Professional Documents
Culture Documents
ANEMIA APLASTIK
Oleh
Pembimbing
Anemia aplastik bukan penyakit tunggal, tetapi suatu kelompok penyakit yang
berhubungan dengan kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan ketiga tipe sel
darah yaitu : sel darah merah, sel darah putih dan platelet 1. Pengurangan jumlah sel
darah merah menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah tepi, sel darah putih
dengan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang 3. Aplasia yang hanya mengenai
berkisar antara 2 sampai 6 juta kasus persejuta penduduk pertahun. Penelitian The
penyakit pada pria juga lebih berat daripada wanita. Perbedaan umur dan jenis
pemeriksaan darah tepi (blood smear) dan pemeriksaan BMA (Bone Marrow
Aspiration) 6.
Terapi anemia aplastik dapat dibagi menjadi terapi primer dan terapi suportif.
Terapi primer secara umum terdiri dari transplantasi sumsum tulang dan terapi
imunosupresif. Terapi suportif berupa transfusi sesuai dengan sel hemopoetik yang
dibutuhkan 7.
Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus anemia aplastik pada seorang anak
laki-laki berumur 11 tahun yang dirawat di bangsal anak RSUD Ulin Banjarmasin.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : An. D
Umur : 11 tahun
B. Identitas Orangtua
Ayah Ibu
II. ANAMNESIS
Pasien rujukan dari dr. Gladys Gunawan, Sp.A dengan diagnosis anemia
a. Keluhan Utama
Pucat dan lemas
Sejak 25 hari yang lalu anak tampak pucat dan lemas. Pucat terutama terlihat
didaerah bibir, telapak tangan dan kaki. Sebelum masuk rumah sakit, pada kulit
anak sering timbul bintik-bintik perdarahan dan dada berdebar. Oleh kedua orang
tuanya anak dibawa ke rumah sakit TPT dan dilakukan cek darah dan BMP. Anak
rumah sakit TPT. Setelah mendapat 4 kali transfusi dan dirawat kira-kira 21 hari
di RS TPT anak kemudian langsung dirujuk ke RSU Ulin. Pada saat dirujuk ke
Rumah Sakit Ulin anak masih dalam keadaan pucat dan lemah.
Pada tanggal 6 juli 2005, anak pernah mendapatkan transfusi darah karena
anemia aplastik.
1. Riwayat Antenatal
kali, selama kehamilan ibu penderita tidak pernah sakit, tidak pernah minum
obat-obatan tertentu, makan dan minum seperti biasa dan tidak pernah terkena
2. Riwayat Natal
Lahir spontan ditolong oleh bidan di rumah sakit, berat badan lahir, nilai
APGAR, panjang badan lahir dan lingkar kepala lahir ibu lupa.
3. Riwayat Neonatal
Anak lahir langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna seluruh badan
e. Riwayat Perkembangan/Pertumbuhan
Keluarga lupa kapan penderita dapat tiarap, merangkak, duduk dan berdiri.
Anak sudah dapat berjalan sejak umur 12 bulan. Menurut ibu, pertumbuhan anak
membaca, menulis dan prestasi sekolahnya sesuai dengan umur anak seusianya.
f. Riwayat Imunisasi
g. Riwayat Makanan
Penderita mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan, PASI sejak
usia 6 bulan berupa susu kadang diselingi dengan buah-buahan dan bubur nasi.
Penderita tidak pernah mengalami gangguan dalam pola makan, saat ini penderita
tidak mengalami perubahan nafsu makan. Frekuensi makan 3 kali sehari dengan
Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit seperti penderita. Tidak ada
riwayat penyakit asma, darah tinggi, kencing manis maupun penyakit keganasan
dikeluarga.
Ikhtisar Keluarga :
Keterangan :
= perempuan
= laki-laki
= penderita
Susunan Keluarga
i. Riwayat Psikososial
Anak tinggal serumah dengan ayah ibu dan kakaknya dalam rumah permanen,
ventilasinya baik, air minum, mandi, cuci dan minum sehari-hari berasal dari
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : tampak pucat
c. Tanda vital
Suhu : 35,6 °C
e. Kepala/leher
terdapat alopesia.
Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah
hidung minimal.
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, bercak darah
anemis.
merah keputihan.
Pharing : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses, tidak
ada pseudomembran.
abses/pseudomembran.
tortikolistidak ditemukan.
g. Toraks
1. Pulmo
teratur
2. Cor
h. Abdomen
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba (tidak ada organomegali), tidak
ditemukan massa
i. Ekstremitas
Umum : Akral hangat, tidak edema, tidak ada parese, kedua telapak
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
06 Juli 2005
Hematologi
RDW-CV : 18,,4 %
Kesan : pansitopenia
Saraf : BMA
13 Juli 2005
Partikel : ada
Rubriblas - 0,2-0,6
Prorubrisit - 1,4-2,0
Rubrisit - 8,0-21,0
Metarubrisit - 1,0-3,0
Limfosit 75,5 3,0-17,0
Monosit 1,0 0,5-5,0
Plasmosit 2,5 0,1-2,0
Histiosit -
Sel eritrosit -
Berinti > 1
Sel tidak dikenal
22 Juli 2005
PLT : 4 x 103/µL
2 Agustus 2005
PLT : 4 x 103/µL
PLT : 31 x 103/µL
Pemeriksaan urine:
Leukosit 0-2/Lpb
PLT : 4 x 103/µL
CRP (-)
Tanggal 13 Agustus 2005
Malaria (-)
5. RESUME
Nama : An. D
Umur : 11 tahun
Berat Badan : 28 kg
Uraian : Sejak 25 hari yang lalu penderita pucat dan lemas, terdapat
Pemeriksaan Fisik :
Suhu : 35,6 ºC
6. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding
Anemia aplastik
ITP
Leukemia
b. Diagnosa Kerja
Anemia aplastik
c. Status Gizi
Sedang (79%)
7. PENATALAKSANAAN
IV : Ampicillin 3 x 500 mg
Imbrost 2 x cth II
Transfusi WB 250 cc
Foto torak
9. PROGNOSIS
10. PENCEGAHAN
insektisida
PEMBAHASAN
Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah
dalam darah tepi, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
mengalami aplasia, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem
hemopoetik lainnya4,8.
Jepang 14 : 1.000.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Asia berkaitan dengan
Anemia aplastik dapat terjadi pada segala umur1,7. Kecuali jenis kongenital,
anemia aplastik biasanya terdapat pada anak besar berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun dengan dosis rendah
tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat
yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan
gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Di samping itu pada
beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan
agen penyebabnya4.
Sekitar 50-75% etiologi anemia aplastik merupakan idiopatik. Sekitar 5%
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
b. Faktor didapat
Pada kasus ini, anemia aplastik yang terjadi bersifat idiopatik dan terjadi
setelah anak berumur 11 tahun. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit penderita dan
riwayat penyakit keluarga. Anak tidak pernah menderita sakit sebelumnya. Anak
tinggal bersama orang tua yang bergolongan ekonomi menengah ke atas. Lingkungan
jauh dari daerah pertanian dan tidak pernah terpapar insektisida atau bahan
sejenisnya. Keluarga anak juga tidak ada yang menderita penyakit yang serupa,
karena penyebab yang tidak jelas ini maka etiologinya digolongkan idiopatik.
tulang yang berupa aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik, serta
aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES. Gejala anemia dapat berupa pucat, sakit
kepala, palpitasi dan mudah lelah. Pada anemia yang sangat berat dapat terjadi
dispneu, edema pretibial dan gejala lain yang disebabkan kegagalan jantung.
infeksi sekunder dan berulang, hal ini biasanya ditandai dengan demam yang kronik
atau tanda infeksi yang lain sesuai agen penyebabnya1,2,3,4. Pada anemia aplastik tidak
Manifestasi klinis yang berat dari anemia seperti dispneu, edema pretibial
akibat kegagalan jantung tidak didapatkan baik dari anamnesa maupun pemeriksaan
fisik. Dari riwayat tidak didapatkan adanya infeksi sekunder yang dapat memperberat
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, perdarahan dan tanpa
relatif. Diagnosis pasti ditentukan dari pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran
sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem
endotel)4.
Pada kasus ini didapatkan manifestasi klinis berupa gejala anemia yaitu
berupa petekie yang tampak di seluruh tubuh. Pada kasus ini tidak didapatkan adanya
organomegali.
Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala dan tanda anemia dan
penunjang yang mendukung dimana semua sel darah mengalami penurunan jumlah.
rutin dan blood smear pada ITP hanya akan terjadi trombositopenia. Diagnosis
leukemia dapat disingkirkan karena biasanya terjadi organomegali dan pada blood
smear akan ditemukan sel-sel muda. Kedua diagnosis banding di atas akan jelas dapat
Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan terapi
suportif6,7. Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama pada
pasien yang berusia muda. Transplantasi sumsum tulang ini memiliki angka
kesembuhan yang tinggi yaitu sekitar 70% dengan efek jangka panjang yang baik
yaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan karena adanya reaksi penolakan
yang mempunyai daya anabolic dan merangsang sistem hemopoetik lebih kuat
terdapat remisi, dosis obat diberikan separuhnya dan jumlah sel darah diawasi
setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh
remisi terlihat pada sistem granulopoetik terlebih dahulu, disusul oleh sistem
indikator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah
tercapai bahaya perdarahan yang fatal masih ada, sehingga anak sebaiknya
100.000/mm3.
2. Transfusi darah
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering,
akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya
reaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam hal ini transfusi darah gagal
timbulnya antibodi terhadap sel darah tersebut. Dengan demikian transfusi darah
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalm ruangan
yang suci hama. Pemberian obat antibiotik hendaknya dipilih yang tidak
4. Makanan
5. Istirahat
sumsum tulang karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yang
baik, akan tetapi hal ini tidak memungkinkan dilakukan karena kurangnya sarana dan
prasarana yang ada. Pilihan terapi yang lain yaitu terapi imunosupresif. Terapi
kortikosteroid yang dalam hal ini adalah prednison. Program terapi dengan prednison
ini hanya dapat kita lakukan apabila didapatkan kepastian diagnosa dari BMA.
Sekitar 12 hari setelah diagnosis ditegakkan dengan BMA anak kemudian diberi
setelah dikonsulkan dengan dr. Pudji Andayani, Sp.A, anak mendapatkan terapi
Donazol direncanakan sampai 180 hari. Terapi imunosupresif dilakukan pada anak ini
dengan alasan agar terjadi perbaikan pada sumsum tulangnya. Pemeriksaan ulang
sumsum tulang dilakukan ± 1 bulan setelah terapi dilakukan utuk mengetahui respon
sumsum tulang terhadap obat. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat menentukan
prognosis dari penyakit anak.Terapi suportif yang diberikan adalah transfusi sesuai
kebutuhan, akan tetapi hal ini tidak akan bermanfaat bila tidak dilakukan terapi
primer. Pada pasien ini diberikan terapi suportif berupa transfusi darah karena
imunosupresif.
respon imun humoral, efek glukokortikoid belum dapat disimpulkan secara tuntas
yang jelas terlihat ialah pengurangan jumlah immunoglobulin. Terhadap respon imun
jeratan disekitar tempat pembebasan MIF dan jaringan setempat terhindar dari
kerusakan akibat penghancuran oleh makrofag. Dalam hal ini, efek glukokortikoid
gangguan cor, atau keadaan lain yang retensi garam merupakan masalah, maka dipilih
seluler) sehingga parameter yang paling baik dalam menentukan prognosis adalah
hasil pemeriksaan BMA. Selain itu, jika kadar Hb F lebih dari 200 mg%, jumlah
granulosit lebih dari 2.000/mm3 dan infeksi sekunder dapat dikendalikan maka
seperti bronkopneumonia atau sepsis atau terjadi perdarahan otak dan abdomen 4.
Penyebab kematian pada anak ini diduga adalah terjadinya perdarahan spontan pada
otak dan abdomen. Penyebab terjadinya perdarahan spontan pada anak adalah adanya
Demikian telah dilaporkan suatu laporan kaus anemia aplastik pada seorang
anak laki-laki berumur 11 tahun yang dirawat di bangsal anak RSUD Ulin
pansitopenia pada pemeriksaan darah rutin dan blood smear. Diagnosa pasti
ditegakkan dengan BMA. Etiologi diduga adalah idiopatik. Selama dirawat diberikan
lahan kembali memburuk dan akhirnya meninggal akibat perdarahan setelah dirawat
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Aplastic Anemia (Severe). Dalam : Medical Center, 2004. Dari URL:
http://www.medical center.com/
4. Hasan R, Alatas H ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Buku I, 1985;
Jakarta.
5. Salonder, H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, 2001;
Jakarta.
6. Small BM. Bone Marrow Failure. Dalam : SMBS Education Fact Sheet, 2004.
Dari URL: http://www.smbs.buffallo.edu/
10. Tirza D dan Handoko T Imunosupresan. Dalam : Farmakologi dan Terapi Edisi
4. Editor : Sulistia G. Ganiswara. 1995: FKUI, Jakarta hal709-710.