi Aksara.
Syuhadak, Mokhamad.1994. Administrasi Kepegawaian Negara. Jakarta: Gramedia.
Www.wikipedia.org
Makmur. 2009. Patologi serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi.
Bandung: Refika Aditama

You might also like